MEKANISME GEJALA
-
Upload
sani-widya-firnanda -
Category
Documents
-
view
105 -
download
7
Transcript of MEKANISME GEJALA
MEKANISME GEJALA
1. Nyeri dada
Aterosklerosis Ruptur plak Pembentukan thrombus Penyempitanpembuluhdarah Kurangnya suplai O2 Iskemik Apabilaterjadiaterosklerosispadapembuluhdarah,semakinbanyakakanmenyebabkanrupturpadaplakakibatnyaterbentuktrombus.Apabilatrombusiniberkumpulsemakinbanyak,makadapatmenyebabkanobstruksipadaarterikoroner.Apabilaterjadiobstruksi,makadarahkekurangansuplaioksigenyangakanmenyebabkaniskemik.Iskemikinilahyangakanmenimbulkanrasanyeripadadaerahdada.GangguanhemodinamikVasokonstriksiPembentukantrombusPenyempitanpembuluhdarahKurangnyasuplaioksigenMekanismeanaerobPenumpukanasamlaktatMenekanreseptornyeriNyeridada
Apabilaterjadigangguanhemodinamikpadajantung,akanmenimbulkanvasokonstriksipadapembuluhdarahyanglamakelamaanmenyebabkantrombus.Trombusyangterbentukdanbertambahbesar,akanmenyebabkanobstruksipadaarterikoronersehinggadapatterjadipenyempitan.Akibatnya,suplaioksigenuntukjaringandanarterikoronerkhususnyaakanberkurang.Halinimengakibatkanmekanismeanaerobmeningkatsebagaimekanismekompensasidaritubuh.Namun,akibatnyaakanterbentukasamlaktatyangsangatbanyaksehinggamenekanujung-ujungsarafataureseptornyeripadadaerahdadayangakanmenimbulkanresponnyeri
2. Batuk dengan dahak kuning kental3. Mengi4. Gelisah
Sitologi sputum:
Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mengidentifikasi adanya keganasan (karsinoma) pada paru-paru. Sputum mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah prosedur yang paling tidak invasive untuk
mendapatkan diagnosis pasien dengan kecurigaan kanker paru. Keakuratan
diagnosis tergantung pada ketelitian sampling penelitian (paling tidak 3
spesimen) dan teknik yang tepat. Sayangnya masih banyak institusi yang
tidak mempunyai program yang standard untuk proses sitologi sputum,
sehingga kesensitivannya lebih rendah daripada pemeriksaan lainnya.
Sputum sitologi terutama berguna pada kanker paru yang terletak di
sentral (missal SCLC atau karsinoma sel skuamous) dan pada penderita
dengan keluhan hemoptisis. Pengambilan sampel sputum merupakan
langkah pertama pada pasien dengan lesi sentral dengan atau tanpa bukti
radiografik atau kecurigaan metastase, dimana prosedur invasif seperti
bronkoskopi atau TTNA mempunyai resiko yang tinggi. (diagnosis of lung
cancer in primary care2004)Petty TL. The early identification of lung carcinoma by sputum cytology.
Cancer 2000; 89 (11 Suppl):2461–2564.81 Murray KL, Duvall E, Salter DM, Monaghan H. Efficacy and
pattern of use of sputum cytology as a diagnostic test. Cytopathology 2002; 13: 350–354.
KAPAN DILAKUKAN PEMERIKSAAN ANALISIS GAS DARAH DAN SPIROMETRI
Spirometri adalah pemeriksaan fungsi paru yang berguna untuk membedakan antara penyakit paru restriktif dan untuk menentukan tingkat (ringan, sedang, atau berat), dari kelainan paru obstruktif atau restriktif.
Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2
di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan
ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal
karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya
alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal
akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2
disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade
neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi
yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal,
seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan
gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas
normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang
memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan
bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH
7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan
ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal
melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan
tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya
pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak
adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60
mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia
yang ada sehingga normal.
10.Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini
berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of
prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti
konsumsi dan distribusi oksigen.
Analisa Gas Darah
2.1 Pengertian
Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa pasien (Wilson, 1999). Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu system buffer, sistem respiratori, dan sistem renal (Wilson, 1999).
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”,yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri.
2.2 Manfaat Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasi hasilnya secara tepat.
Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa memiliki peran yang sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru pada pasien-pasien kritis. Telah banyak perkembangan dalam pemahaman fisiologi asam basa, baik dalam suatu larutan maupun dalam tubuh manusia. Pendekatan tradisional dalam menganalisa kelainan asam basa adalah dengan menitik beratkan pada rasio antara bikarbonat dan karbondioksida, namun cara tersebut memiliki beberapa kelemahan. Saat ini terdapat pendekatan yang sudah lebih diterima yaitu dengan pendekatan Stewart, dimana pH dapat dipengaruhi secara independent oleh tiga faktor, yaitu strong ion difference (SID), tekanan parsial CO2, dan total konsentrasi asam lemah yang terkandung dalam plasma.
Kelainan asam basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien kritis. Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan gambaran mengenai prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat menganalisa lebih tepat dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu dokter dalam menyimpulkan outcome pasien.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi oksigenasi sel atau jaringan adalah jumlah oksigen yang terkandung dalam darah. Tekanan gas darah tersebut dapat diukur dengan menganalisa darah arteri secara langsung atau melalui pulse oksimetri dengan melihat saturasi hemoglobin. Analisa gas darah (AGD) telah banyak digunakan untuk mengukur pH, PaO2, dan PCO2. Akan tetapi, makna dari hasil pengukuran tersebut tergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasikannya.
AGD biasanya diambil dari arteri radialis, meskipun dapat juga dari arteri lainnya seperti arteri femoralis. Pengambilan darah arteri dapat berakibat spasme, kloting intralumen, perdarahan, dan hematoma yang pada akhirnya akan menimbulkan obstruksi arteri bagian distal. Hal ini tidak terjadi jika arteri yang ditusuk memiliki kolateral yang cukup. Arteri radialis lebih dipilih karena memiliki cukup kolateral untuk menghindari terjadinya obstruksi dibandingkan dengan arteri brakhialis atau femoralis. Selain itu, letak arteri radialis lebih superfisial, mudah diraba dan difiksasi. Darah arteri diambil sebanyak 3 ml pada spuit yang sebelumnya telah diberikan heparin 0,2 ml. Sampel darah yang telah diambil harus terbebas dari gelembung udara dan dianalisa secepatnya. Hal ini disebabkan komponen seluler pada sampel masih aktif bermetabolisme, sehingga akan mempengaruhi tekanan gas.
2.5 Interpretasi Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Sampel darah yang akan dianalisis dengan menggunakan tes ini merupakan darah arteri yang biasa digunakan yaitu arteri radialis karena mudah terambil.
Tes Rentang Normal Dewasa
Interpretasi
PO2 80-100 mmHg Meningkat: menandakan pemberian O2 yang berlebihanMenurun: mengindikasikan penyakit CAL, bronkhtis kronis, Ca.
bronkus dan paru-paru, cystic fibrosis, RDS, anemia, atelektasis, atau penyebab lain yang mengakibatkan hipoksia
PCO2 35-45 mmHg Meningkat: mengindikasikan kemungkinan CAL, pneumonia, efek anestesi, dan penggunaan opioid (asidosis respiratori)Menurun: mengindikasikan hiperventilasi / alkalosis respiratori
Ph 7,35-7,45 Meningkat: menandakan alkalosis metabolisme atau respiratoriMenurun: menandakan asidosis metabolisme atau respiratori
HCO3- 21-28 mEq/L Meningkat: mengindikasikan kemungkinan asidosis respiratori sebagai kompensasi awal dari alkalosis metabolismeMenurun: mengindikasikan kemungkinan alkalosis respiratori sebagai kompensasi awal dari asidosis metabolisme
SaO2 95-100% Menurun:
mengindikasikan kerusakan kemampuan hemoglobin untuk mengantarkan O2 ke jaringan
2.6 Peran Perawat dalam Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Keterampilan seorang perawat dalam pengambilan darah arteri sangat menentukan sekali terhadap akurasi hasil, dan sekaligus menentukan dampak komplikasi yang ditimbulkan. Hal ini tentunya tergantung dari berapa kali dia sudah pernah mengambil darah arteri AGD (pengalaman), pengetahuan perawat terhadap komplikasi yang bisa ditimbulkan dari pengambilan darah arteri yang tidak tepat, pemahaman perawat terhadap protap pengambilan darah arteri AGD, dan kondisivaskularisasi pasien, apakah masih bagus vaskularisasinya atau sudah kolaps (Bertnus, (2009).
Hal-hal yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan tindakan, antara lain:
1) Faktor yang menyebabkan kontra indikasi dalam penggunaan tindakan analisa gasdarah ini, meliputi amputasi, kontraktur, tempat atau area infeksi, balutan, mastektomi, atau arterio venous shunts (Potter & Perry, 2006),
2) Lakukan tes Allen sebelum memulai mengambil contoh darah dari arteri,
3) Area injeksi yang sebelumnya atau kondisi yang sesudahnya mungkin dapat mengeliminasikan menjadi area potensial. Arteri seharusnya dapat dijangkau,
4) Perawat harus memberikan pengajaran kepada klien bahwa segera melaporkan kepada perawat bila terjadi lumpuh atau mati rasa, dan terbakar di daerah tangan tepatnya di area injeksi, arteri radial.
INTERPRETASI PEMERIKSAAN FOTO THORAX (Paru tampak infliltrat bilateral dan perselubungan homogen)
Posisi Pada Foto ThoraxØ Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.
Ø Posisi AP (Antero Posterior)Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.
Ø Posisi Lateral Dextra & SinistraPosisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.
Ø Posisi Lateral DekubitusFoto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal.
Ø Posisi Apikal (Lordotik)Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.
Ø Posisi Oblique IgaHanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat.
Ø Posisi EkspirasiAdalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.
V. INTERPRETASI FOTO THORAXCara sistematis untuk membaca foto thorax, sebagai berikut :
1. Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada waktu inspirasi penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan keraguan karena bisa menyerupai suatu penyakit misal kongesti paru, kardiomegali atau mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan-bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.
2. Cek apakah Exposure sudah benar ( bila sudah diperoleh densitas yang benar, maka jari yang diletakkan di belakang “daerah yang hitam” pada foto tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan hati-hati, gambaran paru bisa memberi kesan adanya edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena “overexposed” bisa memberi kesan adanya emfisema.
3. Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula,dll) Normal.4. Cek jaringan lunaknya, yaitu kulit, subcutan fat, musculus-musculus
seperti pectoralis mayor, trapezius dan sternocleidomastoideus. Pada wanita dapat terlihat mammae serta nipplenya.
5. Cek apakah posisi diafragma normal ; diafragma kanan biasanya 2,5 cm lebih tinggi daripada kiri. Normalnya pertengahan costae 6 depan memotong pada pertengahan hemidiafragma kanan.
6. Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.7. Cek mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal,
dan carilah trachea.
8. Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Diameter jantung pada orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar dada. Atau dapat menentukan CTR (Cardio Thoracalis Ratio).
9. Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada paru dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan pembuluh limfe. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.
VI. SYARAT FOTO THORAX PASyarat- syarat foto thorax PA bila memungkinkan :
1. Posisi penderita simetris. Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang corpus vertebra thoracal terletak di tengah sendi sternoclavikuler kanan dan kiri.
2. Kondisi sinar X sesuai. mAs (jumlah sinar) cukup dankV (kualitas sinar) cukup.
3. Film meliputi seluruh cavum thorax. Mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus-sinus phrenicocostalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
VII. KELAINAN RADIOLOGI THORAXBerikut ini adalah kelainan – kelainan radiologi toraks :
1. Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip suatu penyakit, misal : - sendi sternoclavicula sama jauhnya dari
garis tengah- Diafragma letak tinggi- Corakan meningkat pada kedua lobus bawah- Diameter jantung bertambah2. Pada Jantung : Cardiomegali - Apex cordis tergeser kebawah kiri pada pembesaran Ventrikel kiri- Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel
kanan3. Pada Mediastinum : Massa mediastinum4. Pada Pulmoa) Oedema paru- Bayangan dengan garis tidak tegas- Terdapat suatu bronkogram udara- Tanda “silhouette” yaitu hilangnya visualisasi bentuk diafragma atau
mediastinum berdekatan
b) Pemadatan paru, seperti : TBC paru, Pneumonia- Terlihat pemadatan berbercak – bercak dengan bayangan berbatas tidak
jelas- Terlihat kavitasi (pembentukan abses)
c) Kolaps paru / ateletaksis- Terdapat bayangan lobus yang kolaps- Ditemukan tanda “silhouette”- Pergeseran struktur untuk mengisi ruangan yang normalnya ditempati
lobus yang kolaps
- Pada kolaps keseluruhan paru : keseluruhan hemithorax tampak opaque dan ada pergeseran hebat pada mediastinum dan trachea
d) Massa paru, misal : abses paru, kista hydatid- Ditemukan lesi uang logam (coin lesion) / nodulus
- Terdapat bayangan sferis
e) Bayangan kecil tersebar luas- Bayangan cincin 1 cm bersifat diagnostic bagi bronkiektasis- Kalsifikasi paru yang kecil tersebar luas dapat timbul setelah infeksi paru
oleh TB- Area pemadatan kecil berbatas tidak jelas menunjukkan adanya
bronkiolitis
f) Bayangan garis- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting adalah garis
septal, dapat terlihat pada limfangitis Ca
g) Sarkoidosis- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis- Bayangan retikulonodularis pada paru
h) Fibrosis paru- Bayangan kabur pada basis paru yang menyebabkan kurang jelasnya garis
bentuk pembuluh darah,kemudian terlihat nodulus berbatas tak jelas dengan garis penghubung.
- Volume paru menurun, sering jelas, dan translusensi sirkular terlihat memberikan pola yang dikenal sebagai “paru sarang tawon”, kemudian jantung dan arteria pulmonalis membesar karena semakin parahnya hipertensi pulmonalis.
i) Neoplasma- Bayangan bulat dengan tepi tak teratur berlobulasi dan tepi terinfiltrasi- Terdapat kavitasi dengan massa
5. Pada Pleuraa) Efusi Pleura
- Terlihat cairan mengelilingi paru, lebih tinggi di lateral daripada medial, juga dapat berjalan ke dalam fissura terutama ke ujung bawah fissura obliqua
b) Fibrosis Pleura- Penampilannya serupa dengan cairan pleura, tetapi selalu lebih kecil
daripada bayangan asli. Sudut costophrenicus tetap terobliterasi.
c) Kalsifikasi Pleura- Plak kalsium tak teratur, dapat terlihat dengan atau tanpa disertai
penebalan pleura
d) Pneumothorax- Garis pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding dada,
mediastinum atau diafragma oeh udara- Tak adanya bayangan pembuluh darah diluar garis ini.
6. Pada Diafragmaa) Paralisis Diafragma- Akibat kelainan nervus phrenicus, misal invasi oleh karsinoma bronchus- Ditandai oleh elevasi 1 hemidiaphragma
b) Eventrasi Diafragma- Merupakan keadaan kongenital, yang diafragmanya tanpa otot dan
menjadi lembaran membranosa tipis.
DAFTAR PUSTAKA1. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta,2005.2. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of Radiographic
Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : EGC,1995.
3. Armstrong Peter, L.Wastie Martin. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta : EGC,1989
Diagnosis Banding
B. Patogenesis PPOK
Dalam patogenesis PPOK, tambahnya, tekanan oksidatif memiliki peran dalam
peningkatan inflamasi, terutama pada perokok dan pasien PPOK. Peningkatan tekanan
oksidatif pada pasien PPOK diperoleh dari pembakaran zat oksidan melalui asap rokok, atau
dari penambahan jumlah spesies oksigen reaktif yang dilepaskan dari leukosit. Kebanyakan
pasien PPOK mengalami episode akut yang disebut eksaserbasi. Eksaserbasi diyakini
memberikan kontribusi dalam progresivitas penyakit sekaligus hilangnya fungsi paru yang
menjadi penyebab utama morbiditas, perawatan di rumah sakit, bahkan kematian (Amin,
2006).
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag
dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease
sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi
predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat
reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat
meningkatkan penghancuran antiprotease (Kumar, 2007).
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,
hipersekresi mukosa, peningkatanmassa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi
silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan.
Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk
produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi
protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya
elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan
pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi
paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk
PPOK (Price, 2006)
C. Diagnosis PPOK
PPOK diklasifikasikan menjadi subtype bronchitis kronik dan emfisema, walaupun
kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk
produktif kronis selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan
pada dinding alveola yang menyebabkan peningkatan ukuran ruang udara distal yang
abnormal.Membedakan antara PPOK dengan asma sangat penting karena asma merupakan
sumbatan saluran napas yang intermitten dan penanganan asma berbeda dengan PPOK.Perbandingan gejala antara PPOK dan asma
PPOK Asma
Riwayat Klinis Onset biasanya pada usia tua.Riwayat paparan rokok.Tidak ada riwayat atopik pada keluarga.Variasi diurnal tidak begitu jelas.
Onset biasanya pada umur yang lebih mudaPaparan allergen.Riwayat atopi atau asma pada keluarga.Berkaitan dengan pola nocturnal dan memberat pada pagi hari.
Tes DiagnostikSpirometriKapasitas Radiology
Obstruksi tidak reversible sepenuhnya Berkurang (dengan emphysema) Hiperinflasi cenderung lebih persisten. Penyakit bullous dapat ditemukan
Obstruction dapat reversible sepenuhnya Biasanya normal Hiperinflasi hanya pada eksaserbasi, namun normal di luar serangan
Pathology Metaplasia kelenjar mucus Kerusakan jaringan alveolar (emphysema)
Hyperplasia kelenjar mucus Struktur alveolar utuh
Inflamasi Makrofag dan neutrofil mendominasiLimfosit CD8+
Sel Mast dan eosinophils mendominasi Limfosit CD4+
PenatalaksanaanKortikosteroid Inhalasi Leukotriene modifier Anticholinergic inhalasi
Untuk kasus sedang hingga beratTidak direkomendasikanDigunakan untuk maintenance dan selama eksaserbasi
Untuk kasus ringan hingga berat persisten Digunakan sebagai medikasi pengontrol Hanya digunakan pada eksaserbasi. Tidak diindikasikan untuk maintenance
(Swidarmoko, 1995)Diagnosis banding dari PPOK adalah sebagai berikut:1. Emfisema, dengan gejala:
Batuk disertai keluarnya sputum (dahak) dalam jumlah besar
Hembusan nafas terasa pendek dengan bibir yang berkerut
Perubahan fisik yang ditandai dengan kemerosotan berat badan dan dada terasa berat.
Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai
membungkuk
Bibir tampak kebiruan
2. Emboli paru, dengan gejala:
Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak
berdarah)
Sesak nafas yang timbul secara mendadak
Nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi
dada, sifatnya tajam atau menusuk)
Nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk,
makan atau membungkuk
Pernafasan cepat dengan wheezing
Denyut jantung cepat (takikardia)
Kulit lembab dan berwarna kebiruan
Nyeri pinggul tungkai (salah satu atau keduanya)
Pembengkakan tungkai
Tekanan darah rendah
Denyut nadi lemah atau tak teraba
3. Pneumothoraks, dengan gejala:
Penurunan ekspansi dada terkena
Hilang suara nafas pada sisi dada yang terkena
Hyperresonance
Sesak napas tiba-tiba
Napas pendek
Sianosis
Nyeri dada, punggung dan lengan
4. Ca paru, dengan gejala:
Sesak napas
Batuk berkepanjangan dan mengeluarkan darah
Sakit dada
Demam
Kehilangan berat badan (Sudoyo, 2006
D. Penatalaksanaan PPOK
Panduan konsensus penanganan terkini bergantung pada tingkat keparahan PPOK,
yang diketahui dari FEV1. Intervensi satu-satunya sejauh ini yang telah terbukti memperbaiki
harapan hidup adalah berhenti merokok dan terapi oksigen jangka panjang (LTOT/Long-
Term Oxygen Therapy) untuk pasien dengan hypoxemia yang bermakna pada saat istirahat.
Maka dari itu, pasien dengan PPOK sebaiknya didorong untuk berhenti merokok. Pasien
yang tidak merokok dihindarkan dari paparan polusi lingkungan atau okupansional yang
diduga merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan penyakitnya.Bronkodilator
Bronkodilator dapat diklasifikasikan sebagai agen kerja singkat dan kerja panjang dan
terbagi lagi menjadi tiga kelas farmakologis utama. Dengan meningkatnya keparahan PPOK,
bronkodilator kerja panjang mungkin dapat memberikan manfaat simptomatik untuk periode
yang lama. Antikolinergik dapat digunakan sebagai penanganan lini pertama untuk PPOK.
Ipratropium bromide merupakan antikolinergik kerja singkat yang buruk diabsorbsi oleh
saluran napas jika diberikan sebagai aerosol dan memiliki sedikit efek terhadap klirens
mukosilier. Tiotropium merupakan antikolinergik kerja panjang yang telah terbukti
mempertahankan FEV1 yang tinggi. Penggunaan antikolinergik sebagai agen farmakologis
pada PPOK tidak seefektif penggunaannya pada asma.Rehabilitasi Pulmoner
Jika ditujukan untuk pasien dengan PPOK (atau gangguan kesulitan pernapasan
lainnya) program yang komprehensif pada rehabilitasi pulmoner dapat meningkatkan
kapasitas kerja, fungsi psikososial, dan kualitas hidup. Program ini tidak memperpanjang
hidup atau fungsi pulmoner, namun telah terbukti mengurangi frekuensi rawat inap.Terapi Oksigen Jangka Panjang (Long Term Oxygen Therapy/LTOT)
Kriteria untuk menggunakan oksigen bukan berdasar pada sesak napas namun lebih
dari hasil pemeriksaan baku untuk hypoxemia pada saat istirahat dan beraktivitas yang
dilakukan pada laboratorium fungsi pulmoner. Terdapat kriteria LTOT yang diakui secara
meluas untuk pasien PPOK berdasarkan kadar hypoxemia. LTOT sebaiknya digunakan
setidaknya 15 jam per hari untuk memperoleh manfaat harapan hidup. Terapi ini biasanya
dilakukan dengan mengenakan kanula nasal yang disambung dengan sumber oksigen.Penanganan Eksaserbasi
Pada umumnya, semakin FEV1 menurun maka eksasebasi lebih sering terjadi.
Eksaserbasi moderat atau berat ditandai dengan memburuknya dyspnea, batuk, dan
peningkatan produksi dan purulensi dari sputum yang membaik jika diberikan antibiotic yang
mencakup Haemophilus influenzae, pneumokokus, dan Moraxella catarrhalis. Cakupan
antibiotic pseudomonas aeruginosa perlu dipertimbangkan pada pasien yang telah mengalami
eksaserbasi sebanyak tiga kali atau lebih pada tahun sebelumnya. Kortikosteroid oral dan
intravena diberikan pada eksaserbasi berat yang telah dijelaskan di atas (Amin, 2006).
BAB III
PEMBAHASAN
Pada laporan kali ini akan dibahas scenario “Sesak Nafas pada Seorang Perokok”, yaitu
tentang seorang laki-laki, 70 tahun; perokok dengan keluhan utama: sesak napas berat 2 hari ini
disertai nyeri dada kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan dahak lebih pekat
berwarna kuning kehijauan. Kedua tungkai bengkak satu bulan ini. Riwayat batuk dan sesak
sudah berjalan sejak sepuluh tahun yang lalu. Dua tahun ini dirasa lebih berat dan sering diikuti
mengi. Pernah diberi obat pelega inhaler dan disarankan berhenti merokok. Pernah bekerja di
pabrik asbes selama tujuh tahun. Pada pemeriksaan keadaan umum: penderita gelisah dan
tampak sianotik. Pemeriksaan paru : inspeksi statis dada kanan menonjol daripada kiri dan saat
bernapas dada kanan tertinggal. Paru kanan perkusi hipersonor, auskultasi suara napas melemah.
Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing. Pemeriksaan jumlah leukosit belum ada hasil.
Pemeriksaan foto toraks: paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line. Paru
kiri emfisematous. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi sputum belum ada hasil.
Dari data tersebut, dapat dilihat proses perjalanan penyakitnya. Pasien pernah bekerja di
pabrik asbes selama 7 tahun. Hal ini membuat pasien memiliki kemungkinan yang sangat tinggi
untuk terkena asbesitosis. Debu yang terhirup tergantung dari konsentrasi poluten di udara,
jumlah yang tertahan di saluran pernapasan dan paru, ukuran dan bentuk kontaminan, kelarutan
dan reaktifitas fisiokimianya. Jika ukurannya lebih dari 5 mikromilimeter akan tersaring di
hidung dan dibuang. Ukuran 1-5 mikromilimeter cenderung menetap di bronkiolus respiratorius
karena partikel ini memiliki resistensi yang tinggi. Kurang dari 1 mikromilimeter akan mudah
sampai di duktus alveolaris dan alveoli. Debu asbestos ukurannya kurang dari 2 mikromilimeter.
Debu yang terhirup akan terdeposisi dan difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung
partikel asbes akan mengaktifkan C5a yang memanggil makrofag-makrofag yang lain dan
netrofil. Makrofag-asbes ini kemudian diselubungi oleh kompleks protein-besi yang
menyebabkan fibrosis.
Selain itu, pasien memiliki kebiasaan merokok. Asap tembakau mengandung ribuan
bahan atau zat, termasuk bahan kimia, gas, dan tetesan-tetesan kecil dari tar. Asap rokok bisa
menyebabkan berbagai macam keabnormalan. Iritan dalam asap tembakau bisa menimbulkan
penyempitan saluran udara sehingga bronkus menghasilkan mucus yang berlebihan. Zat iritan ini
juga dapat mengganggu fungsi sel sistem kekebalan dalam paru dan mengganggu keseimbangan
normal enzim paru, yang membuat pasien lebih rentan terhadap penyakit pernapasan. Selain itu,
juga dapat menghentikan gerak silia yang membantu mengeluarkan benda asing. Asap tembakau
juga mengandung karbon monoksida yang bila bergabung dengan hemoglobin akan membentuk
karboksihemoglobin, yang menghalangi pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh. Asbesitosis
ditambah dengan merokok inilah yang membuat pasien mampunyai riwayat batuk dan sesak
napas sejak 10 tahun yang lalu.
Orang yang merokok dapat mengakibatkan respon peradangan sehingga menyebabkan
pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan pada asap
menghambat enzim alfa1-antiprotease. Makrofag yang memfagositosis asbestos mengeluarkan
protease. Tetapi karena enzim alfa1-antiprotease yang bertugas menghambat protease dihambat
oleh oksidan dari asap tembakau, maka perusakan jaringan paru sekitar tidak dapat dicegah
sehingga ‘membawa’ pasien kita ke emfisema-bronkitis kronik. Ini yang menyebabkan
gambaran paru kiri emfisematous. Pada emfisema terdapat bleb (rongga subpleura yang terisi
udara) dan bulla (rongga parenkim yang terisi udara). Biasanya bula timbul karena adanya
penyumbatan pada katup pengatur bronkiolus. Selama inspirasi, lumen bronkiolus melebar
sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.
Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit sehingga sumbatan
dapat menghalangi keluarnya udara. Sehingga waktu pasien ekspirasi akan terdengar suara
wheezing dan ronki. Sedangkan, dahak yang berwarna kuning kehijauan menunjukkan adanya
infeksi dan warna hijau berasal dari zat verdoperoksidase yang dihasilkan dari sel
polimorfonuklear, yaitu neutrofil.
Bleb pada paru kanan yang terbentuk akibat rupture alveoli dapat pecah ke dalam rongga
pleura sehingga mengakibatkan pneumotoraks spontan (kolaps paru) sehingga didapatkan
gambaran paru kanan kolaps. Karena pleura terisi oleh udara, maka pada foto toraks ada
gambaran hiperlusen (hitam) yaitu udara yang ada di pleura. Garis pleura viseralis tampak putih,
lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Karena celah
antara kedua garis pleura terisi udara (tampak lusens), maka akan terlihat pleural line (garis putih
yang mengapit daerah hitam). Selain itu, pada perkusi didapatkan hipersonor dan auskultasi
suara napas melemah juga disebabkan karena pleura yang terisi oleh udara. Paru yang kolaps,
saat inspirasi akan tertinggal karena sudah tidak dapat mengembang lagi.
Paru kanan yang kolaps, membuat darah kotor dari ventrikel dexter yang masuk ke paru
untuk dibersihkan, tidak dapat masuk dengan lancar. Darah kaya oksigen dari ventrikel sinister
unutk seluruh tubuh pun juga jadi terganggu sirkulasinya sehingga bias membuat tubuh
kekurangan oksigen (sianosis) dan gelisah, karena hipoksia otak dan jaringan. Sianosis juga
disebabkan karena adanya karbon monoksida yang berasal dari asap rokok sehingga
menghambat ikatan oksigen dengan hemoglobin. Sirkulasi vena untuk masuk ke atroum dexter
kemudian ke ventrikel dexter dan dibawa ke paru untuk dibersihkan pun jadi terganggu. Seakan-
akan darah jadi mengantri. Karena kaki memiliki gaya gravitasi terbesar, maka darah menjadi
tertimbun di kaki dan menyebabkan edema tungkai (ekstremitas bawah). Disebut juga kor
pulmonal, yaitu hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal.
Sesak napas yang bertambah berat, batuk makin sering dan dahak bertambah pekat
merupakan indikasi adanya infeksi pada pasien. Nyeri dada kanan pada pasien disebabkan
karena saat bernapas, pleura viseralis paru kanan yang kolaps, tertarik seakan dikelupas. Jadi
dibawanya pasien ke IGD dikarenakan pasien pneumotoraks ventil yang dilaminya. Hal ini juga
yang membuat pemeriksaan spirometri dan analaisi gas darah tidak dilakukan. Lebih tepatnya
tidak dapat dilakukan dahulu, bukan berarti tidak dilakukan sama sekali. Karena pada pasien
pneumotoraks ventil perlu segera dikeluarkannya udara yang terperangkap di pleura.
Jadi diagnosis penyakit pasien tersebut, berawal dari paparan asbes, menyebabkan asbestosis (Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paruterbentuk jaringan parut yang luas.
Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru)
. Kemudian diperkuat dengan adanya kebiasaan merokok yang bisa memperparah
penyakit. Jika dilihat dari keberjalanan penyakit dan manifestasi gejala-gejala awalnya asbestosis
menjadi bronchitis kronik-emfisema dan ditambah lagi terdapat pneumothorax hingga terjadi kor
pulmonal. Pasien ini sudah terkena komplikasi penyakit-penyakit tersebut.
Untuk pengobatannya hanya bisa dilakukan berupa pengobatan simtomatik. Dapat
diberikan terapi oksigen, berhenti merokok, membatasi pemakain garam dan cairan untuk
penanganan kor pulmonal, juga dengan obat diuretic untuk mengendalikan pengumpulan cairan
di dalam jaringan, atau dengan transplantaasi paru. Batuk bisa diberi kodein phosfat dan dahak
bisa dicairkan dengan nebulizer. Prognosis pasien tersebut, karena sudah muncul gejala kor
pulmonal, angka kelangsungan hidupnya hanya berkisar antara 2-5 tahun.
Pemeriksaan darah yang diperlukan
Mengapa batuk dan sesak napas memberat
Korelasi usia dengan kasus pada skenario
Tanda neoplasma pada paru
Hubungan penyakit paru dan jantung
Sistem peredaran ini dibedakan menjadi:
1. Sistem peredaran darah kecil (sistem peredaran paru-paru)Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari jantung ke paru-paru kembali lagi ke jantung. Pada peristiwa ini terjadi difusi gas di paru-paru, yang mengubah darah yang banyak mengandung CO2 dari jantung menjadi O2 setelah keluar dari paru-paru.Mekanisme aliran darah sebagai berikut:
Ventrikel kanan jantung –> Arteri pulmonalis –> paru-paru –> vena pulmonalis –> atrium kiri jantung
2. Sistem peredaran darah besar (peredaran darah sistemik)merupakan sistem peredaran darah yang membawa darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Darah yang keluar dari jantung banyak mengandung oksigen.
mekanisme aliran darah sebagai berikut:
Ventrikel kiri –> aorta –> arteri superior dan inferior –> sel / jaringan tubuh –> vena cava inferior dan superior –> atrium kanan jantung
3. Sistem peredaran portalSistem peredaran darah yang menuju ke alat-alat pencernaan menuju ke hati, sebelum kembali ke jantung. pembuluh darah portal berwarna coklat karena banyak mengandung nutrien
EFUSI PLEURA
EMFISEMA
PNEUMOTHORAX
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila p e n u m o t h o r a k s n y a t i d a k b e g i t u b e s a r , f o t o d e n g a n p e r n a f a s a n d a l a m (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hali n i d i a n j u r k a n m e m b u a t f o t o d a d a d e n g a n i n s p i r a s i d a n e k s p i r a s i p e n u h . S e l a m a e k s p i r a s i m a k s i m a l u d a r a d a l a m r o n g g a p l e u r a l e b i h d i d o r o n g k e a p e k s , s e h i n g g a r o n g g a i n t r a p l e u r a d i a p e k s j a d i l e b i h b e s a r . S e l a i n i t u t e r d a p a t p e r b e d a a n d e n s i t a s a n t a r a j a r i n g a n p a r u d a n u d a r a i n t r a p l e u ra sehingga memudahkan dalam melihat pneumothoraks, yakni terdapatnyak e n a i k an d e n s i t a s j a r i n g a n p a r u s e l a m a e k s p i r a s i t a p i t i d a k m e n a i k k a n densitas pneumothoraks.8Gambar: Pneumotoraks PartialGambar: Pneumotoraks TotalS u a t u h a s i l r o n t g e n d i p e r o l e h s e h a b i s e k s p i r a s i m a k s i m u m a k a n membantu dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secararelatif lebih tebal/padat dibanding pneumothoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumothoraks tidak berubah. Oleh9
karena itu secara relatif pneumothoraks lebih berhubungan dengan paru-parusehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil b e r h u b u n g a n d e n g a n p n e u m o t h o r a k s . S e h i n g g a l e b i h m u d a h u n t u k m e n g g a m b a r k a n n y a . F o t o l a t e r a l d e c u b i t u s p a d a si s i y a n g s e h a t d a p a t membantu dalam membedakan pneumothorak dengan kista atau bulla. Pada pneumothorak udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.7,8Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum kea r a h k o n t r a l a t e r a l . S e l a i n i t u s e l a i g a m e n j a d i l e b i h l e b a r (2). U d a r a d a l a m ruang pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahandengan pneumothoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurangv o l u m e n y a , d i m a m p a t k a n a t a u t e r k e n a p e n y a k i t y a n g m en i n g k a t k a n kepadatan paru.Ketika pneumothoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udarat e r k u m p u l d a l a m r u a n g a n p l e u r a y a n g d e k a t d e n g a n p a r u -p a r u y a n g mengempis. Oleh karena itu distribusi yang udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumothoraks pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada difragmasudah terlihat. Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udaradengan cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan kadang-kadang pneumothoraks bisa terlihat p a d a s u b p u l m o n a r y , t e r u t a m a p a d a p a s i e n C O P D ( C h r o n i c P u l m o n a r y O b s t r u k t i f D i s e a s e ) d a n p e n u r u n a n d a r i f u n g s i p a r u d a n j u g a d i o b s e r v a s i sepanjang permukaan tengah dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksad e n g a n p o s i s i t e r l e n t a n g . D a l a m s i t u a s i i n i h a r u s d i b e d a k a n d e n g a n pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus,yang mengindikasikan pneumothoraks bilateral, karena garis ini biasanyat i d a k t e r l i h a t p a d a p a d a p a s i e n . P a d a b a y i n e o n a t u s p n e u m o t h o r a k d a p a t d i e v a l u a s i d e n g a n f o t o a n t e r op o s t e r i o r a t a u l a t e r a l p a d a saat yang sama.810
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedials e p a n j a n g m e d i s t i n u m , p a d a s u a t u p o s i s i s u b p u l m o n a r y , p a d a p o s i s i apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin
dapatd i a m a t i d a l a m c e l a h i n t e r l o b a u s , t e r u t a m a s e k a l i d i d a l a m c e l a h k e c i l s i s i kanan pneumothoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang pada pasien pneumothoraks. Foto ini terdiri dariradiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yangmenandakan udara dalam area ini.H a s i l d i a g n o s a m u n g k i n t i d a k d a p a t t e r l i h a t d a l a m f o t o p o l o s . O l e h k a r e n a i t u , C T d a p a t d i g u n a k a n j i k a i n f o r m a s i m e n g e n a i k e h a d i r a n a t a u k e t i d a k h a d i r a n p n e u m o t h o r a k s a d a l a h h a l y a n g s a n g a t p e n t i n g , k a r en a pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.Secara ringkas, hasil diagnosa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuatdalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasiend a l a m p o s i s i t e r l e n t a n g , p r o y e k s i s a m p i n g m u n g k i n b i s a u n t u k mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depansamar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir,f o t o o b l i q u e d a n f o t o l a t e r a l d i p e r l u k a n u n t u k v i s u a l i s a s i y a n g n y a t a . Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau dibawah hilus pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas