“MATSAL SERANGGA DALAM AL...
-
Upload
nguyendang -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of “MATSAL SERANGGA DALAM AL...
“MATSAL SERANGGA DALAM AL-QURAN’’
(Studi Kritis Tafsir Kementerian Agama)
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:MUHAMMAD RIFKINIM: 1110034000017
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIRFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/2017 M
1
ABSTRAK
Muhammad Rifki
Matsal Serangga dalam Al-Quran
(Studi Kritis Tafsir Kementerian Agama)
Allah menyebutkan beberapa jenis binatang dalam al-Quran, salah satunya
adalah serangga. Serangga adalah kelompok terbesar dalam dunia hewan di
bumi. Ayat al-Quran yang membahas serangga sebenarnya tidak begitu banyak
dalam al-Quran. Jumlah tidak lebih dari sebelas ayat. yaitu dua ayat tentang
lebah, dua ayat tentang semut, dua ayat tentang belalang, satu ayat tentang kutu,
satu ayat tentang laron, satu ayat tentang laron, satu ayat tentang rayap, satu
tentang nyamuk dan satu ayat tentang lalat. Akan tetapi hanya ada tiga ayat di
dalam al-Quran yang Allah gambarkan serangga dalam bentuk matsal
(perumpamaan).
Kajian yang digunakan dalam penulisan skrispi ini adalah, menggunakan
salah satu pendekatan yang paling relevan dan paling berfaedah untuk memahami
al-Quran yaitu dengan menggunakan konsep matsal. Dalam pengumpulan data,
penulis menggunakan teknik pengumpulan data (library research) atau kualitatif
yang bersumber utama (primer) dari subjektifitas kitab Tafsir Kementerian Agama
RI (Hewan dalam Perspektif al-Quran dan Sains), dan juga beberapa sumber
(sukender) yang terkait dengan kajian ini. Hasil penelitian ini, didapatkan
kesimpulan bahwa dari tiga ayat yang Allah gambarkan sebagai matsal telah
memberikan informasi tambahan tentang laba-laba, nyamuk dan lalat dalam
kajian saintifik.
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987
1. Konsonan
1 ا tidak dilambangkan 16 ط ṭ
2 ب b 17 ظ ẓ
3 ت t 18 ع ʻ
4 ث ṡ 19 غ g
5 ج j 20 ف f
6 ح ḥ 21 ق q
7 خ kh 22 ك k
8 د d 23 ل l
9 ذ ż 24 م m
10 ر r 25 ن n
11 ز z 26 و w
12 س s 27 ه h
13 ش sy 28 ء ’
14 ص ṣ 29 ي y
15 ض ḍ
LatinNo. Arab Latin No. Arab
2. Vokal Pendek
-- - = a ك ت ب kataba
-- - = i سئ ل su’ila
xii
-- - = u يذهب yażhabu
3. Vokal Panjang
a. Fatḥah + alif, ditulis ā (a garis di atas)
ditulis jāhiliyyah جاهلية
b. Fatḥah + alif layyinah, ditulis ā (a garis di atas)
ditulis yasʻā يسعى
c. Kasrah + yā’ mati, ditulis ī (i dengan garis di atas)
ditulis majīd جميد
d. Ḍammah + wāu mati, ditulis ū (u dengan garis di atas)
ditulis furūd فروض
4. Diftong
kaifa = كيف ai = اي
ḥaula = حول au = او
5. Kata Sandang (ال)
Kata sandang dilambangkan dengan ‘al-’, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah.
6. Tasydid ( -- - )
Syiddah atau tasydīd dilambangkan dengan menggandakan huruf yang
diberi syiddah. Namun, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
xiii
syiddah tersebut terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
al-syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis الضرور ة aḍ-ḍarūrah melainkan al-
ḍarūrah.
7. Tā’ Marbūṭah
a. Bila berdiri sendiri atau dirangkai dengan kalimat lain yang menjadi
naʻt atau sifat, ditulis h
Contoh:
ditulis jizyah جزية
ditulis al-jāmiʻah al-islāmiyyah اجلامعةاإلسالمية
(ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata serapan bahasa
Indonesia dari bahasa Arab seperti zakat, salat, dan sebagainya, kecuali
dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diharakati karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t
Contoh:
ditulis niʻmat Allāh نعمةهللا
ditulis zakāt al-fiṭr زكاةالفطر
8. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut
penulisannya, contoh:
ditulis żawī al-furūḍ ذويالفروض
ditulis ahl al-sunnah اهلالسنة
xiv
9. Singkatan
swt. = subḥānah wa taʻālā
saw. = ṣallā Allāh ‘alaih wa salam
as. =‘alaih al-salām
ra. = raḍiya Allāh ‘anh
QS. = Quran Surat
M = Masehi
H = Hijriah
w. = Wafat
h. = Halaman
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................ 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 10
E. Metode Penelitian...................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERUMPAMAAN/AMTSAL
AL- QUR’AN
A. Pengertian perumpamaan dalam al-Quran ............................... 16
1. Macam-macam perumpamaan dalam al-Quran .................. 17
2. Fungsi perumpamaan dalam al Qur’an ............................... 26
3. Ciri-ciri dan Jenis Amtsâl ................................................... 31
B. Metodelogi Pembahasan Kitab Tafsir Kementerian Agama ....... 32
BAB III DESKRIPSI TENTANG AYAT-AYAT YANG BERKAITAN
DENGAN SERANGGA DALAM AL-QURAN
A. Pengertian Serangga ................................................................. 43
B. Identifikasi dan Klasifikasi Serangga....................................... 45
C. Jumlah Ayat Tentang Serangga dalam Al-Quran .................... 46
D. Periodesasi Ayat tentang Serangga .......................................... 51
BAB IV ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA TENTANG
MATSAL SERANGGA PADA KATA ‘ANKABUT, DZUBĀB
DAN BA’ŪDHAH A. DZUBȂB (LALAT) ..................................................................... 59
1. Klasifikasi ................................................................................... 60
2. Karakteristik…………………………………………………... . 60
3. Jenis-jenis Lalat………………………………………………. .. 61
4. Siklus Hidup Lalat …………………………………………… . 61
ANALISIS KANDUNGAN AYAT ............................................ 62
B. ‘ANKABÛT (LABA-LABA) .................................................... 65
1. Klasifikasi ................................................................................... 66
2. Karakteristik ................................................................................ 58
3. Jenis-jenis Laba-laba ................................................................... 67
4. Siklus hidup Laba-laba ................................................................. 68
ANALISIS KANDUNGAN AYAT .............................................. 68
vi
C. BA’ÛDHAH (NYAMUK) ....................................................... 73
1. Klasifikasi .................................................................................. 74
2. Karakteristik .............................................................................. 74
3. Jenis-jenis Nyamuk.................................................................... 75
4. Siklus hidup Nyamuk ................................................................ 75
ANALISIS KANDUNGAN AYAT .......................................... 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 79
B. Saran-saran ................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Memahami dan menggali makna dan isi kandungan al-Quran dengan pelbagai
metodenya, umpama orang yang haus meminum air asin di lautan, semakin
meminumnya maka semakin haus dan senantiasa ingin minum lagi. Perumpamaan
seperti ini tidaklah berlebihan, mengingat banyaknya para mufassir yang muncul dari
generasi ke generasi, mulai dari mufassir klasik hingga kontemporer. Metode yang
digunakan cukup beragam, mulai tahlilȋ, muqarron, mujmȃl atau pun maudu'ȋ.
Menurut penulis, selain menggunakan metode tersebut, pendekatan ilmu dalam
membahas isi kandungan al-Quran juga menggunakan beberapa disiplin ilmu atau
yang disebut dengan ‘Ulȗm al-Quran.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam membahas ‘Ulȗm al-Quran adalah
metode deskriptif, yaitu memberi penjelasan dan keterangan yang mendalam
mengenai bagian-bagian al-Quran yang memuat aspek ‘Ulȗm al-Quran. Misalnya,
orang yang berniat membahas ‘ilm majȃz al-quran, ia harus mengambil lafal-lafal al-
Quran yang berbentuk majaz, lalu menjelaskan dengan panjang lebar tentang bentuk-
bentuk lafal majaz yang ada dan segala macamnya.1 Seperti halnya orang yang
membicarakan seluruh matsal (perumpamaan) yang dibuat Allah dalam al-Quran, ia
pun harus menjelaskan tentang berbagai aspek perumpamaan dan macam-macamnya
dengan sangat rinci dan mendetail.
1 Ahmad Izzan, ‘Ulumul Quran: Edisi Revisi Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-
quran (Cet. V; Tafakur: Bandung, 2013), h. 9.
2
Al-Quran menggunakan berbagai gaya dan bahasa dalam menyampaikan ayat.
Antara lain adalah gaya pendekatan sastra. Bentuk sastra ini membawa pesan dengan
gaya yang penuh hidup dan bebas dari monoton.2 Salah satu jenis bentuk sastra dasar
yang digunakan dalam Al-Quran adalah perumpamaan. Perumpamaan ini disebut
matsal di Arab. Dalam bahasa Arab itu juga biasa diterjemahkan sebagai simile atau
metafora. Perumpamaan adalah narasi dari peristiwa yang dibayangkan yang
digunakan untuk menggambarkan atau menyampaikan pesan moral atau spiritual.3
Rasul Saw berperan sebagai mubayyin, menjelaskan kepada sahabat tentang
arti dan kandungan al-Quran, khususnya ayat yang belum dipahami atau samar.
Keadaan ini berlangsung sampai Nabi wafat. Walaupun tidak semua kita ketahui
akibat riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul Saw. sendiri tidak
menjelaskan semua isi kandungan al-Quran pada semua sahabat, maksudnya apa yang
tidak diketahui sahabat diketahui sahabat lain.4 Menafsirkan al-Quran berarti berupaya
menjelaskan maksud dan kandungan al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran
Islam, sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia.
Oleh sebab itu, penafsiran terhadap ayat-ayat bukan hanya merupakan hal
yang diperbolehkan, bahkan lebih dari itu, penafsiran merupakan suatu kewajiban
bagi orang-orang yang memiliki kualifikasi untuk melakukannya.5 Memahami
penafsiran al-Quran, maka hendaklah memperhatikan beberapa tafsir lain yang telah
dilakukan ulama terhadap tafsir ayat atau lafadz yang dimaksudkan. Hal ini tentu saja
2 Shahid Rasool, A Study on the Qur’anic Way of Coding Parables, The Dialogue,
Volume V Number 2, 2010, h. 127. 3 Otong Sulaeman, Estetika Resepsi dan Intertektualitas: Perspektif Ilmu Sastra terhadap
Tafsir al-Quran, 2015, h. 2. 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 2006), cet. XXIX. h. 71.
5 Ali Hasan al-„Aridhl, Tarikh Ilmu Tafsir wa Manahiju: Sejarah dan Metodologi Tafsir,
Penerjemah Ahmad Akrom (Jakarta: Rajawali Press, 1991), h. vii.
3
untuk menghindari kekeliruan dan untuk memperkuat alasan terhadap ayat yang
dimaksud. 6 Salah satu pendekatan yang paling relevan dan paling berfaedah untuk
memahami al-Quran dengan menggunakan konsep yang telah dikembangkan oleh
mufassir klasik yaitu tafsir bi Al-Ma‟tsur adalah bentuk penafsiran yang paling tua
dalam sejarah kehadiran tafsir dalam khazanah intelektual Islam.
Urgensi konteks dirumuskan sebagai kajian terhadap teks al-Quran dalam
memahami betapa pentingnya konteks dalam wacana tersebut. Hubungan-hubungan
internal terangkum dalam diktum: al-Qur’ȃn yufassir ba’dhuhu ba’dh (Bagian-bagian
al-Quran saling menafsirkan satu sama lain) atau dengan istilah modern disebut
Intertekstualitas.7
Wawasan pembahasan ‘ulum al-Quran yang luas dan mendalam, maka
mempelajari serta memahaminya dengan baik akan memberikan manfaat yang besar
dari al-Quran yang berperan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Bahkan seseorang
dapat pula membahas al-Quran dengan pendekatan ilmu pengatahuan umum seperti
filsafat, sejarah dan lain sebagainya yang relevan dengan ayat yang dibahasnya. Sesuai
dengan Firman Allah Swt, dalam surah Luqman (31): 27)8
Artinya:
6 M. Hasbi Ash shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1997), h.185. 7 M. Abdul Halim, Memahami al-Quran: Pendekatan Tema, Gaya dan Bahasa
(Bandung: Marja‟, 2002), h. 212. 8 Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Fikahati Aneska 1995), h. 12.
4
„’Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana’’ (QS. Luqman
{31}:27)
Yang dimaksud dengan kalimat Allah Ialah: ilmu-Nya dan Hikmat-Nya.
Dimana ayat ini mempertegas bahwa ilmu dan hikmat Tuhan yang terkandung al-
Quran tidak akan habis dipelajari atau digali oleh manusia sepanjang masa.9
Lafadz ‘ilm terulang sebanyak 854 dalam al-Quran dengan berbagai
bentuknya. ‘ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang
berbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejalasan. Pandangan al-Quran
tentang ‘ilm adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap
makhluk-makhluk lain. Hal ini dapat diketahui prinsip-prinsipnya melalui
analisis wahyu pertama diturunkan. 10
Sebagaimana yang diungkapkan dalam
Surah al-„Alaq 1-5:
Artinya:
‘’Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, yang mengajar manusia dengan pena, mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya’’ (QS AL-‘Alaq 96: 1-5)
Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun, mempunyai banyak makna seperti, menyampaikan, menelaah,
9 Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Fikahati Aneska, 1995), h. 25.
10 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), h. 569-572.
5
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis
maupun tidak. 11
Salah satu cabang dalam ulum al-Qur‟an adalah ‘Ilm Amtsal
(Perumpamaan), ayat-ayat amtsal dalam al Qur‟an adalah ayat-ayat yang
mempersamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik dengan bentuk isti’arah,
tasybih, ataupun yang berbentuk majaz. Dalam al Qur‟an banyak ayat-ayat yang
mengandung perumpamaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi pelajaran/I‟tibar
bagi manusia agar lebih mudah difahami dan diterima dalam menanamkan
keimanan maupun kemuliaan perilaku kepada manusia serta menunjukkan
kepada mereka atas keindahan bahasa al Qur‟an. 12
Penciptaan manusia sebagai tanda kekuasaan Allah jelas telah banyak
diuraikan oleh para ulama. Bagaimana penciptaan binatang sebagai tanda
kekuasaan Allah belum mendapatkan apresiasi yang sewajarnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena untuk dapat memahami binatang dibutuhkan pengetahuan
bidang lain khususnya salah satu bagian dari bidang biologi, yaitu zoologi.
Diantara alasannya adalah setiap ciptaan Allah mencirikan perencanaan
sang Pencipta. Sehingga penciptaan binatang-binatang juga bagian dari upaya
untuk memperlihatkan kecanggihan, ketepatan, dan kecerdasan Allah yang tidak
terbatas.13
Sebagai contoh sementara para ahli menyebutkan bahwa ada lebih dari
sejuta jenis bintang yang telah dikenal oleh umat manusia. Di antaranya ada yang
11
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), h. 569-572. 12
Muhammad Ali, ‘’Fungsi Perumpamaan Dalam al-Quran,’’ Jurnal Tarbawiyah, vol
10, no. 2 Edisi (Juli-Desember) 2013, h. 21. 13
Kementerian Agama RI, Tafsir al-Quran Tematik: Pelestarian Lingkungan Hidup
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h. 154.
6
telah punah dan ada juga yang baru ditemukan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa ada enam kelompok utama binatang yang telah dikenal manusia: a.
Mamalia, b. Burung, c. Ikan, d. Serangga, e. Reptil, f. Amfibi.14
Terdapat berbagai jenis serangga yang hidup di atas muka bumi ini.
Kepentingan serangga dalam kehidupan manusia bukanlah terletak pada
bilangannya yang terdiri daripada hampir 75% daripada seluruh spesies
hewan. Akan tetapi serangga amat berperanan dalam ekosistem dalam
mewujudkan kesejahteraan hidup secara keseluruhannya.15
Secara umum,
serangga yang telah disebut di dalam al-Qur‟ān ialah nyamuk, lalat, belalang,
kutu, lebah, semut dan anai-anai. Namun begitu, serangga yang telah dijadikan
sebagai perumpamaan dalam al-Quran hanyalah nyamuk, laba-laba dan lalat.
Di alam bebas ini, terdapat banyak macam jenis serangga yang hidup liar
di hutan dan dikeliling manusia, ada yang bersayap ada pula yang tidak bersayap.
Dijelaskan dalam al-Quran pada surat An-Nahl 68-69 sebagai berikut:
Artinya:
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-
bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
14 M. Quraish Shihab, Dia di Mana-mana, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 241.
15 Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan
Serangga dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International
Journal, h. 105.
7
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.16
Ringkasnya, menggali dan memahami al-Quran amat sangat
membutuhkan perpaduan sejumlah pendekatan-pendekatan seperti Ulȗm al-
Quran yang telah penulis uraikan diatas. Dari ‘Ulȗm al-Quran tersebut, penulis
tertarik membahas ilmu amtsal al-Quran (perumpamaan) dalam upaya
memahami pesan yang disampaikan al-Quran dengan mempersonifikasikan
lafazd Laba-laba (‘Ankabut), Lalat (Dzubâb), dan Nyamuk (Baȗdhah) yang
Allah swt. sebutkan sebagai perumpamaan, kemudian penulis akan mengkajinya
dengan menggunakan disiplin ilmu pengetahuan alam dan perpaduan dari Tafsir
Ilmi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Mengingat Kementerian Agama berperan vital dalam struktur
pemerintahan Negara Indonesia demi menjaga keberagaman pada kebenaran
yang sah dan diakui. Oleh karena itu Tafsir Ilmi yang terbitkan oleh Kemenag
menarik untuk dikaji sejauh mana mampu mempertanggung-jawabkan
kebenaranya dan bagaimana konstribusinya terhadap masyarakat Indonesia.
Hal ini tidak lain karena keberadaan tafsir ilmi masih menjadi perdebatan
panjang di kalangan mufassir. Menariknya lagi, Kemenag bekerja sama dengan
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) kemudian membentuk tim
penyusun terdiri dari para ulama dan ilmuwan dalam menyusun kitab tafsir ini.
Sebagai contoh, Surat khusus membahas tentang perumpamaan laba-laba
terdapat pada ayat 41 pada surat Al- ankabȗt.
16
Q.S. An-Naml : 18 dalam al-Quran dan Terjemahannya.
8
Artinya:
‘’perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung
selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan
Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui.’’17
Qur‟an Surah Al- ankabȗt terdiri dari 69 ayat. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa semua ayatnya turun sebelum Nabi Muhammad saw.
Berhijrah ke Madinah. Ada juga yang berpendapat seluruh ayatnya justru turun
sesudah hijrah. Pendapat lainnya menyatakan, sebagian Makkiyah dan sebagian
lainnya Madaniyah. Penganut pendapat ini, antara lain menyatakan bahwa ayat
pertama sampai dengan ayat ketiga turun sesudah Nabi saw. berhijrah. ada
pendapat lain menyatakan bahwa awal surah ini sampai dengan ayat 11 adalah
ayat-ayat yang turun setelah hijrah. Ulama yang menyatakan bahwa surah ini
sebelum hijrah mengakui bahwa ia merupakan surah Makkiyah yang terakhir.18
Secara umum dinamakan „ankabȗt. Al-Sibawaih menyebut kedua
pendapat tersebut, namun yang lebih terkenal adalah pendapat yang pertama.
Bentuk plural kata „ankabȗt adalah „anakib. Bentuk feminimnya ankabah dengan
bentuk pluralnya „ankabat, sedangkan bentuk plural kata „ankabut adalah
„ankabutat. 19
17 Al-Qur’anul Karim, al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009).
18 M. Quraish Shihab, Tafsir Ringkas untuk Orang Sibuk: Al-Lubâb (Tangerang: Lentera
Hati, 2012), h. 89.
19
Hisham Thalbah dkk, Al-I‟jaz Al Ilmi fi al-Qur‟an wa al Sunnah (diterj. Syarief Hade
Mansyah dkk), Bekasi: PT Sapta Sentosa, tth, h. 59
9
Namanya Al-ankabȗt terambil dari kata tersebut yang terdapat pada
ayatnya yang ke-41. Tema utama surah ini adalah penjelasan tentang hakikat
iman, bahwa iman bukan sekedar ucapan dengan lidah, tetapi hakikatnya
tercermin pada keteguhan menghadapi gelombang siksa dan penganiayaan dan
godaan. Ini karena manusia tidak akan dibiarkan mengucapkan, “kami telah
beriman,” tanpa diuji untuk diketahui hakikat iman yang bersemai dalam hati
mereka. Hampir seluruh ayat surah ini berkisar pada tema tersebut. Awal surah
secara tegas berbicara tentang ujian hidup dan keimanan, sambil menyinggung
sikap orang mukmin dan muanfik. Disusul dengan kisah-kisah para Nabi dan
juga uraian tentang kaum „Ad, Tsamud, Qarun, Firaun, dan Haman yang
dipaparkan secara sekilas, kesemuanya menggambarkan aneka rintangan, ujian,
dan penganiayaan yang terbentang di jalan dakwah menuju keimanan, sepanjang
generasi-generasi manusia, yang dilengkapi dengan uraian tentang akidah dan
kebatilan penyembahan berhala. Dengan demikan, dapat disimpulkan bahwa
tujuan utamanya agar kaum Muslim tabah menghadapi aneka rintangan dan
membuktikan ucapan keimanan mereka dengan perjuangan dan pengalaman. 20
Atas dasar inilah, menjadi pertimbangan bagi penulis untuk menelaah
lebih dalam mengkaji topik-topik tentang al-Quran yang berbicara seputar
perumpamaan dengan mengangkat tema “Matsal Serangga dalam Al-Quran
(Studi Kritis Tafsir Kementerian Agama)” dengan menggunakan metode dan
pendekatan sains dalam tafsir ilmi dan mukjizat ilmiah lainnya oleh Kementerian
Agama.
20 M. Quraish Shihab, Tafsir Ringkas untuk Orang Sibuk: Al-Lubâb (Tangerang: Lentera
Hati, 2012), h. 89.
10
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin memfokuskan pembahasan agar
tidak meluas dari tema yang dimaksud. Bagaimana penafsiran perumpamaan
laba-laba, lalat dan nyamuk dalam kitab tafsir Kementerian Agama dan usaha
mengkritisinya melalui pendapat ulama lain.
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain:
1. Sebagaimana pengertian amtsal adalah perumpaan, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan gambaran umum tentang tujuan Allah SWT,
memilih uslub matsal dalam al-Quran agar manusia dapat i‟tibar darinya.
2. Untuk mengetahui kemukjizatan al-Quran terkait kata perumpamaan
laba-laba, nyamuk dan lalat yang ditinjau dari konsep amtsalil quran.
3. Untuk memenuhi syarat akhir studi Strata 1 (S1) di fakultas Ushuluddin
dan Filsafat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Penelitian ini diharapkan berguna bagi akademisi Islam dalam
menambambah khazah keilmuan di bidang tafsir.
D. Telaah Pustaka
Sejauh ini, penulusuran penulis ada beberapa bentuk tulisan yang
berkaitan tentang serangga dan perumpamaan-perumpaan dalam al-Quran dalam
bentuk yang berbeda-beda. Diantara lain karya-karya tersebut adalah:
Abd Halim, penelitiannya dalam bentuk skripsi yang berjudul „‟Efektivitas
Penerapan Metode Amtsal (perumpamaan) dalam Peningkatan Siswa pada Mata
Pelajaran Akidah-Akhlak Madrasah Ibtidayyah Negeri Balik Papan‟‟. Skripsi ini
11
ditulis pada tahun 2013 yang diajukan kepada Program Studi Pendidikan Islam
STAIN Samarinda memaparkan penerapan metode Amtsal ( perumpamaan )
sebagai salah satu metode pembelajaran dalam al Quran dapat dijadikan metode
dalam membuat materi pembelajaran lebih kongkrit dan efektif. 21
Muhammad Ali, menulis artikel berjudul „‟Fungsi Perempumaan dalam al-
Quran‟‟ (Jurnal Tarbawiyah Volume 10 Nomor 2 Edisi Juli-Desember 2013)
mengkaji tentang amtsal al-Quran dengan kesimpulan bahwa tamsil (membuat
permisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna
dalam bentuk yang hidup ataupun yang mati dengan cara menyerupakan sesuatu
yang gaib dengan yang nyata, yang abstrak dan yang konkrit dan dengan
menalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik,
dijadikan lebih indah, menarik dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah, maka
tamsil lebih dapat mendorong jiwa untuk lebih mudah memahami dan menerima
makna yang dimaksudkan sebagai uslub Quran dalam penjelasan dari segi-segi
kemukjizatan.22
Muhammad Ma‟shum Syafi‟I, Pendidikan Aqidah Melalui Kajian Ayat
Kauniyah Mengenai Keajaiban Pada Laba-Laba (Telaah Materi Buku Pustaka
Sains Populer Terjemah: Keajaiban Pada Laba-Laba Karya Harun Yahya) Skripsi,
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Sunan Yogyakarta, 2013. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang
bagaimana memahami aqidah terhadap Allah melalui kajian terhadap laba-laba
21
Abd Halim, ‘’Efektivitas Penerapan Metode Amtsal (perumpamaan) dalam
Peningkatan Siswa pada Mata Pelajaran Akidah-Akhlak Madrasah Ibtidayyah Negeri Balik
Papan.’’ Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, STAIN Samarinda, 2013.
22
Muhammad Ali, ‘’Fungsi Perumpamaan Dalam al-Quran,’’ Jurnal Tarbawiyah, vol
10, no. 2 Edisi (Juli-Desember) 2013, h. 30.
12
dan mengimplementasikan nilai-nilai kajian aqidah dalam ayat kauniyah pada
laba-laba dalam kehidupan sehari-hari.23
Ahmad Zamroni, dalam skripsinya berjudul Pemahaman Harun Yahya
Terhadap al-„ankabȗt ayat 41 tentang laba-laba yang ditulis pada tahun 2015
diajukan pada Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang. Dalam penelitian
ini penulis memfokuskan tentang pemahaman Harun Yahya terhadap laba-laba
dengan pendekatan ilmu teknologi sains modern.24
Mahmudi Aziz, dalam skripsinya berjudul Al-„Ankabut seabagai Mathal
dalam Al-Quran (Studi Komparasi atas Interpretasi Para Mufassir) diajukan pada
Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir 2016. Dalam penelitian
ini hanya menjelaskan tentang ayat „ankabut (laba-laba) kemudian
mengkomparasikan ayat yang berkaitan dalam beberapa interpretasi para
mufassir.
Adapun yang menjadi pertimbangan penulis dalam penelitian ini adalah
mencoba melengkapi penelitian-penelitian yang belum dibahas oleh penulis di
atas dan peneliti lainnya yaitu tentang perumpamaan/amtsal dari laba-laba yang
terdapat dalam surat al-‘ankabȗt sebagai perumpamaan terhadap orang yang
berpaling dari penyembahan selain Allah dengan didukung oleh beberapa
mufassir yang baik klasik maupun modern. Oleh karena itu, dengan tidak
mengabaikan penelitian sebelumnya, akan ada persamaan dalam kajian ini dengan
23
Muhammad Ma‟shum Syafi‟I, Pendidikan Aqidah Melalui Kajian Ayat Kauniyah
Mengenai Keajaiban Pada Laba-Laba (Telaah Materi Buku Pustaka Sains Populer Terjemah:
Keajaiban Pada Laba-Laba Karya Harun Yahya) Skripsi, Yogyakarta, 2013.
24 Ahmad Zamroni, ‘’Pemahaman Harun Yahya Terhadap al-‘ankabǔt ayat 41 tentang
laba-laba’’ Skripsi, Semarang, 2015.
13
tulisan-tulisan di atas disebabkan penulis juga mengutip sebagian sumber yang
sama dalam beberapa kasus tertentu.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis agar
lebih sistematis dalam teknik pengumpulan data yang bersumber dari beberapa
kitab yang membahas tentang studi ulȗm al-Quran dan kitab tafsir Kementerian
Agama dan kita lain yang berkaitan dengan kajian penulis.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library reseach) atau penelitian
yang bersifat kualitatif karena tehnik pengkajiannya berdasar dari sumber yang
tertulis.
2. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitiannya ini adalah menggunakan kitab-
kitab tafsir ilmi dari Kementerian Agama RI dan buku primer dan sekunder yang
berhubungan dengan pembahasan terkait dengan amtsal dan kata ‘Ankabut,
Dzubâb, dan Baȗdhah, Seperti; al-Quran al-Karim, Mabahits Fi Ulumul Qur’an
karya Manna Khalil al-Qaththan, al-Amtsal Fil Quran karya Mahmud bin Syarif
dan , Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfazh Al-Quran Al-Karim karya Muhammad
Fu‟ad Abdul Baqi‟.
Adapun data-data sekunder adalah kitab atau buku yang memperkuat data
primer seperti; Memahami al-Quran: Pendekatan Tema, Gaya dan Bahasa karya
M. Abdul Halim, Wawasan al-Quran karya M.Quraish Shihab, Ulumul Quran
dan, buku pendukung lainnya.
14
E. Sistematika Pembahasan
Agar mempermudah pemahaman dalam penulisan skripsi ini, maka
sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi ke dalam lima bab dengan
perincian sebagai berikut:
Bab pertama, adalah pendahuluan yang megurai masalah secara umum tentang
tema dari peneltian ini yang terangkum dalam latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, membahas landasan teoritis tentang tinjauan umum
perumpamaan/amtsal dalam al-Quran yang di dalamnya mejelaskan pengertian
amtsal, macam-macam amtsal dan fungsi perumpamaan dalam al-Quran dan pada
poin terakhir menjelaskan sekilas tentang Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama
RI.
Bab ketiga, mengkaji secara umum term ayat-ayat yang yang berkaitan dengan
kata ‘Ankabut, Dzubâb, dan Baȗdhah dalam al-Quran, periodisasi ayat-ayat yang
mengandung ayat tentang ‘Ankabut, Dzubâb, dan Baȗdhah, dan pandangan ahli
tafsir terhadap ayat-ayat al-Quran yang mengandung perumpamaan tentang
serangga tersebut.
Bab keempat, memuat tentang analisis Pendekatan penafsiran Kementerian
Agama dalam membahas amtsal dan analisa Penafsiran Kementerian Agama
terkait ayat-ayat yang mengandung kata ‘Ankabut, Dzubâb, dan Baȗdhah dalam
al-Quran.
15
Bab kelima, merpakan penutup yang berisi kesimpulan dari penelitian ini,
serta saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penelitian ini, agar
bermanfaat untuk semua.
16
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERUMPAMAAN/AMTSAL AL-QURAN
A. Pengertian perumpamaan dalam al Qur‟an.
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsâl. Adakala kata matsâl, mitsl dan
matsil serupa dengan syabah, shibh, baik lafazh maupun maknanya.1 Kata Matsal
atau perumpamaan dalam kamus bahasa Arab, Lisân al-„Arab dan al-Qâmûs al-
Muhîth, mempunyai bermacam-macam makna, antara lain: nazhîr (sifat), atau „ibrah
(peringatan, pelajaran). Makna kata matsal yang lain adalah yang menjadi contoh
bagi yang lain atau yang ditiru. Selain beberapa makna ini, kata matsal juga
mempunyai makna yang lain.2
Matsal dalam istilah termasuk diantara kata-kata bijak atau bagian dari kata-
kata yang mengandung hikmah. Hikmah atau kebijaksanaan dalam kata atau kalimat
yang muncul dalam sebuah kejadian karena kesesuaian dan keserupaan suatu
peristiwa. Selanjutnya,orang-orang atau masyarakat tertentu menggunakan kembali
kata atau kalimat yang menimpanya kemudian tanpa mengubah makna, baik dalam
ringkasan, keganjilan, kesamaran, ataupun penggambarannya.3
Sayyid Quthb menyatakan bahwa amtsal dalam al-Quran merupakan sarana
untuk menggambarkan akhlaknya yang sudah sirna.4 Penyair Zuhair dan Nabighah
adz-Dzibyani, seperti dikutip Ahmad Hasyimi, menyatakan bahwa amtsal biasanya
1 Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Peengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 353. 2 Ja‟far Subhani, Wisata al-Quran (Jakarta: Al-Huda, 2007), h.1.
3 Ja‟far Subhani, Wisata al-Quran (Jakarta: Al-Huda, 2007), h.7.
4 Sayyid Qutb, At Tashwirul Fanni Fil Quran (Beirut: Darusy syuruq, 1982), h. 242.
17
digunakan untuk sesuatu keadaan dan sesuai kisah yang hebat.5 Menyamakan
keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.
Syekh Jalaluddin As-Suyuthi membagi amtsal dalam Alqur‟an menjadi dua
macam, yaitu amtsal dzahir (jelas), dan amtsal khafiy (tersembunyi). Sedangkan
Manna‟ Al-Qathan membaginya menjadi tiga macam, yaitu amtsal musharrahah,
amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.6
1. Macam-macam perumpamaan dalam al Qur‟an
Amtsal di dalam al-Quran ada tiga macam; amtsal musharraahah, amtsal
kaminah, amtsal musrsalah.7
a. Amtsal Musharrahah atau Zhahirah, yang didalamnya tegas-tegas
menggunakan dengan lafazh mitsal atau sesuatu yang menunjukkan
tasybih (penyerupaan).8 Amstal ini seperti banyak ditemukan dalam al-
Quran, dan berikut ini beberapa diantaranya:
Artinya:
5 Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), h. 126. 6 Muhammad Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Intimedia, 2002), h. 316.
7 Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 356. 8 Ali As-Sahbuny, Kamus dan Indeks al-Quran, (Jakarta: Shahih, 2016), h. 51.
18
„‟Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
melihat‟‟9
Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang
munafik, matsal yang bekenaan dengan api (النار) dalam firmanNya “…adalah
seperti orang yang menyalakan api…”, karena di dalam api terdapat unsur cahaya;
dan matsal yang berkenaan dengan air (الماء), “…atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit…” karena di dalam air terdapat materi kehidupan.
Wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan
menghidupkannya.10
Allah juga menyebutkan kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua
keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk
penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfa‟atan
materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi lain Islam tidak memberikan
pengaruh “nur”nya terhadap hati mereka karena Allah menghilangkan cahaya
(nur) yang ada dalam api itu, “…Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka…” dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah
perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Mengenai matsal mereka yang berkenaan dengan air (الماء), Allah
menyerupakan mereka dengan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap
9 QS: Al-Baqarah: 17.
10 Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 405.
19
gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan
jari jemari untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata karena takut petir
menimpanya. Ini mengingat bahwa Qur‟an dengan segala peringatan, perintah,
larangan, dan khithabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun
menyambar.
Matsal الماء dan النار juga digunakan untuk menggambarkan yang haq
dan yang bathil, dalam surat Ar-Ra‟d ayat 17. 11
Artinya:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di
lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang
mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus
itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan
yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap
di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.12
Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk menghidupkan hati
diserupakan dengan air hujan yang diturunkannya untuk menghidupkan bumi dan
11
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 357. 12
Q.S. Ar-Ra‟d: 17.
20
tumbuh-tumbuhan. Hati diserupakan dengan lembah, arus air yang mengalir di
lembah akan menghanyutkan buih dan sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila
mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwat, dengan
menghilangkannya. Inilah matsal الماء dalam firmanNya “Allah telah menurunkan
air (hujan) dari langit,…”. Demikianlah Allah membuat matsal bagi yang haq dan
yang bathil.13
Mengenai matsal النار , dalam firmanNya “…Dan dari apa (logam) yang
mereka lebur dalam api..”. Logam, baik emas, perak, tembaga, maupun
besi,ketika dituangkan ke dalam api, maka api akan menghilangkan kotoran dan
karat yang melekat padanya, memisahkannya dari substansi yang dapat
dimanfa‟atkan, sehingga karat itu hilang dengan sia-sia. Begitu pula syahwat akan
dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin seperti arus air
menghanyutkan sampah atau api yang melemparkan karat logam.
Menurut As-Suyuthi, firman Allah “Allah telah menurunkan air (hujan)
dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya,…”, Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan melalui jalur „Ali, dari Ibnu „Abbas yang berkata: “Ayat
ini merupakan perumpamaan tentang hati yang mengemban (suatu beban) menurut
ukuran keyakinan atau keraguannya. Dalam hal ini, ayat “…Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya…” merupakan sebuah
perumpamaan tentang keraguan (sḥak). Sedangkan ayat “…adapun yang memberi
13
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 357.
21
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi…” merupakan perumpamaan
tentang keyakinan. Kemudian sebagaimana halnya perhiasan yang dimasukkan ke
dalam api, yang murni akan diambil, sedangkan kerak atau kotorannya akan
ditinggalkan dalam api; demikian pula Allah hanya akan menerima keyakinan dan
akan meninggalkan keraguan.” Selanjutnya dalam sebuah riwayat, Imam „Atha‟
menegaskan bahwa ayat tersebut mengandung perumpamaan yang dibuat oleh
Allah bagi Mukmin dan kafir.14
b. Amtsal Kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas
lafazh tamtsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik,
dalam redaksi singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila
dipindahkan kepada serupa dengannya.
Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan رخي الوسط مورألا (sebaik-
baik urusan adalah pertengahannya), contohnya :
Artinya:
“Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar
Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
14
Muhammad Ibn „Alawi Al-Maliki Al-Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Alqur‟an: Ringkasan
Kitab Al-Itqan Fi Ulum Alqur‟an Karya Al-Imam Jalal Al-Din Al-Suyuthi, (Bandung: Mizan Pustaka,
2003), cet.1, h. 249.
22
yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu".15
Pada ayat ini yang menjadi amtsalnya adalah:
“…sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;…”
Firman Allah mengenai shalat yang disebut dalam surat Q.S. Al-Isrâ‟:
110
Artinya:
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama
yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-
nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam
shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan
tengah di antara kedua itu".16
Pada ayat ini yang menjadi amtsalnya adalah:
“…dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"
Ayat yang senada dengan perkataan تديه تدان Sebagaiman kamu) كما
telah menghutangkan, maka kamu akan dibayar), contohnya dalam surat
An-Nisa‟ ayat 123:
Artinya:
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong
dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang
15
QS. Al-Baqarah: 68 16
Q.S. Al-Isrâ‟: 110
23
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula)
penolong baginya selain dari Allah.17
Pada ayat ini yang menjadi amtsalnya adalah:
“…ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari
Allah”
c. Amtsal Mursalah, yaitu kalimat bebas yang tidak menggunakan lafazh
tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal.
Seperti:
Contoh amtsal dalam Q.S. Yusuf ayat 51:
Artinya:
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu
menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" mereka berkata:
"Maha sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari
padanya". berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, Akulah yang
menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan Sesungguhnya Dia
Termasuk orang-orang yang benar."
Pada ayat ini “…Berkata istri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu,…”
disebut sebagai tamsil atau amtsal mursalahnya.
Q.S. An-Najm ayat 58:
17
Q.S. An-Nisa‟: 123.
24
Artinya:
“Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah”18
Amtsal mursalah pada Q.S. Al-Mâidah ayat 100:
Artinya:
Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada
Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."19
Pada ayat ini, firman Allah pada kalimat "tidak sama yang buruk dengan yang baik
...dinyatakan sebagai amtsal mursalahnya.
Contoh lain amtsal mursalah QS: Hūd : 81.
Artinya:
„‟Para utusan (malaikat) berkata: "Hai Luth, Sesungguhnya Kami adalah
utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu
kamu, sebab itu Pergilah dengan membawa keluarga dan Pengikut-pengikut
kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang
tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya Dia akan ditimpa azab yang
18
Q.S. An-Najm : 58. 19
Q.S. Al-Mâidah : 100.
25
menimpa mereka karena Sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka
ialah di waktu subuh; Bukankah subuh itu sudah dekat?".20
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan amtsal
mursalah, apa atau bagaimanakah hukum mempergunakannya sebagai matsal?
Pertama, sebagian ahli ilmu memandang hal demikian sebagai telah keluar dari adab
al-Quran. Berkata Ar-Razi ketika menafsirkan surat Al-Kâfirûn ayat 6:21
Artinya:
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."22
Sudah menjadi tradisi orang, menjadikan ayat ini sebagai matsal (untuk
membela, membenarkan perbuatannya) ketika ia meninggalkan agama, padahal hal
demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Alqur‟an bukan untuk
dijaikan matsal, tetapi untuk direnungkan dan diamalkan isi kandungannya.”
Demikian menurut Ar-Razi.
Kedua, ulama lain berpendapat, tak ada halangan bila seseorang
mempergunakan Alqur‟an sebagai matsal dalam keadaan sungguh-sungguh.
Misalnya, ia merasa sangat sedih dan berduka karena tertimpa bencana, sedangkan
sebab-sebab tersingkapnya bencana itu telah terputus dari manusia, lalu ia
mengatakan pada surat Q.S. An-Najm: 58.
“Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.”
20
QS: Hūd : 81. 21
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005), h. 408. 22
Q.S. Al-Kâfirûn : 6.
26
Atau ia diajak berbicara oleh penganut ajaran sesat yang berusaha
membujuknya agar mengikuti ajaran mereka, maka ia menjawab: “Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku” (Q.S.Al-Kafirun: 6).
“Tetapi berdosa besar bagi seseorang yang dengan sengaja berpura-pura
pandai lalu dia menggunakan al-Qur‟an sebagai matsal, sampai-sampai ia terlihat
bagai sedang bersenda gurau.”23
2. Fungsi perumpamaan dalam al Qur‟an
Amtsal memberikan kontribusi yang cukup besar dalam daya pikir bagi umat
Islam dalam mendalami pemahaman terhadap al-Quran. Untuk mengetahui betapa
besar urgensi amtsal al-Quran, penulis perlu mengutarakan tujuh faedah.24
Menurut
Manna‟ Al Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ulumil Quran sebagai berikut:
Pertama, menonjolkan sesuatu yang ma‟qul (yang hanya bisa dijangkau akal,
abstrak) dalam bentuk kongkrit yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga akal
dapat menerimanya, sebab pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak
kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk indrawi yang dekat dengan pemahaman.
Misalnya firman Allah mengenai keadaan orang yang menafkahkan harta dengan
riya‟; ia tidak akan mendapatkan pahala sedikitpun dari perbuatannya itu (QS. 2 :
264).
23
Muhammad Al-Khidr Husain, Balaghatul Qur‟an, (TP: TT), h. 33. 24
Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), h. 131.
27
Artinya:
„‟Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak
bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir‟‟.25
Kedua, menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang
tidak tampak seakan-akan sesuatu yang tampak. Misalnya dalam (QS. 2 : 275).
Artinya:
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
25 QS. Al-Baqarah : 264.
28
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.‟‟26
Ketiga, mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang
padat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
Keempat, mendorong orang yang memeberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi
matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya firman Allah mengenai
orang yang menafkahkan harta di jalan Allah; Ia akan memberikan kepadanya kebaikan
yang banyak (QS. 2 : 261).
Artinya:
„‟Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui‟‟.27
Kelima, untuk menjauhkan (tanfir), jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci
jiwa. Misalnya firman Allah tentang larangan bergunjing (QS. 49 : 12).
26
QS. Al-Baqarah : 275. 27
QS. Al-Baqarah : 261.
29
Artinya:
„‟Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang‟‟.28
Keenam, untuk memuji orang yang diberi matsal. Seperti firmaNya tentang
para sahabat.
…
Artinya:
„‟Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin)‟‟.29
28
QS. Al-Hujurāt : 12. 29
QS. Al Fatḥ : 29.
30
Demikianlah keadaan sahabat. Pada mulanya mereka hanya golongan
minoritas, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaannya semakin kuat dan
mengagunkan hati karena kebesaran mereka.
Ketujuh, untuk menggambarkan dengan matsal itu sesuatu yang mempunyai
sifat yang dipandang buruk oleh orang yang dikarunia Kitabullah tetapi ia tersesat
jalan sehingga tidak mengamalkannya (QS. 7 : 175-176).
Artinya:
„‟Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai
Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat‟‟.
„‟Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan
hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia
mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka)
kisah-kisah itu agar mereka berfikir‟‟.30
30
QS. Al A'rāf : 175-176.
31
Kedelapan, amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam
memberikan nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat
memuaskan hati. Misalnya firman Allah dalam QS. 39 : 27.
Artinya:
„‟Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini
Setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran‟‟.
3. Ciri-ciri dan Jenis Amtsâl
Pembahasan mengenai ciri-ciri amtsal secara khusus dan terperinci belum
ditemukan dalam kitab-kitab ulumul Qur‟an. Namun dari keterangan yang ada,
penulis dapat rumuskan sebagai berikut. Pertama, amstal itu mengandung penjelasan
kata atas makna yang samar atau abstrak, sehingga menjadi jelas, kongkrit dan
berkesan. Kedua, amtsal memiliki kesejajaran antara situasi perumpamaan yang
dimaksudkan dengan padanannya. Ketiga, ada keseimbangan (tawazun) antara
perumpamaan dan keadaan yang dianologikan.31
Jenis-jenis Amtsal
Dari segi jenisnya, tamtsîl dibedakan kepada dua jenis; (Ahmad al-Iskandariy,
1930).
31
Syaikh Manna‟ Al-Qathtẖan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, terjemah Mudzakir AS
(Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993), h. 506-508.
32
a. Haqiqiy, yakni tamtsîl yang mempunyai asal usul yang menyebabkan
munculnya tamtsîl yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat
seperti ungkapan: يستنشر ضناربأ ثلبغاا إن yang artinya: Burung pungguk di
negeri kami menjadi burung garuda.
b. Fardhiy, yakni tamtsîl yang diungkapkan melalui cerita binatang atau
tumbuh-tumbuhan atau benda lain.
Umpamanya لحكما يؤتى بیتي فى yang artinya di rumahku ditetapkan hukum (melalui
biawak).
Perbedaan di antara dua tamtsîl tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Pada tamtsîl haqiqiy asal usul munculnya adalah hal-hal yang terjadi di
tengah masyarakat, sedangkan tamtsîl fardhiy adalah kejadian yang terjadi
pada binatang, tumbuhtumbuhan atau lainnya.
b. Ungkapan pada tamtsîl haqiqiy tidak melalui cerita, sedangkan pada tamtsîl
fardhiy biasanya melalui cerita binatang atau benda.32
B. Metodelogi Pembahasan Kitab Tafsir Kementerian Agama
Metode penafsiran al-Quran tidak pernah mengalami stagnansi. Sejak kitab
suci al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad. Berbagai macam metodologi dan
corak penafsiran telah ditawarkan oleh muafassir. Aktifiktas penafsiran akan selalu
32 Hafni Bustami, „‟ Ayat-ayat Tamtsîl Qur‟an (Analisis Stilistika)‟‟ Jurnal Al-Ta‟lim, Jilid I,
no. 4 (Februari 2013): h. 286.
33
mengalami dinamika perkembangan dan tidak akan sampai pada titik final, hal itu
seiring dengan tuntutan perkembangan zaman.33
Kajian kritis terhadap al-Quran akan selalu memunculkan beragam penafsiran,
baik dari segi metodologi maupun karakteristik (corak) penafsiran. Hingga kini,ketika
berbicara tentang metodologi tafsir al-Quran, banyak orang merujuk pada Al-
Farmawi34
yang memetakan metode penafsiran al-Quran menjadi empat bagian
pokok, yaitu: taẖlîlî, ijmalî, muqarrān, dan maudhû‟î.35
Metode yang digunakan pada tafsir Departemen agama (Depag) ini
menggunakan metode tahlîlî, yaitu menguraikan penafsiran ayat-ayat al-Quran sesuai
urutan suratnya, dari awal surat hingga surat yang terakhir. Dilihat dari jenisnya,
maka tafsir ini digolongkan kepada Tafsir bi al-ra‟yi.36
Dalam konteks tafsir Depag, Ketua Tim Penyempurnaan menyatakan bahwa
tafsir ini adalah gabungan antara bi al-ra‟yî dan bi al-ma‟tsûr, walaupun bi al-
ma‟tsûr-nya lebih dominan.37
Dari pernyataan ini , dapat dikatakan bahwa manhaj
tafsir Depag tafsir bi al-ma‟tsûr. Ciri-ciri tafsir ini misalnya, bisa dilihat dari sumber
rujukan (mashâdir)-nya, yaitu: a) menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan
33
Jauhar Azizy, „‟Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir Departemen
Agama,‟‟ (Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2007), h. 45. 34
„Abd al-Ḥayy al-Farmawî adalah seorang Dosen Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin
Universitas al-Azhar, Mesir. Metodologi penafsirannya banyak dijadikan rujukan para peminat studi
ilmu tafsir hadis, tak terkecuali para pemerhati kajian tafsir di Indonesia ketika berbicara tentang
metodologi tafsir al-Qur‟an. 35
Jauhar Azizy, „‟Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir Departemen
Agama,‟‟ (Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2007), h. 46. 36
Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 219. 37
Ahsin Sakho Muhammad, „‟Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan tafsir Kementerian
Agama,‟‟ Jurnal Lektur Keagaamaan, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama
dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2005), Volume 3, No.1, hal. 161.
34
menggunakan hadis-hadis marfû‟ dar Nabi saw, b) mengutip pendapat para sahabat,
dan c) mengutip pendapat para tabi‟in.38
Mengenai corak yang digunakan dalam Tafsir Depag ini M. Shohib Tahar
dalam penelitiannya menyatakan bahwa tafsir Depag bercorak sunni. 39
Sementara
menurut Pedoman penyempurnaan Tafsir 2003, tafsir Depag bercorak ijtimâ‟î.
Sedangkan berdasarkan pengakuan Ketua Tim Penyempurnaan al-Qur‟an, tafsir ini
bercorak hidâ‟î.40
sebagai tafsir bercorak hidâ‟î misalnya, tafsir Depag ini selalu
menampilkan kesimpulan akhir yang tampaknya sebagai upaya mengetengahkan sisi-
sisi dari ayat bersangkutan. 41
Sedangkan sistematika penafsiran seperti yang dijelaskan oleh Ketua Tim
Penyempurnaan al-Qur'an dan Tafsirnya, Dr. Ahsin Sakho adalah sebagai berikut:42
a. Penafsiran dimulai dengan menerangkan secara istilah singkat
kandungan surahnya. Informasi singkat seputar surah dipaparkan,
misalnya nama surah (terkadang disebutkan dari mana penamaan
surah itu berasal), jumlah ayatnya, apakah ia masuk kategori
makiyah atau madaniyah, nama lain dari surat, dan pokok-pokok
38
Syaikh Manna‟ Al-Qathtẖan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, terjemah Mudzakir AS
(Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993), h. 201-202.
39
Shohib Tahar, „‟Telaah tentang Tafsir al-Qur‟an Departemen Agama RI,‟‟ Jurnal Lektur
Keagamaan, , Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, 2003), Volume 1, No.1, hal. 54. 40
Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya ( Edisi yang disempurnakan), (Jakarta: Depag RI,
2004), Jilid I, h. xxv. 41
Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 219. 42
Ahsin Sakho, “Kata Pengantar” Ketua Tim Penyempurnaan al- Qur'an dan Tafsirnya,
dalam Mukadimah, h. xxxi-xxxii.
35
isinya serta munâsabah atau keselarasan isi antar ayat, antar
topik, dan satu surah dengan surah selanjutnya.
b. Sebelum memulai penafsiran, tim menentukan terlebih dahulu
dengan judul pembahasan. Judul ini disesuaikan dengan
kandungan kelompok ayat yang akan ditafsirkan. Beberapa ayat
yang memiliki kesatuan tema, dikelompokan dalam judul yang
sesuai.
c. Selanjutnya tim mengelompokan ayat yang sesuai dengan judul.
d. Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan kelompok ayat.
Terjemah yang dipakai adalah Al-Qur'an dan Terjemahnya edisi
2002 yang telah diterbitkan oleh Departemen Agama pada tahun
2004.
e. Menjelaskan kosakata yang dianggap perlu untuk dibahas.
f. Menjelaskan munâsabah atau keterkaitan antara ayat dengan ayat
berikutnya atau antara satu surat dengan surah berikutnya.
g. Dalam tafsir ini juga diuraikan asbâbun-nuzûl, namun asbâbun-
nuzûl tersebut dipergunakan sebagai sub tema tersendiri. Artinya
jika dalam kelompok ayat ada beberapa riwayat tentang
asbâbun-nuzûl, maka asbâbun-nuzûl yang pertama yang
36
dijadikan sub judul, sedangkan asbâbun-nuzûl berikutnya
dijelaskan dalam penafsirannya.
h. Baru kemudian pembahasan masuk dalam tafsir kelompok ayat.
Penafsiran dilakukan ayat per ayat dengan memberikan tanda
kurung pada nomor ayat kemudian ditafsirkan. Dalam melakukan
penafsiran banyak dicantumkan ayat al-Quran dan hadis.
i. Terakhir tafsir ditutup dengan kesimpulan yang berisi pointer,
nilai dan hukum yang bisa dipetik dari ayat atau kelompok
ayat.
Contoh Penafsiran
Tentang al-Islam (QS. Ali Imran ayat 19)
Artinya:
„‟Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab, kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.‟‟
Kosakata:
Baghyan (3:19) akar katanya بغى yang mempunyai arti kata dasar tuntutan
untuk melampaui batasan-batasan yang telah ditentukan. Al-Baghyu biasa
37
dipergunakan ubtuk dua pengertian, salah satunya digunakan untuk hal-hal terpuji,
seperti melampaui batasan definisi perbuatan yang adil kepada yang ihsan atau
mengerjakan sesuatu yang lebih dari sekedar kewajiban, seperti perbuatan-perbuatan
yang disunahkan. Sedangkan pengertian al-baghyu yang kedua digunakan pada hal-
hal tercela, seperti perbuatan yang melampaui batas-batas yang hak, yaitu perbuatan
yang batil, diantara takabur, berbuat kerusakan, zalim, dengki dan sebagainya, secara
garis besar setiap hal yang melewati batas kewajaran tertentu.43
Munasabah:
Dalam ayat-ayat yang lalu diterangkan kesesatan orang-orang kafir
disebabkan mereka sangat dipengaruhi oleh harta dan anak-anak, sifat takwalah yang
menyelamatkan manusia dari pengaruh harta benda itu. Maka dalam ayat-ayat ini
diterangkan dasar-dasar ketauhidan yang menjadi sumber dari takwa tersebut, dasar
agama yang benar yakni agama Islam.44
Tafsir:
(19) Agama yang diakui Allah hanya Islam, agama tauhid, agama yang
mengesakan Allah. Dia menerangkan bahwasanya agama yang sah di sisi Allah
hanyalah Islam. Semua agama dan syariat yang dibawa nabi-nabi terdahulu intinya
satu, ialah “Islam‟‟, yaitu kepada Allah Yang Maha Esa, menjujung tinggi perintah-
perintah-Nya dan berendah diri kepada-Nya, walaupun syariat-syariat itu berbeda di
dalam beberapa kewajiban ibadah dan lain-lain.
43
Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 221. 44
Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 221.
38
Muslim yang benar adalah orang yang ikhlas dalam melaksanakan segala
amalnya, serta kuat imannya dan bersih dari syirik. Allah mensyariatkan agama untuk
dua macam tujuan:
1. Membersihkan jiwa manusia dan akalnya dari kepercayaan yang tidak benar.
2. Memperbaiki jiwa manusia dengan amal perbuatan yang baik dan
memurnikan keikhlasan kepada Allah.
Kesimpulan:
1. Allah menyatakan keesaan Zat-Nya dan keadilan-Nya begitu juga para
malaikat dan para ahli ilmu mengakui dan menyatakan ke-Esaan-Nya.
2. Semua agama yang dibawa oleh para nabi, adalah satu, Islam yaitu agama
berdasarkan tauhid serta berserah diri kepada Allah. Karenanya, sebutan
agama-agama samawi itu tidak tepat, karena agama samawi hanya satu.
3. Para rasul bertugas menyampaikan agama Allah kepada umatnya.45
Dari sisi isi/kandungan, tafsir Depag juga memuat persoalan akidah, fikih,
tasawuf, isyarat-isyarat ilmu pengetahuan, seperti teknologi, ekonomi, sosial, budaya,
sejarah, dan lainnya. Sebagai karya tafsir yang utuh menafsirkan seluruh ayat al-
Quran, sudah pasti seluruh aspek yang ada di dalamnya tidak luput untuk ditafsirkan.
Hanya, tentu saja porsi penafsiran atas bidang-bidang itu tidak sepenuhnya sama. Ada
yang ditafsirkan secara panjang lebar, seperti persoalan fikih dan akidah, dan
45
Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta: Depag RI,
2004), Jilid I, h. 313-332.
39
sebaliknya yang dielaborasi seperlunya, seperti masalah ilmu pengetahuan atau
ekonomi.46
Al-Quran, berdasarkan penelitian Zaglûl an-Najjâr, seorang pakar geologi
muslim asal Mesir, memuat kurang lebih 750-1000 ayat yang mengandung isyarat
ilmiah, sementara ayat-ayat hukum hanya berkisar 200-250 ayat. Kendati demikian
kita mewarisi dari par ulama ribuan judul kitab-kitab fikih, dan hanya beberapa judul
buku-buku ilmiah, padahal Allah dalam perintah-Nya kepada manusia untuk
memahami ayat-ayat al-Quran tidak pernah membedakan antara dua kelompok
tersebut. Dari sini, upaya menjelaskan maksud firman Allah yang mengandung
isyarat ilmiah yang disebut dengan „‟Tafsir Ilmi‟‟ menjadi penting, sama halnya
dengan penjelasan ayat-ayat tentang hukum. Bedanya tafsir ilmî menyangkut hukum
dan fenomena alam, sementara tafsir hukum menyangkut hukum-hukum manusia.
Bahkan menurut sementara pakar, Tafsir ilmî dapat menjadi „‟ilmu kalam baru‟‟ yang
dapat memperteguh keimanan manusia modern khususnya di era ilmu pengetahuan
dan teknologi seperti ini.47
Oleh karena itu, Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2011 telah melaksanakan kegiatan dan
penyusunan Tafsir ilmî atau Tafsir Ayat-ayat Kauniyah. Sebagai langkah awal, ayat-
ayat yang terkait dengan sebuah persoalan dihimpun untuk selanjutnya dianalisis
dalam rangka menemukan pandangan al-Quran yang utuh menyangkut persoalan
46
Jauhar Azizy, „‟Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir Departemen
Agama,‟‟ (Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2007), h. 59. 47
Kementerian Agama RI, Tafsir Ilmi: „‟Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains‟‟,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h. xii.
40
tersebut. Hanya saja Tafsir Tematik yang saat ini juga sedang dikembangkan oleh
Kementerian Agama menitikberatkan bahasanya pada persoalan akidah, akhlak,
ibadah, dan sosial sedangkan Tafsir ilmi fokus pada kajian saintifik terhadap ayat-
ayat kauniyah dalam al-Quran. 48
Adapun korelasi antara ilmu pengetahuan alam (sains) dengan teks al-Quran
telah banyak dinyatakan oleh para pakar. Menurut Tanthawi Jawharî, terdapat 750
ayat Al-Quran yang berbicara tentang realitas alam semesta.49
Sebagai contoh:
Perbedaan sidik jari setiap manusia yang diisyaratkan dalam surat al-Qiyâmah
(75: 3-4)
Artinya:
„‟Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali)
tulang belulangnya?. Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali)
jari jemarinya dengan sempurna.‟‟50
Oleh karenanya dibutuhkan sistematika tafsir al-Quran bidang ayat-ayat
kauniyah atau yang bias juga kita sebut dengan sistematika metodologi tafsir ayat-
ayat sains. Sistematika ini penting dikembangkan, untuk memaksimalkan penafsiran
ayat-ayat kauniyah, yang pada saat nanti dapat menjadi pilihan utama guna
48
Kementerian Agama RI, Tafsir Ilmi: „‟Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains‟‟,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h. xiii. 49
Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah: Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur‟an,
(Serang: CV Cahaya Minolta, 2014), h. 3. 50
QS. al-Qiyâmah: 3-4.
41
melaksanakan tugas utama manusia tersebut dalam mengelola bumi dan alam raya
ini, terutama di era ilmu dan teknologi dewasa ini, tanpa adanya destruktif terhadap
nilai kemanusiaan dan sistem alam yang berkesinambungan.51
Dalam beberapa tahun terakhir telah terwujud kerja sama yang baik antara
Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam
upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam rangka penyempurnaan buku Al-Quran
dan Tafsirnya. Hasil kajian ayat-ayat kauniyah ini dimasukkan ke dalam tafsir
tersebut sesuai tempatnya sebagai tambahan penjelasan atas tafsir yang ada, yang
disusun sesuai urutan mushaf.
Kerja sama dua instansi ini berlanjut ke arah kajian dan penyusunan Tafsir
Ilmi semenjak tahun 2009 silam. Hingga saat ini sudah ada enam judul buku yang
berhasil disusun dan diterbitkan. Lantas, kegiatan kajian dan penyusunan Tafsir Ilmi
pada Tahun Anggaran 2011 mengasilkan empat tema yang diterbitkan pada tahun
2012. Keempatnya adalah: 52
1. Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
2. Seksualitas dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
3. Hewan dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
4. Manfaat Benda-benda Langit dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
51
Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah: Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur‟an,
(Serang: CV Cahaya Minolta, 2014), h. 6. 52
Kementerian Agama RI, Tafsir Ilmi: „‟Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains‟‟,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h. xiii.
42
BAB III
DESKRIPSI TENTANG AYAT-AYAT YANG BERKAITAN DENGAN
SERANGGA DALAM AL-QURAN
Menafsirkan teks al-Quran terkait sains, masih dalam perdebatan para pakar.
Karena itu, diperlukan eksplorasi tentang perkembangan relasi sains dan agama dari
berbagai sudut pandang, baik dari para peneliti relasi agama atau juga dari ulama
islam.1 Allah memerintahkan manusia untuk mengkaji dan mempelajari berbagai
aspek dunia, seperti, langit (QS. Ali-‘Imran : 191), hujan, tumbuhan (QS. Qâf : 6-10),
binatang (QS. Al-Ghâsyiyah : 17-20), kelahiran (QS. Aṯâriq : 5) dan bentangan
geografis (QS. Al-Mulk : 3). Cara untuk menyelidiki semua ini adalah melalui sains.
Pengamatan ilmiah memperkenalkan manusia pada misteri penciptaan, dan akhirnya
pada pengetahuan, kebijakan dan kekuasaan tanpa batas yang dimiliki Allah. Sains
adalah salah satu cara mengenal Allah dengan tepat dank arena itulah sepanjang
sejarah, sejumlah ilmuwan yang memberikan sumbangan besar bagi kemanusiaan
telah beriman kepada Allah.2
Berbagai upaya telah dilakukan para ilmuan untuk mengungkap makna
ayat-ayat al-Qur’an. Banyak metode ilmu pengetahuan yang digunakan, hal ini
tidak terlepas dari semakin banyaknya minat yang menarik perhatian para ilmuan
1 Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah: Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur’an,
(Serang: CV Cahaya Minolta, 2014), h. 23. 2 Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Bandung: Dzikra, 2004), h. 6.
43
tersebut, terutama semakin banyaknya temuan-temuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini yang membuktikan kebenaran pernyataan dalam al-Qur’an.3
Keajaiban penciptaan hewan, terutama hewan yang diungkap dalam al-
Qur’an seperti semut, anjing, laba-laba, dan burung, sungguh amat mencengangkan.
Rahasia keajaiban itu yang kemudian dikuak oleh berbagai penelitian modern,
semakin membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ada manfaat. Ketika al-Qur’an
menyinggung hewan-hewan itu, maka dipastikan ada rahasia di balik pengungkapan
itu. Terutama perihal kehidupan hewan-hewan yang ada di sekeliling manusia, tidak
terkecuali perihal kehidupan serangga yang keberadaannya sangat banyak
manfaatnya bagi manusia.4
A. Pengertian Serangga
Serangga adalah kelompok terbesar dalam dunia hewan di bumi. Diperkirakan
ada lebih dari 800.000 jenis serangga yang sudah dikenal dan dideskripsi (dikenal
dalam ilmu pengetahuan). Jenis-jenis baru serangga masih terus bermunculan dalam
hitungan hari. Para ahli memperkirakan masih ada jutaan jenis serangga yang belum
dikenal. 5 Dalam hal ini merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan mahluk
hidup yang mendominasi bumi.6
3 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam Perspektif
al-Qur’an dan Sains, Lajnah Pentashih al-Qur’an,
h. xvii.
4 Masyhuri Putra,‘’Mengungkap Kemukjizatan Ilmiah’’ Jurnal An-Nur, Vol. IV, no. 2 (2015):
h. 175. 5 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam Perspektif
al-Qur’an dan Sains, Lajnah Pentashih al-Qur’an,
h. 228. 6 Rudy C Tarumingkeng PhD, Dinamika Populasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h.
280.
44
Serangga disebut pula insecta, berasal dari bahasa latin insectum, sebuah kaya
serapan dari bahasa Yunani adalah salah satu kelas avertebrata di dalam filum
antropoda yang memiliki exoskeleton berkitin.7 Serangga pada umumnya mempunyai
enam kaki, dan banyak diantaranya bersayap empat. Serangga alias insekta adalah
kelompok hewan pertama yang dapat terbang. Kebanyakan serangga hidup di
kawasan tropis, dan hanya beberapa jenis yang hidup di kawasan dingin atau lautan.
Tubuh serangga terdiri dari tiga bagian besar, yaitu kepala, dada (thorax), dan tubuh
bagian belakang (admoden). Pada bagian dada menempel semua kaki dan sayap
serangga. Bagian admoden adalah tempat bagi perut, jantung dan organ lainnya, serta
sistem pembuangan.8
Berbagai macam bagian mulut serangga seperti: pengunyah (Orthoptera,
Coleoptera, ulat Lepidoptera, penusuk-pengisap (kutu daun, walang sangit, nyamuk),
spons pengisap (lalat), belalai-sifon (kupu-kupu dang ngengat).9
Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi. Serangga
termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia) yang dibagi lagi menjadi 29 ordo,
antara lain Diptera (misalnya lalat), Coleoptera (misalnya kumbang), Hymenoptera
(misalnya semut, lebah, dan tabuhan), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan
ngengat). Kelompok Apterigota terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya
tidak memiliki sayap, dan 25 ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota
karena memiliki sayap. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi
7 www.wikipedia.com
8 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam Perspektif
al-Qur’an dan Sains, Lajnah Pentashih al-Qur’an,
h. 228. 9 Rudy C Tarumingkeng PhD, Dinamika populasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h.
282
45
yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses
berkolonisasi di bumi.10
B. Identifikasi dan Klasifikasi Serangga
Pengetahuan mengenai klasifikasi serangga diperlukan agar jenis-jenis
serangga yang demikian banyaknya dapat dibedakan. Misalnya, dari sekian banyak
serangga yang menjadi hama tanaman padi, perlu diketahui jenis-jenisnya, karena
mereka memiliki perilaku hidup yang berbeda, menyerang bagian tanaman yang
berbeda (daun, buah, batang, akar) menyebabkan kerugian yang berbeda sehingga
berbeda pula cara penanganannya.11
Pada umumnya spesies-spesies serangga
dibedakan sesuai dengan kemiripan dalam penampakannya. Jenis-jenis lalat
misalnya, dibedakan dari kupu-kupa berdasarkan karakter sayap. Lalat hanya
memilki sepasang sayap, sedangkan kupu-kupu dua pasang. Secara hirarki, dikenal
taksa-taksa (taxon, taxa) dalam klasifikasi, oleh karenanya maka ilmu mengenai
penggolongan jenis-jenis mahluk hidup biasanya disebut taksonomi (taxonomy).
Taksonomi ulat kubis misalnya adalah sebagai berikut:12
• Filum (Phylum) - Arthropoda
• Kelas - Insecta
• Ordo - Lepidoptera
• Famili - Plutellidae
• Genus - Plutella
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Serangga 11
http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/info/primer.html 12
Rudy C Tarumingkeng PhD, Dinamika populasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994),
h. 284.
46
• spesies - Plutella xylostella
C. Jumlah Ayat Tentang Serangga dalam Al-Quran
Ayat al-Quran yang membahas serangga sebenarnya tidak begitu banyak
dalam al-Quran. Jumlah tidak lebih dari sebelas ayat. Namun, bukan berarti serangga
tidak mempunyai peran penting sehingga Allah menyebutkankanya dalam jumlah
ayat yang sedikit. Banyak ulama berpendapat apabila suatu permasalahan dibahas
berulang kali dalam al-Quran dan disebutkan dalam banyak ayat maka permasalahan
tersebut merupakan permasalahan yang cukup penting. Sebaliknya, apabila suatu
permasalahan hanya dibahas dalam beberapa ayat saja maka permasalahn tersebut
tidak begitu penting. Pendapat tersebut hemat penulis tidak sepenuhnya benar namun
juga tidak sepenuhnya salah.13
Terdapat berbagai jenis serangga yang hidup di atas muka bumi ini.
Kepentingan serangga dalam kehidupan manusia bukanlah terletak pada bilangannya
yang terdiri daripada hampir 75% daripada seluruh spesies hewan. Akan tetapi
serangga amat berperanan dalam ekosistem dalam mewujudkan kesejahteraan hidup
secara keseluruhannya. Walaupun terdapat berbagai jenis serangga, namun al-Quran
hanya menyebut beberapa jenis saja sebagai perwakilan dari jenis-jenis serangga
dengan cara hidup masing-masing dari hewan tersebut. 14
Jumlah ayat yang membahas tentang serangga ada sebelas ayat, yaitu dua ayat
tentang lebah, dua ayat tentang semut, dua ayat tentang belalang, satu ayat tentang
13
Asep Supriyanto, ‘’Serangga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir dengan Hermeneutika
Muhammad ‘Abid Al-Jabiri), (Masters Thesis UIN SUNAN KALIJAGA, Yogyakarta, 2016), h. 45. 14
Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, ‘’Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis ‘Ijaz’’, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 105.
47
kutu, satu ayat tentang laron, satu ayat tentang laron, satu ayat tentang rayap, satu
tentang nyamuk dan satu ayat tentang lalat. Adapun bunyi ayat tersebut adalah
sebagai berikut: 15
1. Lebah
Artinya:
‘’Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah
itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-
orang yang memikirkan.16
2. Semut
Artinya:
15
Ayat tentang serangga diambil dari al-Quran yang sudah mengalami proses tasḥiḥ oleh
Departemen Agama RI. Rabbani: al-Quran Per Kata, Tajwid Warna (Jakarta: Surprise, 2012), h. 6
(nyamuk), h. 167 (kutu dan belalang), h. 275 (lebah) h. 342 (lalat), h. 379 (semut), h. 430 (rayab), h.
530 (belalang), h. 601 (laron). 16
QS: An-Nahl : 68-69.
48
‘’Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut:
Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak
diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";
Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) Perkataan semut
itu. dan Dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang saleh".17
3. Rayap
Artinya:
‘’Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau
Sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap
dalam siksa yang menghinakan’’.18
4. Laron
Artinya:
‘’pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran.’’19
5. Kutu
17
QS: An-Naml : 18-19. 18
QS: Saba’ : 14. 19
QS: Al-Qari’ah : 4.
49
Artinya:
‘’Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan
darahsebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan
mereka adalah kaum yang berdosa.’’20
6. Laba-Laba
Artinya:
‘’Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain
Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya
rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui’’.21
7. Belalang
Artinya:
‘’Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan
darahsebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan
mereka adalah kaum yang berdosa.’’22
20
QS: Al-‘Arâf : 133. 21
QS: Al-‘Ankabût : 41. 22
QS: Al-‘Arâf : 133.
50
Artinya:
‘’Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari
kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.’’23
8. Nyamuk
Artinya:
‘’Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk
atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi
mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk
perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan
Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang
fasik.’’24
9. Lalat
Artinya:
‘’Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-
kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
23
QS: Al-Qamar : 7. 24
QS: Al-Baqarah: 26.
51
menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.’’25
D. Periodesasi Ayat tentang Serangga
Dari sebelas ayat tentang serangga yang telah disebutkan di atas, satu ayat
yang turunnya di Madinah. Sedangkan sepuluh ayat lainnya turunnya di Mekkah.
Muhammad ‘Abid Al Jâbirî26
membagikan periode Mekah menjadi enam bagian
yaitu, kenabian dan keilahian, kesaksian di hari kiamat, pembatalan syirik dan
penyembah berhala, dakwah terang-terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-
kabilah, pengepungan terhadap nabi dan persiapan hijrahnya umat muslim ke
Habasyah, dan yang terakhir pasca pengepungan dan persiapan nabi hijrah ke
Madinah. Sedangkan perjalanan dakwah ketika nabi berada di Madinah hanya
dijadikan satu sub periode yaitu berkaitan dengan masalah hukum dan penerapannya
dalam bernegara.27
Apabila ayat tentang serangga diperiodisasi seperti dijabarkan oleh
Muhammad ‘Abid Al Jâbirî maka susunan ayatnya menjadi sebagai berikut:
PERIODE SUB PERIODE AYAT YANG
DITURUNKAN
Periode Mekah Kenabian dan Keilahian -
25
QS: Al-Hajj: 73 26
Muhammad Abid Al Jabiri adalah dosen filsafat dan pemikiran Islam di Fakultas Sastra,
Universitas Muhammad V, Rabat, Maroko. 27
Asep Supriyanto, ‘’Serangga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir dengan Hermeneutika
Muhammad ‘Abid Al-Jabiri), (Masters Thesis UIN SUNAN KALIJAGA, Yogyakarta, 2016), h. 51.
52
Kesaksian di hari kiamat
-QS. Al-Qâri’ah: 4
(Laron)
-QS. Al-Qamar: 7
(Belalang)
Pembatalan syirik dan
penyembah berhala
-QS. Al-‘Arâf: 133
(Belalang dan Kutu)
-QS. An-Naml: 18-19
(Semut)
Dakwah terang-terangan dan
menjalin hubungan dengan
kabilah
-QS. Saba’: 14 (Rayap)
Pengepungan terhadap nabi
dan persiapan hijrahnya umat
muslim ke Habasyah
-
Pasca pengepungan dan pasca
hijrah nabi Madinah
-QS. An-Nahl: 68-69
(Lebah)
-QS. Al-‘Ankaût: 41
(Laba-laba)
-QS. Al-Hajj: 73 (Lalat)
Periode Madinah Rasul di Madinah: hukum
dan penerapannya.
-QS. Al-Baqarah: 26
(Nyamuk)
a. Makkîyah dan Madânîyah
Selain harus mengetahui bunyi ayat yang hendak hendak ditafsirkan, seorang
mufassir harus mengetahui letak ayat tersebut diturunkan. Apakah ayat tersebut turun
di Mekah? Atau Madinah? Hal ini penting untuk mengetahui karakter ayat tersebut.
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan di Madinah tersebut disebut Madânîyah
sedangkan ayat yang turun di Mekah disebut dengan Makkîyah. Para ulama berbeda
pendapat mengenai permasalahan makkîyah dan madânîyah, apakah pengelompokan
tersebut berdasarkan tempat, waktu atau sasarannya.
Ulama yang berpendapat pengelompokan ayat tersebut berdasarkan tempat,
mengatakan bahwa ayat makkîyah adalah ayatyang diturunkan di Mekah meskipun
53
ayat tersebut turun setelah hijrah nabi dan ayat madânîyah adalah ayat yang
diturunkan di Madinah. Sedangkan ulama yang sepakat dari segi waktu berpendapat
bahwa ayat makkîyah adalah ayat yang diturunkan sebelum nabi hijrah ke Madinah
dan ayat madânîyah adalah ayat setelah nabi hijrah ke Madinah. Adapun yang
berpendapat pengelompokan itu dari segi sasaran mengatakan bahwa ayat makîyah
adalah ayat yang khitabnya ditujukan pada masyarakat Mekah sedangkan madânîyah
disasarankan untuk masyarakat Madinah. Dari ketiga pendapat tersebut tidak ada
yang sempurna, masing-masing ada pengecualian untuk ayat-ayat tertentu. 28
b. Asbâb al-Nuzûl
Mengetahui latar belakang turunnya sebuah ayat hendak ditafsirkan maknanya
merupakan hal yang sangat penting agar terhindar dari kesalahan dalam menafsirkan
ayat tersebut. Manna’ Khalil Al-Qattan dalam kitab studi ilmu-ilmu Al-Quran
menyebutkan, mengetahui Asbâb al-Nuzûl adalah cara terbaik untuk memahami
makna Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang
tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui latar belakang turunnya ayat. Asbâb al-nuzûl
adalah ilmu yang mempelajari latar belakang atau sebab-sebab sesuatu atau beberapa
ayat yang diturunkan.29
Namun yang menjadi persoalan adalah tidak semua ayat
dalam al-Quran mempunyai asbâb al-nuzûl (dalam artian sempit). 30
Pada hakekatnya
asbâb al-nuzûl merupakan salah satu alat bantu untuk menjelaskan makna redaksi
28
Az-Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum Al-Quran, Juz I (Kairo: al-Maktabah at Tawfiqiyah,
tt), h. 193-195. 29
Muchotob Hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif, (Yogyakarta: Gama Media, 2003),
h.79. 30
Asep Supriyanto, ‘’Serangga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir dengan Hermeneutika
Muhammad ‘Abid Al-Jabiri), (Masters Thesis UIN SUNAN KALIJAGA, Yogyakarta, 2016), h. 53.
54
ayat al-Quran, dan makna ayat tersebut tidak dikhususkan hanya terkait peristiwa itu
saja.31
Dari sebelas ayat yang berbicara tentang serangga hanya satu yang
mempunyai asbâb al-nuzûl yaitu pada ayat 26 surat al-Baqarah yang berbicara soal
nyamuk. Ayat tersebut turun dilatar belakangi tentang perkataan orang munafik saat
Allah mebuat perumpamaan pada ayat 17 dan 19. Orang tersebut berkata:
‘’Mungkinkah Allah yang maha tinggi dan maha luhur membuat perumpamaan
seperti itu?’’ (HR. Ibnu Jarir).32
Sedangkan menurut Ibn Abbas ayat ini berhubungan
dengan pernyataan orang Yahudi atas tuduhan bahwa perumpamaan yang terdapat
dalam al-Quran tidak memiliki nilai yang berarti. hal ini disebabkan didalamnya
Allah merumpamakan binatang yang kecil lagi hina, seperti lalat, Laba-laba dan
nyamuk. Namun seandainya mereka mengetahui mereka akan mengakatakan bahwa
perumpamaan itu tepat dan benar.33
c. Teks dan Konteks Ayat
Kajian tentang konteks yang dibahas dalam teks al-Quran merupakan hal
yang sangat penting untuk dibicarakan. Hal ini dianggap penting karena membantu
penafsir untuk menghindari kekeliruan atau kesalahan dalam sebuah ayat. Pengkajian
kontek ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan ayat yang sedang dikaji ayat
sebelum dan sesudahnya. 34
31
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 80. 32
Depag. Rabbani: Al-Quran Per Kata, Tajwid Warna, (Jakarta: Surprise, 2012), h. 6. 33
Depag, Al-Quran dan Tafsirnya, Jilid I, (Yogyakarta: PT Bakti Wakaf, 1990), h. 80. 34
Asep Supriyanto, ‘’Serangga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir dengan Hermeneutika
Muhammad ‘Abid Al-Jabiri), (Masters Thesis UIN SUNAN KALIJAGA, Yogyakarta, 2016), h. 54.
55
Dalam thesis Asep Supriyanto yang berjudul ‘’Serangga dalam Al-Quran (Kajian
Tafsir dengan Hermeneutika Muhammad ‘Abid Al-Jabiri) menyebutkan secara garis besar
kontekst ayat yang berkaitan dengan serangga dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar, yaitu:
1. Konteks keadaan manusia yang kudah terombang-ambing (bimbang)
Setidaknya ada tiga ayat yang termasuk dalam kategori ini, yakni ayat yang
berbicara tentang Laron, Belalang, dan Kutu. Dalam surat Al-Qâri’ah ayat yang
keempat, Allah menceritakan gambaran umat manusia pada hari kiamat selayaknya
hewan laron yang mudah terombang-ambing dan tidak mempunyai tujuan. Dalam
ayat lain, yakni surat al-Qamar ayat yang ketujuh, keadaan manusia ketika
dibangkitkan dari kuburnya kelak semua manusia menundukkan pandangannya
layaknya belalang dan setelah itu mereka bagaikan Laron tidak tahu kemana harus
pergi.
Berbeda dari kedua ayat tersebut di atas, dalam surat al-A’râf ayat yang ke-
133, Allah tidak menceritakan gambaran umat manusia pada hari kiamat kelak,
melainkan Ia memeberikan azab kepada kaum yang durhaka berupa taufan, belalang,
kutu, katak dan darah. Azab ini diberikan kepada Firaun dan pengkiutnya karena
telah menduskan Allah dan telah mengabaikan perintah nabi Musa.
Meskipun dalam tersebut tidak menceritakan bagaimana keadaan kutu
tersebut, apakah terombang-ambing atau tidak? Namun sebagai manusia yang
dianugerahi akal oleh Allah, ia pasti bisa membayangkan bagaimana keadaan kutu
apabila ia diterbangkan oleh angin.
2. Konteks ‘penceritaan’ oleh Allah
56
‘Penceritaan’ oleh Allah yang dimaksudkan di sini adalah Allah hendak
menceritakan sebuah cerita atas kehendaknya sendiri, cerrita ini bukanlah hendak
menceritakan keadaan manusia yang terombang-ambing di dunia ataupun di akhirat
kelak dan bukan pula bertujuan membuat perumpamaan untuk manusia. Allah
sengaja menceritakan karena di dalamnya terkandung hal yang istimewa. Allah ingin
mengajak pada manusia agar memikirkan baik-baik keistimewaan apa saja yang
terkandung di dalamnya.
Adapun ayat yang termasuk dalam kategori ini adalah ayat yang berbicara
tentang Semut,Rayap dan Lebah. Dalam surat An-Naml ayat yang ke-18 dan 19,
Allah menceritakan tentang anugerah yang diberikan kepada nabi Sulaiman yakni ia
dapat mengetahui bahasa binatang, dalam hal ini adalah semut. Ketika nabi Sulaiman
mengadakan perjalanan ke suatu tempat ia melihat sekelompok semut yang melintas
di depannya, ia pun menyuruh berhenti sejenak dan mempersilahkan semut-semut
tersebut lewat. Ia pun tertawa ketiak mendengar ucapan pemimpin semut tersebut,
setelah itu ia pun mengucapkan syukur kepada Allah karena diberi anugerah
melimpah.
Masih dalam kisah nabi Sulaiman, dalam surat Saba’ ayat yang ke-14, Allah
menceritakan bahwa sekuat apapun dan sepandai apapun manusia, ia tidak akan
mampu melawan takdir terutama ajal. Ketika memang sudah waktunya, manusia
tidak akan mampu memajukannya ataupun memudarkannya meskipun hanya satu
detik saja. Selain itu, tidak ada yang mengetahui ajal seseorang (meskipun dari
golongan Jin sekalipun) kecuali bagian makhluk yang telah ditentukan oleh-Nya.
57
Dalam ayat ini Jin pun kaget dan ia baru mengetahui bahwa Sulaiman telah
meninggal ketika Sulaiman roboh karena tongkatnya digerogoti oleh Rayap.
Berbeda dari kedua ayat di atas, surat an-Naḥl ayat yang ke-68 dan 69, Allah
tidak hendak menceritakan tentang kisah nabi Sulaiman, melainkan Ia menceritakan
bagaimana Ia memberi perintah kepada makhluk kecil yang bernama Lebah. Mulai
dari bagaimana lebah itu membuat rumahnya, bagaimana ia makan dan apa saja yang
dihasilkan olehnya yang dapat berguna untuk kepentingan manusia.
3. Konteks perumpamaan dan pemberian tantangan
Ada tiga jenis serangga yang termasuk dalam kategori ini, yakni Laba-laba,
Lalat dan Nyamuk. Allah sengaja membuat perumpamaan dengan tiga serangga
tersebut untuk mengajak manusia berfikir dengan akal sehat. Dalam surat al-Ankabût
ayat ke-41 dan al-Ḥajj ayat yang ke-73, Allah memberikan perumpamaan bahwa
berhala-berhala yang disembah oleh manusia mereka tidak memiliki kemampuan
apapun. Baik itu kemampuan merebut kembali apapun yang telah direbut oleh lalat
ataupun membuat hewan yang kecil seperti lalat, meskipun mereka bersatu utnuk
menciptakannya. Oleh karena itu Allah memeberi perumpamaan bahwa orang yang
berlindung kepada berhala seperti laba-laba yang mengambil perlindungan dengan
rumahnya. Rumah laba-laba dipandang lemah oleh al-Quran karena rumah laba-laba
tidak dapat melindungi laba-laba dari panasnya terik matahari dan dinginnya malam.
Dalam hal ini mereka telah keliru daalam mengambil perlindungan.
Dalam surat al-Baqarah ayat ke-26, Allah menyebutkan bahwa Ia tidak malu
membuat perumpamaan apapun, meskipun itu hanya seekor nyamuk ataupun hewan
yang lebih rendah atau lebih kecil dari nyamuk sekalipun. Allah pun menyebutkan
58
bahwa perumpamaan seperti ini tidak akan berdampak apapun bagi orang yang
ingkar, namun sebaliknya perumpamaan ini akan memeberikan manfaat yang cukup
besar bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada-Nya.
59
BAB IV
ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA TENTANG MATSAL
SERANGGA PADA KATA ‘ANKABUT, DZUBĀB DAN BA’ŪDHAH
Secara umumnya, serangga yang telah disebut di dalam al-Qur‟ān ialah
nyamuk, lalat, belalang, kutu, lebah, semut dan anai-anai. Namun begitu, serangga
yang telah dijadikan sebagai perumpamaan dalam al-Quran hanyalah laba-laba
nyamuk dan lalat.1 Oleh yang demikian, kajian pada bab empat ini akan melihat
kepada rahasia dan hikmah pemilihan serangga-serangga tersebut di al-Quran dalam
tafsir Kementerian Agama.
A. DZUBȂB (LALAT)
Lalat dapat secara berkala ditemukan di rumah-rumah dan tempat di seluruh
Indonesia. Beberapa spesies lebih umum daripada yang lainnya dan tertarik dengan
lingkungan yang berbeda sesuai dengan kebiasaan dan siklus hidup alami mereka.
Mengetahui ukuran, kebiasaan, musiman, dan siklus hidup dari spesies lalat yang
berbeda dapat membantu mengidentifikasi jenis dari lalat yang efektif.2
Lalat adalah jenis serangga dari keluarga Diptera,3 (berasal dari bahasa
Yunani di berati dua dan ptera berarti sayap)4 yakni hewan yang memiliki sepasang
sayap. Bangsa diptera diperkirakan memiliki sekitar 240.000 jenis, termasuk di
dalamnya nyamuk. Sekitar 120.000 di antaranya telah dipertelakan dan diketahui
1 Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 105. 2 http://www.rentokil.co.id/lalat/jenis-lalat/
3 Diptera bermaksud dua sayap, Di = two (dua), ptera= wings (sayap).
4 https://id.wikipedia.org/wiki/Lalat
60
nama jenisnya.5 Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat
menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat
serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang
jatuh ke tempat tersebut.
a. Klasifikasi
Klasifikasi lalat adalah sebagai berikut: 6
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Infrakelas : Neoptera
Superordo : Panorpida
Ordo : Diptera
b. Karakteristik
Gambar 1. Morfologi Tubuh Lalat Rumah (Musca domestica)
5 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam Perspektif
al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 263. 6 https://id.wikipedia.org/wiki/Lalat
Keterangan:
A. Tarsus
B. Antena
C. Torax
D. Mata
61
c. Jenis-jenis Lalat
1. Lalat rumah (Musca domestica)
2. Lalat daging (Genus Sarcophaga)
3. Lalat hijau (Calliphora vomitoria)
4. Lalat pasir (Spiriverpa Lunulata)
5. Lalat buah (Drosophila species)
6. Lalat pembuangan (Psychodidae)
7. Lalat kuda (Family tabanidae).
d. Siklus Hidup Lalat 7
Gambar 2. Siklus Hidup Lalat
Pada umumnya siklus hidup lalat melalui 4 stadium yaitu :
„‟telur → larva → pupa → lalat dewasa”
Pada beberapa jenis lalat telur-telur tetap dalam tubuh lalat dewasa sampai
menetap dan baru kemudian dilahirkan larva. Lamanya siklus hidup dan kebiasaan
tempat bertelur bisa berbeda antara berbagai jenis lalat. Demikian pula terdapat
perbedaan-perbedaan dalam hal suhu dan tempat hidup yang biasanya untuk masing-
masing jenis lalat.
7 www.depkes.go.id
62
Allah Swt menciptakan lalat sebagai serangga yang menggemari sesuatu
yang buruk, najis dan kotor.8
ANALISIS KANDUNGAN AYAT
Lalat disebut dua kali dalam al-Quran; dua-duanya berada dalam satu ayat.
Allah berfirman dalam surah al-Hajj : 22 : 73.9
Artinya :
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya.
dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah)
yang disembah.10
Dalam ayat ini, Allah Swt memulakan perumpamaan dengan perkataan
‟ḍuriba‟ yaitu ( ستوعاليأ يا الاط ضشب هثل فا ). Sesungguhnya terdapat hikmah
tertentu apabila Allah Swt memulakan perumpamaan dengan „ḍuriba‟. Maksud asal
perkataan„ḍuriba‟ atau„ḍarb‟ dalam bahasa Arab adalah pukul atau ketuk. Jadi, apa
maksud dari redaksi ayat perumpamaan ini dalam al-Quran? Menurut Muhammad
Qutb, lafaz „ḍuriba‟ atau „ḍarb‟ disebut ketika ingin meninggalkan kesan, yaitu
8 Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 117. 9 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam Perspektif
al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 262. 10
QS. al-Hajj : 22 : 73.
63
seolah-olah perumpamaan yang didatangkan itu untuk mengetuk hati mereka dari
kelalainnya.11
Melalui ayat ini Allah memastikan berhala dan apapun yang disembah selain
Allah oleh manusia tidak akan dapat menciptakan satu pun makhluk, bahkan hanya
ukuran sekecil lalat meskipun mereka bersatu padu untuk mencoba
menciptakannya.12
Dalam ayat 73 surah al-Hajj ini, Allah Swt telah membuat
perumpamaan tentang lalat (dzubâb). Dalam al-Mu‟jam al-Wasit, dinyatakan bahwa
dzubâb adalah sejenis hewan kecil yang bersayap.13
Lalat dalam kehidupan sehari-hari memiliki citra buruk dan bisa dikaitkan
dengan hal-hal yang kotor dan penyakit. Seakan menapik anggapan itu, Rasulullah
justru memberi petunjuk kepada para sahabatnya untuk mencelupkan lalat sekaligus
bila jatuh ke dalam gelas. Itu karena lalat tidak hanya membawa penyakit, tapi juga
penawar penyakit yang dibawanya itu.14
شفاء إرا قع الزبا ب في ششاب أحذكن فليغوس ثن ليضع ، فإ ى في أحذ جا حي داء في االخش
) سا البخاس عي أبي شيشة (
Apabila seekor lalat jatuh ke dalam gelas minummu, tenggelamkanlah ia sepenuhnya
ke dalam air, lalu angkatlah. Sesungguhnya pada salah satu sayap-sayapnya
terdapat penyakit, dan sayap lainnya terdapat penyembuhnya. (Riwayat al-Bukârî
dari Abû Hurairah).
11
Muhammad Qutb, Perumpamaan fi al-Qur‟ān, (Beirut: al-Maktabah al-`Asriyyah, 1993),
h. 7. 12
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 263. 13
Anis Ibrahim, et.al, al-Mu`jam al-Wasit, T.T.P: T.P, h. 308. 14
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 263.
64
Pernyataan Rasulullah bahwa lalat mempunyai semacam penawar bukanlah
omong kosong belaka yang tidak disertai bukti ilmiah. Ilmu pengetahuan
membuktikan bahwa lalat berperan besar dalam dunia pengobatan. Lalat memiliki
antidote, suatu bahan dalam bentuk antibakteria atau antibiotik yang sangat penting
bagi manusia.
Perumpamaan yang diketengahkan dalam ayat ini menunjukkan betapa
lemahnya berhala-berhala yang disembah oleh orang kafir. Kebodohan orang kafir
itu menyebabkan mereka masih mengharapkan berhala-berhala yang lemah itu. Allah
Swt mendatangkan perumpamaan ini supaya mereka berpikir, bagaimana tuhan-tuhan
yang mereka sembah tidak mampu untuk menciptakan walau seekor lalat sekalipun.
Dalam ayat ini, Allah Swt telah mendatangkan hujah dalam bentuk perumpamaan
untuk memudahkan pemahaman mereka.15
Sekiranya makhluk yang lemah seumpama lalat itu tidak mampu dicipta, apa
lagi makhluk yang besar dan hebat seperti langit dan bumi, maka sudah tentu „jauh
panggang daripada api‟. Di samping itu, tuhan-tuhan yang disembah oleh orang kafir
itu langsung tidak bisa bergerak serta tidak mampu untuk menyelamatkan sesuatu,
jadi dengan sendirinya menafikan sifat-sifat ketuhanan.16
Penggunaan perumpamaan di sini adalah bertujuan mengemukakan hujah
tentang kebatilan orang kafir yang telah „berpegang pada dahan yang rapuh‟. Menurut
15
al-Qurtubiy, Al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟ān, j. 6. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1993),
h. 65. 16
Ibnu „Āshūr, Muhammad al-Tāhir, Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr, j. 17.( T.T.P: al-Dār al-
Tūnisiyyah, (t.t)) h. 340.
65
al-Qurtubi, Allah Swt mendatangkan hujah dalam bentuk perumpamaan dalam ayat
ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas.17
Ringkasnya, ayat perumpamaan ini mengajak manusia berfikir betapa
penyembahan mereka kepada selain daripada Allah merupakan suatu kebodohan dan
kejahilan yang amat nyata. Perumpamaan dalam ayat ini digambarkan melalui tiga
alasan yaitu:18
1. Manusia dan berhala yang disembah bersifat lemah dan tidak mampu untuk
menciptakan walau seekor lalat yang kecil.
2. Manusia dan berhala adalah makhluk yang dianggap lemah meskipun mereka
bersatu untuk menciptakan seekor lalatpun tidak akan pernah bisa.
3. Berhala yang disembah manusia hanya bisa pasrah ketika ada seekor lalat
yang hendak mencuri sesuatu daripadanya.
Menurut al-Qurtubiy, lalat dipilih dalam perumpamaan ini berdasarkan empat
faktor khusus yang terdapat padanya yaitu hina, lemah, kotor dan jumlah yang
banyak.19
B. ‘ANKABÛT (LABA-LABA)
Laba-laba merupakan binatang yang tersebar hampir sebagian besar ada
di muka bumi, mulai dari hutan sampai ditempat mukim. Lebih dari 90% bangunan
di dunia terdapat laba-laba di dalamnya, sehingga mayoritas dapat dipastikan
17
al-Qurtubiy, Al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟ān, j. 6. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1993),
h. 64-65. 18
Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 188. 19
al-Qurtubiy, Al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟ān, j. 6. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1993),
h. 65.
66
mengenal laba-laba. Dalam al-Quran, serangga laba-laba diabadikan menjadi nama
surat, yaitu al-„Ankabut. Hal ini tentu tidak lain karena laba-laba memiliki
keistimewaan dan rahasia yang belum bisa diketahui secara pasti oleh manusia.20
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku
(arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap, dan tak
memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo
Araneae21
; dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau semuanya berkaki
delapan dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba
disebut arachnologi.22
Jenis laba-laba yang ada di alam banyak sekali bahkan kurang lebih mencapai
30.000 jenis. Masing-masing jenis berbeda ukuran, bentuk dan makanannya. Ia
hidup di tempat-tempat yang menyediakan makanan. Ada jenis laba-laba yang
sebagian besar hidupnya dihabiskan di air. Ada laba-laba yang hidup di puncak
Everest, yang merupakan gunung tertinggi di dunia. Ada juga hidup yang di dalam
rumah, tempat penyimpanan gandum, dan gedung. Ada juga ang hidup pada dinding-
dinding di luar gedung, dan pada kusen pintu dan jendela. Ada juga yang hidup pada
lubang yang ia gali sendiri. Ia melawan mangsa dan musuh sendirian. Hanya sedikit
yang hidup secara berkelompok.23
a. Klasifikasi
20
Ahmad Zamroni, „‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabut Ayat 41
Tentang Laba-laba‟‟, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Semarang 2015), h. 20. 21
Araneae adalah ordo terbesar dalam arachnida dan peringkat ketujuh dalam total
keragaman spesies di antara seluruh ordoorganismse. 22
https://id.wikipedia.org/wiki/Laba-laba. 23
Thanthawi Jauhari, Jawahir fi Tafsir al-Quran, (Beirut: Darul Fikr, tth), h. 145.
67
Klasifikasi Laba-laba adalah sebagai berikut:24
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachinida
Ordo : Araneae
b. Karakteristik
Anatomi laba-laba:
(1) Empat pasang kaki
(2) Cephalothorax25
(3) Opisthosoma
c. Jenis Laba-laba
Para ahli zoologi saat ini memperkirakan ada lebih dari 30.000 jenis laba-
laba di bumi dengan ukuran yang bervariasi (dari yang berukuran kurang dari satu
millimeter hingga yang berukuran Sembilan meter), serta bentuk dan warna yang
beragam. Kebanyakan laba-laba hidup di alam liar dan dalam kondisi soliter,
kecuali pada saat kawin dan bertelur. Mereka didapati hidup di daerah pantai
hingga pegunungan di ketinggian 5.000 meter di atas permukaan laut.26
d. Siklus Hidup Laba-Laba
24
https://id.wikipedia.org/wiki/Laba-laba. 25
Tak seperti serangga yang memiliki tiga bagian tubuh, laba-laba hanya memiliki dua.
Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma, yang sebetulnya merupakan gabungan dari
kepala dan dada (toraks). 26
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 277.
68
Pada jenis laba-laba, di bagian ujung abdomen terdapat tiga pasang embelan
yang disebut spineretas. Bagian ini disebut juga organ pemintal. Organ tersebut
mempunyai pembuluh atau saluran yang sangat kecil tempat dimana suatu cairan
dari kelenjar sutra di bagian perut melaluinya. Cairan tersebut akan mengeras di
udara dan membentuk benang.27
Reproduksi terjadi secara seksual, yaitu dengan persatuan ovum dan sperma
yang terjadi di dalam tubuh betinaya (fertilisasi internal). Hewan jantan dan hewan
betina terpisah (diesis). Ada yang ovivar, ovovivipar dan vivipar.28
ANALISIS KANDUNGAN AYAT
Dalam perkembangan ilmu tafsir, terutama tafsir ilmi (Sains), telah
memberikan informasi tambahan tentang laba-laba. Jika para mufassir klasik sampai
modern menafsirkan hanya seputar kelemahan yang dimiliki laba-laba, maka dalam
tafsir ilmi menafsirkan seputar keistimewaan dan keajaiban laba-laba.29
Artinya:
„‟Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain
Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya
rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui‟‟.30
27
Adun Rusyana, Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), (Bandung: Alfabeta, 2011),
h. 148-149 28
Sonja V. T. Lumowa, Zoologi Invertebrata, (Yogyakarta: Kepel Press, 2014), h. 124. 29
Ahmad Zamroni, „‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabut Ayat 41
Tentang Laba-laba‟‟, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Semarang 2015), h. 35. 30
QS: Al-„Ankabût : 41.
69
Dilihat sekilas ayat ini akan tampak ada sedikit kontradiksi antara pesan yang
disampaikan ayat ini dengan apa yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan modern.
Di satu sisi, ayat ini melabeli rumah laba-laba sebagai sesuatu yang lemah,
mengkhawatirkan, tidak bisa diandalkan.31
Kata ittakhadats dalam ayat di atas berbentuk fi‟il muannats kata „kerja
jenis wanita‟. Disinilah terlihat ketelitian redaksi al-Quran. Ilmu pengetahuan
modern membuktikan bahwa yang membangun sarang adalah laba-laba betina
bukan laba-laba jantan. Fakta ilmiah ini belum diketahui oleh seorang pun ketikan
ayat al-Quran diturunkan. Lafadz tersebut menurut sebagian ulama sudah termasuk
ciri-ciri kandungan ilmiah yang ada di dalam ayat tersebut.32
Beberapa petunjuk ilmiah yang terkandung dalam teks ayat al-Quran di atas
adalah sebagai berikut:
Pertama, pemilihan format singular (mufrad) dalam penyebutan kata
„ankabût. Kata „ankab dalam bahasa Arab mempunyai arti binatang yang membuat
rajutan di udara atau di mulut sumur, yang berupa jaring dari benang yang tipis.33
Kata al-„ankabût ini berbentuk muannast (jenis perempuan), terkadang menjadi
mudzakkar (jenis laki-laki) saat disebutkan dalam sebuah syair. Rumah laba-laba
disebut akdabah. 34
31
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 273-274. 32
Hisham Thalbah dkk, Al-I‟jaz Al Ilmi fi Alquran wa al sunnah, (diterjemahkan oleh
Syarief Hade Mansyah dkk), (Bekasi: Sapta Sentosa, 2008), h. 90-91. 33
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 274 34
Ahmad Zamroni, „‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabut Ayat 41
Tentang Laba-laba‟‟, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Semarang 2015), h. 36.
70
Selain itu, kata ini disebut dalam format singular, tunggal. Ketiga hal ini:
makna kata, kefeminimannya, dan formatnya yang singular, memang saling berkait
dalam kehidupan nyata. Kelompok laba-laba yang didapati hidup dalam kondisi
soliter. Laba-laba betina adalah oknum yang paling berperan dalam pembuatan
“rumah”. Laba-laba jantan hampir tidak berkontribusi sama sekali. Kalaupun ada,
mereka hanya sesekali bertugas memperbaiki rumah itu atau tugas-tugas kecil
lainnya. format singular pada kata 'ankabût berbeda dari format yang digunakan
untuk menyebut serangga lain yang dijadikan nama surah, misalnya lebah (an-Naḥl)
atau semut (an-Naml). Nyatanya, pemilihan format demikian berkesesuaian dengan
perikehidupan kedua kelompok serangga ini yang bekerja dalam kelompok dan
punya system dan struktur sosial yang canggih. 35
Kedua, firman Allah ittakhadzat baita “membuat rumah”. Dalam teks al-
Quran ini terdapat sebuah isyarat yang jelas bahwa laba-laba yang membangun
rumah sebagai fondasi adalah laba-laba berjenis betina.36
Rumah laba-laba pada ayat
ini dinisbatkan sebagai sesuatu yang lemah dan dijelaskan sebagai berikut.37
a. Kelemahan secara fisik, rumah laba-laba memang lemah karena hanya
dibentuk dari rajutan sutera. Rajutan tidak cukup rapat sehingga mudah
goyah ketika tertiup angin, hujan dan panas.
b. Kelemahannya terletak pada rumah dilihat sebagai sebuah kesatuan
menyeluruh, bukan pada bahan benang sutra yang menjadi bahan rajutan.
35
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 274. 36
Hisham Thalbah dkk, Al I‟jaz Al Ilmi fi Alquran wa al sunnah, (diterjemahkan oleh
Syarief Hade Mansyah dkk), (Bekasi: Sapta Sentosa, 2008), h. 90-91 37
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 275.
71
Namun bukan bahan itu yang menjadi fokus pembicaraan ayat tersebut,
melainkan rumah laba-laba secara menyeluruh.
c. Kelemahan spiritual. Rumah laba-laba dianggap paling lemah karena tidak
adanya keharmonisan dalamnya. Dalam kasus tertentu laba-laba betina
yang mempunyai tubuh lebih besar dibandingkan jantan akan memangsa
laba-laba jantan setelah selesai perkawinan.
d. Frasa “apabila mereka mengetahui” yang digunakan sebagai penutup ayat
di atas mungkin saja menunjukkan bahwa maksud ayat ini belum
dipahami dengan baik oleh orang-orang kepada mereka al-Quran
diturunkan 14 abad yang lalu. Pemahaman lebih komprehensif baru
didapat sekian ratus tahun kemudian melalui jasa sekian ratus peneliti
yang bekerja keras meneliti perilaku untuk kemudian disebarluaskan
kepada masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-„Ankabut ayat 41, beberapa mufassir
hanya menafsirkan laba-laba sebagaimana yang termaktub di dalam al-Quran, yaitu
“yang memiliki rumah yang paling lemah”. Jika dipandang secara kasat mata, ayat
ini hanya dipahami berdasarkan pengamatan terhadap kekurangan laba-laba.38
Selama ribuan tahun, para ahli tafsir memandang sarang laba-laba hanya
terletak pada kelemahannya saja tanpa melihat sesuatu keistimewaan dan kelebihan
lainnya. Mufassir abad ke-7, misalnya Abdullah bin Abbas, sampai mufassir abad ke-
20, Ahmad Mustafa al-Maraghi, sama-sama berpendapat bahwa sarang laba-laba
38
Ahmad Zamroni,„‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabut Ayat 41 Tentang
Laba-laba‟‟, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Semarang 2015), h. 23.
72
lemah karena tidak dapat melindungi dari panas dan dingin. Rumah laba-laba rapuh
karena mudah hancur bila diterjang angin atau binatang lain.39
Dalam tafsir al-Jami‟al-Ahkam al-Qur‟an karya Imam al-Qurthubi
disebutkan sebuah hadis ucapan Yazid bin Maisarah bahwa laba-laba adalah setan
dan bahwa Ali bin Abi Thalib menganggap adanya sarang laba-laba di dalam rumah
akan mewariskan kemiskinan maka harus dibuang.40
Dalam Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama menyebutkan, perlu juga
diketahui bahwa rumah laba-laba tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal.
Rumah juga berfungsi sebagai perangkap untuk menjerat mangsanya, seperti lalat dan
semacamnya. Karena fungsi sampingannya pantaslah rumah laba-laba bila dijadikan
metafor dari tuhan-tuhan selain Allah yang disembah oleh orang-orang musyrik.
Tuhan-tuhan itu menyeru mereka untuk masuk perangkap dan menjerumuskan
mereka ke dalam kesengsaraan hidup di dunia bahkan di akhirat (an-Nisâ‟ 4:48).41
Dalam tafsir modern, seperti Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Sihab,
mengartikan surat al-Ankabut ayat 41 sebagai perumpamaan kaum musyrikin.
Mereka menjadikan dengan sungguh-sungguh dan bersusah payah berhala sebagai
para pelindung selain Allah Yang Mahakuasa dan tiada bandingan-Nya
diperumpamakan seperti laba-laba membuat rumah dengan susah payah pula untuk
melindungi dirinya. Bahwa hal demikian itu perumpamaan mereka dan berhala-
39
Bambang Pranggono dan Dini Handayani, Percikan Sains Dalam Alqur‟an: Menggali
Inspirasi Ilmiah, (Bandung: Khazanah Intelektual, 2006), h. 67. 40
Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, (Terj. Mahmud Hamid Utsman). Tafsir Al-Qurthubi
Jus 13, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 881. 41
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 276.
73
berhala mereka dan demikianlah hakikatnya, pastilah mereka tidak menjadikannya
para pelindung.42
C. BA’ŪDHAH (NYAMUK)
Nyamuk adalah serangga yang termasuk dalam kategori hewan invertebrata
yang berjumlah keseluruhan sekitar 41 genus yang merangkumi 3,530 spesies.43
Nyamuk selalu digambarkan sebagai hewan penghisap darah, tapi pada kenyataannya
tidak semua benar. Pada hakikatnya hanya nyamuk betina yang menghisap darah,
sedangkan jantan tidak.44
Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera; genera termasuk
Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta,
dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum
2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing, dan
enam kaki panjang; antar spesies berbeda-beda tetapi jarang sekali melebihi 15 mm.45
Siklus kehidupan nyamuk melalui empat tahap yaitu: telur, larva, pupa, dan
dewasa.46
Tempo tiga peringkat pertama bergantung kepada spesies - dan suhu.
Hanya nyamuk betina saja yang menyedot darah mangsanya. dan itu sama sekali
tidak ada hubungannya dengan makan. Sebab, pada kenyataanya, baik jantan maupun
betina makan cairan nektar bunga. sebab nyamuk betina memberi nutrisi pada
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Vol. 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 83. 43
Mosquito Taxonomic Inventory, http://mosquito-taxonomic-inventory.info. 44
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 268. 45
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyamuk. 46
Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 3.
74
telurnya. Telur-telur nyamuk membutuhkan protein yang terdapat dalam darah untuk
berkembang.47
Nyamuk memiliki 6 buah pisau pengiris yang bekerja seperti gergaji yang
terletak di kepala nyamuk tersebut. Pada saat pengirisan, nyamuk menyiramkan
suatu cairan ke luka, gunanya agar daerah di sekitar luka menjadi mati rasa,
sekaligus mencegah darah membeku, dan manusia tidak merasa terganggu oleh
gigitan nyamuk.48
a. Klasifikasi
Klasifikasi Nyamuk adalah sebagai berikut: 49
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Unimaria
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Sub ordo : Nematocera
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub-famili : Culicinae
Genus : Spesies
b. Karakteristik
47
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyamuk. 48
Masyhuri Putra, “Mengungkap Kemukjizatan Ilmiah”, An-Nur, Vol. 4 No. 2, (2015): h.
178. 49
Srisasi Gandahusada, Atlas Parasitologi Kedokteran (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 252.
75
Diklasifikasikan dari Diptera dan famili Culicidae adalah ciri-ciri umum
nyamuk sebagai berikut:50
1. Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
2. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina.
3. Pada bagian kepala sepasang mata, antena filiform, palpi, dan sebuah
probosis.
4. Dada terdiri dari atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks.
5. Memiliki sepasang sayap yang panjang.
c. Jenis-jenis Nyamuk
1. Nyamuk Anopheles (Malaria)
2. Nyamuk Culex
3. Nyamuk Aedes
4. Nyamuk Mansonia
d. Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk merupakan jenis serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna yang stadiumnya terdiri dari telur, larva, pupa, dan nyamuk
dewasa.51
Nyamuk mengalami metamorfasis sempurna: Telur, larva, pupa,
dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa
hidup bertebrangan. Tempo tiga peringkat pertama bergantung kepada spesies dan
suhu. Nyamuk dewasa betina biasanya mengisap darah manusia dan binatang.
50
Srisasi Gandahusada, Atlas Parasitologi Kedokteran (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 253. 51
Srisasi Gandahusada, Atlas Parasitologi Kedokteran (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 255.
76
Nyamuk Betina
Dewasa
Telur
(1-2 hari)
Jentik
(7-9 hari)
Pupa (2-4 hari)
Nyamuk Muda
Telur yang baru di letakan berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam berupa menjadi
hitam.52
ANALISIS KANDUNGAN AYAT
Nyamuk disebut dalam surah al-Baqarah 2: 26. Dalam ayat ini betapa Allah
menegaskan bahwa Dia tidak segan membuat perumpamaan dengan nyamuk untuk
menantang manusia tidak akan pernah mampu menciptakan hewan bertubuh kecil ini.
Sekali lagi, tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan Allah. Allah berfirman,
Artinya:
„‟Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk
atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi
mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk
52
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyamuk.
77
perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan
Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang
fasik.‟‟53
Ada sebagian hadis Nabi yang menggunakan nyamuk sebagai perumpamaan,
diantaranya dua hadis berikut ini.54
يم القيا هت ال يضى عذهللا جاح بعضت ، اقشء : فال تقين لن الشجل العظين السويي إ ليأتي
يم القيا هت صا . )سا البخاسي هسلن عي أبي شيشة ( .
Pada hari kiamat, datanglah seorang lelaki gemuk yang bobotnya bahkan
tidak mampu menandingi berat sayap nyamuk. Bacalah oleh kalian, “Dan kami tidak
memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari kiamat.” (riwayat al-
Bukhârî dan Muslim dari Abû Hurairah).
تعذل عذ هللا جا ح بعضت هاسق كافشا هي ششبت هاء .) سا التش هزي عي لكات الذيا
سل بي سعذ (
Andaikan dunia ini dalam pandangan Allah sama dengan bobot satu sayap
nyamuk saja, maka dia tidak akan memberikan orang kafir seteguk air pun. (Riwayat
at-Turmużi dari Sahl bin Sa‟d).
Makhluk kecil seperti nyamuk atau bahkan renik tidak selalu memiliki
komponen dan cara kerja yang lebih sederhana ketimbang makhluk yang berukuran
lebih besar. Sebut saja nyamuk misalnya, memiliki kerumitan organ tubuh yang dan
fungsinya yang spesifik. Salah satu organ yang tidak dimiliki makhluk lain, organ itu
adalah berupa enam pisau pengiris yang bekerja seperti gergaji. 55
53
QS: Al-Baqarah: 26. 54
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, Hewan dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 268.
55 Kementerian Agama RI, Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kementerian Agama, 2012), h. 209.
78
Al-ba‟ûdh derivasi dari kata al-ba‟âdh yang dapat diartikan sebagian daripada
sesuatu. Pengertian ini menunjukkan pada bentuk dan ukuran yang kecil dari seekor
nyamuk.56
Dalam kitab al-Mu‟jam al-Wasith, dinyatakan bahwa al-ba‟ûdh adalah
serangga yang memudharatkan, dan ia juga dikenali sebagai „al-namus‟.57
Perkataan
al-ba‟ûdhah hanya sekali disebutkan dalam al-Quran yang terdapat pada surah al-
Baqarah ayat 26.58
Ali ash-Sabuniy memandang ayat ini bahwa sesungguhnya Allah bebas
mendatangkan apa saja bentuk perumpamaan, yaitu dengan melibatkan perkara-
perkara kecil seperti nyamuk bahkan lebih kecil dari itu atau pun perkara besar
sekalipun.59
Sedangkan Wahbah Zuhailiy menyebutkan bukan perkara yang sulit
untuk Allah merumpamakan sesuatu yang lebih kecil atau pun besar. Akan tetapi
karena kekuasaan Allah yang mampu „menciptakan dan menjadikan‟. Allah
menggambarkan perumpamaan di dalam al-Quran bertujuan mendorong jiwa
seseorang untuk menerima makna yang dimaksudkan melalui akal pikiran yang
berdasarkan pada kemampuan, keadaan dan kesesuaian masing-masing.60
56
Al-Fakhr al-Raziy, Al-Tafsir al-Kabîr Mafâtihul Ghaib, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Turath al-
„Arabiy, 1995), h. 364. 57
Syauqi Dhaif, al-Mu‟jam al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah, 2011), h. 26. 58
Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, „‟Perumpamaan Serangga
dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz‟‟, Jurnal Centre of Quranic Research International Journal, h. 107. 59
Muhammad „Ali al-Shabuniy, Safwah al-Tafasir, (Kairo: Dar al-Sabuniy, 1997), Juz 1, h.
45. 60
Wahbah al-Zuhayliy, Al-Tafsir al-Munir, (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu`asir, 1991), Juz 1, h.
110-111.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian akhir bab kelima, penulis dapat menyimpulkan bahwa isi dari
keseluruhan skripsi ini yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan adalah
sebagai berikut :
1. Metode yang digunakan pada tafsir Departemen agama (Depag) ini
menggunakan metode tahlîlî, yaitu menguraikan penafsiran ayat-ayat al-
Quran sesuai urutan suratnya, dari awal surat hingga surat yang terakhir.
Dilihat dari jenisnya, maka tafsir ini digolongkan kepada Tafsir bi al-ra’yi.
Adapun corak penafsiran yang digunakan penulis untuk penelitian adalah
Tarsir ilmi edisi tahun 2012 dari Kementerian Agama.
2. Ayat al-Quran yang membahas serangga sebenarnya tidak begitu banyak
dalam al-Quran. Jumlah tidak lebih dari sebelas ayat. Dari sebelas ayat
tersebut hanya tiga ayat yang menyebutkan perumpamaan yaitu, lalat,
nyamuk dan laba-laba.
3. Dari tiga ayat yang telah disebutkan di atas, memunculkan beragam
pendapat oleh mufassir. Seperti, dalam perkembangan ilmu tafsir, terutama
tafsir ilmi karangan Kementerian Agama RI, telah memberikan informasi
tambahan tentang laba-laba. Jika para mufassir klasik sampai modern
menafsirkan hanya seputar kelemahan yang dimiliki laba-laba, maka dalam
tafsir ilmi menafsirkan seputar keistimewaan dan keajaiban laba-laba.
80
4. Dalam ayat 73 surah al-Hajj ini, Allah Swt telah membuat perumpamaan
tentang lalat (dzubâb). Dalam al-Mu’jam al-Wasit, dinyatakan bahwa
dzubâb adalah sejenis hewan kecil yang bersayap. Menurut al-Qurtubiy,
lalat dipilih dalam perumpamaan ini berdasarkan empat faktor khusus
yang terdapat padanya yaitu hina, lemah, kotor dan jumlah yang
banyak.
5. Nyamuk disebut dalam surah al-Baqarah 2: 26. Dalam ayat ini betapa Allah
menegaskan bahwa Dia tidak segan membuat perumpamaan dengan
nyamuk untuk menantang manusia. Menurut Wahbah Zuhailiy,
menyebutkan bukan perkara yang sulit untuk Allah merumpamakan
sesuatu yang lebih kecil atau pun besar. Akan tetapi kekuasaan Allah yang
mampu „menciptakan dan menjadikan‟.
B. SARAN
kajian terhadap penafsiran matsal serangga dalam al-Quran (studi kritis Tafsir
Kementerian Agama RI) ini , maka dalam upaya pengembangan dan penelitian di
bidang tafsir berikutnya, ada beberapa saran yang penulis sampaikan.
Pertama, penulis menyarankan untuk dikaji kembali permasalahan lain
disamping tema “matsal serangga” begitu juga kajian lebih mendalam sudut pandang
pendekatan disiplin ilmu modern saat ini. Dengan demikian, akan terlihat konstribusi
Tafsir Kemenag dalam pemahaman terhadap al-Quran di zaman yang semakin
berkembang.
81
Penulis menyadari sepenuhnya kajian dalam skripsi ini masih jauh dari yang
diharapkan, masih banyak celah dan kekurangan. Kajian yang fokus terhadap matsal
serangga, tentu masih banyak yang perlu dielaborasi dan ditelaah terutama bagi dunia
akademik mahasiwa Tafsir hadis secara khusus dan masyarakat umum demi
menambah wawasan khazanah keilmuaan di bidang al-Quran dan tafsir.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. “Fungsi Perumpamaan Dalam al-Quran”, Jurnal Tarbawiyah
X, No. 2, ed. Juli-Desember 2013.
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013.
Anwar, Hamdani. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Fikahati Aneska, 1995.
Āshūr Ibnu, Muhammad al-Tāhir. Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr. T.T.P: al-Dār
alTūnisiyyah, T.T.
Aziz, Mahmudi. “Al-„Ankabût Sebagai Mathal dalam Al-Quran (Studi Komparasi
atas Interpretasi Para Mufassir)” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN
Jakarta, 2016.
Azizy, Jauhar. ‟Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir
Departemen Agama.” Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2007.
Al-„Aridhl, Ali Hasan. Tarikh Ilmu Tafsîr wa Manâhiju: Sejarah dan Metodologi
Tafsir. Penerjemah Ahmad Akrom, Jakarta: Rajawali Press, 1991.
Baqi, Muhammad Fu„ad Abdul. Al-Mu‟jam Al-Mufahras li Alfazh Al-Quran Al-
Karim. Kairo: Pustaka Daar Al-Hadis, 2001.
Bustami, Hafni. “Ayat-ayat Tamtsîl Qur‟an (Analisis Stilistika)” Jurnal Al-
Ta‟lim, Jilid I, no. 4. (Februari 2013): h. 286.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima Yasa, 1998.
Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta: Amzah, 2010.
83
Departemen Agama (Depag), Al-Quran dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Bakti
Wakaf, 1990.
Departemen Agama (Depag). Rabbani: Al-Quran Per Kata, Tajwid Warna.
Jakarta: Surprise, 2012.
Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI). Al-Qur‟an dan Tafsirnya
Edisi yang disempurnakan. Jakarta: Depag RI, 2004.
Dhaif, Syauqi. al-Mu‟jam al-Wasîṯ. Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah,
2011.
Gandahusada, Srisasi. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia,
2000.
Halim, Abd. “Efektivitas Penerapan Metode Amtsal (perumpamaan) dalam
Peningkatan Siswa pada Mata Pelajaran Akidah-Akhlak Madrasah
Ibtidayyah Negeri Balik Papan.” Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, STAIN
Samarinda, 2013.
Halim, M. Abdul. Memahami al-Quran: Pendekatan Tema, Gaya dan Bahasa.
Bandung: Marja‟, 2002.
Hamzah, Muchotob. Studi Al-Qur‟an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media,
2003.
http://mosquito-taxonomic-inventory.info.
http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/info/primer.html
http://www.rentokil.co.id/lalat/jenis-lalat/
https://id.wikipedia.org/wiki/Laba-laba.
https://id.wikipedia.org/wiki/Lalat
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyamuk.
84
https://id.wikipedia.org/wiki/Serangga
Ibrahim, Anis. al-Mu`jam al-Wasit. T.T.P: T.P.
Izzan, Ahmad. „Ulumul Quran: Edisi Revisi Telaah Tekstualitas dan
Kontekstualitas Al-Quran. Bandung: Tafakur, 2013.
Jauharî,Thanṯawî. Jawahir fi Tafsir al-Quran. Beirut: Darul Fikr, T.T.P.
Kementerian Agama RI (Kemenag). Tafsir Al-Quran Tematik: Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Kementerian Agama RI. Tafsir Ilmi: Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan
Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Lumowa, Sonja V. T. Zoologi Invertebrata. Yogyakarta: Kepel Press, 2014.
Muhammad, Ahsin Sakho. ‟Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan tafsir
Kementerian Agama.” Jurnal Lektur Keagaamaan, Jakarta: Puslitbang
Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, Volume 3, No.1, 2005. hal. 161.
Othman, Mohd Sukki dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff. “Perumpamaan
Serangga dalam Al-Quran: Analisis „Ijaz.” Jurnal Centre of Quranic
Research International Journal.
Pranggono, Bambang dan Dini Handayani. Percikan Sains Dalam Al-Quran:
Menggali Inspirasi Ilmiah. Bandung: Khazanah Intelektual, 2006.
Putra, Masyhuri. “Mengungkap Kemukjizatan Ilmiah.” Jurnal An-Nur IV, no. 2,
2015. h. 175.
Al-Qaṯtân, Mannâ Khalîl. Pengantar Studi Ilmu Al-Quran. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005.
85
Al-Qur‟anul Karim, al-Qur‟an dan Terjemahan. Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009.
Al-Qurṯubî, al- m li Aẖkâm al-Qurân. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmîyyah, 1993.
Qutb, Sayyid. At Tashwirul Fanni Fil Quran. Beirut: Darusy Syuruq, 1982.
Qutb, Muhammad. Perumpamaan fi al-Qur‟ān. Beirut: al-Maktabah al-„Asriyyah,
1993.
Al-Râzî, Al-Fakhruddîn. Tafsîr Mafâtiẖ al-Ghaîb. Beirut: Dar Iẖya al-Turaṯ al-
„Arabî, 1995.
Rosadisastra, Andi. Tafsir Ayat Kauniyah: Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir
Al-Qur‟an. Serang: CV Cahaya Minolta, 2014.
Rusyana, Adun. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta,
2011.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan, 2006.
_______________, Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan, 2007.
_______________, Tafsir Ringkas untuk Orang Sibuk: Al-Lubâb. Tangerang:
Lentera Hati, 2012.
______________, Dia di Mana-mana. Jakarta: Lentera Hati, 2004.
______________, Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Al-Shabûnî, Muhammad Alî. Safwah al-Tafasir. Kairo: Dar al-Sabuniy, 1997.
Al Shidieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997.
Subhani, Ja‟far. Wisata al-Quran. Jakarta: Al-Huda, 2007.
86
Supriyanto, Asep “Serangga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir dengan Hermeneutika
Muhammad „Abid Al-Jabiri).” Masters Thesis Uin Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2016.
Syafi‟I, Muhammad Ma‟shum. “Pendidikan Aqidah Melalui Kajian Ayat
Kauniyah Mengenai Keajaiban Pada Laba-Laba (Telaah Materi Buku
Pustaka Sains Populer Terjemah: Keajaiban Pada Laba-Laba Karya Harun
Yahya)” Skripsi S1. Yogyakarta, 2013.
Tahar, Shohib. ‟Telaah tentang Tafsir al-Qur‟an Departemen Agama RI.” Jurnal
Lektur Keagamaan, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang
Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, Volume 1, No.1,
2003. hal. 54.
Tarumingkeng, Rudy C. Dinamika Populasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1994.
Thalbah, Hisham dkk. Al-I‟jaz Al Ilmi fi al-Qur‟an wa al Sunnah. Penerjemah
Syarief Hade Mansyah dkk. Bekasi: PT Sapta Sentosa, 2008.
www.depkes.go.id
Yahya, Harun. Al-Quran dan Sains. Bandung: Dzikra, 2004.
Zamroni, Ahmad. “Pemahaman Harun Yahya Terhadap al-„Ankabǔt ayat 41
tentang laba-laba” Skripsi S1. Semarang, 2015.
Zamroni, Ahmad. ‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabût
Ayat 41 Tentang Laba-laba.” Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora,
UIN Semarang 2015.
87
Zamroni, Ahmad. ‟Pemahaman Harun Yahya Terhadap Surat Al-„Ankabût Ayat
41 Tentang Laba-laba.” Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN
Semarang 2015.
Zuhaylî, Wahbah. Al-Tafsir al-Munir. Beirut: Dar al-Fikr al-Mu‟aṣir, 1991.
Az-Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum Al-Quran. Kairo: al-Maktabah at
Tawfiqiyah, tt.