MATERI – 3 - Fiat Justitia, Et Pereat Mundus | … · Web viewAsas ini dapat dijabarkan dalam...
Transcript of MATERI – 3 - Fiat Justitia, Et Pereat Mundus | … · Web viewAsas ini dapat dijabarkan dalam...
Metode Penelitian Hukum
MATERI – 3
METODE PENELITIAN HUKUM
Pengertian
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan penelitian hukum (legal
research) ?. Dalam kepustakaan banyak sekali ditemukan pengertian tentang
penelitian hukum. Masing-masing penulis memberikan tekanan tertentu pada
pengertian yang diberikannya tentang penelitian hukum. Erwin Pollack
memberikan pengertian penelitian hukum sebagai suatu penelitian untuk
menemukan inkonkrito, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menemukan
apakah yang merupakan hukum yang layak untuk diterapkan secara
inkonkrito untuk menyelesaikan perkara tertentu.1 Pollack memberikan
pengertian penelitian hukum dengan menekankan pada aspek praktis yaitu
untuk menemukan hukum yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
suatu peristiwa konkrit.
Mohammad Radhi mendefenisikan penelitian hukum sebagai
keseluruhan aktifitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan,
mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterpretasikan fakta-fakta serta
hubungan-hubungan di lapangan hukum yang berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh dapatlah dikembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-
cara ilmiah untuk menanggapi fakta dan hubungan tersebut.2 Pengertian
Radhi diatas lebih menekankan pada cara bekerjanya penelitian hukum dan
kegunaan teoritis dari penelitian hukum yakni untuk mengembangkan prinsip-
prinsip ilmu hukum. Pengetian lain yang menekankan pada kegunaan
penelitian hukum dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan
bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistimatika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
1 Soejono, SH, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Cetakan Kedua, Jakarta, 2003, Hal. 110. 2 Ibid., Hal. 110
46
Metode Penelitian Hukum
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisasnya. Kecuali itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang
bersangkutan.3
Dalam rangka menggambarkan penelitian hukum Wignyosoebroto
mengemukakan adanya 4 (emat) tipe penelitian hukum, sebagai berikut :
a. penelitian-penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif ;
b. penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah
(dogma atau doktrin) hukum positif.
c. penelitian berupa usaha penemuan hukum inkonkrito yang layak
diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu ;
d. penelitian hukum yang berupa studi empiric untuk menemukan teori-teori
mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di
dalam masyarakat;4
Dilihat dari pembagian tipe penelitian hukum yang dijelaskan
Wignyosoebroto tersebut maka dapat dipahami bahwa penelitian hukum
mempunyai lingkup yang luas. Penelitian hukum juga sangat terkait dengan
cara seseorang peneliti hukum dalam memaknai hukum. Terkadang hukum
diartikan sebagai norma yang terlepas dari kaitannya dengan masyarakat,
namun adakalanya hukum dipandang sebagai kenyataan sosial yang ada di
tengah-tengah masyarakat.
Apapun pengertian yang diberikan tentang penelitian hukum, yang jelas
bahwa penelitian hukum itu dilakukan secara sistematis, menggunakan pola
berfikir tertentu yang dilakukan terhadap hukum sebagai kaidah, ilmu
pengetahuan ataupun sebagai kenyataan empiris.3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Cetakan Ketiga,
Jakarta, 1986, Hal. 43. 4 Wignyosoebroto, Penelitian Hukum Doktriner, BPHN, Jakarta, 1974, Hal. 89
47
Metode Penelitian Hukum
Perkembangan Metode-Metode Penelitian Hukum
Pada mulanya metode penelitian yang dipergunakan oleh ilmu hukum
adalah metode penelitian yuridis dogmatis. Metode ini sangat erat kaitannya
dengan metode penelitian yang dipergunakan dalam filsafat. Metode
penelitian yuridis dogmatis masih bersifat deduktif dan idealistis tanpa
mengkaitkan antara hukum tersebut dengan masyarakat. Hal ini sesuai
dengan paham para ilmuwan pada masa itu yang masih menganggap bahwa
pengembangan ilmu adalah semata-mata untuk keperluan ilmu itu sendiri.
Tokoh yang berpendirian demikian, misalnya Hans Kelsen dalam bukunya Die
Reine Rechtslehre.
Dalam tahap berikutnya muncul pula aliran histories yang diprakarsai
oleh Carl Von Savigny. Aliran ini tidak saja memandang hukum sebagai ide,
tetapi melihat hukum sebagai sebuah gejala sosial. Dalam hal ini sangat
terkenal pandangan Carl Von Savigny yang menyatakan bahwa hukum tidak
dibuat oleh manusia, tetapi hukum itu tumbuh dan berkembang secara
histories bersama-sama dengan masyarakat yang bersangkutan.
Pemikiran aliran histories ini kemudian berlanjut dengan pandangan
para ahli hukum yang menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya norma-
norma yang tersusun secara sistematis, tetapi juga sekaligus hukum itu adalah
sebuah gejala sosial. Oleh karena itu timbullah aliran yang dikenal dengan
aliran sosiologis yang dipelopori oleh Eugene Ehrlich, murid utama dari Carl
Von Savigny. Metode penelitian hukum yang dipergunakan aliran ini adalah
metode penelitian hukum sosiologis.
Sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu hukum kemudian
mengalami perkembangan kea rah functional yurisprudence atau ilmu hukum
fungsional. Aliran yang dipelopori oleh Roscoe Pound ini menyatakan bahwa
48
Metode Penelitian Hukum
jurisprudence is the eye of the law.5 Menurut aliran ini hukum juga harus
memperhatikan ilmu-ilmu sosial lainnya, psikologi, ekonomi dan anthropologi.6
Oleh karena itu dewasa ini banyak diyakini bahwa penelitian hukum tidak bisa
lagi menggunakan satu metode saja atau cara berfikir saja, akan tetapi juga
menggunakan sejumlah variasi cara berfikir, sehingga dikenallah penelitian
multidisiplin.
Tujuan Penelitian Hukum
Penelitian hukum memiliki tujuan yang tidak banyak berbeda dengan
penelitian sosial lainnya, antara lain :
1. untuk mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum sehingga dapat
dirumuskan masalah secara tepat ;
2. untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu
gejala hukum, sehingga dapat dirumuskan hipotesa ;
3. untuk menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum dari suatu
keadaan, perilaku individu atau perilaku kelompok tanpa didahului
hipotesa ;
4. untuk mendapatkan keterangan tentang frekwensi peristiwa hukum ;
5. untuk memperoleh data mengenai hubungan antara satu gejala hukum
dengan gejala yang lain ;
6. untuk menguji hipotesa yang berisikan hubungan sebab akibat.
Disamping tujuan tersebut diatas, penelitian hukum mempunyai
sejumlah tujuan tertentu yang membedakannya dengan penelitian sosial,
antara lain :
5 Harun Al Rasyid, “Kumpulan Kuliah Hukum Tata Negara”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, Hal. 24
6 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Alumni Bandung, 1994, Hal. 121-123
49
Metode Penelitian Hukum
1. untuk mendapatkan azas-azas hukum dari hukum positif yang tertulis
atau dari rasa susila warga masyarakat ;
2. untuk mengetahui sistematika dari suatu perangkat kaidah-kaidah
hukum, yang terhimpun dalam suatu kodifikasi atau peraturan
perundang-undangan tertentu ;
3. untuk mengetahui taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan
baik secara vertical maupun horizontal ;
4. untuk mengetahui perbandingan hukum tentang sesuatu hal dari
sejumlah sistim atau tata hukum yang berbeda ;
5. untuk mengetahui perkembangan hukum dari perspektif sejarah ;
6. untuk mengidentifikasi hukum-hukum tidak tertulis, seperti hukum
adapt ataupun kebiasaan ;
7. untuk mengetahui efektifitas dari hukum tertulis maupun tidak tertulis ;7
Kegunaan Metode Penelitian Hukum
Sejumlah kegunaan metode penelitian hukum dapat disebutkan sebagai
berikut :
1. untuk mengetahui dan mengenal apakah dan bagaimanakah hukum
positifnya mengenai suatu masalah yang tertentu dan ini merupakan
tugas semua sarjana hukum ;
2. untuk dapat menyusun dokumen-dokumen hukum (seperti gugatan,
tuduhan, pembelaan, putusan pengadilan, akta notaries, sertifikat,
kontrak, dan sebagainya) yang diperlukan oleh masyarakat. Hal ini
menyangkut pekerjaan notaries, pengacara, jaksa, hakim dan para
pejabat pemerintah ;
7 Soerjono Soekanto, Pengatar Penelitian Hukum, op.cit., Hal. 49-50
50
Metode Penelitian Hukum
3. untuk dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah
dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang
tertentu. Hal ini merupakan tugas utama para dosen dan penyuluh ;
4. untuk menulis ceramah, makalah, atau buku-buku hukum ;
5. untuk melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum,
khususnya dalam mencari asas hukum, teori hukum, dan system
hukum, terutama dalam hal penemuan dan pembentukan asas-asas
hukum baru, pendekatan hukum yang baru, dan sistim nasional yang
baru ;
6. untuk menyusun rancangan undang-undang, atau peraturan perundang-
undangan lainnya (legislative drafting) ;
7. untuk menyusun rancangan pembangunan hukum, baik rencana jangka
pendek dan jangka menengah, terlebih untuk jangka panjang ;
Tipologi Penelitian Hukum
Dalam literature-literatur hukum tentang penelitian hukum banyak
ditemukan variasi tentang pembagian tipe-tipe penelitian hukum. Namun
meskipun demikian pengklasifikasian tipe penelitian hukum yang secara
umum adalah sebagai berikut :
1. penelitian hukum normative ; yang mencakup :
a. penelitian terhadap azas-azas hukum ;b. penelitian inventarisasi hukum positif ;c. penelitian terhadap sistematika hukum ;d. penelitian taraf sinkronisasi vertical dan horizontal ;e. penelitian hukum inkonkrito ;f. penelitian hukum klinis ;g. penelitian sejarah hukum ;h. penelitian perbandingan hukum ;
2. penelitian hukum sosiologis atau empiris, mencakup :
a. penelitian hukum sosiologis ;b. penelitian anthropologi hukum ;c. penelitian terhadap identifikasi hukum tidak tertulis ;
51
Metode Penelitian Hukum
d. penelitian tentang efektifitas hukum ;
Perbedaan mendasar dari kedua klasifikasi penelitian hukum tersebut
terletak pada cara pandang peneliti terhadap hukum. Dalam penelitian hukum
normative, hukum dipandang sebagai norma atau kaidah yang otonom
terlepas dari hubungan hukum tersebut dengan masyarakat. Sementara
penelitian hukum empiris atau sosiologis, hukum dipandang dalam kaitannya
dengan masyarakat atau sebagai sebuah gejala sosial. Jadi dalam klasifikasi ini
hukum tidak dipandang sebagai sebuah norma atau kaidah yang otonom.
Data dan Sumber Data dalam Penelitian Hukum
Seperti halnya penelitian sosial yang membedakan antara data primer
dan data sekunder, maka penelitian hukum pun mengenal pula pembedaan
tersebut. Sepanjang yang diteliti adalah perilaku hukum dari individu atau
masyarakat, maka data yang dipergunakan adalah data primer yang dapat
diperoleh melalui observasi, dan wawancara.
Di samping itu penelitian hukum juga mengenal data sekunder, yang
dapat dibedakan berdasarkan kekuatan mengikatnya sebagai berikut :
1. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari
:
a. norma atau kaidah dasar, yakni Undang-Undang Dasar 1945 ;
b. ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaraan Rakyat ;
c. peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang dan peraturan
yang setaraf, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan-
peraturan daerah ;
d. bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adapt dan
kebiasaan ;
e. yurisprudensi ;
f. traktat
52
Metode Penelitian Hukum
g. bahan-bahan hukum peninggalan penjajah yang sampai sekarang masih
dipergunakan seperti KUH Perdata, KUH Pidana, dan lain sebagainya ;
2. bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum,
rancangan undang-undang, dan lain sebagainya ;
3. bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain sebagainya.
Sebagai bahan perbandingan di Amerika Serikat, dikenal sejumlah
bahan hukum sebagai sumber data penelitian hukum, antara lain :
1. annotated statutes, yakni komentar yang lengkap dari para ahli maupun
praktisi tentang undang-undang yang baru dikeluarkan ;
2. annotated report, yakni dokumen yang membahas semua segi yang
menyangkut sebuah putusan yang telah dikeluarkan hakim pengadilan,
terutam hakim pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Dokumen ini
selain menjelaskan azas-azas atau kaidah yang dipergunakan dalam
putusan juga menjelaskan perbandingannya dengan putusan-putusan
terdahulu atas perkara yang hamper sama ;
3. encyclopaedia, yakni buku yang memuat defenisi dan perumusan
tentang konsep-konsep hukum yang disusun menurut topik tertentu
atau menurut abjad. Biasanya ensiklopedi terdiri dari ensiklopedi hukum
secara hukum, ensiklopedi hukum lokal, dan ensiklopedi hukum
mengenai masalah-masalah atau subjek tertentu ;
4. citator, yakni buku hukum yang menjelaskan tentang putusan
pengadilan. Citator umumnya berisi penjelasan tentang apakah suatu
putusan pengadilan dikuatkan oleh putusan yang lain, putusan
pengadilan yang lebih tinggi, atau apakah sebuah dalil dalam suatu
53
Metode Penelitian Hukum
putusan pengadilan telah diubah atau dikesampingkan oleh keputusan
berikutnya ;
5. digest, yaitu kumpulan putusan pengadilan berdasarkan subjek
tertentu. Digest tidak berisi komentar atau analisis, oleh karena itu
digest tak ubahnya sebuah indeks yang mempermudah untuk
menemukan sebuah putusan pengadilan. Di Amerika Serikat, digest
tidak dirujuk sebagai bahan penelitian, karena dipandang hanya sebagai
sebuah buku petunjuk ;
6. form books, yakni buku-buku yang berisi contoh formulir atau dokumen-
dokumen hukum yang sering dipraktekkan oleh para praktisi hukum,
seperti notaries, pengacara, penuntut maupun pengadilan. Di Indonesia
form books yang banyak dipergunakan adalah yang dibuat oleh Prof. Dr.
Mr. Sudargo Gautama ;
PENELITIAN HUKUM NORMATIF/ DOKTRINAL
Penelitian hukum normative terutama dilakukan untuk meneliti hukum
dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila
hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom
tanpa dikaitkan dengan masyarakat. Dalam penelitian hukum normative,
umumnya diterima bahwa data dasar yang diperlukan adalah data-data
sekunder.
Tipologi Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal1. Penelitian Inventarisasi Hukum Positif
Penelitian inventarisasi merupakan sebuah kegiatan penelitian
pendahuluan sebelum seorang peneliti lebih jauh melangkah pada penelitian
inconcrito, penelitian asas, penelitian taraf sinkronisasi vertical dan horizontal,
penelitian perbandingan hukum dan penelitian hukum lainnya. Dengan
54
Metode Penelitian Hukum
demikian hasil penelitian inventarisasi hukum positif merupakan data dasar
yang wajib dimiliki oleh seorang peneliti hukum normative.
Kegiatan penelitian inventarisasi hukum positif sangat tergantung pada
konsepsi si peneliti tentang apa yang menjadi hukum positif, karena yang akan
diinventarisir oleh si peneliti adalah apa yang dipandangnya sebagai hukum
positif. Berdasarkan hal tersebut umumnya terdapat tiga konsepsi yang
berbeda tentang hukum positif, yakni :
1. konsepsi kaum legis-positipis yang menyatakan hukum identik dengan
norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau
pejabat negara yang berwenang. Dengan konsepsi yang demikian, maka si
peneliti hanya akan mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang
tertulis saja. Sementara peraturan hukum lainnya meskipun berlaku
ditengah masyarakat akan tetapi tidak dalam bentuk tertulis tidak menjadi
focus dari penelitian, karena dipandang sebagai peraturan nonhukum.
2. konsepsi sosiologis yang memandang kaidah hukum tidak saja berupa
peraturan perundang-undangan tertulis, tetapi juga termasuk dan yang
utama adalah segala aturan yang secara de facto diikuti atau dipatuhi oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini peneliti lebih
focus pada perilaku actual dari anggota-anggota masyarakat dan kemudian
melakukan abstraksi terhadap perilaku actual tersebut sehingga dihasilkan
suatu norma hukum yang menjadi dasar bertindak atau berperilaku
masyarakat tersebut.
3. konsepsi yang memandang bahwa hukum identik dengan putusan-putusan
hakim di pengadilan dan keputusan para pengetua adat. Berdasarkan
konsepsi yang demikian, maka penelitian ditekankan pada pengumpulan
keputusan-keputusan hakim atau pengetua-pengetua adat dalam
55
Metode Penelitian Hukum
memutuskan sebuah konflik hukum yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.
Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan terdapat tiga kegiatan pokok
yang harus dikerjakan dalam penelitian inventarisasi hukum positif, yakni :(1).
Menetapkan criteria identifikasi untuk menyeleksi manakah norma-norma
yang harus disebut sebagai norma hukum positif, dan mana yang harus
dikelompokkan sebagai norma sosial atau nonhukum. (2). Melakukan koreksi
terhadap norma-norma yang teridentifikasi sebagai norma hukum positif. (3).
Mengorganisasikan norma-norma yang sudah berhasil diidentifikasi dan
dikumpulkan itu ke dalam suatu system yang komprehensif.8
Dengan demikian penelitian inventarisasi hukum positif bukanlah
sebatas pada aktifitas untuk mengumpulkan peraturan semata, akan tetapi
juga memberikan koreksi dan juga menyusun peraturan-peraturan tersebut
dalam sebuah system yang komprehensif.
2. Penelitian Hukum untuk Perkara In-Concrito
Tujuan utama dari sebuah penelitian hukum untuk perkara inconcrito
adalah untuk menguji apakah sebuah postulat normative dapat atau tidak
dapat dipergunakan atau diterapkan untuk sebuah perkara konkrit. Penelitian
banyak dilakukan oleh para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan
pengacara, karena tugas utama mereka terkait langsung dengan penegakan
norma hukum positif terhadap peristiwa-peristiwa hukum inkonrito. Meskipun
demikian penelitian ini juga penting bagi para dosen dan para mahasiswa
hukum yang menyelesaikan tugas akhir (khususnya penulisan skripsi).
Keberhasilan penelitian hukum untuk perkara inkonkrito sangat
dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam mengumpulkan fakta-fakta yang
akurat dan valid tentang sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek
8 Soetandyo Wignjosoebroto, “Penelitian Hukum, Sebuah Tipologi, Majalah Masyarakat Indonesia, Tahun Ke-I, No.2, 1974
56
Metode Penelitian Hukum
penelitian. Tanpa fakta-fakta tersebut peneliti akan mengalami kesulitan untuk
mengkonstruksikan secara tepat peristiwa konkrit yang terjadi. Oleh karena
kemampuan investigasi yang didukung oleh kemampuan akses terhadap
pengumpulan fakta dalam peristiwa konkrit sangat menentukan. Di samping
itu inventarisasi norma hukum positif yang dipandang relevan dengan
peristiwa konkrit juga menentukan hasil analisis. Oleh karena itu, penelitian ini
sangat didukung oleh kemampuan peneliti melakukan penelitian hukum
inventarisasi hukum positif.
Dengan demikian ada dua tahapan pengumpulan data yang wajib
dilakukan oleh peneliti yang melakukan penelitian tipe ini, yakni : 1. searching
for the relevant fact, yang terkandung dalam perkara hukum (peristiwa hukum
konkrit) yang sedang dihadapi), 2. searching for the relevant abstract legal
prescription, yang terdapat dan terkandung dalam rumusan hukum positif
yang berlaku.
Logika penalaran dalam analisis penelitian hukum untuk perkara
inkonkrito mempergunakan logika silogisme. Dalam logika berfikir yang
demikian, norma-norma hukum positif yang berlaku saat itu, dipandang
sebagai hukum positif in-abstracto. Norma hukum positif ini dalam proses
analisis dijadikan sebagai premise mayor atau sebagai kondisi ideal atau yang
seharusnya. Sedangkan fakta-fakta relevan terkait dengan peristiwa konkrit
dijadikan sebagai premise minor. Melalui cara berfikir silogisme akan
ditentukan kesimpulan apakah premise mayor tadi sesuai atau tepat untuk
diterapkan pada peristiwa hukum konkrit yang terjadi.
Penelitian Hukum untuk Menemukan Asas dan Doktrin Hukum
Sesuai nama yang diberikan kepadanya tipe penelitian hukum
normative ini bertujuan untuk menemukan asas atau doktrin dalam hukum
57
Metode Penelitian Hukum
positif yang berlaku, sehingga penelitian ini sering juga disebut dengan studi
dogmatic atau doctrinal research. Mengingat bahwa objek penelitian adalah
hukum positif yang akan dicari asas atau doktrin hukum yang mendasarinya,
maka penelitian ini akan sangat dipengaruhi oleh konsepsi yang dipergunakan
dalam memandang hukum positif. Jika hukum positif dikonsepsikan sebagai
kaidah tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas, maka
asas yang akan dicari adalah pada peraturan perundang-undang tertulis saja.
Demikian pula jika hukum positif dikonsepsikan tidak saja pada aturan tertulis,
maka pencarian asas atau doktrin ditujukan baik terhadap hukum positif
tertulis, maupun tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipatuhi oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberlangsungan penelitian
untuk menemukan asas dan doktrin hukum ini sangat didukung oleh selesai
atau tidak selesainya penelitian inventarisasi hukum positif. Langkah awal
yang dilakukan peneliti tipe ini adalah menyelesaikan terlebih dahulu
penelitian inventarisasi hukum positif sesuai konsepsi atas hukum positif yang
dipergunakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil inventarisasi
hukum positif adalah pre-determinan hasil akhir setiap penelitian doctrinal.
Logika penalaran yang dipergunakan dalam analisis penelitian hukum
normative untuk menemukan asas dan doktrin adalah logika induktif. Prosedur
logika dimulai dari pengumpulan hukum positif yang relevan dengan sasaran
penelitian. Selanjutnya dilakukan proses abstraksi dari kadah-kaidah hukum
positif tersebut sehingga ditemukan sebuah pemikiran yang lebih umum, luas,
dan abstrak. Jika hasil abstraksi tidak bisa diabstraksi lebih lanjut, maka hasil
abstraksi tersebutlah yang kemungkinan besar merupakan asas atau doktrin
dari hukum positif yang diteliti.
58
Metode Penelitian Hukum
Untuk memudahkan pemahaman tentang asas, maka ada baiknya
dikekumakan sejumlah contoh yang dikemukan Prof. Mahadi, sebagai berikut :
1. “ kabau tagak, kubang tingga” (kerbau berdiri, kubangan tinggal).
Norma hukum positifnya dapat dikaitkan dengan masalah hak ulayat
yang berbunyi : a. bila seorang warga telah meninggalkan tanah ulayat,
maka tanah tersebut akan kembali kepada kekuasaan persekutuan.
Dengan perkataan lain, apabila seorang warga menggunakan harta
milik umum dan ia meninggalkannya, maka haknya atas harta umum
tersebut diserahkan kepada orang lain. b. dengan demikian, warga lain
dapat meminta kepala persekutuan supaya diberi ijin untuk menguasai
tanah bersangkutan ;
2. “kok lambuik halantak, kok kareh babatu, sawah bapiriang, padang
babintalak” (jika lunal ditanam tonggak, jika keras diberi tanda batu,
sawah berpiring, padang mempunyai batas-batas). Norma hukum yang
dapat dikaitkan dengan asas ini antara lain dalam hukum pertanahan
yang menyatakan tanah yang dikuasai oleh sesorang hendaklah
memiliki batas-batas yang jelas. Oleh karena itu, tanah yang dipintakan
oleh warga masyarakat untuk dikeluarkan sertifikat kepemilikannya,
maka haruslah terlebih dahulu diukur pemerintah batas-batas yang jelas
dari tanah tersebut. ;
3. “togu urat ni tobu, toguan urat ni padan” (kuat urat tebu, lebih kuat lagi
janji yang sudah diberikan). Asas ini dapat dijabarkan dalam sebuah
norma dalam hukum perjanjian yang menyatakan bahwa janji harus
ditepati. Hukum positifnya seperti tercantum dalam Pasal 1338 KUH
Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
59
Metode Penelitian Hukum
4. “ haraouta jak haboh, haraou oh tendong” (harta yang dicari sendiri
boleh habis, harta dikampung tidak). Norma yang terkait dengan asas
ini misalnya harta pencarian terserah pada kekuasaan pemiliknya, harta
kampong, famili keluarga, kembali ke asal. Sedangkan norma hukum
positifnya kira-kira berbunyi “harta pencarian selama perkawinan
penggunaannya ditentukan oleh kehendak suami/istri.”9
Penelitian terhadap Sistimatik Hukum
Penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturan
perundang-undang atau hukum yang tertulis. Tujuan utama dari tipe penelitian
hukum normative ini adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah
pengertian-pengertian dasar dalam hukum (peraturan perundang-undangan),
misalnya pengertian masyarakat hukum, objek hukum, subjek hukum,
peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya. Penelitian ini
penting mengingat bahwa masing-masing pengertian dasar tersebut
mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum
Penelitian terhadap Taraf Sinkronisasi
Penelitian hukum normative tipe pengujian taraf sinkronisasi ditujukan
untuk mengetahui kesesuaian/ kesinkronan substansi yang terkandung dalam
satu peraturan dengan peraturan yang lain yang saling berkaitan, baik yang
sifatnya antar peringkat peraturan maupun antara sesame peraturan yang
berada pada satu peringkat (tingkat). Oleh karena itu, penelitian terhadap
taraf sinkronisasi selalu dibedakan menjadi dua bentuk/ jenis, yakni penelitian
taraf sinkronisasi vertical dan horizontal.
1. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal
9 Mahadi, ”Suatu Perbandingan antara Penelitian Masa Lampau dengan Metode Penelitian Dewasa ini dalam Menemukan Asas-asas Hukum”, Kertas Kerja, 10-13 Nopember, 1980.
60
Metode Penelitian Hukum
Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan untuk menguji
taraf kesinkronan antar peraturan perundang-undangan yang berada pada
level atau peringkat perundang-undangan. Postulat dasar yang dipergunakan
dalam analisis adalah bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatnya seharus
substansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain yang
peringkatnya lebih tinggi.
Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti harus memahami tentang
tata urutan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia misalnya TAP
MPR RI No. III Tahun 2000 menetapkan tata urutan peraturan perundang-
undang di mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan
Peraturan Daerah. Oleh karena itu substansi sebuah undang-undang tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, demikian seterusnya.
Penelitian semacam ini sangat berguna terutama untuk menguji keabsahan
substansi peraturan, khususnya pada saat pengujian dalam judicial review di
Mahkamah Agung atau gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk
menguji substansi sebuah Undang-Undang.
2. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi horizontal
Jika penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan terhadap
substansi peraturan yang berbeda peringkat, maka penelitian taraf
sinkronisasi horizontal ditujukan untuk menguji kesinkronan substansi antar
peraturan yang berada pada posisi/ peringkat yang sama, misalnya antara
sesama Undang-Undang, sesama Peraturan Pemerintah dan seterusnya.
Terlepas dari sub klasifikasi penelitian sinkronisasi tersebut diatas,
maka peneliti yang melakukan penelitian taraf sinkronisasi harus terlebih
dahulu mengetahui informasi tentang isu-isu dari substansi hukum yang akan
diuji taraf sinkronisasinya. Di samping itu, peneliti yang melakukan tipe
61
Metode Penelitian Hukum
penelitian ini harus menguasai metode analisis normative yang menggunakan
pendekatan content analysis (analisis isi). Metode ini sangat berperan dalam
menganalisis substansi masing-masing peraturan yang akan diuji taraf
sinkronisasinya.
Penelitian Perbandingan Hukum
Dalam penelitian hukum metode penelitian perbandingan hukum sering
dipergunakan untuk melihat perbandingan atas penyelesaian atau pengaturan
masalah yang sedang diteliti dalam system hukum atau tata hukum yang lain.
Dengan memperbandingkan hal tersebut peneliti memiliki informasi tentang
masalah yang ingin dipecahkan dalam tinjauan system hukum yang lain.
Penelitian perbandingan hukum sering dilakukan dengan
memperbandingkan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu system hukum,
antara lain mencakup : (a) substansi hukum yang mencakup perangkat
peraturan dan perilaku teratur dari masyarakat, (b). struktur hukum,
mencakup lembaga-lembaga hukum, dan (c). budaya hukum mencakup
perangkat nilai yang diyakini dan yang dianut oleh suatu masyarakat hukum
yang mendasari persepsi, pandangan, cita-cita, keinginan dan harapan
masyarakat tersebut terhadap hukum. Adakalanya perbandingan dilakukan
terhadap masing-masing unsur secara sendiri-sendiri atau terpisah, atau
memperbandingkannya secara kumulatif.
Sunaryati Hartono, membagi dua metode penelitian perbandingan
hukum, yakni penelitian perbandingan hukum fungsional dan structural.
Penelitian perbandingan hukum fungsional ditujukan untuk mencari cara
bagaimana suatu peraturan atau pranata hukum dapat menyelesaikan suatu
masalah sosial atau ekonomi, atau bagaimana suatu pranata hukum atau
pengaturan suatu pranata sosial atau ekonomi dapat menghasilkan perilaku
62
Metode Penelitian Hukum
yang diinginkan. Penelitian ini juga dipergunakan untuk meneliti the existing
national law in its day to day practice, and the law in action dari setiap system
atau pranata atau kaidah hukum yang dibandingkan. Dalam kaitan ini, nilai
lebih dari metode ini adalah bahwa ia mencari dan menguji bagaimana suatu
penyelesaian atau peraturan hukum yang diusulkan untuk mengatasi suatu
masalah, sosial, ekonomi, politik dan lainnya itu benar-benar bekerja dan
berfungsi dalam masyarakat. Metode ini juga akan menguji dampak terhadap
berlakunya suatu peraturan atau pranata baru dalam sebuah masyarakat.
Penelitian perbandingan hukum structural atau sistematik terutama
berusaha untuk menyusun suatu system yang dipergunakan sebagai referensi
dalam mengadakan perbandingan-perbandingan. System termaksud dapat
saja berupa system yang konkrit, abstrak, konseptual, terbuka atau tertutup.
Penelitian perbandingan hukum jenis ini digunakan oleh peneliti yang
menganggap bahwa tidaklah mungkin membandingkan dua atau lebih system
hukum dari masyarakat yang berbeda ideology sosial-ekonominya. Oleh
karena itu terlebih dahulu diperlukan pendekatan sistemik yang
memperhatikan interaksi antara hukum dan kondisi sosial ekonomi
setempat.10
Penelitian Sejarah Hukum
Seperti halnya penelitian perbandingan hukum, penelitian sejarah
hukum merupakan suatu metode penelitian hukum. Metode ini berusaha untuk
mengidentifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum, yang dapat
dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah peraturan perundang-
undangan. Selain kajian terhadap sejarah perkembangan, lazimnya juga
10 Sunaryati Hartono, op.cit, Hal. 173-174
63
Metode Penelitian Hukum
diidentifikasi terhadap factor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan
terjadi perubahan atau perkembangan tersebut.11
Penelitian sejaraha hukum sangat mengutamakan validitas dan
keabsahan data yang dijadikan dasar analisis. Dalam penelitian ini sedapat
mungkin dilakukan interaksi antara peneliti dengan saksi-saksi sejarah, atau
terhadap dokumen-dokumen autentik yang dihasilkan oleh para pelaku
sejarah yang sedang diteliti, misalnya arsip-arsip, dokumen-dokumen sidang,
rapat, putusan-putusan pengadilan, dan sebagainya,
Bahan Dasar yang Diteliti dalam Penelitian Hukum Normatif
Pada penelitian hukum normative, bahan pustaka atau data sekunder
merupakan data dasar yang dipergunakan dalam kegiatan penelitian. Data
sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga
meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai kepada dokumen-
dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Dengan adanya data sekunder, maka sebenarnya peneliti tidak perlu
melakukan penelitian sendirian secara langsung terhadap factor-faktor yang
menjadi latar belakang penelitiannya sendiri, karena peneliti terdahulu sudah
membantu melakukan hal tersebut. Namun, meskipun demikian tidaklah
berarti bahwa keberadaan data sekunder menghilangkan berfikir kritis si
peneliti. Data sekunder tetap harus dikritisi, tidak asal diterima. Belum tentu
data sekunder tersebut benar atau akurat. Peneliti seharus tidak boleh
terjebak dengan cara berfikir yang dilakukan penulis sebelumnya, karena
belum tentu cara berfikir yang menghasilkan data sekunder tersebut sesuai
benar dengan maksud atau tujuan peneliti.
Bukanlah hal yang salah seorang peneliti mempertanyakan apakah data
sekunder yang ada tersebut dapat diterima atau tidak, atau 11 Bambang Soenggono, Metode Penelitian Hukum, Rarawali Press, Jakarta, 1998, Hal. 102
64
Metode Penelitian Hukum
memperbandingkan data sekunder dari sejumlah sumber yang berbeda. Hal ini
untuk memastikan data sekunder mana yang lebih dapat dipercaya. Sifat kritis
semacam ini selain dapat menghindari pemakaian data sekunder yang tidak
akurat, dapat juga memberikan masukan pada peneliti terdahulu atau peneliti-
peneliti yang akan datang tentang keabsahan atau keakuratan data sekunder
yang bersangkutan.
PENELITIAN HUKUM NON-NORMATIF/ NON-DOKTRINAL
Pada uraian-uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa perbedaan
konsepsi tentang hukum akan membawa pengaruh pada metode penelitian.
Dalam penelitian hukum normative, hukum selalu dikonsepsikan sebagai
sebuah gejala normative yang bersifat otonom. Seperti dikemukakan oleh
Imanuel Kant bahwa hukum sebagai gejala yang otonom dibentuk berdasarkan
perintah sebuah kaidah yang lebih tinggi demikian seterusnya sampai kepada
kaidah dasar yang disebutnya sebagai ground norm. Dalam perspektif ini
hukum tidak dikaitkan dengan institusi sosial yang secara riil berkaitan dengan
proses pembentukan dan bekerjanya hukum.
Dalam konteks sosio-empirik hukum selalu dikaitkan dengan variable-
variabel sosial lainnya, yang secara riil dipandang berhubungan langsung dan
tidak bisa dipisahkan dengan hukum sebagai kaidah yang berlaku di tengah
masyarakat. Apabila hukum dipandang peneliti sebagai sebuah gejala sosial
yang pembentukannya dan proses berlakunya ditentukan oleh variable-
variabel sosial lainnya, maka jelaslah bahwa penelitian tersebut menggunakan
metode penelitian non normative atau non-dogmatis. Dalam penelitian hukum
kaidah bukan focus utama dari penelitian, akan tetapi perilaku masyarakatlah
yang menjadi focus utama penelitian.
65
Metode Penelitian Hukum
Dalam konteks penelitian hukum empiris, hukum sebagai gejala sosio-
empirik di satu sisi dipandang sebagai independent variable yang
menimbulkan efek pada berbagai kehidupan masyarakat, dan di sisi lain
hukum juga dipandang sebagai dependen variable yang kemunculannya
sebagai hasil dari ragam kekuatan dalam proses sosial. Oleh karena perspektif
yang demikian banyak pakar yang memandang bahwa penelitian hukum sosio-
empirik bukan lagi sebuah penelitian hukum, akan tetapi lebih tepat sebagai
penelitian sosial.
Perbedaan terhadap konsepsi mengenai hukum, akan berpengaruh
pada langkah-langkah metodologis dan analisis data. Jika dalam penelitian
hukum normative langkah-langkah penelitian dan analisis data lebih
ditekankan pada langkah-langkah spekulatif-kontemplatif dengan pendekatan
analisis normative-kualitatif, maka pada penelitian hukum sosio-empirik
langkah-langkah tersebut lebih mengarah pada observasi dengan pendekatan
analisis yang bersifat empiric kuantitatif.
Penelitian empiris yang bertumpu pada kekuatan analisis kuantitatif
mengikuti langkah-langkah penelitian ilmiah secara ketat. Proses logico-
hypothetico-verifikatif diterapkan secara disiplin. Proses perumusan masalah,
penyusunan hipotesis, penyusunan dasar pemikiran untuk menguji hipotesis,
pengumpulan data, verifikasi dan analisis data empiris serta pengujian
hipotesis dilaksanakan secara ketat dan cenderung menjaga disiplin
keterurutannya.
Proses pengumpulan data primer sebagai data dasar, dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip pengumpulan data yang umumnya lebih
menekankan pada model probability sampling secara ketat, yang kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan editing, coding, penghitungan frekwensi,
66
Metode Penelitian Hukum
penysunan table sebagai kerangka analisis dan kemudian mengukur derajat
hubungan antar variable penelitian.
Perbedaan Penelitian Hukum Normatif dan Non-normatif
Bertitik tolak pada uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan secara umum perbedaan antara penelitian hukum normative dan
penelitian hukum non-normative (empiris) :
1. perbedaan konsepsi tentang hukum
Pada penelitian hukum normative/ dogmatic hukum dikonsepsikan
sebagai gejala normative yang bersifat otonom dan tidak dikaitkan dengan
variable-variabel sosial lainnya, baik dalam pembentukan maupun proses
bekerjanya hukum. Sedangkan dalam penelitian hukum empiris hukum
dikonsepsikan sebagai sebuah gejala sosial yang dipengaruhi oleh variable-
variabel sosial lainnya dan sekaligus merupakan determinant mempengaruhi
perilaku individu atau kelompok masyarakat kearah prilaku yang lebih
diinginkan.
2. perbedaan analisis
Penelitian hukum normative/ dogmatis lebih mengarah pada langkah-
langkah spekulatif-kontemplatif dengan model analisis normative- kualitatif,
sedangkan penelitian hukum empiris lebih menekankan pada langkah-langkah
observasi dengan model analisis empiric-kuantitatif.
3. perbedaan data dasar ;
Penelitian hukum normative/ dogmatic umumnya lebih mengutamakan
data sekunder, khususnya bahan hukum primer, sebagai data dasar penelitian,
sedangkan penelitian hukum empiris/ non-normatif lebih menjadikan data-data
primer sebagai data dasar penelitian. Oleh karena data primerlah yang dapat
67
Metode Penelitian Hukum
menggambarkan prilaku individu atau kelompok sebagai sasaran penelitian
dalam penelitian hukum empiris.
4. perbedaan tentang keutamaan tehnik pengumpulan data
Perbedaan ini terkait dengan perbedaan tentang data dasar yang
diutamakan dalam penelitian. Oleh karena penelitian hukum normative lebih
mengutamakan data sekunder, maka tipe penelitian ini lebih mengutamakan
tehnik pengumpulan data dalam bentuk studi literature atau studi pustaka.
Namun meskipun demikian, penelitian hukum normative juga memerlukan
tehnik pengumpulan data empiris, khususnya untuk menggambarkan perilaku
verbal, seperti wawancara. Di sisi lain, penelitian hukum empiris lebih
mengutama data rimer sebagai data dasar, maka tehnik pengumpulan data
lebih mengutamakan tehnik pengumpulan data lapangan, seperti observasi,
survey, angket atau kuesioner dan wawancara.
Terkait dengan perbedaan keutamaan tehnik pengumpulan data dan
analisis, dapat pula dikemukakan perbedaan lainnya yakni tentang prosedur
penentuan sampling. Penelitian hukum normative yang menggunakan analisis
kualitatif umumnya mengutamakan tehnik penetapan sampling dalam bentuk
non-probability sampling seperti purposive sampling, sedangkan penelitian
hukum empiris lebih mengutamakan tehnik probability sampling.
5. perbedaan design penelitian
Perbedaan ini juga terkait erat dengan metode analisis data. Penelitian
hukum normative yang menggunakan metode analisis kualitatif memiliki
design penelitian yang lebih fleksibel. Design yang demikian mengijinkan
perubahan design penelitian ditengah perjalanan penelitian, apabila peneliti
menemukan adanya hal-hal yang spesifik dan lebih penting dari perkiraan
68
Metode Penelitian Hukum
yang disusun dalam design awal. Dalam design yang demikian juga
memungkinkan bahwa pengumpulan data dan analisis dilakukan secara
bersamaan sepanjang penelitian.
Penelitian hukum empiris, yang lebih mengarah pada penelitian sosial,
yang umumnya banyak menggunakan metode analisis kuantitatif memiliki
design penelitian yang ketat. Langkah-langkah dalam penelitian ilmiah
dilakukan secara teratur dan disiplin. Ketepatan design penelitian akan sangat
menentukan keberhasilan penelitian, misalnya jika dasar teori yang
dipergunakan keliru, atau hipotesis keliru atau kerangka pemikiran untuk
menguji hipotesis tidak tepat, maka kesimpulan penelitian juga semakin jauh
dari mendekati kebenaran.
69