MICRON MEDICAL MULTIMEDIA M3 Keperawatan.pdf · katalog produk m3 keperawatan 2018/2019 micron...
Transcript of MICRON MEDICAL MULTIMEDIA M3 Keperawatan.pdf · katalog produk m3 keperawatan 2018/2019 micron...
Katalog ProdukM3 Keperawatan 2018/2019
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
1
JIWAILMU DASAR MEDIS KEBITUHAN DASAR MANUSIA
MEDIKAL BEDAH
MATERNITAS ANAK KEGAWATDARURATAN KOMUNITAS
GERONTIK KUIS INTERAKTIF UPDATE KEPERAWATANSTANDAR DIAGNOSISKEPERAWATAN INDONESIA
KEPERAWATAN
2
Technical Support
Jalan Tanjung Duren RayaNo. 89C, Jakarta Barat, 11470 (021-56967880)
m3technicalsupport1
SMS
ONLY
0878 3483 2315 0878 3483 2315
@
[email protected] - Sabtu, 08.00 - 17.00
08.00
17.00
OS: Windows 7Porcessor: Dual coreRAM: 1GBKapasitas Memory: 16GBUSB: 2.0
Buku Petunjuk&
Daftar Isi
Edisi Keperawatan
Ilmu Dasar Medis
3
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
MEDIS
ILMU DASARFISIOLOGI
ILMU DASARHISTOLOGI
ILMU DASARBIOLOGI
ILMU DASARPARASITOLOGI
ILMU DASARPATOLOGI
KLINIS
ILMU DASARPATOLOGIANATOMI
ILMU DASARBIOKIMIA
ILMU DASARFARMAKOLOGI
ILMU DASARFARMASI
ILMU DASARGIZI
ILMU DASARMIKROBIOLOGI
ILMU DASARANATOMI
9.3. Vaskularisasi Cranium 9.3.1. Ekstrakranial 9.3.2. Intrakranial 9.3.3. Cerebrovaskular 9.4. Encephalon (otak) 9.5. Anatomi Perjalanan Sirkulus Wilisi 9.6. Area - Area Otak 9.7. Sutura Beserta Isinya 9.7.1. Sutura 9.7.2. Serebrum 9.7.3. Serebelum 9.7.4. Batang Otak 9.7.5. Medula Spinalis 9.7.6. Liquor Cerebrospinal(LCS)10. ANATOMI SISTEM INDRA 10.1. Anatomi Mata 10.1.1. Rongga Orbita 10.1.2. Palpebra 10.1.3. Aparatus Lacrimalis 10.1.4. Bola Mata 10.2. Anatomi Telinga 10.2.1. Telinga Luar 10.2.2. Telinga Tengah 10.2.3. Telinga Dalam 10.3. Anatomi Hidung dan Tenggorokan
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
ANATOMI
1. TERMINOLOGI ANATOMICA 1.1. Definisi2. POSITIO ANATOMICA 2.1. Definisi 2.2. Bagian-bagian3. LINEA 3.1. Definisi4. ANATOMI SUPERFISIAL 4.1. Definisi5. ANATOMI PROFUNDA 5.1. Definisi6. GERAKAN ANATOMI 6.1. Definisi 6.3. Tulang7. JUNCTURA 7.1. Definisi 7.3. Komponen Penyusun8. SISTEM ORGAN 8.1. Definisi 8.3. Sistem Organ9. ANATOMI SISTEM SARAF 9.1. Anatomi Cranium 9.1.1. Neuro-cranium 9.1.2. Viscerocranium/Splanchnocranium 9.2. Anatomi Lapisan Kepala
1.2. Bagian-bagian
3.2. Bagian-bagian
4.2. Regio
5.2. Bagian
6.2. Otot6.4. Jenis Gerakan
7.2. Otot7.4. Macam-macam
8.2. Sistem Organisasi8.4. Cavity
Ilmu Dasar Medis Anatomi
4
1. TERMINOLOGI ANATOMICA11.1. Definisi
1.2. Bagian-bagian
Terminologi adalah kosa kata suatu seni atau ilmu atau ilmu yang mem-pelajari tentang penyelidikkan, susunan, dan konstruksi istilah.
Kepala
Leher
Thoraks
Punggung
Abdomen
Pelvis/perineum
Ekstreminitas bawah
Ekstreminitas atas
Superior (kanal): lebih dekat dengan kepala. Contoh: cor (jantung) ter-letak superior dari pada gaster (lambung).Inferior (kaudal): lebih dekat pada kaki. Contoh: gaster (lambung) leb-ih inferior dari pada cor (jantung).Anterior (ventral): lebih dekat ke depan. contoh: sternum terletak an-terior terhadap cor (jantung).Prosterior (dorsal): lebih dekat ke belakang. contoh: jantung prosteri-or terhadap sternum.Medial (tengah): mendekati bagian medial (tengah). contoh: digitus (jari kelingking) lebih medial daripada digitus I manus.Lateral: menjauhi bidang median. Contoh: digitus I manus (ibu jari) terletak lebih lateral dari pada digitus v manus.
Proksimal lebih dekat dengan batang tubuh atau pangkal misalnya pada ekstremitas. Contoh: siku terletak proksimal terhadap pergelan-gan tangan.Distal lebih jauh dari batang tubuh atau rangka misalnya pada eks-tremitas. Contoh: pergelangan tangan lebih distal dari pada siku.Superfisial: lebih dekat ke atau di permukaan. contoh: otot-otot len-gan bawah adalah superfisial terhadap tulangnya (humerus).Profunda: lebih jauh dari permukaan. Contoh: humerus lebih profunda dari pada otot-ototnya.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
1
32
46
8
5
7
9
1010
Gambar 1-1 Bagian-bagian utama tubuh yang dipelajari dalam anatomi regional.
Gambar 1-2 Istilah anatomi yang menjelaskan posisi satu struktur relatif terhadap struktur lain.
Lateral
Proksimal
Distal Inferior
LateralSuperior
Medial
Garis tengah
Kuadran Kanan Atas
Kuadran Kanan Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus
Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus besar
Kuadran Kiri Bawah
Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,limfa, lambung
Kuadran Kiri Atas
Tabel 1-1. Gambaran Organ dalam Kuadran
B. Dalam bentuk regioRegio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik, yaitu dengan menarik dua garis sejajar den-gan garis median dan garis transversal yang menghubung-kan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi menjadi 9 regio:
1. Regio hypocondriaca dextra2. Regio epigastrica3. Regio hypocondriaca sinistra4. Regio abdominal lateralis dextra5. Regio umbilicalis6. Regio abdominal lateralis sinistra7. Regio inguinalis dextra8. Regio pubica (hypogastrium)9. Regio inguinalis sinistraKepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk mem-buat peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah diketa-hui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intra abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik. Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada permukaan abdomen dalam bentuk regio, yaitu antara lain:
Gambar 3-3 Pembagian Regio Abdomen dalam bentuk regio
Hati atau hepar berada di regio hypocondriaca dextra, epigastrica dan sedikit ke hypocondriaca sinistra. Lambung berada di regio epigastrium. Limpa berkedudukan di regio hypocondrium kiri. Kandung empedu atau vesika felea sering kali berada pada per-batasan regio hypocondrium kanan dan epigastica. Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di regio hypogastrium. Apendiks berada di daerah antara regio inguinalis dextra, abdomina-lis lateral kanan, dan bagian bawah regio umbilicalis.
•
•••
•
•
5
6
Fisiologi
2.2.1. Fisiologi Pendengaran 2.2.2. Jenis Gangguan Pendengaran 2.2.3. Jenis Penyakit Pendengaran 2.3. Fisiologi Hidung dan Tenggorokan 2.3.1. Sel-sel Membran Olfactorius 2.3.2. Perangsangan Sel-sel Olfactorius 2.3.3. Potensial Membran dan Aksi pada Sel-Sel 2.3.4. Sensasi Utama Penghidu 2.3.5. Penghantaran Sinyal Penghidu ke Sistem Saraf Pusat 2.3.6. Sinus Paranasal 2.3.7. Proses Menelan 2.3.8. Proses Berbicara3. FISIOLOGI PERNAPASAN (RESPIRASI) 3.1. Fungsi Sistem Respirasi 3.2. Proses Respirasi 3.3. Pernafasan Eksternal dan Internal 3.3.1. Pernafasan Eksternal 3.4. Mekanika Pernafasan 3.5. Otot Respirasi 3.5.1. Otot inspirasi utama 3.5.2. Otot inspirasi tambahan: 3.5.3. Otot ekspirasi: 3.6. Volume dan Kapasitas Paru 3.6.1. Volume paru
1. FISIOLOGI SISTEM SARAF 1.1. Fisiologi Neuron 1.2. Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf 1.3. Pembagian, Tingkat, & Organisasi Sistem Saraf 1.4. Jaras 1.4.1. Jaras Sensoris 1.4.2. Jaras Motoris 1.4.3. Hemifer Cerebri 1.4.4. Sistem Saraf Perifer 1.4.5. Nervus Kranialis 1.4.6. Input SSP 1.5. Ganglia Basal 1.5.1. Fisiologi 1.5.2. Komponen Ganglia Basal 1.5.3. Hubungan-hubungan Ganglia Basalia 1.5.4. Peran Ganglia Basalis pada Sirkuit Regulatoris 1.5.5. Fisiologi 1.6. Sistem Otonom 1.6.1. Sistem Saraf Simpatis 1.6.2. Sistem Saraf Parasimpatis2. FISIOLOGI SISTEM INDRA 2.1. Fisiologi Mata 2.1.1. Proses Visual Mata 2.1.2. Tajam Penglihatan 2.2. Fisiologi Telinga
3.3.2. Pernapasan Internal
3.6.2. Kapasitas paru
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FISIOLOGI
Ilmu Dasar Medis
7
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan pala-tum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini ter-jadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m. salpingofaring dan m. palatofaring, kemudian m. levator veli palatine bersama-sama m. kon-striktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m. pala-tofaring (bersama m. salpingofaring) oleh kontraksi aktif m. konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.Ada yang berpendapat bahwa tonjolan passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
Gambar 2-58 Proses berbicara
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pen-gunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi li-dah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi da-lam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor far-ingis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.2.3.8. Proses Berbicara
Palatum molle
Plica vocalis
Cavitas oralis
Cavitas nasi
Bibir
Gigi
Lidah
Cavitaspharingeal
Plica vocalis tertutup ketika berbicara sehingga udara dari paru-paru menekan
antara plica vocalis menyebabkan getaran yang menghasilkan suara
Plica vocalis terbuka selama bernapas memungkinkan udara masuk ke dalam
paru-paru
Larynx
Pada mata emetropia sinar merah dibiaskan di belakang retina sedang sinar hijau di depan, demikian pula dengan mata yang telah dikoreksi dengan tepat. Penderita duduk dengan satu mata ditutup dan melihat pada kartu merah hijau yang ada huruf di atasnya. Pada pasien diminta untuk memberitahu huruf diatas warna yang tam-pak lebih jelas. Bila terlihat huruf diatas hijau lebih jelas berarti mata hipermetropia, sedang pada miopi akan lebih jelas huruf pada warna merah. Pada keadaan diatas dilakukan koreksi sehingga huruf diatas warna hijau sama jelas dibanding huruf diatas warna merah
5. Uji Dominan MataUji ini bertujuan untuk mengetahui mata dominan pada anak. Anak diminta melihat pada satu titik atau benda jauh. Satu mata ditutup kemudian mata yang lainnya. Bila mata yang dominan yang tertutup maka anak tersebut akan menggerakkan kepalanya untuk melihat ben-da yang matanya dominan
6. Uji Crowding Phenomenon
Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya ambliopia. Penderita di-minta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya crowding phenomenon pada mata tersebut menderita ambliopia.
7. Penurunan Tajam PenglihatanPenurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien. Ta-jam penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya usia seseorang. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang mempen-garuhi ketajaman penglihatan seseorang. Dari penelitian yang dilaku-kan di Sumatera, Indonesia, didapat bahwa penyebab tertinggi terjad-inya low vision atau visual impairment adalah katarak, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia, Age-related Macular Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma. Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter.Gambar 2-11 Uji dominan mata kanan
Gambar 2-12 Crowding bar, atau kontur interaksi bar, memungkinkan pemeriksa untuk menguji crowding phenomenon dengan optotype terisolasi pada anak yang menderita ambliopia.
Histologi
8
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
4.1.2. Gigi 4.1.3. Lidah 4.2. Esofagus 4.3. Gaster 4.4. Usus Halus 4.5. Apendiks Vermiformis 4.6. Kolon Rektum 4.7. Hepar 4.8. Kandung Empedu 4.9. Pankreas5. HISTOLOGI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 5.1. Ginjal 5.2. Ureter 5.3. Kandung Kemih 5.4. Uretra6. HISTOLOGI SISTEM REPRODUKSI 6.1. Histologi Genitalia Wanita 6.1.1. Ovarium 6.1.2. Tuba Falopi 6.1.3. Uterus 6.1.4. Vagina 6.1.5. Kelenjar Mammae 6.1.6. Labia Mayora 6.1.7. Minora 6.1.8. Vestibulum
1. HISTOLOGI SISTEM SARAF 1.1. Neuron 1.1.1. Sinaps 1.1.2. Neurotransmiter 1.2. Sel Glia (Sel Penyongkong) 1.2.1. Sel Glia pada SSP 1.2.2. Sel Glia pada SST 1.2.3. Tahap Meilinasi 1.2.4. Tahap Regenerasi 1.3. Susunan Saraf Pusat 1.4. Histologi Medulla Spinalis 1.5. Histologi Sistem Saraf Pusat 1.6. Histologi Sistem Saraf Tepi2. HISTOLOGI SISTEM RESPIRASI 2.1. Sistem Konduksi 2.2. Sistem Respirasi3. HISTOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR 3.1. Histologi Jantung 3.2. Histologi Arteri 3.3. Histologi Kapiler 3.4. Histologi Vena4. HISTOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 4.1. Rongga Mulut 4.1.1. Bibir
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
HISTOLOGI
Ilmu Dasar Medis
9
Gambar 1-21 Potongan area di dekat fissura mediana anterior yang memperlihatkan dura mater (D) dan ruang subdural (SD) yang keras dan dilapisi oleh sel pipih mirip-epi-tel. Lapisan meninges tengah adalah lapisan arachnoid (A) yang menyerupai jaring dan mengandung ruang subarakhnoid (SA) dan trabekula jaringan ikat (T). Ruang subara-khnoid terisi dengan cairan serebrospinal dan arachnoid berfungsi sebagai bantalan peredam kejut di antara otak dan tengkorak. Pembuluh darah (BV) yang cukup besar berjalan melalui lapisan arakhnoid. Pia mater (P) yang berada paling dalam tipis dan tidak terpisah secara tegas dari arachnoid; bersama-sama, kedua lapisan tersebut ter-kadang disebut sebagai pia-arakhnoid atau leptomeninges. Ruang di antara pia ma-ter dan substansia alba (WM) di medula spinalis adalah artifak yang terbentuk selama proses diseksi; normalnya, pia tersebut sangat melekat erat pada lapisan prosessus astrosit pada permukaan jaringan SSP. lOOx. H&E.
Gambar 1-22 Banyak fitur penting dari medulla spinalis yang terlihat di penampang ini. Substantia alba terdiri dari serabut saraf yang membawa turun naik informasi dan membuat daerah luar medulla. Substantia grisea, yang berisi badan sel, terletak di pusat medulla dan mudah diidentifikasi oleh warna dan bentuk kupu-kupu. Canalis centralis terletak di pusat medulla dan berisi cairan serebrospinal (CSF). Radix pos-terior mengandung serat sensorik aferen yang mengirimkan sinyal dari SST, melalui ganglion sensorium nervi spinalis, ke Cornu posterius. Radix anterior nervi spinalis mengandung akson motorik eferen. Radix anterior nervi spinalis dan dorsalis bersatu membentuk medulla spinalis.
Merupakan lanjutan batang otak yang terbagi dalam sejumlah kanan, sedangkan setiap saraf spinal berhubungan segmen medulla spinalis melalui akar atau radiks (radiks posterior/dorsal: serabut aferen dan ra-dix anterior berisi serabut saraf efferen). Pada foramen intervetebrale yang terletak antara foramen magnum dan C1 merupakan keluaran dari nervus spinalis servicalis satu dan diantara C7 dan T1 terdapat nervus spinalis servicalis 8.
D
DSDATSABVPWM
: Dura mater: Subdural: Arachnoid: Trabekula: Subarakhnoid: Pembuluh darah: Pia mater: Substansia alba
SSA
BV
P
SD
T
BV
P
WM
Susunan saraf spinal → 31 pasang saraf spinal (nervus spinalis), yang terdiri dari:~ 8 pasang nervus cervicalis (C1 – C7).~ 12 pasang nervus thoracicus (T1 – T12).~ 5 pasang nervus lumbalis (L1 – L5).~ 5 pasang nervus sacralis (S1 – S5).~ 1 pasang nervus coccygeus (Co1).Substansia Alba (White matter): serabut saraf yang terdiri dari ser-abut yang berpangkal di medula spinalis yang naik meuju otak (acendens) dan serabut saraf yang berasal dari otak turun ke medula (de-cendens). Kumpulan serat-serat saraf (Funikulus):- Anterior (ventral).- Lateral.- Posterior (dorsal).- Funikulus terbagi atas kelompokan kecil lagi (Fasikulus)/traktus.
3
2
1
76
5
4
1. Canalis centralis2. Dorsalis3. Substantia alba4. Substantia grisea5. Radix posterior6. Radix anterior7. Ventralis
Gambar 1-15 Mielinisasi dari berdiameter besar PNS akson.
Gambar 1-19 Serebrum 40x
Gambar 1-19 Serebrum 40xGambar 1-18 Medula spinalis: daerah mid-torakal (potongan transversal). Pulasan: hematoksilin dan eosin. Pembesaran lemah.
SSP
2
4
5
6
7
8
9
10
11
3 1 1513
14
Serebrum
Serebrum
Medulla spinalis
Substansia Grisea
Substansia Grisea
Substansia Alba
Substansia Alba
Substansia Alba
Substansia Grisea
Vena spinalis posteriorDura materAraknoid materPia materRadiks posteriorKornu posterior griseaKolumna lateral albaKornu lateral grisea dengan neuron motorikKanalis sentralisKornu anterior grisea dengan neuron motorikRadiks anteriorVena dan arteri spinalis anteriorRuang subduralSpatium subarachnoideumSulcus medianus posteriorFasciculus gracilisFasciculus cuneatusCommisura griseaKornu lateral grisea dengan neuron motorikKornus anterior griseaAkson radiks anteriorFisuura mediana anteriorKolumna posterior
Korteks serebeli: substansia griseaKorteks serebeli: stratum moleculareStratum purkijenseKorteks serebeli: stra-tum granulosumSubstansia albaFolium serebeliPia materSubstansia albaSulciKorteks serebeli: substansia grisea
KapilarisSel GranularSel PiramidalNukleus Neuroglial
C :GC :PC :NN :
1.
2.
3.4.
5.6.7.8.9.
10.
NN
C
GC
PC
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.2.3.4.5.6.7.8.
9.10.
11.12.
13.14.
15.
16.17.18.19.
20.21.22.
a.
Korteks Medula
D. Terdiri atas 2 lapisan:Substansia grisea (abu-abu) yang terdiri dari Perikarion dan serat saraf tak bermaielin.Substansia alba (putih) yang terdiri serat saraf bermielin dan den-drit.
1.
2.
16a
17
18
1920
21
22
12
10
BiokimiaIlmu Dasar Medis
3.5. Metabolisme Protein 3.5.1. Katabolisme 3.5.2. Anabolisme 3.6. Replikasi DNA 3.7. Translasi4. LIPID 4.1. Fungsi Lipid 4.2. Klasifikasi Lipid dan Sumber Lipid 4.2.1. Klasifikasi Lipid 4.2.2. Sumber Lipid 4.3. Metabolisme Lipid 4.4. Lipid Plasma dan Lipoprotein 4.4.1. Jenis Lipoprotein 4.4.2. Metabolisme Lipoprotein 4.4.3. Apolipoprotein5. ENZIM 5.1. Struktur Enzim 5.2. Sifat-Sifat Enzim 5.3. Karakteristik Enzim 5.4. Penggolongan Enzim 5.5. Enzim Protease 5.5.1. Penggolongan Protease 5.5.2. Kegunaan Enzim Protease 5.6. Isolasi Enzim dan Pemurnian Enzim
1. ILMU DASAR BIOKIMIA 1.1. Pengertian Metabolisme, Katabolisme, & Anabolisme 1.2. Metabolisme Karbohidrat, Protein, & Lemak 1.2.1. Metabolisme Karbohidrat 1.2.2. Metabolisme Protein 1.2.3. Metabolisme Lemak2. KARBOHIDRAT 2.1. Sumber Karbohidrat 2.2. Fungsi dan Peran Karbohidrat 2.2.1. Kebutuhan Karbohidrat 2.2.2. Metabolisme Karbohidrat 2.3. Glikolisis 2.4. Dekarboksilasi Oksidatif 2.5. Siklus Krebs 2.6. Glikogenesis dan Glikogenolisis 2.6.1. Glikogenesis 2.6.2. Glikogenolisis 2.7. Metabolisme Pentosa Fosfat 2.8. Glukoneogenesis 2.9. Hormon Metabolisme Karbohidrat3. PROTEIN 3.1. Pengertian Protein 3.2. Struktur Protein 3.3. Pencernaan dan Penyerapan Protein 3.4. Asam Amino
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
BIOKIMIA
11
Lipid merupakan salah satu zat makromolekul yang digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme.Lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida (TG), fosfo-lipid dan asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lipid–lipid ini memerlukan modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diang-kut dalam sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Lipid plasma terdiri dari triasilgliserol (16%), fosfolipid (30%), kolester-ol (14%), dan ester kolesterol (36%) serta sedikit asam lemak rantai-pan-jang tak teresterifikasi (asam lemak bebas, FFA) (4%). Fraksi yang tera-khir ini, asam lemak bebas (FFA), secara metabolik adalah lipid plasma yang paling aktif. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat didis-tribusikan ke jaringan tubuh.Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid, dan apoprotein yang lebih larut air. HDL, LDL, dan Lp (a) dominan intinya mengandung ester kolesterol, pada VLDL dan kilomikron, TG merupakan komponen yang dominan.
4.4.1. Jenis Lipoprotein
Apilipoprotein
Fosfolipid
Ester kolesterol
Trigliserida
Kolesterol bebas
Gambar 4-23 Struktur lipoprotein
4.4. Lipid Plasma dan LipoproteinLipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisn-ya, yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Interme-diate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Lipoprotein ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein Lipase (LPL), Lechitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL) sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya.1. Kilomikron ialah lipoprotein yang paling besar, diproduksi oleh
usus halus dan bertugas mengangkut trigliserida dari makanan ke dalam jaringan. Beberapa ester kolestril juga terdapat pada kilo-mikron. Kilomikron melewati duktus toraksikus ke aliran darah. Tri-gliserida dikeluarkan dari kilomikron pada jaringan ekstrahepatis melalui suatu jalur yang berhubungan dengan VLDL yang mencak-up hidrolisi oleh sistem lipase lipoprotein (LPL), suatu penurunan progresif pada diameter partikel terjadi ketika trigliserida di dalam inti tersebut dikosongkan. Lipid permukaan, yakni apo-A-1, apo-A-II, dan apo-C, ditransfer ke dalam hepatosit.
Lipid nonpolar:Ester kolesterolTrigliserida
Apo E
Lipid amfipatik:FosfolipidKolesterol
Apo C-2
Apo B100
Gambar 4-24 Struktur kilomikron
2.
3.
Katabolisme LDL terutama terjadi di dalam hepatosit dan dalam se-bagian besar sel bernukleus melibatkan endositosis yang diperan-tarai oleh reseptor berafinitas tinggi. Kolesterol ester dari inti LDL kemudian dihidrolisis, yang menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis membran sel. Ses-sel juga mendapatkan kolesterol dari sintesis de-novo melalui suatu jalur yang melibatkan pembentukan asam mevalonat yang dikatalisis oleh HMG KoA reduktase. Hati memainkan peran utama dalam pengolahan kolesterol tubuh. Tidak seperti sel lainnya, hep-atosit mampu mengeliminasi kolesterol dari tubuh melalui sekresi kolesterol dalam empedu dan mengkonversikan kolesterol menjadi asam empedu yang juga disekresikan dalam empedu.
High Density Lipoprotein (HDL)HDL disebut juga a-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang ber-diameter 8-11nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid terkecil. Unsur lipid yang paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan fosfolipid. Komponen HDL adalah 20% kolesterol, <5% trigliserida, 30% fosfolipid dan 50% protein. HDL ialah protein lipid yang memiliki inti dominan ester kolesterol dan terdiri atas Apo–I, Apo-II, Apo C, Apo E, dan Apo D. HDL berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dalam jalur cholesterol transport dari ekstra hepar ke dalam hepar.
Gambar 4-26 Struktur Low Density Lipoprotein (LDL)
Gambar 4-25 Struktur Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Very Low Density Lipoprotein (VLDL)Hati mensekresikan VLDL, lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliseri-da, 10-15% kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. VLDL mengandung Apo-B-100 dan Apo-C. Trigliseri-da VLDL dihidrolisis oleh lipase lipoprotein menghasilkan asam le-mak bebas untuk disimpan di dalam jaringan seperti di otot jantung dan otot rangka. Hasil dari deplesi trigliserida menghasilkan sisa yang disebut lipoprotein berdensitas menengah (IDL). Partikel LDL mengalami endositosis secara langsung oleh hati, sisa HDL dikonversi menjadi LDL dengan menghilangkan trigliserida yang diperantarai oleh lipase hati. Proses tersebut menjelaskan fenomena klinis pergeseran beta (beta shift). Peningkatan VLDL dalam plasma dapat disebabkan karena peningkatan sekresi precursor VLDL dan juga penurunan katabolisme LDL.
Low Density Lipoprotein (LDL)LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai pengang-kut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis mem-bran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50% kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar koles-terol dalam makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat kecepa-tan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh.
Apo B-100
Trigliserida
Apo E
Kolesterol ester
Non-esterifikasi kolesterol
Apo C-III
Fosfolipid
Apo C-II
Apo B-100
Kolesterol ester
Kolesterol
Trigliserida
Fosfolipid
12
BiologiIlmu Dasar Medis
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
BIOLOGI
1. SEL 1.1. Definisi Sel 1.2. Teori Sel 1.3. Jenis Sel 1.4. Bentuk Sel2. PEMBELAHAN SEL 2.1. Definisi 2.2. Fungsi Pembelahan Sel 2.3. Macam-macam 3. KOMUNIKASI SEL 3.1. Definisi 3.2. Fungsi Komunikasi Sel 3.3. Ikatan Biomolekul 4. GENETIKA 4.1. Definisi Genetika 4.2. Fungsi Genetika 4.3. Definisi Gen, genom, pengantar genetika5. KROMOSOM 5.1. Definisi Kromosom 5.2. Fungsi kromosom 5.3. Struktur kromosom 5.4. Bentuk dari kromosom
6. GEN (DNA DAN RNA) 6.1. Definisi Gen 6.2. Fungsi Gen 6.3. Struktur Gen7. MUTASI 7.1. Definisi Mutasi 7.2. Faktor Penyebab Mutasi 7.3. Macam-macam Mutasi8. EKSPRESI GEN (DOGMA SENTRAL) 8.1. Definisi Ekspresi Gen 8.2. Mekanisme Ekspresi Gen 8.2.1. Transkripsi 8.2.2. Translasi 8.2.3. Transkripsi Prokaryot dan Translasi Prokaryot 8.2.4. Transkripsi Eukaryot dan Translasi Eukaryot 8.3. Faktor Ekspresi Gen
1.5. Ukuran Sel1.6. Jumlah Sel1.7. Struktur Sel1.8. Metode Pengamatan Sel
2.3.1. Mitosis 2.3.2. Meiosis 2.3.3. Amitosis
3.4. Jenis Komunikasi Sel3.5. Mekanisme Komunikasi Sel3.6. Matriks Extraseluler
4.4. Pola Hereditas4.5. Simbol Genetika4.6. Pedigree chart
5.5. Jenis Kromosom5.6. Kariotipe Manusia5.7.Penyakit Kelainan Genetik
13
Ciri-ciri sel eukariotik - Komponen sel lebih teratur - Merupakan bahan genetika dalam nukleus Komponen utama sel, terdiri dari : - Membran plasma - Sitoplasma Sub-komponen sel terdiri dari : - Mitokondria - Ribosom - Retikulum endoplasma kasar - Retikulum endoplasma halus2. Sel prokariotik
Berdasarkan keberadaan membran intinya, sel terbagi menjadi 2, yaitu1. Sel eukariotik
Sel eukariotik memiliki dua bentuk, yaitu tetap dan berubah, sebagai berikut:
Adapun faktor bentuk sel tergantung pada:
Sel prokariotik ialah suatu jenis sel yang memiliki inti tidak jelas, karena tidak memiliki membran inti.
-
-
---
--
Tetap terdiri dari: sel spermatozoa, sel saraf, sel eritrosit, sel epi-tel, sel tanaman, dan lain-lain. Berubah terdiri dari: sel leukosit dan amoeba
Fungsi selViskositas sitoplasmaTegangan permukaan membransel
Rigiditas membran plasmaPengaruh mekanis darisekitarnya.
1.3. Jenis Sel
Gambar 1-20 Mikroskopis
Sel eukariotik memiliki inti sel yang jelas karena inti sel mempunyai dinding atau membran inti.
MitokondriaPeroksisom
Pori inti
Nekleus (inti sel)Retikum endoplasma kasar
Retikulum endoplasma halus
Ribosom (menempel pada retikulum endoplasma kasar)
Mikrofilamen
Membran plasma
Ribosom bebas
Lisosom
Kompleks golgi
Vesikel
Sitosol
Vault
Pasangan sentrioldalam sentrosom
Mikrolobulus yang memancardari sentrosom
Fimbria: struktur pelekatanpermukaan sejumlah prokariota
Ribosmom: komplek yangmenyintesis protein
Membran plasma: membran yang menyelubungi sitoplasma
Dinding sel: struktur kaku di luar membran plasmaKapsul: pelapis luar serupa-jeli pada banyak prokariota
Flagela: organel lokomosibeberapa jenis bakteri
0,5 μm
(b) Irisan tipis baktei Bacillus coagulans (TEM)
Gambar 1-3 Sel prokariotik.Contoh dari sel prokariotik :- Bakteri- Ganggang hijau- Ganggang biru- Virus
Kromosombakteri
Nukleoid: wilayah tempat DNAsel terletak (tidak terselubungmembran)
(a) Bakteri tipikal berbentuk batang
-
-
-
-
-
-
-
-
Kromosom terlihat pertama kali sebagai benang panjang yang kemudian menjadi pendek dan tebal. Di karenakan hilangnya air dari kromosom yang mengadakan spiralisasi (cooling)Kromosom terlihat ganda, kecuali pada daerah kinetokhor atau sentromer. Ini menandakan bahwa telah terjadi suatu replikasi kromatid pada interfaseKedua benang pada kromosom ini disebut kromatid (sister chromatids)Membran nukleus mulai menghilang, nukleolus juga meng-hilang. Sentroma di luar nukleus membelah menjadi dua dan mulai bergerak ke arah kutub masing-masing sambil mem-buat benang-benang spindle.
Kromosom mulai bergerak pertama kali menuju dan berkum-pul pada bidang ekuatorial = proses kongregasi.Yang menempel pada ekuatorial hanyalah kinetokhor. Sedang-kan lengan-lengan kromosom bebas di luar bidang ekuatorial.Setelah semua kromatid tersusun dalam bidang ekuator, kromatid ini akan mulai terpisah dari pasangannya dan mas-ing-masing akan di hubungkan dengan kutub pembelahan sel pada setiap sisi. Tahap metaphase ini diakhiri dengan tertari-knya bagian kinektokor kearah kutub pembelahan sel mas-ing-masing. Sementara itu bagian lengan kromatidnya masih melekat satu sama lain.
2. Mitosis
Gambar 2-3 Pada profase, kromatin mengembun menjadi kromosom.
Gambar 2-4 Pada metafase, kromosom menyelaraskan di pusat sel dalam hubungan dengan serat poros.
Gambar 2-2 Mitosis selesai, dan interfase baru dimulai.
Serat poros Serat astral
Sentriol
Khatulistiwa
Sentromer
Di dalam interfase, di bagi menjadi tiga periode, yaitu:a. Periode G1 (Gap 1) : suatu periode sebelum sintetis DNA.b.
c.
Periode S (Sintetis) : Periode sintetis DNA atau replica DNA dan replica kromatid dari kromosom.Periode G2 (Gap2) : Periode sintetis DNA berakhir dan siap untuk bermitosis. Juga di sebut pra-mitosis.Jadi, pada tahap G2 sel telah mempunyai kromosom bersifat dip-loid dan mempunyai sepasang unit sentriol atau dengan kata lain sel telah siap untuk menggandakan atau memulai pembelahan.
a. Kariokinesis 1) Profase
2) Metaphase
KromatidKromosom
Serat poros
Kromosom
Kinetokor di sentromer
Kromatid
14
MICRON MEDICAL MULTIMEDIAMICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PATOLOGI KLINIS
2.8. Sediaan Apus Darah2.8.1. Membuat Sediaan Apus Darah2.8.2. Memulas Sediaan Apus2.8.3. Memeriksa Sediaan Apus
3. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 23.1. Menghitung Retikulosit3.2. Menghitung Trombosit3.3. Laju Endap Darah3.4. Penetapan Nilai Hematokrit3.5. Indeks Ikterus3.6. Nilai Eritrosit Rata-rata3.7. Ketahanan Osmotik3.8. Sel Lupus Erythematosus (Sel LE)
4. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 34.1. Sumsum Tulang 4.1.1. Pungsi, Membuat dan Memulas Sediaan4.1.2. Memeriksa dan Melaporkan
4.2. Percobaan-Percobaan pada Kelainan Hemoragik4.2.1 Masa Perdarahan4.2.2 Percobaan Pembendungan4.2.3. Retraksi Bekuan4.2.4. Volume Cairan Bekuan
4.3. Penetapan Golongan Darah (ABO)4.4. Uji Silang4.5. Percobaan Coombs
1. PENDAHULUAN CAIRAN TUBUH (DARAH)1.1. Komposisi Cairan tubuh1.2. Hematologi1.3. Darah1.3.1. Fungsi Darah1.3.2. Komposisi Darah
1.4. Gangguan Pada Darah1.4.1. Anemia defisiensi besi 1.4.2. Leukemia
1.5. Golongan Darah1.6. Imunologi1.7. Hipersensitivitas
2. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 12.1. Alat-Alat Pemeriksaan Hematologi2.1.1. Jenis Alat Hematologi2.1.2. Pemeliharaan Alat-Alat
2.2. Cara Memperoleh Darah Pemeriksaan Hematologi 2.3. Antikoagulansia Untuk Pemeriksaan Hematologi2.4. Darah Oxalat dan EDTA Untuk Pemeriksaan Hematologi 2.5. Kesalahan Lazim Dalam Cara Memperoleh Darah 2.6. Penetapan Kadar Hemoglobin2.7. Menghitung Sel-Sel Darah2.7.1. Menghitung Leukosit2.7.2. Menghitung Sel Eosinofil2.7.3. Menghitung Eritrosit
1.4.3. Hemofilia1.4.4. Thalasemia
4.2.5. Masa Pembekuan4.2.6. Masa Protrombin4.2.7. Masa Rekalsifikasi
Ilmu Dasar Medis Patologi Klinis
15
Cara ini digunakan untuk menguji adanya gangguan faktor pembekuan darah pada jalur extrinsik, yaitu kekurangan faktor pembekuan V, VII, X, protrombin dan fibrinogen. Jika dianggap bahwa faktor lain-lain dalam proses-proses itu normal, maka masa protrombin ini menjadi ukuran untuk aktivitas protrombin. Dasar percobaan: kepada plasma diberi sejumlah tromboplastin dan ion calcium yang optimal dan la-manya waktu untuk menyusun fibrin diukur.Cara tahap tunggal menurut QuickA. Membuat plasma
Ke dalam tabung sentrifuge yang bergaris dimasukkan 0,5 ml larutan natriumsitrat 3,8%Lakukan pungsi vena dan masukkanlah ke dalam tabung sentri-fuge tadi 4,5 ml dari darah itu. Campurlah baik-baik.Pusinglah selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm dan pi-sahkanlah plasma dari sel-sel darah. Kalau plasma itu tidak dapat segera diperiksa, simpanlah dalam lemari es; tetapi meskipun di-simpan pada suhu rendah, pemeriksaan harus dilakukan dalam waktu 2 jam setelah darah diambil.
1.
2.
3.
B. PenetapanMasukkanlah tabung serologi 13 x 10 mm ke dalam air bersuhu 37oC.Masukkanlah 0,1 ml plasma ke dalam tabung dan tunggulah be-berapa lama sampai plasma bersuhu 37oC pula.Kemudian tambahkan 0,1 ml tromboplastin dan campurlah.Lalu kepada campuran itu diberi 0,1 ml larutan CaCl2 0,22% (0,02 m). Jalankan stopwatch tepat pada saat larutan calciumchlorida itu masuk. Campur baik-baik.Biarkan selama 10 detik, kemudian dicoba apakah sudah ada fi-brin dengan berkali-kali memancing memakai kaitan logam dalam campuran tadi.Hentikan stopwatch pada saat adanya fibrin: lamanya yang ditun-juk ialah masa protrombin plasma.
CatatanPemeriksaan ini pun bukan satu penetapan kuantitatif dalam arti kata sebenarnya; hasilnya ikut dipengaruhi oleh kualitas tromboplastin yang dipakai dan oleh teknik mengerjakan percobaan.
1.
2.
3.4.
5.
6.
4.2.6. Masa Protrombin
Gambar 4-24 Masa Protrombin
Kalsium, tromboplastin (termasuk faktor jaringan dan fosfolipid)
Disentrifugasi
Plasma Bekuan fibrinBerisi sitrat (mengikat kalsium)
Pisahkan sel darah
Gambar 4-25 Membuat plasma dengan mensentrifuge sample darah
Guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya penyakit, follow up).Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik urine adalah:1. Urine sewaktu yang segar2. Urine pagi yang segar (terbaik)3. Urine dengan pengawet (formalin)Sediaan pemeriksaan mikroskopik urine :1. Tanpa pewarnaan (sediaan natif)2. Dengan pewarnaan seperti: Sudan III/IV = oval fat bodies; Prussian
Blue = butir hemosiderin.Cara pemeriksaan : 5ml urin masukkan dalam tabung sentrifuge, pus-ingkan 1500 rpm selama 5 menit, supernatan dipisahkan ke tabung lain, sedimen diteteskan diatas obyek gelas, tutup dengan deck gelas, sediaan diperiksa dengan mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 dan 40x. Yang dapat dilihat:
5.2.2. Pemeriksaan Mikroskopik urine
Sel darah (Eritrosit) : ditemukan pada pasien hematuria pada trauma ginjal, tumor ginjal, TBC ginjal : Bentuk bundar; Batas jelas; Warna kuning muda; Ukuran ± 7μm; Normal 0-1 /lpb.Leukosit : ditemukan pada pasien leukosituria, pada sistitis, pielone-fritis : Bentuk bundar; Batas tidak jelas; Sitoplasma banyak berbutir; Ukuran ± 11μm; Normal <6/lpb.Silinder : cetakan protein yang terjadi di tubuli. Syarat terbentuknya; adanya proteinuria, suasana asam, oligouria – anuria. Yang ditemukan = silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder leukos-it. (nama sesuai dengan sel/struktur yang menempel).Contoh : Silinder hyalin, silinder epitel, silinder eritrosit. Epitel : Berasal dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Normal selalu terdapat dalam urin. Bertambah banyak pada penderita glomerulonefritis. Positif pada radang selaput lendir pada traktus uri-narium.Benang lendir : Terdapat pada iritasi selaput lendir traktus urogenital.Oval bat bodies : epitel yang mengandung lemak, berasal dari sindro-ma nefrotik (SN).Bakteri : S. Tiphy, E.Colli, M.TBC.
Gambar 5-14 Pemeriksaan Mikroskopik urine
Gambar 5-15 Unsur organik
EritrositLeukosit
Sel darah merah segar
16
Ilmu Dasar Medis Patologi Anatomi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PATOLOGI ANATOMI
1. JEJAS1.1. Penyebab Jejas Sel1.2. Mekanisme Jejas Sel1.3. Proses Kematian Sel1.3.1. Kematian Sel Terprogram1.3.2. Kematian Sel Tidak Terprogram1.3.3. Morfologi Kerusakan Sel
1.4. Jenis-jenis Kerusakan Sel1.4.1. Cedera Subletal
1.5. Respon Subseluler1.6. Kalsifikasi
2. ADAPTASI SEL2.1. Adaptasi Sel Fisiologis2.2. Adaptasi Sel Patologik2.2.1. Atrofi2.2.2. Hipertrofi2.2.3. Metaplasia2.2.4. Hiperplasia2.2.5. Displasia
3. INFLAMASI3.1. Sistem Imun Non-Adaptif (Innate)3.1.1. Inflamasi3.1.2. Interferon3.1.3. Sel Natural Killer 3.1.4. Sistem Komplemen Melubangi Organisme
1.4.2. Cedera Letal
3.2. Sistem Imun Adaptif (non-Innate)3.2.1. Limfosit B : Imunitas Humoral3.2.2. Limfosit T : Imunitas Selular3.3. Lima Tanda Inflamasi
3.4. Inflamasi Akut dan Mekanisme3.4.1. Mekanisme Inflamasi Akut3.4.2. Mediator Kimia Inflamasi Akut3.4.3. Perubahan Vaskuler3.4.4. Berbagai Peristiwa yang Terjadi Pada Sel3.4.5. Defek Pada Fungsi Leukosit
3.5. Inflamasi Kronik dan Mekanisme3.5.1. Mekanisme Inflamasi Kronik3.5.2. Sel dan Mediator Inflamasi Kronik
3.6. Inflamasi Granulomatosa3.7. Saluran dan Kelenjar Getah Bening Pada Inflamasi3.7.1. Kelenjar Getah Bening 3.7.2. Lalu Lintas Kelenjar Getah Bening Pada Inflamasi
3.8. Pemulihan4. REGENERASI SEL
4.1. Pengendalian Pertumbuhan dan Deferensial Sel4.1.1. Proliferasi Sel Normal (siklus sel) 4.1.2. Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda4.1.3. Mediator Terlarut4.1.4. Pemberian Sinyal4.1.5. Reseptor Permukaan Sel
17
G0, sebagian besar jaringan matur terdiri atas sel yang dalam suatu kombinasi dari berbagai kedaan. Masuk dan berkembangnya suatu sel dipengaruhi oleh perubahan kadar dan aktivitas protein yang disebut siklin. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks sehingga mengaktivasi dengan protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase yang bergantung pada siklin (CDK ; Cyclin-Dependent Kinase). Kombinasi antara siklin dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel. Kombinasi keduanya menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein terpilih (protein fosforilat kinase dan protein kontraregulasi de-fosforilat kinase). Fosforilasi dapat menimbulkan perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial dapat :a. Mengaktivasi atau meng inaktivasi suatu aktivitas enzimatik.b. Menginduksi atau mengganggu interaksi protein.c. Menginduksi atau menghambat pengikatan protei pada DNA.d. Menginduksi atau mencegah katabolisme protein.
4.1.2. Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda
Berdasarkan kemampuan regenerasi serta hubungan terhadap siklus sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu sel labil, sel stabil, dan sel permanen dengan mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel permanen yang tak membelah (otot jantung dan syaraf), sebagian sel matur memiliki perbandingan jumlah yang beragam antara sel yang terus membelah,
4.1.1. Proliferasi Sel Normal (siklus sel)
Meskipun pertumbuhan dapat dicapai dengan memperpendek panjang siklus sel atau menurunkan laju sel yang hilang, kendali pengaturan yang penting adalah penginduksian sel istirahat (resting cells) (pada fase G0) agar memasuki siklus sel. Berbagai sinyal dari lingkungan se-tempat dapat mengubah kecepatan prolifesasi sel dan dapat mengu-bah kemampuan sel dalam berdiferensiasi dan bersintesis. Proliferasi sel normal = Siklus sel. Sel yang sedang ber proliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang sudah ditentukan yang dise-but siklus sel yang terdiri dari beberapa fase, yaitu : a. Fase G1: fase pertumbuhan dan pengecekan prasintesis 1b. Fase S : fase sintesis DNAc. Fase G2: fase pertumbuhan dan pengecekan pramitosisd. Fase M : fase mitosise. Fase G0 : sel istirahatSel beristirahat dalam suatu fase yang disebut fase G0. Dengan mengec-ualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel-sel yang mengalami diferensiasi tahap akhir dan tidak membelah, dan semuanya berada pada fase
Gambar 4-2 Fase siklus sel normal
Sel labil bersiklus secara kontinu (misalnya, epidermis, saluran pencernaan epitel)
Duplikasi kromosom
Memeriksa kerusakan DNA unduplikat
(Pos G2/M)S
M
G1
G0
G2
Titik pembatas
Mitosis
Siklus sel
Pembelahan sel
Duplikasi sentrosom
Pertumbuhan massa
Sel stabil yang tak bergerak (misalnya, hepatosit)
Sel Permanen(misalnya, neuron, miosit jantung)
Memeriksa kerusakan DNA (Pos G1/S)
Jaringan labil(terus mem-
belah)
Jaringan stabil(tidak terus membelah)
Jaringan otot polos
Jaringan kulit
Jaringan saraf
Jaringan permanen
(tidak mem-belah)
Gambar 4-3 Potensi poliferatif jenis sel yang berbeda, menurut kapasitas generatif sel, jaringan tubuh dapat dibagi menjadi 3 kelompok
a.
b.
c.d.
terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, dan sel radang yang berasal dari pejamu.Prinsip umum :
Timbulnya neoplasma adalah hilangnya responsibilitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan normal (terus membelah diri tanpa mempedulikan pengaruh regulatorik yang mengendalikan pertumbu-han sel normal)Neoplasma berperilaku seperti parasite dan bersaing dengan sel dan jaringan normal untuk memperoleh kebutuhan metaboliknya .Mengalami transformasiPada tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus membesar tanpa bergantung pada lingkungan lokal dan status gizi penjamu.
6.2. Klasifikasi Neoplasma
Tumor dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Tumor jinak (Benigna) dan Tumor ganas (Maligna)1. Tumor Jinak (Benigna)
Gambaran makroskopisnya “Dianggap relatif tidak berdosa”, yang mengisyaratkan bahwa:
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbu-hannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan ja-ringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti”. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.Dalam istilah umum kedokteran neoplasma disebut tumor, dan cabang ilmu yang mempelajari tumor disebut onkologi . Tumor memiliki 2 kom-ponen dasar: Parenkim dan StromaParenkim terdiri atas sel yang telah mengalami transformasi atau sel neo-plastik, dan stroma penunjang non-neoplastik yang berasal dari pejamu,
6. NEOPLASMA6.1. Definisi Neoplasma
Gambar 6-1 Neoplasma
Jaringan di bawah kulit
Permukaan kulit Tumor Pertumbuhan tumor
Pembuluh darah baru memberikan tumor oksigen dan nutrisi
1
Sel kulit normal
Tumor invasif
Sel kanker
Kulit bagian bawah
Kanker menyerang jaringan di bawahnya
Sel kanker menginvasi pembuluh darah
Sel kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh
Pembuluh darah
2
Gambar 6-2 Klasifikasi tumor
Sel tumor jinak (bukan kanker) tumbuh hanya secara lokal dan tidak dapat dapat menyebar
dengan invasi atau metastasis
Sel ganas (kanker) menginvasi jaringan di sekitarnya, memasuki pembuluh darah dan
bermetastasis ke situs yang berbeda
Sel normalSel normal
Sel tumor jinak
Sel tumor ganas
18
Ilmu Dasar Medis
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
MIKROBIOLOGI
2.9.1. Fisiologi2.9.2. Kurva
2.10. Nomenklatur Bakteri2.11. Flora Normal2.12. Isolasi Bakteri
3. VIRUS3.1. Definisi, Sifat, dan Struktur Virus3.2. Klasifikasi Virus3.2.1. Asam Nukleatnya3.2.2. Ukuran dan Morfologi3.2.3. Ada Tidaknya Selubung
3.3. Reproduksi Virus3.3.1. Kembang Biak Virus3.3.2. Daur Litik
3.4. Interaksi, Patogenensis, Porte d’entrée, & Penyebaran3.5. Tanggap Kebal Terhadap Virus3.6. Kegagalan Tanggap Kebal3.7. Imunopatologi3.8. Jenis Infeksi3.9. Sifat Penyakit3.10. Pemurnian dan Identifikasi Virus3.11. Pencegahan Virus
1. PENDAHULUAN1.1. Mikroorganisme1.2. Hubungan Inang-Parasit
2. BAKTERI2.1. Taksonomi Bakteri2.2. Klasifikasi Bakteri2.3. Struktur dan Morfologi Bakteri2.3.1. Struktur Bakteri2.3.2. Morfologi Bakteri
2.4. Morfologi Bakteri Kokus2.4.1. Staphylococcus2.4.2. Streptococcus
2.5. Morfologi Bakteri Basil2.5.1. Bacillus2.5.2. Clostridium2.5.3. Corynebacterium2.5.4. Lactobacillus2.5.5. Listeria2.5.6. Erysipelothrix2.5.7. Escherichia
2.6. Morfologi Bakteri Vibrio2.7. Pewarnaan Bakteri2.8. Perkembangbiakan Bakteri2.9. Pertumbuhan Bakteri
1.3. Sterilisasi & Desinfeksi
2.3.3. Bakteri Gram Positif2.3.4. Bakteri Gram Negatif
2.4.3. Neisseria
2.5.8. Shigella2.5.9. Salmonella2.5.10. Bordetella2.5.11. Brucella2.5.12. Pseudomonadaceae2.5.13. Haemophilus
2.9.3. Metabolisme2.9.4. Pengukuran
3.2.4. Jumlah kapsomer3.2.5. Sel inang
3.3.3. Daur lisogenik
Mikrobiologi
19
Senyawaan amonium kuartener (misalnya benzalkonium klorida) menginaktifkan bakteri melalui gugus hidrofobik dan lipofiliknya, berinteraksi dengan membran sel untuk mengubah sifat-sifat me-tabolik dan permeabilitasnya.Etilen oksida yaitu suatu zat pengalkil yang terutama bermanfaat untuk mensterilkan instrumen yang peka terhadap panas. Zat ini memerlukan waktu pajanan selama 4 sampai 6 jam, diikuti dengan aerasi untuk menghilangkan gas yang terserap.Alkohol memerlukan konsentrasi 70 sampai 95 % untuk mem-bunuh bakteri dalam waktu yang cukup. Bentuk yang paling banyak dipakai di rumah sakit ialah isopropil alkohol (90% - 95%).
e.
f.
g.
Bakteri adalah mikroorganisme prokariotik uniseluler yang umumnya memperbanyak diri dengan pembelahan sel (fisi) dan selnya tipikal ter-dapat di dalam suatu dinding sel.
2.1. Taksonomi BakteriTaksonomi bakteri dibedakan menjadi :A. Taksonomi Linneaus
Bakteri menggunakan 2 nama, yaitu nama Binomial (Binomial Name) se-hingga bakteri selalu terdiri dari nama Genus dan Epitheton specifium, nama Genus diawali dengan huruf besar dan Epitheton species ditulis dengan huruf kecil.Contoh : Staphylococcus aureus
2. BAKTERI
Gambar 2-2 Taksonomi Linneaus
Kehidupan Domain Kerajaan Divisi Kelas Order Famili Genus Spesies
Gambar 2-1 Bakteri
Kromosom
Pilus (fimbriae)
Ribosom
Nuklear
Flagela
SitoplasmaDinding sel
Kapsul
Membran sel
Plasmid
Virus berselubung mempunyai selubung yang tersusun atas lipo-protein atau glikoprotein, contoh: Poxvirus, Herpesviruses, Ortho-myxoviruses, Paramyxoviruses, Rhabdoviruses, Togaviruses.
B. Virus tidak berselubung
3.2.3. Berdasarkan Ada Tidaknya Selubung yang Melapisi NukleokapsidA. Virus berselubung
A. Virus dengan 252 kapsomer, contoh adenovirusB. Virus dengan 162 kapsomer, contoh herpesvirusC. Virus dengan 72 kapsomer, contoh papovavirusD. Virus dengan 60 kapsomer, contoh picornavirusE. Virus dengan 32 kapsomer, contoh parvovirus
3.4.5. Berdasarkan Sel InangnyaA. Virus yang menyerang manusia
Pada virus tidak berselubung nukleokapsid tidak diselubungi oleh lapisan yang lain. Contoh: Adenoviruses, Papovaviruses, Parvoviruses, Picornaviruses, Reoviruses.
3.4.4. Berdasarkan Jumlah Kapsomernya
Gambar 3-9 Virus berselubung
RNA Genom
Nukleoprotein
Gambar 3-10 Virus tidak berselubung
Gambar 3-11 Kapsomer virus
Jarum
Kapsid
Genom
KapsidGenom KapsomerKapsomer
Gambar 3-12 Virus HIV yang menyerang manusia
20
Ilmu Dasar Medis Parasitologi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PARASITOLOGI
2.5.5. H. Diminuta2.5.6. E. granulosus
3. PROTOZOOLOGI3.1. Definisi & Klasifikasi3.2. Rhizopoda3.2.1. E. Histolytica3.2.2. E. Coli3.2.3. E. Hartmanni3.2.4. I. Butschlii
3.3. Flagellata3.3.1. G. Lamblia
3.4. Cilliata (B. Coli)3.5. Sporozoa3.5.1. C. Parvum3.5.2. C. Belli
4. MIKOLOGI4.1. Definisi & Klasifikasi4.1.1. Actinomycetes4.1.2. Myxomycetes4.1.3. Chytridiomycetes4.1.4. Zygomycetes4.2. Macam-macam Sporula4.2.1. Blastospora4.2.2. Artrospora4.3. Macam-macam Spesies
1. PARASITOLOGI1.1. Definisi & Klasifikasi1.2. Hospes
2. HELMINTOLOGI2.1. Definisi & Klasifikasi2.2. Nematoda Usus2.2.1. A. lumbricoides2.2.2. Toxocaridae2.2.3. A. Duodenale2.2.4. A. Braziliense2.2.5. S. stercoralis
2.3. Nematoda Jaringan2.3.1. W. Bancrofti2.3.2. B. Malayi2.3.3. B. Timori2.3.4. Loa Loa
2.4. Trematoda2.4.1. C. Sinensis2.4.2. O. Viverrini2.4.3. F. Hepatica2.4.4. F. Buski2.4.5. Echinostomatidae
2.5. Cestoda2.5.1. D. Latum2.5.2. T. Saginata
1.3. Vektor1.4. Ruang Lingkup
2.2.6. E. Vermicularis2.2.7. T. trichiura2.2.8. T. spiralis2.2.9. C. philippinensis
2.3.5. D. Immitis2.3.6. D. Medinensis2.3.7. G. Spinigerum
2.4.6. M. Yokogawai2.4.7. P. Westermani2.4.8. S. Japonicum2.4.9. S. Mansoni2.4.10. S. Haematobium
2.5.3. T. Solium2.5.4. H. Nana
2.5.7. T. Multiceps2.5.8. D. caninum
3.2.5. D. Fragilis3.2.6. E. Nana3.2.7. E. Gingivalis
3.3.2. P. Hominis
3.5.3. C. Cayetanensis3.5.4. T. Gondii
4.1.5. Ascomycetes4.1.6. Basidiomycetes4.1.7. Deuteromycetes
4.2.3. Klamidospora
21
mengusulkan untuk menyebutnya parasit Wuchereria malayi Pada tahun 1960, bagaimanapun Buckley mengusulkan untuk membagi genus tua Wuchereria, ke dalam dua generasi, Brugia dan Wuchereria dan nama Filaria malayi Brugia malayi sebagai hasilnya. Wuchereria W. bancrofti, yang sejauh ini hanya ditemukan menginfeksi manusia, dan Brugia beri-si B. genus malayi, yang menginfeksi manusia dan hewan, serta spesies zoonosis lainnya. Morfologi: mikrofilaria 230 mikron, bersarung merah, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya 2x lebar. Inti badannya tidak teratur, ekornya mempunyai 1- 2 inti tambahan. Cacing dewasa (makrofilaria) bentuk halus seperti benang, warna putis kekuningan. Cacing jantan : 23 mm, ekornya melingkar. Cacing betina : 55 mm, ekornya lurus. Memiliki larva stadium I, II, III seperti pada Wuchereria bancrofti.Vektor: Anopheles barbirostris. Terapi: Dietil karbamasin. Diagnosa: Ge-jala klinis, menemukan mikrofilaria, biopsi, imunologi. Gejala: serangan demam dan peradangan dan saluran dan kelenjar limfe.
2.3.3. Brugia TimoriMenurut Markell, Voge, dan John, mikrofilaria dari jenis ini pertama kali ditemukan pada tahun 1964 di kepulauan Timor. Kemudian, penyakit ini menyebar ke pulau-pulau di Dangkalan Sunda. Mikrofilaria B. timori dapat dengan jelas dibedakan dari mikrofilaria B. malayi. Mikrofilaria dari B. timori lebih panjang dari B. malayi, dengan rata-rata 310 mikron. Jarak cephalic (bagian dari mikrofilaria anterior ke nuclei tubuh) mempunyai perbandingan panjang dan lebar 2:1 di B. ma-layi, sedangkan di B. timori 3:1. Sarung B. malayi mengandung Giemsa stain, sedangkan hal itu tidak ditemui pada B. timori.
Morfologi: Mikrofilaria 280 mikron, bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya 3x lebarnya, inti badannya tidak teratur, ekor memiliki inti tambahan. Cacing dewasa (makrofilaria) bentuk seperti benang, warna putih kekuningan. Cacing jantan : 23mm, ekor meling-kar. Cacing betina: 39mm, ekor lurus. Memiliki larva stadium I, II dan III.Vektor anopheles barbirostris. Terapi dietilkarbamasin. Diagnosa: geja-la klinis, menemukan mikrofilaria, biopsi, dan imunologi.
2.3.4. Loa LoaLoa loa adalah nematoda filarial yang menyebabkan loaiasis. Ini adalah bagian dari kelompok nematoda parasit filarial yang menyebabkan fila-riasis limfatik. Loa loa filariasis (juga dikenal sebagai loaiasis, Calabar swelling, Fugitive swelling, Tropical swelling dan Afrika eyeworm) penyakit mata yang disebabkan oleh cacing nematoda, loa loa.Morfologi: Mikrofilaria 300 mikron, ditemukan dalam urin, darah, memi-liki sarung. Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan dan jaringan subkonjungtiva. Cacing jantan: 34 mm, dan cacing betina: 70 mm.Gambar 2-25 Brugia timori
Gambar 2-26 Siklus hidup Brugia timori.
Siklus hidup seperti untuk W. bancrofti (p. 12)
Mansonia Anopheles Aedes
Nyamuk
Hospes Perantara: Lalat Chrysops, cara transmisi: gigitan lalat rusa, dan Chrysops. Terapi: Dietilkarbamasin, pembedahan dilakukan bila ditemu-kan cacing dewasa di mata.Diagnosa: Menemukan mikrofilaria dalam darah pada siang hari, dan menemukan cacing dewasa dari konjungtiva atau jaringan subkutan.Gejala: gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan me-nimbulkan iritasi pada mata, mata sembab, sakit, dan pelupuk mata menjadi bengkak sehingga mengganggu penglihatan.
2.3.5. Dirofilaria Immitis
Gambar 2-27 Loiasis
Gambar 2-28 Siklus hidup larva chrisops genus.
Filaria dewasa bermigrasi di bawah konjungtiva
Mikrofilaria menyerang jar-ingan subkutan dan menjadi dewasa
Waktu maturasi 1 tahun.
Eosinophilia
Mikrofilaria
Gravida ♀ dischanges mikro-filaria dalam pembuluh darah
Mikrofilaria ditemukan dalam darah perifer
Rentang hidup 1-15 tahun.
Lalat Chrisops
Alergi pruritas kronik, papula berkem-bang, kulit dapat menebal, cacing yang mati dapat membentuk abses.
Mikrofilaria kehilangan selubung, menembus din- ding lambung, jaringan, menjadi dewasa dan bermi-grasi dari badan ke bagian mulut. Serangga infektif. Waktu maturasi 10-12 hari.
Pembengkakan Calabar, ber-tahan selama beberapa hari untuk menjadi dewasa.
Gambar 2-29 Dirofilaria immitis
Gambar 2-30 Siklus hidup dirofilaria immitis pada anjing dan kucing
Patensi (menghasilkan keturunan) Patensi sementara
Dewasa
L4
(Larva tahap ke-4)
MikrofilariaL3
(7 sampai 8 bulan setelah infeksi)
Cacing jantung di jantung dan pembuluh darah di paru-paru (1-3 cacing)
(6 sampai 7 bulan setelah infeksi)
14 hari atau lebih larva stadium ke-3 yang infektif
3 sampai 4 bulan
2 sampai 3 bulan
Perkembanganlarva
L4(Larva tahap ke-4)
Perkembangan larva
Perkembanganlarva3 sampai
4 hari
Cacing jantung di jantung dan pembuluh darah di paru-paru (1-250 cacing)
Dewasa
22
1. ILMU DASAR FARMAKOLOGI1.1. Obat1.2. Bentuk Sediaan Obat (BSO)1.3. Cara Pemberian Obat, Keuntungan, & Kerugiannya1.4. Alasan Pemberian Obat 1.5. Efek Obat
2. FARMAKOKINETIK2.1. Absorbsi2.2. Distribusi
3. PARAMETER FARMAKOKINETIK3.1. Bio-availability 3.2. Jenis parameter-parameter farmakokinetika
4. FARMAKODINAMIK4.1. Farmakodinamik I4.1.1. Mekanisme Kerja Obat4.1.2. Reseptor
4.2. Farmakodinamik II4.2.1. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor4.2.2. Kerja Obat dengan Reseptor
4.3.Variabel Farmakodinamika4.3.1. Kurva Kadar Obat Dalam Plasma Vs Waktu4.3.2. Hubungan Dosis Obat dengan Persen Responsif
5. INDEKS TERAPI5.1. Kondisi Fisiologik
2.3. Metabolisme Obat2.4. Ekskresi (Eliminasi)
5.2. Kondisi Patologik
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FARMAKOLOGI
Ilmu Dasar Medis Farmakologi
23
- Dekontaminasi topikal, menggunakan air dan sabun sebagai zat iritan.- Meningkatkan eliminasi zat toksik, untuk pembebasan urin.- Antidot.
Farmakokinetik atau kinetik obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup empat proses, yakni: Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi.
2. FARMAKOKINETIK
Gambar 1-17 Efek toksik
Kualitas
Toksikologi
Farmakologi
Studi klinis
Obat yang aman dan berkhasiat
Berkas pendaftaran
Pharmaco-vigilance
Gambar 2-1 Prinsip-prinsip kunci dari Farmakokinetik
Gambar 2-2 Farmakokinetik
Obat Absorpsi
Distribusi
Metabolisme
Hati
Ekresi
Alat pengangkut
Mulut, intravena, intraperitoneal, subkutan, intramuskular, inhalasi
Membran rongga mulut, saluran pencernaan, peritoneum, kulit, otot, paru-paru.
1. Administrasi obat
2. Penyerapan dan distribusi
Target situs
3. Mengikat
Plasma darah
Plasma protein yang mengikat
Metabolisme
4. Inaktivasi
Hati
Keringat, uap air, air liur, urin, feses
5. Ekresi
Produk ekskresi
Depot penyimpanan tidak aktif
Usus, ginjal, paru-paru, kelenjar keringat, dll
Reseptor neuron
Tulang & lemak
2.1. Absorbsi Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diab-sorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mu-lut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan sublinguinal ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati. Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum.Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian barier absorpsi adalah membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua mem-bran sel di tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak. Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelar-utan lemak molekul obat. Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah, yakni asam lemah atau basa lemah. Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan pada pH larutan dimana obat berada.
Absorpsi sama artinya dengan penyerapan. Untuk bahasan mengenai far-makokinetik ini bahwa absorpsi yang dimaksud adalah proses diserapnya atau masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberiannya yaitu berupa ada yang dari saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru-paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, den-gan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan villi dan mikrovilli).
Gambar 2-3 Absorpsi obat
Sublingual
Obat Inhalasi
Topikal
Rektal
Tempelan transdermal
Bagian paracellular
Difusi pasif
Difusi yang terfasilitasi
Transpor-tasi aktif
Gambar 2-4 Absorbsi
24
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FARMASI
1.2.5. Obat Kausatif1.2.6. Obat Simtomatis1.2.7. Obat Tradisional
1.6.3. Metabolism1.6.4. Ekskresi
4.2.3. Fitofarmaka
1.7. Indikasi Obat1.8. Dosis1.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat1.10. Macam-Macam Dosis Obat1.11. Cara Menghitung Dosis Anak
2. MEMILIH OBAT-P (PRIBADI)2.1. Tentang Obat-P (Pribadi)2.2. Contoh Memilih Obat-P Angina Pektoris2.3. Pedoman Memilih Obat-P2.4. Obat-P dan Terapi-P
3. RESEP3.1. Definisi3.2. Macam-macam3.3. Kelengkapan Resep3.4. Copy Resep (Apograph)3.5. Perlu diperhatikan dalam penulisan resep3.6. Syarat Kertas Resep 3.7. Bahasa Resep3.8. Prinsip Penulisan Resep Rasional3.9. Seni Menulis Resep
4. OBAT TRADISIONAL 4.1. Pengertian4.2. Pengelompokan4.2.1. Obat tradisional (jamu)4.2.2. Obat herbal terstandar
1. OBAT1.1. Klasifikasi Obat1.1.1. Berdasarkan jenis obat yang beredar di Indonesia1.1.2. Berdasarkan daya kerja atau terapi1.1.3. Berdasarkan mekanisme kerja obat1.1.4. Berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian1.1.5. Berdasarkan cara pemberian1.1.6. Berdasarkan efek yang ditimbulkan1.1.7. Berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya1.1.8. Penggunaan obat1.1.9. Waktu pemberian obat
1.2. Jenis Obat1.2.1. Obat essensial1.2.2. Obat baru1.2.3. Obat paten1.2.4. Obat generik
1.3. Sumber, Tata Nama, dan Pemberian Nama Obat1.4. Dasar Pemilihan Bentuk Sediaan Obat1.5. Bentuk Sediaan Obat1.5.1. Obat cair1.5.2. Obat lembek (semi-padat)1.5.3. Obat padat
1.6. Mekanisme Obat1.6.1. Absorpsi1.6.2. Distribusi
Ilmu Dasar Medis Farmasi
25
1.1. Klasifikasi Obat 1.1.1 Berdasarkan jenis obat yang beredar di Indonesia
Obat Daftar G: Dari kata dalam bahasa Belanda: Gevaarlijk, yang art-inya berbahaya. Merupakan golongan obat keras. Hanya dapat diper-oleh melalui resep dokter. Obat ini dianggap tidak aman, atau penya-kit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh awam. Obat golongan ini diberi tanda dot merah.Obat Daftar O: Dari kata Opium. Merupakan golongan obat opiat, yang diawasi secara ketat penggunaannya, agar tidak tidak disalah-gunakan. Obat Daftar W: Dari kata dalam bahasa Belanda: Waarschuwing, yang artinya peringatan. Merupakan golongan obat bebas terbatas. Penjua-lannya bisa tanpa resep dokter namun dibatasi hanya di apotik atau depot obat berijin. Obat golongan ini diberi tanda dot biru. Contoh: antimo, anti flu.Obat Bebas: Obat yang boleh dijual di mana saja tanpa resep dokter karena aman untuk pengobatan sendiri. Disebut juga obat OTC (Over The Counter). Bertanda dot hijau.
1.
2.
3.
4.
1. OBAT
Obat adalah suatu zat kimia yang mana dalam dosis layak dapat mem-perbaiki fungsi-fungsi fisiologis dari tubuh dengan cara mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit luka, pada hewan, manusia atau untuk memperelok badan atau tubuh manusia.Sifat dan Ukuran ObatMolekul obat dapat binteraksi dengan molekul reseptor (yang berper-an sebagai pengatur dalam sistem biologik). Obat dapat berinteraksi dengan obat lain. Obat dapat disintesa dalam tubuh (hormon) atau se-bagai zat kimia yang datang dari luar (xenobiotik). Obat dapat bersifat seperti toksik. Ukuran molekuler obat-obat yang biasa digunakan ber-variasi, dari sangat kecil (ion litium, berat molekuler =7) sampai sangat besar (misalnya, alteplase (t-PA), suatu protein dengan berat molekul = 59.050). Berat molekul rata-rata obat ± 100-1000. Biasanya obat yang sangat besar (misalnya protein) harus diberikan langsung pada kompar-temen tempat efek obat, dapat melalui infus intravena.Tujuan pemberian obatProfilaksis (untuk mencegah), terapetik (untuk menyembuhkan/mengo-bati), mengubah kondisi tertentu, rehabilitasi, diagnostik, dan promosi tingkat kesehatan.
Gambar 1-1. Obat. mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit.
NAMA OBATObat Bebas
Obat Bebas Terbatas/
golongan W
Obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC = Over The Counter). Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Dulu obat ini disebut daftar W g waarschuwing (peringatan)
OBH, aspirin, scetosal dan minyak kayuputih
Yodium tinture, salep histamin
Tanda khusus lingkaran hijau dengan tepi hitam
Tanda khusus pada kemasan adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan ada tanda peringatan Awas Obat Keras!!
DESKRIPSI CONTOH TANDA KHUSUS
P no. 1Awas! Obat
keras Bacalah
aturan pakai
P no. 2Awas! Obat
keras Hanya untuk
dikumur, jangan ditelan
c. Memperhatikan komponen obat yang ber-DM.Cara Menentukan Dosis Obat dalamFormula Officinalis
Melihat isi/komponen obat & dosisnya dalam buku resmi Bila isi obat standar hanya 1 macam zat dan tercantum dalam Formularium Indo-nesia (FI) maka DL lihat di FI, kalau tidak ada di FI → liat DL di buku resmi lainnya.Bila isi obat standar >1 zat:a. Mencari DL obat standar pada buku resmi sesuai dengan BB/umur. b. Menentukan DT berdasarkan berat-ringan penyakit.c. Memperhatikan komponen obat yang ber-DM.
Cara Penulisan Obat PatenFormula Magistralis
Bila isi obat paten hanya 1 macam zat → penulisan dalam satuan berat (mg/gr) atau bentuk obat paten tersebut. contoh : vometa 10 mg atau vometa tab IBila isi obat paten > 1 macam zat → penulisan bentuk obat paten tersebut. contoh : Bactrim tab II.
Contoh Resep
1.
2.
1.
2.
Gambar 3-3 Resep untuk A 29
Gambar 3-4 Resep untuk A 30
Gambar 3-5 Resep untuk A 31
26
4. JUMLAH ZAT GIZI YANG DIBUTUHKAN TUBUH4.1. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi4.2. Cara Menentukan Kebutuhan Gizi
5. PERIODE EMAS 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN5.1. 1000 Hari Pertama Kehidupan5.2. Masa Prakonsepsi dan Periode Awal Kehamilan5.3. Masa Kehamilan 0-8 Minggu5.4. Proses Tumbuh Kembang Otak5.5. Dampak Kekurangan Gizi5.6. Stunting
6. GIZI DALAM DAUR KEHIDUPAN6.1 Gizi Remaja6.1.1 Penilaian Status Gizi Remaja6.1.2 Kebutuhan Gizi Remaja6.1.3 Masalah Gizi dan Kesehatan Pada Masa Remaja
6.2. Gizi Ibu hamil6.2.1. Karakteristik Kehamilan6.2.2. Permasalahan Gizi Pada Ibu Hamil6.2.3. Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil6.2.4. Rekomendasi WHO Tentang Perawatan Antenatal
6.3. Gizi Bayi dan Balita6.3.1 Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita6.3.2 Kebutuhan Gizi Pada Bayi dan Balita6.3.3 Pemberian Makanan6.3.4 Masalah Gizi Pada Bayi dan Balita
1. PENGERTIAN GIZI2. PENILAIAN STATUS GIZI
2.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung 2.1.1. Antropometri2.1.2. Klinis
2.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung2.2.1. Survey Konsumsi
3. ZAT GIZI3.1. Karbohidrat3.1.1. Kebutuhan & Sumber Karbohidrat3.1.2. Metabolisme Karbohidrat
3.2. Protein3.2.1. Mutu & Sumber Protein
3.3. Lemak3.3.1. Sumber Lemak3.3.2. Klasifikasi Lemak3.3.3. Kebutuhan Lemak
3.4. Vitamin dan Mineral3.4.1. Vitamin
3.5. Serat Makanan (DIETARY FIBER)3.5.1. Definisi Serat3.5.2. Penggolongan Serat
3.6. Air3.6.1. Definisi & Sumber Air3.6.2. Proses Perjalanan Air
2.1.3. Biokimia2.1.4. Biofisik
2.2.2. Stastitik Vital
3.2.2. Metabolisme Protein
3.3.4. Fungsi Lemak3.3.5. Metabolisme Lemak3.3.6. Makanan Tinggi Lemak
3.4.2. Mineral
3.5.3. Komposisi Kimia Serat3.5.4. Manfaat & Sumber Serat
3.6.3. Fungsi Air3.6.4. Dampak Negatif
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
GIZI
Ilmu Dasar Medis Gizi
27
3. ZAT GIZI Klasifikasi Zat Gizi
Pengelompokan zat gizi bila dikelompokkan ada tiga.1. Berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumbernya zat gizi dibagi menjadi zat gizi berasal dari nabati dan hewani. Zat gizi nabati merupakan zat gizi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sedangkan zat gizi hewani adalah sumber zat gizi dari hewan.
2. Berdasarkan jumlahPengelompokkan zat gizi berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi mikro dan makro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tu-buh dalam satuan gram. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil dengan satuan mg. Zat gizi makro adalah mineral dan vitamin.
3. Berdasarkan FungsiZat gizi yang terkandung dalam makanan memiliki fungsi mas-ing-masing. fungsi zat gizi tersebut adalah pertama sebagai sumber tenaga atau sumber energi. Zat gizi yang bersumber tenaga digu-nakan untuk beraktivitas, membantu jalannya proses kerja dan me-tabolisme di dalam tubuh.
Makanan yang masuk melalui mulut kemudian dipecah menjadi senya-wa kimia yang lebih sederhana disebut zat gizi. Menurut almaitser 2001 dan Sulistyoningsih 2011 zat gizi itu sendiri adalah ikatan kimia yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai keperluan, yaitu menghasilkan ener-gi, membangun dan memelihara jaringan dan mengatur proses-proses kehidupan. Zat gizi yang terdapat dimakanan dan dibutuhkan oleh tu-buh yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.Makanan yang masuk kedalam tubuh memiliki berbagai kandungan zat gizi. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh usia, jenis kelamin, akti-vitas, berat badan dan tinggi badan.
Gambar 3-1 Pedoman gizi seimbang
Mencuci tangan
2-4 porsi
3-4 porsi
2-3 porsi
Bermain sepak bola
BerjalanSenam Bersepeda
Menyapu
+ Minum air putih 8 gelas
4 sendok makan (gula)
Batasi gula, garam, dan minyak
1 sendok teh (garam)
5 sendok makan (minyak)
Pantau berat badan
Air
Bahan Makanan
Bahan Kering
Organik
Protein Lemak Vitamin
Anorganik
Mineral
Karbohidrat
Zat makanan
Skema 3-1 Klasifikasi Zat gizi
Selama proses kehamilan terjadi perpindahan zat-zat gizi dari tubuh ibu ke dalam tubuh janin melalui plasenta. Pertumbuhan janin dalam kand-ungan ibu sangat bergantung pada asupan zat gizi ibu. Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis (KEK) berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan berdampak pada per-tumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan intelektual, serta produktivitas di kemudian hari.Ibu hamil secara alamiah senantiasa melindungi dan memelihara janin dalam kandungannya agar tetap sehat. Janin yang sehat akan tercip-ta apabila ibu hamil dapat mengatur makanan yang dikonsumsi secara baik dan benar. Upaya yang baik ini tidak hanya akan membentuk tubuh janin yang sehat, tetapi juga dapat memberi perlindungan pada bayi dari berbagai infeksi dan gangguan lain yang dapat mengganggu pertum-buhan dan perkembangan. Beberapa hal terkait kehamilan yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi karakteristik kehamilan, permasalahan gizi pada masa kehamilan, dan gizi seimbang pada masa kehamilan.
6.2.1. Karakteristik KehamilanDefinisiMasa bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, kehamilan, menyusui, dan lansia ialah rangkaian dalam siklus kehidupan manusia. Proses ke-hamilan, melahirkan, dan menyusui merupakan kondisi alamiah yang secara kodrati dialami oleh kaum perempuan. Perempuan memegang peranan penting dalam pembentukan insan manusia yang sehat, baik lahir maupun batin, cerdas, kuat, dan produktif. Salah satu ciri bangsa maju adalah memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivi-tas kerja yang tinggi. Tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas akan sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi seseorang.Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi baik membuat berat badan normal atau sehat, tu-buh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja mening-kat, serta terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, pola makan masyarakat perlu ditingkatkan ke arah konsumsi gizi seimbang.
6.2. Gizi Ibu hamil
Gambar 6-9 Gizi pada ibu hamil
Trimesterpertama0 sampai 2 minggu
Trimesterkedua13 sampai 28 minggu
Trimesterketiga29 sampai 40 minggu
Gambar 6-10 Periode perkembangan kehamilan
28
Keperawatan Jiwa
KEPERAWATAN
JIWA1. TUMBUH KEMBANG SESUAI USIA
1.1. TAHAP PERKEMBANGAN SIGMUND FREUD
1.2. TAHAP PERKEMBANGAN SOSIAL MENURUT ERIK H. ERIKSION
2. MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN JIWA2.1. PENGERTIAN MODEL KONSEPTUAL 2.2. KOMPONAN MODEL KONSEPTUAL
3. PSIKODINAMIKA DAN PSIKOPATOLOGI, TERJADINYA GANGGUAN JIWA3.1. PENGERTIAN GANGGUAN JIWA
3.2. TEORI TERJADINYA GANGGUAN KESEHATAN JIWA MENURUT PSIKOBIOLOGI
3.3. PROSES TERJADINYA STRES SECARA PSIKOLOGIS
4. KOMUNIKASI TERAPEUTIK4.1. HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN 4.3. TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
4.2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK 4.4. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
5. TERAPI PSIKOFARMAKA PADA KESEHATAN JIWA5.1. SEJARAH PSIKOFARMAKA
5.2. PERAN PERAWAT DALAM PSIKOFARMAKA
5.3. JENIS-JENIS OBAT TERAPI PSIKOFARMAKA
6. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGADIRI RENDAH
6.1. DEFINISI KONSEP DIRI
6.2. RENTANG RESPON KONSEP DIRI
6.3. PENGERTIAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
6.4. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
6.5. SUMBER KOPING DAN MEKANISME KOPING
6.6.TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
7. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL :ISOLASI SOSIAL
7.1. PEVNGERTIAN GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL 7.4. FAKTOR PRESIPITASI
7.2. RENTANG RESPON ISOLASI SOSIAL 7.5. TINJAUAN PROSES
7.3. FAKTOR PREDISPOSISI KEPERAWATAN
8. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ORIENTASI REALITA :HALUSINASI
8.1. DEFINISI GANGGUAN ORIENTASI REALITA
8.2. GEJALA GANGGUAN ORIENTASI REALITA
8.3. GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
9. ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI9.1. PENGERTIAN BUNUH DIRI
9.2. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA BUNUH DIRI
9.3. RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI
9.4. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
9.5. SUMBER KOPING DAN MEKANISME KOPING
9.6. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
10. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ALAM PERASAAN : WAHAM
10.1. DEFINISI WAHAM
10.2. JENIS-JENIS WAHAM
10.3. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
10.4. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
10.5. MEKANISME KOPING
10.6. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
11. ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN : MARAH 11.1. PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN
11.2. PENGERTIAN MARAH
11.3. RENTANG RESPON MARAH
11.4. HIRARKI PERILAKU KEKERASAN
11.5. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
11.6. MEKANISME KOPING
11.7. TANDA-TANDA TERJADINYA MARAH
11.8. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
12. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
12.1. DEFISIT PERAWATAN DIRI
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
29
1. TUMBUH KEMBANG SESUAI USIA1.1. Tahap Perkembangan Sigmund Freud
Tahap perkembangan menurut Sigmund Freud di bagi menjadi enam fase yaitu: 1. Fase oral
Dimana pada fase ini dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan usia 1-2 tahun. Pada tahap oral, sumber utama bayi berinteraksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi merasa kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
2. Fase anal Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada tahap anal, fokus utama dari libido adalah pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Pada tahap ini yang harus dipelajari oleh anak adalah pelatihan toi-let seperti buang air besar dan buang air kecil, dimana anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Keberhasilan tergantung pada cara di mana orang tua melakukan pendekatan pelatihan toilet.
3. Fase phalic Fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun. Pada tahap phalic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita seperti, anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk mendapatkan kasih sayang ibu.
1
► KUIS KEPERAWATAN JIWA bagian 3 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 13 dari 20
a b c d eSeorang perempuan berusia 35 tahun dibawa keluarga ke Poli Psikiatri, hasil pengkajian didapat rasa sedih yang dalam karena ditinggal suami menikah lagi, pasien mengatakan “Sudahlah tidak usah mengingat hal itu lagi lupakan saja” dengan wajah murung dan menunduk. Mekanisme koping apa yang digunakan pasien saat itu ?
a. Supresi b. Rasionalisasi c. Sublimasi e. Represid. Reaksi formasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
30
Kebutuhan Dasar Manusia
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA1.1. KONSEP DASAR MANUSIA
1.2. TEORI KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1.3. HOMEOSTATIS DAN HEMODINAMIK
1.4. KONSEP KELUARGA DAN PENDEKATAN TEORITIS
2. KEWASPADAAN UNIVERSAL (UNIVERSAL PRECAUTION)2.1. DEFINISI KEWASPADAAN UNIVERSAL (UNIVERSAL PRECAUTION)
2.2. SEJARAH KEWASPADAAN UNIVERSAL
2.3. ALASAN DASAR PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
2.4. KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG KEWASPADAAN UNIVERSAL
3. KONSEP KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE) DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE)
3.1. DEFINISI KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE)
3.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE)
3.3. JENIS-JENIS PERAWATAN DIRI
3.4. KEBERSIHAN LINGKUNGAN
3.5. ASUHAN KEPERAWATAN
4. KONSEP DASAR NYERI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYERI4.1. DEFINISI NYERI
4.2. FISIOLOGI NYERI
4.3. TEORI PENGHANTARAN NYERI
4.4. STIMULUS NYERI
5. KONSEP DASAR INFEKSI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGONTROLAN INFEKSI
5.1. DEFINISI INFEKSI
5.2. TANDA-TANDA INFEKSI
5.3. RANTAI PROSES INFEKSI
5.4. PROSES INFEKSI
5.5. MEKANISME PERTAHANAN
TUBUH TERHADAP INFEKSI
6. KONSEP TANDA-TANDA VITAL (VITAL SIGN)6.1. PENGERTIAN TANDA-TANDA VITAL (VITAL SIGN)
6.2. TEKANAN DARAH
6.3. DENYUT NADI
6.4. PERNAPASAN
6.5. SUHU TUBUH
6.6. PROSEDUR PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL (VITAL SIGN)
7. PEMERIKSAAN FISIK7.1. KONSEP TEORI
7.2. PENDEKATAN PEMERIKSAAN FISIK
7.3. PEMERIKSAAN FISIK DARI KEPALA SAMPAI DENGAN UJUNG KAKI
(HEAD TO TOE)
8. KONSEP MEKANIKA TUBUH (BODY MECHANIC) DAN POSTUR TUBUH (BODY ALIGNMENT)
8.1. MEKANIKA TUBUH (BODY MECHANIC)
8.2. POSTUR TUBUH (BODY ALIGNMENT)
9. KEBUTUHAN OKSIGENSI9.1. PENGERTIAN KEBUTUHAN OKSIGENSI
9.2. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN OKSIGENSI
9.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI PERNAPASAN
9.4. GANGGUAN PADA FUNGSI PERNAPASAN
9.5. ASUHAN KEPERAWATAN
10. KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT10.1. CAIRAN ELEKTROLIT TUBUH
10.2. KESEIMBANGAN CAIRAN
10.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
10.4. KESEIMBANGAN ASAM BASA
10.5. ASUHAN KEPERAWATAN
4.5. KLASIFIKASI NYERI
4.6. PENGALAMAN NYERI
4.7. PENGUKURAN INTENSITAS NYERI
4.8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYERI
5.6. INFEKSI NOSOKOMIAL
5.7. STANDAR PENGENDALIAN INFEKSI
5.8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENGONTROLAN INFEKSI
31
1. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA1.1. Konsep Dasar Manusia
Tinjauan tentang manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu manusia sebagai mahluk holistik dan manusia sebagai sistem.
1.1.1. Manusia Sebagai Mahluk HolistikManusia sebagai mahluk holistik bermakna bahwa manusia merupa-kan mahluk yang utuh atau menyeluruh yang tersusun atas unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual.1. Unsur Biologis
a. Manusia tersusun atas berbagai sistem organ tubuh. b. Manusia mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan
hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang hingga, mening-gal.
2. Unsur psikologis a. Manusia memiliki struktur kepribadian. b. Perilaku manusia merupakan manifestasi kejiwaan.c. Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan kecerdasan.
3. Unsur sosiala. Manusia perlu hidup bersama dengan orang lain. b. Manusia harus saling bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup.c. Manusia dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan sosial
serta beradaptasi dengan lingkungan tersebut. d. Manusia dituntut untuk berperilaku sesuai dengan harapan
dan norma yang berlaku di masyarakat. 4. Unsur spiritual
a. Manusia memiliki keyakinan dan pandangan hidup b. Manusia memiliki dorongan hidup atau semangat hidup yang
sejalan dengan keyakinan yang dianutnya.
1
► KUIS KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA bagian 1 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 6 dari 20
a b c d eMenurut Abraham Maslow. Kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemam-puannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. kebutuhan ini adalah ...
a. Aktualisasi dirib. Keselamatan dan rasa amanc. Harga dirid. Fisiologise. Rasa memiliki dan dimiliki
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Aktualisasi diri
Harga diri
Rasa memiliki dan dimiliki
Keselamatan dan rasa aman
Fisiologis
32
Keperawatan Medikal Bedah
1. PERSPEKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH1.1. KEPERAWATAN DAN PRAKTIK KEPERAWATAN
1.2. PRAKTIK KEPERAWATAN
1.3. LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN2.1. DEFINISI SISTEM PERNAPASAN
2.2. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
2.3. FISIOLOGI PERNAPASAN
2.4. MEKANISME PERNAPASAN
2.5. PROSES PERNAPASAN
2.6. KELAINAN DAN PENYAKIT PADA SISTEM PERNAPASAN
2.7. PROSES KEPERAWATAN
3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR3.1. ANATOMI SISTEM KARDIOVASKULAR
3.2. SISTEM HANTARAN JANTUNG
3.3. FISIOLOGI JANTUNG
3.4. PROSES KEPERAWATAN
4. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN 4.1. DEFINISI SITEM PENCERNAAN
4.2. ANATOMI FISIOLOGIS SISTEM PENCERNAAN
4.3. JENIS-JENIS PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN
4.4. PROSES KEPERAWATAN
5. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGINDERAAN5.1. DEFINISI SISTEM PENGINDERAAN
5.2. ANATOMI FISIOLOGIS SISTEM PENGINDERAAN
5.3. JENIS-JENIS PENYAKIT SISTEM PENGINDERAAN
6. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE OPERATIF DAN POSTOPERATIF
6.1. PRE OPERATIF
6.2. POST OPERATIF
7. TINDAKAN PROSEDURAL KEPERAWATAN7.1. GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
7.2. GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
7.3. GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN DENGAN TRAUMA THORAKS
8.1. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA THORAKS
9. ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
9.1. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ATEROSKLEROSIS
9.2. ASUHAN KEPERAWATAN MENGENAI INTERPRETASI EKG
10. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
10.1. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KANKER KOLON
11. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GANGGUAN SISTEM PENGINDERAAN
11.1. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GLAUKOMA
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
33
2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN2.1. Definisi Sistem Pernapasan
Sistem pernafasan merupakan sistem yang berfungsi untuk meng-absorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostatis. Fungsi ini dise-but sebagai respirasi. Sistem pernafasan dimulai dari rongga hidung atau mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertu-karan oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Respirasi adalah suatu proses dimulai dari pengambilan oksigen (O
2), pengelu-
aran karbondioksida (CO2) hingga penggunaan energi di dalam tubuh.
Sistem respirasi atau sistem pernafasan mencakup semua proses pertukaran gas yang terjadi antara atmosfir melalui rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, paru-paru, alveolus, dan sel-sel yang melalui dinding kapiler darah.Sistem pernafasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama, yaitu:1. Bagian konduksi
meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis.
2. Bagian respirasimeliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus.
6
► KUIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH bagian 3 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 5 dari 20
a b c d eBagaimanakah mempertahankan jalan nafas ...
a. Tahan nafas hingga 1 menit dan ulangib. Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/
gudelc. Banyak minumd. Jogging minimal 1 kme. Perbanyak istirahat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Maternitas
1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS1.1. PENGERTIAN KONSEP DASAR KEPERAWATAN MATERNITAS
1.2. FALSAFAH KEPERAWATAN MATERNITAS
1.3. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN MATERNITAS
1.4. ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM KEPERAWATAN MATERNITAS
2. KONSEP MATERNITAS (OBSTETRI DAN GINEKOLOGI)2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGIS SISTEM REPRODUKSI PRIA
2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGIS SISTEM REPRODUKSI WANITA
2.3. HORMON-HORMON YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM REPRODUKSI
2.4. KONSEP GENETIKA DALAM PROSES REPRODUKSI
3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA WANITA DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI
3.1. INFEKSI SISTEM REPRODUKSI (INFEKSI SALURAN REPRODUKSI BAGIAN ATAS)
3.2. ENDOMETRIOSIS
3.3. GANGGUAN HAID
3.4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
(KURETASE)
4. KONSEP KELUARGA BERENCANA4.1. DEFINISI DAN TUJUAN KELUARGA BERENCANA
4.2. KONSELING KELUARGA BERENCANA
5. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL5.1. PROSES TERJADINYA KEHAMILAN
5.2. TANDA DAN GEJALA KEHAMILAN
5.3. PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN
5.4. PROSES KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER 1,2, DAN 3
6. ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN KOMPLIKASI YANG BERKAITAN DENGAN KEHAMILAN
6.1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ABORTUS
6.2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
6.3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMPSIA
6.4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN DIABETES MELLITUS (DIABETES
GESTASIONAL)
7. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PERSALINAN NORMAL FISIOLOGIS (INC)
7.1. DEFINISI
7.2. ISTILAH PERSALINAN YANG BERKAITAN DENGAN UMUR KEHAMILAN DAN BERAT
JANIN YANG DILAHIRKAN
7.3. BENTUK PERSALINAN
7.4. PENYEBAB MULAINYA PERSALINAN
7.5. TANDA-TANDA PERSALINAN
7.6. TAHAP-TAHAP PERSALINAN
7.7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN
7.8. ASUHAN KEPERAWATAN
8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN DENGAN EKSTRAKSI FORCEPS DAN EKSTRAKSI VAKUM
8.1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN EKSTRAKSI FORCEPS
8.2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN EKSTRAKSI VAKUM
34
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
MATERNITAS
35
1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
1.1. Pengertian Konsep Dasar Keperawatan MaternitasKeperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan
profesional keperawatan yang ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS), berkaitan dengan sistem reproduksi, kehamilan, melahirkan, nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari. Setiap individu mempunyai hak untuk lahir sehat, maka setiap in-dividu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Keperawatan ibu meyakini bahwa peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis yang normal serta membutuhkan adaptasi fisik dan psikososial dari individu dan keluarga. Keluarga perlu di dukung untuk memandang kehamilannya sebagai pengalaman yang positif dan menyenangkan. Upaya mempertahankan kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan partisipasi aktif dari keluarganya.
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk dirinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advoka-si dan mendidik WUS dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah kehamilan, persalinan dan nifas. Membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan secara dini dari keadaan normal selama kehamilan.
1
► KUIS KEPERAWATAN MATERNITAS bagian 1 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 4 dari 20
a b c d eDibawah ini yang termasuk masalah etik kompleks dalam keperawatan ma-ternitas adalah ..
a. Membicarakan rahasia klienb. Membentak klien yang gelisahc. Membantu klien partus tanpa tabird. Membantu klien mengugurkan kandungane. Menghormati nilai, adat, dan kebiasaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
36
Keperawatan Anak
1. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK1.1. TREN DAN ISSUE KEPERAWATAN ANAK
1.2. PARADIGMA KEPERAWATAN ANAK
1.3. PERAN PERAWAT DALAM KEPERAWATAN
2. MASALAH KESEHATAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH2.1. MASALAH KESEHATAN YANG LAZIM TERJADI PADA BAYI
2.2. MASALAH KESEHATAN YANG LAZIM TERJADI PADA ANAK
2.3. MASALAH KESEHATAN YANG LAZIM TERJADI PADA REMAJA
3. KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK3.1. DEFINISI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
3.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
3.3. PERIODE PERKEMBANGAN ANAK
3.4. DENVER DEVELOPMENT SCREENING TEST II (DDST II)
4. KONSEP BERMAIN PADA ANAK4.1. DEFINISI DAN FUNGSI BERMAIN PADA ANAK
4.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIFITAS BERMAIN
4.3. KLASIFIKASI BERMAIN
5. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BERAT BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR)
5.1. DEFINISI
5.2. ETIOLOGI
5.3. PENATALAKSANAAN BBLR
6. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HISPRUNG6.1. DEFINISI
6.2. PENYEBAB DAN GEJALA
6.3. MANIFESTASI KLINIS
6.4. ASUHAN KEPERAWATAN
7. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN VSD(VENTRICULAR SEPTAL DEFECT)
7.1. DEFINISI
7.2. ETIOLOGI
7.3. PATOFISIOLOGI
7.4. MANISFESTASI KLINIS
7.5. ASUHAN KEPERAWATAN
8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKIMIA 8.1. PENGERTIAN LEUKIMIA
8.2. KLASIFIKASI LEUKIMIA
8.3. ETIOLOGI
8.4. PATOFISIOLOGI
8.5. MANIFESTASI KLINIS
8.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8.7. ASUHAN KEPERAWATAN
9. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HERNIA9.1. DEFINISI HERNIA
9.2. ETIOLOGI
9.3. KLASIFIKASI HERNIA
9.4. PATOFISIOLOGI
9.5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENATALAKSANAAN MEDIS
9.6. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HERNIA
10. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MORBILI 10.1. PENGERTIAN
10.2. ETIOLOGI
10.3. PATOFISIOLOGI
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
ANAK
37
1. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK1.1. Tren dan Issue Keperawatan Anak1.1.1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta ja-ringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
1.1.2. Tahapan Perkembangan AnakPerkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa :1. Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun).2. Early childhood (usia 3-6 tahun).3. Middle childhood (usia 6-11 tahun).Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut :1. Fisik (motorik).2. Emosi.3. Kognitif.4. Psikososial.
1.1.3. Aspek-Aspek Perkembangan Anak1. Perkembangan fisik (motorik)
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kem-bang kemampuan gerak seorang anak.a. Perkembangan motorik kasar
Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat terma-suk contoh perkembangan motorik kasar.
b. Perkembangan motorik halusAdapun perkembangan motorik halus merupakan perkemba-gan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau seba-gian anggota tubuh tertentu.
1
► KUIS KEPERAWATAN ANAK bagian 3 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 6 dari 20
a b c d eYang tidak termasuk gejala pada Ventricular Septal Defect (VSD) besar ada-lah ...
a. Asimptomatikb. Sianotik pada ujung jari, kuku dan bibic. Bayi tampak sesak napas saat minum susud. Mudah menderita infeksie. Berat badan susah naik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
38
Kegawatdaruratan
1. KONSEP KEPERAWATAN KRITIS1.1. KONSEP PELAYANAN KRITIS
1.2. RESPON INDIVIDU DAN KELUARGA TERHADAP PENGALAMAN KEPERAWATAN
KRITIS
1.3. ISU ETIK DAN LEGAL PADA KEPERAWATAN KRITIS
1.4. KECENDERUNGAN TREN DAN ISU KEPERAWATAN KRITIS
2. PELAYANAN KEGAWATDARURATAN2.1. PRINSIP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
2.2. TRIAGE DALAM GAWAT DARURAT
2.3. TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SESUAI ASPEK LEGAL
2.4. TINDAKAN-TINDAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN BANTUAN HIDUP
DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT
3. ASUHAN KEPERAWATAN SYOK3.1. DEFINISI SYOK
3.2. TANDA DAN GEJALA SYOK
3.3. JENIS-JENIS SYOK
3.4. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
4. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KEGAWATDARURATAN SISTEM KARDIOVASKULAR (INFARK MIOKARDIUM AKUT)
4.1. DEFINISI
4.2. ETIOLOGI
4.3. PATOFISIOLOGI
4.4. TANDA DAN GEJALA
4.5. KOMPLIKASI
4.6. TERAPI ATAU PENATALAKSANAAN
4.7. ASUHAN KEPERAWATAN
5. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN
5.1. SINDROM DISTRES PERNAFASAN AKUT
5.2. PROSES KEPERAWATAN
6. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)
6.1. DEFINISI
6.2. INDIKASI PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK
6.3. KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)
6.4. PROSES KEPERAWATAN
7. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM PENCERNAAN
7.1. KEGAWATAN DENGAN APENDISITIS AKUT
7.2. ASUHAN KEPERAWATAN
8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM PERSARAFAN
8.1. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL OLEH SINDROM CUSHING DAN
HERNIASI
8.2. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL OLEH EDEMA
8.3. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
9. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEMINTEGUMEN
9.1. KLASIFIKASI CEDERA LUKA BAKAR
9.2. PATOFISIOLOGI
9.3. PENATALAKSANAAN
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN
39
1. KONSEP KEPERAWATAN KRITIS1.1 Konsep Pelayanan Kritis1. Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).2. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan mempertah-ankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi kegagalan.
3. Diagnosa keperawatanDitegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang sulit diketahui untuk mencegah kerusakan atau gangguan yang lebih luas.
4. Perencanaan keperawatanDitujukan pada penerimaan dan adaptasi klien secara konstan terhadap status yang selalu berubah.
5. IntervensiDitujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencega-han kritis dan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama sam-pai dapat beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.
6. Evaluasi Dilakukan secara cepat, terus-menerus dan dalam waktu yang lama un-tuk mencapai keefektifan masing-masing tindakan atau terapi, menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan status klien.
1
► KUIS KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN bagian 1 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 3 dari 20
a b c d ePada sistem triage, dimana sistem ini memerlukan orang kedua yang bertin-dak sebagai penolong kedua yang bertugas mensortir klien untuk dilakukan pengkajian lebih rinci. Sistem ini disebut ...
a. Triage bedsideb. Triage expandedc. Triage two-tierd. Spot checke. Comprehensive
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
40
Keperawatan Komunitas
1. KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS1.1. DEFINISI KEPERAWATAN KOMUNITAS
1.2. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS
1.3. PERANAN PERAWAT DALAM EPIDEMIOLOGI
1.4. TREN DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS
2. PROGRAM PEMERINTAH DI BIDANG KESEHATAN DALAMMENANGGULANGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN
2.1. PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN
2.2. PROGRAM PENGEMBANGAN PUSKESMAS
3. MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN KOMUNITAS3.1. MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN KOMUNITAS
4. PROSES ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS4.1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
4.2. DIAGNOSA DAN PERENCANAAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
4.3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KOMUNITAS
4.4. EVALUASI KEPERAWATAN KOMUNITAS
5. PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS5.1. DEFINISI PENDIDIKAN KESEHATAN
5.2. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN
5.3. MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM PROMOSI KESEHATAN
6. KONSEP DASAR KELUARGA DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA6.1. KONSEP KELUARGA
6.2. PERAN KELUARGA DAN PERAN PERAWAT KELUARGA
6.3. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
7. PENERAPAN PROSES ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK LAPANGAN
7.1. KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN PRAKTIK LAPANGAN KEPERAWATAN KELUARGA
7.2. STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN RUMAH
8. KONSEP DASAR, TREN ISU, DAN PROSES PENUAAN DALAM KEPERAWATAN GERONTIK
8.1. DEFINISI
8.2. PROSES PENUAAN DALAM KEPERAWATAN GERONTIK
9. PROSES ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK9.1. PROSES PENUAAN USIA LANJUT
9.2. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
KOMUNITAS
41
1.2. Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas1. Upaya promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi dan pendidikan seks.
2. Upaya preventifUpaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas dan kunjungan rumah, pemberian vitamin A, iodium, ataupun pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, dan masa nifas.
3. Upaya kuratifUpaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit di rumah, perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut dari puskesmas atau rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis, perawatan payudara, ataupun perawatan tali pusat bayi baru lahir.
4. Upaya rehabilitatifUpaya rehabilitatif atau pemulihan terhadap klien yang dirawat di rumah atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta dan cacat fisik lainnya melalui kegiatan latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang dan lain sebagainya.
5. Upaya resosialitatifUpaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat yang karena penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti penderita AIDS, kusta, dan wanita tuna susila.
2
► KUIS KEPERAWATAN KOMUNITAS bagian 3 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 7 dari 20
a b c d eTingkat keperawatan kesehatan masyarakat yang dipusatkan pada keluarga sebagai unit satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan pe-layanan dan perawatan disebut ...
a. Keperawatan kesehatan keluargab. Pelayanan kesehatan rumahc. Praktik keperawatan keluargad. Proses keperawatan keluarga e. Asuhan keperawatan keluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
42
Gerontik
1. KONDISI DAN PERMASALAHAN 1.1. DEMOGRASI LANJUT USIA DI INDONESIA
1.2. PERMASALAHAN
1.3. PENGERTIAN GERONTOLOGI DAN GERIATRI
2. PROSES MENUA2.1. PENGERTIAN MENUA
2.2. TEORI PROSES MENUA
2.3. LANJUT USIA DI INDONESIA
2.4. PERKEMBANGAN MANUSIA DARI LAHIR SAMPAI AKHIR HAYAT
2.5. PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA
3. MASALAH DAN PENYAKIT PADA LANJUT USIA3.1. MASALAH FISIK UMUM
3.2. KEKACAUAN MENTAL AKUT CV
3.3. PENYAKIT UMUM PADA LANJUT USIA
4. PERLINDUNGAN KESEHATAN DENGAN PENDEKATAN SISTEM TUBUH4.1. PENUAAN PADA SISTEM SENSORIS DAN NEUROLOGIS
4.2. PENUAAN PADA SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL
4.3. PENUAAN PADA SISTEM KARDIOVASKULAR DAN PULMONAL
4.4. PENUAAN PADA SISTEM GASTROINTESTINAL DAN ENDOKRIN
4.5. PENUAAN PADA SISTEM RENAL DAN REPRODUKSI WANITA
5. KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANJUT USIA5.1. MASALAH GIZI PADA LANJUT USIA
5.2. PENGKAJIAN STATUS GIZI
5.3. PEMBERIAN MAKANAN
5.4. PEMBERIAN OBAT
6. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN MENTAL6.1. AGRESI
6.2. MARAH
6.3. KECEMASAN
6.4. KEKACAUAN MENTAL
6.5. PENOLAKAN
7. REHABILITAS DASAR PADA LANSIA DENGAN KELUMPUHAN 7.1. PERAWATAN UMUM
7.2. PERAWATAN REHABILITASI DASAR
7.3. MEMINDAHKAN KLIEN DARI TEMPAT TIDUR KE KURSI RODA
8. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA MENGHADAPI KEMATIAN8.1. PENGERTIAN KEMATIAN
8.2. TAHAP KEMATIAN
8.3. PROSES KEPERAWATAN
8.4. PERENCANAAN
8.5. PERAWATAN PALIATIF PADA LANJUT USIA MENJELANG AJAL
9. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DEMENSIA ALZEIMER 9.1. DEMENSIA DAN DEMENSIA ALZHEIMER
9.2. ASUHAN KEPERAWATAN
9.3. PENATALAKSANAAN
10. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DITATANAN KOMUNITAS10.1. ASUHAN KEPERAWATAN
10.2. INSTITUSIONALISASI LANJUT USIA
10.3. KEPERAWATAN GERIATRIK
11. PEDOMAN PRAKTIS ASUHAN LANSIA DI PANTI SOSIAL 11.1. TUJUAN DAN FUNGSI PELAYANAN
11.2. KEBUTUHAN DAN TINDAKAN
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
KEPERAWATAN
GERONTIK
43
1. KONDISI DAN PERMASALAHAN1.1. Demografi Lanjut Usia di Indonesia
Berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Selan-jutnya, pada tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi ±8 juta (5,5%) dari jumlah penduduk dan pada tahun 1990, jumlah ini meningkat menjadi ±11,3 juta (6,4%). Pada tahun 2000, diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2005, jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi ±18,3 juta (8,5%).Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun.Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia, terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan melonjak hingga ±33 juta orang lanjut usia (12% dari total penduduk).Dengan demikian, lapisan lanjut usia dalam struktur demografi In-donesia menjadi semakin tebal dan sebaliknya, balita menjadi relatif semakin sedikit. Dengan kata lain, timbul regenerasi yang dapat mem-bawa akibat negatif. Proses ini berlangsung beberapa tahap, yakni:Tahap I : Timbul kesenjangan antar-generasi (generation gap) karena golongan muda secara dinamis mengikuti kemajuan teknologi cang-gih, sedangkan golongan lanjut usia tidak acuh, tetap tertinggal, dan membiarkan golongan muda berjalan terus. Keadaan semacam itu be-lum berbahaya.Tahap II : Karena lapisan lanjut usia semakin tebal dan tingkat kese-hatan semakin meningkat, mereka pun masih mampu mengimbangi golongan muda, dan tetap menghendaki memegang jabatannya dan tidak mau digeser. Pada saat ini, timbul tekanan pada generasi muda (generation pressure), yang lebih berbahaya dari keadaan tahap I. Tahapan di Indonesia saat ini adalah Tahap I dan banyak mulai masuk Tahap II dengan timbulnya isu peningkatan usia pensiun (dari 55 ta-hun menjadi 60 tahun).
1
► KUIS KEPERAWATAN GERONTIK bagian 1 Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
19:59
► Pertanyaan 1 dari 20
a b c d eSalah satu dampak negatif yang timbul akibat regenerasi lapisan lanjut usia dalam struktur demografi indonesia, dimana timbul kesenjangan antar gen-erasi seperti : kemajuan teknologi canggih. Dampak ini disebut....
a. Generation Gapb. Generation Interestc. Generation Pressured. Generation Conflicte. Generation Style
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
44
► KUIS KREATIF BAGIAN I Sisa WaktuKamis 16 Ags 2018. 9:00:00
29:59
a b c d eKlien berusia 44 tahun, memiliki riwayat Diabetes Militus (DM) tipe 2 tidak terkontrol. Datang ke poliklinik dengan keluhan ada luka yang tidak sembuh sembuh diibu jari kaki. Klien bertanya, mengapa muncul gejala seperti dia-tas. Manakah jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan klien tersebut ...
a. Kekurangan insulin membuat nutrisi tidak bisa masuk ke dalam selb. Gula darah yang tidak terkontrol menyumbat pembuluh darahc. Gula darah yang tinggi menyebabkan munculnya gejala khas DM d. Penyempitan pembuluh darah menghalangi proses penyembuhan e. Sel tubuh sudah tidak sensitif terhadap insulin yang di hasilkan
► Pertanyaan 1 dari 30
Keperawatan Komunitas
PerawatKuis Kreatif
Bagian I
Bagian IV
Bagian II
Bagian V
Bagian III
Bagian VI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
45
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
STANDAR DIAGNOSISKEPERAWATAN INDONESIA
STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIADefinisi dan Indikator Diagnostik
Kategori: FisiologisSubkategori: RespirasiD.0001 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
D.0023 HipovolemiaD.0024 Ikterik NeonatusD.0025 Kesiapan Peningkatan Keseimbangan CairanD.0026 Kesiapan Peningkatan NutrisiD.0027 Ketidakstabilan Kadar Glukosa DarahD.0028 Menyusui EfektifD.0029 Menyusui Tidak EfektifD.0030 ObesitasD.0031 Risiko Berat Badan LebihD.0032 Risiko Defisit NutrisiD.0033 Risiko Disfungsi Motilitas GastrointestinalD.0034 Risiko HipovolemiaD.0035 Risiko Ikterik NeonatusD.0036 Risiko Ketidakseimbangan CairanD.0037 Risiko Ketidakseimbangan ElektrolitD.0038 Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa DarahD.0039 Risiko Syok
D.0040 Gangguan Eliminasi UrinD.0041 Inkontinensia FekalD.0042 Inkontinensia Urin BerlanjutD.0043 Inkontinensia Urin BerlebihD.0044 Inkontinensia Urin FungsionalD.0045 Inkontinensia Urin RefleksD.0046 Inkontinensia Urin StresD.0047 Inkontinensia Urin UrgensiD.0048 Kesiapan Peningkatan Eliminasi UrinD.0049 KonstipasiD.0049 Retensi Urin
Subkategori: Eliminasi
D.0002 Gangguan Penyapihan VentilatorD.0003 Gangguan Pertukaran GasD.0004 Gangguan Ventilasi SpontanD.0005 Pola Napas Tidak EfektifD.0006 Risiko Aspirasi
D.0007 Gangguan Sirkulasi SpontanD.0008 Penurunan Curah JantungD.0009 Perfusi Perifer Tidak EfektifD.0010 Risiko Gangguan Sirkulasi SpontanD.0011 Risiko Penurunan Curah JantungD.0012 Risiko PerdarahanD.0013 Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak EfektifD.0014 Risiko Perfusi Miokard Tidak EfektifD.0015 Risiko Perfusi Perifer Tidak EfektifD.0016 Risiko Perfusi Renal Tidak EfektifD.0017 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
D.0018 Berat Badan LebihD.0019 Defisit NutrisiD.0020 DiareD.0021 Disfungsi Motilitas GastrointestinalD.0022 Hipervolemia
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
Subkategori: Sirkulasi
Kondisi Klinis Terkait1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)2. Gagal jantung kongestif3. Asma4. Pneumonia5. Tuberkulosis paru6. Penyakit membran hialin7. Asfiksia8. Persistent pulmonary hypertension of newbom (PPHN)9. Prematuritas10. Infeksi saluran napas
ReferensiAckley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier.Avena, M. J., Pedreira, M. da L. G., & Gutierrez, M. G. R. de. (2014). Conceptual vali-
dation of the defining characteristics of respiratory nursing diagnosis in ne-onates. Acta Paul Enferm, 27(1), 76-85. http://doi.org/1982- 0194201400015.
Carlson-Catalano J, Lunney M, Paradiso C, Bruno J, Luise BK, Martin T, Massoni M & Pachter S (1998) Cinical validation of ineffective breathing pattern, in-effective airway clearance and impaired gas exchange. Journal of Nursing Scholarship, 30, 243-248.
Carpernito-Moyet, L. J. (2013). Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice. 14th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis Definitions and Clas-sification 2015-2017. 10th Ed. Oxford: Wiley Blackwell.
46
Bersihan Jalan Napas Tidak EfektifKategori: FisiologisSubkategori: Respirasi
D.0001
1
Gambar 6-9 Gizi pada ibu hamil
Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mem-
pertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif3. Terpajan polutan
Gejala dan Tanda MayorSubjektif(tidak tersedia)
Gejala dan Tanda MinorSubjektif1. Dispnea2. Sulit bicara3. Ortopnea
Kondisi Klinis Terkait1. Gullian barre syndrome2. Sklerosis multipel3. Myasthenia gravis4. Prosedur diagnostik (bronkoskopi, transesophageal echocardiography [TEE])5. Depresi sistem saraf pusat6. Cedera kepala7. Stroke8. Kuadriplegia9. Sindrom aspirasi mekonium10. Infeksi saluran napas
ReferensiAckley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier.Brukwitzki G, Holmgren C & Maibosch RM (1996) Validation of the defining char-
acteristics of the nursing diagnosis ineffective airway clearance. Nursing Diagnoses, 7 , 63-69.
Objektif1. Batuk tidak efektif2. Tidak mampu batuk3. Sputum bertebih4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering5. Mekonium di japan napas (pada neonatus)
Objektif1. Gelisah2. Sianosis3. Bunyi napas menurun4. Frekuensi napas berubah5. Pola napas berubah
Gangguan Pertukaran GasKategori: FisiologisSubkategori: Respirasi
4
Gambar 3-1 Gangguan pertukaran gas terhadap Asfiksia
Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Dispnea
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
3. Gelisah4. Napas cuping hidung5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular
/ireguler, dalam/dangkal)6. Wama kulit abnormal (misalnya: pucat,
kebiruan)7. Kesadaran menurun
Objektif1. PCO
2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia4. pH arteri meningkat/menurun5. Bunyi napas tambahan
Objektif1. Sianosis2. Diaforesis
D.0003
47
Update Keperawatan
Selanjutnya
Ditemukan Pembaruan untuk M3 Keperawatan
Update M3 Keperawatan versi 1.8.6
NOTE : TOLONG CENTANG UPDATE APLIKASI SATU-PERSATU DARI VERSI TERKECIL (JANGAN LANGSUNG CENTANG SEMUA)
Peningkatan
• MEDIKAL BEDAH = Update Materi pada Bab 4.3 Jenis-Jenis Penyakit Pencernaan
Pembaruan Ukuran TindakanM3 Kebidanan v1.8.6M3 Kebidanan v1.8.7
73.39 MB9.48 MB
DownloadLewati
Pilih Pembaruan yang Akan Diinstal
Batal
Ditemukan Pembaruan untuk M3 Keperawatan
Selanjutnya
SelesaiKembali
Batal
Batal
Penginstalan M3 Kebidanan
Klik tombol “Selesai” untuk keluar
Menyelesaikan PemasanganAplikasi M3 Keperawatan