METODE PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM...
Transcript of METODE PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM...
ii
METODE PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP SUBSEKTOR HORTIKULTURA
DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
JAKARTA
2019
iii
ISBN 978-979-3147-95-6
METODE PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP SUBSEKTOR HORTIKULTURA
Tim Penyusun
Andi Abdurahim, S.Si., MAP
Yuliani Dwi Putri, S.Si.
St Nurlaela Fauziah, SP.
Kontributor
Dr. Aris Pramudia
Dr. Darda Efendi
Umi Kulsum, M.Si.
Diterbitkan oleh:
Direktorat Perlindungan Hortikultura
Cetakan Pertama Tahun 2019
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari
penerbit
iv
KATA PENGANTAR
Dampak perubahan iklim merupakan kejadian alamiah yang dapat terjadi setiap saat
pada sektor pertanian baik secara langsung dan tidak langsung, dan dimungkinkan dapat
mempengaruhi stabilitas dan ketahanan pangan. Perlindungan Hortikultura sebagai bagian
dari sistem pendukung kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura berperan untuk meningkatkan
produksi melalui pengamanan produksi dari serangan OPT dan dampak perubahan iklim
(DPI). Kondisi perubahan iklim harus selalu dipantau melalui kegiatan pengamatan secara
periodik dan pelaporan secara berjenjang kepada instansi vertikal diatasnya (Pusat dan
Daerah). Hasil pengamatan dan pelaporan selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan serta langkah-langkah operasional di lapangan.
Keberhasilan pengamatan dan pelaporan dampak perubahan iklim sangat ditentukan
oleh metode yang dipedomani oleh para petugas di lapangan. Metode ini hendaknya
dilaksanakan dengan baik sehingga pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan
tepat, aman, efektif dan efisien.
Jakarta, Agustus 2019
Direktur Perlindungan Hortikultura,
Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr.Sc. NIP. 19640830 199103 2 001
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL................................................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
BAB II. ISTILAH DAN BATASAN ........................................................................................... 3
BAB III. PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI
HORTIKULTURA ...................................................................................................... 5
BAB V. PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
SUBSEKTOR HORTIKULTURA ............................................................................. 10
A. Data Faktor Iklim ............................................................................................. 10
B. Penilaian Intensitas Kerusakan Tanaman Hortikultura .................................... 10
BAB VI. PELAPORAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
SUBSEKTOR HORTIKULTURA ............................................................................. 14
A. Jenis Laporan ................................................................................................. 14
B. Penyampaian Laporan .................................................................................... 15
C. Tindak Lanjut Penanganan Laporan ................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses terjadinya frost pada malam hari. ..............................................................8
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Hortikultura Semusim........................... 11
Tabel 2. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Hortikultura Tahunan ........................... 11
Tabel 3. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Terna ................................................... 12
Tabel 4. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Rimpang .............................................. 12
Tabel 5. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Semusim ................................... 12
Tabel 6. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Tahunan .................................... 12
Tabel 7. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Terna ......................................... 13
Tabel 8. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Rimpang .................................... 13
Tabel 9. Kategori Penilaian Dampak Bencana Alam ............................................................ 13
BAB I. PENDAHULUAN
Pengamatan Dampak Perubahan Iklim (DPI) Terhadap Subsektor Hortikultura
merupakan komponen penting dan mendasar dalam sistem perlindungan hortikultura. Metode
Pengamatan Dampak Perubahan Iklim (DPI) Terhadap Subsektor Hortikultura disusun oleh
Subdirektorat Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam (DPI-BA) Direktorat Perlindungan
Hortikultura dalam rangka memenuhi kebutuhan petugas akan informasi perubahan iklim pada
subsektor hortikultura. Informasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap subsektor
hortikultura saat ini dirasakan sangat penting mengingat banyaknya komoditas hortikultura
yang strategis dan menjadi unggulan nasional memerlukan penanganan dalam jangka
panjang. Petugas, baik Pusat maupun Daerah, diharapkan dapat menggunakan Metode ini
sebagai pegangan awal untuk mendapatkan informasi perubahan iklim pada subsektor
hortikultura. Selanjutnya informasi data pengamatan DPI tersebut dapat dikembangkan dan
ditindaklanjuti oleh para pengambil kebijakan, baik Pusat maupun Daerah.
Pengamatan DPI terhadap subsektor hortikultura bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang luas dan intensitas kerusakan tanaman hortikultura akibat DPI,
penanganan DPI, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data dan informasi DPI yang
diperoleh digunakan sebagai dasar untuk menyusun langkah operasional penanggulangan
DPI di lapangan. Pelaporan DPI terhadap subsektor hortikultura bertujuan untuk memberikan
informasi awal yang diperlukan untuk menyusun rencana operasional perlindungan
hortikultura, tindakan korektif, penyempurnaan kegiatan pengamatan serta penyediaan sarana
pengendalian sebagai gambaran tentang kegiatan perlindungan hortikultura yang telah
dilaksanakan dan sebagai pedoman penyusunan program perlindungan hortikultura pada
periode berikutnya.
Adapun sasaran Metode ini adalah para petugas lapang (PHP/POPT) daerah yang
sehari-hari melakukan pencatatan informasi perubahan iklim dan dampaknya pada subsektor
hortikultura. Bilamana petugas berhalangan, maka dapat digantikan oleh rekan kerja yang lain
dengan mengikuti petunjuk dalam Metode ini. Perubahan iklim juga berdampak pada populasi
dan sebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada subsektor hortikultura. Adanya
faktor-faktor iklim seperti curah hujan, kelembapan udara, temperatur udara, kecepatan angin,
arah angin, tekanan udara, radiasi matahari, dan lamanya penyinaran matahari turut
mempengaruhi tingkat kehadiran, populasi dan sebaran OPT. Oleh karena itu perubahan iklim
sangat berpotensi terhadap tinggi rendahnya serangan OPT di suatu tempat.
Data dan informasi DPI yang cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan memerlukan
metode pengamatan dan pelaporan yang aplikatif. Pengamatan dan pelaporan DPI dirangkum
2
dalam metode yang sederhana dan mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan akurasi
data dan informasi yang dihasilkan.
Metode ini hendaknya dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga data informasi
yang dihasilkan valid, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan dan
pengendalian apabila diperlukan dapat dilaksanakan dengan tepat, aman, efektif dan efisien.
3
BAB II. ISTILAH DAN BATASAN
Istilah dan batasan diperlukan untuk memperoleh kesamaan pengertian dalam
menyusun dan membaca laporan perlindungan tanaman hortikultura. Beberapa istilah dan
batasan yang digunakan dalam buku ini:
1. Iklim adalah keadaan rerata cuaca pada suatu wilayah yang relatif luas dan waktu yang
relatif lama.
2. Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer
secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu
yang dapat dibandingkan.
3. Dampak Perubahan Iklim (DPI) adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrim yang
berpotensi menimbulkan banjir, kekeringan, angin topan, longsor, dan serangan OPT.
Dampak Perubahan Iklim (DPI) pada subsektor hortikultura berpengaruh terhadap
kuantitas dan kualitas produksi tanaman hortikultura.
4. Banjir adalah tergenangnya areal pertanaman selama periode pertumbuhan tanaman
dengan kedalaman dan jangka waktu tertentu, sehingga berpotensi menurunkan
produksi tanaman.
5. Kekeringan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air pada fase tertentu yang
mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal sehingga berpotensi menurunkan
produksi tanaman.
6. Terkena kekeringan adalah keadaan dimana kebutuhan air tanaman tidak dapat
terpenuhi yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak optimal,
kriterianya terbagi ke dalam kriteria ringan, sedang dan berat.
7. Puso adalah keadaan dimana suatu pertanaman tidak menghasilkan (gagal panen)
akibat banjir dan kekeringan.
8. Sistem Peringatan Dini adalah serangkaian sistem yang didesain untuk memberikan
informasi Dampak Perubahan Iklim di sektor pertanian kepada masyarakat. Dalam hal
dampak perubahan iklim terhadap subsektor hortikultura, sistem peringatan dini
berdasarkan pada hasil pengamatan lapang PHP/POPT.
9. Luas Tambah Kekeringan adalah luas kerusakan tanaman akibat kekeringan yang
baru terjadi dan belum pernah dilaporkan yang dinyatakan dalam hektar.
10. Luas Tambah Banjir adalah luas kerusakan tanaman akibat banjir yang baru terjadi
dan belum pernah dilaporkan yang dinyatakan dalam hektar.
11. Curah Hujan (CH) merupakan ukuran air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama
periode tertentu diukur dalam satuan tinggi diatas permukaan horizontal apabila tidak
4
terjadi penghilangan oleh proses penguapan pengaliran dan peresapan. Satuan yang
digunakan adalah milimeter. Curah hujan 1 (satu) mm adalah air hujan yang jatuh
(tertampung) pada tempat yang datar seluas 1 m2 selama kurun waktu tertentu. Nilai 1
mm pada luasan 1 m2 tersebut ekuivalen dengan volume air sebanyak 1 liter.
12. Kelembapan Udara Relatif (Relative Humidity, RH). Kelembaban udara adalah
besarnya kadar uap air yang dikandung oleh udara atau disebut juga tingkat kebasahan
udara selama kurun waktu tertentu. Kelembaban Udara Nisbi atau Relatif Humidity (RH)
merupakan perbandingan relatif antara massa uap air yang ada dalam satu satuan
volume dengan massa uap air yang diperlukan untuk menjenuhkan satu satuan udara
tersebut pada suhu yang sama. Kelembaban udara relatif dinyatakan dalam persen (%).
Kelembaban udara relatif diukur oleh higrometer.
13. Arah dan kecepatan angin. Angin adalah gerakan relatif udara terhadap bumi pada
arah horizontal. Dua parameter yang diamati pada angin yaitu Arah angin dan
Kecepatan angin. Arah angin dinyatakan arah dari mana datangnya angin tersebut
bertiup dan dinyatakan dengan sebutan mata angin atau dengan istilah derajat dari 0°-
360° searah jarum jam. Kecepatan angin merupakan tingkat lajunya perpindahan udara
dari satu tempat ke tempat lain, dinyatakan dengan satuan meter per detik, kilometer per
jam atau mil (laut) per jam (knots) dimana 1 knot = 1,85 Km/jam.
14. Lama penyinaran (sunshine) ialah lamanya matahari bersinar sampai permukaan
bumi dalam periode satu hari, diukur dalam jam. Periode satu hari lebih tepat disebut
panjang hari yakni jangka waktu matahari berada diatas horizon. Lama penyinaran ditulis
dalam satuan jam sampai nilai persepuluhan, atau sering juga ditulis dalam persen
terhadap panjang hari. Alat untuk mengukur lamanya penyinaran yang banyak dipakai
di Indonesia adalah Campbell Stokes.
15. El Nino Southern Oscillation (ENSO) adalah fenomena global dari sistem interaksi
lautan atmosfer yang ditandai dengan adanya anomali suhu permukaan laut di wilayah
ekuator Pasifik Tengah dimana jika anomali suhu permukaan laut di daerah tersebut
positif (lebih panas dari rata-ratanya) maka disebut El-Nino, namun jika anomali suhu
permukaan laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) disebut La Nina.
5
BAB III. PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP PRODUKSI HORTIKULTURA
Tujuan Instruksional Umum:
Pengamat Hama Penyakit (PHP) atau Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan
(POPT) memahami pengaruh dampak perubahan iklim terhadap produksi hortikultura
Tujuan Instruksional Khusus:
4.1 PHP dan atau POPT dapat menjelaskan hubungan antara perubahan iklim dengan
produksi hortikultura
4.2 PHP dan atau POPT dapat menyebutkan salah satu contoh dampak perubahan iklim
terhadap produksi hortikultura
Perubahan iklim yang seringkali melanda Indonesia perlu diwaspadai terutama
dampaknya pada komoditas pertanian yang rentan terhadap cekaman iklim. Produktivitas
tanaman perlu didukung kesehatan tanaman dan daya lingkungan yang mampu
mengantisipasi perubahan iklim.
Pengaruh perubahan iklim terhadap Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sulit
diprediksi. Hal ini karena adanya keseimbangan antara OPT dengan tanaman inangnya (host).
Namun demikian, secara umum pengaruhnya sebagai berikut :
1) Tanaman yang mengalami tekanan/stress karena perubahan iklim lebih rentan
(susceptible) terhadap serangan OPT,
2) Serangga hama dan mikroba termofilik lebih diuntungkan dengan makin panjangnya
musim panas/kemarau dan meningkatnya temperatur,
3) Organisme yang saat ini bukan sebagai OPT suatu saat dapat menjadi OPT karena
perubahan iklim,
4) OPT dapat berekspansi ke wilayah lain.
Perubahan iklim mengganggu keseimbangan antara populasi serangga hama, musuh
alaminya, dan tanaman inangnya. Dampak paling penting dari perubahan iklim terhadap
populasi serangga hama adalah adanya gangguan sinkronisasi antara tanaman inang dan
perkembangan serangga (hama), terutama pada musim penghujan/dingin; peningkatan
temperatur akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya hidup serangga
(hama) pada musim dingin/penghujan.
Temperatur yang meningkat dapat mengakibatkan serangga hama yang semula hidup
di belahan selatan bumi dapat melakukan invasi ke belahan utara bumi. Penanaman tanaman
6
eksotis (impor dari luar daerah/negara) dapat memperburuk pengaruh perubahan iklim
terhadap serangga hama mengingat kemungkinan tidak adanya musuh alami setempat untuk
menekan populasi OPT asing yang masuk ke wilayah tersebut. Musim kemarau yang lebih
panas (meningkat temperaturnya) akan menguntungkan patogen termofilik. Akibat
peningkatan temperatur, wilayah sebaran serangga vektor patogen penyakit tumbuhan
berpotensi menjadi meluas sehingga memperluas insiden serangan penyakit tumbuhan.
Pada pertemuan koordinasi dan Pedoman Teknis DPI pada tanggal 14 Februari 2019 di
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) Solok, Bapak Affandi, Ph.D (peneliti Balitbu)
menjelaskan bahwa perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap fenologi tumbuh dan
berpengaruh pada OPT. Kapan bunganya muncul, kapan buahnya dipanen sehingga dapat
diprediksi bagaimana pemasarannya. Pola iklim dapat diketahui dari perubahan iklim sehingga
dapat memprediksi kejadian pada tanaman hortikultura. Dengan prediksi itu dapat
mempersiapkan mitigasi maupun adaptasi pada sentra hortikultura (Affandi, 2019)1. Bunga
selalu muncul pada bulan kering, minimal satu kali dalam satu musim misalnya buah durian,
sebagaimana penelitian Ir. Ni Luh Putu Indriyani, MP (peneliti Balitbu), bunganya selalu
muncul saat curah hujan rendah sehingga dapat memprediksi lokasi mana saja buah durian
akan dipanen berdasarkan curah hujan tersebut. Selain itu, dapat juga diprediksikan OPT apa
saja yang muncul dan bagaimana pemasarannya. Sebaliknya pada sayuran, kondisi tersebut
tidak berlaku karena musimnya pendek sehingga cenderung kepada kemunculan OPT.
Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ir. Martias, MP (peneliti Balitbu), bahwa
cemaran pada buah manggis dimana curah hujan dan kelembapan sangat berpengaruh pada
terjadinya getah kuning. Apabila terjadi kondisi dari kering ke kondisi basah pada daerah-
daerah yang kadar Kalsiumnya (Ca) rendah maka akan terjadi cemaran getah kuning. Getah
kuning terjadi karena pecahnya dinding sel saluran getah bening yang menyebabkan getahnya
keluar dan mencemari daging buahnya. Jadi getah kuning dipicu oleh “demam” buah dan
perubahan iklim. Bila kadar Ca tinggi dan penyerapan air maksimal meskipun terjadi
perubahan iklim maka tidak akan terjadi getah kuning. Demikian juga translucent (buah
transparan) pada manggis yang dipicu oleh perubahan iklim. Jadi ada kompleksitas antara
hara dan perubahan iklim. Selain itu juga terjadi nekrosis pada tanaman di daerah yang dingin
terutama dataran tinggi seperti Alahan Panjang, Sumatera Barat.
Posisi geografis Indonesia yang strategis menyebabkan wilayah Indonesia memiliki
keragaman cuaca dan iklim. Salah satu yang mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia
adalah fenomena global seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang bersumber dari
wilayah Ekuator Pasifik Tengah. El Nino berpengaruh terhadap pengurangan curah hujan
1 Komunikasi pribadi pada tanggal 14 Februari 2019
7
secara drastis bila bersamaan dengan kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun
bila kondisi suhu perairan hangat, El Nino tidak signifikan mempengaruhi kurangnya curah
hujan di Indonesia. Sedangkan La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia
meningkat apabila disertai dengan menghangatnya suhu permukaan laut di perairan
Indonesia. Mengingat luasnya wilayah Indonesia tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi
oleh El Nino/ La Nina.
Menurut Dr. Aris Pramudia (peneliti Badan Litbang Kementerian Pertanian) dalam
program dialog interaktif “Indonesia Bicara” Televisi Republik Indonesia (TVRI) Pusat Jakarta
pada tanggal 19 Maret 2019, untuk menghadapi fenomena El Nino/La Nina agar sektor
pertanian tetap dapat melakukan peningkatan produksi, Badan Litbang Pertanian telah
mengembangkan inovasi teknologi varietas unggul yang tahan terhadap kekeringan dan tahan
hama/OPT tertentu. Dijelaskan pula oleh Prof. Musa Hubeis bahwa El Nino memiliki siklusnya
sendiri dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat diprediksi dan dipetakan melalui teknologi.
Selain itu dampak El Nino dapat diklasifikasikan ke dalam kategori Kuat, Moderat dan Ringan.
Pada kesempatan terpisah Prof. Sobir (peneliti di Pusat Kajian Hortikultura Tropika,
PKHT) menambahkan bahwa anomali iklim akan mengakibatkan hal yang kurang
menguntungkan pada pertanaman hortikultura, misalnya pada tanaman buah. Tanaman tidak
akan berbuah bila terjadi musim hujan terus menerus, sebab perbungaan selalu terjadi di
musim kering. Begitu juga sebalikmya, bila terjadi kekeringan yang berkepanjangan, buah
akan mengeras atau mengecil yang disebabkan buah kekurangan kadar air. Misalnya pada
jambu kristal, bila kekurangan air, buah nampak kecil (Sobir, 2019)2.
Perubahan iklim juga sangat berpengaruh pada pergeseran hama dan penyakit (OPT),
terutama di daerah tropik. Ada tiga komponen yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu
penyakit/OPT, host (inang), dan environment (lingkungan). Anomali iklim akan mempengaruhi
distribusi dan populasi OPT serta penampilan tanaman. Begitu pula perilaku petani yang
menyesuaikan perubahan iklim pada pola menanam tanaman semusim seperti bawang pada
bulan Mei. Kenapa bulan Mei? Pada bulan Mei terjadi musim kering dimana matahari bersinar
penuh dan persiapan tanaman memasuki musim hujan di bulan September. Bawang sebagai
tanaman monokotil harus mendapatkan paparan matahari penuh. Dengan mendapatkan
paparan matahari penuh maka hama/penyakit masih sedikit yang muncul. Lalu bagaimana
bila terjadi anomali iklim dimana kondisi iklim bulan Mei sama seperti bulan Desember? Maka
tentunya pertumbuhannya akan “berat”.
Pengaruh dampak perubahan iklim pada tanaman buah pernah terjadi pada tanaman
mangga di daerah Cirebon dan sekitarnya. Pada saat pembungaan ternyata hujan turun terus
2 Komunikasi pribadi pada tanggal 1 Maret 2019
8
menerus. Hal ini menyebabkan bunga banyak yang rontok dan merangsang pertunasan.
Akibatnya buah yang dihasilkan sedikit karena tumbuhnya tunas dan bunga yang jatuh. Artinya
produktivitas dan kualitas buah menurun.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terhadap perubahan iklim, terlepas akurat atau
tidak, kita dapat melakukan prediksi apakah ada anomali atau tidak sehingga kita bisa
melakukan adaptasi maupun mitigasi. Bahkan kita dapat melakukan prediksi harga komoditi
berdasarkan perubahan iklim. Misalnya saja harga cabai yang terkait dengan tingkat
kekeringan lima bulan sebelum panen. Petani membuat keputusan menanam atau tidak,
realisasinya dilaksanakan satu bulan kemudian karena mulai dari mengolah tanah, menyemai
dan lain-lain dibutuhkan sekitar satu bulan, sehingga umur panen sekitar empat bulan
kemudian. Bila pada bulan tersebut terjadi kekeringan maka luas tanam akan mengecil. Bila
luas tanam mengecil maka potensi panen juga mengecil. Dengan demikian harga bisa
melonjak naik. Tapi ketika empat bulan ke depan tiba-tiba hujan lebat, efeknya apa?
Penyakitnya banyak, kualitas turun dan produktivitas juga turun. Untuk itu prediksi iklim sangat
diperlukan guna antisipasi apabila terjadi perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi.
Perubahan iklim juga terlihat pada munculnya fenomena frost atau yang biasa disebut
dengan embun upas. Frost merupakan suatu fenomena alam yang menyebabkan pembekuan
pada tanaman yang ditandai dengan munculnya embun beku di tanah atau pada bagian
permukaan vegetasi tanaman akibat suhu yang terlampau dingin selama musim kemarau.
Fenomena frost di Indonesia telah dilaporkan terjadi di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
pada komoditas kentang.
Gambar 1. Proses terjadinya frost pada malam hari. Sumber: Smith et al., 2017
9
Secara fisik, frost disebabkan oleh terjadinya suhu minimum dibawah 0°C yang juga
dipengaruhi oleh kemiringan dan ketinggian lahan. Proses radiasi yang intensif pada malam
hari dari permukaan tanah yang menyebabkan pendinginan permukaan tanah. Proses ini
dikaitkan dengan sirkulasi antisiklon pada malam hari dengan angin yang tenang tidak
berawan. Pendinginan suhu terjadi karena kehilangan energi radiasi yang besar pada malam
hari. Area dengan kepadatan vegetasi rendah (seperti halnya hamparan pertanaman kentang
di Dieng) lebih berpotensi terjadinya frost dibandingkan dengan area vegetasi tinggi.
Frost menyebabkan kerusakan pada jaringan daun tanaman kentang sehingga
mengakibatkan petani gagal panen dan mengalami kerugian. Tumbuhan yang terkena frost
ditandai dengan adanya es dipermukaan daun yang selanjutnya menyebabkan daun dan
ranting menjadi kering. Upaya antisipasi dari ancaman frost yang dapat dilakukan diantaranya
adalah dengan mengatur pola dan waktu tanam, dan penggunaan mulsa plastik bening.
Pengaturan waktu tanam dapat dilakukan dengan mempercepat penanaman kentang
sehingga ketika memasuki bulan rawan terjadinya frost tanaman sudah lebih berumur dan
lebih tahan atau bahkan sudah panen. Penggunaan mulsa plastik bening dapat meningkatkan
transfer energi panas ke dalam tanah sehingga energi panas akan lebih lama bertahan (pasif)
pada pertanaman yang diberi mulsa. Hal tersebut berguna saat terjadi frost. Penggunaan
penutup/covers dapat digunakan untuk mengurangi radiasi bersih dan kehilangan konveksi
energi dari tanaman sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat pembekuan. Sebelum
ditutup mulsa plastik bening, tanah dibasahi terlebih dahulu untuk perlindungan terbaik.
10
BAB V. PENGAMATAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
SUBSEKTOR HORTIKULTURA
Tujuan Instruksional Umum:
PHP dan atau POPT dapat mengamati dampak perubahan iklim terhadap pertanian subsektor
hortikultura
Tujuan Instruksional Khusus:
5.1 PHP dan atau POPT dapat mengklasifikasikan intensitas kerusakan tanaman akibat
kekeringan
5.2 PHP dan atau POPT dapat mengklasifikasikan intensitas kerusakan tanaman akibat
banjir
A. Data Faktor Iklim*
Sumber data terkait faktor iklim (curah hujan, suhu udara, kelembapan udara relatif, lama
penyinaran matahari, kecepatan dan arah angin) dapat diperoleh baik secara daring
(online) atau komunikasi ke lembaga berikut ini:
a) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
b) Sistem Informasi Peringatan Dini dan Penanganan Dampak Perubahan Iklim Pada
Sektor Pertanian (Siperditan),
c) Basis Data Kementerian Pertanian, dan
d) Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat).
e) Stasiun Klimatologi / Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) terdekat
B. Penilaian Intensitas Kerusakan Tanaman Hortikultura
Untuk menilai intensitas kerusakan karena dampak perubahan iklim dapat
dilakukan dua hal (Sobir, 20193) yaitu:
1) Produktivitas.
Produktivitas tanaman cenderung menurun bila suhu udara diatas 30°C dimana tiap
kenaikan 1 derajat akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 10%.
2) Kualitas.
Kualitas secara visual (fisik) lebih nyata terutama pada komoditas hortikultura yang
layak jual.
*) informasi ini hanya bersifat pendukung bagi petugas 3 Komunikasi pribadi pada tanggal 1 Maret 2019
11
Sampai saat ini kriteria penilaian intensitas kerusakan pada tanaman hortikultura
disebabkan faktor iklim (banjir dan kekeringan). Penilaian kriteria banjir maupun
kekeringan menggunakan klasifikasi terkena dan puso. Metode pengamatan yang
dilakukan adalah pengamatan keliling, apabila ditemukan adanya kriteria banjir dan
kekeringan maka pengamatan ditingkatkan untuk ditindaklanjuti dalam upaya
penanganan DPI.
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Hortikultura Semusim (aneka cabai, bawang merah, bawang putih, kentang dan sayuran daun)
Tabel 2. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Hortikultura Tahunan (jeruk, mangga, manggis, durian, lengkeng dan jambu kristal)
Klasifikasi Gejala
Ringan Kerusakan tanaman > 0 - ≤25% (tanaman layu dan kembali normal
ketika ada air)
Sedang Kerusakan tanaman >25 - ≤50% (daun layu dan mulai menguning)
Berat Kerusakan tanaman >50 - ≤ 85% (hampir seluruh daun layu dan
menguning dan sebagian daun kering/rontok)
Puso Kerusakan tanaman > 85% sehingga tanaman mati dan/atau tidak dapat
berproduksi
Klasifikasi Gejala
Tanaman Belum Menghasilkan/TBM (< 4 tahun)
Ringan Kerusakan tanaman > 0 - ≤ 25% (tanaman layu dan kembali normal
ketika ada air)
Sedang Kerusakan tanaman > 25 - ≤ 50% (daun layu mulai menguning dan
bagian pinggiran daun menggulung)
Berat Kerusakan tanaman > 50 - ≤ 85% (hampir seluruh daun layu menguning,
menggulung)
Puso Kerusakan tanaman > 85% sehingga tanaman mati dan/atau tidak dapat
berproduksi (seluruh daun rontok)
Tanaman Menghasilkan/TM (≥ 4 tahun)
Ringan Kerusakan tanaman > 0 - ≤ 25% (daun, bunga dan buah mulai layu dan
kembali normal ketika ada air)
Sedang Kerusakan tanaman > 25 - ≤ 50% (daun kering, bunga dan buah layu)
Berat Kerusakan tanaman > 50 - ≤ 85% (hampir seluruh daun layu, bunga dan
buah rontok)
12
Tabel 3. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Terna (pisang, salak, nenas, papaya dan buah naga)
Tabel 4. Klasifikasi Penilaian Kekeringan Tanaman Rimpang (jahe, kunyit, temulawak, kencur)
Tabel 5. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Semusim (aneka cabai, bawang merah, bawang putih, kentang dan sayuran daun)
Tabel 6. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Tahunan
(jeruk, mangga, manggis, durian, lengkeng dan jambu kristal)
Klasifikasi Gejala
Ringan Kerusakan tanaman > 0 - ≤ 25% (tanaman layu dan kembali normal
ketika ada air)
Sedang Kerusakan tanaman > 25 - ≤ 50% (daun mulai menguning, bagian
pinggiran daun menggulung atau batang buah naga layu)
Berat Kerusakan tanaman > 50 - ≤ 85% (hampir seluruh daun menguning atau
menggulung atau batang buah naga layu dan menguning)
Puso Kerusakan tanaman > 85% sehingga tanaman mati dan/atau tidak dapat
berproduksi (seluruh daun atau batang buah naga mengering)
Klasifikasi Gejala
Ringan Kerusakan tanaman > 0 - ≤ 25% (tanaman layu dan kembali normal
ketika ada air)
Sedang Kerusakan tanaman > 25 - ≤ 50% (ujung daun layu mulai menguning dan
bagian pinggiran daun menggulung)
Berat Kerusakan tanaman > 50 - ≤ 85% (hampir seluruh daun layu menguning,
menggulung)
Puso Kerusakan tanaman > 85% sehingga tanaman mati dan rimpang rusak
Klasifikasi Gejala
Terkena Tanaman tergenang dan kerusakan fisik ≤ 50%
Puso Tanaman tergenang dan menunjukkan kerusakan fisik > 50%
Klasifikasi Gejala
TBM (< 4 tahun)
Terkena Tanaman tergenang dan kerusakan fisik ≤ 50%
Puso Tanaman tergenang dan menunjukkan kerusakan fisik > 50%
TM (≥ 4 tahun)
Terkena Tanaman tergenang dan kerusakan fisik ≤ 85%
Puso Tanaman tergenang dan menunjukkan kerusakan fisik > 85%
13
Tabel 7. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Terna (pisang, salak, nenas, papaya dan buah naga)
Tabel 8. Klasifikasi Penilaian Banjir Tanaman Hortikultura Rimpang
Tabel 9. Kategori Penilaian Dampak Bencana Alam
Klasifikasi Gejala
Terkena Tanaman tergenang ≤ 3 hari atau kerusakan fisik ≤ 50%
Puso Tanaman tergenang > 3 hari dan menunjukkan kerusakan fisik > 50%
Klasifikasi Gejala
Terkena Tanaman tergenang ≤ 1 hari atau kerusakan fisik ≤ 50%
Puso Tanaman tergenang > 1 hari dan menunjukkan kerusakan fisik > 50%
Klasifikasi Gejala
Terkena Tanaman terkena bencana alam dan menunjukkan kerusakan fisik tetapi
masih dapat berproduksi
Puso Tanaman terkena dan menunjukkan kerusakan fisik sehingga tanaman
mati dan/atau tidak dapat berproduksi
14
BAB VI. PELAPORAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
SUBSEKTOR HORTIKULTURA
Tujuan Instruksional Umum:
PHP dan atau POPT dapat melaporkan dampak perubahan iklim terhadap pertanian subsektor
hortikultura
Tujuan Instruksional Khusus:
6.1 PHP dan atau POPT dapat membuat laporan banjir setiap dua minggu
6.2 PHP dan atau POPT dapat membuat laporan kekeringan setiap dua minggu
A. Jenis Laporan
1. Laporan Peringatan Dini
Laporan Peringatan Dini adalah laporan tanaman yang terdampak banjir
atau kekeringan yang harus segera ditentukan langkah/tindakan korektifnya.
Laporan tersebut berisi luas tanaman terdampak dan umur/stadia tanaman.
Laporan Peringatan Dini dibuat oleh petugas setiap saat apabila ditemukan
tanaman terdampak banjir atau kekeringan.
Laporan peringatan dini dibuat oleh PHP/POPT dan disampaikan ke LPHP
dan UPTD BPTPH Provinsi. Laporan peringatan dini dilaporkan berdasarkan
keadaan lahan yang menunjukan fenomena terkena dan atau puso.
Sistem Peringatan Dini dan Penanganan Dampak Perubahan Iklim pada
Sektor Pertanian telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 2018. Sistem Peringatan Dini ini meliputi penyediaan
informasi dan rekomendasi. Penyediaan informasi tersebut dilakukan oleh Pusat
Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian dan diperbarui setiap 6
(enam) bulan sekali. Informasi yang disediakan oleh Pusdatin meliputi:
a) Prediksi ENSO,
b) Prakiraan musim,
c) Prakiraan hujan bulanan,
d) Potensi banjir dan kekeringan,
e) Potensi kebakaran lahan,
f) Daerah rawan kebakaran lahan,
g) Endemik OPT,
h) Prakiraan serangan OPT, dan
15
i) Peta penyakit hewan.
Sedangkan rekomendasi dikeluarkan oleh pejabat tinggi tingkat madya
lingkup Kementerian Pertanian sesuai dengan komoditas binaannya.
Rekomendasi tersebut dapat berupa:
a) Strategi yang harus dilakukan untuk menghadapi risiko kekeringan, banjir,
kebakaran lahan, serangan OPT dan/atau wabah penyakit hewan; dan
b) Pilihan teknologi yang digunakan untuk mengantisipasi dan mengatasi
Dampak Perubahan Iklim.
Rekomendasi ini disampaikan kepada Pusdatin dan Dinas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian. Lalu Pusdatin
memberikan informasi mengenai rekomendasi yang dikeluarkan Eselon I secara
daring (online), http://sipetani.pertanian.go.id:8081/siperditan/.
2. Laporan Bulanan
Laporan Bulanan dibuat berdasarkan rekapitulasi hasil pengamatan DPI
setiap dua mingguan berupa luas terdampak banjir atau kekeringan (Lampiran 1
& 2). Laporan bulanan dibuat oleh petugas PHP/POPT yang ditujukan kepada
LPHP/ BPTPH secara berkala sesuai dengan formulir pelaporan.
3. Laporan Khusus
Selain dari laporan-laporan tersebut di atas, terdapat laporan khusus yang
perlu disampaikan sesuai dengan kebutuhan pimpinan atau instansi vertikal di
atasnya. Laporan Khusus antara lain dapat berbentuk laporan ketika terjadi
bencana alam (longsor, gempa bumi, frost, banjir bandang, dan keadaan khusus
lainnya).
B. Penyampaian Laporan
1. Laporan perlindungan hortikultura disampaikan oleh petugas pengamat hama
penyakit (PHP) ke instansi vertikal di atasnya, terutama yang berkaitan dengan
banjir atau kekeringan yang terjadi di wilayah pengamatannya. Petugas PHP
menyebarluaskan informasi kepada petani sebagai dasar pengambilan keputusan
Kelompok Tani, dan bila perlu bersama-sama dengan PHP membina petani
melaksanakan penanganan DPI. Instansi vertikal di atasnya menggunakan
laporan tersebut sebagai bahan evaluasi keadaan banjir dan/atau kekeringan,
kemampuan petugas PHP membimbing petani dalam penanganan DPI,
merencanakan bimbingan dan bantuan, serta menyusun laporan keadaan banjir
dan/atau kekeringan di wilayah kerjanya (Lampiran 3).
16
2. Laporan petugas diteruskan kepada Dinas Pertanian (Diperta) Kabupaten/Kota,
dan Diperta Kabupaten/Kota meneruskan laporan tersebut ke Diperta Provinsi.
Diperta Kabupaten/Kota menggunakan laporan tersebut sebagai dasar untuk
menyusun penanganan DPI secara massal oleh petani dan memberi bantuan
penanganan DPI bila dibutuhkan.
C. Tindak Lanjut Penanganan Laporan
Laporan petugas yang telah diterima oleh instansi di atasnya akan menjadi dasar
pengambilan keputusan dalam menangani dampak perubahan iklim baik kekeringan
maupun banjir. Penanganan DPI harus melibatkan semua jajaran lingkup pemerintah
daerah atau jika memungkinkan pemerintah pusat yang berkaitan dengan kondisi
terdampak banjir dan kekeringan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, Elvin dan Sucahyono, Dedi. 2013. Kamus Istilah Perubahan Iklim. Puslitbang BMKG,
Jakarta.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2018. Prakiraan Musim hujan 2018/2019 di
Indonesia. BMKG, Jakarta.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2018 Tentang Sistem
Peringatan Dini dan Penanganan Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian;
Jakarta.
Pradana A., Mardiana A., Lestari F. N., Sara F. H., Aifah S., dan Nurjani E. 2018. Preliminary
Assessment on Agricultural Impact Due Forest (Embun Upas) Hazard in Dieng
Highland, Central Java, Indonesia. Ilmu Pertanian (Agricultural Science). 3 (1): 46-56.
Pusat Informasi Perubahan Iklim. 2019. Analisis Hujan Februari 2019 dan Prakiraan Hujan
April, Mei dan Juni 2019. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan. 2018. Buletin Informasi Iklim dan Lingkungan.
Vol.XII. Jakarta.
Snyder R L. 2000. Principles of Frost Protection: Passive Frost Protection Methods. USA:
University of California.
Wang J., Y. Yue, J. Zhao, Y. Bai, L. Lv., P. Shi. 2016. Snow, Frost and Hail Disaster in China.
Dalam: P Shi, ed. Natural disaster in China. Berlin: Springer Nature, pp. 187-237.
Sumber Daring
http://dataonline.bmkg.go.id/home,
http://sipetani.pertanian.go.id:8081/siperditan/,
http://prasarana.pertanian.go.id/iklimoptdpimy/
http://balitklimat.litbang.pertanian.go.id/
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1. Laporan kerusakan tanaman akibat banjir oleh BPTPH kepada Direktorat Perlindungan Hortikultura
LAPORAN KERUSAKAN TANAMAN AKIBAT BANJIR
BPTPH Provinsi : Periode pengamatan :
Musim Tanam 1)
:
Luas (ha)Keterangan
(Periode)Luas (ha)
Keterangan
(Periode)Terkena Puso
2) Terkena Puso 2) Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 (12+14)
17 (12+15)
19
Keterangan: ..........................., ............., 20 .......1)
: Musim Tanam (MK/MH/rendeng/gadu)2)
: Puso termasuk dalam Terkena
.......................................................
NIP.
Upaya
18
Kepala,
PenangananLuas Tambah pada
Periode Laporan (ha)
Luas Keadaan pada
Periode Laporan
(ha)NoKabupaten/
KotaKomoditas Varietas
Umur
(HST)
Luas
Tanam
(Ha)
Bulan Surut Puso 2)
Sisa Periode Sebelumnya/Perubahan Kriteria
Periode
Laporan
Luas
Waspada
(Ha)
20
Lampiran 2. Laporan kerusakan tanaman akibat kekeringan oleh BPTPH kepada Direktorat Perlindungan Hortikultura
LAPORAN KERUSAKAN TANAMAN AKIBAT KEKERINGAN
BPTPH Provinsi: Periode pengamatan :
Musim Tanam*) :
Ringan Sedang Berat Puso Pulih Jumlah Ringan Sedang Berat Puso Jumlah Ringan Sedang Berat Puso Jumlah UpayaLuas
(Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 (10+11+12+13+14)
16 17 18 19 20 (16+17+18+19)
21 (10+16)
22 (11+17)
23 (12+18)
24 (13+19)
25 (21+22+23+24)
26 27
Keterangan: ..............................., ..................., 20 .......
*) : Diisi Bulan & Periode POPT,
Periode I (Tanggal 1 - 15)
Periode II (Tanggal 16 - 31)
................................................................
NIP.
Luas Keadaan pada Periode Laporan (Ha) Penanganan
NoKabupaten/
KotaKomoditas Varietas
Umur
(HST)
Luas
Tanam
(Ha)
BulanPeriode
Laporan
Luas
Waspada
(Ha)
Sisa Periode Sebelumnya/Perubahan Kategori (Ha) Luas Tambah pada Periode Laporan (Ha)
21
Lampiran 3. Bagan Alur Pelaporan DPI Subsektor Hortikultura
22
Lampiran 4. Zona Musim di Indonesia
23
Lampiran 5. Prakiraan Sifat Hujan
24
Lampiran 6. Kewaspadaan Tingkat Ketersediaan Air
25
Lampiran 7. Prakiraan Awal Musim Hujan 2018/2019
26
Lampiran 8. Frost
27
Lampiran 9. Model Apadtasi dan Mitigasi DPI
28
Lampiran 10. Inovasi Irigasi Kabut
29
Lampiran 11. Tips Menanam Cabe di Musim Hujan
30
Lampiran 12. Teknologi Adaptasi Terhadap Kesulitan Air di Musim Kemarau
31
Lampiran 13. Sungkup Plastik