Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN...

21
Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 1 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Transcript of Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN...

Page 1: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

1 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Page 2: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

i Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

PROSIDING

KONFERENSI NASIONAL KE-8

ASOSIASI PROGRAM PASCASARJANA

PERGURUAN TINGGI MUHAMMADIYAH

DAN AISYIAH

(APPPTMA)

Tantangan Pascasarjana di Era Revolusi Industri 4.0

30 November – 03 Desember 2018

Di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)

Jilid 3

Hukum, Kesehatan, Pemikiran Islam & Teknologi

Page 3: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

ii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL KE-8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (APPPTMA)

“Tantangan Pascasarjana di Era Revolusi 4.0”

Ketua Panitia : Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M. Hum

Wakil Ketua : Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M. Sc

Sekretaris : Dr. Sudarno Shobron, M. Ag

Bendahara : Tri Maryati, SE., MM

Reviewer : - Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M. Hum

- Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M. Sc - Sri Atmaja P. Rosyidi, ST., Msc.Eng., Ph.D.,PE

- Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM.,M.Pd

- Dr. H.M Nurul Yamin, M. Si

- Dr. Sudarno Shobron, M. Ag - Dr. Mufdlilah, S.Pd., S.SiT., MSc

- M. Farid Wajdi, SE, MM., Ph.D

- Dr. Nuryakin, MM

- Dr. Hj. R.A. Noer Doddy Irmawati, M. Hum

Editor : - Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M. Hum - Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M. Sc

- Dr. H.M Nurul Yamin, M. Si

- Dr. Sudarno Shobron, M. Ag

Cover dan Layout : Sumardi, S. Ip

ISBN : 978-623-90018-1-0

Cetakan Pertama : Januari 2019

Penerbit : Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta (PPS UMY)

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa

izin tertulis dari penerbit.

Page 4: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

KATA PENGANTAR

Prosiding ini merupakan hasil penelitian dari mahasiswa dan

dosen program pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah

‘Aisyiyah se-Indonesia yang dipresentasikan di Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) pada tanggal 30 November -

03 Desember 2018. Total Pengirim Paper berjumlah 133 dan paper

terpublikasi dalam prosiding berjumlah 131. Paper hasil penelitian

mahasiswa dan dosen terbagi menjadi beberapa kategori bidang ilmu:

pendidikan, pemikiran Islam, sosial dan politik, hukum, ekonomi,

kesehatan, teknologi.

Dengan terbitnya prosiding ini diharapkan dapat menjadi cermin

dari tahapan penting dari penelitian yang dilakukan oleh perguruan

tinggi. Asosiasi Pengelola Program Pascasarjana mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak, terutama editor yang telah meluangkan

waktunya untuk mereview dan mengedit prosiding sehingga dapat

ditampilkan dalam bentuk prosiding baik hard book maupun e-book.

Harapan kami, sebagai pengelola pascarjana dapat secara terus menerus

meningkatkan suasana dan kualitas akademik program Pascasarjana

Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah se-Indonesia.

Sebagai sebuah produk hasil penelitian, kami mengharapkan

prosiding ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti sejenis baik di

dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk jumlah sitasi yang

meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah sitasi, maka semakin

penting penelitian tersebut.

Segala kekurangan dapat disampaikan kepada kami.

Yogyakarta, Januari 2018

Prof. Dr. Khuzaifah Dimyati, S.H., M.Hum

Ketua Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah

‘Aisyiyah se-Indonesia

Page 5: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

iv Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................... i Kata Pengantar ..................................................................................................................... iii

Daftar Isi ................................................................................................................................. iv

Hegemoni Kapitalisme Global Dalam Regulasi Ketenagalistrikan: Kebijakan

Ketenagalistrikan Negara Asia Tenggara Terpilih .......................................................... 1

Paryono, Absori, Khudzaifah Dimyati, Shinta Dewi Rismawati

Ekologi Profetik: Prinsip Interdependensi dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 19

Absori, Saepul Rochman

Mendobrak Rahasia Perbankan Pasca Berlakunya Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 25/Pojk.03/2015 ................................................................................... 31

Wardah Yuspin, Diki Agung Prannoto

Pembagian Warisan Menurut Hukum Adat Karo .......................................................... 38

Sryani Br. Ginting

Evaluasi Drug Related Problems di NICU – PICU Rumah Sakit di Sukoharjo Periode

2017 .......................................................................................................................................... 52

Zakky Cholisoh, Muhammad Ikhsanuddin

Prediksi Model Uji Mini Osce Dan Soca Pada Tingkat Keberhasilan Uji

Kompetensi Dokter Indonesia ......................................................................................... 57

Amir Syafruddin, Tria Astika Endah

Relasi Antara Sains Dan Agama (Telaah Teoritis Tentang Konflik, Independensi, Dialog

Dan Integrasi)........................................................................................................................... 66

Hendro Widodo

Kemampuan Nahwu dan Sharaf Mahasiswa Program Pascasarjana UMSB dan

Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Kitab Kuning ........................................................ 78

Mahyudin Ritonga

Rehabilitasi Sebagai Pengalihan Sanksi Penyalahgunaan Narkoba dalam Hukum

Islam ......................................................................................................................................... 91

Syaflin Halim

Pendidikan Tinggi Di Era Revolusi Industri 4.0: Model Pembelajaran E-Learning

Pada Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ......................................................... 103

Alfitriani Siregar, Imelda D Manurung

Literasi Media Terhadap Penggunaan Media Sosial Instagram Pada Mahasiswa di

Kota Medan ............................................................................................................................ 112

Page 6: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

v Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Fadhil Pahlevi Hidayat, Rahmanita Ginting

Pengaruh Teknologi Informasi, Integritas, Dan Kepercayaan Diri Terhadap

Perilaku Kecurangan Akademik (Studi pada Mahasiswa Akuntansi STIE Eka

Prasetya) .................................................................................................................................. 122

Etty Harya Ningsi, Muhyarsyah, Widia Astuty

Peran Komunitas Belajar Untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomputer

Mahasiswa Akuntansi ............................................................................................................ 138

Hafsah, Seprida Hanum Harahap

Optimalisasi Ekstrak Kulit Nanas Sebagai Enzim Bromelin Pada Minyak Kelapa

Sawit ......................................................................................................................................... 147

Elfidiah, Rifdah

Tradisi Melaut Nelayan Muhammadiyah Pesisir Provinsi Gorontalo ......................... 153

Asruddin, Ni’mawati Syariah

Transformasi Tradisi Ritual Adat Mappogau Sihanua Menuju Media Dakwah

Kultural di Masyarakat Karampuang Sinjai ....................................................................... 162

Umar

Page 7: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

162 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Transformasi Tradisi Ritual Adat Mappogau

Sihanua Menuju Media Dakwah Kultural di

Masyarakat Karampuang Sinjai

Umar

Program Studi PAI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam

Muhammadiyah Sinjai

Sinjai Sulawesi Selatan, Indonesia

[email protected]

Abstrak− Secara teoritis konseptual

Muhammadiyah menawarkan

konsep dakwah kultural yang

bertujuan agar implementasinya

menyentuh seluruh aspek

kehidupan masyarakat termasuk

masyarakat Islam secara lokal.

Kecenderungannya masyarakat

demikian sulit melepaskan tradisi

ritual-ritual adat sebagai simbol

kepercayaan yang banyak

bertentangan dengan ajaran Islam

akibatnya disamping menjalankan

ajaran agama Islam juga

menjalankan tradisi ritual adat

bermotif aqidah secara bersamaan,

Implikasinya secara luas perubahan

sosial dan spiritual sulit

berkembangan menuju masyarakat

berkemajuan. Tujuan penelitian ini

adalah mengalisis tradisi ritual adat

Mappogau Sihanua sebagai media

dakwah kultural melalui konstruk

dan transformasi yang diharapkan

memberikan sumbangsih pada

upaya proaktif penegakan dan

pemurnian ajaran Islam. Penelitian

ini menggunakan metode kualitatif

desain studi kasus, teknik

pengumpulan data yang digunakan

adalah observasi, wawancara dan

dokumentasi, data dianalisis dengan

mengklasifikasi verifikasi,

mereduksi, menginterpretasi,

validasi dan menarik kesimpulan,

menguji validitas data dengan

triangulasi dan diskusi lanjutan.

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tradisi dan sistem

kepercayaan dalam ritual adat

Mappogau Sihanua masyarakat

Karampuang merupakan tradisi

pemujaan, manifestasi pengakuan

secara abstraksi, perwujudan

pengabdian totalitas pada leluhur

dengan harapan kestabilan hidup

dan sumber kehidupan tetap

terjaga. Konstruksi dan

transformasi rangkaian ritual adat

ini dilakukan melalui persamaan

konsepsi nilai-nilai budaya dan nilai

ajaran Islam dan potensinya yang

mendukung transfromasi tersebut.

Sasaran transformasi ini adalah

pergeseran tradisi dan spiritualitas

masyarakat Karampuang dalam

kohesi sosial. Penelitian dapat

bermanfaat bagi pelaksana dakwah

atau ulama, akademisi, Guru dalam

peran struktur adat Karampuang,

pemerintah daerah dalam

sosialisasi, evaluasi, konsultasi guna

menjaga eksistensi nilai budaya dan

penegakan syariat Islam yang

rahmatan lil alamin.

Kata kunci: Transformasi Ritual Adat,

Media Dakwah, Masyarakat

Karampuang.

I. PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Konsep dakwah kultural

sebagai salah satu diskursus ilmu

dakwah menempatkan aktifitas

kultural masyarakat sebagai fokus

perubahan menuju tatanan

masyarakat Islam yang lebih

Page 8: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

163 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

berkemajuan. Dalam Al-Qur’an dan

Sunnah, menurut (Sasono &

Hafidudin, 1998) kegiatan dakwah

merupakan perihal sangat sentral dan

menempati posisi yang menentukan.

Menentukan dalam konteks ini yakni

perubahan kondisi masyarakat dari

kebiasaan lama yang tidak sesuai

ajaran agama Islam menjadi kebiasaan

baru dan sesuai dengan norma ajaran

Islam sehingga peran dakwah menjadi

perihal penting.

Al-Qur’an surat (3):104, ayat

ini memberikan rambu tentang

urgensi dakwah dengan cara

menyerukan jalan kebenaran serta

menghindari kemungkaran. Perintah

Al-Quran ini kemudian dituangkan

sebagai salah satu konsep yakni

konsep dakwah kultural

Muhammadiyah yang menekankan

adanya upaya menuju pada

kerisalahan sebagai agama yang

rahmatan lil alamin menjangkau

seluruh aspek dan sub masyarakat,

(PP. Muhammadiyah, 2004).

Sebagaimana yang turut dicanangkan

founding fathers Muhammadiyah (KH.

Ahmad Dahlan) yang memiliki

pandangan dengan mengambil intisari ajaran Islam yang bertujuan utama

sebagai ajaran untuk kebaikan etis dan

kebahagiaan manusia secara utuh

(Mulkhan, 2008).

Diantara tantangan kehidupan

masyarakat Islam modern ialah

dihadapkannya pada berbagai situasi

yang kompleks baik media teknologi,

dekadensi moral dalam realitas sosial,

tradisi adat lokal yang bertolak

belakang ajaran agama. Akibatnya cita-

cita ajaran Islam rahmatan lil alamin

sulit berkembangan bahkan dapat

mengalami kemunduran atau

ditinggalkan oleh pemeluknya, yang

lebih mengkhawatirkan apabila terjadi

multi praktek antara ritual ibadah

ajaran Islam dengan ritual adat-istiadat

budaya lokal bermotif aqidah dan

dinilai bertentangan syariat Islam.

Suatu tradisi yang berakar kuat dalam

kebudayaan masyarakat dapat

menjadi karakter bahkan cenderung

menjurus pada benturan dan

pertentangan nilai-nilai ajaran agama

sehingga sulit terwujud pembaharuan

jika tidak dilakukan pengelolaan

secara baik, peran dalam hal ini

dakwah kultural berfungsi salah

satunya sebagai gerakan formulasi

dengan sasaran eksistensi ketauhidan

masyarakat lokal. Metode dakwah

menjadi alat penting untuk

mewujudkan hal tersebut.

Fokus dakwah kultural

Muhammadiyah dengan strateginya

pada gerakan pembaharuan (tajdid)

dan pemurnian (purifikasi) bahkan

pemberantasan bentuk-bentuk

takhyul, bid’ah dan churafat (TBC) (PP.

Muhammadiyah, 2004). Bentuk-

bentuk ini cukup beragam yang

berhubungan dengan selamatan,

upacara (ritual-ritual), kepercayaan

dan keyakinan pada benda maupun

tempat (Sairin, 1995). Dengan

demikian dakwah kultural harus mencoba memahami kehidupan

masyarakat lokal, komunitas berbasis

dipedesaan atau komunitas adat yang

cenderung memiliki pengaruh budaya

lokal yang kuat, sub kultur masyarakat

seperti ini belum banyak disentuh

secara efektif oleh gerakan dakwah

kultural khususnya dakwah Islam yang

dilakukan Muhammadiyah (PP.

Muhammadiyah, 2004).

Akulturasi dakwah dalam

berbagai tradisi budaya lokal masih sulit

berkembang khususnya transformasi

menuju media dakwah disebabkan

aktifitas dakwah kurang akomodatif dan

dinamis. Praktek-praktek ritual tetap

eksis dan bertahan dalam masyarakat

Page 9: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

164 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

modern dan serba rasionalitas

sekarang ini. Menurut (Al Hana, 2011)

dakwah kultural Muhammadiyah

dikembangkan dengan tidak lepas dari

peranan kearifan lokal (local wisdom)

yang menjadi realitas kebudayan

masyarakat Indonesia. Dakwah

kultural telah mengemukakan

beragam metode seperti al-hikmah, al-

mau’izhatil hasanah, dan mujadalah

yang bertumpu dalam bentuk dakwah

bil-lisan,bil-kitabah, bil-hal dan dakwah

kultural (Rafiq, 2016), (Fajri, 2011).

Metode demikian dikemas dengan

format yang efektif, disesuaikan

dengan kondisi masyarakat sebagai

upaya mempercepat efek dakwah

sesuai prinsip pembaharuan.

Ide penelitian ini lahir untuk

mengetahui secara mendalam bahwa

tradisi ritual adat masyarakat

Karampuang Sinjai juga berhubungan

erat dengan sistem kepercayaan yakni

ritual adat istiadat bermotif aqidah

diantaranya tradisi ritual adat

Mappogau Sihanua, Mappano riuwae

dan lain-lain, tradisi ini terpatri dalam

kehidupan dan dijadikan konsep hidup

sebagai suatu warisan adat leluhur

masyarakat Karampuang (Umar, 2017). Ritual ini sebagai gejala

transcendental dan berdimensi

kepercayaan abstraksi telah tersirat

dalam pesan adat Karampuang

(Paseng Ri Karampuang) yakni “Tenna

solong waede, tenna loloang raung

kajuae, nalele saiE, artinya: “air tidak

akan mengalir, daun-daun tidak akan

menghijau dan berjangkit penyakit,

(Magga’, 2017). (Muhannis, 2009)

menegaskan jika ritual adat ini menjadi

motif keyakinan subjektif dari pesan

leluhur dan menjadi alat kontrol dan

pola prilaku masyarakat yang sarat

dengan emosi sehingga menjadi dasar

pelaksanaan ritual adat yang dapat

berimplikasi lansung pada eksistensi

kehidupan masyarakat Karampuang.

Sejalan pandangan (Koenjtaraningrat,

1993) bahwa masyarakat dalam

hidupnya merasa genting baik dari

faktor penyakit dan faktor alam

lainnya, maka kepercayaan menjadi

pendorong utama manusia melakukan

perbuatan ritual agama maupun ritual

adat dengan menjalin hubungan gaib

pada penguasa alam.

Ritual adat demikian sebagai

pesta adat yang besar dan rutin,

menghadirkan banyak masyarakat

pendukung dapat dipotret sebagai

suatu fenomena budaya melalui

transformasi ritual menuju media

dakwah yang setidaknya dapat

bernuansa syiar Islam. Dengan

mendasarkan pada gejala dan

rangkaian ritul adat tersebut dapat

rekonstruksi, diakulturasi sehingga

transformasi memiliki peluang untuk

terwujud. Aktivitas dakwah penting

mempertimbangkan media yang dapat

mengantarkan pesan dakwah

termasuk dalam rangkaian upacara

adat ini melalui skema transformasi.

Potensi transformasi

dikembangan dengan

mempertimbangkan objek dakwah, pendekatan nilai dan pesan moral

yang dianut masyarakat pendukung,

interaksi sosial, eksistensi dan

rasionalitas. Ritual adat Mappogau

Sihanua dapat dikembangkan melalui

tiga strategi dakwah kultural yakni

strategi kekeluargaan, perubahan pola

pikir dan pembinaan secara

berkelanjutan (Umar, 2017).

Transformasi media dakwah penting

dikemas sehingga sasaran

terwujudnya perubahan sosial

masyarakat berkemajuan dapat

terwujud secara luas.

Page 10: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

165 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latarbelakang

diatas dikemukakan permasalahan

penelitian ini yakni; Pertama,

Bagaimana tradisi dan sistem

kepercayaan masyarakat Karampuang

dalam ritual adat Mappogau Sihanua?,

Kedua, Bagaimana mengonstruksi

rangkaian ritual adat Mappogau

Sihanua sebagai media dakwah?,

Ketiga, Bagaimana arah transformasi

sosial masyarakat Karampuang?

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk

mengetahuai tradisi dan sistem

kepercayaan adat masyarakat

Karampuang dalam ritual, konstruk

rangkaian ritual adat ini sebagai media

dakwah dan arah transformasi sosial

masyarakat Karampuang. Adapun

manfaat penelitian ini secara teoritis

ditemukan referensi pemikiran

khususnya dalam bidang dakwah

kultural Muhammadiyah yang adaptif

dan aplikatif serta berefek secara luas.

Secara praktis diharapkan dapat

menjadi masukan dan kontribusi

keilmuan aktifitas dakwah kultural khususnya di masyarakat lokal.

D. Kajian Pustaka (raod map

penelitian)

Peta penelitian dikemukakan

berdasarkan hasil penelusuran

literatur yang relevan. Dengan

menfokuskan pada tradisi ritual adat

Mappogau Sihanua masyarakat

Karampuang Sinjai yang dapat

dikemas sebagai media dakwah.

Pendefinisan ritual adat Mappogau

Sihanua sebagai suatu tradisi dalam

kelembagaan adat Karampuang dan

jejak kehadirannya sejak pra Islam

telah diulas oleh (Muhannis, 2009)

dalam bukunya Karampuang dan

Bunga Rampai Sinjai, memotretnya

dari pendekatan sosio-antroplogis

sehingga sangat berkaitan dan menjadi

landasan teoritis penelitian ini.

Literatur tentang dakwah pada

masyarakat lokal agraris juga dipotret

(Mahmuddin, 2013) dengan

mengemukakan strategi dakwah face

to face pada malam hari dengan

kecenderungan masyarakat agraris

yang lebih banyak bekerja disiang hari.

Penelitian ini tidak menjurus pada

praktek ritual. Adapun penelitian

(Jamalie, 2015) tentang “pola dakwah

pada masyarakat suku terasing di

Kalimantan Selatan”, turut dijadikan

perbandingan penelitian ini.

Penelitiannya menfokuskan pada

permasalahan keterasingan hidup

masyarakat yang cenderung

menimbulkan permasalahan sosial dan

lemahnya penghayatan agama.

Kemiripan penitian ini adalah

konsep akulturasi dakwah kedalam

budaya lokal tradisi Haroa pada

masyarakat marginal Buton sebagai

media dakwah Islam yang diulas oleh

(Nurdin, 2015), Haroa dilaksanakan

setiap perayaan hari-hari besar Islam

sehingga fokusnya terletak pada perayaan hari raya Islam. Selain itu

konsep akulturasi dakwah kedalam

budaya lokal yakni bentuk ritual Posasiq

Mandar masyarakat nelayan

dideskripsikan oleh (Mansur, 2015)

yang membagi menjadi tiga masa ritual

yaitu konstruksi, produksi dan distribusi.

Kedua penelitian ini tidak menfokuskan

pada konsep transformatif tradisi ritual

adat sebagai media dakwah kultural

khususnya pada wilayah komunitas

masyarakat adat. Namun (Arsam,

2010) juga menyimpulkan salah satu

strategi dakwah Muhammadiyah di Kota

Semarang yakni perlunya perbaikan

strategi budaya dengan mengakui

keberadaan adat ritual sinkretisme

Page 11: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

166 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

berbau syirik berubah dengan dan

menyatu dengan budaya dan

mengubahnya dengan perlahan.

Uraian diatas telah

menunjukkan letak perbedaannya

dengan fokus penelitian ini, maka

selanjutnya akan turut melengkapi

penelitian diatas melalui tradisi ritual

adat Mappogau Sihanua dan

transformasinya sebagai media dakwah

kultural, sasaran khusus yang

diharapkan adalah terwujudnya

perubahan sosial khususnya masyarakat

Karampuang dan masyarakat secara

luas. Persamaannya hanya terletak pada

tradisi masyarakat sedangkan

perbedaannya terletak pada tempat,

jenjang dan fokus kedalaman penelitan.

E. Kerangka Teoritik

Masyarakat Adat dan Sistem

Kepercayaan

Masyarakat adalah gabungan

dari individu. Gabungan tersebut

bervariasi dari yang terkecil (seperti

rumah tangga), yang menengah

(seperti desa), sampai keyang besar

(seperti etnik, suku bangsa dan

bangsa); bervariasi dari yang

tradisional, seperti suku, agama, dan etnis tertentu, sampai yang modern,

seperti lembaga legislatif, partai politik

dan lainnya. Kelompok-kelompok

individu yang merupakan masyarakat

atau unit-unit masyarakat yang

bersifat komprehensif diikat oleh nilai

dan code of conduct tertentu atau oleh

philosofhy and way of life, (Agus, 2007).

Secara istilah “indigenous

peoples” atau masyarakat adat

awalnya telah didefinisikan sebagai

suatu kelompok atau komunitas

masyarakat ditandai dengan adanya

asal-usul leluhur menempati suatu

wilayah tertentu, adanya sistem tata

nilai, ideologi, sosial politik, budaya

dan kewilayan secara mandiri.

Secara koheren “masyarakat

adat” juga didefinisikan sebagaimana

hasil kongres I tahun 1999 oleh Aliansi

Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

sebagai komunitas dengan asal-usul

leluhur, hidup turun-temurun pada

suatu wilayah adat, berkedaulatan atas

tanah dan kekayaan alam,

berkehidupan sosial budaya dengan

aturan hukum dan lembaga adat guna

keberlansungan kehidupan mereka.

(Keraf, 2010) menyebutkan

ciri yang berkaitan dan membedakan

masyarakat adat dari kelompok

masyarakat lain yaitu; (1) mereka

mediami tanah-tanah miliki nenek

moyangnya baik seluruhnya maupun

sebagian, (2) berpenduduk asli dengan

memilik garis keturunan, (3).

mempunyai budaya khas yang

menyangkut agama, sistem suku dll,

(4). Mempunyai bahasa sendiri.

Pengertian ini menegaskan

masyarakat adat merupakan suatu

kelompok masyarakat yang hidup

diatas suatu wilayah adat mereka

dengan mempertahankan

keberlansungan hidup dan

kehidupannya ditandai adanya ikatan

kesejarahan, sistem dan tradisi kehidupan tradisional, budaya sosial

secara mandiri dan bertahan maupun

sistem yang berkaitan dengan

kepercayaan.

Sistem kepercayaan dalam

suatu masyarakat erat kaitannya

dengan istilah “aqidah” dan “ibadah”.

Istilah “aqidah” berasal dari kata “al-

aqdu” yang berarti ikatan (ar-rabth),

pengesahan, penguatan (al-ibraamal-

ihkam), kokoh menjadi kuat (at-

tawatstsuq), pengikatan yang kuat (asy-

syaddu biquwwah), pengokohan (at-

tamaasuk), dan penetapan (al-itsbaatu).

Selain itu juga berarti keyakinan (al-

yaqiin), penetapan (al-jazmu). Secara

terminologi berarti pengakuan wajib

Page 12: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

167 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

dan dibenarkan hati dan jiwa sehingga

seseorang memiliki keyakinan

mendalam, kuat dan teguh yang tidak

disertai kebimbangan, sehingga yang

menjadi keyakinan dan ketetapan hati

seseorang dapat dikatakan sebagai

aqidah baik ketetapan hati yang benar

maupun salah

(http://pustakaimamsyafii.com).

Sedangkan terminologi “ibadah”

dalam bahasa Indonesia (KBBI)

memiliki arti yaitu tindakan atau

ungkapan atas kesetiaan pada Allah

atau Tuhan atas dasar perintah agama,

perintah agama yang ditaati

pemeluknya, ritual (upacara)

berkaitan dengan agama. Dari

pengertian ini dapat disimpulkan

bahwa ibadah merupakan pengakuan

dan pembuktian terhadap Tuhannya

baik melalui pernyataan dan

perbuatan oleh pemeluk suatu ajaran

agama atau kepercayaan.

Konsep Dakwah Kultural-

Muhammadiyah

Dalam kamus Munawwir

(1997), (Aziz, 2014) menunjukkan

kata “dakwah” ditinjau dari bahasa

Arab terdapat kata “da’wah” dengan huruf dal,’ain, dan wawu. Huruf ini

membentuk kata dengan makna-

makna seperti, meminta, memohon,

mengundang, memanggil, mendorong,

mendoakan, mendatangkan, berharap,

mengundang.

Secara istilah, dakwah dalam

Alquran memberikan pengertian luas

dari makna yang digunakan

masyarakat. Istilah dakwah cenderung

digunakan dalam menunjuk proses

dakwah yang berpihak pada ajaran

Islam, (Sulton, 2003). Lebih lanjut

(Sulton, 2003) mengemukakan

pengertian keagamaan ini dakwah

memasukkan aktifitas tabligh

(penyiaran), tatbiq

(penerapan/pengamalan) dan tandhim

(pengelolaan). (Aziz, 2014)

mendefinisikan dakwah merupakan

proses peningkatan iman dalam diri

manusia sesuai syariat Islam.

Prosesnya dilakukan secara bertahan

dan kontinyu. Peningkatan adalah

perubahan kualitas yang positif; dari

buruk menjadi baik, atau dari baik

menjadi lebih baik. Tumbuhnya iman

ditandai dengan memahami, sadar dan

menunjukkan dengan perbuatan.

Dakwah merupakan ajakan

manusia kepada kebenaran (jalan

Allah SWT), rujukan pelaksanaannya

mengacu pada penegasan Al-Qur’an

Surah [14]:125,“Serulah (manusia)

kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah

mereka dengan cara yang baik”.

Dakwah memiliki dua tujuan

yaitu sebagai mendorong arah pada

perubahan prilaku dan sikap

khususnya mitra dakwah sebagaimana

perintah dan ajaran Islam, tujuan ini

bukanlah perihal yang dilakukan

secara instan dan sederhana sehingga

memerlukan proses dan tahap-tahap

(Aziz, 2014).

Adapun metode dan pendekatan dakwah yakni melalui, (1).

metode secara ilmiah (bil al-hikmah)

yang berarti bijak, memerhatikan

kondisi dan situasi mad’u. (2). Metode

al-mau’idzah al-hasanah, pendekatan

nasehat secara santun. (3). Metode

mujadalah billati hiya ahsan, yakni

pendekatan dialog dan logis kepada

kalangan yang sejak awal sudah

menolak, (Agus Ahmad Safei & Asep

Muhyiddin, 2002), (Amin, 2009),

(Faizah & Lalu Muchsin Effendi, 2009).

Secara umum dakwah Islam

dikategorikan kedalam tiga macam

yaitu: (1). Bi al-lisan, secara lisan, (2). Bi

al-hal, dengan perbuatan nyata (rule

model). (3). Bi al-qalam, melalui tulisan

Page 13: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

168 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

(Amin, 2009). Sedangkan menurut

Yakub, (1997) pendekatannya

dilakukan melalui pendekatan

struktural atau secara formal

pemerintahan dan secara kultural

yakni pengembangannya dari aspek

non formal seperti sosial kebudayaan

dan yang bersifat pengembangan

masyarakat (Amin, 2009).

Adapun trategi dakwah

menurut (Aziz, 2014) yakni strategi

tilawah, strategi tazkiyah dan strategi

ta’lim. (1). Dengan tilawah

(membacakan ayat-ayat Allah SWT).

Memperdengarkan penjelasan

dakwah, strategi ini mendorong [ada

ranah kognitif (pemikiran) dan

transformasinya melalui indra

pendengaran (al-sam’) dan indra

penglihatan (al-absar) serta ditambah

akal yang sehat (al-af-idah). (2).

Dengan tazkiyah (menyucikan jiwa)

atau melalui apek kejiwaan.

Sasarannya pada jiwa yang tidak

bersih. (3). Dengan Ta’lim. Metode ini

dapat dilakukan pada mitra dakwah

yang tetap dengan rancangan

kurikulum dengan target tertentu.

Strategi dakwah ini menurut Syukir

(1983) merupakan taktik atau metode dipergunakan dalam aktivitas dakwah

(Amin, 2009). Strategi dakwah adalah

perencanaan yang berisi rangkaian

kegiatan yang didesain untuk

mencapai tujuan dakwah tertentu,

(Aziz, 2014), (Aibak, 2016).

Dakwah Muhammadiyah

memiliki konsep yakni selain dakwah

jamaah juga terdapat dakwah kultural

yang telah dirumuskan pada

Muhtamar Muhammadiyah di

Makassar yang ke 38 tahun 1971.

Secara formal digagas dan menjadi

keputusan Sidang Tanwir di Denpasar

Bali tahun 2002 lalu telah

mendefinisikan konsep dakwah yang

lebih terfokus pada penyadaran iman

dengan memperhatikan berbagai

pendekatan dan tahapan dalam

berbagai unit sosial. Konsep dan

manifestasi dakwah ini merangkum

dimensi kerisalahan, kerahmatan, dan

kesejarahan dalam berbagai bidang

kehidupan manusia. Dakwah

Muhammadiyah menurut Majelis

Tabligh dan Dakwah Khusus PP

Muhammadiyah sebagai upaya

menjadikan Islam agama rahmatanlil-

'alamin idealnya menyentuh semua

lapisan maupun kelompok masyarakat

yang ada.

Dakwah kultural berarti

pendekatan Islam secara kultural

dalam aspek kegiatan dakwah. Islam

kultural adalah salah satu pendekatan

yang berusaha meninjau kembali

kaitan doktrinal yang formal antara

Islam dan politik atau Islam dan

Negara, (Sulton, 2003).

Dalam Suara Muhammadiyah,

No. 02 th. 2005 dikemukakan bahwa

masalah dakwah yang bercorak

kultural ini didasari arah pemikiran

yakni pertama, aktualisasi dakwah

(tabligh) dilakukan dengan

memanfaatkan kegiatan yang

tergolong kultural sehingga kegiatan tersebut dianggap metode dakwah,

kedua, kegiatan dakwah kultural

diharapkan lahirnya nuansa Islami

(kultur baru) sehingga arah ini sebagai

substansi dakwah kultural. Keduanya

arah pemikiran ini dipilih untuk

mencapai tujuan dakwah secara

maksimal. Menurut Kuntowijoyo

(1997) dalam (Amin, 2009) setidaknya

ada lima program kultural, yaitu

mengembalikan dan mengembangkan

(1). Tradisi lokal, (2). Tradisi

egalitarian, (3) tradisi berbudaya, (4).

Tradisi ilmiah, (5). Tradisi

cosmopolitan .

II. METODE PENELITIAN

Page 14: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

169 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan paradigma

studi kasus yang menguraikan

peristiwa-peristiwa yang berlansung

secara alamiah dalam masyarakat

Karampuang dalam hal ritual adat

Mappogau Sihanua, maupun

pengalaman oleh pihak-pihak tertentu

atau tokoh adat dan masyarakat

pendukung. Adapun pendekatan

melalui aspek sejarah, dakwah

sosiologis, teologi normatif dan

komunikasi. Sumber data penelitian

ini bersumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primernya

dilakukan di kampuang Karampuang

Desa Tompobulu Kecamatan

Bulupoddo Kabupaten Sinjai sebagai

pusat kegiatan ritual adat, unsur adat

Karampuang, budayawan, akademisi

Muhammadiyah, masyarakat

pendukung dan pihak terkait lainnya

dengan melakukan wawancara (indept-

interview), mengobservasi,

mengidentifikasi dan

mendokumentasikan rangkaian ritual

adat masyarakat yakni Mappogau

Sihanua. Data sekundernya melalui

penelahan literatur-literatur relevan

dengan fokus penelitian ini. Data dianalisis secara deskriptif

interpretatif melalui cara mereduksi,

display dan verifikasi data (Sugiyono,

2009). Dari langkah analisis tersebut

melahirkan suatu kesimpulan

penelitian sebagai suatu temuan

konseptual transformatif, adaptif dan

aplikatif.

III. HASIL DAN

PEMBAHASAN

A. Sistem Kepercayaan dalam

Ritual Adat Mappogau

Sihanua

Sejarah dan eksitensi kampung

adat Karampuang Sinjai terkonsep

dalam Lontara Pappaseng sebagai

warisan To Manurung (sosok yang

dipersonifikasikan sebagai cikal bakal

lahirnya Kampung Karampuang)

ditandai berupa peninggalan-

peninggalan arkeologis seperti

menhir, sumur tua, hutan keramat

dan dua rumah adat tempat tinggal

tokoh adat Karampuang sebagai pusat

pelaksanaan upacara (ritual-ritual

adat) termasuk ritual adat besar

Mappogau Sihanua (pesta adat satu

Kampung) bersama masyarakat

pendukung dalam jumlah sangat besar

(Muhannis, 2009). Ritual adat

Mappogau Sihanua terkonsep dalam

Lontara turun-temurun, hal ini

menunjukkan jika ritual adat ini

sebagai warisan pra Islam yang

pelaksanaannya bersifat wajib dan

berpengaruh pada dimensi kehidupan

masyarakat Karampuang.

Lontara dijadikan sebagai

warisan, sumber hukum, dipercaya

sebagai penggerak dan pemicu

semangat kehidupan bermasyarakat

Karampuang, termasuk konsep

pemerintahan adat maupun secara

teknis ritual adat Mappogau Sihanua

(Muhannis, 2014). Secara struktural

adat, pemerintahan Karampuang dipimpin oleh Ade’ Eppae (empat

unsur adat) perwakilan masyarakat

yakni Arung (To Matoa) sebagai

pemimpin tertinggi dan dibantu oleh

Ade’/(Gellaa’), Sanro dan Guru yang

digelar empat penyangga keutuhan

kampung. Keempat unsur adat

masing-masing memiliki pembantu

adat (bali tudangeng) serta memiliki

tugas dan fungsi yang berbeda yakni

Arung sebagai pengendali utama

pemerintahan, Gella’ sebagai

pelaksana teknis pemerintahan, Sanro

sebagai pelaksana kebijakan kesehatan

dan kesejahteraan, sedangkan Guru

berperan dalam kebijakan pendidikan

dan keagamaan masyarakat.

Page 15: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

170 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Masyarakat adat sebagai suatu

kelompok yang memiliki konsep

hidup dan tata nilai cenderung kuat

dengan tradisi warisan termasuk ritual

yang berhubungan dengan kepecayaan

dan keyakinan. Menurut (Agus, 2007)

masyarakat dalam konteks ini adalah

kelompok-kelompok individu yang

merupakan masyarakat atau unit-unit

masyarakat yang bersifat

komprehensif diikat oleh nilai dan

code of conduct tertentu atau oleh

philosofhy and way of life. Kampung

Karampuang merupakan komunitas

kebudayaan yang memiliki sistem

religi atau sebagai bagian dari

penganut kepercayaan Patuntung di

Kabupaten Sinjai. Hal ini menurut

(Renre, 2012) dikatakan sistem religi

karena mereka bicara tentang

ketuhanan, kemasyarakatan, alam dan

kegiatan-kegiatan kehidupan selalu

dihubungkan dengan paham

kepercyaan mereka.

Pada kenyataannya masyarakat

Karampuang dalam kehidupannya

tetap menganut dan menjujung tinggi

agama Islam sebagai ajaran pokok

disamping sistem tradisi dalam

konsepsi leluhur menjadi pegangan kuat termasuk praktek ritual adat. Hal

ini menunjukkan jika mereka

menjalankan ajaran agama Islam dan

konsepsi leluhur secara bersamaan.

Konsep dan tradisi leluhur dan

eksistensi budaya lokal juga telah

diwarnai corak Islam sejak masuknya

ajaran Islam di Sinjai termasuk

dipengaruhi kebijakan federasi

kerajaan namun tetap kukuh bertahan

(Moh. Yahya Mustafa & A. Wanua

Tungke, 2002). Secara lebih luas di

Sulawesi Selatan sejak hadirnya Islam

telah menjadi tonggak baru perubahan

tatanan kehidupan masyarakat baik

sistem budaya, politik termasuk

sistem religi (Nashir, 2013). Dalam

sistem kepercayaan adat Karampuang

ritual adat Mappogau Sihanua

merupakan kepercayaan kepada

Puang Lohe (Pallohe) yang

dipersamakan dengan mahabesar

(berkuasa), struktur Puang Lohe

terbagi atas penguasa daratan (Cinna

Bolong), penguasa air (Cinna Gau’e),

penguasa gunung dan hutan (dewata ri

toli) dan penguasa padi (sangiasserri).

Bentuk kepatuhannya ditandai dengan

aktivitas ritual kuno dipimpin oleh

Sanro (pemimpin ritual) dengan

mengunjungi tempat tertentu dengan

maksud mengundang, menjamu roh

leluhur sebagai simbol pengakuan

(Muhannis, 2009).

Sebagai ritual yang memiliki

dimensi luas dan mendalam serta

menekankan pada manifesitasi

pengakuan pada leluhur sehingga

pelaksanaannya memiliki rangkaian

yang terstruktur yaitu sebagai berikut:

Pertama, ritual Mabbahang,

motif pelaksanaanya adalah rapat

internal adat setelah sukses dan

tersedianya hasil panen warga.

Kegiatan ini menekankan pentingnya

penentuan hari upacara seperti hari

ketujuh atau kesembilan antara hari senin dan kamis, termasuk pembagian

tugas bahan olahan makanan hasil

panen dalam rangka menyambut

puncak ritual adat.

Kedua, ritual Mappaota, motif

pelaksanaanya meminta restu oleh

Sanro untuk melakukan ritual besar

dengan mendatangi tempat-tempat

suci dan dikeramatkan yakni sungai

dan batu disertai dengan sesajian

untuk mengenang leluhur mereka.

Ketiga, Mabbaja-baja, simbol

kegotongroyongan yakni mensucikan

seluruh kawasan adat dan sekitarnya

dengan melakukan kebersihan

lingkungan menjelang puncak upacara

adat, melibatkan seluruh unsur

Page 16: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

171 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

masyarakat dan pemerintah,

dimaksudkan puncak acara tetap suci

dan khidmat dengan kawasan adat

tetap indah yang akan dihadiri banyak

masyarakat pendukung.

Keempat, Menre ri bulu

(mendaki ke puncak bukit), Puncak

ritual dibukit Karampuang setelah

duhur tiba yang dipimpin oleh Arung

(To Matoa) dan Sanro diiringi musik

adat. Selain itu dilakukan ritual Mattuli

menyambut kehadiran hasil panen

ditandai ketersediaan bahan makanan

dan potongan hewan ternak

(Muhannis, 2009). Tahap ini memiliki

motif yakni mengenang prosesi jenis

kematian leluhur mereka (To

Manurung) yakni; (1). Mallohong

(meletakkan kain putih) diatas batu

dengan melepas hewan ternak sebagai

sesajian, (2). Mallayang (menghilang)

dengan mengenang jenis kematian

fase pertama dan melepas nazar, (3).

Digattung (digantung)

(mengantungkan kain putih) sebagai

simbol kematian fase kedua, (4).

Ditunu (dibakar) (membakar hasil

bumi) sebagai simbol peringatan

kematian fase ketiga serta ritual

persembahan kepada penjaga hutan. (5). Dibalaburu (ditenggelamkan) ritual

persembahan untuk penguasa air

(sungai) sebagai simbol peringatan

kematian fase keempat yakni

penguburan dengan menumpuk dan

menenggelamkan mayat. (6). Maseddi-

seddi, (dipisahkan) sebagai simbol

peringatan kematian fase terakhir

yakni mayat dipisahkan satu mayat

satu liang kubur. Akhir dari pada ritual

ini dilakukan dengan pesta Manre

Ade’ (jamuan makan adat

Karampuang) secara bersama-sama

masyarakat pendukung (Muhannis,

2009), (Magga’, 2017).

Kelima, Mabbali sumange,

motif ritual ini penyertaan kue

tradisional dan obat-obatan

diperuntukkan untuk warga dan

masyarakat pendukungnya, disertai

ritual Mabbacce (pengukuhan) warga

khususnya anak-anak yang

dimaksudkan sebagai inisiasi dari

masyarakat adat Karampuang.

Keenam, Malliing, yakni

larangan atau pantangan bagi seluruh

warga Karampuang untuk tidak

memotong hewan ternak,

mengonsumsi sayuran daun-daunan

dan melakukan ritual dalam jangka

waktu tiga hari. Setelah tahap ini

kembali dilakukan Mabbahang

(evaluasi) ritual adat Mappogau

Sihanua dan agenda ritual adat

berikutnya.

Rangkaian ritual adat dengan

pelaksanaan selama satu minggu

menunjukkan pentingnya kesiapan

secara matang berupa kesiapan

lahiriah dan bathiniyah sebab ritual

suci sangat bermakna penyerahan

totalitas diri dalam bentuk pengabdian

warga terhadap leluhurnya, pelibatan

hubungan emosional dengan harapan

kestabilan sumber kehidupan tetap

terjaga yakni ketersediaan bahan

pangan. Maka keyakinan warga terhadap leluhur ini harus ditunjukkan

dengan kesadaran diri dan loyalitas

tinggi untuk melakukan ritual adat.

Ritual ini juga bertujuan sebagai ajang

menyatukan harapan bersama dalam

bentuk komunikasi abstraksi kepada

leluhur Puang Lohe, pemujaan

(ascentor worship. Selain itu dapat pula

bermakna bentuk rasa syukur warga

atas kesuburan tanah. Ajang

pelestarian budaya dan silaturahim

antar warga.

B. Kerangka Konstruksi-

Transformasi Sebagai Media

Dakwah Kultural

Page 17: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

172 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

Ritual adat Mappogau Sihanua

dipandang sebagai aktivitas komunal

dan merupakan wadah menyatukan

harapan bersama dalam bentuk

kehadiran sehingga momentumnya

dinantikan warga pendukung dari

berbagai latarbelakang sosial.

Momentum ini tidak hanya dijadikan

sebagai ritual semata namun lebih

pada interaksi sosial, media

komunikasi dan informasi sehingga

memiliki peluang (opportunity)

terhadap penyebaran informasi

keagamaan termasuk berkembang

sebagai media dakwah Islam. Menurut

(Muhannis, 2009) nilai-nilai penting

dalam pelaksanaan upacara adat ini

adalah solidaritas/persatuan, filosofis

dan religi, pelestarian alam dan seni.

Selain itu (Asis, 2015) mengemukakan

nilai yang dipertahankan yaitu

kepatuhan dan pengetahuan lokal.

Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan

sebagai kerangka konsep dan titik

tolak ditumbuh kembangkannya

transformasi menuju tradisi berciri

dakwah Islam.

Peluang konstruksi dan

transformasi didasarkan pada arah

pemikiran yakni; Pertama, ritual ini mampu menghadirkan masyarakat

pendukung secara massif,

kehadirannya tidak lain adalah turut

serta menyukseskan acara secara

sukarela. Kedua, pelaksanaan ritual

adat Mappogau Sihanua memiliki

tahap dan rangkaian sehingga nilai-nilai

ajaran Islam yang relevan dapat

ditumbuhkembangkan. Ketiga,

pendidikan dan pembinaan keagamaan

yang intensif pada masyarakat

Karampuang menjadi penopang

berkembangnya ajaran agama Islam

dalam berbagai aspek kehidupan

termasuk tradisi ritual turun-temurun

ini. Menurut (Amin, 2009) fungsi

dakwah kultural yang bersifat

kebawah berarti menyelenggarakan

dakwah dalam bentuk penerjemahan

dakwah, penerjemahan ide-ide

intelektual tingkat atas bagi ummat

Islam serta rakyat pada umumnya

untuk membawakan transformasi

sosial, dengan mentransfromasikan

ide-ide menjadi konsep operasional.

Secara empiris tradisi ritual

adat ini telah mengalami konstruksi

melalui strategi dan pendekatan

partisipatif dan kekeluargaan (Umar,

2017). Diantaranya perubahan jadwal

dari ritual yang semula menggunakan

dua waktu sholat (dhuhur dan ashar)

menjadi hanya satu waktu shalat

(Muhannis, 2017). Selain itu kematian

manusia fase dibalaburu (dikuburkan

bersama satu liang lahat) pada

akhirnya dengan kehadiran ajaran

Islam dilakukan penguburan satu-

persatu tiang liang lahad (masseddi-

seddi) (Magga’, 2017). Termasuk

simbol rumah adat yang

pembangunannya bernuangsa Islam

yang hadir pada generasi ketiga Arung

saat dakwah ajaran Islam masuk ke

Karampuang, selama ini fungsinya

turut dimanfaatkan sebagai sarana

kegiatan keagamaan seperti tempat pelaksanaan dan perayaan hari-hari

besar Islam dan pusat penyaluran

zakat masyarakat Karampuang.

Fakta demikian menunjukkan

jika konstruksi dan transformasi ritual

adat Mappogau Sihanua yang memiliki

kerelevansian nilai ajaran agama Islam

dapat menjadi fokus sebagai media

dakwah pada masyarakat

Karampuang, dengan menelaah letak

persamaan antara konsep ritual adat

dengan nilai ajaran Islam yakni:

Transformasi Konsep

Mabbahang yakni penyatuan visi dan

misi dan dipatuhi semua unsur dan

partisipan adat menuju kesuksesan

ritual. Merujuk konsep normatif kata

Page 18: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

173 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

“syura” atau musyawarah harus

dilandasi niat solidaritas dalam

pemecahan masalah menuju mufakat

atau kemaslahatan umat sehingga

mengelurkan pendapat yang terbaik.

Dalam konteks fiqhiyah adalah

pandangan umat terhadap suatu

urusan penting dan membutuhkan

penyelesaian yang tepat dan bijak.

Transformasinya berupa pembiasaan

tilawah, tazkiyah dan ta’lim. Mabbahang

secara ideal dimulai dengan membaca

ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk

meningkatkan iman sehingga hati dan

pikiran terbuka secara rasional

dengan melibatkan indrawi

pendengaran (al-sam’) dan penglihatan

(al-absar) sehingga tumbuh akal yang

sehat (al-af-idah) hati jernih dalam

mengambil keputusan. Hal ini

mendorong individu pada penyucian

jiwa (tazkiyah) sebab Mabbahang

merupakan manifestasi dari rencana

awal pelaksanaan ritual adat. Strategi

ta’lim menuntun pihak-pihak yang

terlibat dalam pengambilan keputusan

yang bermanfaat.

Posisi Guru dalam Mabbahang

memiliki peran melakukan perubahan

pola pikir dengan strategi rasional (al-manhaj al-‘aqli) yang menfokuskan

aspek akal pikiran sehingga

mendorong praktek rangkaian ritual

pada tahapan selanjutnya yang

bernuansa ibadah termasuk rangkaian

kedua yakni transformasi ritual

Mappaota yang ideal ritual ini adalah

mengganti praktek sesajian yang

bermotif pemujaan menjadi praktek

yang bersifat simbolis dalam satu

waktu dan tempat.

Transformasi Mabaja-baja,

dilakukan hanya dalam rangka

menyambut ritual akbar dan secara

ideal tahap ini dilakukan pembiasaan

(habituation) dari pelaksanaan bersifat

situasional menjadi aktivitas rutin

kemasyarakatan dan kegiatan

keagamaan, dorongannya sebagai

anjuran dan manifestasi iman yang

memerlukan pembiasaan.

Transformasi ritual Menre ri

bulu, dilakukan melalui perubahan

pola pikir dan pola sikap dengan

melibatkan dakwah bi al-lisan dan

dakwah bi al-hal. Menempatkan

rangkaian ini dengan posisi partisipatif

yang menumbuhkan kesadaran dan

kebiasaan bermuhasabah dan

menyucikan jiwa (tazkiyah) yakni

terhadap kematian manusia yang

dikubur satu persatu, selain itu dapat

mendorong individu bertadabbur

tanpa tendensi pemujaan.

Transformasi ritual Mabbali

sumange, dilakukan dengan

menumbuhkan kesadaran rasional

bahwa ketersediaan makanan

tradisional sebagai pelengkap makan

pokok, ramuan pengobatan sebagai

penunjang kesehatan keluarga. Hal ini

pula dapat dilakukan untuk

mendorong semangat kerja kegotong

royongan petani warga adat dalam

mengolah lahan pertanian usai panen

bersama.

Transformasi ritual Malling, menumbuhkan kesadaran pada

pandangan rasional dengan tidak

memotong hewan ternak dan bahan

pangan secara berlebihan akan

mengatasi stok bahan pangan tetap

tersedia setelah dilakukan ritual akbar

yang telah dimanfaatkan dalam jumlah

yang besar sedangkan ritual-ritual lain

telah terakomodasi dalam ritual adat

Mappogau Sihanu. Sebagai rangkaian

akhir adalah evaluasi (Mabbahang)

maka rencana ritual adat Mappogau

Sihanua tahap berikutnya menjadi titik

tolak transformasi dengan

pendampingan, penguatan dan

pembinaan.

Page 19: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

174 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

C. Transformasi Sosial dan

Masyarakat Berkemajuan

Efek utama yang diharapkan

dari suatu aktivitas dakwah adalah

perubahan positif sesuai nilai dan

norma-norma ajaran agama Islam.

Ritual adat Mappogau Sihanua sebagai

aktivitas komunal dan turun temurun

sehingga menyorotnya dalam kaca

mata transformasi sebagai media

dakwah membutuhkan pendekatan

konkrit, beragam dan terus menerus

dengan waktu yang realatif tidak

singkat. Program-program

kemasyarakatan yang berkaitan

dengan adat penting disandingkan

sebagai event bersama dengan

mempertimbangkan karakter objek

dan mitra dakwah. Disamping sebagai

strategi mencapai tujuan dakwah juga

eksistensi ciri ritual adat bermotif

aqidah perlahan dapat bergeser.

Tujuan yang akan dicapai

diharuskan menjadi fokus perhatian

dari suatu strategi dakwah (Saleh,

2005). Tujuan yang akan diraih ini

harus mengedepankan sikap kehati-

hatian dan tidak terbawa arus gerakan

dan penegakan secara paksa dalam hal

pemurnian dan purifikasi. Lebih jauh strategi dakwah dan tajdid

Muhammadiyah pada abad kedua ini

menurut (Abdullah, 2010)

tantangannya berbeda, gerakan

pemurnian harus dikemas secara

tepat sehingga tidak mudah beralih ke

jihad ideologis-kultural untuk

menyerang realitas sosio-historis dan

realitas sosiol-kultural keummatan

Islam.

Transformasi ritual adat

Mappogau Sihanua sebagai media

dakwah dikemas dalam bentuk

menerjemahkan nilai-nilai budaya dan

ajaran Islam kedalam prilaku etis dan

rasional sehingga praktek ritual ini

tidak semata mengikuti dan

menjalankan mitos. Sasarannya

diutamakan agar masyarakat

pendukung dapat menangkap nilai-

nilai budaya sebagai pesan dakwah dan

secara perlahan akan disertai

keyakinan yang lurus. Ritual adat

sebagai wadah menyatukan harapan

bersama, memperkuat hubungan

kekerabatan dan perekat sosial secara

luas pada akhirnya akan

memposisikan ritual adat Mappogau

Sihanua sebagai media pemerolehan

informasi, budaya dan perkembangan

kemasyarakatan. Melalui skema

demikian harapan untuk mendekati

purifikasi dapat tercapai.

IV.KESIMPULAN

Ritul adat Mappogau Sihanua

dalam sistem kepercayaan adat

karampuang merupakan aktivitas

komunal, tradisional dan bersifat

pemujaan dan animisme (ascentor and

animism), rangkaian ritual terpadu

dalam konsep warisan leluhur dapat

bermakna penyerahan totalitas. Hal

ini sepenuhnya tidak dapat dipandang

sebagai aktivitas yang banyak

bertentangan dengan nilai-nilai ajaran

Islam termasuk pemaksaaan menuju purifikasi. Secara intrinsik terdapat

nilai budaya yang memiliki

kerelevansian dalam ajaran Islam

seperti persatuan, kepatuhan,

pelestarian lingkungan dan seni yang

perlu ditumbuhukembangkan dalam

eksitensi masyarakat Karampuang

dimasa mendatang, nilai-nilai demikian

dijadikan sebagai perekat sosial secara

luas.

Rekonstruksi empiris dan

kerelevansian nilai-nilai menjadi

alternatif dan titik tolak transformasi

menjadi media dakwah. Rangkaian

ritual dalam konsep adat

diterjemahkan dalam bentuk kegiatan

rasional dan mendorongnya melalui

Page 20: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

175 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

pendekatan normatif, sosiologis,

komunikasi, pembiasaan dan

dilakukan secara konfrehensif. Setiap

rangkaian memiliki makna vitalitas

yang diwujudkan sebagai sarana

penyempurnaan ritual adat sehingga

mengemasnya dalam bentuk media

dakwah selain mendorong konsep

rasionalitas dan pembiasaan juga

memerlukan pelibatan diri sebagai

inisiasi masyarakat pendukung dalam

jangka panjang melalui adaptasi,

asimilasi akulturasi dengan tetap

bertumpu pada gerakan amar ma’ruf

nahi mungkar, dimensi kerisalahan dan

kerahmatan. Oleh karena itu pelaku

transformasi dakwah penting memiliki

SDM yang cukup sebagai langkah

upaya dakwah bil-hal, sikap dan dapat

diteladani.

Arah transformasi sosial dan

berkemajuan dalam masyarakat

Karampuang adalah sasaran akhir

kontes dakwah ini. Sehingga cita-cita

masyarakat berkemajuan dalam

konteks lokal dan konteks

keindonesiaan yang rahmatan lil alamin

dapat terwujud melalui alternatif

skema transformasi media dakwah

dari suatu ritual adat. Peluangnya dengan keterlibatan komunitas

pendukung dapat berperan sebagai

penyebar pesan dakwah secara luas.

Dakwah struktural dengan dukungan

pemerintah dalam pembinaan

kebudayaan dan keagamaan, otoritas

Guru sebagai pemangku adat dalam

otoritas keagamaan dan pendidikan

maupun generasi muda Karampuang

sebagai pelanjut otoritas adat dimasa

mendatang menjadi fokus pembinaan

keagamaan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hana, R. Al. (2011). Strategi Dakwah

Kultural Pengurus Wilayah

Muhammadiyah Jawa Timur. Jurnal

Komunikasi Islam, 1(2), 149–160.

[2] Abdullah, A. (2010). Strategi Dakwah dan tajdid Muhammadiyah Memasuki Abad Kedua. Islamidina, IX(1), 1–11.

[3] Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Definisi Aqidah, download ada URL: http://pustakaimamsyafii.com/definisi-aqidah.html

[4] Agus Ahmad Safei & Asep Muhyiddin. (2002). Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.

[5] Agus, B. (2007). Islam dan Pembangunan (Islam dan Muslim Serial Esai Sosiologi Agama I. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

[6] Aibak, K. (2016). Strategi Dakwah Kultural dalam Konteks Indonesia. Mawa’Izh, 1(2), 263–286.

[7] Amin, S. M. (2009). Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.

[8] Arsam. (2010). Manajemen Dan Strategi Dakwah Muhammadiyah Kota Semarang. Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(2), 208–

223. Retrieved from http://id.portalgaruda.org/ ?ref=browse&

mod=viewarticle&article=49251

[9] Asis, A. (2015). Nilai Budaya dalam Upacara Adat Mappogau Hanua di Karampuang Kab. Sinjai Propinsi Sulawesi

Selatan. Walasuji, 6(2).

[10] Aziz, M. A. (2009). Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.

[11] Aziz, S. A. (2014). Toraja: Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional.

Yogyakarta: Ombak.

[12] Fajrie, M. (2011). Metode dan Strategi Dakwah Muhammadiyah Di Kabupaten

Demak, 21–39.

[13] Faizah & Lalu Muchsin Effendi. (2009). Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.

[14] Hasyim, W.M. (2008). Dakwah Bertingkat Majalah Suara Muhammadiyah. Jurnal

Dakwah, 9(1), 81–97. Retrieved from

http://ejournal.uin-

suka.ac.id/dakwah/jurnaldakwah/ article/view/438

[15] Jamalie, Z. (2015). Pola Dakwah Pada ‘ Masyarakat Suku Terasing ’ Di Kalimantan Selatan, XVI(1), 1–18.

[16] Keraf, S. A. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

[17] Magga’. (2017). Wawancara. Karampuang

Sinjai.

Page 21: Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 · Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8 iii Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8 Asosiasi Program Pascasarjana

Medan, 30 November- 03 Desember 2018 KN APPPTMA KE-8

176 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 8

Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APPPTMA) ISBN: 978-623-90018-1-0

[18] Mahmuddin. (2013). Strategi Dakwah Terhadap Masyarakat Agraris. Jurnal Dakwah Tabligh, 14, 101–113.

[19] Mansur. (2015). Dakwah Kultural : Strategi Dakwah dalam Mengakomodasi Ritual Posasiq Mandar Di Kelurahan

Bungkutoko Sulawesi Tenggara. Al-Izza,

10(2).

[20] Moh. Yahya Mustafa & A. Wanua Tungke. (2002). Sinjai 10 Tahun dalam Memori.

Makassar: Pustaka Refleksi.

[21] Muhannis. (2009). Karampuang dan Bunga Rampai Sinjai. Yogyakarta: Ombak.

[22] Muhannis. (2014). Peran Tradisi Lisan Pappaseng pada Masyarakat Adat

Karampuang dalam Penyelesaian Konflik. Sinjai: Makalah Presentasi.

[23] Muhannis. (2017). Wawancara. Sinjai.

[24] Mulkhan, A. M. (2008). Islamic Education and Da’wah Liberalization: Investigating Kiai Achmad Dachlan’s Ideas. Al-Jami’ah:

Journal of Islamic Studies, 46(2), 402–430. https://doi.org/10. 14421/ajis2008.462.401-430

[25] Nashir, H. (2013). Islam Syariat;

Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia. Bandung: Mizan Pustaka.

[26] Nurdin. (2015). Tradisi Haroa (Dakwah Islam Dalam Masyarakat Marginal Muslim Buton). Jurnal dakwah, xvi(1), 103–115.

[27] Rafiq, M. (2016). Metode Dakwah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Tazkir, 2(1).

[28] Renre, A. (2012). Patuntung di Sinjai Barat, Suatu Tinjauan Sosio-Kultural,. Makassar:

Alauddin University Press.

[29] Said, A. A. (2004). Toraja: Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional. Yogyakarta: Ombak.

[30] Saleh, R. (2005). Manejemen Dakwah Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

[31] Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[32] Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

[33] Sulton, M. (2003). Menjawab Tantangan Zaman, Desain Ilmu Dakwah, Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[34] Umar. (2017). Strategi Dakwah Kultural Muhammadiyah pada Ritual Adat

Mappogau Hanua Masyarakat

Karampuang Sinjai. Afkaruna, 13(202–

239). https://doi.org/DOI 10.18196/AIIJIS.

2016.0062.187-221