Metodologi KKG - Revisi 2010
-
Upload
ahmad-dhaifullah -
Category
Documents
-
view
50 -
download
10
Transcript of Metodologi KKG - Revisi 2010
Penulis Teuku Alamsyah
Endah Ariani Madusari Evi Dihanti
Penyunting
Elita Burhanuddin
Pereviu Salam
Evi Dihanti Teuku Hasanuddin
Mudini
i
KATA PENGANTAR
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bahasa memiliki tugas dan tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas guru bahasa, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya. Dalam rangka memperbaiki mutu dan profesionalitas mereka, PPPPTK Bahasa berperan serta secara aktif dalam proyek Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU). Sebagai suatu lembaga yang dikelola secara profesional, PPPPTK Bahasa menyediakan program pendidikan dan pelatihan berkualitas yang sejalan dengan reformasi pendidikan serta tuntutan globalisasi yang tertuang dalam program Education for All (EFA). Selain itu, PPPPTK Bahasa meningkatkan kompetensi guru melalui penyediaan bahan ajar yang akan digunakan sebagai sarana untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Dalam menjawab amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PPPPTK Bahasa menyelenggarakan berbagai pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Pencapaian kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui penggunaan bahan ajar yang telah disusun dalam kegiatan pelatihan di KKG dan MGMP. Kritik dan saran untuk perbaikan sangat diperlukan dan dapat dikirimkan ke PPPPTK Bahasa, Jalan Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640, Telepon (021) 7271034, Faksimili (021) 7271032, dan email: [email protected]
Jakarta, Maret 2010 Kepala Pusat, Dr. Muhammad Hatta, M.Ed. NIP 19550720 198303 1 003
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan.............................................................................................. 1 C. Alokasi Waktu.................................................................................. 2 D. Sasaran ............................................................................................ 2
BAB II KONSEP METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA .......... 3 A. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, dan Strategi ................... 3 B. Jenis-Jenis Pendekatan, Metode, Pembelajaran Bahasa ............. 5
BAB III PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA .................... 24 A. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Bahasa
Indonesia........................................................................................ 24 B. Penerapan Metode dalam Menyusun Rancangan
Pembelajaran ................................................................................. 45
BAB IV RANGKUMAN..................................................................................... 55 BAB V PENILAIAN ........................................................................................ 56 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 57 GLOSARIUM..................................................................................................... 59
Metodologi Pembelajaran – KKG 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Selamat berjumpa dengan Program Better Education Through Reformed
Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU). Program
BERMUTU ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui
profesionalisme dan kinerja guru secara berkelanjutan dengan perberdayaan
berbagai kelompok kerja, termasuk KKG/MGMP. Agar kegiatan yang
diselenggarakan oleh KKG/MGMP berkualitas dan dapat diakreditasi oleh
perguruan tinggi, maka perlu disusun paket pembelajaran yang berkualitas
berupa modul dan suplemennya atau pendukung dan pelengkap Bahan Belajar
Mandiri (BBM) program BERMUTU yang telah dikembangkan sebelumnya.
Modul suplemen ini membahas mengenai Metode Pembelajaran Bahasa
Indonesia dengan sasaran guru Sekolah Dasar (SD). Setelah Anda
mempelajari modul suplemen ini diharapkan dapat mempermudah guru dalam
memahami dan menerapkan metode pembelajaran bahasa Indonesia di SD.
B. Tujuan Tujuan dari disusunnya suplemen modul ini diharapkan Anda mampu:
1. memiliki pengetahuan yang memadai tentang metode pembelajaran bahasa
Indonesia di SD;
2. menjelaskan konsep metode pembelajaran bahasa Indonesia;
3. mengembangkan bentuk pembelajaran yang bermakna dan bernuansa
PAIKEM; dan
4. mampu menerapkan metode/strategi yang sesuai dengan materi
pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan standar isi dan silabus.
Metodologi Pembelajaran – KKG 2
C. Alokasi Waktu Waktu yang dialokasikan untuk mempelajari modul suplemen ini adalah 3 X 50
menit.
D. Sasaran Sasaran modul suplemen ini adalah guru bahasa Indonesia jenjang SD baik
yang berkualifikasi S-1 maupun non-S-1 yang bergabung dalam KKG program
BERMUTU.
Metodologi Pembelajaran – KKG 3
BAB II KONSEP METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik , dan Strategi Banyak yang tidak paham dengan perbedaan antara pendekatan, metode, dan
teknik. Sebelum kita membahas mengenai perbedaan tiga hal di atas, terlebih
dahulu kita membahas pengertian model pembelajaran. Model pembelajaran
adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat
strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Nah, berikut ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah
tersebut.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri
serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya, 2008:127).
Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan ke dalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran
yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Teknik dan taktik mengajar merupakan
penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan
seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara
yang bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan
berjalan efektif dan efisien? Dengan demikian sebelum seorang melakukan
proses ceramah sebaiknya memerhatikan kondisi dan situasi. Taktik adalah
gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam
mencapai tujuan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
Metodologi Pembelajaran – KKG 4
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (J.R. David dalam Sanjaya, 2008:126).
Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp dalam Sanjaya, 2008:126).
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang
selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu
pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran
(Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara itu, Joyce dan Weil lebih senang
memakai istilah model-model mengajar daripada menggunakan strategi
pengajaran (Joyce dan Weil dalam Rohani, 2004:33).
Nana Sudjana menjelaskan bahwa strategi mengajar (pengajaran) adalah
“taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
(pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai
tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien (Nana Sudjana dalam Rohani,
2004: 34) . Jadi menurut Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada
pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau perbuatan guru itu sendiri pada
saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi
pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan
teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan
perkataan lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada
metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran
merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari metode, teknik
pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat
pembelajaran berlangsung.
Metodologi Pembelajaran – KKG 5
B. Jenis-Jenis Pendekatan, Metode, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia Pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia dalam tulisan ini dibatasi pada
empat macam pendekatan, yaitu pendekatan whole language, pendekatan
kontekstual, dan pendekatan komunikatif, dan pendekatan integratif.
1) Pendekatan Whole Language Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah.
(Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa,
2004). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu
kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991). Oleh karena itu,
pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa
dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau
otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca, umpamanya, diajarkan
sehubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis. Demikian juga
pembelajaran membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran
berbicara, pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan
pembelajaran membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain itu, dalam
pendekatan whole language, pembelajaran bahasa dapat juga disajikan
sekaligus dengan materi pelajaran lain, umpamanya bahasa-matematika,
bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama.
Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang
menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran
aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Robert
dalam Santosa, 2004:2.3). Anak termotivasi untuk belajar jika mereka melihat
bahwa yang dipelajarinya memang bermakna bagi mereka. Orang dewasa,
dalam hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang
menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru
Metodologi Pembelajaran – KKG 6
dalam kelas whole language berubah dari fungsi desiminator informasi menjadi
fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993).
Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language. :
a. Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan.
Barang-barang tersebut kabinet dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa
menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang
dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat oleh guru. Salah satu
sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang dilengkapi berbagai jenis
buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku pentunjuk dan
berbagai barang cetak lainnya.
b. Siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama
melakukan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.
c. Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d. Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas
whole language hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih
beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru.
e. Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Dalam hal ini
interaksi guru adalah multiarah.
f. Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru tidak
mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban
yang diberikan siswa dapat diterima.
g. Siswa mendapat balikan (feed back) positif baik dari guru maupun
temannya. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada
siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa
yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respon positif dari
temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
Dari ketujuh ciri tersebut dapat terlihat bahwa siswa berperan aktif dalam
pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas meyampaikan materi.
Metodologi Pembelajaran – KKG 7
Sebagai fasilitator guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan
siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.
Penilaian dalam Kelas Whole Language
Dalam kelas whole language guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang
dilakukan oleh siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru
memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam
kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan
temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga
memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian,
penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi.
Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku, guru menggunakan alat
penilaian seperti lembar observasi dan catatan anekdot. Dengan kata lain,
dalam kelas whole language guru memberikan penilaian pada siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Selain penilaian informal, penilaian juga
dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil
kerja selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa
dapat terlihat secara otentik.
2) Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari
makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui
pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan materi
yang dipelajari dengan pengalaman keseharian siswa akan menghasilkan
dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum
pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuannya.
Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang akan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang telah
diterimanya di sekolah.
Metodologi Pembelajaran – KKG 8
Nathan Gage in Brown mendefinisikan pengajaran sebagai berikut, “Teaching is
guiding and facilitating learning, enabling the learner to learn, setting the
conditions for learning,” (H. Douglas Brown, 1994:7). Mengajar berarti
memandu dan memfasilitasi belajar memungkinkan pemelajar untuk belajar,
menciptakan kondisi belajar.
Definisi di atas menunjukkan bahwa pengajaran tidak dapat dipisahkan dari
pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang diciptakan oleh guru
untuk memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran. Pengajaran merupakan
kegiatan yang sangat memerlukan keterlibatan siswa. Demikian juga dengan
pendekatan kontekstual yang berpusat pada siswa.
Kontekstual adalah kaidah yang dibentuk berazaskan maksud kontekstual itu
sendiri, seharusnya mampu membawa pelajar ke pemelajaran isi dan konsep
yang berkenaan atau relevan bagi mereka, dan juga memberi makna dalam
kehidupan seharian mereka. Jadi, pemelajaran kontekstual merupakan satu
konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan
bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan
memotivasikan pemelajar untuk membuat perkaitan antara pengetahuan
dengan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka sebagai ahli keluarga,
warga masyarakat, dan pekerja.
Elaine B. Johnson memberikan penjelasan bahwa Contextual Teaching
Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi
bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna
dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna
dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. (Elaine
B. Johnson, 2007:14).
Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan komponen yang harus ditempuh,
yaitu: 1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, 2) melakukan
pekerjaan yang berarti, 3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, 4)
Metodologi Pembelajaran – KKG 9
bekerja sama, 5) berpikir kritis dan kreatif, 6) membantu individu untuk tumbuh
dan berkembang, 7) mencapai standar yang tinggi, 8) menggunakan penilaian
autentik (Elaine B. Johnson, 2007:65-66).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan
kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi
yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa secara bersama-sama
membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat makna di
dalamnya.
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa saja. Tidak
terkecuali dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut
konsep CTL, “Belajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘mengalami’ apa
yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang (Hernowo, 2005:61).
CTL merupakan konsep belajar yang membantu para guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada
siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan meraka (Sanjaya, 2005:109).
Metodologi Pembelajaran – KKG 10
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami, yaitu:
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan
adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu
akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori siswa
sehingga tidak akan mudah terlupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya
dalam kehidupan. Artinya, CTL tidak hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi
sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan CTL:
1) Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari
tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian,
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2) Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya,
Metodologi Pembelajaran – KKG 11
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian
memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan
dan penyempurnaan strategi.
Di sisi lain, Hernowo (2005:93) menawarkan langkah-langkah praktis
menggunakan strategi pembelajaran berdarakan CTL.
a. Kaitkan setiap mata pelajaran dengan seorang tokoh yang sukses dalam
menerapkan mata pelajaran tersebut.
b. Kisahkan terlebih dahulu riwayat hidup sang tokoh atau temukan cara-cara
sukses yang ditempuh sang tokoh dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya.
c. Rumuskan dan tunjukkan manfaat yang jelas dan spesifik kepada anak didik
berkaitan dengan ilmu (mata pelajaran) yang diajarkan kepada mereka.
d. Upayakan agar ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah dapat memotivasi anak
didik untuk mengulang dan mengaitkannya dengan kehidupan keseharian
mereka.
e. Berikan kebebasan kepada setiap anak didik untuk mengkonstruksi ilmu
yang diterimanya secara subjektif sehingga anak didik dapat menemukan
sendiri cara belajar alamiah yang cocok dengan dirinya.
f. Galilah kekayaan emosi yang ada pada diri setiap anak didik dan biarkan
mereka mengekspresikannya dengan bebas.
g. Bimbing mereka untuk menggunakan emosi dalam setiap pembelajaran
sehingga anak didik penuh arti (tidak sia-sia dalam belajar di sekolah).
Berdasarkan penjelasan di atas, berarti pendekatan kontekstual bertujuan
membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan
Metodologi Pembelajaran – KKG 12
(ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks
ke konteks lainnya. Dengan transfer diharapkan: (a) siswa belajar dari
mengalami sendiri, bukan dari ‘pemberian orang lain’; (b) keterampilan dan
pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit) sedikit demi
sedikit; (c) Penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan ‘bagaimana’ ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3) Pendekatan Komunikatif Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari
adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris
pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan, 1989:270).
Dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara
mempraktikkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan
berdasarkan situasi yang bermakna. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, seperti halnya teori linguistik yang mendasari audiolingualisme,
ditolak di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1960-an dan para pakar
linguistik terapan Inggris pun mulai mempermasalahkan asumsi-asumsi yang
mendasari pengajaran bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada
harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan yang tidak masuk
akal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa situasional.
Apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat mengenai bahasa
itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa ucapan-ucapan
mengandung makna dalam dirinya dan mengekspresikan makna serta maksud-
maksud pembicara dan penulis yang menciptakannya (Howatt, 1984:280,
dalam Tarigan, 1989:270).
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga
mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan
berbahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan
menghargai saling ketergantungan bahasa.
Metodologi Pembelajaran – KKG 13
Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2 kegiatan yang saling
berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif fungsional
(functional communication activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
interaksi sosial (social interaction activies). Kegiatan komunikatif fungsional
terdiri atas 4 hal, yakni: mengolah infomasi, berbagi dan mengolah informasi,
berbagi informasi dengan kerja sama terbatas, dan berbagi informasi dengan
kerja sama tak terbatas. Kegiatan interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni:
improvisasi lakon-lakon pendek yang lucu, aneka simulasi, dialog dan bermain
peran, sidang-sidang konversasi, diskusi, serta berdebat.
Ada delapan aspek yang berkaitan erat dengan pendekatan komunikatif (David
Nunan, 1989, dalam Solchan T.W., dkk. 2001:66), yaitu:
1) Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa
menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk
mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi semantik dan
komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang perlu
ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan
tentang bahasa.
2) Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah.
3) Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi
(kompetensi dan performansi komunikatif).
4) Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang
dirumuskan dan materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa.
5) Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain
yang bersifat riil.
6) Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes,
penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar.
7) Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai
bentuk bahasa, tapi juga bentuk dan maknanya.
8) Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa
dalam tindak komunikasi nyata.
Metodologi Pembelajaran – KKG 14
Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih
bersifat evolusioner daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan pembelajaran
yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat, pelatihan lisan
dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan pengkajian,
penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian
tugas, pelaksanaan evaluasi.
4) Pendekatan Integratif Pendekatan Integratif dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang
menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi
interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa
aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan
diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan
berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan
keterampilan bahasa. Integratif antarbidang studi merupakan pengintegrasian
bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan
matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak
digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung
menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau
yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai
mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak
merasakan perpindahan materi.
Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu
dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan
kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.
Metodologi Pembelajaran – KKG 15
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia 1) Metode Audiolingual Metode audiolingual sangat mengutamakan drill (pengulangan). Metode itu
muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam belajar bahasa
target. Padahal untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan
cepat. Dalam audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa
yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan berkali-kali secara
intensif pola-pola kalimat. Guru dapat memaksa siswa untuk mengulang sampai
tanpa kesalahan.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan adalah (a) penyajian dialog atau
teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa mendengarkan
tanpa melihat teks yang dibaca, (b) peniruan dan penghafalan teks itu setiap
kalimat secara serentak dan siswa menghafalkannya, (c) penyajian kalimat
dilatihkan dengan pengulangan, (d) dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan
kemudian siswa memperagakan di depan kelas, dan (e) pembentukan kalimat
lain yang sesuai dengan yang dilatihkan
2) Metode Komunikatif Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan
berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap
pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan konkret yang merupakan produk
akhir. Sebuah produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat
dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistis. Sepucuk
surat adalah sebuah produk. Demikian pula, sebuah perintah, pesan, laporan,
atau peta, juga merupakan produk yang dapat dilihat dan diamati. Dengan
begitu, produk-produk tersebut dihasilkan melalui penyelesaian tugas yang
berhasil.
Contohnya menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan, (b)
mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c) mengajukan
Metodologi Pembelajaran – KKG 16
pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d) membuat catatan, (e)
menyusun catatan secara logis, dan (f) menyampaikan pesan secara lisan.
Dengan begitu, untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas
komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa
lebih intensif.
3) Metode Produktif Metode produktif diarahkan pada berbicara dan menulis. Siswa harus banyak
berbicara atau menuangkan gagasannya. Dengan menggunakan metode
produktif diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam
pikirannya ke dalam ketrampilan berbicara dan menulis secara runtun. Semua
gagasan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang komunikatif.
Yang dimaksud dengan komunikatif di sini adalah adanya respon dari lawan
bicara. Bila kita berbicara lawan bicara kita adalah pendengar, bila kita menulis
lawan bicara kita adalah pembaca.
4) Metode Langsung Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar
yang langsung menggunakan bahasa secara intensif dalam komunikasi. Tujuan
metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat
berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di
masyarakat.
Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya
melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
5) Metode Partisipatori Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa secara
penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa
didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat
menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau
fasilitator.
Metodologi Pembelajaran – KKG 17
Dalam metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek.
Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam
memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan
sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi,
pandai berperan sebagai moderator dan kreatif. Konteks siswa menjadi
tumpuan utama.
6) Metode Membaca Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami
teks bacaan yang diperlukan dalam belajar siswa.
Berikut langkah-langkah metode membaca:
1) Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru ke siswa. Hal
ini diberikan dengan definisi dan contoh ke dalam kalimat
2) Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam selama 10-15 menit
(untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya)
3) Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab
4) Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika
dipandang perlu oleh guru
5) Pembicaraan kosakata yang relevan
6) Pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau
membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya
yang berkaitan dengan isi bacaan.
7) Metode Tematik Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan
ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami
adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara
kontekstualitas, kontemporer, konkret, dan konseptual.
Metodologi Pembelajaran – KKG 18
Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan lingkungan
siswa yang terjadi saat ini. Begitu pula isi tema disajikan secara kontemporer
sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan siswa juga
harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Tema tidak disajikan secara abstrak
tetapi diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak
terlepas. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep
kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.
8) Metode Kuantum Quantum Learning (QL) merupakan metode pendekatan belajar yang bertumpu
dari metode Freire dan Lozanov. QL mengutamakan pecepatan belajar dengan
cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi
penguasaan diri. Gaya belajar dengan mengacu pada otak kanan dan otak kiri
menjadi ciri khas QL. Menurut QL bahwa proses belajar mengajar adalah
fenomena yang kompleks. Segala sesuatu dapat berarti setiap kata, pikiran,
tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru menggubah lingkungan,
presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses belajar
berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan
dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori,
membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
9) Metode Diskusi Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap
anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan tujuan untuk
memecahkan suatu masalah,menjawab suatu pertanyaan, menambah
pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan. Apabila
proses diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, pembelajaran dapat terjadi
secara langsung dan bersifat student centered (berpisat pada siswa) Dikatakan
pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai
melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan
keberhasilan pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian
Metodologi Pembelajaran – KKG 19
besar input pembelajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif aktif dan
meningkatkan belajar, serta mereka dapat menemukan hasil diskusi mereka.
10) Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work) Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kecil merupakan metode yang
banyak dianjurkan oleh para pendidik. Metode ini dapat dilakukan untuk
mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok kecil merupakan metode
pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut untuk memperoleh
pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama. Tugas guru
hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa. Yang ingin diperolah melalui
kerja kelompok adalah kemampuan interaksi sosial, atau kemampuan
akademik atau mungkin juga keduanya.
3. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia 1) Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Pembelajaran langsung adalah istilah yang sering digunakan untuk teknik
pembelajaran ekspositoris, atau teknik penyampaian semacam kuliah (sering
juga digunakan istilah “chalck and talk”).
Strategi pembelajaran langsung, merupakan bentuk dan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam staretgi ini guru memegang peran yang
sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran
secara terstruktur. Diharapkan, apa yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa
dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic
achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah dan demonstrasi,
merupakan bentuk-bentuk strategi pembelajaran langsung.
2) Strategi Pembelajaran Cooperative Learning Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses kerja sama dalam suatu kelompok yang bias terdiri atas 3 sampai 5
orang siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai
Metodologi Pembelajaran – KKG 20
tuntas. Strategi pembelajaran Cooperative Learning mulai populer akhir-akhir
ini. Melalui Cooperative Learning siswa didorong untuk bekerja sama secara
maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerja sama di sini
dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling bantu. Yang cepat harus
membantu yang lambat karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan
kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok: dan sebaliknya
keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok. Oleh karena itu, setiap
anggota harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.
Beberapa penulis seperti Slavin, Johnson, & Johnson, mengatakan ada
komponen yang sangat penting dalam strategi pembelajaran cooperative yaitu
kooperatif dalam mengerjakan tugas-tugas dan kooperatif dalam memberikan
dorongan atau motivasi.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar bahwa belajar
melalui kooperatif dapat dijelaskan dari bebrapa perspektif, yaitu perspektif
social, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif.
Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada
kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu.
Dengan demikian keberhasilan setiap indivindu pada dasarnya adalah
keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota
kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling
membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota
kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi
keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana
setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi
antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir
mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa
akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah
pengetahuan kognitifnya.
Metodologi Pembelajaran – KKG 21
3) Strategi Pembelajaran Problem Solving Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan
masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah
adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan
memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran
pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan
menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan
masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan
pemecahan masalah itu. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada
kedudukan pemecahan masalah itu, Mengajar memecahkan masalah berarti
pemecahan masalah itu sebagai isi atau content dari pelajaran: sedangkan
pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan
pemecahan masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi
pembelajaran.
Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah, pertama,
siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil: kedua,
pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-
persoalan untuk dipecahkan; dan lebih disukai persoalan yang banyak
kemungkinan cara pemecahanya; ketiga, siswa mnggunakan banyak
pendekatan dalam belajar; keempat, hasil dari pemecahan maslah adalah tukar
pendapat ( sharing ) di antara semua siswa.
4) Strategi Mengulang Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekadar membaca ulang
materi tertentu hanya untuk menghafal saja. Contoh lain dari strategi sederhana
adalah menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan,
dan sebagainya. Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk
kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.
Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi
mengulang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan
Metodologi Pembelajaran – KKG 22
pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan
bagian dari mengulang kompleks. Strategi tersebut tentunya perlu diajarkan ke
siswa agar terbiasa dengan cara demikian.
5) Strategi Elaborasi Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru
akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih
mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi
membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka
pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan
antara informasi baru dengan yang pernah ada.
Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan
PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara
informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat
melalui proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru
dari percampuran dua informasi itu.
Analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk
menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kiri
mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan informasi.
P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat
apa yang mereka baca. P4QR singkatan dari Preview (membaca selintas
dengan cepat), Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite,
dan review atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan
mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar
elaborasi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal informasi
bacaan.
Metodologi Pembelajaran – KKG 23
6) Strategi Organisasi Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan
bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi
terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih
kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengindentifikasian ide-ide atau
fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Bentuk strategi
organisasi adalah Outlining, yakni membuat garis besar. Siswa belajar
menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama.
Mapping, yang lebih dikenal dengan pemetaan konsep, dalam beberapa hal
lebih efektif daripada outlining. Mnemonics membentuk kategori khusus dan
secara teknis dapat diklasifikasikan sebagai satu strategi, elaborasi atau
organisasi. Mnemonics membantu dengan membentuk asosiasi yang secara
alamiah tidak ada yang membantu mengorganisasikan informasi menjadi
memori kerja. Strategi Mnemonics terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata
berkait.
Metodologi Pembelajaran – KKG 24
BAB III PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Mendengarkan di SD Pembelajaran mendengarkan dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama
dengan pembelajaran berbicara atau membaca. Hal penting yang perlu
dilakukan adalah perlunya perhatian terhadap proses mendengarkan itu sendiri.
Proses mendengarkan meliputi menerima lambang lisan, memberi perhatian,
dan menentukan makna. Ada berbagai macam mendengarkan yang dapat
dilakukan, seperti mendengarkan estetik, mendengarkan kritis, mendengarkan
komprehensif, dan sebagainya. Dalam mendengarkan estetik, misalnya, dapat
dilakukan langkah-langkah: (a) memprediksi, (b) menyusun imajinasi mental, (c)
menghubungkan dengan pengalaman pribadi, (d) menghubungkan dengan
pengalaman literatur, (e) memperhatikan keindahan dan kekuatan bahasa, dan
(f) menggunakan pengetahuan untuk pemahaman lebih lanjut.
Belajar berbahasa dimulai dengan mendengarkan, coba perhatikan bagaimana
anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan banyak
mendengar rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan dengan makna.
Setelah banyak mendengarkan ia mulai meniru ucapan-ucapan yang pernah
didengarnya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan.
Proses mendengarkan, mengartikan makna, dan mempraktekkan bunyi bahasa
itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancar
berbicara.
Melalui proses mendengarkan, orang dapat menguasai pengucapan fonem,
kosakata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat ini
sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca,
dan menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, atau
menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa
Metodologi Pembelajaran – KKG 25
keterampilan mendengarkan memang benar-benar menunjang keterampilan
berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran mendengarkan siswa diharapkan mampu: mendengarkan
dongeng, wacana lisan tentang deskripsi benda, teks pendek, puisi anak lisan,
pesan pendek, cerita anak, cerita teks drama, petunjuk denah, pengumuman,
pembacaan pantun, narasumber, cerita rakyat, cerpen anak, dan berita
(Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran mendengarkan
disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar
menguasai materi dan cara atau metode pengajaran mendengarkan. Khusus
dalam metode pengajaran mendengarkan tersebut guru harus mengenal,
memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran
mendengarkan. Metode pengajaran mendengarkan yang dapat diterapkan
untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
1). Metode Audiolingual
2). Metode Komunikatif
3). Metode Integratif
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran mendengarkan yang
dapat diterapkan di SD, antara lain: a) Mendengarkan Cerita Tujuan: Siswa dapat memaknai dengan cermat, cepat, dan tepat tentang cerita
yang didengarnya. Siswa mendengarkan cerita yang diputar atau dilisankan.
Alat yang digunakan: Kaset cerita dan tape recorder.
(Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara perseorangan
maupun kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat tentang
pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) putarkanlah kaset cerita yang
Metodologi Pembelajaran – KKG 26
cocok dengan siswa, (3) siswa mendengarkan cerita yang diputar tersebut, (4)
siswa secara berkelompok mengidentifikasikan cerita berdasarkan tempat,
pelaku (siapa dengan siapa), waktu, tentang apa, mengapa, bagaimana, dan
bermakna apa, (5) siswa mendiskusikan hasil identifikasi ke dalam kelompok,
(6) siswa melaporkan hasil diskusi tersebut di depan kelas dan kelompok lain
memberikan penilaian, (7) siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran
yang mereka lakukan pada hari itu.
b) Mendengarkan Berantai Tujuan: Siswa dapat memahami informasi yang dibisikkan oleh temannya
dengan cermat, cepat, dan tepat. Siswa mendengarkan informasi yang
disampaikan teman kemudian menyampaikan informasi yang didengar ke
teman sebelahnya secara berantai dalam kelompok.
Alat yang digunakan: Catatan informasi singkat, panjang, dan tidak beraturan
(ada tiga catatan informasi yang direkayasa).
(Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat tentang
pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok dengan anggota per kelompok sama jumlahnya, (3) siswa dalam
kelompok diatur dengan berjajar ke samping atau ke belakang, (4) setelah
posisi siswa sesuai dengan yang diharapkan, guru memanggil siswa yang
paling depan atau paling kanan/kiri untuk membaca catatan informasi yang
ditunjukkan guru secara rahasia, (5) siswa yang menerima informasi tersebut
secara cepat membisikkan informasi ke teman belakangnya atau sampingnya
(berdasarkan posisi kelompok), (6) secara berantai siswa membisikkan ke
teman berikutnya secara bergantian, (7) siswa yang paling belakang
mengucapkan dengan keras informasi yang diterimanya dari teman depannya,
(8) siswa depan mencocokkan dengan informasi yang asli (9) berikutnya, guru
dapat mengulang dengan informasi yang berjenis-jenis (beberapa informasi) ke
dalam satu kelompok secara bertahap, (10) siswa menyimpulkan tentang
kegiatan yang baru mereka laksanakan dan merefleksi pembelajaran yang
mereka lakukan pada hari itu.
Metodologi Pembelajaran – KKG 27
2. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Berbicara di SD Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kegiatan
yang menuntut keterampilan berbicara. Dialog dalam lingkungan keluarga
antara anak dan orang tua, antara ayah dan ibu antara anak-anak, menuntut
keterampilan berbicara. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi percakapan,
diskusi, di antara teman dengan teman, tetangga dengan tetangga, kawan
sepermainan, rekan sekerja, teman satu sekolah, dan sebagainya. Dari semua
situasi di atas dituntut keterampilan berbicara setiap individu yang ikut
berpartisipasi. Sebagai anggota masyarakat setiap individu dituntut terampil
berkomunikasi. Terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan
pikiran. Juga individu itu terampil pula menangkap informasi yang diterimanya.
Kesimpulannya setiap individu harus terampil menyampaikan informasi dan
terampil pula menerima informasi.
Ada beberapa model pembelajaran berbicara yang dilakukan, antara lain
percakapan, berbicara estetik, berbicara bertujuan, dan aktivitas drama
(Tompkins & Hosisson, 1995). Ada beberapa macam percakapan yang dapat
dilakukan siswa di dalam kelas, seperti analisis propaganda iklan,
membandingkan dua pelaku dalam dua cerita, atau topik-topik lain yang sesuai
dengan situasi dan kondisi sekolah. Untuk memulai percakapan dapat meminta
seorang siswa sebagai sukarelawan atau guru mengajukan pertanyaan. Agar
percakapan tetap berlangsung, siswa diminta secara bergantian memberi
komentar atau mengajukan pertanyaan atau mendukung pendapat orang lain.
Untuk menutup percakapan dapat dilakukan dengan pencapaian konsensus
atau kesimpulan yang disepakati bersama.
Berbicara estetik dapat berupa percakapan tentang sastra, bercerita, dan
teater pembaca. Percakapan tentang sastra dapat dilakukan setelah siswa
membaca atau mendengarkan karya sastra. Siswa dapat menyampaikan
pendapat dan komentar mereka tentang karya sastra yang baru mereka
baca/dengar. Bercerita (mendongeng) adalah kegiatan yang sangat
bermanfaat. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan sekaligus merangsang
Metodologi Pembelajaran – KKG 28
imajinasi anak. Langkah-langkah dapat bercerita adalah memilih cerita,
mempersiapkan diri untuk bercerita, menambah peraga, dan menyampaikan
cerita. Teater pembaca adalah presentasi pembacaan naskah drama oleh
sekelompok siswa. Langkah-langkah kegiatannya, memilih naskah, latihan, dan
presentasi.
Kegiatan berbicara bertujuan dapat berupa laporan lisan, wawancara, atau
debat. Dalam laporan lisan, siswa dapat diminta untuk memberikan informasi
topik tertentu atau melaporkan hasil membaca buku. Langkah-langkah pem-
belajarannya adalah memilih topik, mencari dan menyusun informasi, membuat
peraga, dan mempresentasikan. Wawancara juga dapat dilakukan oleh para
siswa sekolah dasar. Langkah-langkahnya perencanaan, melakukan
wawancara, dan berbagi pengalaman hasil wawancara. Debat juga dapat
dilakukan jika ada isu kontradiktif yang menarik. Sebagian siswa mungkin
setuju atau tidak setuju terhadap isu tersebut. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah tentukan isu/usul, mengelompokkan siswa yang setuju
dan yang tidak setuju, dan melakukan debat. Untuk melaksanakannya dapat
dilakukan prosedur: (1) pertanyaan pertama dan ketiga mendukung usul, (2)
pertanyaan kedua dan keempat menolak, (3) pertanyaan sanggahan pertama
dan ketiga disampaikan kelompok siswa setuju, dan (4) pertanyaan sanggahan
kedua dan keempat dilakukan kelompok siswa tak setuju.
Aktivitas drama dapat dilakukan melalui model pembelajaran dengan metode
bermain peran, bermain boneka, dan pementasan drama. Bermain peran dapat
dilakukan baik dengan naskah yang sudah tersedia atau yang dibuat sendiri
oleh siswa. Jika tersedia media boneka, di sekolah dapat dilakukan kegiatan
sandiwara boneka. Sementara itu, pementasan drama dapat juga dilakukan
oleh siswa di kelas dengan segala kesederhanaan sesuai dengan situasi kelas.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran berbicara siswa diharapkan mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan: perkenalan, tegur sapa,
Metodologi Pembelajaran – KKG 29
pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, deklamasi, gambar, percakapan
sederhana, dongeng, kegiatan bertanya, bercerita, mendeskripsikan benda,
memberikan tanggapan/saran, bertelepon, mendeskripsikan secara lisan
tempat sesuai denah, petunjuk penggunaan suatu alat, berbalas pantun,
bertelepon, menceritakan hasil pengamatan, berwawancara, diskusi, bermain
drama, berpidato, melaporkan isi buku, dan baca puisi (Permendiknas No. 22
th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Pengajaran berbicara di SD harus dilaksanakan sebaik-baiknya melalui materi
pokok yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia di SD harus mengenal,
mengetahui, menghayati dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau
cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara
menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara
bagi siswa. Metode pengajaran berbicara yang dapat diterapkan untuk
pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
1) Metode Audiolingual
2) Metode Produktif
3) Metode Langsung
4) Metode Komunikatif
5) Metode Integratif
6) Metode Partisipatori.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat
diterapkan di SD, antara lain:
a) Bermain Peran Tujuan: Siswa dapat memerankan tokoh tertentu dengan ucapan yang tepat.
Siswa menirukan gaya tokoh yang diidentifikasikan dengan ucapan yang mirip
atau sama.
Alat yang diperlukan: Lembar folio kosong.
(Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Metodologi Pembelajaran – KKG 30
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan
hari itu, (2) siswa membagi diri ke dalam kelompok, (3) siswa
mengidentifikasikan tokoh yang akan diperankan, (4) siswa memerankan tokoh
di depan kelompok lain, (5) kelompok lain memberi komentar tentang peran dari
anggota kelompok lain, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
b) Cerita Berangkai Tujuan: Siswa dapat melanjutkan cerita yang disampaikan temannya dengan
tepat dan dalam lingkup topik yang sama. Satu kelompok (5 orang) berdiri di
depan kelas kemudian bercerita tentang topik tertentu yang diawali dari kiri ke
kanan atau dari kanan ke kiri.
Alat yang diperlukan: Buku catatan
(Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan
hari itu, (2) siswa membagi kelompok, (3) kelompok menentukan topik yang
akan dibawakan di depan kelas, (4) siswa bercerita secara berangkai di depan
kelas, (5) kelompok lain memberi komentar tentang cerita berangkai temannya,
(6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
c) Menerangkan Obat/Makanan/Minuman/Benda Lainnya Tujuan: Siswa dapat menjelaskan sesuatu secara runtut dan benar. Siswa
menerangkan sebuah benda yang sudah mereka kenal. Dalam waktu singkat
mereka menerangkan mengenai karakter benda tersebut. Benda dapat berupa
minuman, obat-obatan, makanan, tas, sepatu, dan lain-lain.
Alat yang diperlukan: Botol obat, botol minuman, makanan instant, tas, bolpoint,
dan lain-lain.
(Kegiatan dilakukan secara kelompok).
Metodologi Pembelajaran – KKG 31
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan
hari itu, (2) siswa mengambil benda yang mereka kenal, (3) dalam waktu dua
menit, secara bergantian siswa menerangkan karakteristik benda yang mereka
bawa ke dalam kelompok, (4) siswa lain memberi komentar tentang penjelasan
temannya, (50 siswa merefleksikan proses pembelajaran yang mereka alami,
(6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu. 3. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Membaca di SD Pembelajaran membaca dapat menggunakan pendekatan proses (Tomkins &
Hoskisson, 1995). Proses yang dimaksud adalah proses membaca. Penelitian
Syamsi (2000) menyimpulkan bahwa pembelajaran membaca dengan
menggunakan pendekatan proses dapat meningkatkan keterampilan membaca
siswa. Menurut hasil penelitian Palmer et.al. (1994) antara lain disebutkan
bahwa siswa akan mendapatkan keuntungan jika proses, seperti proses mem-
baca, diperagakan di hadapan siswa.
Adapun proses membaca meliputi: persiapan untuk membaca, membaca,
merespon, mengeksplorasi teks, dan memperluas interpretasi.
Proses membaca tidak dimulai dengan membuka buku dan langsung membaca
(Tomkins & Hoskisson, 1995), tetapi melalui persiapan. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan adalah (1) memilih buku/bacaan, (2) menghubungkan
buku/bacaan dengan pengalaman pribadi dan pengalaman membaca
sebelumnya, (3) memprediksi isi buku/bacaan, dan (4) mengadakan tinjauan
pendahuluan terhadap buku/bacaan.
Pada tahap kedua dalam proses membaca, siswa membaca buku atau bacaan
secara keseluruhan. Ada lima macam model membaca (Tomkins & Hoskisson,
1995), yakni 1) membaca nyaring (reading aloud), 2) membaca bersama
(shared reading), 3) membaca berpasangan (buddy reading), 4) membaca
terbimbing (guided reading), dan 5) membaca bebas (independent reading).
Pada tahap ketiga, merespon, siswa memberi respon terhadap kegiatan
membaca mereka dan terus berusaha memahami isi. Ada dua langkah yang
Metodologi Pembelajaran – KKG 32
dapat dilakukan siswa untuk tahap ini (Tomkins & Hoskisson, 1995), yakni 1)
membaca dalam format membaca, dan 2) berpartisipasi dalam percakapan
klasikal.
Setelah memberi respon, para siswa kembali memperhatikan buku/bacaan
untuk menggali isinya lebih dalam lagi. Para siswa dapat melakukan langkah-
langkah: 1) membaca ulang buku/bacaan, 2) menguji keahlian khusus penulis
(the author's craft), 3) mempelajari kosakata baru, dan 4) berpartisipasi dalam
pengajaran singkat yang dilakukan guru.
Pada tahap terakhir dalam proses membaca, memperluas interpretasi. dapat
dilakukan kegiatan-kegiatan: 1) memperluas interpretasi dan pemahaman, 2)
merefleksikan pemahaman, dan 3) menilai pengalaman membaca (Tomkins &
Hoskisson, 1995). Ketiga kegiatan itu dapat dilakukan dengan melibatkan
keterampilan berbahasa yang lain, seperti berbicara dan menulis. Kegiatan
seperti bermain peran/drama atau melakukan tugas/proyek khusus juga dapat
dilakukan.
Jika dilihat kembali tahap-tahap membaca seperti disarankan dilakukan dalam
pembelajaran membaca dengan pendekatan proses di atas, tampak bahwa
terdapat begitu banyak kegiatan. Keterlibatan siswa dalam setiap kegiatan itu
sangat berharga dan berguna untuk perkembangan keterampilan membaca.
Pada pembelajaran membaca dengan pendekatan proses, siswa benar-benar
belajar bagimana caranya membaca. Mereka tidak hanya belajar bagaimana
membunyikan tulisan, tetapi mereka juga belajar bagaimana memilih bacaan
yang menarik, melakukan kegiatan membaca dengan berbagai bentuk,
memberi respon, menggali bacaan secara lebih mendalam, serta melakukan
kegiatan lanjutan untuk lebih dapat memahami bacaan. Setiap ada kesulitan
akan selalu berusaha dipecahkan dengan bantuan orang-orang lain baik teman
sekelompok, sekalas, maupun guru. Dengan demikian, sudah tiba waktunya
untuk mengubah model pendekatan pembelajaran membaca secara tradisional
Metodologi Pembelajaran – KKG 33
yang sudah berlangsung selama ini dengan pendekatan proses yang secara
teoritik dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca.
Pengembangan keterampilan membaca pertama-tama dibebankan kepada
guru bahasa Indonesia SD. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, guru harus
mengarahkan siswanya agar dapat:
1) membaca atau melek huruf
2) memahami pengertian dan peranan membaca
3) memahami teori dasar membaca
4) memiliki minat baca
5) memiliki keterampilan membaca
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran membaca siswa diharapkan mampu: memahami teks
dengan membaca nyaring, membaca lancar, membaca puisi anak, membaca
dalam hati, membaca intensif, membaca dongeng, memahami teks dengan
membaca intensif (150-200 kata), membaca puisi, memahami teks agak
panjang (150-200 kata), petunjuk pemakaian, makna kata dalam
kamus/ensiklopedi, membaca pantun, membaca teks percakapan, membaca
cepat 75 kata/menit, dan membaca puisi, membaca sekilas, membaca
memindai, membaca cerita anak, dan membaca teks drama (Permendiknas No.
22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini
dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian
materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal,
memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran
membaca. Metode pengajaran membaca yang dapat diterapkan untuk
pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
1) Metode Membaca
2) Metode Komunikatif
3) Metode Integratif
4) Metode Tematik
Metodologi Pembelajaran – KKG 34
5) Metode Kuantum
6) Metode Partisipatori
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran membaca yang dapat
diterapkan di SD, antara lain:
a) Mengubah Bacaan ke dalam Gambar Tujuan: Siswa dapat memaknai bacaan dengan cara membuat gambar
menurut persepsinya. Siswa membaca sebuah bacaan. Kemudian, siswa
membuat gambar yang dapat menampung isi bacaan.
Alat yang digunakan: Teks bacaan dan alat tulis menulis.
(Kegiatan tersebut dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan pengantar mengenai teknik
pembelajaran mengubah bacaan ke dalam gambar, (2) guru membagikan teks
bacaan kepada masing-masing siswa, (3) siswa mulai membaca, setelah itu
langsung menuangkan ke dalam gambar, (4) siswa memberikan makna gambar
tersebut, (5) siswa mempresentasikan hasil pemaknaan yang mereka buat, (6)
siswa lain mengomentari presentasi temannya, (7) guru memberikan refleksi
hasil pembelajaran hari itu.
b) Membaca Bergantian Tujuan: Tujuan teknik pembelajaran membaca bergantian adalah agar
siswa dapat membaca bersuara sesuai dengan intonasi dan lafal dengan tepat.
Siswa dengan bersuara membaca tiap paragraf secara bergantian dengan
pasangannya.
Alat yang diperlukan: Teks bacaan.
(Kegiatan ini dilakukan secara berpasangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang
pembelajaran hari itu, (2) guru mengajak siswa untuk berpasangan, (3) siswa
membuka buku bacaan dan membaca pada bab yang sudah ditentukan dengan
bersuara, (4) siswa (pasangannya) mendengarkan dan memberikan penilaian
Metodologi Pembelajaran – KKG 35
kepada pasangannya yang sedang membaca, (5) siswa saling berdiskusi
mengenai kekurangan masing-masing baik intonasi dan lafal dalam membaca,
(6) siswa mengomentari hasil pembelajaran tersebut, (7) guru merefleksikan
kegiatan hari itu.
c) Membaca Memindai Tujuan: Siswa dapat menemukan secara cepat kata, nomor, lambang, dan
apa saja yang dibutuhkan dari daftar panjang, pengumuman, iklan, daftar
telepon, dan nomor acak. Siswa dalam melakukan kegiatan membaca disuruh
menemukan nomor, gambar, atau kata yang dianggap penting.
Alat yang digunakan: Daftar kata, nomor, gambar, atau simbol.
(Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan sedikit pengantar tentang teknik
membaca memindai, (2) guru memberikan daftar kata, nomor, atau simbol (pilih
salah satu), (3) siswa mengidentifikasi daftar sambil memberi tanda garis
bawah pada yang dianggap penting berdasarkan pertanyaan yang diberikan,
misalnya cari nomor telepon 4266532, (4) siswa melaporkan hasilnya di depan
kelas, (5) siswa lain mengomentari hasil presentasi temannya, (6) guru
merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
d) Membaca Ekstensif Tujuan: Siswa dapat mengintegrasikan isi bacaan dari berbagai bacaan
dalam topik yang sama. Siswa menjelaskan inti bacaan menurut persepsinya
masing-masing setelah membaca topik yang sama dari berbagai bacaan
(koran, majalah, buku teks, dan buku pengetahuan tentang topik yang sama).
Alat yang digunakan: Berbagai macam bacaan yang berbeda-beda dalam
topik yang sama.
Cara menerapkannya: (1) guru memberikan penjelasan mengenai teknik
pembelajaran membaca ekstensif, (2) guru memberikan masing-masing siswa
Metodologi Pembelajaran – KKG 36
bacaan dengan topik yang sama, antara siswa yang satu dengan yang lain
tetapi berbeda sumber (ada yang dari koran, majalah, dsb), (3) dalam waktu
tertentu bacaan secara bergilir saling dipertukarkan, (4) siswa memberikan
penjelasan inti dari masing-masing bacaan yang mereka baca, (5) siswa lain
memberikan tanggapan mengenai penjelasan temannya, (6) guru memberikan
refleksi kegiatan hari itu. 4. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Menulis di SD Penelitian Syamsi (2000) juga menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis
dengan pendekatan proses dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa.
Untuk itu, strategi ini kiranya dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif
kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran menulis dengan pendekatan proses meliputi lima tahap, yakni
pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi (Tomkins &
Hoskisson, 1995). Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tahap ini
sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.
Sebagian besar waktu menulis dihabiskan dalam tahap ini. Adapun hal-hal
yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah: (1) memilih topik, (2)
mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, dan (3) memperoleh dan
menyusun ide-ide. Siswa dipersilakan untuk menentukan topik karangan
sendiri. Jika ada siswa yang merasa kesulitan, guru dapat membantunya
dengan mengadakan brainstorming (urun rembug) untuk menentukan beberapa
macam topik kemudian meminta siswa yang merasa kesulitan memilih topik
tersebut untuk memilih salah satu yang paling menarik di antara topik-topik itu.
Melalui kegiatan pramenulis, siswa berbicara, menggambar, membaca dan
bahkan menulis untuk mengembangkan informasi yang diperlukan untuk topik-
topik mereka.
Ketika siswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka perlu untuk berpikir
tentang tujuan dari menulis yang akan mereka lakukan. Apakah mereka akan
menulis untuk menghibur, menginformasikan sesuatu, atau mempersuasi?
Metodologi Pembelajaran – KKG 37
Selain itu mereka juga perlu merencanakan apakah mereka menulis untuk
dirinya sendiri atau untuk orang lain yang bisa teman sekelas, orang tua, nenek,
kakek, paman, atau yang lain. Para siswa juga harus mempertimbangkan ben-
tuk tulisan yang akan mereka buat. Apakah cerita, surat, puisi, laporan atau
jurnal. Dalam satu kegiatan menulis hendaknya ditentukan satu bentuk tulisan
saja.
Para siswa melakukan berbagai kegiatan untuk berusaha memperoleh dan
menyusun ide-ide untuk menulis. Graves (1983) menyebut penulis
mempersiapkan diri untuk menulis sebagai kegiatan persiapan. Ada beberapa
macam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan, seperti (1) menggambar, (2)
mengelompokkan, (3) berdiskusi, (4) membaca, (5) bermain peran, atau (6)
menulis cepat.
Pada tahap menulis draf siswa diminta hanya mengekpresikan ide-ide meraka
ke dalam tulisan kasar. Karena penulis tidak memulai menulis dengan
komposisi yang siap seperti disusun dalam pikiran mereka, siswa memulai
menulis draf ini dengan ide-ide yang sifatnya tentatif. Pada tahap membuat draf
ini, waktu lebih difokuskan pada mengeluarkan ide-ide dengan sedikit atau tidak
sama sekali memperhatikan pada aspek-aspek teknis menulis seperti ejaan,
penggunaan istilah, atau struktur.
Pada tahap merevisi siswa memperbaiki ide-ide mereka dalam karangan.
Merevisi bukanlah membuat karangan menjadi lebih halus, tetapi kegiatan ini
lebih berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan
penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
pembaca. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap ini ada-
lah: (1) membaca ulang seluruh draf, (2) sharing atau berbagi pengalaman
tentang draf kasar karangan dengan teman dalam kelompok, dan (3)
mengubah atau merevisi tulisan dengan memperhatikan reaksi, komentar atau
masukan dari teman atau guru.
Metodologi Pembelajaran – KKG 38
Setelah menyelesaikan draf kasar, siswa memerlukan waktu untuk bersitirahat
dan menjauhkan diri dari karangan mereka. Setelah itu, barulah siswa
membaca kembali draf kasar mereka dengan pikiran yang segar. Ketika siswa
membaca inilah, mereka membuat perubahan, seperti: menambah,
mengurangi, menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian tertentu dalam
draf karangan. Bisa juga mereka menandai bagian-bagian yang akan diubah itu
dengan memberinya tanda-tanda tertentu atau simbol, atau dengan menggaris
bawahi.
Dalam kelompok, siswa mengadakan tukar pikiran dengan teman sekelompok
atau sekelas. Kelompok-kelompok menulis ini sangat penting di mana guru dan
siswa berbicara, atau memberi komentar tentang cara-cara untuk merevisi
(Calkins, 1983). Kelompok ini dapat dibuat secara spontan atau kelompok yang
sudah dibuat sebelumnya. Adapun kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini
adalah: (1) penulis membaca karangannya, (2) para pendengar (siswa lain)
memberi komentar, (3) penulis membuat pertanyaan, (4) pendengar
memberikan saran, (5) proses itu diulang (sampai semua tampil dalam
kelompoknya untuk membacakan dan meminta respon temannya), dan (6)
penulis merencanakan untuk merevisi. Dalam kegiatan ini, guru bisa membantu
siswa dengan berkeliling dan memonitor setiap kelompok. Kadang-kadang
siswa mendapatkan kesulitan yang tidak dapat dipecahkan dalam kelompok
sehingga memerlukan uluran tangan guru.
Setelah bekerja dalam kelompok, yakni bertukar pikiran dengan teman
sekelompok tentang draf tulisan dan mendapatkan masukan, siswa siap untuk
merevisi. Mereka mungkin menambah, mengurangi, menghilangkan atau
memindahkan bagian-bagian tertentu yang dirasa perlu untuk diubah.
Tahap berikutnya adalah menyunting. Fokus dari tahap menyunting ini adalah
mengadakan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Siswa
memperbaiki karangan mereka dengan memperbaiki ejaan atau kesalahan
mekanik yang lain. Tujuannya adalah untuk membuat karangan lebih mudah
dibaca orang lain.
Metodologi Pembelajaran – KKG 39
Adapun aspek-aspek mekanik yang diperbaiki adalah penggunaan huruf besar,
ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah dan kosakata serta format karangan.
Waktu yang paling tepat untuk mengajarkan aspek-aspek mekanik ini ialah
pada tahap menyunting bukannya melalui latihan-latihan pada buku kerja
siswa.
Pada tahap menyunting ini, siswa melakukan kegiatan: (1) menjauhkan diri dari
karangan, (2) membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (3)
memperbaiki kesalahan. Siswa akan menjadi penyunting yang baik jika mereka
dijauhkan untuk sementera waktu dari karangan yang akan disunting. Selama
tahap-tahap menulis sebelumnya siswa begitu familiar dengan karangan
mereka. Setelah cukup waktu, siswa dengan keadaan segar akan menyunting
karangan dengan perspektif baru. Siswa mungkin melakukan penyuntingan
untuk karangan sendiri atau membantu karangan milik temannya.
Dalam menyunting, siswa membaca cepat karangan untuk menentukan dan
menandai kemungkinan bagian-bagian tulisan yang salah. Guru dapat
menunjukkan cara membaca cepat ini misalnya dengan membaca karangan
salah satu siswa. Guru membaca karangan itu dengan lambat dan menandai
kemungkinan bagian-bagian karangan yang salah dengan pensil atau pulpen.
Dalam kegiatan membaca dan menandai bagian yang mungkin salah, siswa
dapat menggunakankan daftar chek untuk menentukan tipe-tipe kesalahan.
Setiap tingkatan kelas siswa, dapat menggunakan daftar chek yang berbeda
tergantung tinggi rendahnya kelas siswa.
Setelah siswa membaca cepat dan menentukan kemungkinan kesalahan yang
sebanyak mungkin ada dalam karangan mereka, siswa kemudian
memperbaikinya secara individu atau dengan bantuan orang lain. Beberapa
kesalahan mungkin ada yang mudah untuk dikoreksi, ada yang perlu dilihat
pada kamus, atau ada yang perlu bantuan dari guru secara langsung. Di sinilah
kebermaknaan pembelajaran tata tulis yang dapat meliputi ejaan, tanda baca,
Metodologi Pembelajaran – KKG 40
dan penggunaan struktur atau istilah. Siswa benar-benar meresapi keterangan
dan perbaikan dari guru atau teman sekelas.
Pada tahap mempublikasi, tahap akhir menulis, siswa mempublikasikan tulisan
mereka dalam bentuk yang sesuai atau berbagi tulisan dengan pembaca yang
telah ditentukan. Pembaca bisa teman sekelas, guru, pegawai sekolah, atau
bahkan kepala sekolah. Adapun bentuk-bentuk tulisan yang bisa digunakan
adalah buku, jurnal, laporan, atau tulisan lain. Penentuan bentuk tulisan ini
ditetapkan berdasarkan kesepakatan siswa.
Dalam tahap mempublikasi ini, dapat juga dilakukan dengan konsep author
chair atau kursi penulis. Siswa yang telah selesai melakukan kegiatan menulis,
maju ke depan dan duduk di kursi itu. Selanjutnya ia membaca hasil karyanya,
sementara itu para siswa lain dan guru memberikan perhatian dan
menyempaikan aplaus dengan bertepuk tangan setelah pembacaan selesai.
Pembacaan hasil karya siswa itu dapat meliputi sebagian atau seluruh siswa.
Menurut Tomkins & Hoskisson (1995) tahap-tahap yang tercepat dalam proses
menulis itu tidak merupakan kegiatan yang linier. Pada dasarnya proses
menulis bersifat nonlinier, merupakan suatu putaran yang berulang. Ini berarti
setelah penulis merevisi tulisannya mungkin ia melihat ke tahap sebelumnya,
misalnya ke tahap pramenulis untuk melihat kesesuaian isi tulisan dengan
tujuan menulis.
Di samping itu, dalam pelaksanaannya, setiap siswa mungkin akan berada
pada tahap menulis yang tidak sama walaupun sebagian besar siswa mungkin
ada pada tahap yang sama. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik setiap
siswa berbeda, ada yang cepat berpikir, ada yang lambat, ada yang selalu
meminta bantuan orang lain, ada yang mandiri, dan sebagainya. Guru sebagai
kolabolator, bukan pemimpin kelas, harus bisa mengakomodasi setiap karakte-
ristik siswa. Guru hendaknya dapat menolong perkembangan keterampilan
menulis setiap siswa semaksimal mungkin.
Metodologi Pembelajaran – KKG 41
Setiap ada kesulitan yang dialami siswa, guru harus dapat menciptakan situasi
agar kesulitan siswa itu dapat dipecahkan, baik dengan bantuan orang lain,
teman sekelompok, sekelas, maupun guru. Ini berarti bahwa guru dituntut
memiliki kemampuan pengelolaan pembelajaran menulis dengan baik. Ia
bukanlah pemimpin kelas, tetapi merupakan kolabolator atau teman siswa
dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul dan membantu setiap
siswa yang memiliki kesulitan.
Jika dilihat kembali tahap-tahap menulis seperti yang disarankan dilakukan
dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses di atas, nampak
bahwa terdapat begitu banyak kegiatan. Keterlibatan siswa dalam setiap
kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk pengembangan keterampilan
menulis mereka.
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan menulis paling kecil bila
dibandingkan dengan kegiatan mendengarkan, berbicara, atau membaca.
Urutan anak-anak yang belajar berbahasa selalu mulai mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Dalam literatur pengajaran bahasa pun
urutan keempat keterampilan selalu ditulis mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
Walaupun posisi menulis selalu di belakang tidak berarti peranan menulis juga
di belakang atau kecil. Berbagai aktivitas orang terpelajar menunjukkan bahwa
peranan menulis cukup penting dalam kehidupan manusia modern.
Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan
menulis itu adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya
agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia di SD harus dapat
menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswa.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran menulis siswa diharapkan mampu: menulis permulaan
dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi. Menyalin huruf
Metodologi Pembelajaran – KKG 42
tegak bersambung melalui kegiatan dikte. Menyalin melalui kegiatan
melengkapi cerita dan dikte. Mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin
puisi anak. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk
paragraf dan puisi dalam karangan sederhana dan puisi. Menulis dalam bentuk
percakapan, petunjuk, cerita, dan surat. Menulis pengalaman secara tertulis
dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis bentuk ringkasan,
laporan, dan puisi bebas informasi secara tertulis dalam bentuk formulir,
ringkasan, dialog, dan parafrase naskah pidato dan surat resmi (Permendiknas
No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran menulis disukai oleh siswa. Hal ini dapat
terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi.
Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami,
menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran menulis.
Metode pengajaran menulis yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa
Indonesia di SD antara lain:
a) Metode Produktif
b) Metode Komunikatif
c) Metode Integratif
d) Metode Tematik
e) Metode Kuantum
f) Metode Partisipatori
g) Metode Konstruktif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat
diterapkan di SD, antara lain:
a) Menulis dari Gambar Teknik pembelajaran menulis dari gambar bertujuan agar siswa dapat menulis
dengan cepat berdasarkan gambar yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan
gambar kebakaran yang melanda sebuah desa. Dari gambar tersebut siswa
dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan gambar. Alat yang
dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi sesuai dengan tema
Metodologi Pembelajaran – KKG 43
pembelajaran, yang berukuran sama dengan kalender besar. Teknik ini dapat
dijalankan secara perseorangan maupun secara kelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru menempelkan
beberapa gambar di depan kelas, (3) setelah siswa melihat gambar tersebut,
siswa mulai mengidentifikasi gambar dan dari identifikasi itu siswa membuat
tulisan secara runtut dan logis, (4) guru bertanya kepada siswa tentang alasan
tulisan yang dibuatnya, dan (5) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
Upayakan gambar yang disajikan sesuai dengan tema pembelajaran yang
dipelajari pada minggu itu. Guru dapat memilih gambar yang cocok dengan
karakteristik kelas. Gambar yang telah digunakan siswa dapat ditarik kembali
untuk bahan pembelajaran berikutnya.
b) Menulis Objek Langsung Tujuan: Agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang
dilihat. Guru menunjukkan objek kepada siswa di depan kelas, misal boneka,
vas bunga, mobil-mobilan, dan lain-lain. Dari objek tersebut siswa dapat
membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarka objek yang dilihatnya. Alat
yang dibutuhkan adalah objek-objek yang bervariasi sesuai dengan tema
pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara
berkelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru memajang
beberapa objek di depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek tersebut, siswa
mulai mengidentifikasi objek, (4) siswa membuat tulisan secara runtut dan logis,
(5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan tulisan yang dibuatnya, dan (6)
guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
c) Pembandingan Objek Langsung Teknik pembelajaran ini bertujuan agar siswa dapat menulis perbandingan
berdasarkan objek yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan dua benda (objek)
Metodologi Pembelajaran – KKG 44
yang sama tetapi berbeda bentuk, warna, fungsi, dan lain-lain. Siswa menulis
dengan cara membandingkan dua objek yang telah diidentifikaikannya. Dari
objek tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis
berdasarkan objek yang dilihat.
Alat yang dibutuhkan adalah benda-benda yang bervariasi sesuai denga tema
pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan baik perorangan maupun kelompok.
Cara menerapkan: (1) Guru menyampaikan pengantar, (2) guru memajang dua
benda (objek) yang sama namun lain warna, fungsi, bentuk, dan lain-lain di
depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek tersebut, siswa mulai
mengidentifikasi objek, (4) siswa menulis perbandingan secara runtut dan logis,
(5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan tulisan yang dibuatnya. (6) guru
merefleksikan pembelajaran tersebut.
d) Meneruskan Tulisan Dari teknik pembelajaran meneruskan tulisan, diperoleh kemampuan siswa
dalam melengkapi ide atau gagasan secara baik dalam sebuah tulisan melalui
penambahan beberapa paragraf. Dalam proses melengkapi tersebut, siswa
beada dalam kondisi senang, ceria, dan penuh dengan tantangan dalam
komunitas belajar yang kompetitif.
Alat yang digunakan adalah lembaran fotokopi tulisan yang belum selesai
gagasannya, (tulisan tersebut semestinya 10 paragraf tetapi yang 3 paragraf
terakhir dibuang) kemudian siswa menambahkan paragraf sesuai dengan
idenya. Fotokopi sesuai dengan jumlah siswa. Pelaksanaan teknik ini dapat
berupa perseorangan atau kelompok.
Biasakan sebelum memulai, siswa dikondisikan melalui kegiatan persepsi lewat
berbagai cara, misalnya nyanyian, puisi, permainan, dan gerakan. Dalam
pelaksanaan teknik ini (1) guru memberikan persepsi atau pengantar, (2) bagi
kelompok (kalau penerapannya dalam kelompok), (3) guru memberikan rambu-
Metodologi Pembelajaran – KKG 45
rambu pelaksanaan, (4) guru memberikan lembar fotokopi kepada siswa, (5)
setelah diberi waktu dan aba-aba, siswa mengerjakan tugas berupa
meneruskan tulisan yang belum selesai dengan idenya sendiri, (6) setelah
waktu yang diberikan habis, siswa melaporkan hasilnya di depan kelas, (7) guru
bertanya kepada siswa alasan tulisan tersebut, dan (8) guru merefleksikan hasil
kegiatan tersebut.
5. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Sastra Salah satu model pembelajaran sastra yang apresiatif adalah pembelajaran
sastra dengan pendekatan resepsi sastra. Dalam penelitiannya terhadap siswa
SMP, Wiyatmi dan Syamsi (2002) menyimpulkan bahwa penerapan
pendekatan resepsi sastra dapat meningkatkan tingkat apresiasi sastra siswa
dan sikap siswa terhadap sastra. Oleh karena itu, strategi ini dipandang perlu
untuk dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran sastra.
Pembelajaran sastra dengan pendekatan resepsi sastra menghendaki siswa
untuk lebih banyak berinteraksi dengan karya sastra. Tanpa banyak diberikan
teori, siswa diminta langsung mengenal (dengan membaca atau
mendengarkan), menikmati, dan menghayati karya sastra dimaksud. Dengan
demikian, dengan model ini siswa banyak bergaul dengan karya sastra baik itu
mendengarkan, berbicara, dan membaca, maupun menulis.
B. Penerapan Metode dalam Menyusun Rancangan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
dinyatakan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
Metodologi Pembelajaran – KKG 46
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP terdiri dari: Identitas mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran
(pendahuluan, inti, penutup), penutup, dan penilaian hasil belajar, dan sumber
belajar.
Contoh RPP:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : V Semester : 1 Waktu : 2 x 35 menit (1 x Pertemuan) Topik : Cerita Rakyat Tanah Gayo
A. Standar Kompetensi Memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan B. Kompetensi Dasar Mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya. C. Indikator Setelah mempelajari topik ini siswa diharapkan dapat:
1. Menentukan tema cerita Putri Pukes. 2. Menentukan amanat cerita Putri Pukes. 3. Menyebutkan tokoh-tokoh cerita dalam cerita rakyat Putri Pukes. 4. Mengidentifikasi setting cerita (setting tempat dan setting waktu) dalam
cerita Putri Pukes. 5. Menuliskan kembali isi cerita Putri Pukes dengan kata-kata sendiri.
D. Konsep yang perlu dikuasai siswa
Tema cerita Amanat cerita Tokoh dan penokohan dalam cerita
Metodologi Pembelajaran – KKG 47
Setting cerita Menggunakan tanda baca yang tepat dan kalimat yang runtut ketika
menulis E. Nilai yang Diintegrasikan
1. Nilai Imtaq Nilai-nilai religius yang berkembang di suatu daerah sebagaimana
terungkap dalam tema dan amanat cerita. 2. Keragaman Budaya dan Kebajikan Lokal
Menghargai Keragaman Budaya di daerah lain, seperti: (1) adat perkawinan dan (2) situs budaya,
F. Pendekatan/Metode Pembelajaran: Pendekatan : Kontekstual Metode : Audiolingual Integratif, Diskusi G. Materi Pembelajaran Putri Pukes (Inen Mayak Pukes) Cerita Rakyat Tanah Gayo, Aceh Tengah Penulis: Teuku Alamsyah
Tersebutlah di Tanah Gayo seorang putri yang bernama Pukes. Di tempat asal cerita ini, Putri Pukes lazim juga disapa sebagai Inen Mayak Pukes. Putri Pukes sejak kecil hidup bahagia bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah adat gayo. Ketika menginjak usia dewasa, Putri Pukes telah menjadi gadis yang cantik jelita, bertabiat santun, dan penuh pengabdian kepada kedua orang tuanya.
Sebuah keluarga di kampung tetangga mendengar berita tentang Putri Pukes dan dia berniat melamar Putri Pukes untuk menjadi menantunya. Putri Pukes akan dikawinkannya dengan putranya Win Ara. Datanglah utusan ke rumah orang tua Putri Pukes untuk melamar sang gadis. Singkat cerita, lamaran diterima dan waktu acara pernikahan pun sudah ditetapkan.
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Pesta meriah ala Tanah Gayo pun berlang-sung. Tetamu datang dari berbagai penjuru desa. Tidak lupa pula ditampilkan Tari Guel, Tari Resam Berume, dan Tari Putri Bensu. Semua tetamu merasa terhibur. Acara pesta berlangsung tujuh hari tujuh malam. Prosesi Munenes pun digelar. Tangisan membahana
Esoknya adalah hari yang bersejarah bagi Putri Pukes. Ia harus rela berpisah dengan kedua orang tuanya, sanak saudaranya, handai tolan, dan rumahnya tercinta tempat ia mengukir kasih mesra bersama ayah bunda dan adik-adiknya. Ia harus rela pula berpisah dengan tepian Danau Laut Tawar, tempat
Metodologi Pembelajaran – KKG 48
ia mandi sejak kecil hingga ia dewasa. Semua itu harus ia tinggalkan. Putri Pukes akan mengiringi suaminya hidup bersama mertua di kampung suaminya. Sulit ia bayangkan kapan ia akan dapat kembali lagi ke kampung halamannya tercinta. Memang adat negerinya sudah demikian adanya.
Ketika akan berangkat meninggalkan rumahnya, ibundanya berpesan, “Wahai anakku Putri Pukes. Kini engkau telah dewasa, engkau telah bersuami. Kami telah mendidikmu dengan segenap kemampuan yang ada. Kini tempuhlah hidupmu dan jadilah dirimu sendiri. Kemesraan yang pernah ada antara kita kini akan berganti dengan kemesraan dalam bentuk yang lain. Dengarlah kata-kata suamimu dan berbaktilah padanya sebagaimana layaknya seorang istri. Janganlah engkau pernah bermasam muka pada suamimu. Semoga engkau menemukan kebahagiaan dalam hidupmu anakku! Satu lagi pesanku, “Setelah meninggalkan rumah ini jangan sekalipun engkau menoleh ke belakang. Teruslah berjalan ke kampung suamimu.”
Dalam keyakinan masyarakat Gayo turun-temurun, jika seorang pengantin baru tidak mengindahkan nasihat orang tuanya pada saat-saat ia akan meninggalkan keluarga asalnya untuk selanjutnya menetap di rumah mertuanya, biasanya akan terkena musibah. Musibah itu dapat bermacam-macam wujudnya.
Dengan diiringi pelukan sanak saudara, kerabat, dan handai tolannya, Putri Pukes pun menapakkan langkah meninggalkan semua yang dicintainya di kampung halamannya. Seberapa jauh lambaian tangan perpisahan mengiringi Kepergiannya, ia pun tak tahu pasti. Ia melangkah mengikuti langkah suaminya. Tiada cakap di antara mereka. Putri Pukes terlena dengan kepedihannya, tergagap dengan kerinduannya yang tak terkatakan. Perasaannya hanyut dalam derap langkah kakinya yang bergerak pelan.
Di tengah perjalanan batas antara kampungnya dan kampung suaminya, kerinduan Putri Pukes tak terbendung lagi. Tanpa sadar ia menoleh ke belakang. Tampak olehnya sayup-sayup atap rumahnya dan tampak pula sepintas pohon alpukat bergoyang bersama angin. Tampak nyata dalam kerinduannya wajah-wajah yang terlalu akrab dengannya, wajah-wajah yang akan dikenangnya sepanjang masa, wajah-wajah yang tulus ikhlas melepas kepergiannya. “Masih adakah hari untuk kita bersua lagi, wahai orang-orang tercinta?” demikian ia membatin. Putri Pukes semakin terbuai dengan lamunannya.
Tanpa disadarinya, suasana alam mulai tak bersahabat. Langit yang mulanya cerah, kini berselimut mendung. Butiran hujan mulai membasahi tubuhnya. Langit semakin kelam, hujan semakin deras disertai petir yang menggelegar. Putri Pukes dan suaminya terkesima. Semua berlangsung begitu cepat. Setelah cuaca bersahabat kembali, mentari menampakkan wajahnya lagi, sepasang
Metodologi Pembelajaran – KKG 49
suami istri itu pun hilang dari pandangan mata. Yang terlihat hanyalah dua buah batu menyerupai manusia. Kedua batu tersebut letaknya agak berjauhan. Memang demikianlah cerita ini berakhir, Putri Pukes dan suaminya telah menjadi batu dan hingga kini batu tersebut dapat dijumpai di daerah perbatasan Kota Takengon menuju Bintang.
2) Kaidah Penggunaan Tanda Baca (tanda titik, tanda koma, tanda titik
dua) Tanda baca berupa tanda titik, tanda koma harus digunakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam kaidah EYD. Contoh: Cerita itu sangat menarik. Kita harus patuh, sayang, dan berbakti kepada kedua orang tua. 3) Struktur kalimat bahasa Indonesia Contoh: Putri Pukes menceritakan tentang keadaan kampung halamannya. Kalimat tersebut tergolong sebagai kalimat yang salah strukturnya. Kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut. Putri Pukes bercerita tentang keadaan kampung halamannya. Putri Pukes menceritakan keadaan kampung halamannya. I. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
Memperkenalkan gambaran umum pembelajaran: Mendata Cerita Rakyat di NAD Membentuk kelompok: Setiap siswa diminta memilih
salah satu potongan karton manila dengan warna yang disenanginya. Potongan-potongan kertas manila diisi dalam sebuah kotak dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah siswa.
Potongan karton manila yang telah dipilih tidak boleh diperlihatkan kepada teman sekelas.
Setelah semua siswa
15 Menit
Metodologi Pembelajaran – KKG 50
mendapat potongan-potongan karton manila, mereka diminta mencari teman yang memilih potongan karton manila dengan warna yang sama.
Setiap siswa diminta duduk sekelompok dengan teman yang memilih potongan karton manila dengan warna yang sama.
2. Kegiatan Inti
Mendengarkan cerita Putri Pukes yang diceritakan oleh guru atau diperdengarkan mela lui tape recorder.
Cerita diperdengarkan sebanyak dua kali
Setiap siswa dalam kelompok mengidentifikasi tema, amanat, tokoh dan penokohan, serta setting cerita
Setiap kelompok berdiskusi dan membuat simpulan hasil diskusi
Setiap kelompok selama 7 menit diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
Kelompok lain diminta mengomentari
Setiap kelompok membuat simpulan hasil diskusi.
Membubarkan kelompok dan memberikan applus untuk kegiatan pembelajaran hari itu
Setiap siswa menuliskan kembali isi cerita dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa.
45 Menit
3. Kegiatan Penutup
Memberikan penguatan Membuat simpulan Menentukan batas-batas
tugas untuk pertemuan berikutnya.
Membuat refleksi/menulis jurnal tentang proses pembelajaran
15 Menit
Metodologi Pembelajaran – KKG 51
Referensi RPP: Depdiknas. 2007. Standar Isi KTSP. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Pintar Berbahasa Indonesia untuk Kelas V SD. Jakarta:
Depdiknas. Nurgiyantoro, Burhan. 2003. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:BPFE LK. Ara. 1989. Adat Budaya Tanah Gayo. (Tidak diterbitkan)
Metodologi Pembelajaran – KKG 52
LEMBAR KERJA SISWA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : V Semester : 1 Waktu : 2 x 35 menit (1 x Pertemuan) Topik : Cerita Rakyat Tanah Gayo I. Konsep
Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat: Nilai Agama Nilai Budaya Nilai Moral
II. Hasil yang Diharapkan
Siswa dapat membuat sinopsis Cerita Rakyat NAD Siswa dapat menuliskan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat
yang dibacanya. III. Prosedur
1) Setelah pulang sekolah, kunjungilah perpustakaan wilayah atau toko-toko buku.
2) Carilah buku-buku cerita rakyat NAD. 3) Bacalah cerita-cerita tersebut dengan cermat. 4) Pilihlah sebuah cerita dan buatlah sinopsis atau ringkasan cerita. 5) Identifikasikablah nilai agama, nilai budaya, dan nilai moral yang
terdapat dalam cerita rakyat yang kamu baca. 6) Tulislah masing-masing sebuah contoh kutipan nilai agama, nilai
budaya, dan nilai moral dalam cerita rakyat yang kamu baca.
IV. Nilai yang Dikembangkan 1. Nilai Kebajikan Lokal
Dapat menerapkan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita rakyat dalam kehidupan
Menumbuhkan apresiasi siswa terhadap cerita rakyat NAD.
2. Nilai Keragaman Budaya Menumbuhkan kesadaran siswa bahwa di NAD terdapat beragam
cerita rakyat. Melalui cerita rakyat, siswa mengenal keragaman budaya di NAD.
Metodologi Pembelajaran – KKG 53
V. Hasil Temuan 1) Cerita-cerita Rakyat NAD
Amat Rhang Manyang Si Tanggang dari Haloban Ompung Garagasi Putri Pukes Putri Bensu Malem Diwa Si Pikhikh dan Bekhudihe Atu Belah Teumaleuk Putri Naga Pulo Asok Nun Parisi
2) Nilai-nilai dalam Cerita Rakyat
a) Nilai Agama Mendengar nasihat orang tua Berbakti pada orang tua Mendirikan shalat Berikhtiar dan berdoa
b) Nilai moral Memupuk rasa setia kawan Menghargai orang lain Menjauhkan sifat iri dan dengki Menjunjung tinggi sopan santun
c) Nilai Budaya Adat perkawinan di Tanah Gayo Acara peusijuek di Aceh Selatan Mengangkat tangan kanan ketika menyapa orang lain Tradisi “Rabu Abeh” pada bulan Safar
Metodologi Pembelajaran – KKG 54
LEMBAR EVALUASI
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : V Semester : 1 Waktu : 2 x 35 menit (1 x Pertemuan) Topik : Cerita Rakyat Tanah Gayo Prosedur Evaluasi Ranah yang Diukur Cara Penilaian Skor Penilai A. Kognitif Tes tentang: tema, amanat, penokohan, setting, dan kemampuan menulis.
Akademik Promt (penilaian proses) dilakukan secara lisan
Tes tertulis menyangkut a. unsur intrinsik cerita b. Kemampuan
menulis cerita
10-50 10-50
Guru
B. Afektif Apresiasi terhadap budaya daerah
Pengamatan Tinggi Sedang Rendah
Guru
C. Psikomotor -- -- -- Butir Soal 1) Tuliskan tema yang terkandung dalam cerita Putri Pukes! 2) Tuliskan amanat yang terdapat dalam cerita Putri Pukes! 3) Sebutkan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita Putri Pukes! 4) Sebutkan setting tempat dan setting waktu dalam cerita PutriPukes! 5) Tulislah kembali cerita Putri Pukes dengan kata-katamu sendiri!
Metodologi Pembelajaran – KKG 55
BAB IV RANGKUMAN
Ada perbedaan yang mendasar antara pengertian pendekatan, metode, teknik,
dan strategi. Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan
ke pencapaian tujuan. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam
rangka mengimplementasikan suatu metode. Strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia: pendekatan Whole
Language, kontekstual, komunikatif, dan integratif. Jenis-jenis metode
pembelajaran bahasa Indonesia: metode audiolingual, komunikatif, produktif,
langsung, partisipatori, membaca, tematik, kuantum, diskusi, dan kerja
kelompok kecil (small-group work). Jenis-jenis strategi pembelajaran: langsung
(direct instruction), cooperative learning, problem solving, mengulang,
elaborasi, dan organisasi.
Metodologi Pembelajaran – KKG 56
BAB V PENILAIAN
I. Essai
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan tepat!
1. Jelaskan perbedaan antara pengertian pendekatan, metode, teknik,
dan strategi!
2. Berikan alasan mengapa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
SD guru dapat menggunakan pendekatan Whole Language!
3. Jelaskan kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran bahasa Indonesia!
4. Berikan alasannya, mengapa dalam pembelajaran bahasa Indonesia
guru dapat menggunakan metode audiolingual !
5. Jelaskan perbedaan antara strategi cooperative learning dengan
problem solving!
II. Tugas Kerjakanlah tugas di bawah ini di lembar kerja!
1. Buatlah rancangan pembelajaran bahasa Indonesia (RPP) Kelas
yang diampu berdasarkan SK dan KD yang terdapat dalam Standar
Isi!
2. Berdasarkan RPP yang dibuat, susunlah Lembar Kerja Siswa dan
Lembar Evaluasi!
Metodologi Pembelajaran – KKG 57
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Teuku. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Banda Aceh: FKIP Universitas Syiah Kuala.
Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching. Third Edition. New Jersey : Prentice Hall Regents.
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
_______________. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun
2006 Tanggal 23 Mei 2006, tentang Standar Isi. Jakarta. Hernowo. 2005. Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar dengan
Menggunakan Pendekatan Kontekstual. Bandung: MLC. Kemper, Dave dkk. 1997. Writters Express A Handbook for Young Writters,
Thinkers, and Learners. Burlington: Write Source Educational Publishing House.
Kagan, Spencer. 1992. Cooperative Learning. San Juan Capistrano: KCL Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo. Johnson, Elaine. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung : MLC Mahmud, Saifuddin. 2003. “Pendekatan Kontekstual” Makalah Disajikan pada
Peringatan Bulan Bahasa, 28 Oktober 2003, Balai Bahasa Banda Aceh. Piegeat, J. 1971. Psychology and Epistemology. New York: The Viking Press. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar
Proses. Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi. Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana. ____________. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Metodologi Pembelajaran – KKG 58
Suyatno, 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Penerbit
Surabaya Intelektual Club.
Metodologi Pembelajaran – KKG 59
GLASARIUM A Academic achievement : kemampuan akademik Acquiring knowledge : menambah pengetahuan baru Activing knowledge : proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
Applying knowledge : mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
dalam kehidupan nyata
B bulletin board : papan buletin
C Cooperative Learning : strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
kerja sama dalam suatu kelompok
D Direct Instruction : strategi Pembelajaran Langsung
F Feed back : umpan balikan
Functional communication activies : kegiatan-kegiatan komunikatif fungsional
M Metode Partisipatori Mapping : pemetaan konsep
Metode pembelajaran partisipatori : lebih menekankan keterlibatan siswa
secara penuh.
Mnemonics : membentuk kategori khusus dan secara teknis dapat
diklasifikasikan sebagai satu strategi, elaborasi atau organisasi.
Metodologi Pembelajaran – KKG 60
P Pendekatan komunikatif : suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat
kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa.
Pendekatan kontekstual : mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan
materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa.
Penilaian autentik : proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
pengembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan siswa melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau
menunjukkan secara tepat bahwa tujan pembelajarantelah benar-benar
dikuasai dan dicapai. (Hayat, 2003:3).
Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran.
Problem Solving : strategi pembelajaran pemecahan masalah
P4QR : singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat), Question
(bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review atau
membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara
menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti
efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.
R Reflecting knowledge : pengembangan refleksi pengetahuan
Q Quantum Learning : pecepatan belajar
S Social interaction activies : kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial
Metodologi Pembelajaran – KKG 61
Strategi elaborasi : proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan
menjadi lebih bermakna.
T Teacher centered approach : berorientasi kepada guru.
U Understanding knowledge : pemahaman pengetahuan
W Whole language : suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan
pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah.
Metodologi Pembelajaran – KKG 1