MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL...
Transcript of MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL...
MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM
KEPADA KAUM MISKIN
Oleh :
Yuliana Apu Day NIM: 061124031
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
i
MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM
KEPADA KAUM MISKIN
Oleh :
Yuliana Apu Day NIM: 061124031
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih
sebagai komunitas religius yang membentuk saya menjadi religius SCMM.
Para susterku sekongregasi, yang selalu mendukung dalam perjalanan panggilan
dan perutusan studi saya.
Bapak dan Ibu saya sebagai teladan yang mengajari saya untuk berbagi kasih
kepada orang lain, khususnya yang miskin dan menderita.
v
MOTTO
“Jalan terbaik untuk memperoleh sukacita abadi dengan pasti ialah hidup dan mati
untuk melayani orang miskin, sambil membiarkan diri dituntun oleh
Penyelenggaraan Ilahi dan menyangkal diri untuk mengikuti Kristus”.
(Vinsensius, SV III, 392)
“Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada Tuhan, dan Ia
mendengar suaraku”.
(Mazmur 18:7)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Juni 2010
Penulis,
Yuliana Apu Day
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yulianan Apu Day
NIM : 061124031
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan wewenang bagi
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:
MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM
KEPADA KAUM MISKIN
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk penggalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya
di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin
maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 21 Juni 2010
Hormat saya,
Yuliana Apu Day
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO
VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA KAUM MISKIN. Judul ini dipilih penulis berdasarkan realitas yang ada dalam kehidupan para suster SCMM, yang memberi kesan, kurang mengetahui, memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, yang oleh pendiri telah mengangkatnya menjadi pelindung kedua sekaligus pelindung karya kongregasi SCMM. Kekaburan mereka akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri dijadikan sebagai pelindung karya bagi kongregasi, berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan para suster SCMM kepada kaum miskin. Hal tersebut nampak dalam sikap hidup dan karya perutusan yang cenderung mengutamakan pelayanan kepada orang yang mampu atau berkecukupan dari pada kepada orang yang miskin.
Persoalan pokok dalam skiripsi ini adalah, bagaimana para suster SCMM dapat dibantu untuk lebih mengenal, memahami serta mengahayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul sehingga semakin meningkat pula pelayanan mereka terhadap kaum miskin.
Dalam menanggapi persoalan tersebut, penulis menilai perlu adanya proses pengenalan lebih dekat akan tokoh penting St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah diangkat sebagai pelindung karya para suster SCMM. Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan riwayat hidup St.Vinsensius de Paul, Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan cara St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin, yang akan menghantar para suster SCMM untuk semakin mengenal lebih dekat, memahami dan menghayati dalam hidup mereka sehingga bisa menjadi inspirasi dan panutan hidup serta karya mereka dalam melayani kaum miskin.
Pada bagian akhir, penulis mengusulkan sebuah program retret dengan tema “Spiritualitas St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM” sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh agar mereka semakin mengenal, memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul sehingga akan meningkat pula pelayanan mereka terhadap kaum miskin. Untuk itu pentinglah para formator yang akan membawakan retret ini dipersiapkan dengan bahan dari skripsi ini dan buku-buku berisikan spiritualitas Vinsensius de Paul.
ix
ABSTRACT
The title of this paper is “DEEPENING THE SAINT VINCENT DE
PAUL’S SPIRITUALITY AS AN EFFORTS OF SCMM SISTERS TO IMPROVE THE SERVICES TO THE POOR.” The writer chose this title based on the realities of SCMM Sisters, which gives the impression that they less to know, less to understand and less to living out the Spirituality of St. Vincent de Paul, who has been appointed by the founder as the second patron of SCMM Congregation and as protector of its mission. This vagueness of understanding of St.Vincent de Paul’s spirituality gave less impact on the SCMM sisters in their services to the poor. It can be seen in their attitudes and services that tend to give more priority to the rich than to the poor.
The main problem in this paper is, how to help SCMM sisters to know, to understand, and to living out St.Vincent de Paul’s spirituality better, so that they are able to improve their services to the poor.
In response to this problem, the writer sees the need for closer recognition of St.Vincent de Paul who has been appointed as the protector of the SCMM sisters mission. The writer will present the bibliography of St.Vincent de Paul, his Spirituality, and his ways in dealing with the poor with hope that these could lead the SCMM sisters to see closer, to understand better and to living out St.Vincent de Paul’s spirituality, so that these could be an inspiration and role model of life and their services to the poor. Finally in the last part of this paper, the writer proposes a retreat program with the theme "St. Vincent de Paul’s spirituality for the SCMM sisters" as an effort to know, to understand better and at last could living out the St. Vincent de Paul’s spirituality to improve their services to the poor. It is necessary for this purpose, that the formators who will give the retreat, to be prepared with material from this paper and from the books containing Vincent de Paul's spirituality.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus karena rahmat dan
kasih-Nya yang membimbing, menuntun dan menyertai penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO
VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA KAUM MISKIN”.
Dalam skripsi ini penulis mengangkat keprihatinan yang berkaitan dengan
kekurangpengetahuan dan pengenalan para suster SCMM akan Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah mengangkatnya sebagai pelindung
kedua kongregasi sekaligus pelindung karya kongregasi SCMM. Oleh karena itu
penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para suster SCMM dalam
mengenal, memahami dan mengahayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul,
sehingga semakin meningkatkan pelayanan para suster SCMM terhadap kaum
miskin.
Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini berkat bantuan dan
dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, motivasi
dan inspirasi. Maka pada kesempatan ini penulis patut mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ. selaku Kaprodi, pembimbing akademik, sekaligus
pembimbing utama yang senantiasa dengan sabar, setia, perhatian dan penuh
kasih seorang bapak dalam membimbing, mengarahkan, memotivasi dan
memberikan masukan serta inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
xi
2. Y.H.Bintang Nusantara, SFK, M.Hum selaku dosen penguji II yang penuh
perhatian dan cinta memotivasi dan mendukung sehingga kini boleh berkenan
memeriksa dan sekaligus menguji skripsi penulis.
3. Dra. J. Sri Murtini,M.Si., selaku dosen penguji III yang telah berkenan
mendampingi dan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan cinta yang
sekaligus memeriksa skripsi dan menguji penulis.
4. Bapak-Ibu dosen dan staf prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah
mendampingi dengan setia serta menjadi rekan selama penulis melaksanakan
studi di IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.
5. Suster Provinsial Kongregasi SCMM beserta dewannya yang telah memberikan
kesempatan, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk memperkembangkan
pengetahuan, kepribadian dan kerohanian selama studi di IPPAK-FKIP-USD
Yogyakarta.
6. Para suster komunitas Santa Sesilia yang telah memberikan dukungan,
perhatian, doa dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tugas studi ini.
7. Semua rekan-rekan seangkatan 2006 yang walaupun sudah berpisah, namun
selalu dengan caranya masing-masing, mendukung, memotivasi, mendoakan
dan menguatkan penulis sehingga pada akhirnya berhasil menyelesaikan studi
di IPPAK tercinta ini.
8. Suster Martha Chandra, SCMM, Suster Donata Manalu, SCMM, dan Suster
Agnesia Apu, SCMM yang memberikan semangat, motivasi, doa, perhatian
dan kasih yang tulus bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
xii
9. Bapak, ibu, kakak, adik dan saudara-saudariku yang telah mendoakan,
mendukung dan mengajari aku untuk berbagi pada orang lain khususnya orang
miskin dan menderita
10. Semua pihak yang penulis tidak sebut pada tulisan ini yang dengan caranya
sendiri telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala kritik dan
saran demi penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap
semoga skripsi ini menjadi sumbangan pemikiran bagi siapa saja yang ingin
melanjutkan pelayanan Yesus Kristus kepada kaum miskin.
Yogyakarta, 21 Juni 2010
Penulis,
Yulianan Apu Day
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL ……………………………………………………………………..... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………... ii
PENGESAHAN ……………………………………………………………... iii
PERSEMBAHAN …………………………………………............................ iv
MOTTO …………………………………………………………………….... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………........ vii
ABSTRAK …………………………………………………………………... Viii
ABSTRACT …………………………………………………………………. ix
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… xiii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. xvi
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………. 1
B. Rumusan Permasalahan ……………………………………………... 4
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………. 4
D. Manfaat Penulisan …………………………………………………… 4
E. Metode Penulisan ……………………………………………………. 5
F. Sistematika Penulisan ……………………………………………….. 5
BAB II. GAMBARAN UMUM KONGREGASI SCMM DI INDONESIA……………………………………………………….. 7
A. Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia…………………….. 7
1. Keadaan Masyarakat Indonesia pada awal abad XX…………........ 8
2. Awal mula kongregasi SCMM di Indonesia dan perkembangannya 10
3. Ciri khas dan Tujuan Kongregasi…………… ………………….... 16
B. Visi dan Misi Kongregasi……………………………………………. 17
1. Visi Kongregasi…………………. ……………………………….. 17
2. Misi Kongregasi……….…………………………………………... 18
C. Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul
pada para Suster SCMM…………………………………................... 19
xiv
D. Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia...………………..... 25
1. Pelayanan di bidang Pendidikan…………………………………... 27
2. Pelayanan di bidang Kesehatan……. …………………………….. 28
3. Pelayanan di bidang Sosial……………………………………........ 29
BAB III. SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL…………….......... 32
A. Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul..……………………………..... 33
B. Tiga Keutamaan St.Vinsensius de Paul…………………………...... 45
1. Kesederhanaan………………… ………………………………... 48
2. Kerendahan Hati……………….. ……………………………….. 50
3. Cinta Kasih……………………………………………………..... 52
C. Lima Pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul……………... 53
1. Kristus……….………………… ………………………………... 53
2. Konteks sebagai tempat pertemuan dengan Allah……………….. 54
3. Misteri kehadiran Kristus dalam diri kaum miskin……………..... 55
4. Injil…………………………………... ………………………….. 56
5. Doa dan Perbuatan……………………………………………….. 56
D. St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin…………… 57
1. Kategori Kaum Miskin.……… ……………………………….... 58
2. Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan.………….. 60
3. Alasan melayani Kaum Miskin….……………….…………....... 61
4. Kunjungn terhadap Orang Miskin.…………………………….... 62
5. Cara Menyediakan Kebutuhan Materiil bagi Kaum Miskin…...... 63
6. Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam
melayani Kaum Miskin………………………………………… 64
BAB IV. USULAN PROGRAM RETRET DENGAN TEMA “SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL BAGI PARA SUSTER SCMM……………………………………………… 66
A. Latar Belakang Program Retret.………………………………….. 67
B. Alasan Pemilihan Tema…………………………………………... 68
C. Rumusan Tema dan Tujuan Retret……………………………….. 70
D. Program Retret Bagi Para Suster SCMM………………………... 72
E. Catatan Untuk Pelaksanaan Program.……………………………... 79
xv
F. Contoh Persiapan Retret…………………………………………... 79
1. Persiapan Pelaksanaan Hari Pertama...…………………………. 79
2. Persiapan Pelaksanaan Hari Kedua …………………………..... 88
3. Persiapan Pelaksanaan Hari Ketiga…………………………….. 102
4. Persiapan Pelaksanaan Hari Keempat..………………………… 116
5. Persiapan Pelaksanaan Hari Kelima …………………………… 129
6. Persiapan Pelaksanaan Hari Keenam…………………………... 134
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………….…………………….. 143
A. Kesimpulan… ……………………………………………………. 143
B. Saran……………………….. ……………………………………. 145
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 148
xvi
DAFTAR SINGKATAN
Berikut ini adalah daftar singkatan berdasarkan urutan alfabetik.
Art
Ay
CM
:
:
:
Artikel
Ayat
Kongregasi Misi (Roma Lasaris)
CMM : Congregatio Matris Misericordiae
Dsb
DPP
DPU
:
:
:
Dan sebagainya
Dewan Pimpinan Propinsi
Dewan Pimpinan Umum
Fr
HK
:
:
Frater
Suster Hati Kudus
Konst.
KV
:
:
Konstitusi Para Suster cintakasih dari Maria Bunda
Berbelaskasih
Konsili Vatikan
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Luk
Mat
MA
:
:
:
Injil Lukas
Injil Mateus
Mawar Altar
MB : Madah Bakti
Mgr.
MSF
:
:
Monseigneur
Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus
No : Nomor
NTT : Nusa Tenggara Timur
PAK : Pendidikan Agama Katolik
Pr
P
:
:
Projo
Pater
PT
SCP
SCMM
:
:
:
Perguruan Tinggi
Shared Christian Praxis
Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang
xvii
Berbelaskasih
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
SJ
St
SSpS
SV
TK
TPP
:
:
:
:
:
Serikat Jesus
Santo
Kongregasi Misi Suster-Suster “Abdi Roh Kudus”
Surat-surat Vinsensius
Taman Kanak Kanak
Tim Pembina Propinsi
USD : Universitas Sanata Dharma
Yes : Kitab Yesaya
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendirian suatu Kongregasi pada umumnya mempunyai norma atau aturan
hidup yang diyakini dapat menjadi pedoman hidup anggotanya. Setiap pendiri
kongregasi juga memiliki ciri khas tersendiri, baik dalam hal cara hidup maupun
pelayanannya. Norma atau aturan hidup ini dimaksudkan membentuk kekhasan
hidup dan pelayanan para anggotanya.
Kongregasi SCMM (Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang
Berbelaskasih) adalah kongregasi yang didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen pada
tanggal 23 November di ‘t Heike Tilburg. Pendirian kongregasi ini, terinspirasi
oleh St.Vinsensius de Paul yang peka akan kebutuhan sesama, khususnya mereka
yang miskin dan terlantar. Oleh pengikutnya, cara hidup St.Vinsensius de Paul
dijadikan “Spiritualitas St.Vinsensius de Paul” dan pendiri mengangkatnya
sebagai pelindung karya kongregasi SCMM. Gereja juga memberi gelar kepada
St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya misi.
Para suster SCMM sebagai anggota kongregasi yang didirikan oleh Mgr.
Joannes Zwijsen, dipanggil untuk memberi pelayanan kepada orang miskin, kecil
dan tak berdaya. Dalam pembicaraan akrab mengenai karya-karya kasih, bapak
pendiri (Mgr.Joannes Zwijsen) memaparkan tujuan pelayanan kasih yakni: demi
keselamatan jiwa-jiwa, dan khususnya demi kaum papa. Dan andaikan pernah
terjadi bahwa lebih banyak orang kaya berada dalam pelayanan para suster
2
SCMM dari pada orang miskin, hal tersebut dapat dikatakan bahwa kongregasi
telah kehilangan roh aslinya (Kusnoharjono, 1998:51).
Harapan dari setiap pendiri kongregasi ialah, para pengikutnya mampu
meneruskan cara hidup dan semangat yang telah dimulainya dalam hidup dan
karya pelayanan di dunia ini. Sejalan dengan harapan pendiri, Paus Paulus VI juga
pernah mengamanatkan kepada setiap kongregasi, agar pembaharuan yang
dilaksanakan tetap mempertahankan hakekat dan semangat asli kongregasi dan
tidak menyimpang dari ketentuan yang sudah ditetapkan dalam tujuan kongregasi.
Oleh karena itu pembaharuan harus tetap mempertahankan keutuhan dan
semangat asli pendiri (Riberu, 1983:233).
Dalam pertemuan propinsi dan retret Vinsensian yang dilaksanakan oleh
kongregasi pada tanggal 31 sampai dengan 11 Agustus 2009 di Maumere-Flores
yang diikuti oleh para suster SCMM dari seluruh Indonesia, ada keprihatinan
bahwa para suster SCMM kurang mengenal dan memahami Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul, yang oleh kongregasi dijadikan sebagai pelindung karya.
Ketidakjelasan pemahaman spiritualitas St.Vinsensius de Paul ini disebabkan oleh
pendahulu yang tidak cukup menyampaikan kepada generasi berikut, juga dari
para suster sendiri yang kiranya kurang membaca buku-buku kongregasi. Ada
kesan kekurang pengenalan para suster SCMM akan Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul membawa akibat kurang maksimalnya pelayanan para suster SCMM dalam
melayani kaum miskin. Hal tersebut dipaparkan secara jelas pada buku “Butir-
butir penting hari Propinsi SCMM Indonesia tahun 2009 “ sebagai salah satu buku
dokumen kongregasi yang digunakan penulis untuk mendapatkan data dan
3
informasi mengenai karya pelayanan para suster SCMM Indonesia secara khusus
dalam melayani kaum miskin. Salah satu keprihatinan bahwa para suster lebih
mengutamakan pelayanan kepada orang yang mampu atau berkecukupan dari
pada orang yang miskin. Selain itu para suster lebih ingin melakukan karya-karya
besar yang ternama dari pada terjun langsung melayani kaum miskin, hal tersebut
bahkan mau ditindaklanjuti dengan menutup karya yang tidak cukup memberi
income, padahal karya-karya yang seperti itu umumnya berada di pedesaan yang
justru banyak melayani masyarakat kurang mampu. Semangat St.Vinsensius de
Paul diperjelas dengan pertemuan dan retret yang dibimbing oleh P.Wahyu, CM
sebagai salah seorang pengikut Santo Vinsensius de Paul.
Penulis sebagai anggota kongregasi SCMM terdorong untuk mempelajari
lebih dalam, peranan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam karya dan
pelayanan para suster SCMM khususnya dalam melayani kaum miskin, lemah dan
tertindas, sehingga pelayanan para suster SCMM tidak kehilangan arti berupa arah
dan tujuan. Oleh karena itu penulis memilih judul: ”MENGGALI
SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA
KAUM MISKIN”. Penulis berharap semoga melalui tulisan ini para formator
suster SCMM semakin memahami, mendalami dan mengahayati Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul sehingga dapat menolong para suster se-kongregasi dalam
upaya meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.
4
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemilihan tema di atas maka penulis
merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apa isi Spiritualitas St.Vinsensius de Paul?
2. Bagaimana Pemahaman Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster
SCMM?
3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu para suster SCMM dalam
menghayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul, guna meningkatkan pelayanan
kepada kaum miskin?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk memahami isi Spiritualitas St.Vinsensius de Paul.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman Spiritualitas St.Vinsensius de Paul
pada para suster SCMM.
3. Untuk mengetahui usaha yang dapat membantu para suster SCMM dalam
menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul guna meningkatkan pelayanan
kepada kaum miskin.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para
suster SCMM.
5
2. Membantu para suster formator dalam mendampingi dan membina para suster
SCMM untuk semakin memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius
de Paul dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.
3. Membantu secara tidak langsung para suster SCMM dalam meningkatkan
pelayanan kepada kaum miskin.
E. Metode Penulisan
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang
menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk menemukan jalan
pemecahan yang memadai atas sebuah studi pustaka dari berbagai buku referensi
karangan ilmiah yang berkaitan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Selain
itu, agar memperoleh wawasan yang lebih luas dalam membahas skripsi ini,
penulis juga berusaha menggali konteks permasalahan yakni pemahaman dan
penghayatan para suster SCMM Indonesia akan Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul dalam pelayanan kepada kaum miskin dengan menggunakan hasil pertemuan
propinsi 2009 dan retret Vinsensian yang diikuti oleh penulis sendiri dan
rangkuman atas evaluasi hidup dan karya para suster SCMM yang tertuang dalam
buku “Butir-butir penting hari Propinsi SCMM Indonesia tahun 2009”.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis dalam lima bab. Penulisan ini dimulai dengan
Pendahuluan, yang akan dipaparkan pada setiap bab, kemudian diakhiri dengan
bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
6
Bab I berupa Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II membahas Gambaran Umum kongregasi suster SCMM di
Indonesia yang meliputi: Sejarah kongregasi suster SCMM di Indonesia, Visi dan
Misi kongregasi, Pemahaman dan penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul
pada para suster SCMM dan Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia.
Bab III membahas Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang meliputi:
Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul, tiga keutamaan pokok St.Vinsensius de
Paul, lima pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, dan St.Vinsensius de
Paul berhadapan dengan kaum miskin.
Bab IV berisi usulan program Retret bagi para Suster SCMM dengan tema
umum ”Spiritualitas St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM” yang
meliputi, latar belakang penyusunan program retret, alasan pemilihan tema retret,
rumusan tema dan tujuan retret, program retret bagi para suster SCMM, catatan
untuk pelaksanaan program dan contoh persiapan retret.
Bab V berupa penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
7
BAB II
GAMBARAN UMUM KONGREGASI SUSTER SCMM DI INDONESIA
Pada pembahasan bab II akan dijabarkan dalam empat bagian yakni:
Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia; Visi dan Misi Kongregasi;
Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster
SCMM dan Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia. Pada pembahasan
Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster
SCMM, penulis menggunakan analisis atas permasalahan dan keprihatinan dalam
hidup dan karya para suster SCMM sesuai dengan hasil pertemuan hari Propinsi
dan retret Vinsensian pada tahun 2009 yang diikuti oleh para suster SCMM
seluruh Indonesia yang telah dibukukan pada buku “Butir-butir penting Hari
Propinsi SCMM Indonesia tahun 2009”. Hasil inilah yang digunakan penulis
dalam melihat harapan para suster SCMM Indonesia untuk kembali kesemangat
yang ditekankan oleh pendiri.
A. Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia
Kongregasi SCMM merupakan lembaga hidup bakti yang didirikan oleh
Pastor Joannes Zwijsen pada tanggal 23 November tahun 1832 di Belanda, di desa
Oude Dijk, yang pada waktu itu ia menjabat sebagai pastor paroki di ‘t Heike di
Tilburg. Sebagai seorang pastor paroki ia prihatin melihat umatnya yang sebagian
besar adalah pekerja industri tekstil, buruh harian dengan pendapatan harian yang
sangat kecil. Pastor Zwijsen membawa tiga suster pertamanya ke suatu rumah
8
kecil di daerah ‘t Heike’ di Tilburg untuk melayani dan meringankan kemelaratan
umat parokinya yang miskin. Pada awalnya pastor Zwijsen hendak membatasi
jumlah susternya sampai tiga belas orang saja, namun kepercayaan teguh akan
bimbingan Allah dan Penyelenggaraan Ilahi yang penuh kasih menyebabkan
beliau menyetujui perkembangan yang cepat dari kongregasi. Pada tahun 1877
sebagai tahun wafatnya pendiri, kongregasi SCMM memperluas daerah
pelayanannya sampai ke Belgia, Inggris, Wales, Amerika Serikat dan pada tahun
1885 kongregasi SCMM masuk ke Indonesia.
1. Keadaan masyarakat Indonesia pada awal abad XX
Pada Awal abad XX bangsa Indonesia masih di bawah jajahan Belanda.
Pada masa itu kehidupan bangsa Indonesia tergantung dari sistem politik dan
ekonomi yang diterapkan oleh penjajah. Sejak tahun 1870 sampai awal abad XX,
di Indonesia diterapkan sistem “Politik Pintu Terbuka”. Ini berarti bahwa arus
modal dari luar boleh masuk ke Indonesia dan dengan demikian terjadilah
imperialisme (sistem politik yang bertujuan menjajah Negara lain untuk mendapat
kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar). Di mana-mana modal asing
ditanamkan dan dikembangkan dalam sektor pertanian, pertambangan dan
perkebunan (Badrika, 1991: 71-72).
Masyarakat Indonesia mengalami penderitaan yang berat karena adanya
sistem Tanam Paksa, yang mewajibkan rakyat bekerja untuk pemerintah. Rakyat
Indonesia semakin kehilangan haknya atas tanah dan akhirnya muncullah
golongan rakyat yang tidak mempunyai tanah. Setelah dihapus sistem Tanam
9
Paksa, rakyat Indonesia bekerja bagi majikannya yang baru, yakni kaum kapitalis.
Dengan sistem ini, kehidupan rakyat tetap miskin dan semakin menderita.
Program pembuatan saluran-saluran air hanyalah untuk memenuhi kebutuhan
pengairan perkebunan milik pemerintah Belanda dan pemilik modal asing dan
bukannya untuk rakyat. Pendidikan dilaksanakan bukan untuk mencerdaskan
bangsa Indonesia melainkan hanya untuk kepentingan Pemerintah Belanda.
Perpindahan penduduk yang digerakkan hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja di perkebunan milik pemerintahan Belanda (Badrika,
1991:65-67).
Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, terjadilah perubahan suhu politik
kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Pertentangan antara pihak
nasionalis Indonesia dengan pihak kolonial dan kapitalis Belanda semakin tajam.
Perbedaan mencolok dalam kesejahteraan antar golongan pribumi dengan
golongan non pribumi menimbulkan perasaan tidak memuaskan. Oleh karena itu
terjadilah pemberontakan-pemberontakan, seperti di Jambi (1916), Pasar Rebo
(1916) dan Toli-toli (1920). Muncul juga organisasi-organisasi yang bersifat
sosial, politik, ekonomi seperti Budi Utomo (1908), Serikat Dagang Islam (1911),
dan Indische Partij (1912). Pergolakan-pergolakan yang dilakukan oleh rakyat
pribumi menyebabkan bertambah goncangnya kedudukan Belanda di Indonesia.
Akibat dari pergolakan ini, rakyat kecil semakin melarat, miskin dan kebodohan
semakin meluas (Badrika, 1991:113-114).
10
2. Awal mula kongregasi SCMM di Indonesia dan perkembangannya
Kongregasi SCMM masuk ke Indonesia pada tahun 1885 di kota Padang.
Di wilayah sekitar kota Padang pulau Sumatera, beberapa imam Yesuit aktif
dalam pelayanan di bidang karya misi. Salah seorang diantaranya adalah pater
Smit yang pada permulaan 1885 memberitahu kepada uskup, Mgr Claessens di
Batavia, bahwa tak mungkin ia dapat menjadikan orang Indonesia orang kristen
yang baik, tanpa pertolongan suster, yang dapat menangani pendidikan. Dengan
demikian munculah gagasan untuk meminta suster SCMM berkarya di Padang.
Gagasan tersebut disampaikan oleh rekan imam pater Smith yakni pater Meurs
yang pada saat itu sedang berlibur di Negri Belanda, kepada Mgr.Godchalk, uskup
Den Bosch. Pada bulan Januari tahun 1885, sebuah surat permohonan dari
Mgr.Godchalk kepada suster Syncleticia Smarins Pemimpin Umum Kongregasi
SCMM waktu itu, memohon agar beliau mengutus beberapa suster ke Indonesia
yang pada masa itu disebut ‘Hindia Belanda”, untuk menangani beberapa sekolah
Katolik dan pendidikan ketrampilan putri (Van de Molengraft, 1992: 143-146).
Permohonan Mgr.Godchalk, uskup Den Bosch ditanggapi secara serius
oleh dewan Pimpinan Umum, maka pada tanggal 27 Mei tahun 1885, Kongregasi
SCMM mengutus sembilan anggota SCMM ke Indonesia. Daerah yang dituju
adalah Padang (Sumatra Barat). Kesembilan suster misionaris pertama adalah:
Suster Wafrida Screuder, Suster Ewalda van Beek, Suster Irmine van Apol, Suster
Custodie Boerkamp, Suster Eupharase Klamer, Suster Philomeno Visser, Suster
Ludovicus Molenaar, Suster Melchiorine Schrender dan Suster Veronie van
Abelen. Setelah pelayaran mengarungi samudera luas akhirnya pada tanggal 12
11
Juli 1885 mereka tiba di Padang. Para suster disambut meriah oleh panitia yang
dihadiri oleh pastor Smith, SJ dan pastor Van Meurs, SJ dan beberapa anggota
paroki dengan inkulturasi ala Minangkabau. Mereka menetap di sebuah rumah
besar, berdinding papan dengan atap rumbia yang merupakan rumah bekas Bapak
Gubernur.
Setelah tiga hari para suster berada di Padang, Suster Ewalda van Beek
selaku pemimpin biara menghadap Gubernur Jendral O.van Riees mengajukan
permohonan agar mengesahkan statuta-statuta Kongregasi serta mengakui hak
milik Kongregasi atas bangunan biara dan kompleks lainnya, sehingga karya
perutusan dan harta pemilikan Kongregasi secara resmi diterima dan diakui oleh
pemerintah setempat. Permohonan Suster Ewalda van Beek dikabulkan, sehingga
para suster memulai karyanya yang pertama, yakni: memberi pelajaran agama
Katolik kepada anak-anak, pendidikan ketrampilan kepada kaum putri. Pada
tanggal 1 September 1885 secara resmi pendidikan SD dibuka dan pada tanggal
15 September 1885 gedung TK dan pendidikan TK dibuka secara resmi.
Sr.Melchiorine dan Sr.Veronie sebagai guru TK dengan jumlah murid 35 orang.
Tuhan memberkati usaha dan karya para suster sehingga berkembang pesat dan
mendapat dukungan dari masyarakat. Kemajuan sekolah-sekolah membuat iri hati
kaum “loge” (orang-orang elite Belanda yang tidak menganut agama). Mereka
menyebarkan fitnah dan celaan bahwa sekolah-sekolah Katolik tidak dapat
dipercaya karena para guru tidak memiliki ijazah guru. Dalam situasi yang
dihadapi, para suster tetap mengadakan kerjasama yang baik. Situasi sudah mulai
pulih pada tanggal 7 Mei 1887. Karya-karya para suster semakin berkembang dan
12
membutuhkan tenaga, sehingga pada tanggal 18 Agustus 1888 dua anggota
SCMM gelombang kedua diutus ke Indonesia, yakni Suster Lusine Preusting dan
Suster Remegia (Syukur Agnes & Yustina Hondro, 2004:9-12).
Perkembangan dan pelayanan yang baik tidak selalu berjalan mulus.
Cukup banyak mengalami tantangan dari pihak kelompok elit yang merasa
disaingi dalam tugas dan kedudukan. Iklim daerah tropis dengan segala jenis
penyakit, merenggut nyawa dua suster misionaris pertama, yakni Suster
Philomeno pata tanggal 5 Februari tahun 1889 dan Suster Ewalda van Beek pada
tanggal 24 Maret tahun 1889. Yang menggantikan Suster Ewalda van Beek
sebagai pemimpin biara adalah Suster Lusine Preusting (Syukur Agnes &
Yustina Hondro, 2004:19-28).
Perkembangan karya-karya para suster di Padang membawa dampak
positif dan menggembirakan hati Mgr.Claesens (Uskup Batavia), sehingga beliau
memohon kepada Dewan Pimpinan Umum di Nederland supaya Kongregasi
SCMM membuka Biara baru di Flores (Maumere). Pimpinan umum SCMM
menerima perutusan baru dan pada tanggal 8 Januari tahun 1889 tiga suster
misionaris diutus ke Maumere. Mereka adalah Suster Oswualdine, Suster Lidwina
dan Suster Eugena. Karya perutusan yang semakin berkembang di Maumere
membutuhkan penambahan tenaga, maka pada tanggal 26 Oktober tahun 1889
rombongan para suster diberangkatkan lagi untuk berkarya di Maumere. Mereka
adalah Suster Mathildis, Suster Alexa, Suster Isedorus, Suster Gonzague, Suster
Lousenia. Karya perutusan para suster adalah menangani asrama dan sekolah,
mengajar agama katolik di kampung-kampung. Karena iklim dan lingkungan
13
Maumere kurang sehat untuk kesehatan para suster, maka Mgr.S.Luypen, SJ,
menganjurkan agar para suster pindah ke Lela. Di Lela-Flores, mereka memulai
karya dari awal, yakni menangani asrama dan sekolah, serta pelayanan kesehatan.
Karya pelayanan para suster sangat berkembang dan mendapat dukungan dari
masyarakat. Tahun 1916 Tarekat pastor Jesuit menyerahkan misi mereka, kepada
para pastor van STEYL. Pada waktu itu pastor van STEYL menuntut lebih
banyak demi peningkatan kualitas misi, dan meminta penambahan tenaga para
suster yang berdiploma. Semua program ini diberitahukan kepada Dewan
Pimpinan Umum, dan keputusannya, karya misi SCMM diserahkan kepada Suster
van STEYL. Alasan lain para suster meninggalkan Lela karena komunikasi antara
komunitas Lela dan Padang sangat sulit dan letak geografis Lela sangat tidak
menguntungkan untuk pengangkutan. Selama 18 tahun para suster SCMM
berkarya di Lela-Flores, dan tanggal 1 Juli tahun 1917, mereka
menyerahterimakan karya-karya itu kepada kongregasi SSps dari Steyl (Syukur
Agnes & Yustina Hondro, 2004:19-28).
Setelah melepas karya misi di Lela-Flores, para suster memulai karya baru
di Tanjung Sakti-Sumatera Selatan, tepatnya tanggal 8 Februari 1917. Karya
perutusan awal para suster meliputi: Pendidikan Agama, katekese umat khususnya
untuk para ibu dan gadis-gadis remaja, Pendidikan sekolah untuk anak perempuan
dan pendidikan Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar. Karya pelayanan di
Tanjung Sakti tidak berjalan mulus, banyak tantangan yang dihadapi. Tantangan
pertama yang dihadapi para suster adalah usia mereka yang sudah mulai tua, dan
tidak mempunyai pengganti dalam menangani karya di Tanjung Sakti, tantangan
14
kedua dari situasi masyarakat yang mayoritas agama Islam fanatik, yang
mempunyai pandangan hidup bahwa kaum wanita tak perlu belajar karena toh
pekerjaannya adalah pembantu dan pesuruh. Pandangan masyarakat sudah begitu
kental dan sangat sulit dirubah. Para suster mencoba beradaptasi dengan
membawa visi baru tentang martabat dan hakekat kaum wanita, namun
masyarakat setempat tidak siap menerima kehadiran serta pembaharuan para
suster. Kunjungan Muder Jendral pada tanggal 4 Agustus sampai dengan tanggal
6 Agustus 1923, memberi kesimpulan akhir untuk mengakhiri perutusan SCMM
di Tanjung Sakti. Tepat pada tanggal 15 Mei tahun 1930, berakhirlah karya misi
kongregasi SCMM di Tanjung Sakti, karya ini diserahterimakan kepada para
Suster Hati Kudus (HK). Setelah enam hari karya misi di Tanjung Sakti berakhir,
tepatnya tanggal 21 Mei 1930, Kongregasi SCMM memulai karya baru di
Sibolga-Sumatera Utara. Dengan semangat cinta yang berbelaskasih ketujuh
suster pemula memulai karya di bidang Pendidikan Taman Kanak Kanak dan
Sekolah Dasar, menangani asrama putera-puteri dan karya pastoral lainnya. Karya
pelayanan di Sibolga berkembang pesat dan sekaligus memacu perkembangan
Gereja dengan cepat (Syukur Agnes &Yustina Hondro, 2004:35-43).
Karya pelayanan para suster yang penuh belaskasih di tengah masyarakat
Padang yang mayoritas beragama Islam membawa angin segar. Pada bulan
Oktober tahun 1934, dua puteri asal Tionghoa dari Padang, yakni Nelly Oei dan
Eugenie Lim memasuki tahun postulat di Sibolga, lalu pada bulan Desember 1934
diutus ke Tilburg - Belanda untuk pembinaan selanjutnya. Setelah menyelesaikan
masa novisiat Nelly Oie yang diganti nama menjadi Suster Magdalena dan
15
Eugenia Lim yang diganti menjadi Suster Yosefa kembali ke Indonesia pada
tanggal 25 Januari tahun 1940 untuk memulai karya perutusan (Syukur Agnes &
Yustina Hondro, 2004:56).
Perkembangan panggilan dalam Kongregasi SCMM semakin meningkat.
Beberapa putri asal Tionghoa dari Padang dan putri asal Batak, ikut bergabung
dalam kongregasi SCMM. Karya pelayanan para suster SCMM semakin
menyebar luas di wilayah Nusantara Indonesia yakni: Pulau Nias berawal di Teluk
Dalam pada tanggal 15 Agustus 1956, menyusul lima wilayah karya didirikan di
Nias dan setelah itu wilayah Tapanuli dan Tarutung pada tanggal 22 November
1968 serta menyusul empat wilayah karya lainnya didirikan di Tapanuli; wilayah
Daerah Istimewa Aceh berawal di Banda Aceh pada tanggal 1985 dan
Lhokseumawe-Aceh Utara pada tanggal 8 Desember 1987; wilayah Jawa berawal
di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1987 dan Yogyakarta pada tanggal 24
September 1993; wilayah NTT berawal di Maumere-Flores pada tanggal 25 Juli
1989 setelah itu menyusul tiga wilayah karya didirikan di NTT; wilayah Timor
Lorosae berawal di Ossu pada tanggal 11 Desember 1989, di Dili pada tanggal 4
Februari 1994 dan di Sumba pada tanggal 19 Mei 1991 (Kusnoharjono, 2001: 47-
85).
Karya Kongregasi SCMM semakin berkembang, dan pada tahun-tahun
terakhir banyak permintaan dari beberapa keuskupan untuk mengirim suster
SCMM ke keuskupan mereka. Satu permintaan yang ditanggapi oleh Kongregasi
adalah memulai karya di Kalimantan Selatan yang merupakan permintaan dari
Mgr.F.X.Prajasuta, MSF. Kongregasi SCMM mulai berkarya di Banjarmasin pada
16
bulan Agustus 2004 dan Banjarbaru pada bulan Maret 2005, dengan menangani
sekolah, asrama dan karya pastoral (Mila Ate, 2006:24).
3. Ciri khas dan Tujuan Kongregasi
Setiap kongregasi yang didirikan mempunyai ciri khas dan tujuan dalam
menampakkan karya kasih di dunia. Dalam Dekrit KV II tentang Pembaharuan
yang serasi Hidup Kebiaraan artikel dua, dipaparkan bahwa pembaharuan
kehidupan kebiaraan yang serasi mencakup usaha terus-menerus kembali ke
sumber-sumber kehidupan Kristen dan semangat asli lembaga dengan
menyesuaikan keadaan zaman yang berubah. Setiap lembaga mempunyai ciri dan
tugas khasnya, oleh sebab itu harus diakui dan dipertahankan dengan setia
semangat Pendiri dan tujuan-tujuan khas yang merupakan warisan tiap lembaga
(Riberu, 1983:233).
Kongregasi SCMM adalah Kongregasi Suster Cinta kasih dari Maria
Bunda yang Berbelaskasih, merupakan suatu lembaga religius apostolik di bawah
hak kepausan. Kongregasi SCMM mewujudkan belaskasih Allah melalui
tindakan-tindakan dalam semangat kesederhanaan dalam melayani mereka yang
miskin, tertindas dan berkekurangan. Adapun tujuan Kongregasi SCMM yakni:
Pengudusan para anggota, yang hidupnya bersumber pada Kristus sesuai dengan
nasehat Injili, lewat pengabdian diri dalam pelayanan “Cinta Melalui belaskasih”
yang konkrit kepada sesama manusia terutama yang kecil, lemah, miskin dan
tertindas, dengan berpedoman pada semboyan “Cinta Tanpa Pamrih” dan dalam
17
semangat kesederhanaan dan kesiapsediaan seturut teladan Maria, Hamba Tuhan
dan Bunda Belaskasih (Konstitusi SCMM, 1989: art. 12-20).
B. Visi dan Misi Kongregasi
Setiap pendirian sebuah Kongregasi harus dilandaskan pada visi dan misi
yang jelas. Kongregasi SCMM juga mempunyai visi dan misi yang menjadi dasar
dalam hidup dan karya perutusan para suster SCMM di tengah dunia.
1. Visi Kongregasi
Visi adalah gambaran keadaan yang dicita-citakan atau cita-cita yang
hendak dicapai. Berdasarkan pengertian ini, maka uraian mengenai visi
Kongregasi SCMM akan lebih menekankan pandangan hidup dan cita-cita. Yang
ingin dicapai oleh Kongregasi adalah: Mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan
melayani; mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesama sebagai
panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan menjadikan Maria sebagai
model dan teladan; menyelenggarakan karya-karya pelayanan cinta kasih yang
membebaskan dan menyelamatkan, yang sesuai dengan kebutuhan aktual Gereja
dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat
manusia (Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-12).
Buku Pedoman Dasar Pembinaan SCMM yang dirumuskan oleh Tim
Pembina Propinsi (TPP) SCMM periode 2001-2006, memaparkan Visi dasar
bapak Pendiri dan Visi Praktis Kongregasi SCMM. Visi dasar bapak Pendiri
diuraikan sebagai berikut: Semua orang, terutama mereka yang kecil, lemah,
18
miskin dan tertindas mengalami belaskasih Allah yang membebaskan dan
menyelamatkan lewat kehadiran dan pelayanan para suster SCMM; Visi Praktis
Kongregasi diuraikan dalam dua bagian yakni: a) terbentuk pribadi-pribadi
religius wanita apostolik, yang dalam menghayati ketiga kaulnya untuk mengikuti
Yesus Kristus yang berdoa dan melayani, mampu mengamalkan cinta yang
berbelaskasih kepada sesamanya sebagai suatu panggilan pembebasan dan
penyelamatan, dengan menjadikan Maria sebagai model teladannya; b)
terselenggaranya karya-karya pelayanan cinta kasih yang membebaskan dan
menyelamatkan sesuai kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi
peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia, terutama lewat
pendidikan, pembinaan, pengajaran anak-anak, wanita, kaum muda, dengan
prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas di bawah perlindungan dan
inspirasi St.Vinsensius de Paul. Visi inilah yang menjadi landasan dan dasar
dalam penjabaran misi kongregasi SCMM melalui hidup dan karya para suster
SCMM (TPP SCMM, 2002:2).
2. Misi Kongregasi
Misi adalah suatu program berdasarkan visi. Dalam Pedoman Dasar
Pembinaan SCMM yang dirumuskan oleh Tim Pembina Propinsi (TPP) SCMM
memaparkan dua misi pokok dari Kongregasi SCMM yakni: a) Membina dan
mempersiapkan pribadi-pribadi anggota agar menjadi religius apostolik, yang
dalam mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani, mampu menanggapi
panggilan pembebasan dan penyelamatan Allah dalam hidupnya dengan
19
mengamalkan cinta yang berbelaskasih serta menghayati ketiga kaul religiusnya
seturut teladan Maria. b) Menyelenggarakan karya-karya pelayanan cinta kasih
yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan-kebutuhan aktual
Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat
martabat manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan dan pengajaran anak-
anak, wanita dan kaum muda, dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan
tertindas di bawah perlindungan dan inspirasi St.Vinsensius de Paul (TPP
SCMM, 2002:2).
Berdasarkan visinya, Kongregasi menentukan dan memprogramkan misi
dalam bidang-bidang: Pelayanan di bidang pendidikan, pelayanan di bidang
kesehatan, dan pelayanan di bidang sosial. Kongregasi SCMM yakin bahwa
karya-karya belaskasih yang di laksanakan di dunia dapat membawa dampak dan
perubahan hidup ke arah yang lebih baik, dan semakin banyak orang yang
mengalami pelayanan, khususnya mereka yang miskin, lemah dan tertindas.
C. Pemahaman dan penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada
para suster SCMM
Seperti banyak pendiri dari kongregasi yang baru pada abad ke-19. Mgr
Zwijsen sebagai pendiri Kongregasi SCMM diilhami oleh St.Vinsensius de Paul
sebagai rasul orang miskin. Pendiri juga mempelajari spiritualitas dari guru-guru
spiritualitas yang termasyhur di Perancis, yang juga merupakan sumber inspirasi
bagi Vinsensius. Pengaruh St.Vinsensius de Paul kepada pendiri SCMM adalah,
ia merupakan model kehidupan religius yang cocok untuk situasi zamannya dan
20
cocok dengan kehidupan spiritual pendiri. Pada masa hidupnya Mgr.Zwijsen
sebagai pendiri SCMM banyak membaca buku kecil dengan amsal-amsal dari
St.Vinsensius de Paul, sehingga beliau kadang-kadang disebut sebagai Vinsensius
de Paul dari Tilburg oleh orang sezamannya (Blommestijn, Hein & Jos Huls,
1995:13-17). Sejalan dengan itu pendiri SCMM mengangkat St.Vinsensius de
Paul sebagai pelindung kedua dari kongregasi SCMM. Hal ini dipaparkan secara
jelas dalam Konstitusi Suster SCMM (1989: 14) sebagai berikut:
Ia melihat Maria Bunda yang berbelaskasih sebagai pelindung kongregasi. Pendiri kita juga mempunyai hormat yang besar kepada St.Vinsensius De Paul. Santo ini yang hidup di Perancis abad ketujuh belas, merupakan pembela dan pendukung kaum miskin. Ia mendirikan Kongregasi Puteri-puteri Kasih pertama di Paris. Dengan alasan ini pendiri kita menjadikan St.Vinsensius sebagai pelindung kedua kongregasi kita dan pelindung karya-karya kita.
Sebagaimana pendiri SCMM telah mengangkat St.Vinsensius de Paul
sebagai pelindung kedua kongregasi sekaligus pelindung karya bagi kongregasi
SCMM, diharapkan juga para suster SCMM dapat menjadikan Vinsensius de Paul
sebagai inspirasi dan teladan mereka dalam hidup dan karya pelayanan, secara
khusus dalam melayani kaum miskin.
Pemahaman para suster SCMM mengenai St.Vinsensius de Paul hanya
sekedar sebagai pelindung karya amal bagi kongregasi, sebagaimana yang tertera
dalam Konstitusi, sedangkan apa yang menjadi Spiritualitas dari St.Vinsensius de
Paul tidak terlalu dipedulikan oleh kongregasi. Dalam perjalanan waktu,
kongregasi merasa ada yang kurang dari karya pelayanan yang selama ini
dilaksanakan, pada hal pendiri SCMM sangat terinspirasi oleh St.Vinsensius de
Paul. Dewan Pimpinan Umum Kongregasi SCMM dan CMM sebagai salah satu
21
kongregasi yang juga didirikan oleh Mgr.Zwijsen, membuat kegiatan ziarah
bersama ke Belanda dan Perancis bagi calon pengkaul kekal. Kegiatan ini telah
terlaksana sejak tahun 2007. Dari sharing para suster yang termuat dalam majalah
‘Compassion’ sebagai salah satu majalah Kongregasi edisi November/Desember
2007, terungkap kegembiraan mereka atas kegiatan ini, yang awalnya hanya
mengetahui St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya amal kongregasi,
tetapi dengan kegiatan ini mereka semakin mengetahui apa yang menjadi
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan yang menggerakkan beliau dalam
melayani dan mencintai orang miskin. Kegiatan ini memacu para suster dan para
frater calon pengkaul kekal untuk kembali ke semangat asli pendiri dan mencintai
pelayanan khusus mereka yang miskin, lemah dan tertindas, sehingga semakin
banyak orang mengalami keselamatan.
Takdapat dipungkiri bahwa pemahaman yang minim dari para suster
SCMM tentang Spiritualitas St.Vinsensius de Paul membawa kesan kurang
memadainya pelayanan para suster SCMM dalam melayani kaum miskin. Untuk
memberi gambaran yang lebih jelas akan apa yang menjadi keprihatinan penulis,
di sini penulis menjabarkan isi dari pertemuan propinsi 2009 dari pengalaman
konkrit penulis waktu itu dan satu dokumen penting kongregasi yang memuat
butir-butir penting hasil pertemuan propinsi Indonesia 2009 yang diikuti oleh
seluruh suster SCMM.
Pertemuan Propinsi kongregasi SCMM 2009 dibagi dalam tiga
gelombang sesuai dengan wilayah kerja masing-masing yakni: Sumatra, Nias dan
NTT. Pertemuan hari Propinsi dan retret Vinsensian di wilayah NTT dilaksanakan
22
pada tanggal 31 Juli sampai dengan 11 Agustus 2009 yang dihadiri oleh seluruh
suster SCMM Indonesia termasuk penulis sendiri, yang pada saat itu bertugas
sebagai notulis dan ketua kelompok. Selain para suster SCMM hadir juga Pastor
Elias Sembiring, OFM Cap selaku moderator SCMM dan Pastor Wahyu, CM
selaku anggota Vinsensian yang akan memberikan retret kepada para suster
SCMM. Pertemuan ini diberi tema “Bersaudara dan berkarya sebagai SCMM
yang Berbelaskasih”, yang dijabarkan dalam tiga sub tema: Bersaudara dan
berkarya sebagai SCMM yang berbelaskasih dalam pelayanan hidup
berkomunitas dan panti jompo. Bersaudara dan berkarya sebagai SCMM yang
berbelaskasih dalam pelayanan di bidang Pendidikan; dan yang terakhir adalah
Bersaudara dan Berkarya sebagai SCMM yang berbelaskasih dalam pelayanan di
bidang Karya Sosial dan di Bidang Kesehatan (DPP SCMM, 2009:15-37).
Pertemuan ini dikemas dalam bentuk peragaan yang akan ditampilkan oleh
kelompok-kelompok yang telah disusun oleh panitia. Setelah peragaan selesai,
acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan pleno. Saat diskusi pleno, setiap
suster diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang menjadi keprihatinan
dan harapan sebagai masukan yang berarti untuk kongregasi. Hasil keseluruhan
pertemuan akhirnya menjadi evaluasi untuk hidup dan karya sekaligus harapan ke
depan para suster SCMM yang tertuang dalam buku “Butir-butir penting hari
propinsi SCMM tahun 2009 yang terdiri dari tiga bagian yakni: bidang
pendidikan, kesehatan dan sosial.
Dalam karya pendidikan, ditemukan hal yang memprihatinkan yakni: ada
penanggung jawab karya yang mengutamakan pelayanan kepada orang kaya dari
23
pada kepada orang miskin; di mana sekolah-sekolah yang dikelola oleh
kongregasi SCMM banyak menampung anak orang kaya dari pada anak orang
miskin, karena jangkauan uang sekolah yang sangat tinggi yang tidak bisa
dijangkau oleh orang kecil, sehingga terkesan sekolah hanya untuk orang kaya;
selain itu nampak kurangnya perhatian dari para suster yang memegang karya
terhadap kenaikan gaji para guru dan karyawan. Menanggapi situasi yang ada di
bidang pendidikan, dipikirkanlah suatu terobosan, yaitu kembali ke semangat awal
kongregasi, yaitu mengutamakan orang yang miskin, lemah dan tertindas, dan
meningkatkan sikap kerendahan hati, kesederhanaan, kepekaan dan hati yang
penuh belaskasih sebagai cerminan hidup para suster SCMM (DPP SCMM,
2009:147-167).
Sebagaimana dalam bidang pendidikan, di bidang kesehatan pun terdapat
sejumlah hal yang memprihatinkan yakni: sikap dari suster perawat yang kurang
ramah, jika ada pasien yang datang pada tengah malam, kadang para suster
perawat menggerutu atau menyuruh pasien ke rumah sakit atau puskesmas
terdekat. Adanya sikap mengeluh, kasar, kurang ramah terhadap pasien yang
kurang mampu, dan belum adanya ketentuan sistem keuangan dalam hal tarif
pembayaran bagi pasien tanpa harus disamakan antara pasien yang miskin dan
yang kaya. Melihat kenyataan di lapangan maka usaha-usaha yang perlu dibuat
agar pelayanan kesehatan semakin eksis di tengah masyarakat adalah: Para suster
perawat harus memiliki hati yang penuh cinta dan penuh belaskasih dalam
melayani pasien, memiliki sikap lemah lembut, ramah, sabar, dan dari pihak
kongregasi mempersiapkan tenaga suster perawat yang professional sehingga
24
mampu memberi pelayanan yang maksimal terhadap orang yang dilayani dan
yang paling utama, dalam pelayanan mementingkan keselamatan pasien dari pada
uang (DPP SCMM, 2009:225-287).
Karya pelayanan di bidang Sosial pun banyak mengalami pasang-surut.
Beberapa keprihatinan dalam karya pelayanan sosial yang ditangani oleh para
suster yakni: Adanya suster yang kasar, kurang ramah, kurang berhati ibu, banyak
mengeluarkan kata-kata yang tak enak didengar, kurang tegas dalam
menyelesaikan masalah, ada sikap pilih kasih atau perbedaan dalam memberikan
kasih sayang dan perhatian. Setelah ditelusuri, salah satu penyebabnya adalah
penempatan para suster yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya dan juga
dari pribadi para suster yang tidak mau belajar, sehingga para suster tersebut tidak
melaksanakan karyanya secara maksimal dalam memancarkan belaskasih kepada
orang yang dilayani (DPP SCMM, 2009:203-230).
Dari keprihatinan di atas muncul harapan dan keinginan menemukan
terobosan baru sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Salah satu penyebab
yang dapat ditemukan adalah kekurang pemahaman dan penghayatan para suster
SCMM akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, yang oleh pendiri telah diangkat
menjadi pelindung kedua kongregasi sekaligus pelindung karya bagi kongregasi,
sehingga pada karya secara khsusus berhadapan dengan kaum miskin, para suster
kurang menampakkan apa yang menjadi harapan dari pendiri yakni
mengutamakan yang miskin, lemah dan tertindas.
25
D. Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia
Struktur pelayanan pada masa Gereja Purba mencakup juga kepemimpinan
yang dilaksanakan secara kelompok, seperti kelompok para rasul, para pengajar
dan diakon atau pun yang dilaksanakan oleh perorangan yang langsung terjun
ketengah-tengah jemaat, seperti yang telah dilakukan oleh para rasul: Petrus,
Paulus dan rasul lainnya. Tugas pelayanan pada masa Gereja purba didasarkan
atas tahbisan dan juga berdasarkan karisma yang diterima oleh seseorang dari
Allah (Hardawiryana, 1977:10).
Pelayanan yang dimengerti sebelum Konsili Vatikan II adalah para hirarki,
artinya mereka yang menjadi pelaksana pelayanan dalam Gereja, umat tidak diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelayanan. Sesudah Konsili Vatikan II
sampai sekarang, pelayanan dimengerti sebagai cara untuk melayani umat
beriman yang kehidupannya tidak lepas dari keadaan masyarakatnya
(Hardawiryana, 1977:12). Jadi pelayanan gerejani tidak hanya ditangani oleh
hirarki tetapi juga oleh religius dan umat secara keseluruhan.
Kongregasi SCMM sejak semula berusaha mengamalkan cinta yang
berbelaskasih dengan cara menanggapi kebutuhan manusia dalam semangat
pelayanan cinta yang berbelaskasih. Ia mengarahkan pelayanannya untuk mencari
dan menemukan kehadiran Allah dalam diri orang yang miskin, tertindas dan
berkekurangan sesuai dengan tujuan kedua dari kongregasi ialah, keterarahan
terhadap sesama manusia. Sasaran pelayanannya, yang pertama dan terutama
adalah orang lemah, miskin dan tertindas. Panggilan khusus yang telah diterima
oleh para suster SCMM dengan tujuan untuk menampakkan dalam kehidupan,
26
cinta Allah yang penuh belaskasih dan kehadiran Tuhan yang telah bangkit yang
membawa keselamatan. Hal tersebut dilakukan oleh para suster dengan
mengabdikan diri untuk memulihkan keretakan dan membawa keselamatan dan
pembebasan, khususnya dengan perhatian sepenuhnya kepada orang yang sangat
membutuhkan pertolongan yaitu yang malang, miskin dan tertindas baik yang
dekat maupun yang jauh. Tanggapan ini telah diwujudkan dalam pelbagai bidang
pelayanan seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kepada anak
miskin dan cacat, pelayanan kepada orang lanjut usia dan karya pastoral di paroki.
Pelayanan ini disesuaikan dengan perubahan keadaan sekitarnya serta kebutuhan
masyarakat (Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-17).
Cinta yang berbelaskasih diwujudkan oleh Kongregasi SCMM melalui
pelayanan dalam berbagai bidang, yang dapat menyentuh dan berkontak dengan
situasi hidup masyarakat. Karya pelayanan yang telah dilakukan di Indonesia
mencakup: Karya di bidang Pendidikan, Karya di bidang Kesehatan dan Karya di
bidang Sosial. Karya pendidikan mencakup pendidikan Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Umum dan
Perguruan Tinggi. Karya Kesehatan mencakup Poliklinik, Perawatan Jompo,
Rumah Bersalin, Rumah sakit Tipe C dan Prana. Karya Sosial mencakup bidang
Pastoral, Panti Asuhan, Panti Jompo, Asrama Putra/Putri, Pembinaan Ketrampilan
Keluarga (secara khusus diberikan kepada gadis-gadis yang putus sekolah),
konfeksi, dan pelayanan di kantin. Karya-karya pelayanan ini tersebar dalam 27
komunitas yang berada dan berkarya di Indonesia (Mila Ate, 2006:34).
27
1. Pelayanan di bidang Pendidikan
Karya perutusan kongregasi SCMM yang utama adalah bidang
pendidikan. Hal ini diutamakan sesuai dengan tujuan didirikannya Kongregasi
SCMM yang mengutamakan pendidikan bagi anak-anak yang tidak bisa
mengeyam pendidikan akibat kemiskinan. Dalam pelaksanaan karya belaskasih,
pendiri SCMM memprioritaskan pendidikan bagi anak-anak gadis, dengan alasan
bahwa mereka akan menjadi ibu-ibu masa depan dan jika mereka dididik secara
religius maka anak-anak mereka pun pada gilirannya akan dididik oleh mereka,
dan anak-anak itu akan berkembang dalam suasana religius pula.
Pendidikan yang dibayangkan oleh Pendiri SCMM tidak terbatas pada
peralihan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan, tetapi ditujukan pada
pembentukan “hati si anak, karena hati dari seorang anak merupakan lahan
pertumbuhan bagi kebajikan dan kejahatan. Pendidikan dalam belaskasih dimulai
dengan menghormati tabiat anak-anak yang dilayani, dan seorang pendidik tidak
berada di atas para murid, dan tidak memaksa murid untuk berfikir dan melihat
sebagaimana yang dipikirkan oleh pendidik, oleh karena itu pendiri SCMM
menganjurkan kepada para suster SCMM agar menggunakan setiap kesempatan
dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan kepada anak-anak, secara menarik dan
mencintai mereka sesuai dengan keunikan mereka masing-masing (Blommestijn,
Hein & Jos Huls, 1998:82-86).
Pendidikan yang digagas dan dirancang oleh kongregasi SCMM adalah
pendidikan dalam suasana belaskasih yang bertujuan agar anak-anak menemukan
nilai mereka sendiri yang tak dapat diabaikan berdasarkan kasih Allah sehingga
28
mereka belajar melihat dirinya sendiri “dengan mata Allah”. Pendidikan dalam
belaskasih dapat terwujud melalui usaha-usaha dari pihak pendamping yang
memberikan perhatian kepada masing-masing anak didik secara personal dan
intensif, dengan tujuan agar kepribadian dan keunikan setiap anak didik dapat
dikenal secara baik sehingga dapat diarahkan ke jalan yang benar agar dengan
demikian mereka akan berkembang menurut keunikan masing-masing. Atas dasar
inilah maka proses pendidikan (belajar-mengajar) yang khas belaskasih harus
mampu menciptakan kondisi yang bisa mendorong setiap anak didik untuk
berkembang menjadi manusia dewasa, baik secara kristiani maupun manusiawi,
dan agar setiap orang bisa menjadi “dirinya sendiri” (Blommestijn, Hein & Jos
Huls, 1995:85-90).
2. Pelayanan di Bidang Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan suatu program yang hendak dilaksanakan
oleh Kongregasi SCMM dalam membantu meningkatkan daya hidup dan nilai
kehidupan dalam komunitas masyarakat kecil. Tujuan utama pelayanan yang
diutarakan oleh bapak pendiri kepada para suster SCMM adalah pelayanan demi
keselamatan jiwa-jiwa para pasien. Keselamatan jiwa-jiwa yang dimaksud adalah
mengantar orang yang menderita kepada Allah. Cara yang dapat ditempuh oleh
para suster adalah menghibur dan membesarkan hati para pasien; mempengaruhi
pasien dengan merawat mereka atas dasar karya-karya kasih yang dilaksanakan
dengan kasih, didorong oleh cinta kasih dengan berdoa bagi mereka dan mengajak
mereka untuk berdoa; berusaha menjadi suster-suster cinta kasih yang sejati,
29
dengan selalu ramah, bijaksana, sabar, dan penuh cinta; dan memperhatikan
kebersihan bagi para pasien. Para suster SCMM juga diharapkan memperhatikan
kesehatannya sendiri dengan mengatur jam istirahat dan makan yang teratur,
sehingga dengan kesehatan yang baik akan mampu melayani para pasien dengan
baik pula (Zwijsen, 2000:93-95).
Pelayanan dan penyembuhan adalah tanda kedatangan Kerajaan Allah di
dunia. Karya keselamatan yang ingin diwujudkan oleh Kongregasi SCMM dalam
pelayanan kesehatan merupakan salah satu keprihatinan Gereja bagi sesama yang
menderita. Oleh karena itu, selain memperhatikan mutu pelayanan secara
professional, juga perlu mewujudkan keyakinan dasar yang menyangkut makna
kehidupan yang terdalam. Hal ini meliputi martabat manusia yang diciptakan oleh
Allah menurut citra-Nya, serta dipanggil untuk hidup dalam Kristus Yesus
(Riberu, 1983:477).
3. Pelayanan di Bidang Sosial
Pelayanan di bidang sosial yang ditangani oleh para suster SCMM di
Indonesia meliputi: Panti asuhan, panti jompo, PKK/Konveksi, kantin, pastoral,
asrama putra dan putri. Pelayanan di bidang sosial ini merupakan tanggapan
kongregasi terhadap situasi nyata yang membutuhkan pelayanan, yang harus
dilakukan oleh para suster SCMM. Pelayanan ini merupakan wujud dari
panggilan dan perutusan kongregasi yang tertera dalam Konstitusi Suster SCMM
(1989: artikel 17) yang mengatakan:
Dalam iman yang teguh bahwa kita, Suster-suster Cintakasih, merupakan religius apostolik kongregasi yang sejak semula berusaha untuk
30
mengamalkan cinta yang penuh belaskasih dengan menanggapi kebutuhan manusiawi dalam semangat pelayanan. Tanggapan ini telah dinyatakan dalam pelbagai bidang, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kepada anak-anak yang miskin dan cacat dan kepada orang tua-tua dan juga karya pastoral di Paroki-paroki. Pelayanan ini selalu disesuikan dengan perubahan situasi sekitarnya. Karya pelayanan yang dilakukan oleh para suster SCMM disesuaikan
dengan kebutuhan di lapangan. Awalnya pelayanan para suster terfokus pada
pendidikan dan kesehatan, tetapi karena kebutuhan yang mendesak di lapangan,
karya pelayanan diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga
muncullah karya pelayanan yang berhubungan dengan masyarakat setempat yang
biasanya disebut dengan pelayanan sosial. Pelayanan di bidang sosial ini dibagi
dalam dua bidang yakni: Karasulan Kategorial dan Kerasulan Parokial. Kerasulan
Kategorial mencakup panti asuhan, panti jompo, asrama putra-putri dan lembaga
pengembangan masyarakat. Sedangkan dalam kerasulan parokial, para suster
terlibat dalam kegiatan paroki seperti pewartaan sabda, pendalaman iman,
katekese umat, pengajar sekolah minggu, pemberi pelajaran Agama Katolik di
sekolah-sekolah dan kampung-kampung dan pembinaan kaum muda dan remaja.
Kerasulan Kategorial yang mencakup panti asuhan, panti jompo dan
lembaga pengembangan masyarakat merupakan tempat yang baik untuk
menampung orang-orang yang jauh dari lingkungan keluarga, yang tidak lagi
memiliki orang tua atau sanak famili, dan orang yang terlantar akibat keretakan
dan kehancuran keluarga. Mereka sangat membutuhkan pendampingan, cinta dan
perhatian yang tulus dari orang lain. Dengan melihat situasi nyata di masyarakat,
kongregasi SCMM ingin menanggapi kebutuhan mereka dengan terlibat langsung
dalam karya dan memberikan perhatian dan pendekatan kepada masing-masing
31
pribadi sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian mereka dapat
menampakkan cinta yang penuh belaskasih yang membawa keselamatan dan
pembebasan khususnya dengan perhatian sepenuh hati kepada orang-orang yang
sangat membutuhkan yang miskin, malang, tertindas, baik yang dekat maupun
yang jauh (Konstitusi SCMM, 1989: artikel 5-7).
Selain berkarya di bidang kerasulan kategorial, Kongregasi SCMM juga
berkarya dalam bidang kerasulan parokial, yang merupakan program dalam misi
Kongregasi SCMM. Panggilan ini merupakan anugerah atau rahmat khusus yang
berakar pada sakramen permandian dan sakramen penguatan. Hidup religius
merupakan kesaksian akan nilai-nilai Kerajaan Allah, dan ikut ambil bagian di
dalam panggilan dan perutusan Gereja. Dalam menanggapi undangan Allah itu,
dalam iman yang teguh, Kongregasi SCMM ingin menanggapi kebutuhan-
kebutuhan manusiawi dalam semangat pelayanan yang berbelaskasih dengan
membawa kabar gembira bagi orang di sekitar.
32
BAB III
SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL
Kata Spiritualitas berasal dari bahasa Prancis yakni: spiritualite. Kata
dasarnya ”spiritus” yang berarti Roh. Apabila seseorang disebut seorang
spiritualis berarti dia digerakkan oleh Roh Kudus untuk berbuat sesuatu
(Darmawijaya, 1984:110). Spiritualitas juga dimengerti sebagai sesuatu yang
melatarbelakangi bentuk atau cara hidup seseorang dalam menyadari dan
menghayati hidup sesuai dengan yang dicita-citakan baik dalam relasi dengan
Tuhan maupun dengan sesama (Banawiratma, 1998:58).
Spiritualitas tidak tumbuh dengan sendirinya. Spiritualitas perlu digali,
dipikirkan, direnungkan, dan dihayati dalam kenyataan hidup konkrit setiap
harinya. Oleh karena itu tumbuh berkembangnya suatu spiritualitas dipengaruhi
oleh berbagai unsur. Unsur terpenting dalam hal ini ialah bentuk kehidupan,
kebudayaan dan perkembangan sejarah.
Cara hidup yang diyakini oleh seseorang mempunyai pengaruh besar
dalam cara orang tersebut menghayati hidup rohaninya dan memperkembangkan
hidup rohaninya. Vinsensius de Paul memilih cara hidup sebagai rasul dan ia
ditugaskan sebagai pembantu Uskup dalam melayani umat Allah. Hidup rohani
Vinsensius de Paul diwarnai oleh kekhasannya sendiri. Berdasarkan penghayatan
itulah sekelompok orang mulai menggali, memikirkan, merenungkan dan
menghayati apa yang menjadi kekhasannya, serentak mengembangkannya tanpa
menyimpang dari kebudayaan setempat dan perkembangan zaman.
33
A. Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul
Riwayat hidup seseorang sangat berarti dalam menggali, meneruskan dan
menghayati semangat pengabdian yang telah dilaksanakan dalam hidup, karya dan
perutusannya. Hal ini juga terjadi pada seseorang yang berpengaruh dalam Gereja
secara khusus St.Vinsensius de Paul, sebagai tokoh yang oleh Gereja dijuluki
sebagai bapak kaum miskin. Penulisan riwayat hidup dan spiritualitas
St.Vinsensius de Paul, yang akan diuraikan pada bab ini, menggunakan tiga buku
sumber yakni: Vinsensius de Paul Sang Pelopor karangan Bernard Pujo, Ia
Membuat Segalanya Menjadi Baik karangan Antonius Sad Budianto, CM dan
Ziarah Vinsensius de Paul – CMM, SCMM 2001, karangan Andre de Veer,
CMM.
Santo Vinsensius de Paul lahir pada tanggal 24 April 1581 di Pouy,
beberapa kilometer dari kota Dax di Perancis Selatan, sebagai anak ketiga dari
enam bersaudara. Bapak St.Vinsenius de Paul bernama Jean de Paul dan ibunya
Bertrande de Moras. Keluarga De Paul bukanlah keluarga kaya, tetapi mereka
juga tidak miskin, karena ayahnya bukanlah seorang upahan yang hanya bekerja
demi kepentingan majikan, melainkan ia memiliki sedikit kekayaan dengan
tempat tinggalnya sendiri yang disebut Ranquines. Di sisi lain ibunya Betrande de
Moras merupakan anggota keluarga borjuis atau bangsawan kecil daerah. Saudara
laki-laki Betrande de Moras adalah Jeanne de Moras yang bekerja sebagai
pengacara pengadilan tinggi di Dax dan menikah dengan Jeane de St.Martin,
saudara Monsieur de Comet. Lelaki inilah yang akan menjadi sahabat dari
Vinsensius muda. Sebagai anak laki-laki dalam keluarga, Vinsensius de Paul
34
membantu keluarga mengerjakan ladang dan menggembalakan ternak. Ia juga
anak yang murah hati, tak jarang ia memberikan sebungkus tepung atau roti
bekalnya bila bertemu dengan orang miskin di jalan, dan kadang ia juga rela
memberikan uang tabungannya kepada orang yang membutuhkan. Kesalehannya
juga tampak dari kesukaannya untuk berjiarah ke kapel Buglose tempat patung
Bunda Maria yang cukup terkenal di sekitar desa itu.
Ayahnya ingin agar Vinsensius de Paul mengikuti studi, karena dari
keenam putra-putrinya, Vinsensiuslah paling cerdas, tekun dan bersungguh-
sugguh dalam setiap pekerjaan, maka dia didorong untuk menjalankan studi yang
memungkinkan menjadi imam dengan harapan agar sesudahnya, ia bisa memilih
suatu tugas gerejani, dan dengan hasil itu ia sanggup membantu dan menghidupi
keluarga dan juga dapat mengangkat status sosial keluarga (De Veer , 2001:18).
Untuk meneruskan cita-cita orang tuanya, Vinsensius de Paul dikirim ke
sekolah berasrama milik para imam Fransiskan di Dax. Ia menjalankan studinya
dengan serius dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Ketika Vinsensius de
Paul bersekolah di Dax, kadang-kadang ayahnya datang berkunjung dan mengajak
berjalan-jalan di kota itu, namun Vinsensius de Paul menolak karena ayahnya
berpakaian buruk dan pincang. Rupanya pergaulan dengan teman-teman sekolah
yang kebanyakan anak orang kaya dan terkemuka membuat Vinsensius de Paul
lupa akan asal usulnya. Pengalaman inilah yang menjadi kekesalannya dalam
hidup, dan berbalik menjadi pengalaman yang berharga bagi hidupnya.
Ketekunan, keunggulan dan kecerdasan intelektual yang luar biasa membuat
Monsieur de Comet mempercayai Vinsensius de Paul untuk tinggal di rumahnya
35
agar dapat mengajari anak-anaknya, sekaligus dapat menjalankan studi di
sekolahnya. Tawaran ini ditanggapi dengan senang hati oleh Vinsensius de Paul
dan orang tuanya, karena dengan kegiatan ini, ia dapat membiayai sekolahnya.
Kesempatan untuk mengejar pendidikan tidak disia-siakan oleh Vinsensius,
sehingga dengan usaha dan dukungan dari keluarga dan Monsier de Comet, ia
dapat ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 23 September 1600 dari Mgr
Francois de Bourdeille uskup Perigueux yang telah berusia 84 tahun.
Setelah tahbisan Vinsensius de Paul mendapat surat pengangkatan dari
Vikaris Jendral Dax untuk menjadi pastor di Tilh. Ternyata di paroki Tilh telah
ada romo Saint Soube yang mendapat pengangkatan dari Curia Roma.
Pengalaman ini menjadi kegagalan pertama bagi Vinsensius justru pada saat jalan
sepertinya mulai terbuka ketika dirinya ditahbiskan menjadi imam. Menyusul
kegagalan menjadi pastor di Tilh, Vinsensius de Paul pergi ke Roma, di tempat ini
ia beberapa kali mengalami sentuhan rohani dan ia sangat terkesan dengan Paus
Clement VIII yang dipandangnya sebagai santo. Kunjungannya di Roma tentu
sangat singkat, karena ia harus melanjutkan studinya di Toulouse untuk
mendapatkan gelar sarjananya, yang akan memungkinkan dia mendapatkan posisi
yang lebih tinggi (Pujo Bernard, 2007:10-26).
Dalam suatu perjalanan dari Marseille kembali ke Toulouse, kapal yang
ditumpangi Vinsensius de Paul diserang oleh bajak laut Turki. Banyak
penumpang, termasuk awak kapal di tenggelamkan ke dalam laut, tetapi sebagian
dari mereka termasuk Vinsensius de Paul, dibawa ke Tunisia untuk dijadikan
budak. Penahanan sebagai budak dijalani oleh Vinsensius de Paul selama dua
36
tahun dan ia berturut-turut pindah ke tangan empat majikannya yang berbeda.
Dalam situasi malang itu, berkat rahmat Tuhan Vinsensius de Paul berhasil
mempertobatkan majikannya dan tak lama kemudian ia bersama dengan tuannya
ke Perancis untuk menjadi katolik kembali. Setelah mendarat di Perancis mereka
segera menuju Avignon untuk memohon kepada wakil Paus agar diterima kembali
dalam Gereja Katolik. Kehadiran mereka diterima baik oleh Mgr Pietro de
Montorio yang menjabat sebagai wakil paus pada waktu itu.
Menjadi imam bagi Vinsensius de Paul bukanlah cita-cita yang timbul dari
hati untuk mengabdikan diri bagi pelayanan umat Allah, melainkan dorongan dari
orang tua dan dirinya untuk mendapatkan kedudukan terhormat dalam Gereja
yang merupakan jalan satu-satunya mendapatkan sejumlah materi bagi
keluarganya. Harapan dan cita-cita St.Vinsensius de Paul tidak menjadi
kenyataan. Tuhan memanggilnya untuk maksud yang lain. Hal ini dialami oleh St.
Vinsensius de Paul sendiri, sebab yang dicita-citakan sejak semula dirombaknya
sama sekali ketika ia berkarya di kota Paris. Di kota ini ia berkenalan dengan
imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohaninya, yang memberikan
pengertian kepada Vinsensius de Paul tentang arti yang sesungguhnya dari
imamat, dan apa yang diharapkan dari seorang imam. Bersama dengan berbagai
krisis dan kegagalan yang dialami perlahan-lahan ia dibimbing ke arah pertobatan
yang sejati. Tentu pertobatan yang radikal membutuhkan proses untuk sampai
pada kematangan, namun suatu kejadiaan pada tanggal 20 Oktober 1611
menunjukkan, bahwa Vinsensius de Paul telah berubah, dengan menyerahkan
donasi sejumlah 15000 livres (sekitar 1,5 milyard rupiah sekarang) kepada Rumah
37
Sakit Karitas dari uang yang diperolehnya. Sangat berbeda dengan sikapnya
ketika menerima dan mengejar warisan yang diberikan kepadanya dulu. Bisa saja
Vinsensius de Paul memberikan penghasilannya kepada keluarganya, dengan
alasan mereka juga miskin, tetapi itu semua tidak dilakukannya, karena bagi
Vinsensius de Paul segalanya kini adalah warisan untuk orang miskin yang
dilayaninya dalam Tuhan (Budianto, Antonius Sad, 2009:27- 40).
Imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohani Vinsensius de
Paul mengangkat dan mempercayai Vinsensius de Paul untuk menjadi pastor
paroki di Clichy. Waktu itu Clichy adalah desa kecil dari Paris dan umatnya
adalah orang-orang kecil dan sederhana. Vinsensius de Paul menerima tawaran
tersebut dan segera berangkat ke paroki Clichy untuk bertemu dengan umat. Umat
gembira melihat pastor Vinsensius de Paul yang begitu bersemangat, karena ia
menunjukkan bakatnya sebagai pastor pembimbing dan organisator. Setiap
Minggu pertama ditetapkan sebagai hari pengakuan dosa dan umat taat
melakukannya dan menunjukkan perkembangan hidup rohani. Selain itu ia
mengunjungi orang sakit, menghibur yang berkesusahan, membantu yang miskin,
menegur yang salah, menyemangati yang lemah. Paroki yang dipimpinnya sangat
hidup dan menjadi model bagi paroki sekitarnya. Sayangnya waktu bersama umat
hanya kurang lebih dua tahun, karena Vinsensius de Paul di panggil oleh Imam
Pierre de Berulle untuk menjadi tutor bagi anak-anak Laksamana de Gondi pada
akhir tahun 1613. Vinsensius de Paul menjalankan tugas ini dengan penuh iman
dan mengarahkan keluarga de Gondi untuk banyak melakukan karya amal. Selain
bekerja sebagai tutor bagi anak-anak de Gondi, Vinsensius de Paul mengisi
38
waktunya dengan banyak mengunjungi petani dan buruh miskin di wilayah de
Gondi yang sangat luas meliputi pedesaan di luar kota Paris.
Keberhasilan karya pastoral yang dilakukan oleh Vinsensius de Paul
membuat Madame de Gondi semakin menghormatinya, namun juga semakin
tergantung pada Vinsensius de Paul sebagai pembimbing rohaninya. Hal ini
membuat Vinsensius de Paul ingin keluar dari istana, karena ia menyadari bahwa
tugasnya bukan terkurung dalam istana de Gondi melainkan dipanggil untuk
melayani orang miskin. Atas permintaannya kepada Imam Pierre de Berulle, ia
mendapat kepercayaan untuk menangani paroki Chatillon le Dombes. Di paroki
ini Vinsensius banyak melakukan pelayanan kepada orang miskin dan
mempertobatkan orang-orang berdosa. Satu peristiwa yang sangat berkesan bagi
Vinsensius yakni: Suatu hari Minggu ketika ia di sakristi siap untuk
mempersembahkan misa, Francoise Baschet seorang perempuan yang baru
bertobat, melaporkan kepada Vinsensius de Paul bahwa di pinggir kota, ada
sebuah keluarga sedang mengalami nasib malang, seluruh anggota keluarga jatuh
sakit. Dalam kotbah Vinsensius de Paul menyinggung keadaan keluarga yang
diceritakan oleh Francoise Baschet, hati umat tergerak untuk membantu keluarga
tersebut. Ketika sore hari Vinsensius de Paul pergi mengunjungi keluarga
tersebut, ia melihat banyak sumbangan makanan dan pakaian. Hatinya mulai
tergerak untuk membuat satu perkumpulan yang dapat mengelola bantuan untuk
pelayanan kepada orang miskin, karena ia melihat bahwa banyak orang yang ingin
membantu, tetapi tidak ada organisasi yang mengaturnya. Ia mulai mengumpulkan
ibu-ibu dan mengajak mereka untuk melihat persoalan orang miskin dan sakit di
39
wilayah tersebut dan sepakat untuk memulai organisasi kasih. Organisasi Karya
Kasih ini sangat berkembang dan banyak orang yang dapat ditolong, sehingga
Vinsensius de Paul yakin bahwa Allah telah memanggilnya untuk karya kasih ini.
Kini Vinsensius de Paul semakin mantap dengan panggilannya, dan ia melihat
Tuhan dalam diri orang yang dilayaninya. Pelayanan yang dilakukan Vinsensius
de Paul bersama umat di paroki Chatillon le Dombes harus diakhirinya karena ia
dipanggil lagi oleh keluarga de Gondi agar Vinsensius de Paul dapat menjadi
penasehat dan pembimbing rohani bagi keluarga mereka. Karena ketaatan kepada
Tuhan dan bimbingan Roh kudus lewat retret dan konsultasi dengan pembimbing
rohaninya, ia memutuskan untuk kembali lagi menjadi penasihat dan pembimbing
rohani bagi keluarga de Gondi dengan satu perjanjian agar keluarga de Gondi
mencari orang yang dapat membimbing anak-anaknya sehigga Vinsensius de Paul
dapat dengan bebas melakukan karya di desa-desa dalam melayani dan berjumpa
dengan orang miskin.
Pada akhir tahun 1917 Vinsensius de Paul kembali ke keluarga de Gondi.
Kedatangannya disambut penuh suka cita oleh keluarga de Gondi dengan
memberi kepercayaan yang lebih besar dalam melakukan karya-karya misi di
tengah rakyat miskin sesuai dengan cita-cita Vinsensius de Paul. Kepercayaan ini
diterima dengan penuh tanggung jawab oleh Vinsensius de Paul dan ia mulai giat
melaksanakan misi umatnya dengan dibantu oleh beberapa imam ke berbagai
penjuru wilayah de Gondi yang tersebar di berbagai keuskupan seluruh Prancis.
Antara tahun 1618-1625 ia bermisi ke 30-40 kabupaten, dan di setiap tempat misi
ia mendirikan Persaudaraan Cinta Kasih dengan Konstitusi Umum disertai
40
peraturan khusus untuk setiap tempat. Sejak saat itu Vinsensius de Paul bersama
Madame de Gondi sering pergi ke desa. Kesempatan ini sangat menyenangkan
bagi Vinsensius de Paul, karena ia dapat bertemu dengan orang-orang yang
dicintainya, selain itu ia sangat didukung oleh Madame de Gondi dalam bentuk
dana, perhatian dan juga keterlibatan nyata dalam mengunjungi orang yang miskin
dan sakit (Pujo Bernard, 2007:60-87).
Belaskasih Vinsensius de Paul tak pernah pasif, ia selalu mencari jalan
keluar dalam meringankan penderitaan orang yang dilayaninya, baik dalam
bentuk jasmani maupun kehidupan rohani mereka. Dalam surat pribadinya kepada
Luisa de Marillac yang dikirim pada tanggal 21 Juli 1635, ia mengatakan bahwa
orang tak cukup hanya terharu, namun perlu menanggapi penderitaan orang lain
secara konkrit, selain itu kita tak perlu berkecil hati untuk memulai karya baik,
yakinlah bahwa banyak orang punya kehendak baik, dan bersama Tuhan kita
perlu mendekati, menggerakkan mereka dengan sabar dan mengorganisir mereka
dengan teliti dan bijaksana. Keyakinan Vinsensius de Paul kepada Tuhan,
membuat ia tidak goyang dalam menghadapi berbagai macam tantangan yang ia
hadapi. Suatu ketika Vinsensius de Paul dipertemukan dengan Fransiskus de Sales
uskup Genewa, yang terkenal sebagai orang yang kudus dan saleh. Pertemuan ini
mempererat persahabatan mereka, dan saling mendukung dalam tugas dan karya
pelayanan, bahkan Vinsensius de Paul sangat menghormatinya dan menemukan
banyak inspirasi lewat percakapan dan buku-buku bacaan karangan Fransiskus de
Sales, dan dari dialah Vinsensius de Paul dapat menimba semangat kerendahan
hati dan kekudusan.
41
Setelah 26 tahun Vinsensius de Paul merantau, ia merasa rindu untuk
pulang ke kampung halamannya. Namun ia ragu karena melihat beberapa imam
yang giat merasul, namun kehilangan semangat karena tergoda untuk memberi
bantuan keuangan untuk keluarganya. Dengan berbagai pertimbangan ia
berangkat ke Pouy selama sepuluh hari untuk berlibur bersama keluarganya.
Kedatangan Vinsensius de Paul sangat dirindukan oleh keluarganya dan ada
harapan bahwa ia akan membawa uang yang dapat dipergunakan oleh keluarga
dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka. Tetapi kenyataan berbeda, Vinsensius
de Paul tidak membawa apa-apa untuk keluarganya, ia hanya memberi penjelasan
melalui kotbahnya saat misa bersama di Gereja tentang keberadaan dirinya, bahwa
keluarga tidak boleh mengharapkan keuangan darinya, karena seandainya dia
punya uang pun, segala milik imam adalah milik Allah dan orang miskin. Kini
Vinsensius de Paul telah menemukan apa arti imamat baginya. Setelah
meninggalkan desanya barulah ia mengalami krisis yang hebat, beberapa kali ia
tergoda untuk mengirim bantuan keuangan kepada keluarganya. Vinsensius de
Paul tak putus-putus berdoa memohon agar Tuhan membebaskannya dari godaan
itu, baru tiga bulan setelah itu ia dapat dibebaskan dari belenggu keluarga yang
menggoda itu. Kini ia benar-benar bebas untuk mempersembahkan diri seutuhnya
mengikuti kehendak Tuhan dan melaksanakan misiNya (Budianto, Antonius Sad,
2009:71-84).
Di kota Paris nama Vinsensius de Paul menjadi terkenal karna karya
misinya dalam melayani orang miskin di pedesaan, maupun pendidikan imam. Ia
sangat berharap agar jabatan dalam Gereja dipercayakan kepada imam yang
42
dianggap pantas dan layak menjadi gembala umat Allah, karena pada waktu itu
Vinsensius de Paul melihat para imam yang banyak bersenang-senang di kota,
dari pada melayani kaum miskin di pedesaan. Karya-karya kasih yang dibentuk
oleh Vinsensius de Paul sangat didukung oleh masyarakat dan para wanita dari
tingkat tinggi yang ingin terlibat dalam membantu kaum miskin. Pada tahun 1625
Madame de Gondi menyediakan dana untuk beberapa imam yang setiap lima
tahun mengadakan misi rakyat di semua daerah miliknya. De Gondi meminta
Vinsensius de Paul agar membentuk suatu kelompok misionaris. Vinsensius de
Paul menerima tugas itu dengan menandatangani kontrak pada tanggal 17 April
1625. Dengan demikian lahirlah secara resmi Kongregasi Misi yang saat itu hanya
diwakili Vinsensius sebagai pendiri. Beberapa waktu sesudah pendirian itu
Madame de Gondi meninggal dunia.
Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vinsensius de Paul, telah
berkembang diseluruh wilayah de Gondi. Dalam melaksanakan pelayanan kepada
kaum miskin ia dibantu oleh wanita-wanita dari tingkat tinggi dan para imam
yang ingin mengikuti jejak Vinsensius de Paul. Tugas mereka merawat orang-
orang sakit, mengasuh anak-anak gelandangan dan terlantar serta membagi-
bagikan derma. Bantuan ibu-ibu ini tidak bertahan lama sebab perlahan-lahan
mereka mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Tuhan tidak membiarkan
Vinsensius de Paul berjalan sendiri. Pada tahun 1625 Vinsensius de Paul
berkenalan dengan janda Louise de Marillac, ia adalah seorang ibu janda yang
selalu ragu-ragu dalam mendidik seorang putranya. Dalam keraguannya ia sangat
membutuhkan pembimbing rohani yang dapat mendampingi dia dalam menjalani
43
hari-hari hidupnya. Perkenalan dan bimbingan dari Vinsensius de Paul membawa
harapan dan makna hidup bagi Louise de Marillac, sehingga dengan kebebasan
penuh ia ingin bekerjasama dan terlibat bersama Vinsensius de Paul dalam
melayani orang-orang miskin (Budianto, Antonius Sad, 2009:93-116).
Karya-karya kasih yang telah berkembang semakin diminati masyarakat,
oleh karena itu Vinsensius de Paul sangat membutuhkan orang-orang yang dapat
bergabung dalam melayani orang-orang miskin. Kerelaan Luise de Marillac untuk
bekerja sama melayani orang miskin ditanggapi sangat positif oleh Vinsensius de
Paul, dengan memberi tanggung jawab kepadanya untuk mengunjungi daerah-
daerah tempat karya-karya kasih yang telah didirikan oleh Vinsensius de Paul.
Tanggung jawab tersebut diterima oleh Luise de Marillac dengan sangat antusias
dan mulai melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepadanya. Agar karya-
karya kasih tersebut dapat dilakukan dengan lebih maksimal Luise de Marillac
perlu bantuan dari orang lain, maka ia mengumpulkan gadis-gadis desa dan
mengajari mereka cara-cara merawat orang yang sakit, miskin dan menderita.
Lambat laun muncullah dalam benak Luise de Marillac suatu rencana, yakni
mendidik gadis-gadis desa dalam hidup keagamaan, cara merawat orang-orang
sakit, anak-anak terlantar dan orang lanjut usia. Keinginannya diberitahukan
kepada Vinsensius de Paul. Vinsensius de Paul tidak langsung saja menerima
usulan ini, tetapi ia mengajak Luise de Marillac mengambil keputusan dengan
bijaksana di bawah bimbingan Tuhan. Sesudah memikirkan usul ini lebih serius,
akhirnya Vinsensius de Paul mendukung rencana Luise de Marillac dengan
terlebih dahulu meminta persetujuan gadis-gadis yang sudah dikumpulkan Luise
44
de Marillac itu untuk merawat orang-orang sakit. Gadis-gadis itu menyatakan
persetujuannya dan bersedia untuk merawat orang-orang yang menderita.
Dibawah pimpinan Luise de Marillac, gadis-gadis itu melaksanakan tugas yang
cukup berat, dengan hasil yang sangat mengagumkan. Namun Vinsensius de Paul
belum juga mendirikan kongregasi untuk mereka, karena ia membutuhkan waktu
yang cukup dalam mendirikan kongregasi yang bercorak lain dari biasanya. Ia
menghendaki suatu perserikatan wanita-wanita yang sungguh-sungguh terlibat
dalam masyarakat. Ia tidak ingin perserikatan wanita terasing dalam tembok-
tembok biara melainkan wanita-wanita yang melakukan ketiga nasihat Injil seraya
bekerja di tengah-tengah rakyat sampai ke pelosok-pelosok desa dan gubuk-gubuk
orang kecil.
Masyarakat Paris mengenal Vinsensius de Paul sebagai pribadi yang sabar,
rendah hati, dan punya sifat revolusioner baik dalam buah pikiran maupun dalam
perbuatan. Ia mau menunjukkan Tuhan secara nyata kepada orang-orang miskin
lewat pelayanannya yang lembut dan bersahabat. Setelah melewati berbagai
pertimbangan akhirnya cita-cita Luise de Marillac dipenuhi oleh Vinsensius de
Paul dengan mendirikan Serikat Puteri Kasih di bawah pimpinan Luise de
Marillac (Pujo Bernard, 2007:116-156).
Vinsensius de Paul mencintai Allah dengan berpeluh keringat dan bekerja
keras dalam menghadirkan kabar gembira kepada orang-orang miskin. Ia
membuka pintu bagi Gereja dan mengajarkan para biarawannya agar bekerja
dengan kaum awam, dan ia juga menghargai sumbangsih kaum wanita.
Vinsensius de Paul merupakan pemrakarsa pemberian bantuan bagi anak-anak
45
terlantar, para tahanan, korban bencana, pengungsi dan orang-orang cacat yang
harus tinggal di rumah. Semuanya dijalankan atas kasih dan cintanya kepada
mereka, dengan meneladan Yesus Kristus yang menempatkan diri pada pelayanan
bagi kaum miskin. Kepada para pengikutnya ia mengajarkan bahwa karya kasih
yang benar tidak saja membagikan bantuan, tetapi juga membantu orang miskin
untuk mendapatkan kembali martabat dan kemandirian mereka. Ia meyakini
kebajikan sebuah tindakan dan ia suka menggunakan motto “Totum opus nostrum
operatione Consistit” yang berarti tindakan adalah keseluruhan tugas kita. Ia juga
menambahkan bahwa kesempurnaan tidak datang dari kegembiraan yang meluap-
luap, tetapi dari tindakan melaksanakan kehendak Tuhan. Menjelang akhir tahun
1655 kesehatan Vinsensius semakin hari semakin melemah yang akhirnya pada
tanggal 27 September 1660 Vinsensius de Paul wafat di Sain-Lasare di pinggiran
Paris. Pada tanggal 13 Desember 1729 Vinsensius de Paul diangkat sebagai beato
oleh Paus Benediktus XIII dan pada bulan Juli 1737, Paus Clemens XII
mengangkatnya menjadi santo, dan pada tahun 1885, Paus Leo XIII
mengangkatnya sebagai pelindung karya amal (De Veer ,2001:19-20).
B. Tiga Keutamaan St.Vinsensius de Paul
Spiritualitas seorang santo bersumber pada pengalaman-pengalaman
rohaninya dan juga pengaruh dari luar diri yang dapat membantu dia untuk
semakin berkembang dalam hidup rohaninya. Sumber Spiritualitas St.Vinsensius
de Paul ialah Yesus Kristus. Ia terpesona pada satu segi dari kepribadian Kristus
yaitu: Kristus pewarta kabar gembira kepada orang miskin, sehingga dalam
hidupnya ia mengkontemplasikan Kristus yang pergi dari desa ke desa untuk
46
mencari orang kecil dan mewartakan kabar gembira kepada mereka. Dalam
melanjutkan karya Kristus di dunia, St.Vinsensius de Paul mengharapkan kepada
para pengikutnya agar bersemangat seperti Kristus dengan Kasih dan hormat
kepada Bapa, Kasih yang nyata dan penuh pengertian kepada orang miskin dan
kerelaan untuk dibimbing oleh Penyelenggaraan Ilahi (Seminari Tinggi CM, 1994
edisi September-Desember: 30-32).
Perjalanan hidup sampai pada suatu pertobatan yang sejati memerlukan
proses yang panjang, begitulah yang dialami Vinsensius de Paul, bagaimana ia
menjalani proses hidup dengan berbagai tahap yang ia lalui sampai pada suatu
pertobatan. Bagi siapa saja kehidupan rohani berarti usaha untuk mencintai Allah.
Cinta kepada Allah itu dalam pengertian Vinsensius de Paul mendapat warna khas
dengan mencintai Allah, sampai mencucurkan keringat dan dengan
menyingsingkan lengan baju. Artinya bahwa cinta kepada Allah bersifat afektif
dan efektif dengan maksud, bahwa mencintai bukan hanya dengan perasaan
melainkan dengan tindakan nyata yang bermuara dalam karya Allah, yaitu dalam
usaha melaksanakan kehendak Allah. Oleh karena itu bagi Vinsensius de Paul,
doa dan karya merupakan satu kesatuan; doa dilanjutkan dalam karya, karya
dibawa dalam doa dan karenanya menjadi subur. Vinsensius de Paul tidak segan-
segan menganjurkan kepada para Puteri Kasih “Bila Suster terpaksa
meninggalkan doa untuk melayani orang miskin jangan cemas, karena itu berarti
meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang
miskin.” Bagi Vinsensius de Paul, orang miskin adalah majikan dan saudara, ia
membuka mata kepada Gereja, bahwa Gereja bukan jauh dari kaum miskin,
47
melainkan Gereja untuk orang miskin, yang berarti bahwa Gereja hidup di tengah-
tengah masyarakat dan siap melayani kebutuhan dan tantangan masyarakat
(Panticelli, S & Armada Riyanto, 2002:33-35).
Mendengarkan panggilan Tuhan melalui peristiwa-peristiwa hidup para
miskin, itulah yang menjadi kekhasan dari St.Vinsensius de Paul. Ia mengikuti
Kristus Sang pewarta Injil kepada orang miskin dengan menganjurkan kepada
keluarga Vinsensian agar melanjutkan panggilan Yesus Kristus, dengan kata-kata
Vinsensius de Paul sebagai berikut:
“ Panggilan kita adalah melanjutkan panggilan Yesus Kristus, atau sekurang-kurangnya tampak jelas berhubungan dengannya menurut situasinya. Oh, betapa bahagianya, saudara-saudara! Betapa kita harus merasa wajib memberikan diri untuk itu!... Membimbing para miskin untuk mengenal Allah dan mewartakan Yesus Kristus kepada mereka, berbicara kepada mereka bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan bahwa Kerajaan Allah itu diperuntukkan bagi para miskin. Betapa mengagumkan hal ini! Dan bahwa kita dipanggil untuk menjadi rekan kerja Putera Allah dan mengambil bagian di dalam rencana-Nya adalah sesuatu yang jauh melampaui pengertian kita. Betapa! Membuat diri kita… saya tak berani mengatakannya…ya: mewartakan Injil kepada para miskin adalah tugas yang demikian luar biasa dan sesungguhnya itu adalah semata-mata tugas Putera Allah sendiri. Dan kini hal itu diberikan kepada kita, sebagai alat bagi Sang Putera Allah untuk melanjutkan di surga apa yang telah Ia lakukan di dunia” SV XI, 387 (dalam majalah Seminar Tinggi CM, 1998 edisi Januari-Juni: 9-10).
Pengalaman hidup Vinsensius de Paul, sangatlah menarik untuk semakin
didalami dan tepat untuk menjadi landasan dan dasar pijakan dalam melayani
kaum miskin. Oleh karena itu dapat mudah ditemukan kekhasannya bila
dibandingkan dengan tarekat atau ordo lain. Kekhasan semangat Vinsensius inilah
yang kelak disebut “Spiritualitas St.Vinsensius de Paul” oleh para pengikutnya.
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang diuraikan di bawah ini, sesuai dengan
48
keutamaan yang diwariskan kepada para Suster Putri Kasih yang terdiri dari
keutaman Kesederhanaan, Kerendahan hati dan Cinta Kasih. Keutamaan inilah
yang akhirnya menjadi dasar bagi kongregasi-kongregasi yang mengambil dan
mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai pendiri dan pelindung karya termasuk
kongregasi SCMM yang didirikan oleh Mgr.Joannes Zwijsen.
1. Kesederhanaan
Kesederhanaan hidup merupakan wujud hidup Yesus Kristus sendiri, yang
dengan kesederhanaanNya telah datang, tinggal dan bersahabat dengan orang
kecil dan sederhana. Sebagai santo yang hidup pada abad XVII, St.Vinsensius de
Paul adalah seorang tokoh yang hidup dari lingkungan keluarga yang sederhana
dengan sikap dan perilaku yang sederhana pula. Sejak kecil ia telah menunjukkan
pembawaan hidup sederhana. Ia selalu bersedia membantu orang tuanya, tanpa
bersungut-sungut walaupun apa yang diminta oleh mereka jauh dari harapannya.
Sejauh Vinsensius de Paul mampu berbuat sesuatu ia tidak pernah menyerah
sebelum menyelesaikan. Hal ini tampak dalam kegigihan dan kesungguhannya
dalam menunaikan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. Ketika ia
mendapat kedudukan yang terhormat sebagai seorang pembimbing rohani
keluarga de Gondi, ia tetap memperlihatkan sikapnya yang sederhana.
Kesederhanaaan sebagai anak petani desa membawa dia pada suatu cara pandang
akan suatu keutaamaan kesederhanaan dalam melaksanakan karya kasih kepada
orang miskin dan terlantar.
49
St.Vinsensius de Paul menekankan kesederhanaan sebagai dasar pijakan
yang inspirasinya adalah sabda Yesus sendiri. Menurut Vinsensius de Paul,
kesederhanaan yang suci menistakan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada
Allah dan menyatakan bahwa Allah adalah kebaikan yang sempurna, yang benar,
tertinggi, dan satu-satunya sumber kebaikan. Artinya bahwa semua yang baik
berasal dari Allah, sehingga tidak ada alasan untuk bersikap remeh terhadap orang
lain yang kurang baik, dan tidak ada alasan juga untuk memandang diri sendiri
lebih sempurna dari pada orang lain (Tondowidjojo, 1987:4).
Bagi Vinsensius de Paul, kesederhanaan berarti melakukan segala
sesuatunya demi cinta kepada Allah dan demi kemuliaan nama-Nya, tanpa ada
maksud sampingan dari perbuatan yang dilakukan. Ia juga mengharapkan dari
pengikut-pengikutnya agar bersikap jujur, sederhana dalam perkataan, perbuatan
dan tindakan, seorang pribadi yang dapat dipercaya dan berupaya membebaskan
diri dari sifat cinta diri dan dari sifat yang selalu mengeluh ketika menghadapi
kemalangan atau ketika mengalami sakit. Dalam konferensi yang diberikan
kepada para imam Lazaris ia mengemukan bahwa kesederhanaan begitu berkenan
kepada Allah. Allah ingin hadir di antara orang yang sederhana dan berbicara
dengan mereka secara akrab. Orang yang sederhana tidak menyembunyikan diri,
tidak malu, tidak dipengaruhi rasa takut dan tidak mementingkan diri sendiri.
Menjadi sederhana berarti memberikan diri dengan tulus bagi karya pelayanan
demi orang miskin, tanpa mengharapkan pujian dan pamrih (Blommestijn, Hein &
Jos Huls, 1995:13-16).
50
2. Kerendahan Hati
Vinsensius de Paul meyakini bahwa kerendahan hati adalah hidup Putra
Allah sendiri. Putra Allah menderita tidak hanya pada masa hidup-Nya, melainkan
juga pada saat akhir hidup-Nya. Ia ditolak, diolok-olok, disalibkan dan Ia
menerima direndahkan di kayu salib guna keselamatan umat manusia.
Kerendahan hati menjadi bagian dari cara hidup Vinsensius de Paul. Ia menyadari
diri tak ubahnya dengan seekor cacing saja di hadapan Allah, seorang hamba yang
tidak berguna dan ia siap diperlakukan apa saja.
Dari kisah hidup Vinsensius de Paul, ada satu kisah hidup yang
memperlihatkan bagaimana ia menampilkan kerendahan hati ketika ia mengalami
suatu kesulitan dan tantangan yang menghantuinya. Suatu ketika Vinsensius de
Paul sakit dan harus berbaring di tempat tidur, ia minta dikirimi obat dari apotik
terdekat. Pembantu apotik itu mengantar obat kepada Vinsensius de Paul yang
sedang berbaring di tempat tidur. Ketika pembantu itu mengambil gelas, ia
melihat sejumlah uang milik Hakim teman kost dari Vinsensius de Paul.
Kesempatan ini tidak dilewatkannya, uang itu segera diambilnya. Ketika hakim
itu pulang ia melihat uang simpanannya tidak ada lagi, dan ia menuduh
Vinsensius de Paul telah mencurinya. Dengan kasar sang hakim itu mengusirnya
dan mengumumkan kepada teman-temannya bahwa Vinsensius telah mencuri
uang. Dalam mengahadapi situasi itu Vinsensius de Paul berdoa kepada Tuhan
meminta untuk dapat menanggung semuanya ini dengan sabar dan Vinsensius
berkata “ Allah tahu mana yang benar”. Beberapa waktu kemudian pembantu
51
apotik itu mengaku bahwa ia telah mengambil uang hakim, yang telah menuduh
Vinsensius de Paul tersebut (Budianto, Antonius Sad, 2009:32).
Kejadian di atas, hanyalah salah satu dari peristiwa yang dialami oleh
Vinsensius de Paul. Dalam kehidupannya ia telah menjalani hidup seperti apa
yang telah dihidupi oleh Yesus sendiri ketika ia hidup dan berkarya di dunia.
Dasar Vinsensius de Paul menekankan kerendahan hati sebagai sikap dasar para
pengikutnya ialah sabda Yesus yang berkata : “…. Belajarlah dari pada-Ku, sebab
Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29).
Bagaimana Yesus Kristus telah memberikan teladan kerendahan hati
semasa hidupnya, menggugah hati para pengikutnya untuk meneladani-Nya dalam
karya perutusan mereka, hal itu juga dilakukan oleh Vinsensius de Paul semasa
hidupnya. Kerendahan hati bagi Vinsensius de Paul dibagi dalam tiga hal pokok
yakni:
a. Mengenal dan menerima diri sendiri seperti apa adanya, juga dari segi negatif,
b. Tidak merasa ragu-ragu bila orang lain tahu kelemahan dan kekurangan kita.
Orang lain boleh mengenal kita seperti apa adanya.
c. Tidak mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan sukses dan
memamerkan kehebatan. Sukses dan kehebatan adalah rahmat Tuhan.
Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa semangat kerendahan hati yang
ada dalam diri, akan membuka hati untuk sungguh-sungguh melakukan kehendak
Allah, dengan demikian manusia akan terbebas dari cinta diri dan mampu melihat
penderitaan orang lain dan berani melakukan tindakan konkrit untuk membantu
atau melayani orang yang sangat membutuhkan. Orang yang rendah hatilah yang
52
dapat menyadari dirinya sebagai alat yang di tangan Tuhan (Van Lierop P.J.
1996:48-49). Maka untuk menjadikan kerendahan hati menjadi salah satu
keutamaan, penyerahan diri kepada Allah lewat doa sangatlah penting, sebab dari
pada-Nyalah segala sesuatu yang baik berasal, termasuk anugerah semangat
kerendahan hati.
3. Cinta Kasih
Cinta kasih merupakan keutamaan yang ditekankan oleh Vinsensius
kepada para suster Putri Kasih, guna meningkatkan semangat pelayanan mereka
kepada siapa saja. Cinta kasih selalu menyangkut dua aspek yakni, cinta kepada
Allah dan kepada sesama. Cinta kasih adalah rahasia dan sikap Allah yang
terdalam. Menurut St.Vinsensius De Paul cinta kasih terhadap sesama itu suatu
tanda yang tidak bisa salah, sebab setiap orang benar-benar Putra Allah.
Sedangkan satu tindakan nyata dari cinta kasih ialah berbuat secara nyata kepada
sesama terutama kepada kaum miskin
Ungkapan Paulus yang digunakan oleh para Puteri Kasih dan kelompok-
kelompok Vinsensian yang lain juga berlaku bagi semua anggota Keluarga
Vinsensian sebagai semboyan: “Kasih Kristus mendorong Kami”. Vinsensius de
Paul menemukan bahwa kasih Allah itu diungkapkan dengan kata-kata maupun
dengan karya konkrit. Keluarga Vinsensian lebih dari pada sebuah kelompok
sosial yang ada dalam masyarakat. Mereka adalah orang-orang kristiani yang
percaya akan kekuatan cinta yang efektif. Aktivitas mereka adalah cinta kasih
53
yang bersifat praktis yaitu cinta kasih yang terus-menerus dilaksanakan dalam
hidup dan karya mereka (Tondowidjojo, 1987:5-7).
Tiga keutamaan yang diwariskan bagi para suster Putri Kasih, juga harus
merupakan dasar pijakan bagi para suster SCMM yang mengambil St.Vinsensius
de Paul sebagai bapak pelindung karya amal. Tiga keutamaan tersebut di atas akan
mampu membawa para suster SCMM pada pelayanan yang maksimal terhadap
kaum miskin, lemah dan tertindas sesuai dengan tujuan didirikan kongregasi
SCMM. Dasar pijakan dari ketiga keutamaan di atas adalah Yesus Kristus sendiri,
yang semasa hidupnya dekat dan tinggal bersama dengan kaum miskin.
Diharapkan ketiga keutamaan Vinsensius de Paul bisa menjadi inspirasi dan daya
juang bagi para suster SCMM untuk mampu memaksimalkan pelayanan pada
kaum miskin yang dijumpai dalam karya perutusan yang ditangani.
C. Lima Pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul
Setelah pembahasan ketiga keutamaan di muka, selanjutnya akan dibahas
pula lima pokok spiritualitas yang menghantar para pengikutnya untuk melihat
dasar dari Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam melayani orang miskin.
1. Kristus
Berdasarkan pembahasan riwayat hidup dan spiritualitas sebelumnya,
diperlihatkan bahwa Spiritualitas Vinsensius de Paul sungguh bersifat
Kristosentris, artinya bahwa Kristus menjadi pusat penghayatan iman. Bagi
Vinsensius de Paul, Kristus bukanlah misteri yang ditemukan melalui kontemplasi
melainkan Kristus berwajah sama dengan wajah orang kecil dan miskin yang
54
ditemukan di tengah masyarakat. Teks Injil yang sering dikutip oleh Vinsensius
adalah:
Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab itu telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. (Luk 4:18-19).
Melalui teks Injil Lukas di atas mau diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul
bahwa Kristus adalah pewarta kabar gembira kepada kaum miskin. Vinsensius de
Paul mengharapkan para pengikutnya untuk mencintai Kristus, bersemangat
seperti Kristus, agar dengan demikian orang yang dilayani akan mampu melihat
wajah Kristus dalam diri orang yang melayani mereka (Van Lierop P.J., 1994:6-
8).
2. Konteks sebagai tempat pertemuan dengan Allah
Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa Allah dapat ditemukan melalui
situasi yang dialami. Hal tersebut telah diperlihatkan ketika ia masih hidup, yang
mana Vinsensius de Paul melihat Allah melalui kaum miskin yang terlantar, bayi-
bayi yang dibuang, anak-anak yatim piatu yang mengembara di Negeri Perancis.
Ia mengatakan kepada para pengikutnya bahwa tempat mencari Allah adalah
hidup sehari-hari, terutama bila bertemu dengan kaum kecil dan miskin, dalam
membagi-bagikan cinta kasih kepada mereka. Bagi Vinsensius de Paul, melayani
kaum kecil pada pokoknya tidak berbeda dengan berdoa di kapel. Pada suatu
kesempatan ia mengatakan kepada para suster Putri Kasih untuk meninggalkan
55
Allah demi Allah yang berarti: harus ke luar dari kapel kalau dipanggil oleh
seorang miskin, karena pada saat itu kita meninggalkan Allah yang dihayati dalam
doa, untuk bertemu dengan Allah yang hadir dalam orang kecil (Van Lierop P.J.,
1994:8-9).
3. Misteri kehadiran Kristus dalam diri kaum miskin
Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa Kristus datang untuk
mewartakan Kabar Gembira bagi kaum miskin, dan pewartaan itu menyangkut
orang-orang miskin yang konkrit dalam suatu keadaan yang kongkrit, yang harus
dilayani dengan nyata dan praktis. Relasi dengan orang miskin adalah sekaligus
relasi dengan Kristus karena Dia hadir dalam diri orang miskin. Dalam suatu
kesempatan Vinsensius de Paul berkata kepada para pengikutnya:
Kamu harus yakin bahwa tidak ada rugi bagi kamu, bila kamu harus meniggalkan acara doa atau Perayaan Ekaristi untuk mengunjungi orang-orang miskin, karena kamulah yang mengunjungi Allah, bila kamu melayani kaum miskin. Dalam diri orang miskin harus kamu melihat Allah.
Dari hal tersebut di atas mau diperlihatkan bahwa dalam melakukan karya
perutusan bagi kaum miskin, pengikut Vinsensius de Paul, harus mampu melihat
kehadiran Allah dalam diri orang yang dilayani, sehingga dengan demikian ia
akan mampu memberikan cinta yang afektif (yang sungguh dirasakan) sekaligus
cinta yang efektif (hasilnya maksimal). Vinsensius de Paul juga menekankan
pentingnya kelembutan dan kehangatan dalam berrelasi dengan kaum miskin
karena mereka adalah tuan, majikan dan saudara bagi kita (Van Lierop P.J.,
1994:9-11).
56
4. Injil
Bagi Vinsensius de Paul, hidup dan pengalaman selalu nomor satu,
kemudian teorinya. Ia tertarik oleh Yesus yang dahulu berbuat sesuatu, baru
kemudian memberikan pewartaannya, sehingga Vinsensius de Paul dalam
hidupnya mencoba mengobservasi reaksi-reaksi, perbuatan-perbuatan dan kata-
kata Yesus dan ia juga membandingkan hal-hal yang dialaminya dengan
peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan Injil. Ada dua teks Injil yang sangat
menarik bagi Vinsensius de Paul yakni, teks dari Injil Lukas 4:18-19: “Roh
Tuhan ada padaKu, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. Dan Injil Matius 25:40 : “Dan
raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang yang dari saudara-Ku yang paling
hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku”. Dengan kedua teks tersebut mau
diperlihatkan bahwa panggilan keluarga Vinsensian adalah mewartakan Yesus
Kristus kepada kaum miskin dan mengatakan kepada mereka bahwa Kerajaan
Allah sudah dekat (Van Lierop P.J., 1994:12).
5. Doa dan Perbuatan
Doa dan perbuatan dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul sangat
dijunjung tinggi. Ia memperlihatkan kepada para pengikutnya bahwa seseorang
57
yang tahu berdoa akan mampu untuk berbuat segala-galanya dan ia akan mampu
hidup dalam hadirat-Nya sepanjang hari. Dalam sebuah kesempatan Vinsensius
berkata kepada para pengikutnya:
Kalian dan saya harus merencanakan untuk bermeditasi setiap hari. Setiap hari kita harus berdoa. Kalau mungkin, saya mau katakan bahwa sebaiknya doamu tidak berhenti, melainkan berjalan terus, artinya: tetap kamu hidup dalam hubungan dengan Tuhan. Barangkali kamu akan mengatakan: doa itu mengganggu saya untuk menyiapkan obat dan mengunjungi kaum miskin. Doa itu tidak mengganggu kamu untuk berbuat itu, karena dalam batinmu kamu tinggal bersama Tuhan dan dapat kamu berbicara dengan-Nya.
Doa bagi Vinsensius de Paul bukan sekedar duduk di kapel pada jam doa
yang telah disediakan, melainkan dapat dilanjutkan dalam kegiatan harian yang
dilaksanakan. Lewat doa yang dilakukan dengan tekun akan mampu menemukan
diri, belajar mendengarkan, melihat dan mendapat kekuatan yang baru untuk
berani berbuat sesuatu. Berdoa menurut gaya Vinsensius de Paul, selalu
berhubungan dengan aksi yang konkrit bagi kaum miskin dan kecil (Van Lierop
P.J., 1994:13-18).
D. St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin
Kehidupan Vinsensius de Paul tidak terlepas dari kaum miskin. Baginya
kaum miskin adalah saudara dan majikan yang perlu dilayani dan dibantu, karena
di dalam diri merekalah hadir wajah Kristus yang miskin dan menderita. Dalam
pembahasan ini akan dibagi dalam enam bagian, untuk semakin melihat
bagaimana sikap Vinsensius de Paul kepada orang miskin, dan apa yang menjadi
harapan Vinsensius de Paul bagi pengikutnya.
58
1. Kategori Kaum Miskin
Vinsensius de Paul membagi kaum miskin ke dalam 8 kategori: orang-
orang jelata yang terlantar, kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran, kaum
miskin yang sakit dan terlantar, orang miskin yang tolol, orang-orang cacat badan,
kaum petani yang miskin, kaum tertindas yang miskin dan budak yang miskin.
Orang-orang jelata yang terlantar adalah bayi-bayi, dan anak-anak yang
ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka. Vinsensius de Paul, melihat bahwa bayi-
bayi ini secara khusus adalah milik Tuhan, dan mereka adalah jiwa-jiwa yang
berakal budi yang diciptakan Allah, kehadiran mereka mencerminkan citra Yesus
Kristus sendiri yang adalah Tuhan telah menderita, sengsara ketika berada dalam
kandungan ibu-Nya, selama perjalanan Santa Maria sebelum melahirkan Yesus;
Yesus Kristus yang diungsikan ke Mesir; Yesus Kristus yang menderita
kemiskinan, sengsara, fitnah dan dianiaya, dipersalahkan karena kesalahan dan
dosa-dosa manusia. Bagi Vinsensius de Paul, orang seperti itulah yang perlu
dilayani dengan menjadi ibu yang ramah dan penuh belaskasih kepada mereka,
sehingga bayi-bayi, dan anak-anak malang tersebut boleh merasakan kehangatan
dan cinta.
Kategori kaum miskin yang kedua bagi Vinsensius de Paul adalah kaum
muda miskin yang membutuhkan pelajaran. Para pengikut Vinsensius de Paul
diharapkan dapat mengajari anak-anak di sekolah agar takwa dan mencintai
Tuhan, oleh karena itu Vinsensius de Paul mengharapkan agar para suster
membekali diri dengan belajar dan membaca buku-buku sebagai bekal
pengetahuan yang dapat diberikan kepada anak-anak miskin yang akan dididik.
59
Kategori kaum miskin yang ketiga bagi Vinsensius de Paul adalah kaum
miskin yang sakit dan terlantar. Ia mengingatkan para Suster Putri Kasih
mengenai tujuan yang harus dimiliki, yang juga telah diutarakan oleh Tuhan yakni
dipanggil untuk melayani orang-orang sakit, miskin dan memperbaiki apa yang
hendak dirusak oleh orang-orang yang berusah mencabut nyawa orang-orang yang
sakit dan terlantar itu. Vinsensius de Paul juga mengharapkan agar para
pengikutnya mempunyai semangat yang tulus dan kesiapsediaan dalam melayani
mereka.
Kategori kaum miskin yang ketiga adalah orang miskin yang tolol.
Vinsensius de Paul melihat bahwa orang miskin yang tolol adalah orang yang
sedih, orang yang tak berdaya, orang yang tidak berhasil dalam hidup, dan
pribadi-pribadi yang tidak tahu menghargai pelayanan orang lain. Bagi Vinsensius
de Paul, mereka adalah orang-orang yang perlu dilayani, karena dengan melayani
mereka, akan dapat dilihat dan diraba betapa besar dan aneka ragam derita
manusia, dan hal itu perlu ditanggapi dengan pemberian diri yang total dalam
melayani mereka.
Orang-orang cacat badan merupakan kategori kaum miskin yang keempat.
Para pengikut Vinsensius de Paul dipanggil untuk menaruh hormat khusus kepada
mereka, dan melihat dalam diri mereka adanya seorang artis yang agung, dan
merupakan “coretan” yang belum selesai dari “pelukis” termashur, oleh karena
itu, para pengikut Vinsensius de Paul dipanggil untuk melayani, sehingga mereka
bisa mengalami kasih Tuhan yang menyelamatkan.
60
Kategori kaum miskin yang kelima adalah kaum petani yang miskin.
Vinsensius de Paul sangat mengharapkan kepada para susternya untuk bersedia
hidup dan bekerja di daerah pedalaman, karena di daerah tersebutlah akan
dijumpai kaum petani yang miskin, dengan alasan bahwa di kota sudah banyak
para suster yang tinggal dan berkarya. Selain kelima kategori kaum miskin yang
telah dipaparkan di atas, ada dua kategori kaum miskin lagi yakni: kaum tertindas
yang miskin dan budak yang miskin. Vinsensius de Paul mengharapkan kepada
para imam-imam Lasaris yang ditugaskan dalam melayani mereka, agar
memperhatikan kebutuhan jasmani orang yang dilayani, mengunjungi, menolong
yang hampir mati, dan mendengarkan pengakuan dosa. Vinsensius de Paul
berharap, agar kaum miskin yang dilayani, dapat merasakan kehadiran Allah
sebagai sumber suka cita. Ia juga berharap kepada para pengikutnya agar
mempunyai devosi yang khusus kepada Rahasia Penyelamatan, sehingga dengan
demikian akan mampu melayani mereka dengan penuh cinta dan belaskasih
(Tondowidjojo, 1984:30-40).
2. Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan
Bagi Vinsensius de Paul, pelayanan kepada kaum miskin harus
diutamakan dan mendapat tempat di atas segalanya. Vinsensius de Paul lebih
menghadirkan Yesus yang hidup dan berkarya bagi kaum miskin, dari pada Yesus
yang berdoa dan mengajar. Kristus ditemukan dalam diri orang miskin yang
dilayani. Vinsensius de Paul juga mengharapkan bahwa para pengikutnya tidak
melalaikan waktu doa yang telah dipersiapkan, melainkan ketika kembali dari
61
melayani orang miskin, segera memberikan waktu untuk berdoa dan bacaan
rohani, sehingga dengan demikian para suster segera memperoleh kekuatan dan
bisa memperhatikan keselamatan abadinya sendiri. Ia juga mengharapkan kepada
para pengikutnya agar cinta kasih yang diamalkan dengan baik, selalu disertai
dengan ketaatan, bila tidak bukanlah cinta kasih. Hal tersebut diperlihatkan
dengan contoh konkrit: “jika anda menolong seorang sakit, dan tidak ada
persetujuan dari orang yang berhak memberinya, bukanlah cinta kasih meskipun
tampaknya juga memberi pelayanan kepada mereka” (Tondowidjojo, 1984:24-
27).
3. Alasan melayani Kaum Miskin
Mencintai dan melayani kaum miskin adalah sikap khas dari Vinsensius de
Paul. Beberapa alasan yang diungkapkan Vinsensius de Paul, mengapa para
pengikutnya harus melayani kaum miskin:
a. Kaum miskin adalah raja dan penguasa kita, karena Tuhan kita berada dalam
kaum miskin. Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa kaum miskin
menghadirkan pribadi Tuhan yang mengatakan:
…”Lalu mereka pun akan menjawab, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?”Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat 25:40 ).
b. Melayani kaum miskin berarti melanjutkan perutusan Kristus sendiri di dunia.
c. Tuhan melindungi secara materiil mereka yang mencintai kaum miskin. Artinya
bahwa Kristus mencintai kaum miskin dan sebagai konsekwensinya Ia pun
62
mencintai mereka yang mencintai kaum miskin.
d. Tak ada kesenangan yang bisa dibandingkan dengan pelayanan terhadap kaum
miskin. Hal tersebut diungkapkan Vinsensius de Paul, dari pengalaman
pribadinya, yang mengakui bahwa belum ada rasa suka cita yang begitu besar
seperti bila mendapat kesempatan melayani kaum miskin.
e. Tuhan akan menghapus rasa takut mati pada mereka yang telah mengamalkan
cinta kasih terhadap kaum miskin.
f. Cinta kasih terhadap kaum miskin mengandung jasa yang tak terhingga bagi
Tuhan dan ini dapat disamakan dengan kematian suci. Bagi Vinsensius de
Paul, pelayanan kepada kaum miskin dapat juga disebut dengan martir cinta
kasih, yang walau pun tidak menumpahkan darah, tetapi telah menghabiskan
hidup demi pelayanan kepada kaum miskin.
Dari alasan tersebut di atas diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul, bahwa
pelayanan kepada kaum miskin merupakan pelayanan yang sangat luhur dan tiada
yang dapat menandingi pelayanan ini. Ia juga mengungkapkan bahwa pelayanan
kepada kaum miskin merupakan ungkapan kesucian dari agama kita, oleh karena
itu ia mengharapkan agar para pengikutnya melakukan pelayanan kepada kaum
miskin dengan meneladan Yesus Kristus, yang dekat dan mencintai kaum miskin
dengan kasih yang tulus (Tondowidjojo, 1984:10-21).
4. Kunjungan terhadap Orang Miskin
Kunjungan terhadap orang miskin adalah salah satu kegiatan yang
dianjurkan oleh Vinsensius de Paul kepada para pengikutnya. Vinsensius de Paul
63
melihat bahwa kegiatan ini sangat penting dilakukan karena dengan mengunjungi
orang miskin, akan sekaligus mengunjungi Tuhan yang hadir dalam diri orang
miskin dan dapat bekerjasama dengan Yesus Kristus demi keselamatan jiwa kaum
miskin. Ia berharap dengan mengujungi mereka kita akan mampu menyemangati
dan menguatkan mereka agar dapat menerima penderitaan yang dialaminya dan
satu peringatan dari Vinsensius de Paul kepada para pengikutnya untuk tidak
mengejek dan melontarkan kata-kata kasar kepada mereka.
Perasaan yang peka dan cinta yang penuh belaskasih sangat diharapkan
oleh kaum miskin, oleh karena itu Vinsensius de Paul mengharapkan kepada para
suster untuk berdoa dahulu sebelum berangkat mengunjungi orang miskin, agar
mendapat kekuatan dalam bersikap dan melayani mereka. Dalam mengunjungi
mereka, diusahakan agar orang yang dikunjungi menaruh pasrah ke pada Tuhan
dan dapat menjalankan hidup dengan baik di dunia ini (Tondowidjojo, 1984:42-
48).
5. Cara Menyediakan Kebutuhan Materiil bagi Kaum Miskin
Bagi Vinsensius de Paul, melayani orang miskin tidak harus mempunyai
uang yang banyak, melainkan mempunyai hati yang tulus. Pemberian sedikit
sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan. Pada suatu kesempatan ia
menasihati para suster Putri Kasih agar tidak meminta dan menerima uang atau
hadiah dari kaum miskin, tetapi memberikan kepada mereka apa yang sebenarnya
menjadi hak mereka.
64
Vinsensius de Paul juga mengharapkan agar para suster Putri Kasih
mengusahakan pekerjaan dan memberikan ketrampilan menjahit atau memasak
bagi kaum miskin yang masih sehat dan kuat, sehingga mereka terbantu
mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, Vinsensius de Paul juga
menasihati para suster agar berlaku jujur, teliti dan adil dalam mengelola uang
untuk kaum miskin. Jika terjadi bahwa seorang suster mengambil uang kaum
miskin untuk kepentingan pribadi, berarti ia telah melakukan dosa besar, dan
lebih baik ia dikeluarkan, karena mengotori citra Tarekat Cinta Kasih
(Tondowidjojo, 1984:50-60).
6. Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam melayani Kaum
Miskin
Kelangsungan hidup sebuah karya membutuhkan suatu komitmen dan
semangat dasar yang harus dihidupi. Hal tersebut merupakan suatu pemikiran jitu
yang diberikan Vinsensius de Paul kepada para pengikutnya. Ia memberikan tiga
saran kepada para pengikutnya agar dapat memelihara semangat dasar dalam
melayani kaum miskin.
a. Berusaha hidup sebagai abdi-abdi yang benar dari Tuhan dengan bekerja secara
kontinu untuk kemajuan hidup rohani pribadi.
b. Tidak mau mencakup terlalu banyak pekerjaan yang baik sekaligus
c. Mencari orang lain yang meneruskan karya cinta kasih bila kita kekurangan.
Ketiga semangat dasar di atas yang harus dihidupi dan dilaksanakan oleh
para pengikut Vinsensius de Paul. Kemauan yang keras dan ketekunan untuk
65
bekerja bagi hidup rohani dan hidup dengan sempurna mungkin, merupakan suatu
semangat dasar untuk tetap betahan dan berkenan kepada Tuhan yang telah
memanggil untuk karya pelayanan yang luhur ini. Vinsensius de Paul juga
menasihati para suster Putri Kasih untuk memiliki iman yang teguh, sehingga
tidak cepat tergoda oleh tawaran duniawi yang menjauhkan diri dari Tuhan.
Suatu cara lain untuk mempetahankan Tarekat adalah membatasi kegiatan
kerja. Sebab ada pepatah yang mengatakan bahwa siapa mencakup pekerjaan
terlalu banyak, ia tak memetik sesuatupun. Orang tak dapat menemukan sesuatu
jika terlalu banyak yang dicari, semuanya akan sia-sia dan perlu
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum diputuskan. Vinsensius de Paul
sangat menghargai proses, yang dijalankan dengan penuh ketekunan. Agar kaya
pelayanan yang telah dibuka dapat dilanjutkan, perlu mencari para penerus
Tarekat, hal ini telah dipikirkan oleh Vinsensius de Paul ketika ia masih hidup dan
berkarya (Tondowidjojo, 1984:74-79).
66
BAB IV
USULAN PROGRAM RETRET DENGAN TEMA
”SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL BAGI
PARA SUSTER SCMM”
Kongregasi SCMM adalah kongregasi yang didirikan oleh Mgr.Joannes
Zwijsen. Pendiri sangat terinspirasi terhadap St.Vinsensius de Paul sehingga
dalam perjalanan waktu, ia mengangkat St.Vinsensius de Paul, sebagai pelindung
karya amal bagi kongregasi dengan harapan, bahwa para suster SCMM akan
meneladani St.Vinsensius de Paul dalam melayani kaum miskin. Bagi orang yang
mau berkembang tidak ada kata terlambat. Saat ini para suster SCMM, diajak
untuk kembali ke semangat awal pendiri. Sebagai bahan guna membantu para
suster SCMM agar semakin memaksimalkan pelayanan kepada kaum miskin,
maka pada bab IV ini akan disajikan program retret yang bertemakan
“Spiritualitas St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM”, dan akan dijabarkan
dalam lima bagian: latar belakang penyusunan program retret, alasan pemilihan
tema retret, rumusan tema dan tujuan retret, program retret bagi para suster
SCMM, catatan untuk pelaksanaan program dan contoh persiapan retret.
Sebelum membahas lebih jauh program retret bagi para suster SCMM,
akan dibahas terlebih dahulu pengertian dan tujuan retret. Kata retret berasal dari
kata Prancis la retraite yang berarti pengunduran diri, menyendiri, menyepi,
menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, meninggalkan dunia ramai. Dalam
bahasa Indonesia retret disebut dengan nama khalwat yang artinya mengasingkan
67
diri ketempat yang sunyi. Ada empat macam retret: retret dikhotbahkan (preached
retreat), retret setengah terbimbing (semi directed retreat), retret terbimbing
penuh (directed retreat), dan retret terbimbing pribadi (individually guided
retreat). Salah satu dari keempat macam rertret ini dipilih sesuai dengan situasi
dan keinginan calon peserta retret. Adapun tujuan utama retret adalah, terjadinya
perubahan hidup. Untuk mencapai perubahan hidup yang diinginkan, ada dua
pihak yang bekerja yakni pribadi yang akan mengikuti retret dan rahmat Allah
sendiri. Melalui retret manusia membiarkan Allah untuk berkarya dalam dirinya
dan berusaha untuk melatih kepekaan terhadap karya Allah yang mengalir dalam
diri, sesama dan alam ciptaan (Mangunhardjana.A.M, 1984: 7-12).
A. Latar Belakang Program Retret
Program retret ini disusun guna menanggapi keprihatinan penulis atas
suatu keadaan, di mana banyak suster SCMM kurang mengenal St.Vinsensius de
Paul yang oleh pendiri telah diangkatnya sebagai pelindung kedua kongregasi
sekaligus pelindung karya kongregasi. Kekurang pengenalan para suster SCMM
akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul membawa kesan kurangnya pelayanan
yang maksimal oleh para suster SCMM dalam melayani kaum miskin. Program
retret yang dibuat ini, diharapkan para suster mengenal lebih dekat, pribadi yang
menjadi inspirasi serta panutan mereka dalam melayani kaum miskin dan
melaksanakan karya yang ditangani.
Program retret dipilih sebagai salah satu rangkaian kegiatan yang dapat
menggugah hati para suster SCMM untuk kembali ke semangat awal pendiri yang
68
mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya amal kongregasi.
Retret ini akan dilaksanakan pada saat libur sekolah, mengingat sebagian besar
para suster SCMM berkarya di sekolah. Agar retret bagi para suster SCMM dapat
terlaksana dengan baik, diperlukan program yang terarah dan jelas, sehingga
membawa para suster SCMM untuk semakin memahami dan menghayati
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya mereka melayani kaum
miskin.
Pesta yubelium yang dirayakan bulan September pada tahun 2010 sebagai
peringatan 350 tahun wafatnya St.Vinsensius de Paul, memberi inspirasi kepada
penulis untuk memanfaatkan momentum yang baik guna menyumbangkan materi
retret ini kepada para suster SCMM dengan tujuan, agar para suster SCMM
semakin mengenal St.Vinsensius de Paul, dan mampu menjadikannya sebagai
panutan dan teladan bagi hidup dan karya para suster SCMM dalam melayani
kaum miskin.
B. Alasan Pemilihan Tema
Tema umum yang akan diangkat dalam usulan program ini adalah
“Menghayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul demi terwujudnya pelayanan
yang maksimal bagi kaum miskin”. Adapun tujuannya adalah: “membantu para
suster SCMM untuk semakin bertumbuh dan berkembang dalam pemahaman
serta penghayatan akan spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan mampu
mengusahakan terwujudnya pelayanan yang maksimal bagi kaum miskin. Tema
umum ini penulis angkat mengingat keprihatinan yang timbul, karena banyaknya
69
suster SCMM yang kurang memahami Spiritualitas St.Vinsensius de Paul,
padahal pendiri kongregasi SCMM mengangkatnya sebagai pelindung karya amal
kongregasi. Ketidaktahuan ini menimbulkan kurang maksimalnya pelayanan bagi
kaum miskin dan cara pelayanan para suster yang kurang menampilkan cinta yang
berbelaskasih, khususnya dalam melayani kaum miskin. Berdasarkan tema yang
akan dijabarkan dalam retret, diharapkan para suster SCMM semakin memahami
dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, sehingga pelayanan mereka
yang maksimal terhadap kaum miskin juga semakin terwujud.
Tema umum ini akan dijabarkan dalam enam tema yaitu: Siapakah
St.Vinsensius de Paul bagi kongregasi SCMM; Panggilan dan perutusan para
suster SCMM; Menimba semangat dari “Bapak Kaum Miskin “ St.Vinsensius de
Paul”; Siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius de Paul; Cinta yang kreatif
mengalir dalam pelayanan pada orang miskin (mengalami pekerjaan tangan
bersama Allah); Setia pada perutusan, kapan dan di manapun! Keenam tema ini
dipilih berdasarkan keprihatinan yang dirasa penulis sebagai suster SCMM.
Diharapkan, tema-tema tersebut di atas akan bisa membawa para suster SCMM
untuk mengenal hidup dan semangat St.Vinsensius de Paul, sehingga
memampukan mereka untuk semakin memaksimalkan pelayanan kepada kaum
miskin, sesuai dengan tujuan didirikannya Kongregasi SCMM.
70
C. Rumusan Tema dan Tujuan Retret
Tema Umum : Menghayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul demi terwujud-
nya pelayanan maksimal bagi kaum miskin.
Tujuan Umum : Membantu para suster SCMM untuk semakin bertumbuh dan
berkembang dalam pemahaman serta penghayatan akan
spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan mampu mengusahakan
terwujudnya pelayanan yang maksimal bagi kaum miskin.
Tema I : Mengenal St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya amal
kongregasi SCMM.
Tujuan I : Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
peranan tokoh St.Vinsensius de Paul, sebagai pelindung karya
amal kongregasi, sehingga mereka tertarik untuk lebih
mengenalnya.
Tema II : Panggilan dan perutusanku sebagai suster SCMM
Tujuan II : Membantu para peserta untuk menyegarkan motivasi mereka
menjadi suster SCMM dengan kembali merefleksikan
panggilan hidup yang telah dipilih dan karya perutusan yang
telah dilakukan selama ini.
Tema III : Menimba semangat dari “Bapak Kaum Miskin” St.Vinsensius
de Paul.
Tujuan III : Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal hidup
dan menimba semangat dari St.Vinsensius de Paul dalam
melayani kaum miskin sehingga makin terinspirasi dan
71
termotivasi untuk meneladannya.
Tema IV : Siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius de Paul
Tujuan IV :Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
pelayanan St.Vinsensius de Paul kepada kaum miskin,
sehingga makin tergugah pula untuk memaksimalkan
pelayanan mereka bagi kaum miskin.
Tema V : Cinta yang kreatif dalam pelayanan kepada orang
miskin (mengalami kerja tangan bersama Allah).
Tujuan V : Membantu para suster SCMM untuk ikut merasakan dan
mengalami, apa yang dialami oleh kaum miskin, agar lebih
peduli pada penderitaan kaum miskin.
Tema VI : Setia pada perutusan, kapan dan di manapun!
Tujuan VI : Membantu para suster SCMM untuk taat dan setia terhadap
perutusan yang diberikan oleh kongregasi, kapan dan di mana
pun.
72
D. Program Retret Bagi Para Suster SCMM
Tema Umum : Menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul demi terwujudnya pelayanan maksimal bagi kaum miskin.
Tujuan Umum : Membantu para suster SCMM untuk semakin bertumbuh dan berkembang dalam pemahaman serta penghayatan
akan spiritualitas St.Vinsensius de Paul sehingga makin termotivasi untuk mengusahakan terwujudnya pelayanan
yang maksimal bagi kaum miskin.
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1.
Mengenal St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya amal kongregasi SCMM.
Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal peranan tokoh St.Vinsensius de Paul, sebagai pelindung karya amal kongregasi, sehingga mereka tertarik untuk lebih mengenalnya.
- Ciri khas dan tujuan kongregasi
- Visi, misi kongregasi
- Peranan St.Vinsensius de Paul bagi kongregasi SCMM
- Ceramah - Hening - Refleksi - Tanya jawab
- Buku Konstitusi SCMM
- Buku Mawar Altar
- Laptop - LCD - Gitar - Pertanyaan
untuk refleksi pribadi
- Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-20
- TPP SCMM Periode 2001-2006. Pedoman Dasar Pembinaan SCMM. Pematang Siantar: TPP SCMM, 2002.
- Blommestijn, Hein & Jos Huls, 1995:13-17
- Buku Mawar Altar
73
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2.
Panggilan dan perutusanku sebagai suster SCMM
Membantu para
peserta untuk
menyegarkan
motivasi mereka
menjadi suster
SCMM dengan
kembali
merefleksikan
panggilan hidup
yang telah dipilih
dan karya perutusan
yang telah dilakukan
selama ini.
- Potret hidup dan karya SCMM
- Keprihatinan yang muncul dalam hidup dan karya para suster SCMM berhubungan dengan pelayanan pada kaum miskin
- Matius 10:1-8 (panggilan dan perutusan)
- Konstitusi art.18-21 (panggilan dan perutusan masing-masing suster)
Menggunakan
katekese umat
model SCP
- Penyajian
kisah hidup
dan karya
para Sr.
SCMM
- Hening
- Refleksi
- Sharing
- Pleno
- Mermbaca
Kitab Suci
- Teks Matius 10:1-8
- Buku Konstitusi SCMM
- Buku “Mawar Altar”
- Laptop
- LCD
- Gitar
- Alat tulis dan kertas
- Matius 10:7-15 - DPP SCMM
Indonesia, Butir-butir Penting Hari Provinsi SCMM Indonesia Tahun 2009, Medan: DPP SCMM, 2009.
- Konstitusi SCMM, 1989: art. 18-21
- J.J de Heer, Tafsir Alkitab Injil Matius. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1982.
- Madah Bakti.
74
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 3.
Menimba
semangat dari
”Bapak Kaum
Miskin”
St.Vinsensius
de Paul
Membantu para
suster SCMM untuk
semakin mengenal
hidup dan menimba
semangatnya dalam
melayani kaum
miskin, sehingga
makin termotivasi
untuk meneladannya.
- Film
“St.Vinsensius
de Paul”
- Tiga keutamaan
St.Vinsensius
de Paul
- Lima dasar
pokok
Spiritualitas
St.Vinsensius
de Paul
- Nonton Film
- Ceramah
- Hening
- Refleksi
- Tanya jawab
- Diskusi
- Pleno
- Mermbaca dan mendalami ayat Kitab Suci
- Kaset DVD - Hand out - Buku MA
- Laptop
- LCD
- Gitar
- Andre De Veer, Ziarah Depaul, CMM-SCMM tahun 2001, Yogyakarta, DPU CMM 2001
- Bernard Pujo, Vinsensius de Paul Sang Pelopor, Medan, Bina Media Perintis 2007.
- Antonius Sad Budianto, Ia membuat Segalanya Menjadi Baik, Berjalan Bersama Santo Vinsensius de Paul, Malang, Lumen Christi, 2009.
- John Tondowidjojo, St.Vinsensius de Paul Pengikut Pembawa Khabar Gembira
75
kepada kaum miskin, Surabaya, Sanggar Bina Tama 1987.
- P.J Van Lierop, Dibimbing oleh St.Vinsensius a Paulo dalam semangat Belaskasih. Tomohon, Komisi Spiritualitas CMM Indonesia 1996.
- Seminari Tinggi CM, Serikat Kecil Pustaka, Malang, Dioma (1994 edisi September-Desember)
76
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 4.
Siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius de Paul
Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal pelayanan St.Vinsensius de Paul kepada kaum miskin, sehingga makin tergugah pula untuk memaksimalkan pelayanan mereka bagi kaum miskin
St.Vinsensius melayani kaum miskin - Kategori kaum
miskin - Pelayanan
terhadap kaum miskin harus diutamakan
- Alasan melayani kaum miskin
- Kunjungan terhadap orang miskin
- Cara menyediakan materiil bagi kaum miskin
- Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam melayani kaum miskin
- Ceramah
- Hening
- Refleksi
- Tanya jawab
- Diskusi
- Pleno
- Hand out - Laptop - LCD
- Gitar
- Tondowidjojo, St.Vinsentius De Paul terhadap Kaum Miskin, Surabaya, Sanggar Bina Tama 1984
- Buku Mawar Altar
77
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 5. Cinta yang
kreatif dalam
pelayanan
kepada orang
miskin
(mengalami
kerja tangan
bersama Allah)
Membantu para
suster SCMM untuk
ikut merasakan dan
mengalami, apa yang
dialami oleh kaum
miskin, agar lebih
peduli pada
penderitaan kaum
miskin
- Peserta dipandu
mempersiapkan
peralatan untuk
membersihkan
rumah, halaman
dan cangkul
kebun
- Mencari ayat
Kitab Suci yang
menyentuh hati,
berkaitan dengan
solidaritas
kepada kaum
miskin seperti
Lks 4:18-19 atau
Matius 25:40 dll.
- Ceramah - Bekerja
dengan tangan sendiri
- Refleksi - Diskusi - Pleno - Membaca
Kitab Suci dan menemukan ayat-ayat yang menyentuh hati dalam melayani kaum miskin
- Peralatan untuk bekerja: cangkul, parang, sapu dll
- Alat tulis dan kertas
- Laptop - LCD - Slide Sow - Daftar
pertanyaan diskusi
- Gitar
Kitab Suci Perjanjian
Lama dan Perjanjian
Baru, Buku Mawar
Altar.
78
No Tema Tujuan Tema Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
6. Setia pada
perutusan,
kapan dan di
manapun!
Membantu para
suster SCMM untuk
taat dan setia
terhadap perutusan
yang diberikan oleh
kongregasi, kapan
dan dimana pun
diutus
- Belajar dari
Karya perutusan
yang dilakukan
oleh
St.Vinsensius
selama hidupnya
: menjadi pastor
di desa Clichy,
menjadi tutor
dan Kapelan
keluarga de
Gondi
- Konstitusi Bab II
(dipanggil dan
diutus)
- Yesaya 6:1-8
- Ceramah
- Hening
- Refleksi
- Tanya jawab
- Diskusi
- Pleno
- Hand out - Teks KitaSuci
PB & PL
- Buku MA
- Laptop
- LCD
- Gitar
- Buku Konstitusi
- Antonius Sad Budianto, Ia membuat Segalanya menjadi Baik, Berjalan bersama Santo Vinsensius Depaul, Malang, Lumen Christi, 2009
- Konstitusi SCMM, art. 18-21
- Yesaya 6:1-8
79
E. Catatan Untuk Pelaksanaan Program
Dalam skripsi ini penulis mengusulkan program retret bagi para suster
SCMM. Direncanakan, program ini dilaksanakan selama enam hari dalam tiga
gelombang, di wilayah masing-masing yaitu wilayah NTT, Nias dan Sumatra.
Para suster yang tidak bisa mengikuti retret di wilayah bersangkutan karena ada
halangan, dapat mengikuti retret di wilayah lain karena materi yang diberikan
sama.
Usulan program ini terdiri dari enam tema, yang akan diuraikan selama
enam hari. Satu tema untuk satu hari. Tema umum dan tema khusus sudah disusun
secara berurutan dengan demikian diharapkan dapat dilakukan secara berurutan
pula. Agar materi ini dapat tersampaikan dengan baik pada para suster SCMM,
perlu terlebih dahulu para suster formator SCMM mengenal dan memahaminya
sehingga memudahkan mereka dalam menyampaikan kepada para suter SCMM
yang lain.
Harapan dari penulis, materi retret ini dapat berguna bagi Formator
SCMM dalam membantu para suster SCMM yang mereka dampingi untuk
semakin mengenal, memahami serta menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul, sehingga semakin maksimal pula pelayanan mereka kepada kaum miskin.
F. Contoh Persiapan Retret.
1. Persiapan Pelaksanaan Hari Pertama (I)
a. Identitas
1). Tema : Mengenal St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya
80
amal kongregasi SCMM.
2). Tujuan : Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
peranan tokoh St.Vinsensius de Paul, sebagai pelindung
karya amal kongregasi, sehingga mereka tertarik untuk
mengenalnya.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM - Medan
5). Metode : Ceramah, hening, refleksi dan tanya jawab
6). Waktu : Januari dan Juli 2011
7). Sarana : Buku Konstitusi, Laptop, LCD, gitar, buku Mawar Altar
dan pertanyaan untuk refleksi.
8). Sumber Bahan : - Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-20
- TPP SCMM Periode 2001-2006. Pedoman Dasar
Pembinaan SCMM. Pematang Siantar: TPP SCMM,
2002.
- Hein Blommestijn & Jos Huls, 1995:13-17
- Buku Mawar Altar
9). Jadual :
Hari Pertama (I)
04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
05.30-06.30 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
81
08.30-10.00 : Sesi I
- Pengantar (Ucapan selamat datang pada peserta)
- Ciri khas dan tujuan Kongregasi
- Visi, Misi Kongregasi
- Pertanyaan Refleksi
10.00-10.30 : Minum
10.30-11.30 : Refleksi Pribadi
11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
12.30-13.30 : Makan Siang
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-18.00 : Sesi II
- Peranan St.Vinsensius de Paul bagi kongregasi SCMM
- Tanya jawab seputar bahan yang telah diterima
18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
22.30 : Istirahat
82
b. Pemikiran Dasar
Kongregasi SCMM adalah kongregasi yang didirikan oleh Mgr. Joannes
Zwijsen. Pendiri sangat terinspirasi oleh St.Vinsensius de Paul yang hidup pada
abad XVII yang sangat dekat dan mencintai kaum miskin. Kecintaan santo
Vinsensius de Paul kepada orang miskin menggugah hati pendiri untuk
mengangkatnya sebagai pelindung karya amal bagi kongregasi SCMM sekaligus
pelindung kedua dari kongregasi setelah Maria Bunda Berbelaskasih sebagai
pelindung utama kongregasi. Harapannya semoga para suster SCMM juga dapat
menghidupi semangat St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya pelayanan
bagi kaum miskin. Karena pada kenyataannya para suster belum mengenal lebih
dalam tokoh St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah diangkat sebagai
pelindung karya amal kongregasi. Kekaburan dan ketidaktahuan ini membawa
kesan para suster kurang memaksimalkan pelayanan mereka kepada kaum miskin
sebagaimana yang menjadi tujuan dari pendirian kongregasi SCMM yang
mengutamakan mereka yang miskin dan tertindas.
Sebagai suster yang mau berkembang dalam hal keutamaan diperlukan
suatu tekad yang kuat untuk merefleksikan secara lebih bersungguh-sungguh,
hidup dan karya yang telah mereka jalani. Kekaburan dan ketidaktahuan para
suster akan tokoh St.Vinsensius de Paul mau diatasi dengan Retret Hari Pertama,
dengan melihat kembali ciri khas, tujuan serta visi dan misi kongregasi SCMM,
yang tertuang dalam Konstitusi sebagai dasar hidup bagi para suster SCMM, dan
juga pengenalan akan tokoh Vinsensius de Paul yang oleh kongregasi dijadikan
sebagai pelindung karya amal, sekaligus pelindung kedua kongregasi.
83
Tema hari pertama “Mengenal St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung
karya amal kongregasi” diuraikan dalam dua sesi dilanjutkan dengan refleksi
pribadi atas materi yang telah diterima pada hari ini dan internalisasi pribadi
dengan bantuan petuah-petuah St.Vinsensius de Paul. Retret Hari Pertama ini
diharapkan dapat membantu para suster SCMM untuk mengenal peranan tokoh
St.Vinsensius de Paul, yang diangkat oleh pendiri SCMM sebagai pelindung
karya amal kongregasi, sehingga mereka tertarik untuk meneladannya.
c. Proses Pelaksanaan
1). 04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
Peserta dan pendamping melakukan senam pagi bersama, setelah itu
dilanjutkan dengan mandi pagi.
2). 05.30-06.30 : Ibadat pagi dan meditasi pribadi
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dan dilanjutkan
dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan liturgi hari
yang bersangkutan.
3). 06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
4). 07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
Peserta dan pendamping melakukan sarapan pagi. Saat sarapan
diupayakan keheningan (dengan diputarkan musik instrumental). Setelah sarapan
masing-masing melanjutkan dengan kegiatan pribadi.
84
5). 08.30-10.00 : Sesi I
a). Pengantar (Ucapan selamat datang kepada peserta retret)
b). Pembahasan materi, “Ciri khas dan tujuan Kongregasi dan Visi, Misi
Kongregasi “ (Pembahasan materi ini dibantu dengan pemanfaatan power point)
Para suster yang terkakasih. Pada pembahasan ini kita akan mengingat
kembali apa yang menjadi ciri khas, tujuan, Visi dan Misi dari kongregasi kita.
Pendirian kongregasi SCMM bertujuan untuk pengudusan para anggota, yang
hidupnya bersumber pada Kristus sesuai dengan nasehat Injili, lewat pengabdian
diri dalam pelayanan “Cinta Melalui belaskasih” yang konkrit kepada sesama
manusia terutama yang kecil, lemah, miskin dan tertindas, dengan berpedoman
pada semboyan “Cinta Tanpa Pamrih” dan dalam semangat kesederhanaan dan
kesiapsediaan seturut teladan Maria, Hamba Tuhan dan Bunda Belaskasih. Hal
tersebut di atas dapat kita baca di Konstitusi artikel 12 s/d 20.
Adapun Visi dari kongregasi kita adalah Visi dasar bapak Pendiri dan Visi
Praktis Kongregasi SCMM. Visi dasar bapak Pendiri diuraikan sebagai berikut:
Semua orang, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin dan tertindas mengalami
belaskasih Allah yang membebaskan dan menyelamatkan lewat kehadiran dan
pelayanan para suster SCMM; Visi Praktis Kongregasi diuraikan dalam dua
bagian yakni: a) terbentuk pribadi-pribadi religius wanita apostolik, yang dalam
menghayati ketiga kaulnya untuk mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan
melayani, mampu mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesamanya
sebagai suatu panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan menjadikan
Maria sebagai model teladannya; b) terselenggaranya karya-karya pelayanan cinta
85
kasih yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan aktual Gereja dan
masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat
manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan, pengajaran anak-anak, wanita,
kaum muda, dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas di bawah
perlindungan dan inspirasi St.Vinsensius de Paul.
Sedangkan Misi dari kongregasi kita adalah: pertama membina dan
mempersiapkan pribadi-pribadi anggota agar menjadi religius apostolik, yang
dalam mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani, mampu menanggapi
panggilan pembebasan dan penyelamatan Allah dalam hidupnya dengan
mengamalkan cinta yang berbelaskasih serta menghayati ketiga kaul religiusnya
seturut teladan Maria dan yang kedua menyelenggarakan karya-karya pelayanan
cinta kasih yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan-kebutuhan
aktual Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan
mengangkat martabat manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan dan
pengajaran anak-anak, wanita dan kaum muda, dengan prioritas orang kecil,
lemah, miskin dan tertindas di bawah perlindungan dan inspirasi St.Vinsensius de
Paul.
Para suster yang terkasih. Pada pertemuan ini kita telah melihat apa yang
menjadi ciri khas, tujuan serta visi dan misi dari kongregasi kita. Sebagai
pertanyaan refleksi bagi kita:
- Apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan, misi dan visi dari
Kongregasi kita. Seandainya belum, apa yang harus kita buat?
86
6). 10.00-10.30 : Minum
7). 10.30-11.30 : Refleksi Pribadi
Peserta retret melakukan refleksi pribadi dengan pertanyaan refleksi di
atas. Untuk kegiatan refleksi pribadi, peserta bebas mencari tempat yang aman
dan hening untuk dapat berefleksi.
8). 11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
Peserta masuk ke kapel untuk mengadakan pemeriksaan batin,
dilanjutkan dengan ibadat siang.
9). 12.30-13.30 : Makan Siang
10). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
11).15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
Peserta dan pendamping mengadakan kunjungan sakramen Maha Kudus
di kapel.
12). 15.30-16.00 : Minum
13). 16.00-18.00 : Sesi II
a). Pembahasan materi: Peranan St.Vinsensius de Paul bagi kongregasi SCMM
Para suster yang terkasih. Pada sesi pertama kita telah disegarkan dengan
ciri khas, tujuan, visi dan misi dari kongregasi. Saat ini kita akan melihat lebih
dalam peranan St.Vinsensius de Paul bagi kongregasi SCMM. Seperti banyak
pendiri dari kongregasi yang baru pada abad ke-19. Mgr Zwijsen sebagai pendiri
Kongregasi SCMM diilhami oleh St.Vinsensius de Paul sebagai rasul orang
87
miskin. Bagi pendiri SCMM, St.Vinsensius de Paul merupakan model kehidupan
religius yang cocok untuk situasi zamannya dan cocok dengan kehidupan spiritual
pendiri. Sejalan dengan itu pendiri kita mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai
pelindung kedua dari kongregasi SCMM. Hal ini dipaparkan secara jelas dalam
Konstitusi Suster SCMM (1989: 14) sebagai berikut:
Ia melihat Maria Bunda yang berbelaskasih sebagai pelindung kongregasi. Pendiri kita juga mempunyai hormat yang besar kepada St.Vinsensius De Paul. Santo ini yang hidup di Perancis abad ketujuh belas, merupakan pembela dan pendukung kaum miskin. Ia mendirikan Kongregasi Puteri-puteri Kasih pertama di Paris. Dengan alasan ini pendiri kita menjadikan St.Vinsensius sebagai pelindung kedua kongregasi kita dan pelindung karya-karya kita.
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel di atas, bahwa St.Vinsensius de Paul
mempunyai tempat yang istimewa sebagai pelindung kedua kongregasi dan
pelindung karya-karya para suster SCMM, dengan demikian, kita-pun harus
mengetahui hidup dan semangat yang dihidupi oleh St.Vinsensius de Paul. Untuk
lebih mengenalnya kita perlu banyak membaca riwayat hidup dan petuah-petuah
St.Vinsensius de Paul, dan saat retret ini kita diajak untuk mengenal lebih dalam
siapa dan bagaimana semangat St.Vinsensius de Paul, yang oleh bapak pendiri
SCMM telah diangkat sebagai pelindung kedua kongregasi dan pelindung karya-
karya para suster SCMM. Semoga retret hari pertama ini menggugah hati kita
untuk semakin mengenal St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya mereka.
b). Tanya jawab seputar bahan yang telah diterima
Para suster yang terkasih, pada kesempatan ini saya persilakan para suster
untuk bertanya, memberi tanggapan atau menambah apa yang telah saya berikan,
88
sehingga kita semakin diperkaya dan mendapat bekal yang penting untuk masa
depan kita. (Setelah itu pendamping memberikan rangkuman atas tanggapan
peserta selama pertemuan retret hari pertama).
14). 18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
15). 19.00-20.00 : Makan malam
16). 20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
17). 21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah-
petuahVinsensius de Paul)
Pada kesempatan ini peserta retret mengadakan internalisasi pribadi
dibantu dengan petuah-petuah Vinsensius de Paul yang sudah dibagikan kepada
peserta retret.
18). 22.30 : Istirahat
2. Persiapan Pelaksanaan Hari Kedua (II)
a. Identitas
1). Tema : Panggilan dan perutusanku sebagai suster SCMM
2). Tujuan : Membantu para peserta untuk menyegarkan motivasi
mereka menjadi suster SCMM dengan kembali
merefleksikan tujuan panggilan hidup yang telah dipilih
dan melihat kembali perjalanan panggilan dan karya
perutusan yang telah dilakukan selama ini.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM-Medan
89
5). Metode : Penyajian kisah hidup dan karya para suster SCMM,
hening, refleksi, sharing, pleno, membaca Kitab Suci.
6). Model : SCP (Shared Christian Praxis)
7). Waktu : Januari dan Juli 2011
8). Sarana : Teks Matius 10:7-15, buku Konstitusi SCMM, buku
Madah Bakti, laptop, LCD, gitar, alat tulis dan kertas
9). Sumber Bahan : - Matius 10:7-15
-DPP SCMM Indonesia, Butir-butir Penting Hari Provinsi
SCMM Indonesia Tahun 2009, Medan:DPP SCMM, 2009
- Konstitusi SCMM, 1989: art. 18-21
- J.J de Heer, Tafsiran Alkitab Injil Matius.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1982.
- Buku Madah Bakti
10). Jadual :
Hari Kedua (II)
04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
05.30-06.30 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
08.30-11.00 : Langkah I dan II
11.00-11.30 : Minum
11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
12.30-13.30 : Makan Siang
90
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-18.00 : Langkah III, IV dan V
18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah-
Petuah Vinsensius de Paul)
22.30 : Istirahat
b. Pemikiran Dasar
Para suster SCMM telah mendapat karya perutusan pada saat
mengikralkan kaul perdana. Karya perutusan yang diterima dari kongregasi
kadang dijalankan hanya sekedar tugas yang harus diselesaikan, bukan sebagai
panggilan yang harus dilakukan dengan sepenuh hati. Motivasi awal masuk biara
dengan cita-cita ingin mengabdikan diri bagi pelayanan pada kaum miskin, hilang
ditelannya waktu, sehingga karya yang ditangani kurang dilaksanakan secara
maksimal.
Sebagai orang yang terpanggil, para suster SCMM pun perlu disegarkan
kembali motivasi awal mereka masuk biara. Cara yang ditempuh yakni dengan
kembali merefleksikan tujuan panggilan hidup yang telah dipilih dan kembali
melihat perjalanan pangilan dan karya perutusan yang dilakukan selama ini.
91
Melalui Injil Matius 10:7-15, kembali disadarkan akan tujuan dari perutusan kita
sebagai seorang yang terpanggil, sebagaimana yang dikatakan Yesus kepada para
murid-Nya, ketika Ia mengutus mereka. Dengan Injil Matius 10:7-15, kita
semakin diteguhkan dan dimurnikan motivasi awal kita masuk biara, yang
memfokuskan diri bagi pelayanan kepada orang yang sangat membutuhkan
sebagaimana yang diamanatkan Yesus kepada para murid-Nya.
Dari pertemuan ini diharapkan, kita semakin disegarkan akan motivasi
awal kita masuk biara, sehingga kita semakin mantap menjalankan panggilan dan
perutusan sebagai seorang yang terpanggil khususnya sebagai seorang suster
SCMM.
c. Proses Pelaksanaan
1). 04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
Peserta dan pendamping melakukan senam pagi bersama, setelah itu
dilanjutkan dengan mandi pagi.
2). 05.30-06.30 : Ibadat pagi dan meditasi pribadi
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dan dilanjutkan
dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan liturgi hari
yang bersangkutan.
3). 06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
4). 07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
92
Peserta dan pendamping melakukan sarapan pagi. Saat sarapan
diupayakan keheningan (dengan diputarkan musik instrumental). Setelah sarapan
masing-masing melanjutkan dengan kegiatan pribadi.
5). 08.30-11.00 : Sesi I
Langkah I dan II
a). Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus. Pada pertemuan retret hari
kedua ini, kita akan menggunakan model SCP. Mungkin para suster baru
mendengar istilah ini, tapi sebenarnya kita sudah sering menggunakan dan
mengikuti model ini melalui pendalaman iman yang dilaksanakan di lingkungan
maupun ketika berada pada masa pembinaan. Yang membedakan hanya dari segi
istilah tetapi segi isi dan proses pelaksanaannya sudah sering kita ikuti.
Adapun tema yang akan kita gali pada retret hari kedua ini adalah:
“Panggilan dan perutusanku sebagai suster SCMM”. Melalui pertemuan ini
diharapkan semakin menyegarkan motivasi kita sebagai suster SCMM dengan
kembali merefleksikan tujuan panggilan hidup yang telah dipilih dan melihat
kembali perjalanan penggilan dan karya perutusan yang telah dilakukan selama
ini.
b). Lagu Pembuka “ Jangan Lelah”
Jangan lelah bekerja di ladang-Nya Tuhan
Roh Kudus yang bri kekuatan
93
Yang mengajar dan menopang
Tiada lelah bekerja bersama-Mu Tuhan
Yang slalu mencukupkan…. akan segalanya
Ratakan tanah bergelombang
Timbunlah tanah yang berlubang
Menjadi siap dibangun di atas dasar iman (2x)
c). Doa Pembuka
Allah Bapa yang maha pengasih, puji dan syukur kami haturkan kehadirat-
Mu atas segala rahmat dan kasih-Mu yang boleh mengahantar kami pada retret
hari kedua ini. Engkau telah memanggil kami untuk melanjutkan karya
keselamatan-Mu di dunia ini, lewat kongregasi SCMM. Mampukan kami untuk
kembali melihat perjalanan panggilan dan perutusan kami sebagai suster SCMM
di tengah orang-orang yang kami layani selama ini sehingga semakin disegarkan
motivasi kami sebagai seorang pelayan-Mu. Bukalah mata hati kami, semoga
kami mampu menemukan Engkau lewat pertemuan hari ini. Dikau kami puji kini
dan sepanjang masa. Amin.
d). Langkah I: “Melihat perjalanan panggilan dan karya perutusan yang telah
dilakukan selama ini”.
• Setiap peserta dibagikan butir-butir penting Hari Propinsi Tahun 2009
mengenai hasil refleksi panggilan dan karya perutusan serta keprihatinan-
94
keprihatinan dalam hidup dan karya perutusan yang dilakukan para suster
SCMM Propinsi Indonesia.
• Peserta diberi waktu untuk merenung sejenak akan panggilan dan karya
perutusan mereka masing-masing. Setelah itu pembimbing memberikan
beberapa pertanyaan panduan. Pertanyaannya sebagai berikut: Apakah
suka duka yang para suster alami dalam hidup panggilan dan karya
perutusan yang suster lakukan selama ini; Ceritakan pengalaman suka
duka yang para suster alami dalam hidup panggilan dan karya perutusan
yang suster lakukan selama ini.
• Peserta masuk ke kelompok masing masing untuk mensharingkan hasil
refleksinya.
• Peneguhan dari pembimbing
Para suster yang terkasih. Perjalanan panggilan kita mengalami
jatuh bangun. Ada suatu kerinduan untuk maju dan berkembang ke arah
yang lebih baik, tetapi kadang kelemahan manusiawi membuat kita lupa
akan motivasi awal masuk biara. Setiap para suster ingin menyumbangkan
pelayanan yang terbaik bagi kongregasi dengan pemberian diri yang total
bagi karya pelayanan yang ditangani. Hasil refleksi hari propinsi 2009
telah diperlihatkan bahwa dibalik adanya kemajuan panggilan dan karya
perutusan para suster, terdapat pula kepincangan yang terjadi dalam hidup
dan karya para suster SCMM. Namun bagi orang yang mau berkembang
dalam hal keutamaan kita perlu maju dan berjuang untuk berbuat yang
terbaik bagi karya pelayanan kita.
95
e). Langkah II: “Merefleksikan perjalanan panggilan dan karya perutusan yang
telah dilakukan selama ini”.
• Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman dengan bantuan
pertanyaan sebagai berikut: Cara mana saja yang para suster gunakan
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam perjalanan panggilan dan
karya perutusan yang telah dilakukan selama ini?
• Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh para peserta, pendamping
memberikan arahan rangkuman singkat:
Dari hasil sharing para suster diperlihatkan bahwa kita mempunyai
cara masing-masing untuk maju ke arah yang lebih baik. Kita tidak tinggal
pada kelemahan manusiawi melainkan ingin bangkit dan maju. Hal yang
dapat kita tempuh adalah mendekatkan diri pada Tuhan dengan berdoa,
bermeditasi, bacaan rohani, mengadakan rekoleksi bulanan, retret tahunan,
dan juga pengenalan lebih dekat akan tokoh-tokoh penting dalam
kongregasi yang mengacu kita untuk berbuat yang terbaik bagi hidup
panggilan dan karya perutusan yang kita selama ini.
6). 11.00-11.30 : Minum
7). 11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
Peserta masuk ke kapel untuk mengadakan pemeriksaan batin,
dilanjutkan dengan ibadat siang.
8). 12.30-13.30 : Makan Siang
96
9). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
10). 15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
Peserta dan pendamping mengadakan kunjungan sakramen Maha Kudus
di kapel.
11). 15.30-16.00 : Minum
12). 16.00-18.00 : Sesi II
Langkah III, IV dan V
a). Langkah III: Menggali Pengalanan Kristiani
• Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope
langsung dari Kitab Suci, Injil Matius 10:7-15 atau dari foto copy yang
telah dibagikan.
• Peserta diberi waktu sejenak untuk hening, sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu
pertanyaan sebagi berikut: Ayat-ayat manakah yang menunjukkan
perutusan dari perikope tersebut?; Makna-makna perutusan mana yang
dapat dipetik dari perikope tersebut di atas? Sikap-sikap perutusan
bagaimana yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada kita umat-Nya?
• Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikope
sehubungan dengan jawaban atas tiga pertanyaan di atas.
• Tafsir dari Pembimbing
Perikope ini mengisahkan Yesus mengutus keduabelas rasul
dengan amanat dan pesan perutusan yang harus dijalankan oleh para
murid-Nya.
97
Ayat 7-8. Memperlihatkan bahwa berita yang dibawa oleh murid-
murid Yesus harus sama dengan berita yang dibawa Yesus sendiri:
“Kerajaan Allah sudah dekat”. Di antara orang Yahudi, nama Allah
seringkali diganti dengan “Sorga”, bukan berarti “Kerajaan dalam Sorga”,
melainkan Kerajaan Allah, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh Allah.
Kerajaan Allah sudah dekat berarti: bahwa waktu yang indah itu sudah
dekat, waktu Tuhan hendak melenyapkan kerajaan iblis di dunia dan akan
menegakkan pemerintahan-Nya atas seluruh dunia. Zaman yang indah itu
adalah pemberian Tuhan, tetapi perlulah manusia mempersiapkan dirinya
dengan jalan bertobat dan percaya kepada rencana Tuhan. Di samping
meneruskan khotbah Yesus, murid-murid harus meneruskan juga
perbuatan-perbuatan Yesus seperti menyembuhkan orang sakit,
mentahirkan orang kusta, membangkitkan orang mati dan mengusir setan-
setan. Dalam bagian penutup ayat 8, Yesus berkata: “Kamu telah
memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan
cuma-cuma”. Artinya bahwa murid-murid tidak boleh meminta uang
apabila menyembuhkkan orang. Mereka harus mengikuti teladan Kristus,
yang tak pernah mengharapkan imbalan dalam melayani orang yang
membutuhkan.
Ayat 9-10. Dalam ayat-ayat ini Yesus melarang murid-murid-Nya
mengadakan persiapan untuk perjalanan penginjilan di Galilea. Mereka
tidak boleh membawa emas, perak dan tembaga (artinya emas, uang perak,
uang tembaga) dalam ikat pinggangnya dll. Murid-murid harus berangkat
98
untuk penginjilan di Galilea tanpa mempersiapkan uang dan alat-alat.
Allah akan menggerakkan hati orang untuk memelihara mereka, sebab
Allah tahu bahwa seorang pekerja layak mendapat upahnya.
Ayat 11. Dari ayat ini menjadi jelaslah, dengan jalan bagaimana
murid-murid Yesus dalam perjalanan penginjilan akan mendapatkan
makanan dan tempat untuk tidur; mereka akan menjadi tamu dalam rumah
orang; mereka harus mencari orang yang ‘layak’ yang dalam hubungan ini
berarti seorang yang terbuka untuk berita Injil yang mereka bawa.
Ayat 12-13. Apabila murid-murid Yesus masuk rumah orang,
mereka harus memberi salam kepada orang-orang di rumah itu dengan
perkataan “Damai sejahtera bagi rumah ini”. Yesus menganggap salam itu
sesuatu yang mengandung kekuatan. Apabila orang dalam rumah itu
‘layak’ artinya mempunyai hati yang terbuka terhadap khabar yang dibawa
murid-murid Yesus, maka damai sejahtera, yang disebut di dalam salam
itu, akan turun ke atas rumah itu. Tetapi jikalau orang dalam rumah itu
tidak ‘layak’, yaitu tidak mau menerima Injil yang dibawa murid-murid,
maka damai sejahtera itu akan kembali kepada murid-murid dan sebaiknya
diarahkan ke tempat lain.
Dalam perokope di atas telah diperlihatkan bahwa Yesus
memberikan beberapa pesan kepada para murid mengenai sikap yang perlu
ada pada mereka dalam melaksanakan perutusan. Yesus menganjurkan
kepada para murid-Nya untuk mencintai karya perutusan dan tidak
mengaharapkan imbalan jasa. Selain itu Yesus menunjukkan kepada para
99
murid-Nya agar bersikap lepas bebas, artinya tidak terikat ke pada hal-hal
duniawi seperti uang dan materi, melainkan menyerahkan kepercayaan
pada Allah, yang akan tetap menyertai mereka dalam tugas perutusan
mereka.
b). Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Kongkrit Perserta.
Para suster yang terkasih dalam Kristus, dalam pembicaraan tadi kita telah
menemukan sikap-sikap perutusan yang ditanamkan oleh Yesus kepada kita umat-
Nya. Ia memberikan beberapa pesan kepada kita, bagaimana seharusnya
menjalankan tugas perutusan. Ia berharap agar kita pun mampu mencintai karya
perutusan yang kita tangani dengan tidak mengharapkan imbalan jasa dari orang
yang kita layani. Selain itu Ia juga berharap agar para pengikut-Nya tidak terikat
pada hal duniawi melainkan percaya ke pada Allah. Kita menyadari bahwa dalam
karya perutusan yang kita lakukan selama ini, sering kita terjebak oleh kelemahan
manusiawi kita dengan sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan kehendak-
Nya, oleh karena itu lewat pertemuan ini kita mau lebih memurnikan motivasi kita
dalam menangapi panggilan-Nya.
Sebagai bahan refleksi, agar kita dapat semakin menghayati dan
menyandarkan diri akan karya perutusan kita di tengah orang yang kita layani,
saat ini kita akan melihat situasi konkrit dunia di sekitar kita, dengan mencoba
merenung dengan bantuan pertanyaan berikut: Sikap-sikap mana yang bisa kita
perjuangkan agar dapat semakin memaksimalkan panggilan dan karya perutusan
100
kita? (Peserta diberi kesempatan untuk merenungkan pertanyaan tersebut dengan
iringan musik instrumental).
Para suster yang terkasih, sebagai orang yang terpanggil kita perlu
berbenah diri. Tinggal pada kelemahan manusiawi bukanlah cara yang baik untuk
menjadi perpanjangan tangan Allah dalam karya perutusan di dunia. Pentinglah
kita berusaha untuk mencari cara yang efektif untuk berbenah diri. Cara yang
dapat ditempuh adalah mendekatkan diri pada Tuhan lewat doa-doa, meditasi,
rekoleksi bulanan, pendalaman akan visi, misi dan tokoh-tokoh penting dalam
kongregasi serta retret tahunan yang bisa memampukan kita untuk selalu
memurnikan motivasi dalam mengikuti panggilan-Nya.
c). Langkah V: Mengusahakan Aksi Konkrit
Para suster yang terkasih dalam Kristus. Setelah kita bersama-sama
melihat dan merefleksikan kehidupan panggilan dan perutusan kita selama ini, tak
dapat dipungkiri bahwa banyak kepincangan diri yang kita temukan, yang
membuat kita dalam mewujudkan perutusan tidak sesuai dengan kehendak Yesus
sesuai amanat yang Ia berikan kepada para pangikut-Nya. Sebagai orang beriman
yang ingin berkembang, kita dibekali kekuatan untuk kembali ke motivasi awal
masuk biara dengan cita-cita luhurnya, yaitu ingin melayani orang yang sangat
membutuhkan pertolongan dengan semangat penuh cinta dan belaskasih. Sikap
yang mau kita bangun dalam pertemuan hari ini ialah, kesadaran untuk selalu
berefleksi, membangun sikap cinta dan tekun atas perutusan yang diberikan
kepada kita dan juga kesadaran untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Yesus
101
telah memberikan amanat perutusan kepada para murid-Nya. Kita juga telah
dipanggil secara khusus lewat kongregasi SCMM untuk siap diutus menjadi
perpanjang tangan Yesus, dengan demikian kita pun perlu bertindak dan berbuat
seperti Yesus sendiri ketika Ia berkarya di dunia.
Para suster yang terkasih. Marilah kita memikirkan niat dan tindakan apa
yang dapat kita perbuat untuk senantiasa menghidupi panggilan dan karya
perutusan kita sesuai dengan amanat Yesus sendiri. (Peserta diberi kesempatan
untuk merenungkan niat dan perwujudan konkrit agar semakin mantab dalam
hidup panggilan dan karya perutusan mereka masing-masing).
d). Penutup
• Doa umat secara spontan
Para suster yang terkasih. Marilah kita bawa niat-niat ke hadapan Tuhan
lewat doa-doa yang akan kita panjatkan. (Setelah doa permohonan dilanjutkan
dengan doa Bapa Kami).
• Doa penutup
Tuhan Yesus Kristus, kami mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau
telah menyegarkan kami kembali akan dasar panggilan dan perutusan kami.
Semoga kami pun selalu mampu untuk berbenah diri dan maju dalam hal
keutamaan hidup, sehingga kami mampu menjadi perpanjangan tangan-Mu di
dunia lewat karya perutusan yang kami tangani. Demi Kristus Tuhan dan
pengantara kami. Amin.
• Lagu penutup : Madah Bakti No 533
102
14). 18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
15). 19.00-20.00 : Makan malam
16). 20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
17). 21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
Pada kesempatan ini peserta retret mengadakan internalisasi pribadi
dibantu dengan petuah-petuah Vinsensius de Paul yang sudah dibagikan kepada
peserta retret.
18). 22.30 : Istirahat
3. Persiapan Pelaksanaan Hari Ketiga (III)
a. Identitas
1). Tema : Menimba semangat dari “Bapak Kaum Miskin”
St.Vinsensius de Paul
2). Tujuan : Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
hidup St.Vinsensius de Paul dan menimba semangatnya
dalam melayani kaum miskin, sehingga makin
termotivasi untuk meneladannya.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM - Medan
5). Metode : Nonton film, ceramah, hening, refleksi, tanya jawab,
diskusi, pleno, membaca dan mendalami ayat Kitab Suci
6). Waktu : Januari dan Juli 2011
103
7). Sarana : Kaset DVD, hand out, teks Kitab Suci Perjanjian Baru,
buku Mawar Altar, lapto, LCD dan gitar.
8). Sumber Bahan : - Andre De Veer, Ziarah Vinsennt Depaul, CMM-
SCMM tahun 2001, Yogyakarta, DPU CMM 2001
- Bernard Pujo, Vinsensius de Paul Sang Pelopor,
Medan, Bina Media Perintis 2007
- Antonius Sad Budianto, Ia membuat Segalanya
Menjadi Baik, Berjalan Bersama Santo Vinsensius
Depaul, Malang, Lumen Christi, 2009
- John Tondowidjojo, St.Vinsensius De Paul Pengikut
Pembawa Khabar Gembira Kepada Kaum Miskin,
Surabaya, Sanggar Bina Tama 1987
- P.J. Van Lierop, Dibimbing oleh St.Vinsensius a Paulo
dalam semangat Belaskasih, Tomohon, Komisi
Spiritualitas CMM Indonesia 1996
- Seminari Tinggi CM, Serikat Kecil Pustaka, Malang,
Dioma (1994 edisi September-Desember)
9). Jadual :
Hari Ketiga (III)
04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
05.00-06.00 : Ibadat Pagi dan Meditasi Pribadi
06.00-07.00 : Perayaan Ekaristi
08.30-10.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
08.30-10.00 : Sesi I
104
- Film “St.Vinsensius de Paul”
- Diskusi Kelompok
10.00-10.30 : Minum
10.30-12.00 : Sesi II
- Pleno
12.00-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
12.30-13.30 : Makan Siang
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-18.00 : Sesi III
- Tiga keutamaan St.Vinsensius de Paul
- Lima dasar pokok Spiritualitas St.Vinsensius de Paul
- Tanya jawab seputar bahan yang telah diperoleh
18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
22.30 : Istirahat
105
b. Pemikiran Dasar
Pada kenyataannya para suster SCMM sudah sedikit mendengar tentang
St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri dijadikan pelindung karya kongregasi.
Namun pengenalan hanya sekedar tahu bahwa St.Vinsensius de Paul adalah
pelindung kongregasi, tanpa mengetahui lebih dalam bagaimana riwayat dan
semangat yang dihidupi oleh St.Vinsensius de Paul.
Pada pertemuan hari III ini akan dibahas riwayat hidup St.Vinsensius de
Paul melalui film yang akan ditayangkan, dan dilanjutkan dengan diskusi atas film
St.Vinsensius de Paul. Pada sesi berikutnya akan dipaparkan tiga keutamaan
St.Vinsensius de Paul yang diwariskan kepada para suster Putri Kasih, setelah itu
dilanjutkan dengan lima dasar pokok Spiritualitas St.Vinsensius de Paul.
Diharapkan Retret hari ketiga ini dapat membantu para suster SCMM untuk
semakin mengenal hidup dari St.Vinsensius de Paul dan menimba semangatnya
dalam melayani kaum miskin, sehingga makin termotivasi untuk meneladannya.
c. Proses Pelaksanaan
1). 04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
Peserta dan pendamping melakukan senam pagi bersama, setelah itu
dilanjutkan dengan mandi pagi
2). 05.30-06.30 : Ibadat pagi dan meditasi pribadi
106
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dan dilanjutkan
dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan liturgi hari
yang bersangkutan.
3). 06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
4). 07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
Peserta dan pendamping melakukan sarapan pagi. Saat sarapan diupayakan
keheningan (dengan diputarkan musik instrumental). Setelah sarapan masing-
masing melanjutkan dengan kegiatan pribadi.
5). 08.30-10.00 : Sesi I
a) Menonton film “St.Vinsensius de Paul”
Peserta diajak menonton film “St.Vinsensius de Paul”, tetapi sebelumnya
disampaikan pengantar agar peserta memperhatikan bagian-bagian yang penting
dan akan dibicarakan setelahnya. Setelah menonton film pendamping membagi
peserta dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta, minimal 5 orang
untuk satu kelompok, dengan beberapa pertanyaan diskusi sebagai berikut:
• Bagaimana kesan para suster setelah menonton film “ St.Vinsensius de
Paul?
• Semangat apa yang dapat ditimba dari tokoh santo Vinsensius de Paul?
• Pesan apa yang dapat suster ambil dari film St.Vinsensius de Paul?
• Pengalaman apa yang sangat berkesan bagi suster dari film St. Vinsensius
de Paul, dan mengapa hal itu berkesan?
107
b). Diskusi kelompok
Peserta masuk ke kelompoknya masing-masing untuk berdiskusi sesuai
dengan pertanyaan yang telah diberikan oleh pembimbing retret. Hasil diskusi
ditulis di kertas flap yang telah dipersiapkan oleh pendamping.
6). 10.00-10.30 : Minum
7). 10.30-11.30 : Sesi II
a). Pleno
Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, dan kelompok lain dapat
menanggapi dan menambah untuk saling memperkaya satu-sama lain.
b).Rangkuman hasil diskusi kelompok
Pembimbing merangkum hasil diskusi peserta, dan mengarahkan peserta
pada tema baru, tiga keutamaan St.Vinsensius de Paul dan lima dasar pokok
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang akan dibahas pada sesi berikutnya.
8). 11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan ibadat siang
Peserta masuk ke kapel untuk mengadakan pemeriksaan batin,
dilanjutkan dengan ibadat siang.
9). 12.30-13.30 : Makan Siang
10). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
11).15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
Peserta dan pendamping mengadakan kunjungan Sakramen Maha Kudus
di kapel.
108
12). 15.30-16.00: Minum
13). 16.00-18.00: Sesi III
Para suster yang terkasih, pada sesi III ini kita akan berbicara mengenai
tiga keutamaan St.Vinsensius de Paul dan lima dasar pokok Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul.
a). Tiga keutamaan St.Vinsensius de Paul
Para suster yang terkasih dalam Kristus. Pengalaman hidup Vinsensius de
Paul, sangatlah menarik untuk semakin didalami dan tepat untuk menjadi landasan
dan dasar pijakan dalam melayani kaum miskin. Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul yang diuraikan di bawah ini, sesuai dengan keutamaan yang diwariskan
kepada para Suster Putri Kasih yang terdiri dari keutaman Kesederhanaan,
Kerendahan hati dan Cinta Kasih. Keutamaan inilah yang akhirnya menjadi dasar
bagi kongregasi-kongregasi yang mengambil dan mengangkat St.Vinsensius de
Paul sebagai pendiri dan pelindung karya termasuk kongregasi kita. Ketiga
keutamaan tersebut sebagai berikut:
• Kesederhanaan
Kesederhanaan yang diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul bersumber
pada Yesus Kristus sendiri, yang dengan kesederhanaanNya telah datang, tinggal
dan bersahabat dengan orang kecil dan sederhana. Sejak kecil St.Vinsensius de
Paul telah menunjukkan pembawaan hidup sederhana, karena ia pun berasal dari
keluarga sederhana. Ia selalu bersedia membantu orang tuanya, tanpa bersungut-
sungut walaupun apa yang diminta oleh mereka berbeda dari harapannya. Sejauh
109
Vinsensius de Paul mampu berbuat ia tidak pernah menyerah sebelum
menyelesaikan. Hal ini tampak dalam kegigihan dan kesungguhannya dalam
menunaikan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya.
Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa kesederhanaan yang suci
menistakan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah dan menyatakan,
bahwa Allah adalah kebaikan yang sempurna, yang benar, tertinggi, dan satu-
satunya sumber kebaikan. Artinya bahwa semua yang baik berasal dari Allah,
sehingga tidak ada alasan untuk bersikap remeh terhadap orang lain yang kurang
baik, dan tidak ada alasan juga untuk memandang diri sendiri lebih sempurna dari
pada orang lain (Tondowidjojo, 1987:4).
Bagi Vinsensius de Paul, kesederhanaan berarti melakukan segala
sesuatunya demi cinta kepada Allah dan demi kemuliaan nama-Nya, tanpa ada
maksud sampingan dari perbuatan yang dilakukan. Ia juga mengharapkan
pengikut-pengikutnya untuk bersikap jujur, sederhana dalam perkataan, perbuatan
dan tindakan, seorang pribadi yang dapat dipercaya dan berupaya membebaskan
diri dari sifat cinta diri dan dari sifat yang mudah mengeluh ketika menghadapi
kemalangan atau ketika mengalami sakit. Menjadi sederhana berarti memberikan
diri dengan tulus bagi karya pelayanan demi orang miskin, tanpa mengharapkan
pujian dan pamrih (Blommestijn, Hein & Jos Huls, 1995:13-16).
• Kerendahan Hati
Vinsensius de Paul meyakini bahwa kerendahan hati adalah hidup Putra
Allah sendiri. Putra Allah menderita tidak hanya pada masa hidup-Nya, melainkan
juga pada saat akhir hidup-Nya. Ia ditolak, diolok-olok, disalibkan dan Ia
110
menerima direndahkan di kayu salib guna keselamatan umat manusia.
Kerendahan hati menjadi bagian dari cara hidup Vinsensius de Paul. Ia menyadari
diri tak ubahnya dengan seekor cacing saja di hadapan Allah, seorang hamba yang
tidak berguna dan siap diperlakukan apa saja.
Dari kisah hidup Vinsensius de Paul, salah satunya memperlihatkan
kerendahan hatinya ketika ia mengalami kesulitan dan tantangan yang
menghantuinya. Suatu ketika Vinsensius de Paul sakit dan harus berbaring di
tempat tidur, ia minta dikirimi obat dari apotik terdekat. Pembantu apotik itu
mengantar obat kepada Vinsensius de Paul yang sedang berbaring di tempat tidur.
Ketika pembantu itu mengambil gelas, ia melihat sejumlah uang milik Hakim
teman kost dari Vinsensius de Paul. Kesempatan ini tidak dilewatkannya, uang itu
segera diambilnya. Ketika hakim itu pulang ia melihat uang simpanannya tidak
ada lagi, dan ia menuduh Vinsensius de Paul telah mencurinya. Dengan kasar
sang hakim itu mengusirnya dan mengumumkan kepada teman-temannya bahwa
Vinsensius telah mencuri uang. Menghadapi situasi itu Vinsensius de Paul berdoa
kepada Tuhan dan meminta untuk dapat menanggung semuanya ini dengan sabar
dan Vinsensius berkata “Allah tahu mana yang benar”. Beberapa waktu kemudian
pembantu apotik itu mengaku bahwa ia telah mengambil uang hakim, yang telah
menuduh Vinsensius de Paul tersebut (Budianto, Antonius Sad, 2009:32).
Kejadian di atas, hanyalah salah satu dari peristiwa yang dialami oleh
Vinsensius de Paul. Dalam kehidupannya ia telah menjalani hidup seperti apa
yang telah dihidupi oleh Yesus sendiri ketika ia hidup dan berkarya di dunia.
Dasar Vinsensius de Paul menekankan kerendahan hati sebagai sikap dasar para
111
pengikutnya ialah sabda Yesus yang berkata : “…. Belajarlah dari pada-Ku, sebab
Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29).
• Cinta Kasih
Cinta kasih merupakan keutamaan yang ditekankan oleh Vinsensius
kepada para suster Putri Kasih, guna meningkatkan semangat pelayanan mereka
kepada siapa saja. Cinta kasih selalu menyangkut dua aspek yakni, cinta kepada
Allah dan kepada sesama. Cinta kasih adalah rahasia dan sikap Allah yang
terdalam. Menurut St.Vinsensius De Paul cinta kasih terhadap sesama itu suatu
tanda yang tidak bisa salah, sebab setiap orang benar-benar Putra Allah.
Sedangkan satu tindakan nyata dari cinta kasih ialah berbuat secara nyata kepada
sesama, terutama kepada kaum miskin.
Para suster yang terkasih. Kita telah melihat dan mendengar tiga
keutamaan yang diwariskan St.Vinsensius de Paul kepada para suster Putri Kasih.
Semoga tiga keutamaan tersebut menjadi dasar pijakan bagi kita yang mengambil
St.Vinsensius de Paul sebagai bapak pelindung karya amal dan bisa mendorong
kita untuk memaksimalkan pelayanan kita terhadap kaum miskin, lemah dan
tertindas sesuai dengan tujuan didirikan kongregasi SCMM.
b). Lima pokok dalam St.Vinsensius de Paul
Setelah pembahasan ketiga keutamaan, selanjutnya akan dibahas pula lima
dasar pokok spiritualitas yang menghantar para pengikutnya untuk melihat dasar
dari Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam melayani orang miskin. Kelima
pokok tersebut adalah sebagai berikut:
112
• Kristus
Bagian pertama ini memperlihatkan bahwa Spiritualitas Vinsensius de
Paul sungguh bersifat Kristosentris, artinya bahwa Kristus menjadi pusat
penghayatan iman. Bagi Vinsensius de Paul, Kristus bukanlah misteri yang
ditemukan melalui kontemplasi melainkan Kristus berwajah sama dengan wajah
orang kecil dan miskin yang ditemukan di tengah masyarakat. Teks Injil yang
sering dikutip oleh Vinsensius adalah:
Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab itu telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. (Luk 4:18-19).
Teks Injil Lukas di atas mau diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul bahwa
Kristus adalah pewarta kabar gembira kepada kaum miskin dengan harapan para
pengikutnya dapat mencintai Kristus, bersemangat seperti Kristus, agar dengan
demikian orang yang dilayani akan mampu melihat wajah Kristus dalam diri
orang yang melayani mereka (Van Lierop P.J., 1994:6-8).
• Konteks sebagai tempat pertemuan dengan Allah
Pada bagain kedua ini Vinsensius de Paul memperlihatkan, bahwa Allah
dapat ditemukan melalui situasi yang dialami. Vinsensius de Paul melihat Allah
dalam diri kaum miskin yang terlantar, bayi-bayi yang dibuang, anak-anak yatim
piatu yang mengembara di Negeri Perancis. Bagi Vinsensius de Paul, melayani
kaum kecil pada pokoknya tidak berbeda dengan berdoa di kapel. Pada suatu
kesempatan ia mengatakan kepada para suster Putri Kasih untuk meninggalkan
Allah demi Allah yang berarti: harus keluar dari kapel kalau dipanggil oleh
113
seorang miskin, karena pada saat itu kita meninggalkan Allah yang dihayati dalam
doa, untuk bertemu dengan Allah yang hadir dalam orang kecil (Van Lierop P.J.,
1994:8-9).
• Misteri kehadiran Kristus dalam diri kaum miskin
Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa Kristus datang untuk
mewartakan Kabar Gembira bagi kaum miskin, dan pewartaan itu menyangkut
orang-orang miskin yang konkrit dalam suatu keadaan yang kongkrit, yang harus
dilayani dengan nyata dan praktis. Relasi dengan orang miskin adalah sekaligus
relasi dengan Kristus karena Dia hadir dalam diri orang miskin. Dalam suatu
kesempatan Vinsensius de Paul berkata kepada para pengikutnya:
Kamu harus yakin bahwa tidak ada rugi bagi kamu, bila kamu harus meniggalkan acara doa atau Perayaan Ekaristi untuk mengunjungi orang-orang miskin, karena kamulah yang mengunjungi Allah, bila kamu melayani kaum miskin. Dalam diri orang miskin harus kamu melihat Allah.
Dari hal tersebut di atas mau diperlihatkan bahwa dalam melakukan karya
perutusan bagi kaum miskin, pengikut Vinsensius de Paul, harus mampu melihat
kehadiran Allah dalam diri orang yang dilayani, sehingga dengan demikian ia
akan mampu memberikan cinta yang afektif (yang sungguh dirasakan) sekaligus
cinta yang efektif artinya mendapat hasil yany maksimal (Van Lierop P.J.,
1994:9-11).
• Injil
Bagi Vinsensius de Paul, hidup dan pengalaman selalu nomor satu,
kemudian baru teorinya. Ia tertarik oleh Yesus yang lebih dahulu berbuat sesuatu,
baru kemudian memberikan ajaranNya, sehingga Vinsensius de Paul selama
114
hidupnya mencoba mengobservasi reaksi-reaksi, perbuatan-perbuatan dan kata-
kata Yesus dan ia juga membandingkan hal-hal yang dialaminya dengan
peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan Injil. Ada dua teks Injil yang sangat
menarik bagi Vinsensius de Paul yakni, teks dari Injil Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan
ada padaKu, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan
pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun
rahmat Tuhan telah datang”. Dan Injil Matius 25:40: “Dan raja itu akan menjawab
mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu
lakukan untuk salah seorang yang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu
telah melakukan untuk Aku”. Dengan kedua teks tersebut mau diperlihatkan
bahwa panggilan keluarga Vinsensian adalah mewartakan Yesus Kristus kepada
kaum miskin dan mengatakan kepada mereka bahwa Kerajaan Allah sudah dekat
(Van Lierop P.J., 1994:12).
• Doa dan Perbuatan
Doa dan perbuatan dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul sangat
dijunjung tinggi. Ia memperlihatkan kepada para pengikutnya bahwa seseorang
yang tahu berdoa akan mampu untuk berbuat segala-galanya dan ia akan mampu
hidup dalam hadirat-Nya sepanjang hari. Dalam sebuah kesempatan Vinsensius
berkata kepada para pengikutnya:
Kalian dan saya harus merencanakan untuk bermeditasi setiap hari. Setiap hari kita harus berdoa. Kalau mungkin, saya mau katakan bahwa sebaiknya doamu tidak berhenti, melainkan berjalan terus, artinya: tetap kamu hidup dalam hubungan dengan Tuhan. Barangkali kamu akan
115
mengatakan: doa itu mengganggu saya untuk menyiapkan obat dan mengunjungi kaum miskin. Doa itu tidak mengganggu kamu untuk berbuat itu, karena dalam batinmu kamu tinggal bersama Tuhan dan dapat kamu berbicara dengan-Nya.
Doa bagi Vinsensius de Paul bukan sekedar duduk di kapel pada jam doa
yang telah disediakan, melainkan dapat dilanjutkan dalam kegiatan harian yang
dilaksanakan. Lewat doa yang dilakukan dengan tekun seseorang akan mampu
menemukan diri, belajar mendengarkan, melihat dan mendapat kekuatan yang
baru untuk berani berbuat sesuatu. Berdoa menurut gaya Vinsensius de Paul,
selalu berhubungan dengan aksi yang konkrit bagi kaum miskin dan kecil (Van
Lierop P.J., 1994:13-18).
c). Tanya jawab seputar bahan yang telah diterima
Para suster yang terkasih, pada kesempatan ini saya persilahkan para suster
bertanya, memberi tanggapan atau menambah apa yang telah saya berikan,
sehingga kita semua diperkaya dan mendapat masukan yang mendukung
pelayanan kita di masa depan. (Setelah itu pendamping memberikan rangkuman
atas tanggapan peserta selama pertemuan retret hari ketiga).
14). 18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
15). 19.00-20.00 : Makan malam
16). 20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
17). 21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
116
Pada kesempatan ini peserta retret mengadakan internalisasi pribadi
dibantu dengan bantuan petuah-petuah Vinsensius de Paul yang sudah pernah
dibagikan.
18). 22.30 : Istirahat
4. Persiapan Pelaksanaan Hari Keempat (IV)
a. Identitas
1). Tema : Siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius de Paul
2). Tujuan : Membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
pelayanan St.Vinsensius de Paul kepada kaum miskin,
sehingga makin tergugah pula untuk memaksimalkan
pelayanan mereka bagi kaum miskin.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM - Medan
5). Metode : Ceramah, hening, refleksi, tanya jawab, diskusi dan pleno
6). Waktu : Januari dan Juli 2011
7). Sarana : Hand out, laptop, LCD dan gitar
8). Sumber Bahan : - Tondowidjojo, St. Vinsentius De Paul terhadap Kaum
Miskin, Surabaya, Sanggar Bina Tama 1984
- Buku Mawar Altar
9). Jadual :
Hari Pertama (IV)
04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
117
05.30-06.30 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
08.30-10.00 : Sesi I
- Kategori Kaum Miskin
- Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan
- Alasan melayani Kaum Miskin
10.00-10.30 : Minum
10.30-11.30 : Refleksi Pribadi
11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
12.30-13.30 : Makan Siang
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-18.00 : Sesi II
- Kunjungan terhadap Orang Miskin
- Cara Menyediakan Kebutuhan Materiil bagi Kaum Miskin
- Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam
melayani Kaum Miskin.
18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan petuah- petuah
118
Vinsensius de Paul)
22.30 : Istirahat
b. Pemikiran Dasar
Karya pelayanan yang ditangani oleh para suster SCMM, telah
menghantar mereka untuk bertemu dengan orang miskin. Kaum miskin dapat
ditemukan di mana dan kapan saja, tergantung orang yang melihatnya.
St.Vinsensius de Paul, telah memberikan contoh dalam hidupnya bagaimana ia
dekat dan memiliki hati yang berbelaskasih terhadap penderitaan orang miskin.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada kepincangan dalam karya perutusan yang
ditangani oleh para suster SCMM. Kepincangan ini terjadi, dikarenakan para
suster SCMM kurang mengetahui siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius de
Paul.
Melalui retret hari keempat “Siapakah kaum miskin bagi St.Vinsensius
de Paul” diharapkan dapat membantu para suster SCMM untuk semakin mengenal
pelayanan St.Vinsensius de Paul kepada kaum miskin, sehingga makin tergugah
pula untuk memaksimalkan pelayanan mereka bagi kaum miskin. Tema hari
keempat ini akan dibahas dalam dua sesi. Sesi pertama akan dibahas: Kategori
kaum miskin; Pelayanan kaum miskin harus diutamakan; dan Alasan melayani
kaum miskin. Sesi kedua akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai:
Kunjungan terhadap orang miskin; Cara menyediakan kebutuhan materiil bagi
kaum miskin dan beberapa saran untuk memelihara semangat dasar pelayanan
bagi kaum miskin. Setelah penjabaran materi, para suster akan mengadakan
119
internalisasi pribadi mengenai bahan yang telah diterima, sehingga menjadi bekal
yang bermanfaat dalam karya perutusan yang akan diemban.
c. Proses Pelaksanaan
1). 04.30-05.30 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
Peserta dan pendamping melakukan senam pagi bersama, setelah itu
dilanjutkan dengan mandi pagi.
2). 05.30-06.30 : Ibadat pagi dan meditasi pribadi
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dan dilanjutkan
dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan liturgi hari
yang bersangkutan.
3). 06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
4). 07.15-08.30 : Sarapan dan kegiatan pribadi
Peserta dan pendamping melakukan sarapan pagi. Saat sarapan
diupayakan keheningan (dengan diputarkan musik instrumental). Setelah sarapan
masing-masing melanjutkan dengan kegiatan pribadi.
5). 08.30-10.00 : Sesi I
Para suster yang terkasih. Pada pertemuan retret hari keempat ini, kita
akan mendengarkan serta belajar dari St.Vinsensius de Paul bagaimana ia
melayani kaum miskin. Kehidupan Vinsensius de Paul tidak terlepas dari kaum
120
miskin. Baginya kaum miskin adalah saudara dan majikan yang perlu dilayani dan
dibantu, karena di dalam diri merekalah hadir wajah Kristus yang miskin dan
menderita. Pembahasan ini akan dibagi dalam enam bagian, untuk semakin
melihat, bagaimana sikap Vinsensius de Paul kepada orang miskin, dan apa yang
menjadi harapan Vinsensius de Paul bagi pengikutnya. Pada sesi pertama ini kita
akan melihat tiga hal terlebih dahulu yakni: Kategori Kaum Miskin, Pelayanan
terhadap Kaum Miskin harus diutamakan dan Alasan melayani Kaum Miskin,
sedangkan tiga bagian lain lagi akan dibahas pada sesi II.
a). Kategori Kaum Miskin
Vinsensius de Paul membagi kaum miskin ke dalam 8 kategori: orang-
orang jelata yang terlantar, kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran, kaum
miskin yang sakit dan terlantar, orang miskin yang tolol, orang-orang cacat badan,
kaum petani yang miskin, kaum tertindas yang miskin dan budak yang miskin.
Vinsensius de Paul melihat bahwa orang-orang jelata yang terlantar adalah
bayi-bayi, dan anak-anak yang ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka, dan
mereka adalah jiwa-jiwa yang berakal budi yang diciptakan Allah, kehadiran
mereka mencerminkan citra Yesus Kristus sendiri yang adalah Tuhan telah
menderita, sengsara ketika berada dalam kandungan ibu-Nya, selama perjalanan
Santa Maria sebelum melahirkan Yesus; Yesus Kristus yang diungsikan ke Mesir;
Yesus Kristus yang menderita kemiskinan, sengsara, fitnah dan dianiaya,
dipersalahkan karena kesalahan dan dosa-dosa manusia. Bagi Vinsensius de Paul,
orang seperti itulah yang perlu dilayani dengan menjadi ibu yang ramah dan
121
penuh belaskasih kepada mereka, sehingga bayi-bayi, dan anak-anak malang
tersebut boleh merasakan kehangatan dan cinta.
Kategori kaum miskin yang kedua bagi Vinsensius de Paul adalah kaum
muda miskin yang membutuhkan pelajaran. Para pengikut Vinsensius de Paul
diharapkan dapat mengajari anak-anak di sekolah agar takwa dan mencintai
Tuhan, oleh karena itu Vinsensius de Paul mengharapkan agar para suster
membekali diri dengan belajar dan membaca buku-buku sebagai bekal
pengetahuan yang dapat diberikan kepada anak-anak miskin yang akan dididik.
Kategori kaum miskin yang ketiga bagi Vinsensius de Paul adalah kaum
miskin yang sakit dan terlantar. Ia mengingatkan para Suster Putri Kasih
mengenai tujuan yang harus dimiliki, yang juga telah diutarakan oleh Tuhan yakni
dipanggil untuk melayani orang-orang sakit, miskin dan memperbaiki apa yang
hendak dirusak oleh orang-orang yang berusaha mencabut nyawa orang-orang
yang sakit dan terlantar itu. Vinsensius de Paul juga mengharapkan agar para
pengikutnya mempunyai semangat yang tulus dan kesiapsediaan dalam melayani
mereka.
Kategori kaum miskin yang ketiga adalah orang miskin yang tolol.
Vinsensius de Paul melihat bahwa orang miskin yang tolol adalah orang yang
sedih, orang yang tak berdaya, orang yang tidak berhasil dalam hidup, dan
pribadi-pribadi yang tidak tahu menghargai pelayanan orang lain. Bagi Vinsensius
de Paul, mereka adalah orang-orang yang perlu dilayani, karena dengan melayani
mereka, akan dapat dilihat dan diraba betapa besar dan aneka ragam derita
122
manusia, dan hal itu perlu ditanggapi dengan pemberian diri yang total dalam
melayani mereka.
Orang-orang cacat badan merupakan kategori kaum miskin yang keempat.
Para pengikut Vinsensius de Paul dipanggil untuk menaruh hormat khusus kepada
mereka, dan melihat dalam diri mereka adanya artis yang maha agung, dan
merupakan “coretan” yang belum selesai dari “pelukis” termashur tersebut, oleh
karena itu, para pengikut Vinsensius de Paul dipanggil untuk melayani, sehingga
mereka yang masuk kategori kaum miskin yang keempat ini bisa mengalami kasih
Tuhan yang menyelamatkan.
Kategori kaum miskin yang kelima adalah kaum petani yang miskin.
Vinsensius de Paul sangat mengharapkan kepada para susternya untuk bersedia
hidup dan bekerja di daerah pedalaman, karena di daerah tersebutlah akan
dijumpai kaum petani yang miskin, karena di kota sudah banyak suster yang
tinggal dan berkarya. Selain kelima kategori kaum miskin yang telah dipaparkan
di atas, ada dua kategori kaum miskin lagi yakni: kaum tertindas yang miskin dan
budak yang miskin. Vinsensius de Paul mengharapkan kepada para imam-imam
Lasaris yang ditugaskan melayani mereka, agar memperhatikan kebutuhan
jasmani orang yang dilayani ini, mengunjungi, menolong yang hampir mati, dan
mendengarkan pengakuan dosa. Vinsensius de Paul berharap, agar kaum miskin
yang dilayani, dapat merasakan kehadiran Allah sebagai sumber suka cita. Ia juga
berharap kepada para pengikutnya agar mempunyai devosi yang khusus kepada
Rahasia Penyelamatan, sehingga dengan demikian akan mampu melayani mereka
dengan penuh cinta dan belaskasih (Tondowidjojo, 1984:30-40).
123
b). Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan
Vinsensius de Paul memperlihatkan kepada para pengikutnya untuk
mengutamakan pelayanan kepada orang miskin dengan tidak melalaikan waktu
doa yang telah dipersiapkan, sehingga ketika kembali dari melayani orang miskin,
segera memberikan waktu untuk berdoa dan bacaan rohani, dengan demikian para
suster tetap memperoleh kekuatan dan bisa memperhatikan keselamatan abadinya
sendiri. Ia juga mengharapkan kepada para pengikutnya agar cinta kasih yang
diamalkan dengan baik, selalu disertai dengan ketaatan, bila tidak bukanlah cinta
kasih yang sejati. Hal tersebut diperlihatkan dengan contoh konkrit: “jika anda
menolong seorang sakit, dan tidak ada persetujuan dari orang yang berhak
memberinya, bukanlah cinta kasih meskipun tampaknya juga memberi pelayanan
kepada mereka” (Tondowidjojo, 1984:24-27).
c). Alasan melayani Kaum Miskin
Mencintai dan melayani kaum miskin adalah sikap khas dari Vinsensius de
Paul. Beberapa alasan yang diungkapkan Vinsensius de Paul, mengapa para
pengikutnya harus melayani kaum miskin:
• Kaum miskin adalah raja dan penguasa kita, karena Tuhan kita berada dalam
kaum miskin. Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa kaum miskin
menghadirkan pribadi Tuhan yang mengatakan:
…”Lalu mereka pun akan menjawab, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?”Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu
124
lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat 25:40 ).
• Melayani kaum miskin berarti melanjutkan perutusan Kristus sendiri di dunia.
Tuhan melindungi secara materiil mereka yang mencintai kaum miskin.
Artinya bahwa Kristus mencintai kaum miskin dan sebagai konsekwensinya Ia
pun mencintai mereka yang mencintai kaum miskin.
• Tak ada kesenangan yang bisa dibandingkan dengan pelayanan terhadap kaum
miskin. Hal tersebut diungkapkan Vinsensius de Paul, dari pengalaman
pribadinya, yang mengakui bahwa belum ada rasa suka cita yang begitu besar
seperti bila mendapat kesempatan melayani kaum miskin.
• Tuhan akan menghapus rasa takut mati pada mereka yang telah mengamalkan
cinta kasih terhadap kaum miskin.
• Cinta kasih terhadap kaum miskin mengandung jasa yang tak terhingga bagi
Tuhan dan ini dapat disamakan dengan kematian suci. Bagi Vinsensius de Paul,
pelayanan kepada kaum miskin dapat juga disebut dengan martir cinta kasih,
yang walau pun tidak menumpahkan darah, tetapi telah menghabiskan hidup
demi pelayanan kepada kaum miskin.
Dari alasan tersebut di atas diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul, bahwa
pelayanan kepada kaum miskin merupakan pelayanan yang sangat luhur dan tiada
yang dapat menandingi pelayanan ini. Ia juga mengungkapkan bahwa pelayanan
kepada kaum miskin merupakan ungkapan kesucian dari agama kita, oleh karena
itu ia mengharapkan agar para pengikutnya melakukan pelayanan kepada kaum
miskin dengan meneladan Yesus Kristus, yang dekat dan mencintai kaum miskin
dengan kasih yang tulus (Tondowidjojo, 1984:10-21).
125
Para suster yang terkasih, pada sesi pertama ini kita telah mendengar tiga
hal penting yakni: Kategori kaum miskin; Pelayanan kaum miskin harus
diutamakan; dan Alasana melayani kaum miskin. Sebagai pertanyaan refleksi bagi
kita:
• Siapakah orang miskin menurut pandanganku, dan bagaimana aku
bersikap terhadap mereka?
• Apa yang menjadi alasan bagiku sehingga aku mau melayani mereka?
• Apakah dalam pelayanan kepada kaum miskin, aku sudah menunjukkan
sikap sebagai sahabat yang datang untuk melayani mereka? Atau
sebaliknya?
6). 10.00-10.30 : Minum
7). 10.30-11.30 : Refleksi Pribadi
Peserta retret melakukan refleksi pribadi dengan pertanyaan refleksi di
atas. Untuk kegiatan refleksi pribadi, peserta bebas mencari tempat yang aman
dan hening untuk dapat berefleksi.
8). 11.30-12.30 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
Peserta masuk ke kapel untuk mengadakan pemeriksaan batin,
dilanjutkan dengan ibadat siang.
9). 12.30-13.30 : Makan Siang
10). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
11).15.00-15.30 : Kunjungan Sakramen Mahakudus
126
Peserta dan pendamping mengadakan kunjungan sakramen Maha Kudus
di kapel.
12). 15.30-16.00 : Minum
13). 16.00-18.00 : Sesi II
Para suster yang terkasih, pada sesi II ini, kita akan melanjutkan tiga
bagian lagi, sebagai sambungan dari materi sesi I. Tiga hal pokok adalah sebagai
berikut:
a). Kunjungan terhadap Orang Miskin
Kunjungan terhadap orang miskin adalah salah satu kegiatan yang
dianjurkan oleh Vinsensius de Paul kepada para pengikutnya. Vinsensius de Paul
melihat bahwa kegiatan ini sangat penting dilakukan karena dengan mengunjungi
orang miskin, akan sekaligus mengunjungi Tuhan yang hadir dalam diri orang
miskin dan dapat bekerjasama dengan Yesus Kristus demi keselamatan jiwa kaum
miskin. Ia berharap dengan mengujungi mereka kita akan mampu menyemangati
dan menguatkan mereka sehingga mereka dapat menerima penderitaan yang
dialaminya dengan lebih tabah, dan satu peringatan dari Vinsensius de Paul
kepada para pengikutnya ialah agar tidak mengejek dan melontarkan kata-kata
kasar kepada mereka.
Perasaan yang peka dan cinta yang penuh belaskasih sangat diharapkan
oleh kaum miskin, oleh karena itu Vinsensius de Paul mengharapkan agar para
suster SCMM berdoa dahulu, sebelum berangkat mengunjungi orang miskin, agar
mendapat kekuatan dalam bersikap dan melayani mereka. Dalam mengunjungi
127
mereka, diusahakan agar orang yang dikunjungi dapat pasrah ke pada Tuhan dan
dapat menjalani hidup dengan baik di dunia ini (Tondowidjojo, 1984:42-48).
b). Cara Menyediakan Kebutuhan Materiil bagi Kaum Miskin
Bagi Vinsensius de Paul, untuk bisa melayani orang miskin tidaklah harus
mempunyai banyak uang sebelumnya, melainkan mempunyai hati yang tulus.
Sikap inilah yang mutlak perlu ada sebelum melayani orang miskin. Pemberian
sedikit sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan. Pada suatu kesempatan ia
menasihati para suster Putri Kasih agar tidak meminta dan menerima uang atau
hadiah dari kaum miskin, tetapi memberikan kepada mereka apa yang sebenarnya
menjadi hak mereka.
Vinsensius de Paul juga mengharapkan agar para suster Putri Kasih
mengusahakan pekerjaan dan memberikan ketrampilan menjahit atau memasak
kepada kaum miskin yang masih sehat dan kuat, sehingga mereka terbantu
mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, Vinsensius de Paul juga menasihati
para suster agar berlaku jujur, teliti dan adil dalam mengelola uang untuk kaum
miskin. Jika terjadi bahwa seorang suster mengambil uang kaum miskin untuk
kepentingan pribadi, berarti ia telah melakukan dosa besar, dan lebih baik ia
dikeluarkan, karena mengotori citra Tarekat Cinta Kasih (Tondowidjojo, 1984:50-
60).
128
c). Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam melayani Kaum
Miskin
Kelangsungan hidup sebuah karya membutuhkan suatu komitmen dan
semangat dasar yang harus dihidupi. Hal tersebut merupakan suatu pemikiran jitu
yang diberikan Vinsensius de Paul kepada para pengikutnya. Ia memberikan tiga
saran kepada para pengikutnya agar dapat memelihara semangat dasar dalam
melayani kaum miskin.
• Berusaha hidup sebagai abdi-abdi yang benar dari Tuhan dengan bekerja
secara kontinu untuk kemajuan hidup rohani pribadi.
• Tidak mau mencakup terlalu banyak pekerjaan yang baik sekaligus
• Mencari orang lain yang meneruskan karya cinta kasih bila kita
kekurangan.
Ketiga semangat dasar di atas harus dihidupi dan dilaksanakan oleh para
pengikut Vinsensius de Paul. Kemauan yang keras dan ketekunan untuk bekerja
bagi hidup rohani dan hidup dengan sesempurna mungkin, merupakan semangat
dasar yang perlu dipertahankan sehinga bisa tetap pula berkenan kepada Tuhan
yang telah memanggil untuk karya pelayanan yang luhur ini. Vinsensius de Paul
juga menasihati para suster Putri Kasih untuk memiliki iman yang teguh,
sehingga tidak mudah tergoda oleh tawaran duniawi yang menjauhkan diri dari
Tuhan.
Cara lain untuk mempertahankan Tarekat adalah membatasi karya. Ada
pepatah yang mengatakan, “Siapa melakukan pekerjaan terlalu banyak, ia tak
akan memetik sesuatupun. Orang tak dapat menemukan sesuatu jika terlalu
129
banyak yang dicari, semuanya akan sia-sia dan perlu mempertimbangkan segala
sesuatunya sebelum diputuskan. Vinsensius de Paul sangat menghargai proses,
yang dijalankan dengan penuh ketekunan. Agar kaya pelayanan yang telah dibuka
dapat dilanjutkan, perlu mencari para penerus Tarekat, hal ini telah dipikirkan
oleh Vinsensius de Paul ketika ia masih hidup dan berkarya (Tondowidjojo,
1984:74-79).
14). 18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
15). 19.00-20.00 : Makan malam
16). 20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
17). 21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah-
petuah Vinsensius de Paul)
Pada kesempatan ini peserta retret mengadakan internalisasi pribadi
dibantu petuah-petuah Vinsensius de Paul yang sudah dibagikan kepada peserta
retret.
18). 22.30 : Istirahat.
5. Persiapan Pelaksanaan Hari Kelima (V)
a. Identitas
1). Tema : Cinta yang kreatif dalam pelayanan kepada orang
miskin (mengalami kerja tangan bersama Allah).
2). Tujuan : Membantu para suster SCMM untuk ikut merasakan dan
mengalami, apa yang dialami oleh kaum miskin, agar
130
lebih peduli pada penderitaan kaum miskin.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM - Medan
5). Metode : Ceramah, bekerja dengan tangan sendiri, refleksi, diskusi,
pleno, membaca Kitab Suci dan menemukan ayat-ayat
yang menyentuh hati dalam melayani kaum miskin
6). Waktu : Januari dan Juli 2011
7). Sarana : Peralatan untuk bekerja: cangkul, parang, sapu dll, alat
tulis dan kertas, laptop, LCD, slide sow, daftar
pertanyaan diskusi, gitar, buku Mawar Altar
8). Sumber Bahan : Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, buku
Mawar Altar.
9). Jadual :
Hari Kelima (V)
04.30-05.30 : Bangun pagi, dan mandi
05.30-06.30 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
07.15-07.30 : Persiapan untuk kerja bakti
07.30-09.30 : Kerja bakti
09.30-11.00 : Makan pagi dan kegiatan pribadi
11.00-12.00 : Sharing pengalaman
12.00-13.00 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
13.00-13.30 : Makan Siang
131
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-18.00 : Mencari ayat-ayat Kitab Suci yang menyentuh hati
berkaitan dengan solidaritas kepada kaum miskin.
18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
22.30 : Istirahat
b. Pemikiran Dasar
Bekerja dengan menggunakan tangan, bukanlah hal yang baru bagi para
suster. Setiap pekerjaan sudah terbiasa menggunkana tangan. Tetapi apakah
tangan yang digunakan untuk bekerja telah dipergunakan dengan baik, seperti
yang dirasakan oleh kaum miskin, yang dengan bermandikan keringat dan
bercucuran air mata mencari sesuap nasi demi mencukupi kebutuhan hidup
mereka. Belaskasih kadang hanya sekedar teori dan sulit untuk dipraktekkan.
Vinsensius de Paul, telah memberikan contoh bagaimana ia terjun sendiri untuk
melayani kaum miskin, belaskasih bukan hanya dirasakan tetapi perlu ditanggapi
dengan kegiatan konkrit.
132
Retret hari kelima “Cinta yang kreatif dalam pelayanan kepada orang
miskin (mengalami kerja tangan bersama Allah)”, mau mengajari dan membantu
para suster SCMM untuk ikut merasakan dan mengalami apa yang dialami oleh
kaum miskin, agar lebih peduli pada penderitaan kaum miskin. Kegiatan konkrit
dengan tangan membantu para suster untuk lebih peka akan kebutuhan kaum
miskin, sehingga bisa cepat tergerak untuk membantu mereka.
c. Proses Pelaksanaan
1). 04.30-05.30 : Bangun pagi, dan mandi
Pada retret hari kelima ini, senam pagi ditiadakan. Setelah bangun pagi
peserta dan pembimbing retret langsung mandi pagi.
2). 05.30-06.30 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dan
dilanjutkan dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan
liturgi hari yang bersangkutan.
3). 06.30-07.15 : Perayaan Ekaristi
4). 07.15-07.30 : Persiapan untuk kerja bakti
Setelah Perayaan Ekaristi, peserta retret dan pendamping mempersiapkan
peralatan untuk kerja bakti. Sebelumnya pendamping menginformasikan tempat-
tempat yang digunakan untuk kerja bakti.
133
5). 07.30-09.30 : Kerja bakti
Para suster mulai bekerja ditempat yang telah ditunjuk oleh pendamping,
dengan tetap menjaga keheningan.
6). 09.30-11.00 : Makan pagi dan kegiatan pribadi
Para suster masuk ke ruang makan untuk menyantap hidangan pagi yang
telah dipersiapkan. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan pribadi.
7). 11.00-12.00 : Sharing pengalaman
Peserta retret masuk ke kelompok masing-masing sesuai dengan kelompok
yang telah dibagikan oleh pendamping, dan mengadakan sharing dengan bantuan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
• Bagaimana kesan para suster dengan kegiatan kerja bakti yang dilakukan
pada setengah hari ini?
• Pengalaman menarik apa yang suster temukan dalam kegiatan kerja bakti
hari ini? Mengapa hal itu menarik bagi suster?
• Pesan apa yang dapat suster ambil dari pengalaman kerja bakti hari ini?
8). 12.00-13.00 : Pemeriksaan batin dan Ibadat Siang
9). 13.00-13.30 : Makan Siang
10). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
11). 15.00-15.30 : Kunjungan Sakramen Mahakudus
12). 15.30-16.00 : Minum
13). 16.00-18.00 : Mencari ayat-ayat Kitab Suci yang menyentuh hati
134
berkaitan dengan solidaritas kepada kaum miskin.
Dengan bimbingan pendamping, setiap peserta mencari ayat-ayat Kitab
Suci yang menyentuh hati berkaitan dengan solidaritas kepada kaum miskin.
Pendamping mempersiapkan konkordans dan hand out yang berisikan tema-tema
dari perikop Kitab Suci yang dapat membantu peserta untuk dapat menemukan
ayat yang menyentuh hati mereka. Setelah ditemukan ayat yang menyentuh, setiap
peserta menuliskan di buku hariannnya sebagai inspirasi dalam melaksanakan
pelayanan kepada kaum miskin.
14). 18.00-19.00 : Ibadat Sore dan Rosario
15). 19.00-20.00 : Makan malam
16). 20.00-21.00 : Ibadat Penutup (Completorium)
17). 21.00-22.30 : Internalisasi pribadi (dibantu dengan Petuah- petuah
Vinsensius de Paul)
Pada kesempatan ini peserta retret mengadakan internalisasi pribadi
dibantu dengan petuah-petuah Vinsensius de Paul yang sudah dibagikan kepada
peserta retret.
18). 22.30 : Istirahat.
6. Persiapan Pelaksanaan Hari Keenam (VI)
a. Identitas
1). Tema : Setia pada perutusan, kapan dan di manapun!
2). Tujuan : Membantu para suster SCMM untuk taat dan setia
135
terhadap perutusan yang diberikan oleh kongregasi, kapan
dan di mana pun diutus.
3). Peserta : Para suster SCMM
4). Tempat : Provinsialat SCMM - Medan
5). Metode : Ceramah, hening, refleksi, tanya jawab, diskusi dan pleno
6). Waktu : Januari dan Juli 2011
7). Sarana : Hand out, teks Kita Suci Perjanjian Baru dan Perjanjian
Lama, buku Mawar Altar, laptop, LCD, gitar dan buku
Konstitusi.
8). Sumber Bahan : - Antonius Sad Budianto , Ia membuat Segalanya
Menjadi Baik, Berjalan bersama Santo Vinsensius
Depaul, Malang, Lumen Christi, 2009
- Konstitusi SCMM, 1989: art. 18-21
- Yesaya 6:1-8
9). Jadual :
05.00-06.00 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
06.00-07.00 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
07.00-08.30 : Sarapan dan kegiatan Pribadi
08.30-10.00 : Sesi I
- Belajar dari karya perutusan yang dilakukan oleh
St.Vinsensius de Paul selama hidupnya.
- Yesaya 6:1-8 (Yesaya mendapat panggilan Allah)
10.00-10.30 : Minum
10.30-12.30 : Refleksi Pribadi dilanjutkan dengan pengakuan dosa
12.30-13.30 : Makan Siang
136
13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
15.30-16.00 : Minum
16.00-17.30 : Sesi II
- Konstitusi Bab II (dipanggil dan diutus) sekaligus
rangkuman untuk mengakhiri retret.
17.30-19.00 : Perayaan Ekaristi penutupan retret
19.00-20.00 : Makan malam
20.00-20.30 : Ibadat Penutup (Completorium)
20.30-23.00 : Rekreasi bersama
22.30 : Istirahat
b. Pemikiran Dasar
Para suster SCMM telah mendapat tanggung jawab dalam mengemban
karya perutusan yang diserahkan oleh kongregasi. Perutusan para suster SCMM
mencakup berbagai bidang. Karya perutusan memang ada yang di kota tetapi
kebanyakan di daerah pedesaan. Tak bisa dipungkiri, bahwa dalam perjalanan
waktu para suster lebih memilih berkarya di perkotaan dari pada memilih di
pedesaan yang jangkauannya sulit dan banyak tantangan, sehingga kaul yang
diucapkan untuk setia dimanapun diutus hanya tinggal teori saja.
Tema hari terakhir “Setia pada perutusan, kapan dan dimanapun!” dipilih
untuk membantu para suster SCMM untuk taat dan setia terhadap perutusan yang
diberikan oleh kongregasi kapan dan dimanapun diutus. Untuk sampai pada
137
tujuan tersebut akan sedikit diuraikan karya perutusan yang dilakukan oleh
St.Vinsensius de Paul selama hidupnya, panggilan Nabi Yesaya, dan pada akhir
pertemuan peserta diajak membuka konstitusi bab II yang berisi “Dipanggil dan
diutus” sebagai dasar pijakan para suster dalam melaksanakan karya perutusan.
Pada pertemuan terakhir ini juga disediakan waktu untuk pengakuan dosa bagi
peserta retret.
c. Proses Pelaksanaan
1). 05.00-06.00 : Bangun pagi, senam pagi dan mandi
Peserta dan pendamping melakukan senam pagi bersama, setelah itu
dilanjutkan dengan mandi pagi.
2). 06.00-07.00 : Ibadat Pagi dan Meditasi pribadi
Peserta dan pendamping melakukan ibadat pagi bersama dilanjutkan
dengan meditasi pribadi, sesuai dengan bacaan Injil dari penanggalan liturgi hari
yang bersangkutan.
3). 07.00-08.30 : Sarapan dan kegiatan Pribadi
Peserta dan pendamping melakukan sarapan pagi. Saat sarapan
diupayakan keheningan (dengan diputarkan musik instrumental). Setelah sarapan
masing-masing melanjutkan dengan kegiatan pribadi.
138
4). 08.30-10.00 : Sesi I
Para suster yang terkasih. Pada pertemuan retret hari terakhir ini, kita
akan belajar dari karya perutusan yang dilakukan oleh St.Vinsensius de Paul
selama hidupnya dan dari Yesaya 6:1-8 mengenai Nabi Yesaya yang mendapat
panggilan dari Allah.
a). Belajar dari karya perutusan yang dilakukan oleh St.Vinsensius de Paul selama
hidupnya.
Para suster yang terkasih. St.Vinsensius de Paul, adalah seorang tokoh
besar dalam Gereja. Ia diangkat oleh Gereja sebagai pelindung karya misi. Pendiri
Kongregasi SCMM juga telah mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai
pelindung kedua dari kongregasi, sekaligus pelindung karya amal kongregasi, oleh
karena itu sepantasnyalah kita sebagai seorang suster SCMM mengenal dan
belajar dari karya yang diemban oleh Vinsensius de Paul selama hidupnya. Santo
Vinsensius de Paul adalah pribadi yang peka terhadap penderitaan sesamanya
terlebih orang miskin yang menderita. Kecintaannya kepada kaum miskin,
memampukan dia untuk melihat dan memanggil mereka sebagai majikan dan
saudara.
Vinsensius de Paul adalah seorang organisator yang tidak hanya tinggal
pada teori saja, melainkan terjun pada kenyataan yang ada. Beberapa contoh di
bawah ini akan memperlihatkan, bagaimana Vinsensius de Paul melakukan karya
perutusan yang dipercayakan kepadanya.
• Menjadi Pastor Paroki di Clichy dan paroki Chatillon le Dombes
Imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohani Vinsensius
139
de Paul mengangkat dan mempercayai Vinsensius de Paul untuk menjadi pastor
paroki di Clichy. Waktu itu Clichy adalah desa kecil dari Paris dan umatnya
adalah orang-orang kecil dan sederhana. Vinsensius de Paul menerima tawaran
tersebut dan segera berangkat ke paroki Clichy untuk bertemu dengan umat. Umat
gembira melihat pastor Vinsensius de Paul yang begitu bersemangat, karena ia
menunjukkan bakatnya sebagai pastor pembimbing dan organisator. Setiap
Minggu pertama ditetapkan sebagai hari pengakuan dosa dan umat taat
melakukannya dan menunjukkan perkembangan hidup rohani. Selain itu ia
mengunjungi orang sakit, menghibur yang berkesusahan, membantu yang miskin,
menegur yang salah, menyemangati yang lemah. Paroki yang dipimpinnya sangat
hidup dan menjadi model bagi paroki sekitarnya.
Selain berkarya di paroki Clichy Vinsensius juga pernah berkarya paroki
Chatillon le Dombes. Di paroki ini Vinsensius banyak melakukan pelayanan
kepada orang miskin dan mempertobatkan orang-orang berdosa. melihat persoalan
orang miskin dan sakit di wilayah tersebut dan sepakat untuk memulai organisasi
kasih. Pelayanan yang dilakukan Vinsensius de Paul bersama umat di paroki
Chatillon le Dombes harus diakhirinya karena ia dipanggil lagi oleh keluarga de
Gondi agar Vinsensius de Paul dapat menjadi penasehat dan pembimbing rohani
bagi keluarga mereka. Karena ketaatan kepada Tuhan dan bimbingan Roh kudus
lewat retret dan konsultasi dengan pembimbing rohaninya,
• Menjadi tutor anak-anak Laksamana De Gondi
Kebersamaan Vinsensius de Paul bersama umat di paroki Clichy hanya
dua tahuan saja, karena ia di panggil oleh Imam Pierre de Berulle untuk menjadi
140
tutor bagi anak-anak Laksamana De Gondi pada akhir tahun 1613. Vinsensius de
Paul menjalankan tugas ini dengan penuh iman dan mengarahkan keluarga De
Gondi untuk banyak melakukan karya amal. Selain bekerja sebagai tutor bagi
anak-anak De Gondi, Vinsensius de Paul mengisi waktunya dengan banyak
mengunjungi petani dan buruh miskin di wilayah De Gondi yang sangat luas
meliputi pedesaan di luar kota Paris.
Selain menjadi tutor bagi anak-anak de Gondi Vinsensius de Paul juga
menjadi penasehat dan pembimbing rohani bagi keluarga mereka. Hidup di istana
tidak membuat Vinsensius de Paul senang dan bangga, melainkan hatinya tetap
terpaut untuk melayani kaum miskin, atas persetujuan keluarga de Gondi
Vinsensius de Paul mulai giat melaksanakan misi umatnya dengan dibantu oleh
beberapa imam ke berbagai penjuru wilayah de Gondi yang tersebar di berbagai
keuskupan seluruh Prancis (Bernard Pujo, 2007:60-87).
Dari karya perutusan di atas, terlihat bahwa St.Vinsensius de Paul, adalah
pribadi yang bertanggung jawab, setia dan peka akan kebutuhan sesama, secara
khusus mereka yang miksin dan menderita. Ia tidak bekerja sendiri dalam
melakukan karya-karya kasih, melainkan ia memakai orang lain untuk terlibat
dalam melayani orang miskin dan menderita. Selain itu Vinsensius de Paul adalah
pribadi yang siap diutus artinya mau taat kepada pembimbing rohani yang
memberikan pengarahan kepadanya. Ia melihat segalanya dengan bijaksana tanpa
mengabaikan hal yang lain. Semoga kita pun mampu meneladan Santo Vinsensius
de Paul dalam menjalankan karya dan perutusan yang dipercayakan kongregasi
kepada kita.
141
b). Kitab Yesaya 6:1-8 (Nabi Yesaya mendapat panggilan dari Allah)
Para suster yang terkasih. Kita sudah banyak berbicara mengenai karya
perutusan yang dilakukan oleh St.Vinsensius de Paul semasa hidupnya di dunia.
St.Vinsensius de Paul, adalah teladan bagi kita untuk maju dan siap sedia diutus,
kapan dan dimana pun kongregasi mengutus kita. Saat ini kita akan belajar dari
Nabi Yesaya bagaimana ia menerima tawaran dan panggilan dari Allah. Seperti
kita ketahui Nabi Yesaya adalah seorang utusan Allah dan merupakan
perpanjangan tangan Allah. Yang dapat kita belajar darinya yakni: jawaban nabi
Yesaya atas panggilan Allah “Ini aku utuslah aku”. Perkataan Yesaya ini
merupakan inspirasi bagi kita untuk siap sedia diutus ke mana dan kapanpun
kongregasi mengutus kita. Semoga kita mampu menjadi Yesaya-yesaya kecil di
zaman ini.
5). 10.00-10.30 : Minum
6). 10.30-12.30 : Refleksi Pribadi dilanjutkan dengan pengakuan dosa
Setelah minum, peserta retret dan pembimbing retret mengadakan refleksi
pribadi dan dilanjutkan dengan pengakuan dosa.
7). 12.30-13.30 : Makan Siang
8). 13.30-15.00 : Istirahat dan mandi
9). 15.00-15.30 : Kunjungan pada Sakramen Mahakudus
10). 15.30-16.00 : Minum
142
11). 16.00-17.30 : Sesi II
- Konstitusi Bab II (dipanggil dan diutus) sekaligus
rangkuman untuk mengakiri retret
Para suster yang terkasih, pada hari ini kita telah melihat dan mendalami
karya-karya perutusan yang dilakukan St.Vinsensius de Paul, dan juga belajar dari
nabi Yesaya yang menerima panggilan Tuhan dan siap sedia diutus oleh Tuhan.
Menjadi pertanyaan bagi kita, apakah kita mampu berkata ya terhadap karya
perutusan yang diberikan kepada kita, dengan siap sedia diutus kapan dan dimana
pun kongregasi mengutus kita?. Marilah kita buka konstitusi bab II (dipanggil dan
diutus), dan membacanya serta meresapi sebagai dasar pijakan bagi kita suster
SCMM dalam melakukan karya dan perutusan di tengah masyarakat dan Gereja.
12). 17.30-19.00 : Perayaan Ekaristi penutupan retret
Pada misa penutupan retret ini, para suster membaharui kaul secara
bersama-sama.
13). 19.00-20.00 : Makan malam
14). 20.00-20.30 : Ibadat Penutup (Completorium)
15). 20.30-23.00 : Rekreasi bersama
Setelah Ibadat Penutup dilanjutkan dengan rekreasi bersama.
16). 22.30 : Istirahat.
143
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pendirian suatu kongregasi disertai dengan ciri khas dan tujuan dalam
menampakkan karya pelayanan kasih di dunia. Selain itu pendirian kongregasi
mempunyai norma atau aturan yang diyakini dapat menjadi dasar atau pedoman
hidup para anggotanya. Norma atau aturan hidup ini dimaksudkan membentuk
kekhasan hidup dan pelayanan bagi para anggotanya.
Kongregasi SCMM (Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang
Berbelaskasih) didirikan pada abad ke-19 oleh Mgr. Joannes Zwijsen. Pendirian
kongregasi ini, terinspirasi oleh St.Vinsensius de Paul yang peka akan kebutuhan
sesama, khususnya mereka yang miskin dan terlantar. Oleh pengikutnya, cara
hidup St.Vinsensius de Paul difahami sebagai “Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul”, dan pendiri mengangkatnya menjadi pelindung karya kongregasi SCMM,
dengan harapan bahwa para pengikutnya akan meneruskan cara hidup dan
semangat yang telah dimulai St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya
pelayanannya di dunia ini. Kongregasi SCMM sebagai suatu lembaga hidup
religius dalam seluruh gerak kehidupan dan karyanya tidak boleh lepas dari
semangat asli pendiri.
Para suster SCMM dipanggil untuk menampakkan karya belaskasih Allah
kepada dunia dengan mengamalkan visi, misi kongregasi dan datang melayani
mereka yang miskin dan tertindas sesuai dengan tujuan didirikannya kongregasi
144
ini. Pelayanan para suster SCMM mencakup berbagai bidang pelayanan seperti
Karya di bidang Pendidikan, Karya di bidang Kesehatan dan Karya di bidang
Sosial.
Perkembangan karya yang ditangani oleh para suster SCMM semakin
meningkat dan tak dapat dipungkuri pula muncul sejumlah kepincangan dalam
hidup dan karya yang ditangani para suster SCMM. Hal tersebut terungkap ketika
pertemuan propinsi dan retret Vinsensian yang dilaksanakan oleh kongregasi pada
tahun 2009. Salah satu penyebab dari kepincangan yang terjadi adalah kurangnya
pengenalan dan pemahaman para suster SCMM akan Spiritualitas St.Vinsensius
de Paul, yang oleh kongregasi dijadikan sebagai pelindung dan teladan karya.
Ketidakjelasan pemahaman spiritualitas St.Vinsensius de Paul ini disebabkan oleh
pendahulu yang tidak cukup menyampaikan kepada generasi berikut, juga dari
para suster sendiri yang kiranya kurang membaca buku-buku sejarah kongregasi.
Bertolak dari keprihatinan yang muncul, penulis menyadari perlunya cara
yang dapat membantu para suster untuk kembali ke semangat awal pendiri, secara
khusus pengenalan akan tokoh penting dalam kongregasi yakni St.Vinsensius de
Paul yang oleh pendiri telah diangkat sebagai pelindung karya amal. Cara yang
ditempuh untuk dapat membantu para suster SCMM, agar mereka dapat
memahami dan mengahayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul adalah program
retret yang diberikan kepada para suster SCMM dengan tema “Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM” yang diharapkan dapat membantu
mereka untuk mengenal St.Vinsensius de Paul, sehingga pada akhirnya akan
meneladaninya dalam hidup dan karya mereka sebagai suster SCMM.
145
B. Saran
Bertitiktolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam
setiap bab dalam skripsi ini, akhirnya penulis mencoba menyampaikan beberapa
saran, yang dapat digunakan untuk meningkatkan penghayatan dan pemahaman
spiritualitas St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM dalam meningkatkan
pelayanan kepada kaum miskin. Untuk mencapai semuanya itu perlu suatu usaha
konkrit dari para Formator suster SCMM dan seluruh suster SCMM yang harus
dibangun secara terus-menerus dan berkesinambungan, antara lain:
1. Para formator mencari metode dan cara yang dapat membantu para suster
SCMM untuk mengenal, memahami dan mengahayati Spiritualitas
St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah dijadikan sebagai pelindung
karya amal kongregasi.
2. Para pemimpin bersama para anggota berusaha menggali dan memperdalam
harta kekayaan rohani yang terkandung dalam seluruh khasanah kongregasi
(Kitab Suci, konstitusi, adat kebiasaan, semangat pendiri, spiritualitas
kongregasi, visi-misi kongregasi dan amanat-amanat kapitel), secara khusus
tokoh-tokoh yang telah diangkat oleh pendiri sebagai pelindung kongregasi.
3. Membuka peluang dan komunikasi kepada para suster SCMM untuk mengikuti
perkumpulan keluarga Vinsensian dan memanggil para Romo CM untuk
memberi seminar atau retret, sehingga membantu para suster SCMM untuk
mengenal, sehingga pada akhirnya dapat memahami dan mengahayati
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya para suster SCMM,
secara khusus dalam melayani kaum miskin.
146
4. Meningkatkan pembinaan dan pendampingan yang terstruktur dan
berkesinambungan bagi para anggota kongregasi SCMM. Pembinaan dapat
dimulai dari masa pembinaan sehingga Visi, Misi dan harta kekayaan
kongregasi dapat dikenal, dan akhinya dapat dipahami dan dihayati oleh para
suster SCMM, sehingga menjadi dasar dalam hidup dan karya para suster
SCMM.
5. Adanya usaha dari para suster SCMM untuk membaca buku-buku kongregasi,
atau disediakannya waktu di setiap komunitas untuk membaca bersama-sama
dan merenungkan buku-buku kongregasi, sehingga dapat memiliki harta yang
tak ternilai harganya bagi para suster SCMM.
6. Menciptakan kesempatan untuk mengadakan evaluasi mengenai hidup dan
karya para suster SCMM, sehingga mampu menemukan apa yang menjadi
kekurangan sehingga dapat mencari cara untuk meningkatkannya.
Satu cara yang dapat diberikan penulis untuk membantu para suster
Formator SCMM dan para suster SCMM secara keseluruhan adalah memberikan
satu program retret yang dapat digunakan oleh para suster formator dalam
membantu para suster SCMM untuk mengenal dan memahami serta menghayati
Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam hidup dan karya para suster SCMM.
Agar materi ini dapat tersampaikan dengan baik pada para suster SCMM, perlu
terlebih dahulu para suster formator SCMM mengenal dan memahaminya
sehingga memudahkan mereka dalam menyampaikan kepada para suter SCMM
yang lain. Karena program retret ini mencakup tiga wilayah, perlu diupayakan
agar para suster formator SCMM membangun kerjasama tim sehingga dapat
147
menyampaikan retret tersebut secara maksimal kepada para suster SCMM.
Penulis berharap, retret ini dapat membantu para suster SCMM untuk
semakin mengenal, memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de
Paul, sehingga memampukan para suster SCMM untuk semakin memaksimalkan
pelayanan mereka bagi kaum miskin dalam karya dan perutusan yang mereka
tangani.
148
DAFTAR PUSTAKA
Banawiratma, J.B. (1998). Spiritualitas Transformatif suatu Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius.
Badrika Wawan I dan Setiadi Sulaeman. (1991). Sejarah Nasional dan Dunia Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Blommestijn, Hein & Jos Huls. (1995). Segala Sesuatu Hanya Berdasarkan Cinta Kasih. Belanda: Titus Brandsma Instituut.
------------ . (1998). Belaskasih Panggilan Hidup. Belanda: Titus Brandsma Instituut.
Budianto, Antonius Sad. (2009). Ia membuat Segalanya Menjadi Baik, Berjalan Bersama Santo Vinsensius De Paul. Malang: Lumen Christi.
Darmawijaya. (1984). Pengabdian Punakawan atau Hamba Yahwe. Yogyakarta: Kanisius.
De Ver, Andre. (2001). Ziarah Vinsent Depaul, CMM-SCMM tahun 2001. Yogyakarta: DPU CMM.
DPP SCMM Indonesia. (2009). Butir-butir Penting Hari Provinsi SCMM Indonesia Tahun 2009. Medan: DPP SCMM.
DPU SCMM. (2007). Compassion. Netherlands: Generalate Sister of Charity of Our Lady Mother of Mercy.
Hardawiryana, R. (1977). Spektrum: Pelaksanaan Pelayanan. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan MAWI.
J.J de Heer. (1982). Tafsiran Alkitab Injil Matius. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Kapitel Umum Kongregasi SCMM. (1989). Konstitusi Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih. ‘s-Hertogenbosch Belanda.
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R.Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Kusnoharjono, Rosalina. (1998). Langkah-langkah Kebijaksanaan Warisan Mgr. Joannes Zwijsen. Yogyakarta: DPP SCMM Provinsi Indonesia.
------------- . (2001). Napak Tilas 115 Tahun SCMM di Indonesia 1885-2000. Sibolga: DPP SCMM Provinsi Indonesia.
Mangunhardjana, A.M, (1984). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. Mila Ate, Hilda. (2006). Laporan Kapitel SCMM Provinsi Indonesia. Medan:
DPP SCMM Provinsi Indonesia. Panticelli, S & Armada Riyanto. (2002). Sahabat-sahabat Tuhan dan Orang
Miskin. Malang: Dioma. Pujo Bernard. (2007). Vinsensius de Paul Sang Pelopor. Medan: Bina Media
Perintis. Riberu, J. (1983). Tonggak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen KV II. Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan MAWI. Seminari Tinggi CM, (1994 edisi September-Desember). Serikat Kecil Pustaka.
Malang: Dioma. ------------- . (1998 edisi Januari-Juni). Serikat Kecil Pustaka. Malang: Dioma
149
Syukur Agnes & Yustina Hondro. (2004). 120 Tahun Tarekat SCMM di Bumi Nusantara Indonesia. Medan: DPP SCMM.
Tondowidjojo, John. (1984). St.Vinsentius De Paul terhadap Kaum Miskin. Surabaya: Sanggar Bina Tama.
--------------. (1987). St.Vinsensius De Paul Pengikut Pembawa Khabar Gembira Kepada Kaum Miskin. Surabaya: Sanggar Bina Tama.
TPP SCMM Periode 2001-2006. (2002). Pedoman Dasar Pembinaan SCMM. Pematang Siantar: TPP SCMM.
Van de Molengraft, Alix. (1992). Tiga Wanita Saleh Yang Memulai. Yogyakarta: Andi Offset.
Van Lierop P.J. (1994). Spiritualitas Santo Vinsentius De Paul. Yogyakarta: DPP CMM.
---------------. (1996) Dibimbing oleh St.Vinsensius a Paulo dalam semangat Belaskasih. Tomohon: Komisi Spiritualitas CMM Indonesia.
Zwijsen, Joanes. (2000). Pembicaraan-pembicaraan Akrab. Diterjemahkan oleh Andre de Veer CMM. Yogyakarta: DPP Frater CMM.