Meningitis
description
Transcript of Meningitis
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 1/35
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a. Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang
disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy,
2000).
Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah
peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis
adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat
lain.
Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181)
adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis
tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak,
parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai
akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-
paru.
b. Tuberkulosis (TB)
TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya
masuk kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam
paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ
tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 2/35
6
pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson
1995 : 753)
2. Anatomi Fisiologi
a. Meningen
Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang
menyelubungi otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok
atau “syok absosber ” dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan
serebospinalis ditemukan pada sistem ventrikel dan rongga sub
arakhnoid. Ketiga lapisan meningen terdiri dari :1) Duramater atau Dura (pakimenings)
Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa
membran yang padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar
otak dan berlapis satu sekitar medulla spinalis. Lapisan luar
bertindak sebagai periosteum dan terikat kuat pada tulang. Lapisan
dalam terdapat dalam rongga subdural. Lapisan dalam duramater
terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya sinus dura.
2) Arakhnoid
Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang
avaskular, rapuh, tipis dan transparan. Seperti halnya dengan
duramater, menyebrangi sulki dan hanya menuju kedalam fisura-
fisura utama saja. Dari membran arakhnoid banyak trabekula halus
menjurus kearah pia sehingga memberi gambaran sebagai sarang
laba-laba.
Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai
endotel disebut sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-
sel tersebut tersusun dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel
menghadap kearah rongga sub dural. Lapisan dalam arakhnoid dan
trabekula ditutup oleh sel mesotelial yang dapat memberikan
respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat membentuk
fagosit.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 3/35
7
Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang
masuk kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga
badan pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi
arakhnoid yang berfungsi sebagai katup satu arah yang
melewatkan bahan-bahan dari cairan serebrospinal masuk kedalam
sinus-sinus.
3) Piamater atau Pia (Leptomenings)
Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat
dengan jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap
kontur (sulki dan fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil
yang memberi makanan pada jaringan saraf dibawahnya.
Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet ” yang
berakhir di pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau
penghalang masuknya benda-benda dan organisme yang dapat
merusak.
Gambar 1. Anatomi meningen otak
Sumber : Van de Graff, Kent. M. (1984)
b. Rongga Sub Arakhnoid
Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang
terisi cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta
medulla spinalis melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi
infeksi pada rongga ini, maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 4/35
8
proses peradangan. Arteritis dan flebitis dapat menyebabkan iskemi
atau nekrosis jaringan otak.
Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub
dural, karena itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub
dural kecuali pada meningitis oleh haemofilus influenza.
c. Sisterna Rongga Sub Araknoid
Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla
spinalis memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar
batang otak, pia dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa
rongga besar yang disebut sisterna sub araknoid.
Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :
Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.
Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis
dari mesensefalon.
Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula
atau “Pons medullary junction”.
Dua sisterna di aspek posterior batang otak :
Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah
satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid
medulla dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam
sisterna ini.
Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi
permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini
ditemukan vena serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli
superior
d. Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam
otak yang saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan
serebrospinal yang dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 5/35
9
Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel
lateralis (kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga
ini dihubungkan oleh aquaduktus silvii.
Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan
masing-masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen
interventrikularis dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4
bagian yaitu :
Kornu anterior
Sela media
Kornu inferior atau temporal
Kornu posterior
Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis
tengah, diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV
berhubungan dengan rongga sub arakhnoid melalui kedua foramina
dari luscka dan foramina magendi. Kedua foramen dari luscka terletak
dalam sudut pons dan medulla. Foramen magendi terletak sebelah
belakang medulla dan menghadap sisterna magna.
Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar
adalah pleksus khoroid ventrikel lateralis.
e. Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal
1) Pleksus khoroid
Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-
pembuluh darah piamater yang menjorok kesetiap rongga
ventrikel, membentuk filter semi permeabel antara darah arteri
dan cairan serebrospinal. Setiap pleksus khoroid diliputi oleh satu
lapisan epitel ependima.
Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran
tipis seperti jaring laba-laba yang melalui foramen
interventrikularis, berhubungan langsung dengan pleksus khoroid
ventrikel III. Tela ini dibentuk oleh invaginasi ependima oleh
lipatan-lipatan vaskular.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 6/35
10
2) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak
berbau dan hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di
ventrikel-ventrikel dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.
Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali
susunan saraf pusat terhadap trauma.
f. Peredaran Darah Otak
1) Peredaran darah arterial
Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial
pada dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis
interna dan kedua arteri vertebralis.
a) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis
komunis leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii,
membelah sebagai suatu pembuluh bentuk sigmoid di dalam
sinus kavernosus.
Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga
tengkorak, terdiri dari :
(1) Arteri optalmika
Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri
sentralis retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus
optikus dan berakhir diretina.
(2) Arteri khoroidalis anterior
Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus
sampai pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan
kemudian menjadi bagian dari pleksus khoroid ventrikel
lateralis.
Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke
pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus,
hipokampus dan traktus optikus.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 7/35
11
(3) Arteri serebri anterior dan media
Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri
karotis interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada lobus frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri
dapat ditemukan arteri komunikans anterior. Cabang-
cabang arteri serebri anterior berjalan menuju sisi medial
lobus frontalis dan parietalis, substansia perforata anterior,
septum pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum.
Arteri striata medialis memberi darah pada nukleus
kaudatus, putamen dan bagian anterior kapsula
interna.Arteri serebri media memberi cabang-cabang kesisi
lateral lobus temporal dan parietal.
Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan
kapsula interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan
ramus serebri posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya
memberi cabang ke kapsula interna dan talamus
b) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub
klavia. Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan
posterior serta arteriae serebelaris inferior posterior.
Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri
vetrebralis, berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-
cabangnya meliputi arteriae pontin, sereberalis inferior anterior,
labirintin, serebralis superior dan sereberalis posterior.
Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior
lobus oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal
posterior ke pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel
lateralis.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 8/35
12
c) Sirkulus willisi
Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan
anterior dan posterior serta bagian proksimal arteri-arteri
serebri anterior, media dan posterior.
Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang
adekuat ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau
vertebralis. Banyak arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke
substansia otak dan arteri-arteri ini sangat penting oleh karena
selain berkaliber kecil sehingga mudah tersumbat, juga
merupakan “end artery” tanpa peredaran kolateral dan
memperdarahi daerah-daerah vital.
2) Peredaran darah vena
Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis
tuberkulosis. Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal.
Tempat berakhirnya vena-vena otak ini di sinus-sinus duramater.
3. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam
literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua
micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis
yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,
berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini
menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi
seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan
pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini
bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang
menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini
disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada
dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 9/35
13
dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double
time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8
minggu sebelum dinyatakan negatif.
4. Manifestasi Klinik
Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan.
Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki
TB aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat
badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi
susunan saraf pusat muncul.
Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya
mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum
(malaise), demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang
timbul dan muntah. Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2
minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang
berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan
tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus
kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai
penyempitan dan pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan
iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit neurologi sebagai
akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami
kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi gerakan
involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadihidrosefalus.
Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa
kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau
rigiditas dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan
serebrospinalis.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 10/35
14
5. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi
tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-
paru. Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia.
Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan
dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan
oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara
atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat.
Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama
biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit
jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam
ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari
sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening
hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan
kelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari
kelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi
penyebaran hematogen.
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon
imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh
antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi
sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang
diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga
makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari
makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan
perkijuan sebagai pusatnya.
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang
yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan
jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah,
penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 11/35
15
disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana
respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus
perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan
basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk
berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan
akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi
pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami
pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan
organisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabila
hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan
terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan
dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai
“Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan
pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid
atau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 12/35
16
Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis
Inhalasi kuman TB
Paru-paru
Penyebaran limfohematogen
TB paru primer Dorman di otak Organ lain
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putihpada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang
Tuberkel melunak dan pecah
Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid
Terbentuk eksudat
Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2
Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :
- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag
Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks
Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron
Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus
kranial II, III, IV, VI, VII, VIII
Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi
LCS pada foramen Magendi
Hidrosefalus
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 13/35
17
6. Klasifikasi
Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi
meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,
ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus
influenza.
c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium
tuberkulosis.
Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2
golongan yaitu :
a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater
yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah
Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma
dan ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater
yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain :
Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis
(meningokok), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis
penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai
berikut :
Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis
meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik
dan kesadaran yang penuh.
Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 14/35
18
Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan
terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).
Menurut gambaran klinik terbagi 3 stadium yaitu :
Stadium Prodormal : kesadaran baik, rangsang meningen bisa positif atau
negatif pada akhir stadium, kelainan neurologis, dan
klien biasanya tampak sehat, gelisah, penurunan
berat badan, suhu febris, mual, muntah, apatis,
malaise, anorexia, dan nyeri kepala.
Stadium Transisional : mulai terjad penurunan kesadaran, terdapat
rangsang meningeal, dan terdapat tanda-tanda fokal
neurologi yaitu opthalmologi dan hemiparese.
Stadium Terminal : penurunan tingkat kesadaran sampai koma, tanda-
tanda neurologis (hemiplegi, para parese, gangguan
nervus kranial II,III,IV,VI,VIII, respirasi terdapat
cheyne stokes.
7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Pernafasan
Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur
pernafasan sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas
berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang,
yang berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada
jaringan susunan saraf pusat akan menghambat proses transportasi
oksigen sehingga otak kekurangan oksigen yang berdampak terjadinyakematian sel-sel jaringan otak, distres pernafasan terjadi akibat
penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan
tekanan intrakranial.
b. Sistem Kardiovaskular
Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada
jaringan selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan
pola nafas menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 15/35
19
perfusi jaringan menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada
beberapa bagian tubuh tekanan darah meningkat atau menurun dan
frekuensi nadi meningkat.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk
menangani dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan
dari hipotalamus. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi
asam lambung yang menyebabkan hiper asiditas yang akan
menimbulkan mual, muntah dan nafsu makan berkurang. Pada kondisi
yang kronis keadaan ini akan menimbulkan iskemi mukosa lambung
dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah perdarahan lambung
(stress ulcer ) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi klien tidak
adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.
d. Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada
kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme
terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).
e. Sistem Persarafan
Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol
kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi
penekanan pada saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola
nafas tidak efektif. Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang
mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus optikus yang dapat
mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI yang dapat
mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang dapat
mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan
menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan
dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang
ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II,
serta laseque positif.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 16/35
20
f. Sistem muskuloskeletal
Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan
dalam perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan
otot-otot dan terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat
melakukan aktifitas gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya
kontraktur dapat memperberat kondisi.
g. Sistem Integumen
Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
sehingga timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan,
selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan
kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan
dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring
yang lama.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi
pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan
gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent
thoraks, kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan
kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat
terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma.
Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkandiagnosa meningitis tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat,
tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya
untuk mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih
kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak
memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 17/35
21
menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan
dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.
c. Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang
efektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan
serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.
2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan
predominan limfosit.
3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50%
nilai glukosa darah.
4) Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki
akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis
meningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan
metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan
serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari
mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium.
Yang tergolong pemeriksaan biokimia antara lain:
1) Bromide Partition Test (BPT)
2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)
3) Tuberculostearic Acid
f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam
cairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes
imunologis antara lain:
1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 18/35
22
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)
9. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:
a. Perawatan umum
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan
dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung
kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya sesuai dengan
kondisi klien.
b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis
Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah
menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya,
mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps,
mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.
Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbedadengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah
bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam
konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan
ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis
tuberkulosis adalah :
1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.
2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.
3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.
4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai
dengan 1500 mg / hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan
dosis 30-50 mg / kg BB / hari.
6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena
dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 19/35
23
terutama jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik
maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
Efek samping OAT
(a) Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira
0,5% dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan
setelah pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat
dilaksanakan kembali
Efek samping ringan berupa
(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan
nyeri otot
(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra
(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
(b) Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang
kadang-kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik,
purpura dan gagal ginjal
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam,
nyeri tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.
(c) Pyrazinamid (Z)
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan
kadang-kadang serangan penyakit gout.
(d) Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya
ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami
gangguan sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan
berpikir kritis, karena tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran,
sehingga perawat bekerja sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 20/35
24
tetap harus menggunakan metoda pendekatan pemecahan masalah ( problem
solving) melalui proses keperawatan.
Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam
rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara
optimal.tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif
yang saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana
pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari
hasil wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan
keperawatan atau tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian
dianalisa untuk mendapatkan diagnosa keperawatan yang merupakan
masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit
meningitis adalah:
- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang
dapat terjadi pada semua umur, dewasa maupun anak.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit meningitis
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan
tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
b) Identitas penanggung jawab meliputi:
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan
dengan klien.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 21/35
25
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling
utama adalah adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang
disertai kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan
keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan
menggunakan analisa PQRST.
P: Provokatif/paliatif
Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta
memberatkan keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis
biasanya disebabkan oleh adanya iritasi meningen. Nyeri di
rasakan bertambah bila beraktivitas dan berkurang jika
beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa
sering keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap
dan sangat berat.
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan
sejauh mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang
dan berat. Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat
(skala : 5), dikarenakan adanya iritasi meningen yang disertai
kaku kuduk.
T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-
ulang, dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 22/35
26
nyeri dirasakan menetap/terus menerus karena iritasi
meningen.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol,
riwayat batuk lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak
atau tanpa dahak (dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan
penderita TBC. Apakah klien punya riwayat trauma kepala atau
tulang belakang. Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan
mastoiditis.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai
kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan
dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya
pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk
berdahak, ronkhi positif.
b) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau
penurunan tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
Pada kasus lebih lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan
capillary refil time (CRT) lebih dari 3 detik.
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah
serta anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus
kranial pada nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek
menelan. Pada kondisi ini akan menimbulkan hipersekresi HCl
iskemia mukosa lambung dan kerusakan barrier mukosa erosi
hemoragik lambung (perdarahan lambung) sehingga terjadi
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 23/35
27
penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi kurang kalori
protein (KKP).
d) Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia
urine. Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena
proses katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.
e) Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada
kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di
kaji rentang gerak dari ekstremitas.
f) Sistem Integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai
dampak infeksi sistemik, selain itu klien dengan meningitis
seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus
berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan
integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
g) Sistem persarafan
Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan
dengan sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit
meningitis terjadi peradangan selaput otak dan parenkim otak
yang merupakan pusat sistem persarafan. Gangguan yang muncul
tersebut antara lain: kerusakan saraf pengontrol kesadaran yang
dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, pola nafas tidak
efektif akibat peningkatan tekanan intrakranial yang menekan
pusat pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus
vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus
kranial lain yang umum terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII.
Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas yaitu tanda-
tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II positif,
kernig dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering
terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 24/35
28
diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi
perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak
responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat
area fokal kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien
meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
anoreksia dan bila pasien mengalami penurunan kesadaran,
reflek menelan terjadi penurunan, sehingga klien harus dipasang
naso gastric tube (NGT).
b) Eliminasi
Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi
inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.
c) Istirahat tidur
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala
hebat akibat penekanan TIK. Hal ini merupakan
mecanoreceptor terhadap reticular activating system ( RAS )
sebagai pusat tidur jaga.
d) Personal hygiene
Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal
hygiene akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan
penurunan kesadaran.
5) Data psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena
perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah
sakit akibat hospitalisasi.
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah
akibat perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak
berharga, rendah diri dan kehilangan peran.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 25/35
29
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit
meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas
disekitarnya baik ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien
biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan
lingkungan sekitarnya.
7) Data spiritual
Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan,
kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta
keyakinan yang dianut oleh klien ataupun keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.
Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis
tuberkulosis adalah :
(a) Warna CSF jernih
(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.
(c) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Klorida menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya
penyakit saluran nafas sebagai infeksi primer.
c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga
sinus yang mengalami sinusitis.
d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak
dan medulaspinalis.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 26/35
30
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data
tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien. Merupakan suatu proses berpikir yang meliputi kegiatan
pengelompokkan data dan menginterpretasikan kelompok data dan
membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan masalah
atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis adalah:
Menurut Doenges, 1993 : 311-319
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses
invasi kuman patogen.
2) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
3) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunankesadaran
4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan
saraf pusat.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
6) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem
saraf.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Tucker (1993:522-524).
9) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 27/35
31
10) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hypertermia
berhubungan dengan proses inflamasi.
11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi
dan rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi,
situasi dan lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasikuman patogen secara hematogen.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria :
- Suhu tubuh normal 36-37°C
- Klien ditempatkan di ruang isolasi
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan tindakan isolasi sebagaitindakan pencegahan
Pada fase awal meningitismeningokokus atau infeksi
ensepalitis lainnya, isolasi mungkin
diperlukan sampai organismenya
diketahui/dosis antibiotik yangcocok telah diberikan untuk
menurunkan resiko penyebaran
pada orang lain.
2. Pertahankan teknik aseptik dan
teknik cuci tangan yang tepat
baik klien atau pengujung
maupun staf. Pantau dan batasi
pengunjung/staf sesuai kebutuhan.
Menurunkan resiko klien terkena
infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi,
mencegah pemajanan pada
individu terinfeksi (misalnya:
individu yang mengalami infeksisaluran pemafasan atas).
3. Pantau suhu secara teratur. Catat
munculnya tanda-tanda klinis dari
proses infeksi.
Terapi obat biasanya akan
diberikan terus selama kurang dari
5 hari setelah suhu turun (kembali
normal) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis yang
terus menerus merupakan indikasi
perkembangan dari
meningokosemia akut yang dapat
bertahan sampai berminggu-
minggu/berbulan-bulan atau terjadi
penyebaran patogen secara
hematogen/sepsis.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 28/35
32
1 2 3
4. Teliti adanya keluhan dari dada,
berkembangnya nadi yang tidak
teratur/disritmia atau demam yang terus
menerus.
Infeksi sekunder seperti
miokarditis/perikarditis dapat
berkembang dan memerlukan
intervensi
lanjut.
5. Auskultasi suara nafas. Pantau
kecepatan pernafasan dan usaha
pernafasan.
Adanya rorchi/mengi, takhipne dan
peningkatan kerja pernafasan
mungkin mencerminkan adanya
akumulasi sekret dengan resiko
terjadinya infeksi pernafasan.
6. Ubah posisi klien dengan teratur dan
anjurkan untuk melakukan nafas dalam.
Mobilisasi sekret dan
meningkatkan kelancaran sekretyang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap
pernafasan.7. Catat karakteristik urine, seperti warna,
kejernihan dan bau
Urine statis, dehidrasi dan
kelemahan umum meningkatkan
resiko terhadap infeksi kandung
kemih/ginjal/awitan sepsis.
8. Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik IV sesuai
indikasi: penisilin G, Ampisilin,
Kloramfenikol, Gentamisin,
Amfoterisin B.
Obat yang dipilih tergantung pada
tipe infeksi dan sensitifitas
individu. Catalan: Obat intratekal
mungkin diindikasikan untuk
basilus Gram-negatif, jamur,
amuba.
b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria :
- Tingkat kesadaran membaik
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak adanya nyeri kepala
- Tidak adanya tanda peningkatan TIK
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan tertentu
atau yang menyebabkan koma /
penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK
Menentukan pilihan intervensi. Penurunan
tanda/gejala neurologis atau kegagalan
dalam pemulihannya setelah serangan awal
menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke
perawatan intensif untuk mementau tekanan
TIK atau pembedahan.
2. Pantau status neurologis secara teraturdan bandingkan dengan nilai standar
(misalnya: GCS)
Mengkaji adanya kecenderungan padatingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK dan bermanfaat dalam menentukan,
lokasi, perluasan dan perkembangan
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 29/35
33
kerusakan SSP.
3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD,
Nadi, Respirasi
Peningkatan tekanan darah sistemik yang
diikuti oleh penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda adanya
peningkatan TIK nafas yang tidak teratur
dapat menunjukan lokasi gangguan serebral
dan tanda adanya peningkatan serebral.
4. Bantu klien untuk menghindari
manuver valsava, seperti batuk,
mengejan.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
intra thoraks yang akan meningkatkan TIK
5 Perhatikan adanya gelisah yang
meningkat, peningkatan keluhan dantingkah laku yang tidak sesuai.
Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya
peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.
6 Kaji adanya peningkatan rigiditas,
regangan, peka rangsang, serangankejang.
Merupakan indikasi dari iritasi meningeal
yang dapat terjadi sehubungan dengankerusakan dari duramater atau
perkembangan infeksi.
7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat
sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko peningkatan TIK.
8 Kolaborasi untuk pemberian obat
sesuai indikasi seperti dexametason
Menurunkan inflamasi yang selanjutnya
menurunkan oedema jaringan.
c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya
kejang akibat iritasi korteks serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Monitor adanya kejang/ kedutan pada
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah
yang lain.
Mencerminkan adanya iritasi SSP
secara umum yang memerlukan
evaluasi segera dan intervensi yang
mungkin untuk mencegah
komplikasi.
2. Berikan keamanan pada klien
dengan memberi bantalan padapenghalang tempat tidur,
pertahankan penghalang
tempat tidur tetap terpasang
dan pasang jalan nafas buatan
plastik atau gulungan lunak
dan alat penghisap.
Melindungi klien jika terjadi kejang.
Catatan: Memasukan jalan nafasbuatan/ gulungan lunak hanya jika
rahangnya relaksasi, jangan dipaksa,
memasukan ketika giginya mengatup
karena dapat merusak jaringan lunak.
3. Kolaborasi dengan medik untuk
pemberian obat sesuai indikasi,
seperti Fenitoin (dilantin),
diazepam (valium),
fenobarbital (luminal)
Merupakan indikasi untuk
penanganan dan pencegahan kejang.
Catatan: Fenobarbital dapat
menyebabkan depresi pernafasan dan
sedatif serta menutupi tanda/ gejaladari peningkatan TIK.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 30/35
34
d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf
pusat.
Tujuan : Nyeri hilang
Kriteria :
- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan lingkungan yang tenang,
ruangan agak gelap sesuai indikasi
Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi dari luar atau sensitivitaspada cahaya dan meningkatkan
istirahat/relaksasi.
2. Letakan kantung es pada kepala,pakaian dingin di atas mata.
Meningkatkan vasokontriksi,menumpulkan persepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri.
3. Dukung untuk menemukan posisi yang
nyaman, seperti kepala agak tinggi
sedikit.
Menurunkan iritasi meningeal,
resultan ketidak nyamanan lebih
lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak
aktif/pasif secara tepat dan lakukan
massase otot daerah bahu atau leher.
Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
tersebut.
e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Periksa kembali kemampuan dan
keadaan secara fungsional padakerusakan yang terjadi.
Mengidentifikasi kemungkinan
kerusakan secara fungsional danmempengaruhi dan pilihan intervensi yang
akan dilakukan.
2. Kaji derajat imobilisasi klien
dengan menggunakan skala
ketergantungan
Klien mampu mandiri (nilai 0) atau
memerlukan bantuan/ peralatan yang
minimal (nilai 1); memerlukan bantuan
sedang dengan pengawasan / diajarkan
(nilai 2); memerlukan bantuan / peralatan
yang terus menerus dan alat khusus (nilai
3); atau tergantung secara total pada
pemberian asuhan (nilai 4). seseorang dalam semua kategori sama-sama
mempunyai resiko kecelakaan namun
kategori dengan nilai 2-4 mempunyai
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 31/35
35
resiko terbesar untuk terjadinya bahaya
tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
3. Berikan atau bantu untuk
melakukan latihan rentang
gerak/ROM.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsisendi / posisi normal ekstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis
4. Berikan perawatan kulit dengan
cermat, masase dengan pelembabdan ganti linen / pakaian yang
basah dan pertahankan linen
tersebut tetap bersih dan bebas
dari kerutan.
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas
kulit dan menurunkan resiko terjadinyaekskoriasi kulit
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem
saraf.Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori
Kriteria :
- Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya
dan fungsi persepsi
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Evaluasi secara teratur perubahan
orientasi, kemampuan berbicara, alam
perasaan/afektif, sensorik dan proses
pikir.
Fungsi serebral bagian atas biasanya
terpengaruh lebih dulu oleh adanya
gangguan sirkulasi, oksigenasi.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon
sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul,dan kesadaran terhadap gerakan dan
letak tubuh, perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain.
Informasi penting untuk keamanan
klien. Semua sistem sensorik dapatterpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan
peningkatkan atau penurunkan
sensitifitas atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk
menerima dan berespon secarasesuai dengan stimulus.
3. Berikan stimulasi yang bermanfaat
secara verbal, penciuman, taktil,pendengaran .
Membantu klien untuk memisahkan
pada realitas dari perubahanpersepsi, gangguan fungsi kognitif
dan atau penurunan penglihatan
dapat menjadi potensi timbulnya
disorientasi dan ansietas.
4. Berikan kesempatan yang lebih banyak
untuk berkomunokasi dan melakukan
aktifitas.
Menurunkan frustrasi yang
berhubungan dengan perubahan
kemampuan atau pola respon yang
menunjang.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 32/35
36
g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria :
- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt
- Irama nafas reguler.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji dan pantau frekuensi pola dan
irama nafas
Perubahan pola nafas tidak efektif
merupakan tanda berat adanya
peningkatan tekanan intrakranialyang menekan medulla oblongata
2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan
melakukan pembersihan jalan nafas
seperti pengisapan lendir dan oral
hygiene.
Lendir yang berlebihan akan
menumpuk dan menimbulkan
obstruksi jalan nafas.
3. Berikan O2 sesuai order dan monitor
efektifitas pemberian oksigen tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dalam darah dan jaringan.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan leher dan posisi netral.
Posisi leher yang ekstensi /
menekuk mengakibatkan jalan
nafas terhambat.
h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan
proses inflamasi
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.
Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak
merasakan panas badan.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Berikan kompres dingin pada daerah
yang banyak pembuluh darah sampaisuhu badan kembali normal.
Kompres dingin dapat
menimbulkan proses konduksidimana terjadi perpindahan panas
dari satu objek ke objek lain dengan
kontak fisik antara kedua objek
tersebut.
2. Anjurkan pada klien untuk
mengenakan pakaian tipis dan
menyerap keringat.
Dengan pakaian tipis
memudahkan penyerapan keringat
dan memberi rasa nyaman.
3. Observasi tanda-tanda vital suhu,
tensi, respirasi, dan nadi.
Untuk mengetahui lebih lanjut
tindakan yang akan dilakukan.
4. Kolaborasi pemberian terapi
antipiretik.
Antipiretik berfungsi
menghambat panas pada
hipotalamus.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 33/35
37
i. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama.
Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti :
kemerahan dan lecet pada kulit.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Atur dan rubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.
Dapat mengurangi tekanan yang terus
menerus yang menimbulkan sirkulasi
yang optimal pada daerah penekanan.
2. Berikan bantalan pada area tubuh yangmenonjol dan berada pada permukaan
tempat tidur.
Dengan diberikan bantalan pada daerahpenekanan akan mengurangi tekanan
efek sirkulasi yang tidak lancar.
3. Lakukan masase pada daerah
penekanan seperti bokong, siku dan turn
it setiap hari.
Tindakan masase sebagi stimulus
terhadap vasodilatasi bagi vaskuler
yang mengalami kontriksi pada
permukaan sehingga akan membantu
melancarkan sirkulasi pada daerah
tersebut.
4. Observasi tanda dekubitus seperti lecet,
kemerahan pada siku, tumit, bokong
dan daerah punggung setiap hari
Bila ditemukan tanda-tanda dekubitussegera ambil tindakan untuk
mengantisipasi terjadinya kerusakan jaringan kulit yang berlebihan.
j. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien
dirumah.
Tujuan : cemas dapat diatasi
Kriteria :
- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
- Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan
kecemasan seperti gelisah)
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari
klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal
atau non verbal.
Gangguan tingkat kesadaran dapat
mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi
tidak menyangkal keberadaannya.
Derajat ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi tersebut diterima
oleh individu.
2. Berikan penjelasan hubungan antara prosespenyakit dan gejalanya.
Meningkatkan pemahaman,mengurangi rasa takut karena
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 34/35
38
ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas.
3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan
prosedur sebelum dilakukan.
Dapat meringankan ansietas terutama
ketika pemeriksaan tersebut melibatkanotak.
4. Libatkan klien/keluarga dalam
perawatan, perencanaan
kehidupan sehari-hari,
membuat keputusan sebanyak mungkin.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap
diri dan meningkatkan kemandirian.
k. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah
dan anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- Disfagia dapat diatasi
- Tidak terjadi aspirasi.
- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Timbang berat badan seminggusekali. Untuk mengetahui efektivitas therapi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu perencanaan makanan.
Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang
dapat membantu kebutuhan nutrisi
klien dan langsung mempersiapkan
kebutuhan nurisi kliennya.
3. Jika masukan makanan hanya
sedikit, BB terus menerus turun
selama 5 hari, status
menunjukkan kekurangan
nutrisi kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian nutrisi
parenteral total (NPT).
NPT mensuplai protein dan
kalori,asam lemak dan vitamin dapat
diberikan IV bersama-sama larutan
NPT, protein, Karbohidrat dan lemak
penting untuk fungsi dan
perkembangan sel.
4. Bila terjadi disfagia kolaborasidengan dokter untuk pemasanganNGT.
Dengan NGT dapat menghindariterjadinya aspirasi karena kelemahanreflek menelan.
5. Kolaborasi pemberian obat H 2reseptor antagonis sesuai advis.
H2 reseptor antagonis dapat
menghambat produksi HCl atau
menetralisir asam lambung.
l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi
berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan
peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.
7/17/2019 Meningitis
http://slidepdf.com/reader/full/meningitis-568c956e0df5e 35/35
Kriteria :
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler cepat.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1. Kaji perubahan tanda vital. Peningkatan suhu /
demam meningkatkan laju dan
kehilangan cairan tubuh melalui
evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran
mukosa.
Indikator langsung keadekuatan
volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin
kering karena nafas melalui mulut
dan oksigen tambahan.
3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah. Adanya gejala menurunkan
masukan oral.
4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dankebutuhan pengganti.
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500
ml/hari sesuai kondisi
Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.
6. Berikan obat sesuai indikasi,
misalnya antipiretik,antiemetik.
Berguna untuk menurunkan
kehilangancairan.
7. Berikan cairan tambahan melalui IV
sesuai dengan kebutuhan.
Adanya penurunan masukan/banyak
kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan cairan.
4. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang
telah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan
dalam memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien
dengan cara menilai tujuan yang ditetapkan.