Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh Ayat...
Transcript of Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh Ayat...
Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh
Ayat 26-28
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Muhammad Yusuf Nasution
NIM. 1112034000008
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H /2018 M
i
ABSTRAK
Do‟a diposisikan sebagai bagian dari sarana untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Dengan demikian, do‟a kepada Tuhan bagi mereka yang lebih
percaya pada suatu kondisi yang dapat memberikan sikap optimis, hati puas, dan
rasa ketenangan dalam jiwa, sehingga memberikan kekuatan batin dalam
menghadapi masalah.
Melalui Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan
metodologi deskriptif, analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan keadaan atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang nampak sebagaimana adanya, kemudian melakukan perincian terhadap objek
tertentu yang akan diteliti dengan jalan memilah pengertian satu sama yang lain
agar memperoleh kejelasan.
Di sini, penulis membahas tentang makna do‟a yang terkandung dalam
surah Nuh yang dianggap negatif secara teks di dalam al-Qur‟an. Penelitian ini
bermaksud untuk mengetahui konteks dan relevansi dari do‟a-do‟a nabi Nuh
dalam al-Qur‟an, dalam penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa
konteks do‟a nabi Nuh yang berunsur negatif dalam al-Qur‟an adalah selama 950
tahun nabi Nuh berdakwah menyiarkan agama Allah, hanya sedikit dari mereka
yang mau beriman,banyak yang menentang dan menghina nabi Nuh bahkan
sampai ke fisik nabi Nuh, akibat dari pembangkangan mereka ini lah nabi Nuh
berdo‟a agar Allah membinasakan mereka semua yang tidak mau beriman kepada
Allah, karena akan merusak kepada generasi selanjutnya.
ii
Kata Pengantar
Segala puji dan rasa syukur yang tak terhingga kehadirat Allah Swt yang
karena taufiq dan hidayahnyalah saya bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh ayat 26-28” serta
shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,
dan ini merupakan keterbatasan penulis dalam penelitian ini, semoga kelak
ditelaah kembali dan dilengkapi kesalahan yang ada pada skripsi ini.
Bimbingan dan arahan dari beberapa pihak serta berbagai kritikan, atas segala
bantuan penulis sampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta: Prof Dede Rosyada, M. A. Selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta jajarannya dan Prof Dr. Masri Mansoer, M. A. Selaku
dekan Fakultas Ushuluddin. Dr. Lilik Ummu Kaltsum, M.A. selaku ketua
jurusan Tafsir Hadis dan Dra. Banun Binaningrum, M.A. selaku sekretaris
jurusan Tafsir Hadis
2. Drs. M. Anwar Syarifuddin, MA. Selaku pembimbing yang tidak pernah
lelah dan bosan memberikan bimbingan dan semangat agar bisa
menyelesaikan skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya dosen di
Jurusan Tafsir Hadist yang tak pernah mengeluh untuk mengajar disetiap
iii
lelahnya dan memberikan penulis kesempatan menimba berbagai ilmu,
semoga Allah membalas kebaikannya dengan sebaik-baik balasan. amiiiin
4. Ibunda Rosliana Matondang, penyemangat hidupku, kasih sayang serta
dukungan merekalah sehingga penulis bisa melewati banyak rintangan dan
cobaan dalam menjalani kehidupan, serta memberikan inspirasi di setiap
langkah untuk kehidupan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang.
5. Abang (A. Syafi‟i Nasution) dan (Syawaluddin Nasution), serta adikku
(Wira Satya Nasution) karena merekalah penulis merasa semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Istriku tersayang Sella Dahliana, yang selalu memberi semangat dan
dorongan dengan kasih sayangnya sehingga tersusunnya skripsi ini, yang
selalu sabar mendampingi saya hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Sahabat Seperjuangan Penulis (Ngumdaturrasidatuszahrok, Monatria,
Mery Fitrianis, Ahmad Riadi, Harry Putra Z, Harris Muda, Yusuf
Kurniawan, Hilmi Firdausi) yang tidak pernah lelah menemani dan
memberikan semangat kepada penulis.
8. Kakanda dan Adinda di IKAPDA (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren
Darul-Arafah Raya) di Jakarta, terimakasih atas semangat dan
kekeluargaanya.
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)” yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
A. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan - ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
ẖ h dengan garis bawah ح
Kh Ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
v
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan ye ش
Sh Es dengan ha ص
Dh de dengan ha ض
ṯ Te dengan garis di ط
bawah
ẕ Zet dengan garis di ظ
bawah
Koma terbalik di atas „ ع
hadapkanan
Gh Gedan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
vi
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof „ ء
Y Ye ي
B. Tanda Vocal
1. Vocal Pendek
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
A fatẖah
I Kasrah
U ḏammah
vii
2. Vocal Panjang
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ىا
Î i dengan topi di atas ىي
Û u dengan topi di atas ىو
Contoh:
qâla : قال
yaqûlu : يقول
qîla : :قي
jarâ : جرى
3. Diftong
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
Ai a dan i ىي
Au a dan u ىو
4. Kata Sandang (ال)
al-masjidu : المسجد
al-ḏarûrah : الضرورة
viii
5. Tasydid) )
يةاإلسالم : al-islâmiyyah
rabbuna : رب نا
6. Ta Marbutah
Kata Arab AlihAksara
ṯarīqah طريقة
al-jāmi‟ah al-islāmiyyah الجامعة اإلسالمية
waẖdat al-wujūd وحدة الوجود
7. Singkatan-singkatan
QS : al-Qur‟an Surah
SAW : Shallallahu „Alaihi Wasallam
SWT : Subhanahu Wa Ta‟ala
RA : Radhiyallahu „Anhu
ix
DAFTAR ISI
Abstrak ....................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
Pedoman Transliter .................................................................................................... iv
Daftar Isi ..................................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................................. 6
1. Indentifikasi Masalah .............................................................. 6
2. Pembatasan Masalah ............................................................... 6
3. Perumusan masalah ................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................... 7
1. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8
E. Metodologi penelitian ................................................................... 10
1. Jenis Penelitian ........................................................................ 10
2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 11
3. Pengolahan Data ...................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II. PANDANGAN UMUM TENTANG DO‟A
A. Do‟a .............................................................................................. 13
1. Secara Etimologi ..................................................................... 13
2. Secara Terminologi ................................................................. 16
B. Gambaran Umum Tentang Do‟a ................................................... 17
1. Keutamaan Berdo‟a kepada Tuhan ......................................... 17
2. Motivasi Manusia dalam Berdo‟a ........................................... 24
3. Adab berdo‟a yang Dicontohkan Nabi .................................... 24
C. Kedudukan dan Tujuan Berdo‟a ................................................... 25
x
BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH NABI NUH AS DALAM AL-
QUR‟AN
A. Kisah dalam al-Qur‟an .................................................................. 33
1. Pengertian kisah ....................................................................... 35
2. Tujuan dan Faedah Kisah dalam al-Qur‟an ............................. 37
B. Kisah Nabi Nuh dalam al-Qur‟an ................................................. 39
1. Pujian Untuk Nabi Nuh ........................................................... 43
2. Nabi Nuh Rasul yang Pertama Kali Di Utus ke Bumi ............ 44
3. Nabi Nuh Membuat Kapal ....................................................... 51
C. Keputus-asaan Nabi Nuh Dari Mengajak Kaumnya ..................... 54
BAB IV. MAKNA AYAT DO‟A NABI NUH DALAM QS. NUH (26-28)
A. Berdo‟a Kepada Hal Negatif ......................................................... 63
B. Analisa Ayat al-Qur‟an Tentang Do‟a Nabi Nuh ......................... 69
C. Hikmah Dari Do‟a-Do‟a Nabi Nuh ............................................... 70
1. Memohon Ampunan Kepada Allah ......................................... 68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .............................................................................. 75
2. Saran ........................................................................................ 76
Daftar Pustaka ...................................................................................... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Do’a diposisikan sebagai bagian dari sarana untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Dengan demikian, do’a kepada Tuhan bagi mereka yang lebih
percaya pada suatu kondisi yang dapat memberikan sikap optimis, hati puas, dan
rasa ketenangan dalam jiwa, sehingga memberikan kekuatan batin dalam
menghadapi masalah.
Sebagaimana seorang Nabi juga berdo’a untuk mengadukan
kegelisahannya, karena do’a sangat penting bagi kehidupan kita untuk membantu
kita dalam membutuhi kebutuhan kita. Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang do’a
nabi Nuh ketika meminta kepada Allah :
“27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat ma'siat lagi sangat kafir.
28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".
Di sini, Nabi Nuh berdo’a kepada Tuhannya atas kaumnya: sesungguhnya
Engkau, wahai Tuhan-ku, jika membiarkan orang-orang kafir tetap hidup di muka
2
bumi, dan engkau tidak membinasakan mereka dengan adzab dari sisi-Mu.
“Niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu”, yang telah beriman
kepada-Mu, lalu memalingkan dari jalan-Mu. “Dan mereka tidak akan
melahirkan selain anak yang berbuat maksiat,” dalam agama-Mu. “Dan lagi
kufur,” atas nikmat-nikmat-Mu.1 Disebutkan bahwa perkataan Nuh tentang hal ini
dan do’anya dengan do’a ini dilakukan setelah Tuhannya menurunkan wahyu
kepadanya, dalam (Qs. Huud [11]: 36) :
“36. Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman
di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu
bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.”
Nuh mendo’akan buruk kepada kaumnya saat dia putus asa kepada mereka yang
tidak mengikutinya, Qatadah berkata, “ Nuh mendo’akan buruk kepada mereka, setelah
Allah mewahyukan kepadanya” seperti ayat yang telah disebutkan di atas.
Dalam hal penulis meninjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah maju dengan demikian pesatnya saat ini, membantu manusia untuk
mendapatkan dan memenuhi suatu keperluan hidupnya, terutama keperluan yang
bersifat material. Sedangkan dalam hal ghaib, ilmu pengetahuan dan teknologi
belum atau dapat dikatakan tidak akan mampu membantu manusia, karena
memang hal-hal yang bersifat ghaib berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan
1 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari; penerjemah, Anshari
Taslim, Muhyiddin Mas Rida, dkk, editor, edy, Fr, M. Sulton Akbar.- (jakarta: pustaka Azzam, 2009), h. 557-558.
3
dan teknologi. Dalam kenyataan, tidak ada manusia yang terlepas dari harapan
dan keinganan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau yang maha kuasa.
Boleh jadi manusia tidak selamanya merasakan kebutuhan tersebut. Tetapi pada
saat tertentu, orang akan membutuhkan bantuan, yang kadang-kadang tidak jelas
sumbernya. Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa sumber segala
kekuatan dan kekuasaan itu ada pada Allah s.w.t. Dia menyuruh manusia supaya
bermohon kepada-Nya.2
“28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".
Ayat ini merupakan do’a kebaikan bagi seluruh orang yang beriman, laki-
laki dan perempuan, baik mereka yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Adapun orang-orang yang zhalim maka tidak ada kemajuan bagi mereka kecuali
semakin rugi, baik di dunia maupun di akhirat.3
Begitulah, do’a tersebut mengajarkan kita akan makna kemanusiaan.
Makna kemanusiaan menjadikan manusia berfikir bagaimana dia dapat
melaksanakan tanggung jawab dirinya. Di sisi yang lain, makna kemanusiaan
mengajarinya untuk mengungkapkan kepada Allah tentang sesuatu yang dirinya
sendiri tidak mampu melaksanakannya.4
2 Zakiah Darajat, Do’a Menunjang Semangat Hidup,(Jakarta: CV Ruhama, 1996), h. 15
3 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir ibnu Katsir; penerjemah, Syihabuddin—
(Jakarta: Gema Insani press, 2000), h. 825 4 Husain Fadhlullah, Menyelami Samudra Do’a,( Jakarta, penerbit Al-Huda, cet. 1,
september 2005), h. 15-16.
4
Menurut sebagian ahli tafsir bahwa Nabi Nuh berdo’a setelah
diselamatkan oleh Allah dalam bencana besar, di dalam Qs. Mu’minūn (23) : 29:
27. Lalu Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan
petunjuk Kami, Maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur telah memancarkan
air, Maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga)
keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di
antara mereka. dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang
zalim, karena Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
28. Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas
bahtera itu, Maka ucapkanlah: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Kami
dari orang-orang yang zalim."
29. Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati,
dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat."
30. Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda
(kebesaran Allah), dan Sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu).
Selanjutnya dalam surah Hūd ayat 46-47:
46. Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk
keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya5
perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu
supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."
47. Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau
dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan
5Menurut Pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya,
ialah permohonan Nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya.
5
Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaKu, dan (tidak) menaruh belas kasihan
kepadaKu, niscaya aku akan Termasuk orang-orang yang merugi."
Berdo’a sangatlah penting bagi kita, sebagai contoh, nabi Ibrahim
mendapatkan karunia yang sangat banyak dari Allah karena do’a-do’anya.
Misalnya tidak terbakar oleh api setelah mengucapkan kalimat hasbuna Allah wa
ni’ma al-wakil, seterusnya diberikan kabar gembira dengan dilahirkan seorang
anak yang sangat sabar (Ismail) setelah berdo’a kepada Allah Rabbi habli min al-
shalihin (al-Shaffat: 100), dan mendapatkan martabat yang tinggi dan pujian yang
baik diantara kita bershalawat atasnya setiap sholat setelah berdo’a waj’al li
lisana shidqin fi al-akhirin (al-Syu’āra: 84).6
Do’a menjadi salah satu media berkomunikasi langsung antara hamba
dengan Allah tanpa perantara. Karena itu, do’a bersifat personal, rahasia, dan
membatin. Do’a tidak hanya merupakan ungkapan lisan, melainkan juga
ungkapan batin seorang muslim. Setiap muslim akan merasakan pentingnya do’a,
terutama dalam rangka upaya mendekatkan diri kepada Allah. Do’a akan menjadi
pembeda antara orang-orang materialis dengan orang muslim yang memandang
bahwa Allah pemilik langit dan bumi. Do’a bukanlah usaha atau tempat pelarian
apabila mengalami kegagalan, melainkan kebutuhan bagi setiap muslim dan
bernilai ibadah bagi Allah.7
6 Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a; diterjemah oleh Team Darus Sunnah, Fiqih Doa
(Jakarta: Darus Sunnah, 2015), h. 10. 7 M. Anwar Syarifuddin dan Johar Azizy, jurnal refleksi, Mendialogkan “hermeneutika
do’a dalam kisah ibrahim dan musa”, vol.13, no.6
6
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari pembahasan yang penulis paparkan dalam latar belakang diatas dapat
disimpulkan bahwa berdo’a sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita, agar semua
permasalahan yang kita miliki dapat diselesaikan dengan bantuan sang Maha
Kuasa.
Oleh karena itu, penulis dianggap perlu mengidentifikasi masalah yang
akan penulis uraikan di bab-bab berikutnya dalam penulisan karya ilmiah ini,
yang di antaranya sebagai berikut:
- Tentang do’a sesuatu yang memenuhi kebutuhan kita dalam kehidupan
- Perlunya manusia dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui do’a
- Bagaimana berdo’a kepada hal yang negatif.
2. Batasan Masalah
Penulis disini membuat batasan agar pembahasan dalam pembuatan skripsi
ini tidak melebar kemana-mana, penulis mencoba hanya membatasi dalam
permasalahan sebagaimana telah ditulis di identifikasi masalah bahwa berdo’a itu
suatu kebutuhan manusia untuk memenuhi keperluannya, dan begitu pentingnya
dalam berdo’a untuk selalu mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t. karena Dia
lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
3. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang
7
bahwa do’a bukanlah terbatas pada hal berdo’a saja yang diartikan sebagai
meminta. Akan tetapi, do’a itu menjadi suatu kebutuhan dalam menjalani
kehidupan. Dlam hal ini, doa kadang terkait dengan hal yang dianggap negatif.
Skripsi ini akan membahas bagaimana memahami makna yang terkandung dalam
do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh AS dalam QS Nuh 27-28?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penelitian
a. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan konteks
dipanjatkannya doa-doa Nabi Nuh As. Dalam al-Qur’an kemudian
menjelaskan tafsir tentang doa tersebut dan menggali relevansinya bagi
kondisi saat ini.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
keilmuan penulis serta memberikan sumbangsih bagi kajian Islam
terutama dalam bidang tafsir dan memahami doa secara komprehensif,
sebagai salah satu media untuk menyampaikan pelajaran tentang
fungsi dan manfaat doa bagi manusia.
c. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan
Strata I dalam bidang Ilmu Qur’an dan Tafsir pada Fakultas
Ushuluddin Universitas Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta.
d. Untuk mengetahui bahwa sanya berdo’a adalah suatu kebutuhan setiap
manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
e. Berdo’a kepada hal negatif (buruk), diperbolehkan atau tidak boleh.
8
D. Tinjauan Pustaka
Setelah dilakukan peninjauan terkait pembahasan tersebut, ditemukan
beberapa referensi tentang pembahasan do’a dalam perspektif al-Qur’an, secara
umum buku-buku yang bertemakan do’a yang menjadi sekaligus kata kunci dalam
pencarian referensi cukup banyak ditemukan.
Semisal buku yang di tulis oleh Prof. Dr. Zakiah Darajat yang berjudul
Do’a Menunjang Semangat Hidup, dia menulis bahwa ada do’a sebagai
pengobatan, do’a sebagai pencegah terhadap gangguuan kejiwaan, do’a yang
bersifat konstruktif, dan do’a-do’a yang ada di dalam al-Qur’an. Do’a sangat
berperan bagi ketentraman batin. Dengan berdo’a kita memupuk rasa optimis.
Lebih jauh lagi, do’a mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan
semangat hidup.
Selanjutnya, yang di tulis oleh Abdul Kadir Hadi yang berjudul Do’a
Paling Ampuh, dia menulis berkaitan dengan do’a-do’a keluarga nabi Muhammad
SAW, dan untuk berbagai kebutuhan, serta juga membahas tentang do’a-do’a
dalam al-Qur’an. Do’a sangat penting dalam ajaran islam. Sebab, di dalam do’a
terkandung begbagai unsur keadaan: kepasrahan, ketundukan, harapan, keimanan
pada kebenaran janji Allah, dan peneguhan kedudukan manusia sebagai hamba-
Nya.
Selanjutnya, yang di tulis oleh Hosein Fadhlullah yang berjudul
Menyelami Samudra Do’a, dalam bukunya yang membahas do’a adalah bahasa
resmi para abdi yang berserah rebah di hadapan Sang Pengampun. Dan dalam
bukunya juga mengatakan do’a adalah seni memancing iba Sang Pemberi rezeki.
9
Karena-Nya, setiap kata dalam do’a mestilah indah, sarat makna dan
menimbulkan getaran magnit ruhani yang kuat.
Selanjutnya, yang ditulis oleh Amanda Fitri Nur dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Framing Film Do’a yang Mengancam”, dalam skripsinya
membahas tentang media film dalam penyampaian tidaklah sekedar bercerita akan
tetapi juga memberikan gambaran kehidupan sosial pada sebuah komunitas, film
yang merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam
penyampaian pesan, karena film dapat memberi efek baik dari aspek edukatif,
efektif maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Analis framing film
do’a yang mengancam ini juga ditemukan pesan-pesan moral yang penulis
dapatkan dari hasil analisisnya yaitu: berdo’a semata-mata hanya kepada Allah
s.w.t dan harus selalu bersyukur atas yang kita miliki baik itu keluarga ataupun
harta.
Selanjutnya, yang di tulis oleh Siti Jaronah dalam skripsinya yang berjudul
“dakwah melalui pengobatan Dzikir dan do’a : studi kasus Kyai Zarqani di
Gading Serpong Tangerang”. Dalam pembahasannya disini adalah bahwasanya
dzikir dan do’a pada intinya sum-sumnya daripada Allah, karena dalam dzikir dan
berdo’a manusia selalu ingat kepada Allah s.w.t. dalam situasi apapun manusia
harus mengingat kepada Allah. Jadi, dapat dikatakan bahwa dengan mengingat
Allah.
Seterusnya, yang ditulis oleh lukmanul hakim dalam skripsinya yang
berjudul “menelisik makna-makna do’a Nabi Sulaiman”, dalam pembahasannya
bahwa do’a merupakan ibadah paling mulia di sisi Allah, dengan memiliki fungsi
10
preventif (penjegahan) dan kuratif (pengobatan), misalnya do’a dapat mencegah
atau mengalihkan suatu musibah dan do’a juga dapat digunakan untuk
pengobatan, baik jasmani maupun rohani. Karena itu, do’a memiliki peranan yang
sangat penting bagi manusia. Para Nabi telah memberikan contoh ketika mereka
dalam keadaan kesulitan mereka berdo’a kepada Allah s.w.t.
Selanjutnya, Moh. Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy dalam
penelitiannya yang berjudul “Hermeneutika Doa Dalam Kisah Ibrahim Dan Musa
Mendialogkan Makna dan Signifikansi Kekinian” diterbitkan Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013
mengulas tentang doa dalam kisah Nabi Ibrahim dan Musa. Dalam penelitian ini
berupaya menyajikan produk baru tafsir atas ayat doa dalam kisah Ibrahim dan
Musa dengan meminjam teori Hermeneutika E.D. Hirsch Jr. untuk menelusuri,
merekontusi makna, dan memadukannya dengan manifesto hermeneutika-nya
Ricard Palmer untuk menghidupkan kembali makna doa-doa yang sedang dikaji.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Di tinjau dari segi objek dan data yang dibutuhkan maka penelitian ini
termasuk penelitian kepustakaan (library research), karena sumber data pokok
(primer) dari penelitian ini adalah Al-Qur’an, sedangkan data sekundernya adalah
buku-buku, artikel dan laporan penelitian yang berkaitan dengan pokok
permasalahan.
11
2. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini langsung berkaitan dengan Al-Qur’an, untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan menyikapi makna do’a Nabi Nuh
dalam permasalahan do’a sebagai kebutuhan manusia untuk menjani
kehidupannya, dan tentang do’a pada hal negatif (buruk), penulis akan mencari
data tersebut secara langsung dalam “Al-Qur’an, terjemahnya, dan tafsirnya”.
3. Pengolahan data
Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan metodologi
deskriptif, analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang
nampak sebagaimana adanya, kemudian melakukan perincian terhadap objek
tertentu yang akan diteliti dengan jalan memilah pengertian satu sama yang lain
agar memperoleh kejelasan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengarahkan alur pembahasan dalam tulisan ini secara sistematis
dan mempermudah pembahasan, oleh karena itu penelitian ini dibagi dalam lima
bab dan beberapa sub bab, perinciannya sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang untuk
memberikan kenapa penelitian ini harus dilakukan dan apa yang melatarbelakangi
penelitian ini. Kemudian rumusan masalah dimaksudkan untuk mempertegas
pokok-pokok masalah yang akan di teliti. Setelah itu, dilanjutkan dengan tujuan
dan kegunaan penelitian untuk menjelaskan arti penting penelitian dan tujuan
12
penelitian. Telaah pustaka diperuntukkan untuk memberi penjelasan posisi penulis
dan tema yang akan diteliti belum pernah dikaji atau belum dikaji secara
komprehensif.
Bab kedua, berisikan pengertian doa dan gambaran umum tentang do’a,
hal ini diperuntukan untuk memberi batasan permasalahan yang akan dikaji dalam
pengkajian . Hal-hal yang akan dipaparkan disini mengenai definisi do’a, motivasi
manusia dalam berdo’a kepada Tuhan dan keutamaan berdo’a kepada Tuhan.
Bab ketiga, berisikan pemaparan umum mengenai makna do’a nabi nuh
dalam Qur’an, serta pengkajian asbab an-nuzul ayat tentang do’a Nabi Nuh.
Bab ke-empat, menguraikan tentang berdo’a kepada hal yang negatif
(buruk) dan serta berisikan analisis dari makna-makna yang terkandung dalam
do’a Nabi Nuh.
Bab kelima, adalah penutup yang berisikan kesimpulan saran-saran untuk
kajian selanjutnya.
13
BAB II
PANDANGAN UMUM TENTANG DO’A
A. Definisi Do’a
Doa merupakan suatu implementasi dari iman dan islam. Kedudukan do‟a
itu suatu rangkaian dari iman dan islam, ini berdasarkan pada ayat-ayat al-Qur‟an
di bawah ini. Allah berfirman:
“Berdo‟alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdo‟alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan di terima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.” (Al-A‟raf: 55-56), “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku,
maka jawablah, bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdo‟a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala
perintah-Ku), dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (Al-Baqarah : 186). “dan Tuhanmu berfirman: berdo‟alah kepada-Ku,
niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (Ghafir : 60), “hanya milik Allah asmaa-ul husna,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna.” (Al-A‟raf : 180),
“Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam.” (Al-Mu‟minūn : 65).
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa berdo‟a merupakan tugas yang
diperintahkan Allah untuk hambanya, karena do‟a adalah ibadah.1
1. Arti Do’a
a) Secara Etimologi
Do‟a berasal dari bahasa Arab, yaitu da‟a, yad‟u, da‟watan, dan da‟am
artinya seruan, panggilan, permintaan, dan permohonan.2 Dalam kitab Lisan al-
„Arab, kata al-du‟a adalah bentuk masdar dari fi‟il da‟a – yad‟u – du‟a berarti
1 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2010), h. 59-60. 2verbAce-Pro Translation Software, Version 0.9.3 www.VerbAce.com
14
ibadah, memohon bantuan dan pertolongan.3 Dalam bahasa Inggris, doa
diterjemahkan menjadi pray dan prayer. Kata pray (kata kerja) artinya 1. Speak to
God, to give thanks or to ask for help (Berkomunikasi dengan Tuhan, dalam
rangka bersyukur, berterimakasih, atau meminta pertolongan, 2. Hope very much
that something will happen (Harapan yang besar bahwa sesuatu yang diinginkan
dapat tercapai). Sedangkan Prayer (kata benda) adalah 1. Words which you say to
God (kata-kata yang kita ucapkan/sampaikan kepada Tuhan), 2. Fixed form of
words that you can say when you speak to God (kata-kata tertentu yang bisa kita
lafalkan ketika berbicara dengan Tuhan), 3. Act or habit of praying (tindakan atau
kebiasaan dalam berdoa).4
Abu al-Qasim al-Naqsyabandi berkata dalam syarh al-Asma‟ al-Husna.
Kata do‟a banyak disebutkan dalam al-Qur‟an dan masing-masing mempunyai
makna tertentu, yaitu:5
Do‟a bermakna ibadah, seperti dalam surah Yunus: 106
106. “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu Termasuk
orang-orang yang zalim".
Do‟a bermakna istighatsah (memohon pertolongan dan bantuan),
sebagaimana dalam surah al-Baqarah: 23
3Abî Fadl Jamâl al-Dîn Muhammad bin Makram, Lisân al-„Arab, jilid 14, h. 257.
4 Oxford Learners Pocket Dictionary (Oxford University Press, 2011) 4th edition, h. 345.
5 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, h. 60-61.
15
23. “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah6 satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.”
Berdo‟a bermakna permohonan dan permintaan, firman Allah dalam
surah ghafir: 60
“mohonlah (mintalah) kepada-Ku, niscaya aku perkenankan permohonan
(permintaan) kamu itu.”
Do‟a bermakna percakapan, dalam surah Yunus : 10
10. “Do'a7 mereka di dalamnya Ialah: "Subhanakallahumma"
8, dan salam
penghormatan mereka Ialah: "Salam"9. dan penutup doa mereka Ialah:
"Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin."10
Do‟a bermakna memuji, dalam surah al-Isra‟ : 110
110. Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama
yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama
yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
6Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al
Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad s.a.w.
7Maksudnya ialah puja dan puji mereka bagi Allah.
8Maksudnya ialah maha suci Engkau, wahai Tuhan kami.
9Maksudnya ialah sejahterah dari segala bencana.
10Maksudnya ialah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
16
dan janganlah pula merendahkannya11
dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu".
b) Secara Terminologi
Do‟a merupakan permintaan atau permohonan seorang hamba kepada
Tuhannya supaya semua yang diinginkan dan cita-cita agar tercapai. Do‟a dalam
istilah agama secara umum adalah permohonan seorang hamba kepada Tuhannya.
Syarat do‟a dalam agama diantaranya adalah harus ada pemohon, yaitu hamba.
Kemudian ada dzat yang mengabulkan permohonan yang lebih tinggi dari hamba,
yaitu Allah yang Maha Esa. Selanjutnya adalah permohonan itu sendiri, yaitu
sesuatu yang di minta oleh seorang pemohon (manusia).12
Do‟a dalam istilah agamawan adalah permohonan hamba kepada Tuhan
agar memperoleh anugerah pemeliharaan dan pertolongan, baik buat si pemohon
maupun pihak lain. Permohonan tersebut harus lahir dari lubuk hati yang terdalam
disertai dengan ketundukan dan pengagungan kepadanya.13
Pengertian diatas menunjukkan bahwa doa merupakan permohonan dan
permintaan hamba kepada Tuhannya, yaitu Allah SWT, dengan segala harapan
dan kerendahan hati untuk mendapatkan pemeliharaan dan pertolongan dari-Nya.
11
Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu
perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum. 12
M. Mutawalli al-Sya‟rawi, Doa yang Dikabulkan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), h. 7-8.
13 M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet.I, Jakarta:
Lentera Hati, 2006), h.179.
17
B. Gambaran Umum Tentang Do’a
1. Keutamaan Berdo’a kepada Tuhan
Disini penulis tentang keutamaan berdo‟a berkaitan dengan manfaat
berdo‟a. Dalam berdo‟a dapat mendatangkan manfaat dan menolak segala yang
mudarat. Dalam perjalanan kenabian – mulai dari nabi Adam sampai dengan nabi
Muhammad – tidak pernah luput dari berbagai macam do‟a yang mereka
panjatkan kepada Allah dan do‟a-do‟a mereka terbukti maqbul, misalnya Allah
menerima taubat nabi Adam dan memberikan petunjuk kepadanya karena nabi
Adam diajarkan beberapa kalimat, kemudian Adam berdo‟a dengan kalimat
tersebut. Kaum nabi Nuh yang tertimpa musibah banjir besar dan ditenggelamkan
karena do‟a nabi Nuh, dalam surah Nuh di sebutkan:
26. Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara
orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”
Nabi Ibrahim mendapatkan karunia yang sangat banyak dari Allah karena
do‟a-do‟anya. Misalnya tidak terbakar oleh api setelah mengucapkan kalimat
hasbuna Allah wa ni‟ma al-wakil, seterusnya diberikan kabar gembira dengan
dilahirkan seorang anak yang sangat sabar (Ismail) setelah berdo‟a kepada Allah
Rabbi habli min al-shalihin (al-Ṣaffat: 100), dan mendapatkan martabat yang
tinggi dan pujian yang baik diantara kita bershalawat atasnya setiap sholat setelah
berdo‟a waj‟al li lisana shidqin fi al-akhirin (al-Syu‟ara: 84).14
14
Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a; diterjemah oleh Team Darus Sunnah, Fiqih Doa (Jakarta: Darus Sunnah, 2015), h. 10.
18
Nabi Luth yang selamat dari kaum sodom setelah berdo‟a Rabbi najjini wa
ahli min ma ya‟maluun (as-Syu‟ara: 169). Nabi Yunus yang diselamatkan dari
kegundahan karena berdo‟a kepada Allah La ilaha illa anta subhanak inni kuntu
min al-dzalimin (al-Anbiyā‟: 87). Nabi Daut membunuh jalut dan diberikan
kerajaan oleh Allah, karena berdo'a kepada allah dalam surah al-Baqarah : 150,
yaitu:
Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakitnya karena berdo‟a kepada Allah
dalam surah al-Anbiya‟ : 83, yaitu:
Nabi Sulaiman diberikan kekuasaan yang sangat besar oleh Allah,
pemimpin besar bangsa jin dan manusia serta engerti bahasa binatang karena
do‟anya kepada Allah dalam surah Shād : 35, yaitu:
Nabi Zakariya yang dapat menyembuhkan istrinya dari kemandulan dan
dikaruniai anak yang bernama Yahya setelah nabi Zakariya berdo‟a kepada Allah
dalam surah al-Anbiya‟: 89, yaitu:
Seterusnya dalam surah Ali Imran : 38, yaitu:
Seterusnya dalam surah Maryam : 5, yaitu:
19
Maryam dan putranya nabi Isa di jaga oleh Allah dari segala keburukan
karena do‟a yang di sebutkan dalam surah Ali Imran : 36, yaitu:
Kehidupan nabi Muhammad juga tidak luput dari do‟anya kepada Allah
sehingga islam bisa menyebar ke seluruh penjuru dunia.15
Prof. Dr. Zakiah Drajat juga menjelaskan dari segi mental dan kejiwaan,
do‟a mempunyai keutamaan atau fungsi pokok, yaitu:16
Sebagai penyembuh bagi yang stres dan kejiwaan (kuratif), terdapat
banyak do‟a yang sifatnya sebagai penenang jiwa dan stres, seperti adanya
do‟a untuk menghadapi keadaan risau dan gundah gulana.
Pencegahan terhadap terjadinya kegoncangan jiwa dan gangguan
kejiwaaan (preventif).
Mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan semangat hidup,
misalnya do‟a memohon perbaikan dan peningkatan dalam seluruh
kehidupan di dunia dan akhirat.
Do‟a adalah penyokong kekuatan manusia dalam melakukan usaha-usaha
positif dan konstrutif sebagai bagian dari tanggung jawab individu dan sosial
dalam melakukan pembebasan terhadap problem kemanusiaan.17
15
Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a, h. 12-15. 16
Zakiah Drajat, Doa Penunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhama, 1996), h. 102.
20
Dalam berdoa, seorang hamba bermunajat kepada Tuhannya, mengakui
kelemahan dan ketidak berdayaannya, mengungkapkan rasa butuhnya kepada
Pencipta dan Pemiliknya, doa juga sarana untuk menghindari murka Allah Ta‟ala.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur‟an yang menerangkan tentang keutamaan-
keutamaan berdo‟a18
, kita ungkapkan sebagian keil disini, diantaranya:
41. “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi
dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang
beriman.”(Q.S. Al-Ahḍab: 41-43)
152. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-
Baqarah: 152)
35. “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,
17
K.H. Maman Imanulhaq, Zikir Cinta Menggapai Kebahagiaan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), h. 90.
18 Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Do’a dan Dzikir Pilihan, Maktab Dakwah dan
Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007, hal.7-13.
21
laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. Al-Ahḍab:35)
190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. 191. (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”(QS.Ali Imran: 190-191)
Memperbanyak dzikir dan berdo‟a kepada Allah SWT dzat yang Maha
Suci suatu hal yang disunnahkan pada setiap saat dan kesempatan, baik di waktu
pagi maupun di waktu petang, ketika hendak tidur maupun ketika bangun, ketika
keluar dan masuk rumah, serta ketika keluar ataupun mamsuk masjid,
sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu dan juga ayat-ayat berikut:
39. “Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan
bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenam(nya).”(QS.Qāf:39)
52. “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)
22
mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. AL-
An‟ām:52)
11. “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat
kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”(QS. Maryam:11)
48.” Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, Maka
Sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. 49. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa
saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).”(QS. Al-
Ṭūr: 48-49)
17. “Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan
waktu kamu berada di waktu subuh,18. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di
bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu
Zuhur.”(QS. Al-Rūm: 17-18)
186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)
23
55. “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 56. Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.”(QS. Al-A‟rāf: 55:56)
62. “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada
Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).”(QS. Al-Naml: 62)
Meminta kepada Allah Ta‟ala atas apa yang kita minta menjadi suatu
kewenangan-Nya untuk memberi, serta sudah menjadi ketetapan-Nya terhadap
seluruh makhluk-Nya, dimana Allah tidak mungkin mengingkari ketetapan dan
janji-Nya. Tinggal bergantung pada usaha dan ketawakalan kita sebagai makhluk-
Nya.
Syaikh Ibn „Athaillah lebih lanjut mejelaskan, bahwa untuk urusan
kebutuhan duniawi, kita tidak pantas lagi meminta kepada-Nya. Yang pantas
untuk kita lakukan adalah mencari demi mencapai keridhaan-Nya. Dan lebih tidak
pantas lagi jika kita meminta kepada selain-Nya. Adapun yang pantas kita ajukan
kepada-Nya hanyalah terhadap semua urusan yang berkaitan dengan kebutuhan
akhirat.19
19
Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari, “Kitab Al-Hikam, Petuah-petuah Agung Sang Guru”, penerjamah: Ismail Ba’adillah, penyunting: Mansyur Al-Katiri- (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), hal. 28-29.
24
2. Motivasi Manusi dalam Berdo’a
Dan Tuhanmu berfirman:
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku
akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".(Q.S. 40:60)
Ayat Al-Qur‟an di atas merupakan ayat motivator maha dahsyat untuk
manusia agar tidak putus asa untuk berdo‟a dan meminta sesuatu. Apapun
keinginan anda, jangan ragu untuk memintanya kepada dzat yang memilikinya,
yaitu Allah SWT, dan yakinlah bahwa do‟a yang anda panjatkan pasti dikabulkan-
Nya.
Anda ingin pekerjaan, anda ingin jodoh, anda ingin kendaraan, anda ingin
pintar atau apapun keinginan anda boleh anda ajukan kepada-Nya.
3. Adab Berdoa Yang Dicontohkan Oleh Para Nabi
Sering dijumpai doa sejumlah para nabi dan orang sholeh yang doanya
dikabulkan oleh Allah Swt. Doa-doa tersebut terkadang dipanjatkan ketika kondisi
terhimpit, dengan di sertai ketundukan hati kepada Allah Swt. Dan waktu-waktu
mustajab dikabulkan-Nya doa. Dan atas dasar kebaikan yang pernah dilakukan
sebelumnya sehingga Allah Swt mengabulkan doa tersebut sebagai tanda Syukur
terhadap kebaikan orang yang bedoa, serta hal-hal lain yang menyebabkan
terkabulnya doa.20
20
Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah, ad-Da’ wa ad-Dawa’, h.32.
25
Ada beberapa orang yang salah dalam persepsi mengenai penyebab
terkabulnya doa, mereka beranggapan bahwa rahasia terkabulnya doa tersebut
karena lafaẓ (kalimat) doa yang digunakan. Mereka pun memakai lafaẓ doa
tersebut, tetapi mereka mengabaikan berbagai perkara (adab berdoa) dan kondisi
(waktu dan tempat mustajab) yang menyertai doa yang terkabulkan tersebut. Hal
ini sering terjadi pada individu, komunitas, dan masyarakat yang awam atau
kurangnya informasi tentang hal-hal yang menyebabkan terkabulnya doa,
sehingga banyak yang salah dalam memahami tentang berdoa. Karena dalam
berdoa bukan saja hanya dilihat dari bentuk lafaẓ (kalimat) saja, melainkan dari
tingkah laku kita selama kita hidup, dan adab kita ketika meminta kepada Allah
Swt, serta dengan melihat kondisi dan tempat kita meminta, harus kita perhatikan.
Begitulah para Nabi berdoa kepada Allah Swt.
C. Kedudukan dan Tujuan Doa
Iman menuntut doa, sebagai penguat dan penentram gejolak hati dimana
tempat iman bersemayam. Doa adalah media komunikasi seorang hamba kepada
Tuhannya agar senantiasa mendapat pertolongan dalam setiap urusan. Merupakan
cara paling tepat untuk mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan hidup. Dengan
doa, manusia senantiasa dalam keadaan ingat atau berdzikir kepada Allah swt.
Dari sini lahir kedamaian karena manusia telah menyandarkan dan
menggantungkan diri kepada sesuatu yang Mahakuat. Allah swt sebaik-baik
tempat bergantung. Jika manusia senantiasa meminta pertolongan-Nya, maka Dia
26
akan selalu dalam benaknya. Ketika hati manusia selalu diliputi Allah swt niscaya
ia tidak akan gelap dan tersesat. Ia selalu dalam keadaan tentram dan bercahaya.21
Do‟a tidak selalu diartikan sebagai permintaan atau permohonan. Ia juga
bentuk dari penghambaan dan penyerahan diri manusia secara total kepada
Tuhannya. Do‟a adalah bentuk pengakuan kelemahan manusia dihadapan Allah
swt. Ketika ada penerimaan dalam hati bahwa segala sesuatu atau seseorang di
alam ini lemah, otomatis ia memahami bahwa ada realitas Yang Maha Menguasai
segala sesuatu secara sempurna. Pemikiran semacam ini akan menghantarkan
kepada keimanan yang benar.22
Do‟a sarana penting bagi manusia sebagai pemangku fitrah yang selalu
butuh dukungan dari Yang Mahacinta. Lahirnya kemauan berdo‟a, mampu
mengikis habis sifat sombong yang ada pada diri seseorang. Ada pengakuan akan
keterbatasan diri sebagai manusia, makhluk yang sangat papa dan berhakikat tak
memiliki apa-apa dan siapa-siapa. Seseorang bisa mengenal kekerdilan diri
sebagai makhluk dan mengenal kemahabesaran Allah swt sang ķalik melalui
do‟a.23
Perhatikan perintah Allah swt dalam surah al-Mu‟min: 60 berikut:
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
21
Mutawalli al-Sya’rawi, Doa Yang Dikabulkan, t. penerjamah (Jakarta: Pustaka al-Kaustar, 1994), h.20.
22 Ibid, h.20.
23 Jejen Musfah dan Anis Masykur, Doa Ajaran Ilahi; Kumpulan Doa dalam al-Qur’an
beserta Tafsirnya ( Jakarta: Penerbit Hikmah, 2001), h. x.
27
Dalam diri manusia terdapat ego yang memiliki dua wajah. Ego sebagai
pengenalan terhadap Tuhan dan atau sebagai Tuhan sendiri. Melalui ego, manusia
dapat melacak keberadaan Tuhan lewat keinginan yang terbetik dihatinya.
Selanjutnya atas hasil kebaikan, manusia berkedudukan sebagai objek karunia
Tuhan. Pada titik ini manusia dituntut untuk menghamba, merendah diri dan hati
mengakui kemahabesaran Tuhan. Di sisi lain, manusia juga makhluk yang
independen dapat menjemput hasrat keduniawiannya secara mandiri. Ia makhluk
yang mengemban amanah kepemimpinan. Sebagai fasilitasnya Allah
menyediakan dunia beserta isinya. Ketika ia melakukan tindakan keburukan ia
sebagai pelaku dan ia menghilangkan peran Allah dalam hal ini.24
Hasrat adalah permulaan segala sesuatu. Seperti A sebagai huruf awal dari
alphabet lainnya yang membentuk kata dan kalimat. Orang beriman selalu
menautkan hasratnya kepada Allah sebagai wakil-Nya di muka bumi yang
memiliki tugas utama menebar cinta dan keadilan. Bagi pengumbar hasrat yang
menenggelamkan diri dalam kemaksiatan kekafiran ia akan semakin jauh dari
Allah swt. Namun demikian ketika dalam kondisi sulit, tidak ada yang menjadi
sandaran ia akan menyeru kepada Allah. Sebagai bukti dari fitrah keimanannya.
Firman-Nya dalam surah Yunus/10:12
24
Bediuzzam Said Nursi, Sozler (Istanbul: rnk Nesriyat, 2009), hal. 582
28
10. Do'a mereka di dalamnya Ialah: "Subhanakallahumma", dan salam
penghormatan mereka Ialah: "Salam". dan penutup do‟a mereka Ialah: "Alhamdulilaahi
Rabbil 'aalamin".
11. Dan kalau Sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti
permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka
Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami,
bergelimangan di dalam kesesatan mereka.
12. Dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia berdoa kepada Kami dalam
Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah Dia tidak pernah
berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah
orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka
kerjakan”.
Do‟a menghantarkan manusia sebagai hamba-hamba terbaik-Nya yang
diamanahkan memakmurkan bumi. Namun demikian, bukan berarti do‟a dapat
dijadikan manusia untuk menyalahi aturan dan sunnatullah dalam memposisikan
serta menjalani takdir dan ketentuan-Nya. Ikhtiar manusia yang mewujud dalam
sebuah tindakan merupakan bagian dari do‟a. Sikap terbaik dalam merefleksikan
doa adlaah solusi kokoh dalam menghadapi hidup dan mengabdikan diri secara
total terhadapat ketentuan-ketentuan Allah swt. Artinya, do‟a tidak dijadikan
legitimasi kelemahan dan keterpurukan sikap dan pribadi manusia dalam
menghadapi hidup, akan tetapi doa justru menjadi kekuatan dan keberanian dalam
mewujudkan keinginan serta harapan. Allah swt tidak pernah membatasi potensi
manusia. Karunia Allah swt berupa potensi yang tak terbatas itu dapat
dikembangkan menjadi kekuatan baru yang unsur-unsurnya terbuat dari
perpaduan pikir dan munajat yang selanjunya lahir sebuah akhlak.25
Do‟a-do‟a nabi dan rasul dalam al-Qur‟an telah terbukti terkabul. Selain
memiliki latar belakang atau motivasi yang tidak terlepas dari keimanan, do‟a-
25
Ummul Aiman, “Konsep Doa dalam al-Qur’an; Kajian Tematik tentang Ayat-ayat Redaksi Doa. Tesis S2 Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004, h. 138
29
do‟a mereka juga bertujuan untuk kemashlahatan dakwah dan kesuksesannya.
Diucapkan ketika sedang menghadapi segala macam ancaman serta tantangan dari
kaum mereka.26
Dahulu ada yang berpendapat bahwa doa tidak berguna, mereka berkata :
“kalau yang diharapkan oleh siapa yang berdo‟a telah diketahui oleh Tuhan,
dengan pengetahuan-Nya yang menyuruh itu bahwa harapan tersebut akan terjadi,
ada lagi berkata bahwa sebenarnya segala sesuatu telah ditetapkan Allah dan
tertulis di lauh al-mahfuzh”, jika demikian apa gunanya berdo‟a? Jika
diperhatikan di dalam al-Qur‟an, paling tidak, ada dua hal yang mendorong
manusia untuk mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah:
Pertama, sisi kebesaran dan keagungan Allah. Setiap agama meyakini
Tuhan yang di sembah itu mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, seperti,
kesempurnaan kekuasaan-Nya tas alam raya termasuk manusia. Manusia yang
meyakini Tuhannya pasti membutuhkan-Nya sehingga menggantungkan diri
kepada-Nya.
Kedua, sisi manusia itu sendiri. Manusia adalah maķhluk yang memiliki
naluri gembira dan sedih, senang dan susah, takut, cemas, dan mengharap,
sehingga manusia membutuhkan sandaran dan pegangan dalam hidupnya.
Kenyataan membuktikan bahwa bersandar kepada sesama maķhluk seringkali
tidak membuahkan hasil, karena itu, mereka membutuhkan sandaran yang Maha
kuat dan mutlak yang dapat memberikan bantuan dan bimbingan serta mampu
26
Ummul Aiman, “Konsep Doa Dalam al-Qur’an, h. 153.
30
menghilangkan rasa cemas sehingga dapat memenuhi harapannya, karena tidak
ada yang mampu melakukannya kecuali Allah SWT.
Allah menyatakan dalam surat al-Fatir 13-14:
13.Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam
malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu
yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah
kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-
apa walaupun setipis kulit ari.
14.Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau
mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari
kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.27
Alexis Carrel, salah seorang ahli bedah Perancis (1873-1941) dan peraih
hadiah Nobel dalam bidang kedokteran, dia memiliki pengalaman dalam
mengobati pasiennya dan kemudian dia mengatakan bahwa “banyak di antara
mereka memperoleh kesembuhan dengan jalan berdo‟a”. Menurutnya, do‟a adalah
sesuatu gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, karena pada saat itu,
jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.28
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk yang memiliki kelemahan
dan kekurangan, tidak dapat menyelesaikan semua persoalan tanpa bantuan yang
lain. Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan bahwa ada yang lebih ampuh
27
QS. Fatir 13-14 28 M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet.I, Jakarta:
Lentera Hati, 2006), h. 181.
31
untuk dapat memberikan bantuan, itulah Tuhan, tentunya dia harus senantiasa
membuka jalan untuk berkomunikasi yang intim dan intensif dengan Sang Maha
Pencipta dalam bentuk permohonan (do‟a), sekalipun hal itu tidak segera tercapai,
tetapi komunikasi dengan do‟a itu tetap memberikan nuansa yang optimis.
Dalam al-Qur‟an secara jelas menyebutkan perlunya manusia
mendekatkan diri kepada-Nya : Qur‟an surah al-Mu‟min 60:
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
Dalam ayat ini Allah memberikan harapan dan warning kepada manusia,
yaitu adanya harapan do‟a hamba itu dikabulkan dan ganjaran neraka bagi orang
yang menyombongkan diri. Bahkan Allah sangat mengecam orang yang sudah
menggap dirinya sudah mapan sehingga tidak merasa perlu dengan permohonan
bantuan dari Allah QS. Al-„Alaq: 6-7. Neraka di sini bukan hanya yang di siapkan
nanti di akhirat, tetapi boleh jadi di dunia ini sudah merasakan kegelisahan dan
keresahan orang yang tidak memiliki sandaran yang kokoh, yaitu Allah.
Yang menjadi persoalan adalah apakah pengabulan do‟a seorang hamba
itu ketika dia berdo‟a, Allah langsung mengabulkannya atau tidak? Oleh karena
itu, ulama dalam memahami ayat ini mengatakan bahwa paling tidak, pengabulan
do‟a itu terlaksana dalam tiga bentuk :
Pertama, dikabulkan do‟a seseorang sesuai dengan permintaannya, kedua,
dikabulkan dengan menggantikannya dengan sesuatu yang lain yang lebih
bermanfaat dan ketiga, ditangguhkan pada hari kemudian untuk diberi ganjaran.
32
Yang terpenting dalam pengabulan do‟a itu (berdasarkan ayat di atas), syarat-
syarat do‟a yang dikabulkan adalah dengan ketulusan dan keyakinan. Sebab
seperti yang ditulis oleh Ibn Kasir iblis yang bergelimang dalam dosa pun
diterima do‟anya ketika ia bermohon untuk dipanjangkan umurnya.29
29
Mursalim, jurnal al-Ulum, “Doa dalam Perspektif al-Qur’an”, volume 11, nomor 1, Juni 2011, h. 68.
33
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH NABI NUH AS DALAM AL-
QUR’AN
A. Kisah dalam al-Qur’an
Al-Qur‟an telah banyak menceritakan kisah orang-orang dahulu dari para
Nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang-orang mukmin dan kisah
orang-orang kafir.
Al-Qur‟an telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya, Ia
menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil
darinya, kita harus merenungi pembicaraan al-Qur‟an tentang kisah-kisahnya
supaya renungan ini menjadi pengantar bagi kita tentang kisah orang-orang
dahulu dalam Al-Qur‟an dan sebagai pengantar bagi interaksi kita dengan kisah-
kisah tersebut.
Banyak orang yang menulis kisah-kisah Qur‟an terlalu menampilkan segi
keindahan dan sastranya, ketimbang muatan kisahnya. Keindahan sastra seolah
merupakan tujuan dalam penulisan mereka, meski sebenarnya sastra hanyalah
merupakan alat bukan tujuan. Kesulitan lainnya dalam berdialog dengan Al-
Qur‟an adalah pada masalah beralihnya alat atau sarana menjadi pokok tujuan.
Sehingga tujuan utama kisah-kisah Al-Qur‟an sama sekali tidak mendapat
34
perhatian. Padahal kisah-kisah tersebut dapat dijadikan pelajaran yang konkret
untuk membangun peradaban umat Islam.1
Salah satu cara agar tujuan pengajaran kisah-kisah tersebut dapat berhasi
dengan baik, biasanya Al-Qur‟an lebih dahulu menyebutkan kandungan suatu
kisah secara umum melalui beberapa kata secara singkat. Setelah itu barulah Al-
Qur‟an menguraikannya secara luas.
Sementara itu, jika Al-Qur‟an hendak menyampaikan pesan-pesan penting
yang terdapat di dalam suatu kisah, cara yang digunakannya adalah
mengemukakan pertanyaan tegas secara berjenjang, baik berisi penolakan maupun
pengukuhan isi kisah.
Uraian kaidah ini menjadi penting karena dengan mengetahuinya, selain
mendapatkan pelajaran dari kandungan kisah-kisah yang diceritakan Al-Qur‟an,
kita juga akan mengetahui cara terbaik dalam menyampaikan pelajaran melalui
penguraian kisah.2 Suatu kisah yang disampaikan dengan metode sebagaimana
yang di tempuh Al-Qur‟an akan menimbulkan kesan mendalam bagi para
pembaca dan pendengarnya. Sebaliknya jika suatu kisah disampaikan dengan cara
lain, akan sangat sulit memberikan perincian-perincian pesan yang hendak
disampaikan dalam kisah tersebut. itu bagaikan mengemukakan kisah panjang
tanpa lebih dahulu memberikan ringkasan ceritanya.
1Syaikh Muhammad AL-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an “Memahami pesan Kitab
Suci dalam Kehidupan Masa Kini”, diterjemahkan dari Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, penerjamah: Drs. Masykur Hakim, dan Ubaidillah, penerbit, Mizan, h. 67-68.
2 Abd. Rahman Dahlan, M.A, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, Disusun berdasarkan
Al-Qawaid Al-Hisan Li Tafsir Al-Qur’an (karya: Al-Sa’di), (penerbit: Mizan, cet, II, 1998), h. 187.
35
1. Pengertian Kisah (qasas)
Kisah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Dikatakan: “qasaṣtu atsarahu”, artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”.
Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk masdar. Firman Allah:
(al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti
jejak dari mana keduanya itu datang.
Jadi, qasaṣ al-Qur‟an adalah pemberitaan Qur‟an tentang hal ihwal umat
yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi. Qur‟an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa
lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak
setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara menarik dan
mempesona.3
Dalam pendapat lain disebutkan tentang qisaṣ Qur‟an dalam beberapa
konteks, pemakaian, dan tashrif (konjungsi) nya: dalam bentuk fi‟il mādhi (kata
kerja lampau), fi‟il mudhari‟ (kata kerja perintah), dan dalam bentuk maṣdar (kata
benda).
Imam ar-Raghibi al-Ishfahani mengatakan dalam kitab mufradat-nya (al-
Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an—penj.) tentang kata ini (qasaṣ), “Al-Qaṣaṣu berarti
„mengikuti jejak‟. Dikatakan, „Qaṣaṣtu atsarahu‟ saya mengikuti jejaknya.”
3Al-Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terjemah dari bahasa Arab oleh
Mudzakkir AS.—cet. 15—bogor : (Pustaka Litera AntarNus, 2012), h. 435-436.
36
Qasas ialah berarti jejak (atsar), Allah ta‟ala berfirman:
“lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (al-Kahfi: 64)
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
"Ikutilah dia" (al-Qashash: 11)
Al-Qasaṣ ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta‟ala
berfirman,
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar...”(Ali Imran: 62)
“Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu
takut....”(al-Qaṣaṣ: 25)
...
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik...” (Yusuf: 3)
Adapun qasas adalah menuntut balas atas darah (pencederaan fisik atau
pembunuhan) dengan balasan serupa.4
Cerita-cerita yang terdapat dalam Qur‟an sangatlah istimewa. Kualitasnya
sangat tinggi. Nilai dan tujuan yang dikandungnya teramat mulia. Kisah-kisah itu
meliputi berbagai tema yang sangat berguna bagi pendidikan dan pelatihan jiwa.
4Ishfahani, Al-Mufradat fi Gahribal-Qur’an, dalam bukunya Al-Khalidy, Shalah A. Fattah,
Kisah-kisah Al-Qur’an ; pelajaran dari orang-orang dahulu; penerjamah, Setiawan Budi Utomo ; editor, Dadi M. Hasan Basri,--cet. 1.—(Jakarta : Gema Insani press, 1999), h. 21-22.
37
Keelokan dan ketinggian nilainya disebabkan oleh kemampuannya mengubah
akhlak, mempercantik perilaku, dan menyebabkan cahaya kebijaksanaan.
Pada beberapa bagian, Qur‟an bercerita tentang sekelompok orang
beriman, yang menjalani hidup dengan tenang dan bahagia, serta anugerah yang
Allah berikan kepada mereka di dunia. Ada pula kisah yang bertutur tentang
kelompok manusia yang sesat dan biadab, serta bagaimana Allah membalas
kesesatan dan kezhaliman mereka dengan siksa yang sangat menyakitkan.
Dengan gaya bahasa yang khas, al-Qur‟an menggambarkan bagaimana
negeri-negeri mereka hancur, sementara penghuninya ditimpa siksa yang
membinasakan. Kisah-kisah itu menjadi pedoman, pelajaran dan peringatan bagi
manusia sehingga mereka mu merenung dan memikirkan.
2. Tujuan dan Faedah Kisah dalam al-Qur’an
Allah mewajibkan kepada kita untuk memperhatikan (bertadabbur) al-
Qur‟an, untuk memahami apa yang ditetapkan-Nya dari hikmah, pelajaran,
inspirasi, dan intuisi petunjuk melalui paparannya tentang kisah orang-orang
dahulu.
Tujuan dihadirkannya kajian ini adalah dalam rangka menemukan tujuan-
tujuan al-Qur‟an dari kisahnya, mengalihkan perhatian kita kepada kisah ini
dalam kebenaran, prinsip, dan pengarahan, dalam rangka melaksanakan perintah
Allah untuk memperhatikan, memikirkan, dan mengambil pelajaran, serta karena
keinginan kami untuk melayani kitab Allah dan menjelaskan apa yang mampu di
dapat dari pengetahuan, pelajaran, dan tafsirnya.
38
Sebagai contoh, sebuah ayat yang merupakan orasi kepada Rasulullah saw.
yang disebutkan setelah memaparkan kisah-kisah Nabi Nuh, Hūd, Shalih,
Ibrahim, Luṭ, Syu‟aib, dan Musa a.s. dalam surat Hūd.
Surat Hūd diturunkan kepada Rasulullah saw. pada masa krisis dan berat,
termasuk masa-masa yang paling krisis yang dilalui dakwah Islam di Mekkah.
Maka Rasul saw. dan umat Islam bersamanya membutuhkan hiburan untuk
membesarkan hati, menentramkan dan meneguhkan hati, lalu datanglah kisah
nabi-nabi untuk mewujudkan tujuan Al-Qur‟an yang mulia ini.5
Sedangkan faedah yang dapat kita ambil dari kisah-kisah dalam Qur‟an
adlah sebagai berikut:
1) Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-
pokok syari‟at yang di bawa oleh para Nabi.
2) Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah,
memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para
pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan par pembelanya.
3) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya.
4) Menempakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa
yang diberitakannya tentang ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan
generasi.
5 Al-Khalidy, Shalah A. Fattah, Kisah-kisah Al-Qur’an ; pelajaran dari orang-orang dahulu;
penerjamah, Setiawan Budi Utomo ; editor, Dadi M. Hasan Basri,--cet. 1.—(Jakarta : Gema Insani press, 1999), h. 30-31
39
5) Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menentang mereka
dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu di ubah dan di ganti.
6) Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para
pendengar dan menetapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam
jiwa.6
B. Kisah Nabi Nuh dalam al-Qur’an
Dia adalah Nuh bin Lawak bin Matulsyalkha bin Idris As. Imam al-Kisai
berkata: “Nama sebenarnya nabi Nuh adalah Abdul Ghaffar atau Yasykur”.
Dinamakan Nuh, menurut suatu pendapat adalah karena ia melihat anjing yang
mempunyai empat mata. Lalu nabi Nuh mengatakan: “anjing itu sangat buruk,
menjijikkan”.
Ternyata anjing itu berkata pada nabi Nuh: “wahai Abdul Ghaffar, engkau
menghina ukiran ataukah yang mengukir? Jika hinaan itu kau utarakan pada
ukiran, maka jelas (memang demikian adanya). Namun jika itu ditunjukkan
padaku maka hinaan itu tidaklah layak, karena Ia Maha Berkehendak atas apa
yang dikehendaki-Nya.”
Oleh karena kata-kata itu Abdul Ghaffar pun terus menangis, menangisi
kesalahan dan dosanya. Karena seringnya menangis maka dinamakanlah dia
6 Al-Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terjemah dari bahasa Arab oleh
Mudzakkir AS.—cet. 15—bogor : Pustaka Litera AntarNus, 2012, h.437.
40
dengan sebutan “Nuh” (menangis), sebagaimana yang diceritakan oleh Imam al-
Saddi.7
Nabi Nuh as. lahir sepeninggal nabi Adam, yang berjarak sepuluh abad.
Dari Abu Umamah, bahwasanya ada seorang berkata: “Ya Rasulullah, apakah
Nabi Adam itu seorang Nabi?” “Ya,” jawab beliau. “berapa lama jarak antara
dirinya dengan Nabi Nuh? Tanyanya lebih lanjut. Beliau menjawab: “sepuluh
abad.”8
Ibnu Kastir mengatakan: “Hadits tersebut shahih dengan syarat Muslim,
hanya saja dia (Muslim) tidak meriwayatkannya.”9
Diriwayatkan dari Ibnu „Abbas, dia mengatakan: “jarak antara keduanya
adalah seribu tahun, semua orang yang hidup pada masa itu memeluk Islam,”10
Yang demikian itu menolak pendapat para ahli sejarah dari kalangan Ahlul
Kitab yang menyebutkan bahwa Qabil dan anak-anaknya menyembah api.
Wallaahu a‟lam.
Adapun jika itu yang dimaksud dengan abad itu adalah satu generasi
manusia, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta‟ala:
7 Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy, “Badi’ul ‘Alam Fi Dzikri
Qishshati Nuh ‘Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya’roni Al-Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari), hal. 4.
8Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 6190), ath-Thabari dalam kitab al-
Jaami’ul Kabir (no.7545) dan dalam kitab al-Ausath (no. 405), al-Hakim (II/262), Ibnu Asakir dalam kitab Taariikh Dimasyqa (VII/445-446). Dan dishahihkan oleh Hakim, adz-Dzahabi, al-Haistami, serta syaikh al-Albani rahimahumullah.
9Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi);
penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, (Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009), hal. 89.
10Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam kitab Jaami’ul Bayaan (II/194), al-Hakim (II/546)
dengan sanad sesuai dengan syarat al-Bukhari, sebagaimana yang dikatakan oleh Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi serta syaikh al-Albani.
41
...
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan...”11
Dalam surah yang Allah berfirman:
“Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka umat yang lain”12
Demikian juga dengan Firman-Nya :
“Dan (kami binasakan) kaum 'Ād dan Ṭsamud dan penduduk Rass dan
banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum- kaum tersebut.”13
Juga firman-Nya dibawah ini:
“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka,
sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap di
pandang mata.”14
Dan sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW berikut:
“sebaik-baik abad adalah abadku.”15
11
QS. AL-Isrā’: 17 12
QS. Al-Mu’minūn: 31. 13
QS. Al-Furqān: 38. 14
QS. Maryam: 74. 15
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2651 dan 2652) dan muslim (no.2533 dan 2535) dari hadits Ibnu Mas’ud dan Imran bin Hushain r.a. Hadist ini mempunyai beberapa syahid dari sejumlah sahabat. Oleh karena itu, dalam kitab al-Ishaabah (I/12), al-Hafizh Ibnu Hajar menilainya sebagai hadist mutawatir. Di takhrij oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam bukunya yang berjudul: Bashaa’iru Dzawisy Syaraf bi Syarhi Marmiyaat Manhajis salaf (hlm.9-16). Dalam bukunya tersebut menjelaskan bahwa kalimat “Khairul quruun” tidak shahih. Dalam bukunya Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, jakarta : Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009, hlm. 91.
42
Maka sebelum Nabi Nuh, terdapat beberapa generasi yang hidup dalam
waktu yang cukup lama. Berdasarkan hal tersebut, maka jarak antara Nabi Adam
dan Nabi Nuh itu ribuan tahun. Wallaahu a‟lam.
Secara umum dapat dikatakan, Nabi Nuh di utus Allah Ta‟ala ketika
manusia menyembah berhala dan thaghut, serta tenggelam dalam ke-sesatan dan
kekafiran. Kemudian Allah Ta‟ala mengutusnya sebagai rahmat bagi ummat
maniusia. Dia adalah Rasul pertama yang di utus Allah ke muka bumi.
Sebagaimana yang dikatakan manuasia kelak pada hari kiamat. Allah Ta‟ala telah
menceritakan kisah Nabi Nuh dan kaumnya serta adzab berupa angin topan yang
diturunkan-Nya kepada mereka yang kafir, juga kisah selamanya Nabi Nuh
beserta orang-orang yang berada di dalam perahunya. Dia menceritakan hal
tersebut di beberapa tempat pada kitab-Nya, diantara surat yang mengangkat kisah
ini adalah seperti yang dicantumkan dalam tabel di bawah ini:
Surah Ayat
Al-A‟rāf 59-64
Yunus 71-73
Hūd 25-49
Al-Anbiyā‟ 76-77
Al-Mu‟minūn 23-30
Al-Syu‟arā 105-122
Al-Ankbūt 14-15
Al-Ṣhaffāt 75-82
Al-Qamar 9-17
43
1. Pujian Untuk Nabi Nuh
Kisah mengenai Nabi Nuh telah disebutkan pula dalam beberapa tempat
yang berbeda-beda di dalam al-Qur‟an, yang didalamnya dijelaskan pujian
untuknya dan celaan orang-orang yang menentangnya. Diantaranya dalam surah
an-Nisā‟ (163-165), al-An‟ām (73-87), at-Taubah (70).
Dan mengenai kisah yang lain terdapat pada surah yang tertera dalam tabel
dibawah ini:
Surah Ayat
Ibrahim 9
Al-Isrā‟ 3 (17)
Al-Ahḍzab 12-14
Shād 12-14
Al-Mu‟min 5-6
Al-Syurā 13
Qāf 12-14
Al-Ḍzariyāt 46
Al-najm 52
Al-Hadīd 26
Al-Tahrīm 10
44
2. Nabi Nuh, Rasul yang Pertama Kali Diutus ke Bumi
Surah Nuh dimulai dengan menyatakan kerasulan Nabi Nuh as. ini
agaknya menjadi pembuka surah sebagai isyarat bahwa beliau adalah Rasul
pertama dari rasul-rasul Allah. Di samping itu pernyataan ini berfungsi pula
meluruskan kekeliruan kaum musyrikin Mekah yang menolak kerasulan Nabi
Muhammad saw. dengan alasan bahwa beliau adalah manusia juga. Ayat pertama
yang menyatakan: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nabi Nuh sebagai Rasul
pertama kepada kaumnya yang demikian kuat sambil memerintahkan:
“peringatkanlah kaummu akan ancaman Allah atas kekufuran dan kemusyrikan
mereka sebelum datang kepada mereka siksa yang pedih.” Memperkenankan
perintah Allah itu, Nabi Nuh berkata sambil mengingatkan hubungan beliau
dengan mereka sebagai salah seorang anggota kaumnya: “Hai kaumku, yang aku
adalah bagian dari kalian, sesungguhnya aku untuk kamu secara khusus adalah
pemberi peringatan yang menjelaskan tentang adanya siksa yang pedih jika kamu
mengabaikan tuntunan-Nya. Peringatan itu adalah: Sembahlah Allah, bertakwalah
kepada-Nya yakni hindari jatuhnya siksa-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya dan karena kamu tidak dapat menerima petunjuk-Nya
secara langsung sedang aku dipilih-Nya sebagai utusan-Nya maka taat juga-lah
kepadaku. Kalau kamu melakukan itu semua, niscaya Allah atas rahmat dan
karunia-Nya akan mengampuni sebagian dosa-dosa kamu dan menangguhkan
kamu yakni memanjangkan usia kamu guna kemaslahatan kamu sampai ke waktu
yang ditentukan bagi kematian setiap pribadi, dan kalau tidak demikian, maka
Allah akan menjatuhkan siksa yang membinasakan kamu sekaligus.
Sesungguhnya ketetepan Allah apabila telah datang, maka ia tidak dapat
45
ditangguhkan. Adapun kalau belum datang maka bisa saja Dia menundanya
sebagai dampak doa, atau silaturahmi, atau upaya-upaya kamu yang direstui-Nya.
Kalau kamu dari saat ke saat mengetahui tentang hal-hal tersebut, niscaya kamu
akan taat kepada Allah dan mematuhi tuntunanku.”16
Wahab bin Munabih berkata: “Ketika Nabi Nuh As berusia 480 tahun
datanglah malaikat Jibril As padanya, nabi Nuh bertanya „siapakah engkau
wahai lelaki tampan?‟ Jibril As menjawab: „ saya adalah utusan Tuhan semesta
alam datang padamu membawa risalah. Sungguh Allah telah mengutusmu untuk
umatmu.”sebagaimana yang telah Allah katakan dalam surah (Nuh ayat 1).
Lalu malaikat Jibril memakaikan baju mujahidin dan melilitkan sorban
kemenangan serta memberinya ikat pinggang “ Saiful Azmi” seraya berkata
padanya: “ berilah peringatan pada musuh Allah yang bernama Darmasyil bin
Fumail bin Jij bin Qabil bin Adam.”
Konon, Damarsyil adalah raja yang zalim. Dia adalah manusia pertama
yang memeras arak dan meminumnya, manusi pertama yang bermain judi dan
manusia pertama yang membuat baju dengan dihiasi emas. Dia dan kaumnya
adalah penyembah lima berhala: Wad, Siwa, Yaghuts, Ya‟uq, dan Nasr.
Sebagaimana disebutkan juga nama-nama itu dalam al-Qur‟an.
Berhala-berhala utama ini dikelilingi oleh 1700 berhala lainnya. Berhala
itu juga dibuatkan rumah yang dibuat dari marmer berwarna-warni, setiap satu
rumah panjangnya mencapai 1000 dzira, begitu pula lebarnya. Pada berhala-
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an /( jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 457-458.
46
berhala itu juga terdapat kursi-kursi yang terbuat dari emas, didalamnya terdapat
berbagai macam perhiasan yang megah. Dan juga ada seorang pelayan yang
bertugas melayaninya siang dan malam.
Selain itu, juga diadakan hari raya untuk mereka yang diperingati setiap
tahunnya. Keluarlah nabi Nuh pada hari raya tersebut. Sedangkan mereka
menyalakan api disekitar para berhalanya. Mempersembahkan kurban lalu
mereka bersujud memuliakan berhala-berhala itu. Dibawakan pula berbagai alat
musik, gong ditabuh dn menari-nari berpesta ria sambil meminum arak, pesta sex
pun dilakukan secara terang-terangan, mereka memperlakukan wanita seperti
binatang.17
Adapun mengenai peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya
dikisahkan dalam hadits atsar.
Kami telah mengemukakan sebelumnya hadits dari Ibnu „Abbas, dia
mengatakan: “jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah sepuluh abad.
Semua orang pada masa itu memeluk islam”. Dan telah kami sebutkan bahwa
yang dimaksud dengan qurun disini adalah satu generasi atau masa yang sama
dengan seratus tahun atau satu abad.
Setelah abad-abad kejayaan Islam itu, keadaan berubah menjadi
sebaliknya, ketika orang-orang beralih kepada penyembahan berhala. Penyebab
perubahan tersebut adalah seperti yang dikisahkan dalam hadits riwayat al-
Bukhari, dari Ibn „Abbas, tentang penafsiran firman Allah Ta‟ala:
17
Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy, “Badi’ul ‘Alam Fi Dzikri Qishshati Nuh ‘Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya’roni Al-Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari), hal. 5.
47
23. Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan
nasr".18
Ibnu „Abbas mengatakan: “Nama-nama tersebut adalah nama orang-orang
shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, syaitan membisikkan kepada
kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang shalih diantara mereka dan
memberinya nama dengan nama-nama mereka. Lalu mereka mengerjakan hal itu.
Mulanya berhala-berhala itu tidak di sembah. Setelah mereka meninggal dunia
dan ilmu pun musnah, maka patung-patung itu akhirnya di sembah.”19
Ibnu „Abbas mengatakan: “Berhala-berhala yang ada dikalangan kaum
Nuh inilah yang akhirnya muncul di tengah-tengah bangsa Arab.”
Dalam penyembahan ini, mereka mempunyai cara yang sangat banyak dan
beraneka ragam. Dan hal itu telah penulis kemukakan di dalam kitab at-Tafsir.
Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah.
Umat Nabi Nuh telah menyembah berhala sejak lama. Mereka
menganggap patung-patung sebagai tuhan dan memohonkan harapan mereka
kepada tuhan-tuhan itu. Mereka berlindung kepada patung-patung itu dari segala
18
QS. Nuh: 23. 19
Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, (Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009),hlm. 116
48
hal dalam kehidupan mereka. Mereka telah memberikan nama-nama yang berbeda
kepada tuhan-tuhan itu, misalnya Wad, Sawa, dan Ya‟qud.20
Setelah kerusakan dan malapetaka menyebarluas di bumi akibat
penyembahan berhala yang mereka lakukan, Allah Ta‟ala mengutus hamba
sekaligus Rasul-Nya, Nabi Nuh menyeru ummat manusia agar menyembah Allah
semata, yang tiada sekutu baginya, serta melarang mereka menyembah kepada
selain Dia.
Nabi Nuh adalah Rasul yang pertama kali diutus Allah ke muka bumi,
sebagaimana ditegaskan di dalam kitab al-ṣahiihain,21
hadits mengenai syafa‟at,
dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW, beliau bercerita: “Kemudian mereka
mendatangi Adam seraya berkata: „wahai Nabi Adam, engkau adalah bapak
manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan kedalam
dirimu ruh-Nya, dan dia telah memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud
kepadamu, serta menempatkanmu di surga, maukah kau memberi syafa‟at kepada
kami untuk sampai kepada rabbmu? Tidakkah engkau melihat apa yang kami
alami?‟ Nabi Adam menjawab: „Rabbku sedang sangat murka, yang tidak pernah
Dia murka seperti ini sebelum dan sesudahnya. Dia melarangku memakan pohon,
lalu aku melanggar larangan itu, tinggalkan aku sendiri, pergilah kalian kepada
yang lain saja, pergilah kalian kepada Nabi Nuh.‟ Kemudian mereka mendatangi
Nabi Nuh seraya berkata:Wahai Nabi Nuh, Engkau adalah Rasul yang pertama
kali diutus kepada penduduk bumi, Allah telah menyebutmu sebagai „abdan
syakuura (hamba yang senantiasa bersyukur), tidakkah engkau melihat apa yang
20
S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an, Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 24.
21Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no.4712) dan Muslim (no.194).
49
kami alami, tidakah engkau mengetahui apa yang telah menimpa kami? Maukah
engkau memberi syafa‟at kepada kami untuk sampai kepada Allah? Maka Nabi
Nuh pun menjawab: „Rabbu pada hari benar-benar sedang murka, belum pernah
Dia murka seperti ini sebelum dan sesudahnya. Tinggalkanlah aku sendiri.‟”
Kemudian disebukan hadits itu selengkapnya, sebagaimana yang di-
riwayatkan al-Bukhari dalam kisah Nabi Nuh.
Dari ayat-ayat yang telah disebutkan bahwa Nabi Nuh telah menyeru
kaumnya kepada Allah Ta‟ala dengan berbagai macam cara dakwah, pada siang
dan malam hari, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Namun semua cara
yang di tempuhnya itu tidak membuahkan hasil, bahkan kebanyakan dari mereka
masih tetap berada dalam kesesatan, kesewenang-wenangan, penyembahan patung
dan berhala. Selain itu, mereka terus-menerus memusuhi Nabi Nuh, kapan dan
dimana saja, bahkan mereka menakut-nakuti dan meneror para pengikutnya
dengan memberikan ancaman kepada mereka berupa pelemparan, pengusiran, dan
mereka benar-benar bertindak sewenang-wenang.
Nabi Nuh adalah orang yang pandai, bijaksana dan penuh toleransi. Allah
telah memberinya kemampuan untuk mengadakan pembicaraan yang pandai
dengan musuh-musuhnya dan meyakinkan mereka dengan penalaran yang sangat
baik. Nabi Nuh mengajak mereka ke jalan Allah tetapi mereka melecehkannya. Ia
mengancam mereka dengan kutukan Allah namun mereka berlagak tuli. Ia
membujuk mereka untuk berbuat baik agar mendapat ganjaran yang baik pula,
50
dan melarang mereka berbuat jahat, tetapi mereka menutup telinga dengan jari-jari
mereka.22
Mereka mengejek para pengikutnya dan menghinakan mereka. Bahkan,
ada yang mengatakan para pengikutnya itu adalah orang-orang yang paling bodoh
dan lemah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Heraklius: “Orang-Orang bodoh
dan lemah itu adalah pengikut para Rasul.”23
Mereka benar-benar heran kepada
pengikut Nabi Nuh, seorang manusia bisa menjadi utusan Allah. Ungkapan
mereka:
...
“... Yang lekas percaya saja...”24
Artinya, mereka mengikut saja apa yang engkau (Nabi Nuh) serukan
kepada mereka tanpa berpikir dan merenungkan. Apa jadikan bahan ejekan itu
justru menjadi pujian baginya, karena kebenaran itu tidak lagi memerlukan
pemikiran dan renungan, tetapi hanya perlu diikuti dan ditaati kapan kebenaran itu
tampak.
22
S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an, Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, (penerbit, Al-Bayan, kelompok penerbit Mizan), hal. 24.
23Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no.7) dan Muslim (no.1773) dari
hadits Abdullah bin ‘Abbas ra. 24
QS. Hūd: 27
51
3. Nabi Nuh Membuat Kapal
...
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan
beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja)...”25
Hal itu sebagai pelipur hati bagi Nabi Nuh atas apa yang telah diperbuat
kaumnya terhadapnya. Ini merupakan dorongan bagi Nabi Nuh dalam
menghadapinya, bahwasanya tidak akan beriman dari mereka, kecuali orang-
orang yang sudah beriman. Janganlah engkau merasa putus asa atas apa yang
kamu alami, karena kemenangan sudah dekat, dan berita besar pun akan segera
tiba.
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami,
dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu;
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”26
Yaitu ketika Nabi Nuh sudah merasa putus asa untuk menyeru kaumnya
dan melihat tidak adanya kebaikan pada diri mereka. Lebih dari itu mereka sudah
berbuat diluar batas kewajaran, menentang dan mendustakannya dengan berbagai
macam cara, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Maka Nabi Nuh mendoakan
keburukan bagi mereka, yaitu doa yang di panjatkan karena kemarahan, sehingga
Allah pun mengabulkan do‟a dan permintaannya.
Maka kesalahan akibat kekufuran, kejahatan, dan kutukan Nabi atas
mereka pun menyatu dan menimpa mereka. Pada saat itu, Allah Ta‟ala
memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat perahu dalam ukuran besar yang belum
25
QS. Hūd: 36 26
QS. Hūd: 37
52
pernah ada sebelumnya dan tida akan pernah ada sesudahnya perahu sebesar
ukuran perahu yang di buat Nabi Nuh tersebut.27
Allah Ta‟ala memberitahukan Nabi Nuh, jika telah datang perintah-Nya
dan adzab-Nya pun telah menimpa kaumnya, maka sekali-kali Dia tidak akan
menarik atau mengembalikannya. Barangkali akan terbesit dalam diri Nabi Nuh
rasa kasihan terhadap kaumnya akibat penderitaan yang mereka rasakan dari
adzab tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman:
“dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang
zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”28
mereka mencela apa yang dilakukan Nabi Nuh, karena mereka
menyangkal datangnya adzab yang telah dijanjikan bagi mereka. “Nuh berkata:
„jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu
sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).‟”29
Kamilah yang akan mengejek
sekaligus heran terhadap kalian, yang terus-menerus dalam kekufuran dan
keingkaran hingga mengakibatkan datangnya adzab pada kalian.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Setelah Allah mengabulkan
permintaan Nabi Nuh, Dia memerintahkan agar dia menanam sebatang pohon
untuk selanjutnya dia buat sebuah perahu. Maka dia pun menanamnya dan
setelah itu memotongnya.”
27
Karena yang demikian itu merupakan mukjizat 28
QS. Hūd: 37 29
QS. Hūd: 38
53
Secara keseluruhan mereka mengatakan: “Tinggi perahu tersebut adalah
tiga puluh hasta, bertingkat tiga lantai, yang masing-masing tingkat berketinggian
sepuluh hasta. Lantai dasar untuk tempat binatang, lantai tengah diperuntukkan
bagi penampungan manusia, pintunya terdapat di bagian samping, dan memiliki
penutup pada bagian atas dari setiap lantai.”30
Allah Ta‟ala berfirman:
....
26. “Nuh berdoa: „Ya Tuhanku, tolonglah aku[996], karena mereka
mendustakan aku.‟Lalu Kami wahyukan kepadanya: „Buatlah bahtera di bawah
penilikan dan petunjuk Kami...‟”31
Yakni, atas perintah Kami (Allah) kepadamu dan dengan pemantauan dari
Kami dalam pembuatan perahu tersebut agar kami dapat mengarahkan pembuatan
yang lebih tepat dan benar.
Banjir itu masih berlangsung lama, walau hujan mulai berhenti. Lalu kapal
pun berhenti di bukit Judi. Terdengar suara yang menggema “orang-orang yang
melanggar itu telah dipertemukan dengan nasib mereka yaitu kematian dan
kehancuran.”
Nabi Nuh diperintahkan untuk turun dari kapal bersama umatnya dan
memulai hidup baru dengan rahmat, berkah dan rezeki dari Allah.32
30
Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2,( Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009), hal. 138
31QS. Al-Mu’minūn: 26-27
32S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,
Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, (penerbit, Al-Bayan, kelompok penerbit Mizan), hal. 30.
54
C. Keputusasaan Nabi Nuh dari Mengajak Kaumnya untuk Beriman
Sudah cukup lama waktu berjalan, namun perseteruan antara Nuh dengan
kaumnya masih terus berlangsung, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta‟ala:
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa
banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”33
Artinya, meskipun perjalanan waktu yang cukup lama, tetapi hanya
segelintir dari mereka yang mau beriman.
Setiap pergantian generasi berlangsung, mereka senantiasa berpesan
kepada generasi penerus mereka agar tidak beriman kepada Nabi Nuh dan supaya
melawan serta melanggarnya. Setiap orang tua, ketika melihat anaknya tumbuh
dewasa, maka dia akan segera menasehati anaknya tersebut supaya beriman
kepadanya untuk selamanya.
Ciri khas mereka adalah senantiasa menolak iman dan enggan meng-ikuti
kebenaran. Oleh karena itu, Allah berfirman:
“dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat
kafir.”34
Karena itu pula, Dia berfirman:
33
QS. Al-Ankabūt: 14 34
QS. Nuh: 27
55
“Mereka berkata „Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan Kami,
dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, Maka datangkanlah
kepada Kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu Termasuk orang-orang
yang benar‟. Nuh menjawab: „Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu
kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.‟”35
Maksudnya, yang mampu melakukan hal itu hanyalah Allah Ta‟ala, Dia
adalah Rabb yang tidak akan ada sesuatu pun yang lepas dari-Nya, bahkan Dia
adalah Rabb yang jika hendak menciptakan sesuatu hanya berkata: “Jadilah,”
maka jadilah ia.
5. Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam
dan siang,”
Seruan Nabi Nuh terhadap kaumnya tidaklah berjalan mulus. Nabi Nuh
mendapat penentangan dari kaumnya. Beliau dituduh oleh kaumnya
mempergunakan kekuasaan demi memaksa mereka untuk kepentingan status,
kepemimpinan, dan kekayaan Nabi Nuh sendiri. Sebab, Nabi Nuh hanyalah
manusia biasa yang ada bersama mereka dalam pergaulan sehari-hari, bukan
seseorang yang istimewa sehingga berhak mengatakan mendapat wahyu dari
Allah. Bahkan mereka menuduh Nabi Nuh mengidap penyakit gila.
Oleh sebab itu, Nabi Nuh mengadu kepada Allah swt. Nuh berkata: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang.” Nabi Nuh
telah berdakwah siang dan malam tiada henti setiap hari dalam menyampaikan
ayat-ayat Allah kepada kaumnya. Dimana saja, kapan saja, Nabi Nuh tidak pernah
35
QS. Hūd: 32-33
56
sunyi dari kegiatan memberi petunjuk kepada kaumnya. Pokoknya, tiada hari
tanpa memberi peringatan dari Allah Maha Rahman dan Maha Rahim.36
Ajakan Nabi Nuh as. yang dilukiskan oleh ayat-ayat sebelumnya tidak
disambut oleh kaumnya. Karena itu Nabi yang mulia itu mengadu kepada Allah.
Dia (Nuh) berkata: “Tuhanku, sesungguhnya aku sesungguhnya aku telah
menyeru kaumku untuk beriman kepada-Mu dengan berbagai ragam cara, dengan
hikmah, nasihat serta diskusi yang terbaik dan itu kulakukan malam dan siang
yakni secara terus-menerus tanpa henti maka seruanku itu tidaklah menambah
sesuatu dari keadaan mereka kecuali lari dari kebenaran dan menghindar dari
agama-Mu dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka kepada keimanan
dan ketaatan kepada-Mu agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan
anak jari mereka kedalam telinga mereka karena enggan bahkan benci
mendengarnya dan mereka secara bersunggu sungguh menutupkan bajunya ke
muka mereka agar tidak melihatku dan mereka tetap bersikeras dalam
kedurhakaan mereka dan mereka jugs menyombongkan diri dengan amat sangat
sehingga tida mempan dilunakkan oleh aneka ajakan kepada kebaikan.37
36
M. Yunan Yusuf, khuluqun Azhim = Budi Pekerti Agung : Tafsir Juz Tabarak, Penyunting, Abd. Syakur Dj.—(Tangerang : Lentera Hati, 2013), hal. 323.
37M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), hal. 461
55
BAB IV
MAKNA DO’A NABI NUH DALAM QS. NUH 27-28
Nabi Nuh as adalah salah seorang nabi Ilahi yang memiliki umur panjang
sehingga umurnya menjadi perumpamaan. Nabi Nuh as menyeru kaumnya untuk
menyembah Allah swt, dan melarang mereka dari menyembah berhala dan
kebodohan. Umat nabi Nuh as yang terbiasa dengan keyakinan-keyakinan nenek
moyang mereka dan jauh dari berfikir dan merenung, mengancam nabi Nuh as:
(#θ ä9$ s% È⌡s9 óΟ©9 ϵ tF⊥s? ßyθãΖ≈ tƒ ¨ sðθä3tG s9 zÏΒ šÏΒθ ã_ö�yϑ ø9$# ∩⊇⊇∉∪
116. Mereka berkata: "Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti Hai Nuh,
niscaya benar-benar kamu akan Termasuk orang-orang yang dirajam".1
Nabi Nuh kemudian mengadahkan tangan dan berdo’a kepada Allah SWT
tΑ$ s% Éb> u‘ ¨βÎ) ’ ÍΓöθ s% Èβθ ç/ ¤‹x. ∩⊇⊇∠∪ ôx tFøù$$ sù Í_ øŠt/ öΝßγoΨ÷�t/ uρ $[s÷G sù Í_ ÅngwΥuρ ∅tΒuρ z ÉëΒ zÏΒ tÏΖÏΒ÷σ ßϑ ø9$# ∩⊇⊇∇∪
117. Nuh berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku telah mendustakan
aku;
118. Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan
selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku".2
Kemudian Allah SWT mengkabulkan do’a Nabi Nuh, dalam al-Qur’an
çµ≈ oΨø‹ yfΡr'sù tΒuρ … çµ yèΒ ’Îû Å7ù= à�ø9$# Èβθ ßsô±yϑ ø9$# ∩⊇⊇∪ §Ν èO $ oΨø% t� øîr& ߉÷èt/ tÏ%$ t7ø9$# ∩⊇⊄⊃∪
119. Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam
kapal yang penuh muatan. 120. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-
orang yang tinggal.3
1QS. As-Syu’ara: 116.
2QS. As-Syu’ara; 117-118
56
Di dalam al-Qur’an terdapat sebuah surat bernama surat Nuh dan seluruh isi
surat ini berhubungan dengan kisah nabi Nuh as. Allah SWT berfirman:
!$ ¯Ρ Î) $ uΖù= y™ ö‘r& % ·nθ çΡ 4’ n<Î) ÿ ϵ ÏΒöθ s% ÷βr& ö‘ É‹Ρ r& y7 tΒöθ s% ÏΒ È≅ö7 s% βr& óΟ ßγu‹ Ï? ù'tƒ ë>#x‹tã ÒΟŠÏ9r& ∩⊇∪
(1). Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab
yang pedih",
Firman Allah Ta’ala 7 tΒ öθs%‘ É‹Ρ r&÷βr&“(dengan memerintahkan):’Berilah kaummu
peringatan’.” Maksudnya, dengan memerintahkan: berilah peringatan oleh
kaummu. Dengan demikian, lafazh βr& diletakkan pada posisi nashab karena tidak
adanya huruf yang menjarrkan.
Menurut satu pendapat, posisinya adalah jarr karena kuatnya fungsinya
bersama lafazh βr&.
Boleh juga lafazh βr& mengandung makna yang menjelaskan, sehingga ia tidak
mempunyai posisi dalam i’rab. Sebab pada kata al-irsāl ($uΖ ù= y™ö‘ r&) terkandung
makna perintah (amr), sehingga tidak memerlukan disimpannya huruf ba’.
Qira’ah Abdullah adalah : 7 tΒ öθs%‘ É‹Ρ r&, yakni tanpa tanpa lafazh βr&.4 Maknanya
adalah: Kami katakan padanya: Berilah peringatan kepada kaummu.
Firman Allah Ta’ala, ÒΟŠ Ï9r&ë># x‹ tãΟßγu‹ Ï? ù' tƒβr&≅ ö7 s%ÏΒ“sebelum datang kepadanya
adzab yang pedih.” Ibnu Abbas berkata “Maksudnya adzab mereka di akhirat.”
Menurut satu pendapat, maksudnya adalah: berilah peringatan kepada mereka
dengan adzab yang pedih, secara umum, jika mereka tidak beriman. Nuh
3QS. As-Syu’ara: 119-120
4Qira’ah Abdullah itu bukan qira’ah yang mutawatir. Qira’ah ini dicantumkan oleh Ibnu
Athiyah dalam Al Muharrar Al Wajiz (16/120) dan Az-Zamakhsyari dalam Al Kasysyaf (4/141). Lih.
Tafsir Al- Qurthubi/Syaikh Imam Al Qurthubi; penerjemah, Ahmad Khatib, Dudi Rosyadi,
Faturrahman, Fachrurazi; jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 269.
57
kemudian menyeru dan memberikan peringatan kepada kaumnya, namun dia tidak
melihat seorang pun dari mereka yang mengabulkan seruannya. Mereka justru
memukuli Nuh hingga pingsan. Nuh kemudian berkata, “ Ya Tuhanku, ampunilah
kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui.”5
tΑ$ s% ÉΘöθ s)≈ tƒ ’ÎoΤ Î) ö/ä3s9 Ö�ƒÉ‹tΡ îÎ7•Β ∩⊄∪ Èβr& (#ρ߉ç6 ôã $# ©!$# çνθ à)? $#uρ Èβθ ãè‹ÏÛr&uρ ∩⊂∪ ö� Ï�øótƒ / ä3s9 ÏiΒ ö/ä3Î/θ çΡèŒ
öΝ ä. ö�½jz xσ ムuρ #’ n<Î) 9≅y_r& ‘‡Κ|¡•Β 4 ¨βÎ) Ÿ≅y_r& «!$# #sŒÎ) u!% y Ÿω ã�z xσ ム( öθ s9 óΟçFΖä. šχθ ßϑ n=÷è s? ∩⊆∪
(1). Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab
yang pedih", (2). Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (3). (yaitu) sembahlah olehmu Allah,
bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaKu, (4). Niscaya Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak
dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui".6
Seruan dan tabligh ini tidak membangunkan kaum beliau as dan dengan alasan
ini nabi Nuh as menyatakan kepada Allah swt sambil berkata:
tΑ$s% Éb> u‘ ’ ÎoΤÎ) ßN öθtã yŠ ’ ÍΓöθs% Wξø‹ s9 #Y‘$yγtΡ uρ ∩∈∪ öΝn= sù óΟèδ ÷Š Ì“ tƒ ü“ Ï !% tæߊ āωÎ) #Y‘# t� Ïù ∩∉∪ ’ ÎoΤÎ) uρ $yϑ ¯= à2
öΝ ßγè? öθtã yŠ t� Ï�øótG Ï9 óΟßγs9 (#þθè= yèy_ ÷Λàι yèÎ6≈ |¹ r& þ’Îû öΝÍκ ÍΞ# sŒ#u (#öθt±øótG ó™$# uρ öΝåκ u5$uŠ ÏO (#ρ•� |À r&uρ (#ρç�y9 õ3tFó™$# uρ # Y‘$t6õ3ÏG ó™$#
∩∠∪ ¢Ο èO ’ÎoΤ Î) öΝ åκ èEöθtã yŠ #Y‘$yγÅ_ ∩∇∪ §ΝèO þ’ ÎoΤ Î) àMΖ n= ôã r& öΝ çλm; ßN ö‘ u�ó r&uρ öΝçλm; #Y‘# u� ó Î) ∩∪ àM ù= à)sù (#ρã� Ï� øótFó™$#
öΝ ä3−/u‘ … çµΡ Î) šχ% x. # Y‘$¤� xî ∩⊇⊃∪ È≅Å™ö� ムu !$yϑ ¡¡9 $# /ä3ø‹ n= tæ # Y‘# u‘ô‰ ÏiΒ ∩⊇⊇∪ / ä. ÷Š ωôϑ ãƒuρ 5Α≡uθøΒ r' Î/ tÏΖ t/ uρ
≅ yèøgs† uρ ö/ ä3©9 ;M≈Ζ y_ ≅ yèøgs† uρ ö/ ä3©9 # \�≈pκ ÷Ξr& ∩⊇⊄∪
(5). Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
malam dan siang, (6). Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). (7). Dan Sesungguhnya Setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka
5Syaikh Imam Al Qurthubi;tafsir al-Qurthubi, penerjemah, Ahmad Khatib, Dudi Rosyadi,
Faturrahman, Fachrurazi; jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 270. 6QS. Nuh : 1-4
58
ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (8). Kemudian
Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-
terangan, (9). Kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan
terang-terangan dan dengan diam-diam, (10). Maka aku katakan kepada mereka:
'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun-, (11). Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
(12). Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu
kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai 7
Nabi Nuh as kemudian menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah swt di alam
semesta kepada mereka. Namun tetap saja mereka tidak sadar dan saling berpesan
kepada sesama mereka supaya tidak berpaling dari berhala-berhala mereka.
Mereka terjerumus ke dalam dosa-dosa dan pada akhirnya mereka menjadi
penghuni neraka.
Pada kesempatan ini nabi Nuh as mengangkat tangan berdo’a dan menyatakan
kepada Allah swt:
tΑ$ s% uρ ÓyθçΡ Éb>§‘ Ÿω ö‘ x‹s? ’ n? tã ÇÚö‘F{ $# zÏΒ tÍ� Ï�≈ s3ø9$# #·‘$−ƒ yŠ ∩⊄∉∪ y7Ρ Î) βÎ) öΝ èδ ö‘x‹s? (#θ 9= ÅÒムš‚yŠ$ t6 Ïã Ÿωuρ (#ÿρà$ Î# tƒ
āωÎ) #\� Å_$ sù #Y‘$¤�Ÿ2 ∩⊄∠∪ Éb>§‘ ö� Ï�øî $# ’Í< £“ t$ Î!≡uθ Ï9uρ yϑ Ï9uρ Ÿ≅yz yŠ š_ÉL øŠt/ $ YΖÏΒ÷σ ãΒ tÏΖ ÏΒ÷σ ßϑù= Ï9uρ ÏM≈oΨÏΒ÷σ ßϑ ø9$#uρ Ÿωuρ
ÏŠÌ“s? t ÏΗÍ>≈ ©à9$# āωÎ) #I‘$ t7s? ∩⊄∇∪
(26). Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di
antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (27). Sesungguhnya jika
Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-
hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat
lagi sangat kafir. (28). Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang
masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan
perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu
selain kebinasaan".8
Kaum Nuh adalah kaum yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak
hanya melakukan kekufuran, mereka juga senantiasa menantang Nabi Nuh untuk
7QS. Nuh : 5-12
8QS. Nuh : 26-28
59
mendatangkan adzab sebagai bukti kebenaran dakwahnya itu. Mereka
mengatakan:
(#θä9$s% ßyθãΖ≈ tƒ ô‰s% $oΨ tFø9 y‰≈y_ |N ÷� sYò2r' sù $oΨ s9≡y‰ Å_ $oΨ Ï?ù' sù $yϑ Î/ !$tΡ ß‰ Ïès? βÎ) |MΨà2 zÏΒ tÏ% ω≈¢Á9 $# ∩⊂⊄∪
32. Mereka berkata "Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan
Kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, Maka
datangkanlah kepada Kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu
Termasuk orang-orang yang benar".9
Pembatahan hanya bernilai manakala dilakukan dengan cara yang jujur dan
demi mengejar kebenaran, dengan cara yang saling menghormati dan di lakukan
dengan sopan seperti dikatakan dalam al-Qur’an: ... dan berbantahlah dengan
mereka dengan cara yang baik. (QS an-Nahl 125)
Jika perbantahan itu didasarkan pada sesuatu yang salah, maka hal itu di
anggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai, sebagaimana dikatakan al-Qur’an: ...
dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil dengan tujuan untuk
melenyapkan kebenaran...(QS. Ghāfir: 5)
Jadi, karena orang-orang kafir itu memiliki logika dan juga tidak mau
menerima argumen-argumen logis, mereka kemudian berusaha mengakhiri
perdebatan dengan mengatakan kepada Nuh as agar mendatangkan kepada mereka
apa yang telah diancamkannya kepada mereka. Ayat di atas mengatakan, Mereka
berkata, “Hai Nuh! Kamu telah berbantah kepada kami, dan kamu telah
memperbanyak bantahanmu dengan kami. Maka datangkan sajalah kepada kami
(adzab Tuhan) yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-
orang yang benar.”Oleh karena itu nabi Nuh as lalu mengutuk sikap buruk
9QS. Hūd : 32.
60
mereka setelah mereka mengatakan bahwa mereka ingin agar dia mendatangkan
kepada mereka kehancuran.10
Namun Nabi Nuh tetap saja bersabar dan tidak membalas perkataan mereka
dengan meng-iya-kannya atau menanggapinya kembali dengan ancaman serupa,
beliau hanya mengatakan bahwa keputusan adzab bukanlah kehendaknya,
melainkan hanya kehendak Allah semata. Allah SWT berfirman:
tΑ$s% $yϑ ¯Ρ Î) Νä3ŠÏ? ù' tƒ ϵÎ/ ª! $# βÎ) u !$x© !$tΒ uρ Ο çFΡ r& tÌ“ Éf÷èßϑ Î/ ∩⊂⊂∪
33. Nuh menjawab: "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu
kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan
diri.11
Nabi Nuh manjawab bahwa realisasi hukuman atas sikap mereka yang tidak
peduli dan bandel terhadap peringatan Tuhan tidaklah bergantung kepada dirinya,
melainkan kepada kehendak Allah. Dia sendiri hanyalah seorang utusan dan
hamba yang tulus dari Yang Maha Kuasa.
Nabi Nuh yang telah berdakwah selama 950 tahun, tidak hanya di siang hari
namun juga di malam hari beliau tidak berhenti menyeru kaumnya. Selama masa
yang sangat panjang itu pula beliau telah berupaya bersabar atas gangguan fisik
maupun psikis yang ia terima. Tidak hanya menolak seruan Nabi Nuh, mereka
pun mengejeknya dengan menutupi telinga-telinga mereka.
10
Allamah Kamal Faqih, tafsir Nurul Qur’an(sebuah tafsir sederhana menuju cahaya al-
Qur’an), penerjemah: Ahsin Muhammad, cet. I: Juli 2005, hal. 244-245 11
QS. Hūd : 33
61
Allah Ta’ala pun menanggapi ejekan kaum Nuh yang sangat melampaui batas
ini dengan berfirman, mengabarkan kepada Nabi Nuh ‘alaihi as-salam bahwa
tidak akan ada lagi kaumnya yang akan beriman kepada-Nya. Firman Allah:
š†Çpρé&uρ 4’ n< Î) ?yθçΡ …çµΡ r& s9 š∅ÏΒ ÷σ ムÏΒ y7ÏΒ öθs% āωÎ) tΒ ô‰ s% ztΒ# u Ÿξsù ó§Í≥ tFö;s? $yϑ Î/ (#θçΡ% x.
šχθè= yèø� tƒ ∩⊂∉∪
36. Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di
antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah
kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.12
Ayat-ayat sebelumnya membahas dengan seksama sebagaimana dakwah Nuh
yang tak kenal lelah dalam menyebarkan pesan Tuhan yang dilaksanakannya
dengan menggunakan semua sarana yang bisa diperolehnya. Ayat ini membahas
tahap kedua dakwah tersebut, atau tahap terakhir.
A. Berdoa dengan Hal Negatif
Ketika Nabi Nuh menyadari bahwa orang-orang itu tidak bisa lagi diperbaiki
dan tak ada gunanya lagi memberi penjelasan kepada mereka, kesabarannya habis
sudah. Ia berkata kepada Allah, “Oh Tuhan! Jangan Kau beri kesempatan kepada
satu orang kafir pun untuk hidup di bumi ini, karena jika Kau biarkan mereka
tetap hidup, mereka akan mengajak orang-orang lainnya untuk melanggar dan
akan melahirkan keturunan-keturunan yang akan tetap kafir dan tak bertuhan.”
Yaitu janganlah engkau biarkan seorang pun dari mereka hidup dan tinggal di
muka bumi ini, sesungguhnya jika di antara orang-orang kafir itu ada yang
Engkau sisakan, maka pastilah dia akan menyesatkan orang-orang yang datang
12
QS. Hūd : 36.
62
setelah mereka, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat
maksiat lagi sangat kafir. Ucapan Nuh ini didasarkan pada pengetahuannya
sendiri terhadap kaumnya dan karena beliau telah tinggal bersama mereka selama
lebih kurang 950 tahun. Kemudian beliau berkata “Ya Tuhanku, ampunilah aku,
ibu bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman,” yaitu untuk
setiap orang yang masuk rumahku dalam keadaan beriman.13
Allah yang mahakuasa menerima permohonannya dan menurunkan wahyu
kepadanya, “Dengan bantuan kami, buatlah sebuah perahu dan janganlah kamu
mengajak orang-orang yang melanggar itu karena mereka akan ditenggelamkan
dalam banjir yang sangat besar.”14
Sebagian orang ada yang menuduh Nuh ‘alaihissalam bukanlah seorang rasul
yang sabar dalam menghadapi kaumnya, padahal Allah sendiri menggelarinya
ulul azmi di antara para rasul. Alasan orang-orang yang menuduh nabi Nuh tidak
sabar karena nabi Nuh berdo’a dan meminta kepada Allah untuk diturunkannya
adzab bagi kaumnya.
Mari pahami alur kisahnya, mengapa nabi Nuh mengucapkan demikian,
sehingga ujaran yang demikian tidak dipahami secara buruk sangka, apalagi
kepada pribadi utusan Allah yang mulia.Kaum Nuh adalah kaum yang ingkar
kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka tidak hanya melakukan kekufuran, mereka
13
Ar-Rifa’i, muhammad Nasib, ringkasan tafsir Ibnu Kastsi, penerjemah: Syihabuddin—
Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hal. 824-825. 14
S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,
Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 27.
63
juga senantiasa menantang nabi Nuh untuk mendatangkan adzab sebagai bukti
kebenaran dakwahnya itu. Mereka mengatakan,
(#θä9$s% ßyθãΖ≈ tƒ ô‰ s% $oΨ tFø9 y‰≈ y_ |N÷� sYò2r' sù $oΨ s9≡y‰ Å_ $oΨ Ï? ù' sù $yϑ Î/ !$tΡ ß‰Ïès? βÎ) |MΨà2 zÏΒ tÏ% ω≈ ¢Á9 $#
∩⊂⊄∪
“Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab
yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS.
Hūd: 32)
Namun Nabi Nuh tetap bersabar dan tidak membalas perkataan mereka
dengan meng-iya-kannya atau meanggapinya dengan ancaman, beliau hanya
mengatakan bahwa keputusan adzab bukanlah kehendaknya, melainkan hanya
akan turun atas kehendak Allah semata.
Mungkin juga, karena emosi yang meluap, atau keinginan yang menggebu-
gebu, seseorang memohon sesuatu yang tidak wajar. Nabi Nuh as. pernah ditegur
oleh Allah karena mendoakan keselamatan bagi anaknya yang durhaka yang
dibinasakan Allah. Beliau berdoa:
3“ yŠ$tΡ uρ ÓyθçΡ …çµ−/ §‘ tΑ$s) sù Å_Uu‘ ¨βÎ) Í_ö/$# ôÏΒ ’Í?÷δ r& ¨βÎ) uρ x8y‰ ôã uρ ‘,ysø9 $# |MΡr&uρ ãΝ s3ômr& tÏϑ Å3≈ pt ø: $#
∩⊆∈∪
“Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu
adalah haq/pasti benar, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi putusan” (QS. Hud
[11]: 45).
Nabi Nuh dalam doanya ini seolah berkata: Tuhanku! (yakni pemelihara dan
pembimbingku dan yang selama ini selalu berbuat baik kepada-Ku),
sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, (sedang Engkau telah
memerintahkan kepadaku agar mengajak keluargaku menumpang perahu guna
64
menyelamakan siapa pun yang tidak dicakup oleh ketetapan-Mu) dan Engkau
adalah sebaik-baik pemberi putusan.
Allah swt menegur beliau dan meluruskan kesalahpahamannya. Allah
berfirman:
tΑ$s% ßyθãΖ≈ tƒ …çµΡ Î) }§øŠs9 ôÏΒ š�Î= ÷δ r& ( … çµΡ Î) î≅uΗ xå ç� ö� xî 8x Î=≈ |¹ ( Ÿξsù Çù= t↔ ó¡n@ $tΒ }§øŠs9 y7 s9 ϵÎ/ íΝ ù= Ïæ ( þ’ ÎoΤÎ)
y7 Ýà Ïãr& βr& tβθä3s? zÏΒ tÎ= Îγ≈ yfø9 $# ∩⊆∉∪
“Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang Ku-
janjikan akan Kuselamatkan), sesungguhnya dia (dalam pengetahuan-Ku yang
azali dan dalam kenyataan yang engkau lihat adalah pelaku) perbuatan yang tida
baik. (Memang engkau wahai Nuh, karena terdorong oleh kasih sayang selaku
seorang ayah dan hanya mengetahui yang lahir saja, menduga anakmu itu
termasuk selamat atau beriman, padahal tidak demikian) sebab itu, janganlah
(dalam keadaan dan dalam bentuk apapun) engkau memohon kepada-Ku sesuatu
yang tidak ada bagimu pengetahuan tentang (hakikat)-nya. Seseungguhnya Aku
memeringatkanmu (untuk tidak mengulangi kekeliruan itu) agar engkau (tidak)
termasuk (kelompok) orang-orang jahil (yakni orang-orang yang tidak
mengetahui, lagi bersikap tidak pantas) (QS. Hūd [11]: 46).
Menyadari teguran dan peringatan Allah itu nabi Nuh as., sebagaimana
lanjutan ayat diatas menyatakan: Dia (yakni Nuh as.) berkata: “Tuhan
(pemelihara dan pembimbing)-ku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
memohon kepada-Mu sesuatu (apapun) yang tidak ada bagiku pengetahuan
(tentang hakikatnya, serta tidak juga mengetahui tentang boleh tidaknya dia
dimohonkan sebagaimana pesan-Mu yang baru saja Engkau sampaikan
kepadaku). Dan sekiranya Engkau tidak mengampuniku (dengan menghapus
65
kesalahan dan dosaku, yang lalu, sekarang, dan di masa datang), dan (tidak juga)
me-rahmatiku (denga rahmat-Mu yang Maha Luas itu) niscaya aku termasuk
(kelompok) orang-orang rugi.”
Do’a nabi Nuh as yang beliau panjatkan ini boleh jadi beliau ucapkan
beberapa saat setelah dialog beliau dengan anaknya (Kan’an) yang beliau ajak
untuk naik ke atas perahu, tetapi sang anak menolak sehingga ombak
menghempaskannya dan dialog mereka pun terputus. Jika dipahami demikian,
maka tujuan doanya adalah agar sang anak tidak ditenggalamkan, tapi
diselamatkan dengan cara lain.
Nabi Nuh kemudian sadar bahwa kecintaan dan kasih sayangnya terhadap
anaknya telah membawanya kepada suatu situasi yang membahayakan.Perasaan
cinta dan kasih sayangnya yang besar hampir menutupi kebenaran dari
pandangannya. Lebih baik jika ia menyibukkan diri untuk berdo’a kepada Allah
bagi keselamatan pengikut-pengikutnya dan kehancuran orang-orang kafir sebagai
tanda rasa syukurnya kepada Allah. Karena itu ia meminta ampun kepada Allah
atas kesalahan ini dan memohon perlindungan dari kutukan-Nya.15
Dalam do’a diatas, nabi Nuh as. tidak secara tegas memohon agar anaknya
diselamatkan. Ini dinilai oleh banyak ulama sebagai salah satu bentuk etika yang
terpuji dalam memohon kepada Allah swt. Rasa malu kepada-Nya untuk
mengajukan permohonan yang isinya berbeda dengan ketetapan-Nya, di samping
keyakinan akan ilmu-Nya Yang Maha Luas tentang apa yang didambakannya,
itulah yang menjadikan beliau tidak mengungkapkan secara jelas dalam redaksi
15
S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,
Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 30.
66
do’anya permohonan penyelamatan itu. Mungkin juga ketika memohon tersebut
nabi Nuh as belum mengetahui adanya larangan memohonkan keselamatan dan
pengampunan kepada orang kafir.16
Pesan Syeikh Ibn ‘Athaillah, bahwa sebaiknya seorang hamba berserah diri
dengan tulus kepada apa yang telah menjadi ketentuan (hukum) Allah Ta’ala di
setiap waktu. Dan juga harus meyakini, bahwa Allah itu Mahabijaksana lagi
Mahakuasa.17
Demikianlah syariat terdahulu, ketika sebuah kaum melakukan dosa dan
melampaui batas, maka Allah akan menurunkan adzab-Nya langsung di dunia
dengan membinasakan mereka. Lihatlah kaum ‘Ād umat Nabi Hūd, ketika mereka
ingkar dan terus-menerus menyomobongkan diri, Allah binasakan mereka dengan
angin topan. Umat Nabi Luth, Allah buat mereka binasa dengan menghujani batu
api dari langit kemudian membalikkan bumi yang mereka pijak. Bangsa Madyan,
umat Nabi Syu’aib Allah hancurkan mereka dengan suara guntur yang
menggelegar sehingga mereka tewas seketika seolah-olah tidak pernah ada orang
yang tinggal di daerah itu sebelumnya. Firaun, Qarun, dll. Allah segerakan adzab
mereka di dunia dan nanti adzab yang lebih besar di akhirat.
Berbeda halnya dengan umat Nabi Muhammad yang Allah utamakan atas
umat lainnya, Allah tunda adzab-Nya nanti di akhirat kelak, dan memperpanjang
16
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan Doa, cet. I, jakarta: Lentera
Hati, 2006, hal. 208-211 17
Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari, kitab Al-Ahkam, Petuah-Petuah Agung Sang
Guru,penerjamah, Dr. Ismail Ba’adillah. Penyunting, Mansyur Alkatiri- jakarta : KHATULISTIWA,
press, 2012, hal. 23.
67
masa bagi umat Muhammad agar berpikir dan bertaubat. Semua itu Allah lakukan
dengan hikmah dan ilmu-Nya, dan hendaknya kita bersyukur atas hal ini.
Dan akhirnya Allah menurunkan adzab yang mereka nanti-nantikan itu
datang, langit menurunkan air yang sangat deras dan bumi pun mengeluarkan air
yang melimpah. Bumi pun menjadi lautan yang sangat besar, yang ombaknya saja
setinggi gunung.18
B. Analisa ayat al-Qur’an tentang Nabi Nuh
Surah Nuh (Nabi Nuh) adalah surah yang ke 71 dalam susunan surah-surah
yang terkandung dalam mushaf Ustmani. Ayatnya berjumlah 28 ayat. Ibnu Abbas
menghitung jumlah kata yang terdapat di dalamnya ada sebanyak 224 kata dan
jumlah huruf-hurufnya adalah sebanyak 929 huruf. Disepakati oleh ulama bahwa
seluruh ayat dalam surah Nuh dikatakan termasuk ke dalam kelompok ayat-ayat
Makkiyah. Berbagai riwayat memberikan informasi bahwa surah Nuh diturunkan
oleh Allah swt pada urutan ke-73 surah-surah al-Qur’an. Surah Nuh adalah surah
makkiyyah19
diturunkan sesudah surah an-Nahl.
Nuh adalah satu-satunya nama bagi surah ini. Nama ini sangat sesuai dengan
kandungan isi surah. Karena seluruh isinya berbicara tentang isah Nabi Nuh dalam
menyampaikan dakwah kepada kaumnya dengan berbagai metode dan argumentasi yang
dibawa beliau. Pokok-pokok kandungan surah Nuh meliputi seruan Nuh untuk
18
http://kisahmuslim.com/4117-benarkah-nabi-nuh-tidak-bersabar-karena-meminta-
adzab-untuk-kaumnya.html 19
Setiap surah yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu sebagai pelajaran
bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka adalah makki,
kecuali surah al-Baqarah, lihat Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, cet 15, halaman
86.
68
mentauhidkan Allah, peringatan untuk memperhatikan penciptaan alam dan manusia,
serta azab yang diturunkan Allah, baik di dunia dengan banjir serta azab di akhirat kelak.
Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Nuh diutus kepada penduduk Armenia yang
sudah melupakan ajaran agama yang ditinggalkan oleh Nabi Idris. Mereka kembali
menyembah berhala dan menserikatkan Allah. Pada usia 480 tahun, Nabi Nuh ditugaskan
berdakwah kepada penduduk Armenia tersebut. Nabi Nuh berdakwah selama lebih
kurang lima ratus tahun. Dalam jangka waktu lima abad tersebut Nabi Nuh hanya
mendapatkan segelintir pengikut. Sebagian besar dari mereka mendurhaka, termasuk anak
dan istri Nabi Nuh sendiri.
Di akhir surah al-Ma’arij Allah mengisyaratkan tentang kekuasaan Allah untuk
mengganti orang-orang yang kafir dengan orang-orang yang lebih dari itu. Maka surah
Nuh menampilkan sebuah generasi, yakni generasi para pengikut Nabi Nuh yang durhaka
ditenggelamkan dalam banjir. Hanya sedikit dari mereka yang selamat karena hanya
sedikit dari mereka yang beriman. Ini menunjukkan munasabah antara kedua surah
tersebut dengan pembuktian kepunahan sebagian dari pengikut Nabi Nuh tersebut dan
digantikan oleh generasi berikutnya.20
C. Hikmah Dari Do’a-Do’a Nabi Nuh
1. Memohon Ampun kepada Allah
Agar do’a yang dipanjatkan mempunyai daya dorong rohani yang cukup kuat
dan mempunyai arti dalam kehidupan, dan dapat menciptakan perubahan yang
signifikan pada diri, maka hendaknya merenungkan , dan mengamalkan apa yang
terkandung dalam do’a yang dipanjatkan. Dalam pengambilan hikmah dari do’a
20
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Khulukun Azhim = Budi Pekerti Agung : Tafsir Juz Tabarak :
penyunting, Abd. Syakur Dj. –Tangerang : Lentera Hati, 2013,hal. 315-316.
69
yang dipanjatkan oleh nabi Nuh As, penulis merujuk pada literatur tafsir dan
buku-buku lainnya yang terkait. Adapun faedah atau hikmah do’a yang
dipanjatkan oleh nabi Nuh As21
. yang diterangkan dalam al-Qur’an surah Nuh
ayat 28 adalah sebagai berikut:
Éb> §‘ ö� Ï�øî $# ’Í< £“ t$ Î!≡uθÏ9 uρ yϑ Ï9 uρ Ÿ≅ yz yŠ š_ÉLøŠt/ $YΖ ÏΒ ÷σ ãΒ tÏΖÏΒ ÷σ ßϑ ù= Ï9 uρ ÏM≈ oΨ ÏΒ ÷σßϑ ø9 $#uρ Ÿωuρ ÏŠ Ì“ s? tÏΗ Í>≈ ©à9$#
āωÎ) #I‘$t7 s? ∩⊄∇∪
28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan
janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kebinasaan".
Do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh, sangat baik untuk memohon
keselamatan kepada Allah dari pengaruh orang-orang yang zalim, dan jauh dari
marabahaya yang akan datang menimpa kita akibat melakukan kezaliman dan
mengikuti ajakan kekufuran. Dengan memohon seperti permohonan Nuh, maka
seseorang tentunya berharap semoga Allah mengabulkan doa yang dipanjatkan,
sebagaimana Allah Swt telah mengabulkan do’a nabi Nuh As.
Sebenarnya perlu beristighfar (memohon ampunan kepada Allah Swt.) ketika
berdo’a. Karena pertama, ampunan Allah Swt adalah pintu kebaikan. Kedua,Nabi
yang terpelihara dari dosa (ma’sum) saja, bahkan mereka pun selalu memohon
ampunan kepada Allah Swt untuk memperoleh ridha-Nya. Ketiga, sebagai
manusia biasa, setiap hari, jam, menit, dan bahkan setiap detik bisa saja
21
Setelah makna objektif atau makna awal kosakata al-Qur’an telah ditemukan
dilanjutkan dengan upaya mengaitkan al-Qur’an dengan realitas kekinian, dimana al-Qur’an
hendak dijadikan jawaban atas persoalan yang dihadapi. Hikmah inilah unsur ke dua makna al-
Qur’an dalam pandangan Abu Zaid yang disebut signifikansi. Abu Zaid, Hermeneutika Inklusif,
h.61.
70
melakukan dosa-dosa kecil ataupun besar baik disadari atau tidak, bahkan dosa
kecilpun bisa saja menjadi dosa besar. Sebab meremehkan sebuah perbuatan dosa
kecil ataupun besar, secara tidak langsung, itu menunjukkan penentangan
langsung terhadap Allah Swt.22
Tentunya hal itu yang menjadi sebab tidak
terkabulnya sebuah do’a. Pada umumnya dalam kalangan sufi membaca istighfar
dalam berdo’a dianggap sebagai taraf persiapan untuk mencapai derajat do’a
sejati. Karena istighfar termasuk dalam hal-hal yang menyebabkan tekabulnya
sebuah do’a.23
Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “mohonlah ampunan-
Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Jadi ketika memulai do’a dengan beristighfar memohon ampun atas segala
dosa yang telah diperbuat lalu meminta kebutuhannya insya Allah do’a yang
dipanjatkan akan dapat dikabulkan oleh Allah Swt. Beristighfar sebelum meminta
sesuatu yang menjadi kebutuhan hidup itu harus diperlihatkan dengan penuh
ketundukan, kerendahan dan kesabaran, seperti yang dilakukan oleh nabi Nuh As.
karena dosa adalah penghalang kedekatan hubungan hamba dengan Allah Swt.
Jika penghalang itu dapat dihapus terlebih dahulu, maka secara otomatis
hubungan hamba dengan Tuhannya akan menjadi lebih dekat.
22
Muhsin Qirati, Qalbul Qur’an, penerjamah Najib Husain (Depok: Qarina, 2003), h.18. 23
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 199. Hal-hal yang menyebabkan
tidak diterimanya do’a, di antara adalah: Bakhil, memakan riba, dusta, dengki, hasud, gosip, adu-
domba, ria , sombong dan akhlak tercela lainnya.oleh karenanya sebelum kita bedo’a dianjurkan
memuji, membaca istighfar, agar dosa-dosa kita diampuni dan tentunya do’a kita akan di terima.
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik (Bandung: PT. Hidayah, 2004), h. 98. Jika seseorang terus
menerus melakukan dosa kecil, maka dia termasuk orang yang melakukan doa besar, dan orang
yang menggap remeh sebuah dosa, sama dengan menganggap remeh ancaman Allah Swt. Al-
Muhasibi, Renungan Suci Bekal Menuju Taqwa. Penerjamah Wawan Djunaedi Soffandi (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2001), h. 108.
71
Do’a para nabi adalah doa yang mustajab. Do’a nabi pada umumnya selalu
diiringi dengan permohonan ampunan kepada Allah Swt, meskipun para nabi dan
rasul adalah seorang yang ma’sum, tetapi mereka selalu meminta ampunan kepada
Allah Swt atas dosa-dosanya. Nabi Muhammad sendiri yang dipandang sebagai
sosok teladan manusia sempurna yang memiliki predikat paling tinggi dan mulia
di antara makhluk-Nya, selalu memanjatkan permohonan ampunan kepada Allah
Swt, setiap hari tidak kurang dari tujuh puluh kali, bahkan ada yang mengatakan
lebih dari seratus kali, padahal beliau adalah orang yang pasti di ampuni oleh
Allah Swt, sejak dulu dan yang akan datang.24
Jadi dapat difahami bahwa faedah istighfar adalah laksana pintu kebaikan dan
kunci pembuka tabir atau tirai penyekat yang menutupi hubungan antara hamba
dengan Tuhan. Tabir yang dimaksud di sini adalah dosa dan sifat-sifat buruk
seperti hasud, sombong, serakah dan sifat buruk lainnyayang dapat menggerogoti
hati. Artinya bahwa permohonan ampunan yang dicontohkan oleh para nabi, dari
semenjak nabi Adam As, sampai pada nabi Muhammad Saw. itu tidak lain untuk
menunjukkan betapa lemah, rendah, dan hinanya diri mereka di hadapan Allah.
Mereka sadar dan sangat yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat
memberikan ampunan kecuali hanya Allah swt saja. Kesadaran itu sendiri adalah
24
Noor, Rahasia Doa-Doa dalam Al-Qur’an, h.200. Seperti doa nabi Muhammad Saw
yang termaktub dalam Qs. Al-Imran: 193.
$oΨ −/ u‘ ö� Ï� øî$$sù $uΖs9 $oΨ t/θ çΡ èŒ ö� Ïe� Ÿ2uρ $Ψ tã $oΨ Ï?$t↔ Íh‹ y™ $oΨ ©ù uθ s? uρ yìtΒ Í‘#t� ö/ F{$# ∩⊇⊂∪
“Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-
kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.” Membaca
istighfar sebaiknya dilakukan 14 kali, 7 kali untuk dosa lahir (dosa yang di perbuat oleh: telinga,
hidung, mulut, tangan, kaki, dan Syahwat), 7 kali dosa batin (dosa yang di perbuat oleh: Latifatur-
Roh, Latifatus-Sirri, Latifatul Khafi, Latifatun Nufus Natiqa, dan Latifatu Kullu Jasad) setiap
sesudah salah fardhu, yang berarti 70 kali bertaubat dalam sehari semalam 5x14 bertaubat.
Lihat:Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1973), h. 93, 101.
72
syarat dalam maqam taubat yang sesungguhnya (taubatan nasuha).25
Untuk itu,
doa yang dipanjatkan oleh Nabi Nuh As, sangat baik untuk diteladani
sebagaimana Nabi Nuh dalam memulai doanya dengan memohon ampun kepada
Allah SWT. Jika sudah mendapatkan ampunan tersebut, tentu akan mudah
mendapatkan ridha-Nya.
25
Umar Suhrawardi, ‘Awarif al-Ma’arif ; Puncak Pengetahuan Ahli Makrifat, h. 198.
Dalam kitab al-Mustadrak karyaal-Hakim menceritakan ada seorang laki-laki yang datang
menemui Rasulullah SAW. orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, berilah doa kepadaku.” Lalu
beliau menjawab, “Katakanlah, Ya Allah, sungguh ampunan-Mu jauh lebih luas dari dosa-dosaku.
Rahmat-Mu lebih aku harapkan dari hasil amal perbuatanku.” Selengkapnya lihat: Al-Syahawi,
The Secret of Istigfar, h.20. Amru Khalid, Wahai saudaraku Bersabarlah; Rahasia Sukses
Menjadikan Diri Kita Berjiwa Besar dalam Berempati (Jakarta: PT. Hikmah, 2006), h.45-46. Doa
Ampunan yang dicontohkan para nabi dalam al-Qur’an diantaranya seperti doa nabi AdamAs: Al-
A’raf:23;Nuh As: Hud: 47; Musa As: Al-A’raf: 151; Ibrahim As: 41; Nabi Muhammad SAW: Al-
Imran: 193, dan doa-doa lainnya yang tidak penulis sebutkan.
75
BAB V
A. Kesimpulan
Nabi Nuh yang telah berdakwah selama 950 tahun, tidak hanya di siang
hari namun juga di malam hari beliau tidak berhenti menyeru kaumnya. Selama
masa yang panjang itu pula beliau bersabar atas gangguan fisik maupun psikis
yang ia terima. Tidak hanya menolak seruan Nabi Nuh, mereka pun mengejeknya
dengan menutupi telinga-telinga mereka. Allah Ta‟ala pun menanggapi kaum
Nuh yang sangat melampaui batas ini dengan berfirman, mengabarkan kepada
Rasulullah Nuh „alaihi ash-shalatu wa as-salam bahwa tidak ada lagi kaumnya
yang akan beriman kepada-Nya.
Ketika Nabi Nuh menyadari bahwa orang-orang itu tidak bisa lagi
diperbaiki dan tak ada gunanya memberi penjelasan kepada mereka, kesabarannya
habis sudah. Ia berkata kepada Allah, “Oh Tuhan! Jangan Kau beri kesempatan
kepada satu orang kafir pun untuk hidup di bumi ini, karena jika Kau biarkan
mereka tetap hidup, mereka akan mengajak orang-orang lainnya untuk
melanggar dan akan melahirkan keturunan-keturunan yang akan tetap kafir dan
tak bertuhan.” Yaitu janganlah engkau biarkan seorang pun dari mereka hidup di
muka bumi yang tinggal di sebuah rumah, sesungguhnya jika di antara orang-
orang kafir itu ada yang Engkau sisakan, maka pastilah dia akan menyesatkan
orang-orang setelah mereka, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat maksiat lagi sangat kafir. Ucapan Nuh ini karena pengetahuannya sendiri
terhadap kaumnya dan karena beliau telah tinggal bersama mereka selama 950
tahun.
76
Karena pembangkangan dan perlawanan kaumnya inilah yang membuat
nabi Nuh „alaihi salam berdo’a kepada Allah agar menurunkan azdab kepada
kaumnya yang tidak mau beriman kepada Allah SWT.
B. Saran
Umat islam jangan berhenti berharap (berdo’a) kepada Allah, karena do’a
adalah tali penghubung dan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah,
di samping dapat mewujudkan permohonan, juga mendapatkan pahala kebaikan
dari do’a yang yang dipanjatkan, karena do’a adalah perbuatan ibadah. Sehingga
yang diharapkan adalah kebaikan di dunia dan akhirat.
Menyadari penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang skripsi diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
Penulis juga menyarankan bagi para akademisi yang memang tertarik untuk dapat
menggali lebih mendalam lagi. Tentang do’a nabi Nuh atau do’a nabi lainnya
yang terdapat dalam al-Qur’an, denganteori pendekatan yang baru, agar do’a-do’a
itu dapat dipahami dan berperan penting bagi kehidupan saat ini.
77
Daftar Pustaka
Al-Qattan, Manna‘ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur‘an, diterjemahkan dari bahasa
Arab oleh Mudzakir AS.—Cet. 15 – Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2012 xv. 554 hlm. ; 14,5 x 21 cm.
Amanda, Fitri Nur, Analisis framing film do‘a yang mengancam, UIN Syarif
Hidayatullah ; fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi, 2012.
al-Qahthani, Sa‘id bin Ali bin wahf, Agar Do‘a dikabulkan, Daul Haq-Jakarta,
2015.
Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja‘far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjamah, Anshari Taslim,
Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana, Mengala, Athaillah Manshur,
editor, Edy, Fr, M. Sulton Akbar.- jakarta: Pustaka Azzam, 2009, 19 jil, ;
23 cm.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi/Syaikh Imam Al-Qurthubi;
penerjamah, ahmad Khatib, Dudi Rosyadi, Fathurrahman, Fachrurazi;
editor, Mukhlis B. Mukti-jakarta: Pustaka Azzam, 2009, 800 hlm; 23 cm.
Ar-Rifa‘i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah; ringkasan tafsir ibnu Katsi;
Muhammad ar-Rifa‘i; penerjamah, Syihabuddin—Jakarta: Gema Insani
Press, 2000, 1092 hlm.; 24 cm.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Mu‟jam al-Mufahras li al-faz al-Qur‟an al-Karim,
Istanbul-Turki: al-Maktubah al-Islamiyah, 1984.
Abdullah, Yatimi, Studi Ahlak dalam Perspektif al-Qur‟an, Jakarta, Amzah, 2007.
Abdullah al-Asyqar, Umar Sulaiman, Ensiklopedi Kisah Sahih Sepanjang Zaman.
Penerjamah Izzudin Karimi, Surabaya:PT. Yassir, 2008
Abdullah, M. Yatimi, Studi ahlak dalam perspektif al-Qur‟an, Jakarta: Amzah,
2007
Abdullah ibn Yahya ibn Mubarak al-‗adawi al-Bagdadi al-Ma‘ruf bi ibn Yazidi,
Abi ‗Abdurrahman, Gharib al-Qur‟an wa tafsir, Bairut Syuriah:
Muassasah al-Risalah, 1987 M/ 1407 H.
Abi al-Fida Isma‘il Ibn Katsir al-Kusyairi al-Quraisyi al-Dimasyqi, al-Hafizd
‗Imanuddin, Tafsir al-Qur‟an al-Azdim, Riyad: Maktabah Dar-al-salami,
1994.
Abu Daud Sulaiman Ibn Asy‘as al-Sijistani al-azdi, Imam al-Hafizd, Sunan Abi
Daud, Libanon-Bairut: Dar Ibn Hazim, 1998 M/ 1419 H.
Daradjat, Zakiah, Do‘a : Menunjang semangat hidup/ Zakiah Daradjat. –cet. 6.
Jakarta : CV Ruhama, 1996.
78
Ghozali, Muhammad Luthfi, Percikan Samudra Hikmah: Syarah Hikam Ibnu
Atho‘illah As-Sakandari, Jakarta: siraja, 2011, ed. 1. Cet. 1; xvi, 596
hlm; 23 cm.
Hadi, Abdul Kadir, Menembus Tujuh Lapis Langit, cet. 1. Pustaka Hidayah,
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).
Hakim, M. Arif, do‘a-do‘a terpilih: munajat hamba Allah dalam suka dan duka,
Bandung : Marja‘, 2004.
Husain Fadhlullah, Husein Nahrawi, -cet. 1. – Jakarta : Al-Huda, 2005.
Hamid, Abu Zaid Nasr, Menalar Firman Tuhan: Wacana Majaz dalam al-Qur‟an
Menurut Mu‟tazilah, Penerjemah: Abdurrahman Kasdi, Bandung: Mizan,
2003.
Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy,Imam jalaluddin, “Badi‟ul „Alam Fi
Dzikri Qishshati Nuh „Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya‘roni Al-
Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari),
Jaronah, Siti, Dakwah, dakwah melalui dzikir dan do‘a : studi kasus kyai Zarqani
di Gading Serpong Tangerang, UIN Syarif Hidayatullah ; fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2010.
Muhammad al-Faiz, Doa dan Dzikir, al-du‘a al-rumuz ‗inda al-syaikh ‗Ali
Musthafa Ya‘qub: dirasah wa istinbathan, UIN Syarif Hidayatullah:
fakultas Dirasat Islamiyah, 2014.
Mu‘min Mulyana, Do‘a dan Dzikir, Hirarki Kebutuhan Manusia dalam Ayat-ayat
Do‘a, UIN Syarif Hidayatullah: fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2013.
M. Anwar Syarifuddin dan Johar Azizy, jurnal refleksi, mendialogkan
―Hermeneutika Do‘a dalam Kisah Ibrahim dan Musa‖, vol.13, no.6,
April 2014.
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Khuluqun Azhim = Budi pekerti Agung : Tafsir Juz
Tabarak, Penyunting, Abd. Syakur Dj.—Tangerang : Lentera Hati, 2013.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an,
Jakarta : Lentera Hati, 2002.
Suhufi, S.M, kisah-kisah dalam Al-Qur‘an, diterjemahkan Stories from Qur‟an,
Penerjemah: Alwiyah Abdurrahman, penyunting: Putut Wijaya
Abdurrahman, penerbit: Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), cet 1:
1994, cet II: 1995, cet III: 1995.
Zahri, Mustafa , Kunci Memahami Tasawuf, PT. Bina Ilmu, Jl. Tunjungan 53 E
Surabaya.