Masalah Pembelajaran Matematika
-
Upload
hariyatunnisa-ahmad -
Category
Education
-
view
311 -
download
2
Transcript of Masalah Pembelajaran Matematika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masalah
Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang
untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang
harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan
kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara
menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai masalah.
Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap
pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan disebut
masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat
terjadi bahwa bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan
menggunakan prosedur rutin tetapi bagi orang lain untuk menjawab
pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah
dimiliki secara tidak rutin.
Jadi suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi bisa
hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Schoenfeld (1985) yaitu bahwa definisi masalah selalu relatif bagi
setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan
hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta
belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut.
Hal ini dikatakan oleh Cooney, 1975 bahwa suatu pertanyaan akan
menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan
yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui
oleh si pelaku.
Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang
tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang dapat segera dipergunakan
untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
Suatu pertanyaan merupakan masalah bergantung kepada individu dan
waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang
anak, tetapi mungkin bukan suatu masalah bagi anak lain. Demikian juga
suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang anak pada suatu
saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi anak tersebut pada saat
berikutnya, bila anak tersebut sudah mengetahui cara dan proses penyelesaian
masalah tersebut.
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah :
1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat
dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus
merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.
2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang
telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan
masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.
Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa disebut soal. Soal-soal
matematika dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Latihan yang diberikan pada saat belajar matematika adalah bersifat
berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru
saja diajarkan
2. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa tersebut harus menguasai
hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai
pengetahuan, keterampilan dan pemahaman.
Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu :
1. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau
konkrit, termasuk teka-teki. Bagian utama dari masalah ini adalah :
a. Apakah yang dicari?
b. Bagaimana data yang diketahui?
c. Bagaimana syaratnya?
Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat
menyelesaikan masalah jenis ini.
2. Masalah untuk membuktikan adalah untuk membuktikan bahwa
suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.
Bagian utama dari masalah ini adalah hipotesa dan konklusi dari
sebuah teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat
menyelesaikan masalah jenis ini.
Masalah untuk menemukan lebih penting dalam matematika elementer,
sedangkan masalah untuk membuktikan lebih penting dalam matematika
lanjut.
B. Pengertian Pemecahan Masalah
Pada awal abad ke sembilan belas, pemecahan masalah dipandang
sebagai kumpulan keterampilan bersifat mekanis, sistematik, dan seringkali
abstrak sebagaimana keterampilan yang digunakan pada penyelesaian soal
sistem persamaan. Penyelesaian masalah seperti ini seringkali hanya
berlandaskan pada solusi logis yang bersifat tunggal (Kirkley, 2003).
Menurut Garofalo dan Lester (dalam Kirkley, 2003), pemecahan
masamasah mencakup proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi,
asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi
yang masing-masing perlu dikelola secara terkoordinasi.
Menurut NCTM (2000) memecahkan masalah berarti menemukan cara
atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi
nyata. Sedangkan menurut Polya (dalam Hudoyo, 1979) definisi pemecahan
masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan,
mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.
Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan
yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai.
Memecahkan suatu masalah matematika itu bisa merupakan kegiatan
menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain
dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.
Menurut Polya (Dardiri, 2007 : 28) menjelaskan bahwa pemecahan
masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam
pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dan menggunakan
aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan masalah.
Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain
adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan,
menganalisis dan mengevaluasi.
Selain itu, Dahar (Furqon, 2006 : 40) mengungkapkan bahwa pemecahan
masalah merupakan kegiatan manusia yang mengaplikasikan konsep-konsep
dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya. Bila seorang siswa
memecahkan masalah secara tidak langsung terlibat dalam perilaku berpikir.
Proses belajar menggunakan pemecahan masalah memungkinkan siswa
membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri didasarkan
pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan
akan berjalan aktif dan dinamis.
Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika
dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan
atau prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang
digunakan untuk memecahkan masalah.
Menurut Polya (1971), solusi soal pemecahan masalah memuat empat
langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman
terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu
menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat
memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu
menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan fase kedua
ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah.
Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan
siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Jika
rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau
tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana
yang dianggap paling tepat. Dan langkah terahir dari proses penyelesaian
masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah
dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan
cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi
kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan
masalah yang diberikan.
Tingkat kesulitan soal pemecahan-masalah harus disesuaikan dengan
tingkat kemampuan anak. Berdasarkan hasil penelitian Driscoll (1982), pada
anak usia sekolah dasar kemampuan pemecahan masalah erat sekali
hubungannya dengan kemampuan pemecahan-masalah. Sedangkan pada anak
yang lebih dewasa, misalkan siswa SMU, kaitan antar kedua hal tersebut
sangat kecil.
C. Jenis-jenis Masalah dalam Matematika Beserta Contohnya
Masalah dalam matematika dapat dibagi atas beberapa macam. Para ahli
membagi masalah tersebut dalam berbagai jenis berdasarkan sudut pandang
masing-masing.
Menurut Polya (1957) (dalam Dindyal, 2005: 70), masalah dibagi atas
dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. Hal ini sejalan
dengan pendapat Sternberg dan Ben-Zeev (1996: 32) bahwa masalah
matematika terbagi atas masalah rutin dan masalah tidak rutin.
Masalah rutin adalah suatu masalah yang semata-mata hanya merupakan
latihan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan beberapa perintah atau
algoritma. Contoh: (54 - 45) + (74 – 65) = ___. Ini Adalah masalah rutin
untuk semua siswa sekolah menengah karena apa yang hendak dilakukan
sudah jelas dan secara umum siswa tahu bagaimana menghitungnya.
Masalah tidak rutin lebih menantang dan diperlukan kemampuan
kreativitas dari pemecah masalah. Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996:
32), masalah yang tidak rutin muncul ketika pemecah masalah mempunyai
suatu masalah tetapi tidak segera mengetahui bagaimana memecahkannya.
Contoh:
Dalam sebuah pesta rakyat, banyak pengunjung pria dibandingkan
pengunjung wanita adalah 5 : 2. Bila di antara pengunjung pria itu ada 6
orang yang meninggalkan pesta sebelum pesta usai, maka perbandingan
pengunjung pria dan pengunjung wanita menjadi 2 : 1. Tentukan banyak
pengunjung pesta rakyat itu?
Soal di atas merupakan soal yang tidak rutin karena apa yang dilakukan
tidak jelas. Siswa dapat saja menyelesaikan soal ini dengan jelas tapi salah
dalam merepresentasikan masalahnya.
Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996: 32), beberapa masalah dapat
disebut rutin untuk seorang pemecah masalah tetapi tidak rutin untuk orang
lain. Jika siswa mengetahui rumus jarak = kecepatan x waktu, dan familiar
dengan masalah jarak-kecepatan-waktu, maka soal berikut adalah soal rutin:
Jarak pulau Siompu dan pulau Kabaena adalah 240 mil. Seorang nelayan
menggunakan sebuah perahu motor berangkat dari pulau Siompu pukul 04.30
WITA menuju pulau Kabaena dengan kecepatan rata-rata 75 mil/jam. Di
tengah diperjalanan ia beristirahat 40 menit sambil memancing ikan. Pada
pukul berapakah nelayan tersebut tiba di pulau Kabaena?
Contoh terakhir di atas menjadi soal yang tidak rutin jika siswa tidak
mengetahui atau belum memahami secara baik hubungan antara jarak,
kecepatan, dan waktu atau belum familiar terhadap hubungan ketiganya.
Contoh-contoh masalah yang dikemukakan dalam bentuk soal-soal di atas itu
disebut juga masalah dunia nyata dan merupakan salah satu jenis dari masalah
matematika. Di dalam Wikipedia (2008: 1) disebutkan bahwa masalah
matematika dapat dibagi atas dua macam, yaitu: (1) masalah dunia nyata (real
world problem) atau masalah alami yang lebih abstrak (a problem of a more
abstract nature); dan (2) masalah matematika murni itu sendiri (nature
mathematics).
Masalah matematika dunia nyata adalah suatu pertanyaan yang dikaitkan
dengan keadaan konkrit (Wikipedia, 2008: 1). Masalah dunia nyata
digunakan dalam pendidikan matematika untuk mengajarkan kepada siswa
keterkaitan situasi dunia nyata dengan bahasa matematika yang abstrak.
Keterkaitan matematika dengan dunia nyata yang tampak pada setiap
pernyataan atau soal matematika yang diberikan akan berdampak pada
banyak aspek dalam diri siswa seperti lebih tertarik untuk mempelajari
matematika dan meningkatkan kemampuan berpikirnya. Oleh karena itu,
siswa perlu diarahkan untuk memahami bagaimana menyelesaikan masalah
dunia nyata secara lebih baik.
Sehubungan dengan masalah yang tidak rutin ini, menurut Polya (1973)
(dalam Hudojo, 2001: 164), di dalam matematika terdapat dua macam
masalah, yaitu: (1) masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis,
abstrak atau konkret, termasuk teka-teki; dan (2) masalah untuk membuktikan
adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah -
tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah menemukan adalah: ”Apakah
yang dicari? Bagaimana data yang diketahui? Bagaimana syaratnya?”,
sehingga masalah seperti ini lebih penting dalam matematika elementer,
sedangkan masalah membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut.
Kedua macam masalah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan
siswa mempelajari matematika. Setiap masalah dalam matematika
memerlukan pemecahan dan pemecahan itu harus dapat dibuktikan atau dapat
dikomunikasikan sehingga dapat diterima oleh orang lain.
Jenis masalah dalam pembelajaran SD ada 4 yaitu:
1. Masalah Translasi
Masalah translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas
sehari-hari siswa.
Contoh : Ade membeli permen Sugus 12 buah. Bagaimana cara Ade
membagikan kepada 24 orang temannya agar semua kebagian
dengan adil?
2. Masalah Aplikasi
Masalah aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu
konsep,rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika.
Contoh : suatu kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran
panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Berapa luas kolam tersebut?
3. Masalah Proses/Pola
Masalah proses/pola adalah masalah yang memiliki pola,
keteraturan dalam penyelesainnya.
Contoh : 2 4 6 8 ... Berapa angka berikutnya?
4. Masalah Teka-teki
Masalah teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat
berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam
matematika.
Contoh : Aku adalah anggota bilangan Asli, aku adalah bilangan
perkasa, jika kelipatannku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya
adalah aku, siapakah aku?
Masalah di dalam matematika dapat diklasifikasi dalam dua jenis (Pusat
Kurikulum, 2002 a, b, dan c), yaitu :
1. Penemuan (Problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau
mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dari soal serta
memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.
2. Pembuktian (Problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan
apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan
terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Untuk membuktikan kita
harus membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis
menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu
pernyataan tidak benar kita harus memberikan contoh penyangkalnya
sehingga pernyataan tersebut menjadi tidak benar.
Perhatikan beberapa contoh soal berikut :
a. Apa langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengerjakan 3
1/2: 5 1/4?
b. Tentukan hasilnya bila 1/4 x 6 : 2 1/2 ?
c. Manakah yang lebih luas, kebun yang berbentuk persegipanjang
dengan panjang 314 m dan lebar 12 m atau kolam renang yang
berbentuk lingkaran dengan jari-jari lingkaran 12 m?
d. Ani lebih tua dari Budi, Budi lebih tua daripada Chandra, Chandra
lebih muda daripada Deni. Siapakah yang paling muda di antara
mereka?
e. Diketahui sejumlah bangun geometri datar, yaitu persegi,
persegipanjang, segitiga, lingkaran, belahketupat, jajargenjang,
laying-layang, dan trapesium. Buatlah hubungan di antara mereka
dalam bentuk diagram peta konsep!
f. Dengan cara bagaimana kita menunjukkan 6 dibagi 3 adalah 2?
g. Jelaskan mengapa ?
h. Mengapa bilangan-bilangan ganjil dikalikan dengan bilangan genap
selalu menghasilkan bilangan genap?
i. Mengapa setiap persegi adalah pesegi panjang?
j. Mengapa sebuah relasi belum tentu merupakan fungsi?
Dari soal-soal di atas soal no a-e merupakan masalah penemuan,
sedangkan soal no 6-10 merupakan masalah pembuktian, karena :
a. Pada soal poin a siswa akan menentukan langkah pertama untuk
mendapatkan nilai dari 3 ½ : 5 ¼ (masalah penemuan).
b. Pada soal poin b siswa akan mencari nilai dari 1/4 x 6 : 2
1/2 (masalah penemuan).
c. Pada soal poin c siswa akan menentukan mana yang lebih luas
dengan mencari luas kebun dan kolam renang dengan ukuran
masing-masing yang sudah di tentukan (masalah penemuan).
d. Pada soal poin d siswa akan menentukan kondisi yang sesuai soal
dengan yang diberikan (masalah penemuan).
e. Pada soal poin e siswa akan mencari, menentukan, dan mendapatkan
hubungan bangun geometri datar yang diberikan dalam diagram peta
konsep (masalah penemuan).
f. Pada soal poin f siswa akan menunjukkan bahwa 6 dibagi 3 adalah 2
merupakan pernyataan yang bernilai benar (masalah pembuktian).
g. Pada soal poin g siswa akan menunjukkan bahwa adalah
benar (masalah pembuktian).
h. Pada soal poin h, i dan j merupakan masalah pembuktian diserahkan
kepada Anda sebagai latihan.
Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya.
Kebenaran, ketepatan, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang
diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam
menyusun suatu strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh
guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih
penting darimana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut. Variasi strategi
yang diharapkan muncul dalam pembelajaran siswa SD.
D. Jenis-jenis Pemecahan Masalah Beserta Contohnya
Berikut ini beberapa adalah jenis pemecahan masalah yang diterapkan
dalam pembelajaran siswa sekolah dasar :
1. Bekerja Mundur
Cara ini digunakan ketika pemecah masalah mendapati suatu masalah
yang memiliki titik akhir (end-point) namun mendapati terlalu
banyak/rumit cara untuk menyelesaikan masalah ketika melalui titik
awal permasalahan.
Contoh :
Evelyn, Henry, dan Al bermain suatu permainan. Pemain yang kalah
pada setiap rondenya harus memberikan uang sebanyak uang lawan
pada saat itu kepada masing-masing pemain tersebut. Pada ronde
pertama, Evelyn kalah dan memberi Henry dan Al uang sejumlah
yang mereka punya. Pada ronde kedua, Henry kalah, dan memberi
Evelyn dan Al uang sebanyak yang mereka punya masing-masing. Al
kalah pada ronde ketiga, dan memberi Evelyn dan Henry uang
sebanyak yang mereka punya. Mereka memutuskan untuk berhenti
bermain pada saat itu dan menemukan bahwa uang mereka masing-
masing adalah $24.
Berapa banyak uang mereka masing-masing pada awal permainan?
Penyelesaian :
Pemecah masalah biasanya memulai mengerjakan soal ini dengan
membuat sistem persamaan tiga variabel. Namun, soal menuntut
banyak peran dari pengurangan dan penyederhanaan tanda kurung
sehingga dikhawatirkan kemungkinan terjadi kesalahan menjadi lebih
besar.
Lain halnya jika dikerjakan dengan cara mundur. Pemecah masalah
tidak perlu berhadapan dengan sistem aljabar.
Evelyn Henry Al
Akhir ronde 3 24 24 24
Akhir ronde 2 12 12 48
Akhir ronde 1 6 42 24
Awal Bermain 39 21 12
2. Mencari Pola
Salah satu kecantikan matematika adalah kelogisan dan keteraturan
yang menjadi sifat alaminya. Kelogisan tersebut dapat terlihat secara
‘fisik’ sebagai pola maupun serangkaian pola.
Bergitupula permasalahan matematika, dengan meluangkan sedikit
waktu untuk berpikir, pola dari permasalahan akan muncul dan
memberi jalan bagi pemecah masalah untuk menyelesaikan soal
tersebut.
Contoh :
Tentukan besar digit satuan dari jumlah 1325 + 481 + 5411 !
Penyelesaian :
Untuk perpangkatan dari 13, ditemukan:
Nilai satuan dari perpangkatan bilangan 13 akan berulang yaitu
3,9,7,1,3,9,7,1,. . . setiap 4 periode. Oleh karena itu 135 akan sama
bilangan satuannya dengan 131 yaitu 3.
Untuk perpangkatan dari 4, ditemukan:
Nilai bilangan satuan dari perpangkatan bilangan 4 akan terulang,
yaitu 4,6,4,6,4,6 . . . Setiap 2 periode. Oleh karena itu, 481 akan sama
bilangan satuannya dengan 41, yaitu 4.
Nilai satuan dari perpangkatan 5 pastilah 5. ( 5, 25, 125, 625, . . .)
Jadi nilai satuan dari 1325 + 481 + 5411 adalah 3 + 4 + 5 = 12, yang
mempunyai nilai satuan 2.
3. Mengadopsi Sudut Pandang yang Berbeda
Mengerjakan soal matematika dengan menyelesaikan secara langsung
memang memberikan solusi tetapi belum tentu cara tersebut efesien.
Terkadang, akan sangat menguntungkan bagi pemecah masalah
ketika mencoba mengadopsi sudut pandang yang berbeda dari suatu
permasalahan.
Contoh :
Pada gambar dibawah, ABCD adalah sebuah persegi, P dan Q adalah
titik tengah dari sisi-sisinya. Berapakah perbandingan dari luas
segitiga DPQ terhadap luas persegi.
Penyelesaian :
Penyelesaian umum terhadap permasalahan ini yaitu dengan
meninjau sebuah persegi dengan sisi x, kemudian mencari luas
daerah dari 3 segitiga siku-siku dan menjumlahkannya serta
mengurangkannya dengan luas persegi untuk memperoleh luas
segitiga DPQ.
Namun, jika kita lihat dari sudut pandang yang lain, soal ini akan
lebih mudah dikerjakan.
Pilihlah E dan F sebagai titik tengah dari CD dan AD,
Luas segitiga APD = 14
Luas ABCD
Luas segitiga QCD =
14
Luas
ABCD
Luas segitiga PBQ = 18
Luas ABCD
Jumlah luas ketiga segitiga tersebut adalah
14+ 1
4+ 1
8=5
8 .
Sehingga, luas DPQ adalah 38
dari luas persegi.
4. Menyelesaikan dengan analogi yang lebih sederhana
Sekarang kita telah mengetahui bahwa terdapat banyak cara dalam
memecahkan masalah matematika. Namun, yang menjadi fokus
dalam setiap permasalahan adalah bagaimana menemukan dan
menentukan metode yang terbaik, dan paling efesien.
Salah satu metode yang kadangkala dapat memunculkan jawaban
adalah dengan mengubah soal dalam bentuk yang lebih mudah untuk
dikerjakan. Dengan mengerjakan soal ini diharapkan pemecahan
masalah mendapatkan pengetahuan untuk mengerjakan soal yang
sebenarnya. Metode ini digunakan ketika suatu masalah tidak
menuntut jawaban yang exact.
Contoh :
Diberikan 4 bilangan berikut:
7895
13127
51873
7356
Berapa persen kah rata-rata bilangan tersebut terhadap jumlah
bilangannya?
Penyelesaian :
Misalkan jumlah bilangan adalah S
sehingga rata-rata bilangan tersebut adalah S4
Untuk mencari persen, kita membagi S /4
S=1
4.
Kemudian konversi 14
menjadi persen, didapat 25%.
5. Meninjau Kasus Ekstrim
Beberapa soal dapat dipecahkan dengan mudah dengan meninjau
kasus ekstrim dalam soal tersebut. Dengan meninjau kasus ekstrim
kita mungkin merubah variabel tetapi hanya variabel yang tidak
mempengaruhi soal awal.
Contoh :
Sebuah mobil berjalan dengan kecepatan konstan 55 km/jam.
Pengemudi itu mendapati bahwa mobil kedua tepat 12
km di
belakangnya. Mobil kedua tersebut berhasil mendahului mobil
pertama, tepat 1 menit kemudian. Berapakah kecepatan mobil kedua
berjalan?
Penyelesaian :
Asumsikan bahwa mobil pertama berjalan dengan kecepatan sangat
lambat, yaitu 0 km/jam. Dalam kondisi ini, mobil kedua berjalan 12
km dalam 1 menit untuk mendahului mobil pertama. Maka, mobil
kedua berjalan dengan kecepatan 30 km/jam. Ketika mobil pertama
beranjak dari 0 km/jam, maka mobil kedua akan berjalan 30 km/jam
lebih cepat. Sehingga, jika mobil pertama melintas dengan kecepatan
55 km/jam, maka mobil kedua akan melintas pada kecepatan 85
km/jam.
6. Membuat Gambar (Visualisasi Masalah)
Membuat gambar/visualisasi dalam geometri bukanlah suatu hal yang
baru. Namun bagaimana jika dibuat untuk jenis soal lain?
Gambar/visualisasi akan berfungsi sebagai fasilitator untuk
menyelesaikan masalah dibanding sebagai unsur-unsur dari
permasalahan.
Contoh :
Seorang ahli perhiasan membuat anting perak dari lempengan-
lempengan perak. Setiap lempengan dapat dibuat 1 anting. Hasil sisa
dari 6 lempengan kemudian dapat dilelehkan dan disatukan kembali
membentuk 1 lempengan perak. Ahli perhiasan tersebut memesan 36
lempengan perak untuk memenuhi permintaan pelanggannya. Berapa
banyak anting yang dapat dibuat dari 36 lempengan perak ?
Penyelesaian :
Untuk mempermudah pengerjaan,
penggunaan visualisasi layak
untuk dipertimbangkan.
Sehingga didapat bahwa terdapat
43 anting perak dapat dibuat.
7. Terkaan Cerdas dan Pengujian
Dalam strategi ini kita akan membuat terkaan kemudian mengetesnya
ke dalam soal. Meskipun demikian, metode ini cukup berbeda dengan
trial-and-error karena terjadi pembatasan nilai variabel yang pada
akhirnya terfokus kepada jawaban yang dicari. Dalam metode ini,
jawaban akan terlihat lebih teratur.
Contoh :
Jumlah dari suatu bilangan bulat, kuadratnya dan akar kuadratnya
adalah 276. Tentukan bilangan tersebut !
Penyelesaian :
Kita dapat menggunakan pendekatan dengan cara “meneka dengan
cerdas dan pengujian”.
Perhatikan bahwa kita mencoba menggunakan bilangan kuadrat
terbesar yang kurang dari 276. Kemungkinannya adalah 256. Jika
bilangan ini adalah bilangan kuadrat yang dimaksudkan soal maka
bilangan tersebut adalah 16 dan akar kuadratnya adalah 4.
Dan hasil pengujiannya sebagai berikut:
x+x2+√x=276 ,ternyata 16+256+4=276.
8. Menghitung Semua Kemungkinan
Strategi ini seringkali disebut dengan “mengeliminasi/menghilangkan
kemungkinan” yakni strategi di mana pemecah masalah
menghilangkan kemungkinan jawaban sampai menyisakan jawaban
yang benar.
Tentunya cara ini membutuhkan waktu lebih lama daripada cara-cara
lainnya. Tapi ada kalanya suatu permasalahan lebih baik diselesaikan
dengan cara ini ketika cara yang lain tidak menjanjikan sebuah
jawaban atau terlalu abstrak.
Terkadang proses pengeliminasian kemungkinan jawaban dapat
terjadi secara mental (tanpa melibatkan tulisan).
Contoh :
Jika 4 koin dilempar, berapakah peluang bahwa paling sedikit 2
angka muncul ?
Penyelesaian :
Satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendata
semua kemungkinan kejadian karena akan terlalu rumit untuk
mencoba memformulasi permasalahan ini. Adapun semua
kemungkinannya adalah sebagai berikut:
AAAA AAAG AAGA AGAA
GAAA GGAA AGAG GAAG
AGGA GAGA GGAA AGGG
GAGG GGAG GGGA GGGG
Terdapat 11 kemungkinan kejadian bahwa minimal 2 angka muncul.
Oleh karena itu, peluang kejadiannya adalah 11/16.
9. Mengorganisasi Data
Beberapa orang kadang kebingungan mengerjakan soal yang memuat
atau mengandung unsur-unsur informasi seperti data dsb.
Mengorganisasi ulang data yang diberikan mungkin bisa menjadi
alternatif dalam memandang suatu soal/permasalahan secara visual.
Contoh :
Berapa banyak segitiga pada gambar berikut :
Penyelesaian :
Mulai dengan segitiga ABC, terdapat 1 segitiga.
Kemudian perhatikan segitiga ABC dengan 1 garis dalam, AD.
Terdapat 2 segitiga. (ABD, ADC)
Kemudian tambahkan garis BE, maka terdapat 5 segitiga. (ABG,
BGD, AGE, BEC, ABE)
Lanjutkan dengan menambahkan garis CF, maka terdapat 9. (FBH,
AFC, BHC, AFK, KDC, AKC, FBC, HKG, EHC)
Sehingga total segitiga adalah 17
10. Penalaran LogisTanpa kita sadari kita sering melakukan penalaran secara logis.
Kemampuan melakukan penalaran logis bergantung pada banyak
latihan maupun pengalaman yang telah didapat. Karena materi
matematika salng berhubungan, maka dalam permasalahan
matematika, valid-nya suatu penalaran akan sangat bergantung
terhadap keluwesan dan penguasaan materi-materi matematika
tersebut.
Contoh :
Kerjakan persamaan berikut, dan tentukan nilai x dan y, dimana x dan
y adalah bilangan real :
(x− y2)2+(x− y−2)2=0
Penyelesaian :Dengan penalaran logis dan pengetahuan kita terhadap sistem
bilangan. Sebuah persamaan yang berbentuk a2+b2=0(dimana a dan
b bilangan real) adalah benar jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0,
maka:
x− y2=0 dan x− y−2=0
x= y2 dan x= y+2
Dengan mensubtitusikan x didapat:
y2− y−2=0
( y−2 ) ( y+1 )=0
y=2 y=−1