materi CKD
description
Transcript of materi CKD
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan penyebab Gagal Ginjal Kronik di Indonesia menurut DR.
Suharjono sangat khas di negara berkembang, yakni radang ginjal, infeksi ginjal
( yakni batu ginjal ), Diabetes Mellitus, dan Hipertensi. Kasus di Indonesia yang
terbilang tinggi membuat peradangan menjadi penyebab gagal ginjal terbanyak di
Indonesia sekitar 20 %. DR. Suharjono mengungkapkan fakta bahwa pada tahun
2006 di Indonesia terdapat 15 juta orang yang menderita penyakit gagal ginjal
kronik. Penyakit ginjal layaknya fenomena gunung es, jumlah yang tidak
terdeteksi lebih besar dibanding pasien yang telah divonis gagal ginjal hanya
sekitar 0,1% kasus yang terdeteksi, semantara kasus yang tidak terdeteksi
diperkirakan mencapai 11-16%. Penderita gagal ginjal berada pada kisaran usia
50 tahun yang masih termasuk usia produksi. Gagal ginjal kronik merupakan
suatu kelainan pada ginjal dimana ketika dilakukan pemeriksaan diketahui
terdapat darah dan kadar protein yang tinggi didalam urine diperoleh hasil sekitar
2,8% diketahui ada protein dalam urine dan 22-25 % diketahui menderita
hipertensi (medicastore, 2008)
Penyakit Gagal Ginjal kronik merupakan penyakit yang sangat berbahaya
karena penyakit ini dapat berlangsung lama dan mematikan. Disamping itu pula
penyakit gagal ginjal kronik sangat membutuhkan biaya yang cukup banyak tetapi
penyakit gagal ginjal kronik sangat sukar untuk disembuhkan.
Mengingat begitu kompleksnya akibat yang ditimbulkan pada klien dengan
gagal ginjal kronik dan banyaknya komplikasi yang terjadi. Hal inilah yang
melatar belakangi penulis mengambil kasus presentasi dengan judul Asuhan
1
Keperawatan pada Tn. N Chronic Kidney Disease diruang Teratai lt 6 Utara
RSUP Fatmawati Jakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Asuhan Keperawatan pada Tn. N Chronic Kidney Disease diruang
Teratai lt 6 Utara RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu:
Memahami masalah-masalah keperawatan yang timbul pada pasien
dengan Chronic Kidney Disease.
Memahami alternatif pemecahan masalah keperawatan yang timbul
pada klien dengan Chronic Kidney Disease.
Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic
Kidney Disease.
C. Metode Penulisan dan Tehnik pengumpulan data
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
dengan keadaan sebenarnya, sehingga dapat mencitrai (melihat, mendengar,
mencium, dan merasakan) apa yang dicitrakan penulis kepada klien (Yamilah,
1994). Dalam hal ini klien dengan gagal ginjal kronik di rumah sakit fatmawati
dengan proses pengkajian data, perumusan diagnosa, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Observasi partisipasi
Yaitu tehnik pengumpulan data dengan melakukan anamnesa keadaan klien
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien
2
dengan menggunakan penglihatan dan alat indra melalui pembahuan,
sentuhan dan pendengaran ( Effendy, 1995 )
2. Wawancara
Yaitu tehnik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab tentang
masalah – masalah yang dihadapi klien.
Penulis melakukan wawancara langsung dengan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lain yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik.
3. Studi Dokumenter
Yaitu tehnik pengumpulan data yang diperoleh dengan mempelajari buku
laporan, cacatan medik, dan hasil pemeriksaan yang ada ( Jhuhari, 2000 )
4. Pemeriksaan Fisik
Yaitu tehnik pengumpulan data obyektif yang digunakan pengamat mengenai
penyakit klien secara kritis dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi ( Talbot, 1997 )
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan yang digunakan dalam penulisan laporan ini
terdiri atas 5 (lima) BAB yaitu:
BAB I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, Metode
penulisan dan tehnik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka, yang menjelaskan tentang konsep dasar penyakit
yang meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pengkajian fokus, pathways
keperawatan, fokus intervensi dan rasional.
BAB III Tinjauan Kasus, yang menjelaskan tentang pengelolaan kasus yang
telah dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit pusat fatmawati selama tiga hari
yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
3
BAB IV Pembahasan, menjawab tujuan penulisan atau bagaimana tujuan
tercapai, termasuk kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan selama melakukan
asuhan keperawatan sejak pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan juga
difokuskan pada kendala-kendala selama pengelolaan kasus dan upaya-upaya
yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala atau faktor penghambat, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pendukung yang ada. Disamping hal tersebut,
pembahasan juga diarahkan pada implikasi-implikasi yang dapat digunakan
berkaitan dengan hasil pengelolaan kasus.
BAB V Kesimpulan dan Saran, memaparkan rangkuman dari implementasi
keperawatan pada pengelolaan kasus serta saran atau rekomendasi yang
operasional berdasarkan bab pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang di sebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut. ( Suharjono, 2001 )
Menurut Doenges (1999: 626), Chronic Kidney Disease biasanya
akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, yang terjadi bila
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten
(Barbara C Long, 1996: 368). Penyakit ini termasuk penyakit renal tahap akhir
(End Stadium Renal Disease) yang merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer, 2001: 1448).
B. Anatomi fisiologi
Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, semua
berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama : (1) glomerolus
dan kapsula Bowman's, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah, dan (2) tubulus,
yang mereabsorbsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan
sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrate dan
mengalir ke pelvis renalis sebagai urine (Hudak dan Gallo, 1994, hal.4)
Menurut Long (1998, hal. 270), ginjal merupakan organ berbentuk
seperti dua kacang yang terletak dibelakang peritoneum parietal dapat sudut
konstovertebral. Nefron merupakan unit fungsional dan ginjal dan tiap ginjal
terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron. Struktur dari nefron berperan dalam
proses pembentukan terdiri dari glomerulus yang berada didalam kapsul Bowman,
tubulus yang berbelok-belok pada bagian proksimal, gelung Henle, dan yang
berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat penampung. Kapsul
5
Bowman dan tubulus Henle dan tubulus penampung berada pada bagian medula.
Urine dari tubulus penampung yang banyak itu mengalir pelvis renalis.
Menurut Brunner dan Suddarth (1996, hal. 1364), ginjal merupakan
organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g,
terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh
jaringan ikat tipis yang dikenal dengan sebagai Kapsula renalis. Di sebelah
anterior, ginjal dipisahkan dan kavuni abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding torakalis
bawah. Darah dialirkan ke dalam ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan Vena
renalis membawa darah kembali ke dalam Vena kava inferior.
Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang dari
kavum abdomalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III,
melekat langsung pada diding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang,
jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan
pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1992,
hal. 107).
Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian posterior, sebelah
atas dinding abdomen, masing-masing satu di setiap sisi. Setiap ginjal terdiri dari
sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron berawal sebagai
suatu berkas kapiler, yang disebut glomerulus, yang berubah menjadi tubulus
panjang yang melengkung dan berkelok-kelok (Corwin, 1996, hal. 442).
Menurut Hartono (1991, hal. 2), ginjal terdiri atas unit-unit fungsional
yang dinamakan nefron dan pada setiap ginjal terdapat 1 hingga 1,5 juta nefron.
Nefron merupakan tubulus (pipa) yang panjangnya kurang lebih 6 cm dan tersusun
dari bagian komponen yang dirancang menurut ciri anatomi serta fungsional yang
khas. Kelima komponen nefron tersebut adalah simpai Bowman, tubulus kontortus
proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul (collecting
6
duct). Sesungguhnya collecting duct bukan bagian dari tiap nefron, tetapi
berfungsi untuk mengumpulkan cairan dari beberapa nefron. Pangkal tubulus
(nefron) merupakan ujung huntu yang melebar (simpai Bowman) dan ke dalam
ujung tersebut masuk jalinan kapiler sebanyak kurang lebih 50 buah yang dikenal
sebagai glomerulus.
Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda hidup lainnya,
disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan
dan tetap tinggal dalam aliran darah. Ciran yang disaring, yaitu filtrate glomerulus,
kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan
yang diperlukan tubuh dan ditinggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-
ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, maka sel dapat
mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam
keadaan normal semua glukosa diabsorbsi kembali, air sebagian besar diabsorbsi
kembali, kebanyakan produk buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula
menambah bahan pada urine. Demikian maka sekresi terdiri atas tiga faktor :
a. Filtrasi glomerulus
b. Reabsorbsi tubula
c. Sekresi tubula
Menurut Syaifuddin (1997, hal. 108)
1. Fungsi ginjal terdiri dari :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dan cairan tubuh.
d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh.
e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum,
kreatinin dan amoniak.
7
2. Proses pembentukan urine
Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi, pada simpai Bowman berfungsi untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi
penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa
cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal
dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri
dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada 3 tahap
pembentukan urin :
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang disaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri
dari glukosa, air, sodiumklorida, sulfat, bikarbonat, dll. diteruskan ke
tubulus ginjal.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap
kembali ke dalam tubulusbagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif
dikenal dengan reabsorbs fakultatifdan sisanya dilirkan pada papilla
renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar.
Menurut Price dan Wilson (1982, hal. 10), fungsi primer ginjal
adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ektresel dalam
8
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ektrasel ini dikontrol
oleh :
1. Ultrafiltrasi glomerulus
Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi plasma glomerulus.
Aliran darah ginjal (RBF : renal blood flow) jumlahnya sekitar 25 dari
jumlah curah jantung, atau sekitar 1200 ml/menit.
2. Reabsorbsi dan sekresi tubulus
Proses pembentukan urin sesudah filtrasi adalah reabsorbsi selektif
zat-zat yang sudah difiltrasi. Kebanyakan dari zat yang difiltrasi
direabsorbsi melalui pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus
sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi ke dalam kapiler
pertubular yang mengililingi tubulus. Proses reabsorbsi dan sekresi ini
berlangsung baik melalui mekanisme transport aktif maupun pasif.
Suatu mekanisme itu disebut aktif kalau suatu zat di transpor melawan
suatu perbedaan elektrokimia, yaitu melawan perbedaan potensial
listrik, potensial kimia atau sebaliknya. Sedangkan suatu mekanisme
transport disebut pasif kalau zat yang direabsorbsi dan disekresi
bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada. Proses sekresi
dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus
koligentes. Dua fungsi tubulus distal yang penting adalah pengaturan
tahap akhir dari keseimbangan air dan asam basa.
C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab kegagalan ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR). Berikut ini akan diuraikan penyebab Chronic Kidney Disease menurut
Doenges (1999: 626).
9
Penyebabnya yaitu termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
Penyebab GGK menurut Price (1992: 817) dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis retroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. Manifestasi Klinik
Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan ginjal kronik akan terjadi
peningkatan ureum dan kreatinin. Hal ini akan mengganggu fungsi sistem tubuh.
Menurut Long (1996: 369), manifestasi klinik pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease pada gejala dini ditemukan adanya letargi, sakit kepala, kelelahan fisik
dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Pada gejala yang
lebih lanjut, pada pasien dengan Chronic Kidney Diseas ditemukan adanya
anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik saat
beraktivitas maupun tidak, edema yang disertai keterlambatan ditemukan adanya
anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak, butuh waktu untuk
10
kembali seperti bentuk semula setelah dilakukan penekanan menggunakan jari
( edema), pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Disamping itu, pada Chronic Kidney Disease akan terjadi hipertensi akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin–aldosteron, gagal
jantung kongestif dan edema pulmoner akibat cairan berlebihan, dan perikarditis
akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi (Smeltzer, 2001: 1449).
Suyono (2001) menguraikan bahwa manifestasi klinik Chronic Kidney
Disease pada sistem kardiovaskuler adalah adanya hipertensi, pitting edema,
edema periorbital, pembesaran vena leher, dan friction sub pericardial. Selain itu,
pada sistem pulmoner ditemukan adanya nafas dangkal, kusmaull, sputum kental
dan liat. Pada sistem gastrointestinal ditemukan adanya anoreksia, mual dan
muntah, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
berbau ammonia. Pada sistem integumen ditemukan adanya warna kulit abu-abu
mengkilat, pruritis (gatal-gatal), kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron yang termasuk
glomerulus dan tubulus diduga utuh, sedangkan yang lain rusak. Hipotesa ini
disebut juga sebagai hipotesa nefron utuh. Nefron-nefron yang utuh menjadi
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan Glomerulo Filtration Rate atau kecepatan
daya saring glomerulus yang disebut juga metode adaptif. Metode ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
11
Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas hingga muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal yang hilang mencapai 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi bersihan kreatinin ginjal akan mengalami penurunan
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu (Long, 1996: 368).
Bersihan kreatinin ginjal yang menurun menyebabkan protein ikut
diekskresikan dalam urin. Produk akhir metabolisme protein berupa urea yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, selanjutnya terjadi
uremia yang mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis (Smeltzer, 2001 : 1448).
Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa tahap.
Menurut Price (1992: 813-814), kegagalan ginjal berlangsung progresif yang
dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen normal dan
penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo Filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir atau uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai Glomerulo Filtration
Rate 10% dari normal, bersihan kreatinin 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri.
12
F. Pathflow
Infeksi & peradanganPielonefritisGlomerulonefritis
Penyakit vaskuler Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis malignaStenosis arteria renalis
GFK ↓
Eritropoetin
Pembentukan Hb ↓
Oksigen O2 ke jaringan ↓
↑ Metabolisme anaerob
↑ Asam laktat
Asidosis metabolik
Ekspirasi CO2 ↑
Pola nafas tidak efektif
Pelepasan renin ↑
Hiperaldosteron
Oksigen O2 ke jaringan ↓
Reabsorbsi cairan ↑
Retensi natrium
Edema seluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Pe↓ fungsi Glomerolus
Kerusakan Glomerolus
↓ Filtrasi Glomerolus
BUN
Kelemahan otot Saluran cerna
Resiko infeksi
Pe↓ system imun
Pe↓ fungsi ginjal Intoleransi
aktifitas
Mual, muntah, anoreksia
Perubahan nutrisi < dari kebutuhan tubuh
13
G. Komplikasi
Menurut Suyono Slamet ( 2001 ), komplikasi yang muncul pada
penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan darah
2. Kencing manis
3. Batu ginjal
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan media konservatif dengan pengaturan diit :
a. GFR 10ml / mg atau kurang protein yang di berikan 20 gram.
b. Diit natrium GFR 10 ml / mg atau kurang protein 25 sampai 30 gram
dan GFR 3 ml yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 meg/
hr
c. Diit kalium yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 80 meg/ hr
d. Diit cairan yaitu aturan umum yang dapat digunakan untuk
menentukan banyak asupan cairan adalah jumlah air yang keluar air
kemih adalah 24 jam ditambah 500 ml.
2. Penatalaksanaan konservatif dengan pemberian obat
Obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah metil dopa, propanolol,
dan klonidin, bila terjadi hiperkalemi maka diberikan glukosa dan insulin
intravena yaitu glukonat 10%, multivitamin dan asam folat diberikan tiap
hari. Diuretik diberikan tiap hari karena bertujuan untuk mengurangi
kelebihan cairan dan juga diberi antibiotik non nefrotoksin karena klien
dengan gagal ginjal kronik mempunyai kerentanan yang lebih tinggi
terhadap serangan infeksi.
3. Penatalaksanaan definitive
a. Dialise
Adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui membrane berpori dan kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya, ada dua macam dialisis yaitu hemodialisis (HD)
dan peritonial dialisis (PD)
14
Hemodialisa (HD) mencakup shunting / pengalihan arus darah dari
tubuh pasien kedialisator dimana terjadi disfusi dan ultrafiltrasi dan
kemudian kembali kesirkulasi pasien. Untuk pelaksanaan hemodialise
terjadi yang masuk kedarah pasien. Suatu mekanisme yang
mentranspor darah ke dan dari dialisator dan dialisator (daerah di mana
terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk – produk sisa
berlangsung). Pengobatan dialise berlangsung 3 sampai 5 tergantung
kepada tipe dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang diperlukan
demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa, dan masalah sisa produk
yang ada. Dialise untuk masalah yang akut harus dilaksanakan tiap
hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang nasih menjamin.
Haemodialise bagi orang dengan kegagalan ginjal kronik biasanya di
kerjakan dalam dua / tiga kali seminggu.
Asuhan keperawatan pasien selama haemodialise harus di pusatkan
kepada :
1) Pemantauan status fisik sebelum dan pada saat dialise
2) Kebutuhan keamanan dan kenyamanan
3) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri kepada perawatan dan
perubahan cara hidup
b. Peritonium Dialise ( PD )
Yaitu cairan dialise dimasukkan kerongga peritoneum dan peritoneum
menjadi membran dialise. Dibandingkan dengan pengobatan
hemodialise yang bisa berlangsung 3 sampai 6 jam.
Keuntungan pertama dari peritoneal dialise terdiri dari :
1) Prosedur mensajikan kimiawi darah yang tetap
2) Bisa dipasang pada tiap lokasi dan mesin tidak diperlukan
3) Proses mudah diajarkan kepada pasien dan keluarga
4) Banyak pantangan diet karena banyak kehilangan protein lewat
membran peritoneum. Kedialisat, pasien biasanya mendapat diet
tinggi protein ( C. long 1996 : 389 )
15
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal dilakukan untuk memperpanjang masa hidup klien
dengan gagal ginjal kronik
I. Pengkajian Fokus
Menurut Long (1989, hal. 362):
Data subyektif
Pengkajian hampir memuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa
meyakinkan antara lain, seperti pola berkemih, termasuk perubahan yang
sedang terjadi, kenaikan BB yang tidak diketahui sebabnya, terjadinya mual
dan anoreksia, riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal, riwayat akhir
mengenai gejala-gejala yang serupa pilek, terdapat nefrotoksin, termasuk yang
ada dalam linkungan di tempat pekerjaan dan dalam obat-obatan.
Data obyektif
Data obyektif harus mencakup takaran intake cairan dan output urin
dalam periode 24 jam. Timbangan BB harian penting karena dapat menyajikan
data status cairan yang tepat. TD termasuk pada perubahan postural harus
diperiksa dan dicatat. Status cairan dikaji melalui pemantauan kulit, edema
perifer dan auskultasi bunyi nafas. Pasien harus dikaji mengenai halitosis yang
bisa timbul akibat acidosis dan sekresi amoniak. Yang harus diperhatikan
apakah terjadi perubahan sikap mental.
Menurut Doengoes (1993, hal 612), antara lain :
1. Aktifitas/istirahat.
Di dalam beraktifitas/beristirahat gejala yang sering muncul biasanya Ietih,
lemah, malaise. Sedangkan untuk tandanya yaitu : kelemahan otot,
kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Biasanya dalam sirkulasi darah untuk tandanya seperti :
hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan, eklampsia akibat
kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik
16
(hipovolemia), nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum (termasuk
area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi.
Untuk gejala eliminasi antara lain : perubahan pola berkemih biasanya :
peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini), atau penurunan
frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi
(inflamsi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare/konstipasi, riwayat
batu/kalkuli. Sedangkan tandanya seperti : perubahan warna urin, oliguria
(biasanya 12-21 hari), poliuria (2-6 L/hari).
4. Makanan/cairan.
Untuk makanan dan cairan gejalanya seperti : peningkatan BB (edema),
penurunan BB (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tandanya seperti : perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum,
bagian bawah).
5. Neurosensori.
Dalam neurosensori gejalanya antara lain : sakit kepala, penglihatan kabur.
kram otot/kejang. Sedangkan tandanya seperti : gangguan status mental,
kejang, faskikulasi otot, akti vitas kejang.\
6. Nyeri/kenyamanan.
Untuk pengkajian dalam nyeri/kenyamanan gejala yang muncul seperti :
nyeri tubuh, sakit kepala. Sedangkan tandanya : perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah.
7. Pernafasan.
Pada pernafasannya gejala yang muncul seperti: nafas pendek. Untuk
tandanya antara lain : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan kussmaul), nafas ammonia, batuk produktif dengan sputum
kental merah muda (edema paru).
8. Keamanan.
Gejalanya seperti : adanya reaksi consfuse. Sedangkan tandanya antara
lain : demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus,
kulit kering. Menurut Talbot dan Marquardt (1993, hal. 202) :
17
a. Faktor pencetus antara lain : seperti riwayat DM, gagal jantung, gagal hati,
septicemia, obat nefrotoksik atau bahan kimia, syok, hipovolemia, cedera
iskemik, luka bakar, glomerulus akut, nefritis tubulointersisial akut,
glomerullonefritis pascastreptokokal akut, nekrosis ginjal akut, batu ginjal,
obstruksi vaskuler ginjal, obstruksi traktus urinaria akut.
b. Riwayat, seperti; perubahan status mental : kekacauan mental, letargi,
stupor, mual, muntah, anoreksia, pruritus, sakit nyeri tumpul pada sudut
kostovertebral, hipertensi, perubahan dalam harapan keluaran urin :
oliguria, anuria, atau polituria (dapat mengalami pengeluaran urin normal),
kesulitan BAK, atelektasis, kejang.
c. Hasil Pemeriksaan Diagnostik :
1) Tes radiology : film K1.113 : ginjal akan normal atau mungkin
membesar, pielogafi dapat menunjukkan obstruksi jika penyebab
kegagalan postrenal.
2) Prosedur khusus : uttrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan
membuktikan hasil dari KUB dan pemeriksaan pielografi.
3) Gas darah arteri : asidosis
4) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan CVP, peningkatan PCWP
dengan kegagalan diakibatkan oleh penyebab intrarenal, penurunan
CVP, penurunan PCWP bila kegagalan sehubungan dengan penyebab
prerenal.
5) Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatinin meningkat,
konsentrasi natrium, kalsium dun bikarbinat mungkin menurun, kadar
kalium, klorida, fosfat dan magnesium serum meningkat, rasio BUN
terhadap kreatinin lebih besar dan 10:1 pada kegagalan prerenal.
6) Urinalisa : natrium kurang dari 10 mEq/L pada kegagalan prerenal,
lebih dan 20 mEq/L pada kegagalan intrarenal, dan lebih dari 20 tetapi
kurang dan 40 mEq/L pada kegagalan postrenal, berat jenis lebih dari
1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan intrarenal dan
postrenal, pada kegagalan internal terdapat proteinuria dan sedimen
normal, pada kegagalan intrarenal terdapat hematuria, proeinuria,
18
serpihan sel darah merah dan sel darah putih.
7) EKG : takikardia, disritmia dan perubahan tersebut terlihat pada
hiperkalemia (contoh ; peregangan gelombang T, pelebaran QRS,
depresi ST).
d. Pengakajian fisik
1) Inspeksi.
Pernafasan kussmaul's (dengan asidosis metabolik), takipnea, kulit
kering, pembesaran vena-vena leher, twitching pada neuromuskuler,
distensi abdomen, bau uremik.
2) Palpasi.
Penurunan turgor kulit, pembesaran ginjal dan kandung kemih dapat
diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih), edema (pada
kelebihan cairan)
3) Perkusi.
Resonansi perkusi di atas pembesaran ginjal, garis perkusi distensi
kandung kemih.
4) Auskultasi.
Desiran (pada oklusi arteri ginjal), pernafasan (perubahan bunyi nafas),
kardiovaskuler (takikardia, disritmia, friksi gesekan mengindikasikan
perikarditis uremik)
e. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease diperlukan
beberapa pemeriksaan untuk menunjang tegaknya diagnosa. Menurut
Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada Chronic Kidney Disease
dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem
dan membantu menetapkan etiologi.
2) Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batu, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui seberapa pembesaran ginjal.
19
3) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
J. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi adanya asidosis metabolik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia.
K. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi gunjal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan
cairan tercapai.
Kriteria Hasil : Nilai elektrolit serum dalam rentang normal.
Bunyi nafas bersih.
Tak ada oedema
TD sistolik diantara 90-140 mmHg.
Intervensi : Pantau kreatinin BUN serum.
Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dalam
bantuan dalam merencanakan makanan untuk kebutuhan.
Modifikasi dalam protein, kalium, natrium, dan ka.lori.
Jangan memberi obat - obatan. Sampai setelah
dialysis.Pantau tanda-tanda vital dan balance cairan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
20
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas
efektif.
Kriteria Hasil : Pola nafas efektif.
Tidak hipoksia
Intervensi : Kaji status pernafasan.
Observasi pola nafas, catat frekuensi pernafasan.
Auskultasi bunyi nafas.
Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Pertahankan posisi nyarnan.
Beri periode istirahat dan lingkungan yang tenang.
Dorong penggunaan nafas bibir bila perlu.
Kolaborasi beri 02 tambahan bila perlu.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
mempunyai BB yang stabil
Kriteria Hasil : BB dalam batas normal
Nafsu makan meningkat
Intervensi : Berikan makanan sedikit dan sering
Berikan antiemetik jika perlu
Kaji pemasukan diit
Timbang BB setiap hari
Tawarkan oral hygiene
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak
terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Urine jernih dan berbau normal, bunyi nafas normal,
tidak ada eritema
Intervensi : Pantau suhu dan sekresi terhadap indikator infeksi,
gunakan teknik aseptik dengan hati-hati bila mengganti
saluran, hindari penggunaan kateter uniral indwelling,
21
berikan hygiene oral dan perawatan kulit pada interval
yang kering.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
membuat peringkat pengerahan tenaga.
Kriteria Hasil : Berkurangnya keluhan lelah.
Peningkatan keterlibatan pada aktifitas sosial.
Frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali
dalam rentang normal
Intervensi : Pantau pasien selama aktifitas terhadap tanda-tanda
intoleransi aktifitas dan minta klien untuk merentang
pengerahan tenaga yang dirasakan.
Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Mungkinkan periode istirahat.sepanjang hari.
Bantu pasien dalam merencanakan periode istirahat
Berikan obat antiemetik yang diprogramkan dan evaluasi
efektivitasnya
22