Masa Kholifah Utsman Bin Affan Dan Ali Bin Abi Tholib
-
Upload
muhammad-khairil-ashar -
Category
Documents
-
view
157 -
download
5
Transcript of Masa Kholifah Utsman Bin Affan Dan Ali Bin Abi Tholib
MASA KHOLIFAH UTSMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THOLIB
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar belakang
Banyak apa yang kita ketahui adalah apa yang kita dengar dan dan kita lihat. Dari banyaknya
kita mendengar, maka banyak pula kita akan mengetahui isi dunia. Kita mengetahui suatu hal
pastinya ada seseorang yang memberitahu baik dengan cara apapun, bercerita, membaca karya
seseorang, melihat dan lain sebagainya. Akan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga
dan bahkan tak ternilai harganya apabila kita mempelajari sebuah sejarah. Karena dari sejarah itu
kita akan mendapatkan berbagai informasi yang bisa memotifasi kita dalam berjuan dalam
kehidupan.
Ir. Soekarno juga mengingatkan kepada kita dengan wejangan “ JAS MERAH” Jangan Sekali-
kali Melupakan Sejarah. Dari sejarah pula kita mengetahi akibat-akibat yang timbul dari suatu
perbuatan baik perbuatan itu buruk atau baik. Terutama kita sebagai mahluk yang hidup setelah
para mahluk yang terdahulu, tentunya sangat memerlukan pengetahuan tentang mereka yang
telah sukses dalam kehidupannya. Mereka adalah cermin bagi kita untuk panutan uamat
selanjutnya.
Kholafaur Rosidin adalah para sahabat nabi yang setia mendampingi perjuangan Nabi, mereka
menggantikan perjuangan dengan tetap memegang ajaran Nabi Muhammad SAW. Terkhususkan
pada makalah ini Kholifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Pada masa itu mereka
mengembangkan peradaban sebagai bentuk kemajuan agama islam yang telah dikembangkan
kholifah sebelumnya yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Maka kita sebagai umat yang
hidup setelah mereka akan mendapatkan jalan lurus apabila mengikuti perjalannya.
1. 2. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang kami paparkan sedemikian rupa, ada beberapa cakupan masalah yang
timbul yang dapat kami rumuskan, yaitu:
Siapakah Utsman Bin Affan Dan Ali bin Abi Thalib?
Bagaimana Proses pemilihan mereka sebagai Kholifah?
Apa yang beliau sampaikan setelah dibaiat?
Bagaimana kebijakan mereka dalam hal politik, ekonomi dan sebagainya?
Bagaimana gaya kepemimpinanya?
Peristiwa apa yang terjadi pada kekholifahannya, peperangan, pemberontakan, dan
peristiwa oenting lainnya?
Kapan dan mengapa kekholifahan mereka berakhir terkait pembunuhan Utsman Dan Ali?
1. 3. Tujuan
Makalah sederhana ini megurai berbabagi hal yang meliputi:
Masa pemerintahan Kholifah Utsman dan Ali
Proses pemilihan Kholifah Utsman dan Ali
Isi pidato mereka setelah dibaiat dan analisis isi pidatonya
Beberbagai kebijakan dari berbagai segi baik politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan
dan lainnya
Gaya kepemipinan mereka
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kekholifahan mereka
Berakhirnya kekholifahan terkain pembunuhan terhadap Utsman dan Ali
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Kholifah Ustman Bin Affan
Setelah Umar wafat karena ditikam oleh Abu Lu’luah, maka estafet kepemimpinannya akhirnya
dilanjutkan oleh Ustman bin affan. Namun kali ini system pengangkatan utsman berbeda dengan
pada masa Umar atau bakar. Utsman bin affan tidak diangkat melalui system penujukan atau
wasiat , melainkan oleh dewan formatur yang terdiri dari lima dari enam orang yang ditunjuk
oleh Umar sebelum beliau meninggal dunia.
Penunjukan tersebut tidak berdasarkan perwakilan golongan, tetapi atas dasar pertimbangan
kualitas pribadi masing masing, yakni karena mereka menurut nabi adalah calon calon penghuni
surga. Hingga akhirnya Utsmanlah yang dipilih menggantikan Umar bin Khottob sebagai
kholifah yang ketiga.[1]
Utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan mhumanis. Namun gaya
kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya nepotisme dalam
pemerintahan Ustman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat pejabat-pejabat Negara dari
kerabatnya sendiri dan kurang mengkomodir pejabat di luar kerabat beliau. Inilah yang
kemudian menyebabkan munculnya kerusuhan dan pergolakan pemerintahannya.[2]
Pada kekholifahan Utsman banyak sebagian umat menganggap pejabat yang diangkat oleh
utsman bertindak tidak adil dan dholim, sehingga mereka meminta kepada Utsman agar
mengganti pejabatnya tersebut. Mereka adalah penduduk mesir, kufah dan basrah yang sepakat
pergi ke madinah untuk meminta secara langsung pencabutan pejabat yang diangkatnya atau
mengundurkan diri dari kekholifahan, tetapi Utsman menilaknya. Atas penolakan tersbeut
mereka berdemo dan megepug rumah beliau. Sebagian dari mereka menyusup kedalam rumah
dan membunuh Utsman yang sedang membaca Al-Qur’an bertepatan beliau sedag berpuasa.[3]
1. 1. Proses Pemilihan Kholifah Utsman
Setelah ditikam oleh abu Lu’luah dan merasa dirinya akan meninggal dunia, maka Umar bin
Khottob memilih tujuh orang yang terdiri dari enam orang yaitu Ali bin abi thalib, utsman bin
affan, Sa’at bin abi Waqosh, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwan dan tholhah bin
Ubaidillah. Keenam orang tersebut memiliki kewajiban memilih dan berhak untuk dipilih, dan
satu orang yang hanya berhak memilih yaitu putra beliau sendiri Abdullah bin Umar.
Setelah Umar wafat, maka mereka segera berunding untuk membahas siapa yang akan
meneruskan tongkat estafet kepemimpinan (kekholifahan). Ketika itu ada pemikiran dari
abdurrahmanbin auf agar mereka dengan suka rela mengundurkan diri dan memberikan
kesempatan kepada orang yang benar-benar paling memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai
kholifah. Tetapi rupanya usul tersebut tidak berhasil, dan ternyata tidak ada satupun yang mau
mengundurkan diri. Kemudian Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri, tetapi yang lain
enggan mengundurkan diri.
Ketika itu sempat terjadi opsi dukung mendukung antara kelompok Ali dan kelompok Utsman.
Namun akhirnya, Utsman bin Affan terpilih menjadi kholifah mengantikan Umar bin Khottob.
Dalam pengankatan Utsman tampak bahwa musyawaroh itu dilaksanakan oleh tokoh-tokoh
senior (tim formatur) tetapi terkesan tidak ada peluang untuk berbeda pendapat, sebagaimana
yang pernah diwariskan oleh Umar bin Khattab, karena khawatir terjadi keributan.[4]
Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat islam. Pada saat
pembaiatan telah selesai, Utsman berpidato di depan kaum muslimin diantara pidatonya adalah:
“ Alhamdulillah, wahai para manusia bertaqwalah kalian kepada allah!, sesungguhnya dunia
yang telah diberitahukan kepada kita oleh Allah bahwa ia hanyalah permainan, hiburan,penghias,
keangkuhan diantara kalian dan memperbanyak harta dan anak. Seperti hujan lebat yang
membuat orang kafir terlena kepada tumbuhan yang tumbuh dan dikemudian hari berubah
menguning dan hancur (membusuk), di akhirat nanti ada tiga hal, siksa Allah yang sangat pedih,
pengampunan dan ridhoNya. Tiada kehidupan dunia kecuali hanyalah kenikmatan yang menipu,
hamba yang paling baik adalah orang yang menyerah dan menyandarkan diri pada Allah dan
kitabNya waktu di dunia”[5]
1. 2. Gaya kepemimpinan
Utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan mhumanis. Namun gaya
kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya nepotisme dalam
pemerintahan Ustman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat pejabat-pejabat Negara dari
kerabatnya sendiri dan kurang mengkomodir pejabat di luar kerabat beliau. Inilah yang
kemudian menyebabkan munculnya kerusuhan dan pergolakan pemerintahannya. Namun
demikian, semasa kepemimpinannya Kholifah Utsman berhasil mengkodifikasikan mushaf Al-
Qur’an yang merupakan salah satu keberhasilan yang luar bisaa.[6]
1. 3. Ekspansi Daerah Kekuasaan
Utsman bin Affan Menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656 Masehi. Ia
merupakan khalifah yang memerintah terlama, yaitu 12 tahun. Dari segi politik, pada masa
pemerintahannya ia banyak melakukan perluasan daerah islam dan merupakan khalifah yang
paling banyak melakukan perluasan. Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai
khalifah. Pada masanya, Islam telah berkembang pada seluruh daerah Persia, Tebristan,
Azerbizan dan Armenia. Pesatnya perkembangan wilayah Islam didasarkan karena tingginya
semangat dakwah menyebarkan agama Islam. Selain itu, sikap para pendakwah Islam yang
santun dan adil membuat Islam mudah untuk diterima para penduduk wilayah-wilayah tersebut.
Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah khalifah pertama
yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan
dengan keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang
akan ditaklukkan harus melalui perairan, Utsman berinisiatif untuk membentuk angkatan laut.
Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari laut.[7] Hal ini semakin
memperkuat alasan Utsman untuk membentuk angkatan laut dan Utsman memberkan
kepercayaan tersebut kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.[8]
1. 4. Perekonomian
Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya melanjutkan
pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Namun,
pada masa Utsman, Ia dianggap telah melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang
dari baitul maal untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang
tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping dari segi baitul
maal, Utsman juga meningkatkan pertanian.Ia memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan
yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan perpajakan yang telah
ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan
baik sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam
hal perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan
sebagainya.
1. 5. Sosial budaya dan pendidikan
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam[9]. Dengan
adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut dengan
tujuan mengajarkan agama Islam.Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli
dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik.Dari segi
sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan.Hal ini merupakan sebuah
terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid.Utsman juga melakukan
penyeragaman bacaan Al Qur’an juga perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah Saw, Beliau memberikan
kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al Qur’an menurut
lahjah (dialek) masing-masing. Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-
bangsa yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi[10].Akhirnya
sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan.
Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf
yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan
Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang
melaksanakan haji setiap tahunnya.
1. 6. Akhir Kekholifahan
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, enam tahun
pertama merupakan masa pemerintahan yang baik dan enam tahun terakhir adalah merupakan
masa pemerintahan yang buruk. Pada akhir pemerintahan Utsman, terjadi banyak konflik, seperti
tuduhan nepotisme dan tuduhan pemborosan uang Negara.Tuduhan pemborosan uang Negara
karena Utsman dianggap terlalu boros mengambil uang baitul maal untuk diberikan kepada
kerabatnya, dan tuduhan nepotisme karena Utsman dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang
merupakan kerabatnya.Padahal tuduhan ini terbukti tidak benar karena tidak semuanya pejabat
yang diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meski kerabatnya sendiri, jika pejabat tersebut
melakukan kesalahan, maka Utsman tidak segan-segan untuk menghukum dan memecatnya.
Sayangnya, tuduhan nepotisme itu terlalu kuat. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa
Utsman melakukan nepotisme. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan Syiah, yaitu golongan
yang sangat fanatik terhadap Ali dan berharap Ali yang menjadi khalifah, bukan Utsman. Fitnah
yang terus melanda Utsman inilah yang memicu kekacauan dan akhirnya menyebabkan Utsman
terbunuh di rumahnya setelah dimasuki oleh sekelompok orang yang berdemonstrasi di depan
rumahnya. Setelah meninggalnya Utsman, Ali lalu ditunjuk menjadi penggantinya untuk
mencegah kekacauan yang lebih lanjut.[11]
1. 7. Terbunuhnya Kholifah Utsman
Utsman bin Affan terbunuh di rumahnya sendiri pada saat penduduk mesir dan kuffah
beranggapan bahwa Utsman telah melakukan nepotisme dan didukungnya golongan yang fanatik
terhadap Ali bin Abi Thalib dan berharap Ali yang menjadi kholifah. Anggapan tersebut muncul
dari seorang berdarah yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’, hingga akhirnya mereka pergi
ke Madinah untuk meminta Utsaman memecat pejabat yang dianggap menyeleweng atau
mengundurkan diri dari kekholifahan, tetapi permitaan itu ditolak oleh Utsman.
Penolakan tersebut mengakibatkan konflik yang sangat besar. Mereka mengepung rumah
Utsman dan menyusup kedalam. Utsman yang saat itu sedang membaca Al-Qur’an dan berpuasa
dibunuh oleh Hamron bin Sudan As Syaqy yang kemudian membuka pintu perpecahan antara
kaum muslimin.[12]
1. B. Kholifah Ali Bin Abi Thalib
Setelah Utsman bin Affan wafat maka kepemimpinan dipegang oleh Ali bin Abi Tholib. Ali bin
abi thalib diangkat menjadi kholifah pada bulan juni tahun 565 M melalui pemilihan dan
pertemuan terbuka.[13] Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang
khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya
Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab,
kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia dibai’at menjadi
khalifah. [14]
Sejarah mencatat bahwa pengolahan urusan pemerintahan ali juga selalu mengutamakan tradisi
musyawarah sebagaimana pendahulunya, meskipun sudh kurang efektif, sebab telah terjadi
friksi-friksi yang tajam dikalangan umat islam, yaitu antara kelompok Umayyah (pendukung
Muawiyah) dan hasyimiyah (pendukung Ali)[15]
Tidak mengherankan jika kemudian diakhir kepemimpinan ali, sempat terjadi konflik-konflik,
seperti perang jamal (onta) antara Ali dan Aisyah, perang shiffin antara Ali dan Muawiyah yang
membelot sampai terjadinya tahkim(masing-masing pihak memilih seorang hakim) pada tahun
34 H.[16]
1. 1. Proses pemilihan Kholifah Ali bin Abi Tholib
Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu per satu yang
ada di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak.
Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan
Ali menjadi khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar
bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki agar urusan
itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior
terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera
mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia
dibai’at menjadi khalifah. [17]
Ali dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti
Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin
Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah
bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Abdullah dan Saad
misalnya bersedia membai’at kalau seluruh rakyat sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan
Zubair, mereka membai’at secara terpaksa. Mereka bersedia membai’at jika nanti mereka
diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah.
Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan pembai’atan.Setelah pelantikan selesai,
Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi.
Setelah memuji dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata:“Sesungguhnya Allah telah
menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan. Maka ambillah
yang baik dan tinggalkan yang buruk. Allah telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah!
Maka Allah menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang
haram dengan jelas, memuliakan kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya,
menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat
menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah seorang
muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi kepentingan umum,
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja,
dari sejengkal tanah hingga binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya.
Bila melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah.”
“Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap
khalifah-khalifah yang dulu daripada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan.
Akan tetapi, jika pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan
rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan
umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.”[18]
1. 2. Gaya Kepemimpinan
Syayyidina Ali dikenal sebagai kholifah yang pemberani (brave), cerdas (smart) pandai bermain
pedang dan pandai menulis. Beliau juga seorang orator ulang. Beliau adalah orang yang pertama
kali masuk islam dan golongan anak muda.
Gaya kepemimpinan ali boleh dibilang sangat tegas dan berani mengambil langkah-langkahyang
cukupberesiko. Gaya kepemimpinannya juga memang mencerminkan pribadi yang berakhlak
dan berbudi pekerti. Beliau adalah tipe orang yang suka berterus terang,tegas bertindak dan tidak
suka “berminyak air”. Ia tidak takut kepada celaan siapapun dalam menjalankan kebenaran,
meskipun hal itu cukup beresiko bagi dirinya.
Setelah diangkat sebagai kholifah, Ali bin Abi Thalib mengambil langkah tegas diantaranya
mencatat kepala-kepala daerah yang diangkat oleh Utsman dan dikirimkanlah kepala baru untuk
menggantikannya, termasuk Muawiyah yang digantikan oleh Sabi’ bin Junaif sebagai gubernur
Syam. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tidak beralasan
diambil kembali oleh Ali untuk dikemblikan kepada Negara.[19]
Tidak mengherankan jika kemudian diakhir kepemimpinanya, sempat terjadi konflik-konflik,
seperti terjadinya perang saudara antra friksi Ali dan Muawiyah, ataupun dengan Aisyah istri
Rosulullah SAW. Hingga pada akhirnya Ali terbunuh pada saat mengimami sholat subuh di
masjid Kuffah pada tanggal 20 Ramadlan tahun 41 H (661 M).[20]
1. 3. Perkembangan kebudayaan dan pendidikan
1. Ilmu Nahwu Dan Shorof
Ali yang dikenal sebagai orang jenis (gerbang ilmu/ Bab al-ilm) menempati posisi yang unik
sebagai intelektalitas terbesar di antara para sahabat Nabi. Selain itu, ia juga dikenal sebagai
Bapak Ilmu pengetahuan, karena itulah pada masa pemerintahannya mulai muncul dan
berkembang beberapa ilmu pengetahuan, di antaranya adalah sebagia berikut:
Ilmu nahwu dan ilmu lughah lahir dan berkembang di Basrah dan Kufah. Hal ini disebabkan
karena kedua kota tersebut banyak bermukim berbagai kabilah Arab yang berbicara dengan
bermacam-macam dialeg bahasa, bahkan di sana juga banyak bermukim orang-orang Ajam yang
berbahasa Persia. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Pembina dan penyusun pertama bagi dasar-
dasar ilmu tata bahasa Arab tersebut yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Aswad ad-Duali.
Dengan adanya ilmu itu, khalifah Ali berjasa dalam memperbaharui gramatika tulisan Arab,
dengan membuat rumus-rumus tanda baca, seperti titik dan harakat untuk memudahkan kaum
muslimin membaca al-Qur’an atau berkomunikasi melalui tulisan.[21]
1. Ilmu Hadits
Dalam bidang ilmu hadis, khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha untuk memelihara hadis, dengan
cara berhati-hati dalam meriwayatkan suatu hadis. Hal ini terbukti dengan perkataannya: “Jika
aku mendengar suatu dari Rasul, maka semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan apa
yang Beliau kehendaki dari hadis itu. Jika orang lain meriwayatkan kepadaku, maka aku
memintanya bersumpah, dan jika mau bersumpah, maka aku membiarkannya”. Masa
pemerintahan khalifah Ali diwarnai dengan masa permulaan pemalsuan hadis, yang mayoritas
dibuat oleh pendukungnya, Syiah yang bertujuan untuk melawan politik dari musuh-musuh
mereka. Golongan Syi’ah ini membuat keuatamaan (fadha’il) dari sisi-sisi positif Ali dan
menonjolkan sisi-sisi negatif Muawiyah dan para pendukung Bani Umayyah. Dari kejadian
inilah, maka ‘ulmu al-hadis dibuat dan dikembangkan oleh muhadditsin pada masa itu.[22]
1. Ilmu Mistik
Ahli mistik terkenal, Junaid al-Baghdadi mengakui bahwa Ali memiliki otoritas paling tinggi
dalam ilmu mistik. Ali menghabiskan banyak waktu untuk mistik. Dari ilmu mistik inilah, maka
akan melahirkan apa yang disebut sekarang dengan ilmu tasawuf.[23]
1. Berkembangnya Pemikiran Rasional (Teologi)
Proses perkembangan pemikiran muslim tidak lepas dari adanya pergolakan politik pada masa
kekhalifahan Ali, yang menimbulkan perang Shiffin dan memunculkan golongan Khawarij.
Golongan Khawarij inilah yang pertama kali memprakarsai terhadap berkembangnya
teologi/ilmu kalam, yaitu tentang kufr.
Selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib berlangsung, tidak ada masa sedikit pun dalam masa
pemerintahannya itu yang dapat dikatakan stabil. Ia menghadapi berbagai pergolakan dan
konflik internal di kalangan umat Islam. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya
tidak ada peradaban yang penting dan tidak dihasilkan. Ada beberapa peradaban yang dihasilkan
ada masa Ali bin Abi Thalib, adalah sebagai berikut:
1. 4. Bidang Politik
1. Mulai berkembangnya paham demokrasi.
Paham demokrasi ini merupakan paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij.
Menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam.[24]
1. Berdirinya partai-partai politik
Adanya partai-partai politik di kubu umat Islam disebabkan oleh:
Golongan Utsman dibawah pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan yang
mengumandangkan semboyan menuntut darah Utsman. Dua sahabat terkenal (Zubair dan
Thalhah) dan isteri Nabi Aisyah berpihak kepada golongan Utsman.
Golongan Ali, yang mana dalam golongan tersebut terdapat dua golongan yang
terkemuka, yaitu golongan Syi’ah dan Khawarij[25].
Partai-partai politik tersebut berdampak pada adanya gangguan dan goncangan terhadap sendi-
sendi dalam Daulah Islamiyah yang masih berusia muda ini.
1. 5. Budaya
Dengan berkembangnya sistem politik di masa khalifah Ali, maka hal tersebut mewarnai pola
dan corak kehidupan masyarakat pada waktu itu. Ali dikenal sebagai orang yan memiliki sikap
egalitarian yang sangat tinggi dan memberikan contoh sebagai sosok seorang kepala negara yang
berkedudukan sama dengan rakyat lainnya.
Ali ingin mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan
Umar sebelumnya. Namun kondisi masyarakat yang kacau balau dan tidak terkendali lagi
menjadikan usaha Ali tidak banyak berhasil. Adapun usasha-usaha yang dapat dilakukannya
adalah sebagai berikut:
Mendirikan beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk
khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya
Mengembangkan hukum Islam. Selain sebagai khalifah, Ali juga dikenal sebagah seorang
mujtahid yang agung dan ahli hukum pada zamannya, dan terbesar di segala zaman. Ia
mampu menetapkan aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara
keseluruhan dan menyelesaikan semua masalah rumit dan yang paling musykil
sekalipun. Hal ini tergambar pada suatu riwayat yang mengisahkan tentang dua wanita
bertengkar memperebutkan seorang bayi laki-laki. Masing-masing menyatakan bayi itu
anaknya. Kemudian kedua perempuan itu dibawa menghadap Ali. Sesudah
mendengarkan penjelasan dari masing-masingnya, ia memerintahkan agar bayi itu
dipotong-potong. Mendengar hal ini, seorang dari wanita tadi langsung menangis sambil
memohon agar khalifah menyelamatkan bayi. Kemudian khalifah langsung memberikan
bayi itu, karena ia tahu bahwa itulah ibu yang sesungguhnya. Selain itu, Ali bin Abi
Thalib dikenal juga sebagai ahli fuqaha (ahli dalam bidang ilmu fiqih)[26]
1. 6. Bidang kesenian
1. Seni Sastra
Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu tokoh sastra yang hebat. Ia menulis syair dan beberapa
prosa (terutama dalam bentuk surat atau nasehat). Selain itu ia juga dikenal sebagai ahli retorika
di kalangan kaum muslimin, beliau mengayakan dunia dengan beratus-ratus pidatonya yang
mempunyai nilai sastera yang tinggi.
1. Seni Kaligrafi
Diketahui bahwa masa pemerintahan Ali merupakan kelanjutan dari pemerintahan Utsman, di
mana pada masa khalifah Utsman tersebut teknik penulisan al-Qur’an sangat berkembang
sampai kepada masa khalifah Ali. Adapun kaligrafi yang berkembang pada saat itu adalah kufi.
Khat kufi memiliki ciri-ciri yang spesifik, yakni berbentuk kaku, bersiku-siku atau bersudut-
sudut dengan garis lengkung pada huruf-huruf tertentu saja.
1. 7. Bidang Pemerintahan dan Ekspansi Militer
Dalam bidang pemerintahan ini, Ali berusaha mengembalikan kebijaksanaan khalifah Umar bin
Khattab pada tiap kesempatan yang memungkinkan. Ia melakukan beberapa hal, yaitu:
1. Membenahi dan menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan dan
menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah.
2. Membentuk kantor hajib (perbendaharaan)
3. Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan pengawal)
4. Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim (Usman Said: 85), suatu unsur pengadilan yang
kedudukannya lebih tinggi dari qadhi (memutuskan hukum) atau muhtasib (mengawasi
hukum). Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tidak dapat
diputuskan oleh qadhi atau penyelesaian perkara banding.
5. Mengorganisir polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang
kemiliteran, kaum muslimin pada masa khalifah Ali telah berhasil meluaskan wilayah
kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan ditumpas, orang
Arab mengadkan penyerangan laut atas Konkan (pantai Bombay). Negarawan yang juga
ahli perang ini mendirikan pemukiman-pemukiman militer di pebatasan Syiria. Sambil
memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang
tangguh di Utara perbatasan Parsi.[27]
6. 8. Bidang Ekonomi
1. Perdagangan
Sistem kebijaksanaan perdagangan yang diterapkan Ali tidak jauh berbeda dengan yang
diterapkan oleh khalifah sebelumnya, Umar bin Khattab. Ia hanya melanjutkan beberapa
kebijakan yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab.
1. Pertanian
Dalam sektor pertanian ini, khalifah Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yan telah
diambilnya dari Bani Umayyah dan para penduduk lainnya. Hal ini digunakan untuk menambah
devisa negara.
1. Mengelola dan melestarikan kembali Baitul Mal[28]
Baitul Mal merupakan suatu karya budaya Islam yang berupa perbendaharaan negara dan
mempunyai tanggung jawab atas pengelolaan keuangan dan kas negara. Pada masa pemerintahan
khalifah Ali, ia dengan teguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh khalifah
kedua Umar bin Khattab. Harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan kepada rakyat dengan
adil dan merata.
1. 9. Peperangan Pada Masa Kholifah Ali Bin Abi Tholib
1. Perang Jamal
Dinamakan demikian, karena dalam prang itu Aisyah sebagai pemimpin mengendarai unta.
Dalam memimpin pasukan, ia dibantu oleh Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidilah
Asal mula perang ini adalah munculnya rasa tidak puas di kalangan sahabat terhadap Ali yang
menunda pengusutan terhadap pembunuh Utsman bin Affan. Dengan pengangkatannya sebagai
khalifah, mereka berharap masalah itu segera ditangani secara tuntas. Namun, Ali sendiri ingin
menyelesaikannya setelah keadaan menjadi tenang. Pada suasana demikian menurutnya,
penyelidikan dapat dilakukan dengan seksama. Prinsip tersebut tidak dapat diterima oleh mereka
yang menghendaki pengusutan sesegera mungkin dan mereka langsung membentuk pasukan
untuk menentang Ali.
Adapun tujuan mereka tidak lain adalah untuk memaksa khalifah agar segera mengusut
pembunuhan Utsman bin Affan yang merupakan syarat utama dari baiat yang mereka berikan.
Ali tidak juga memperlihatkan sikap yang pasti untuk menegakkan hukum syariat Islam terhadap
para pembunuh Utsman. Sehingga Aisyah bergabung dengan Thalhah dan Zubair menggerakkan
kabilah-kabilah Arab untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Setelah dirasa mempunyai
kekuatan yang besar, Aisyah dan pasukannya memutuskan menyerang pasukan Ali di Kufah,
yang sebetulnya pasukan Ali dipersiapkan untuk menghadapi tantangan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan di Syiria. Ali sebenarnya ingin menghindari peperangan. Beliau mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair agar mereka mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai.
Namun, ajakan tersebut ditolak. Akhirnya pertempuran dahsyat antara keduanya pecah, yang
selanjutnya dikenal dengan “Perang Jamal”.[29] Dalam perang tersebut yang terjadi di Basrah,
pasukan Aisyah (kurang lebih sebanyak 20.000 orang) terbunuh. Thalhah bin Ubaidilah terpanah
dan meninggal dalam perjalanan mengundurkan diri. Zubain bin Awwam terbunuh pada akhir
pertempuran.[30]
Pertempuran inilah yang terjadi pertama kali diantara kaum muslimin. Walaupun pasukan
Aisyah mengalami kekalahan, Aisyah tetap dihormati oleh Ali dan pengikutnya sebagai Ummul
Mu’minin. Bahkan setelah pertempuran usai, Khalifah Ali mendirikan perkemahan khusus untuk
Aisyah. Dan keesokan harinya Aisyah dipersilahkan pulang kembali ke Madinah yang dikawal
oleh saudaranya sendiri, Muhammad bin Abi Bakar. Demikianlah sejarah terjadinya perang
jamal yang merupakan perang pertama antara sesama umat Islam dalam sejarah Islam.
1. Perang Siffin
Dari Basrah, Ali kemudian membawa pasukannya ke Kufah[31]. Perhatiannya kini tertuju pada
Muawiyah bin Abu Sufyan yang bermarkas di Damaskus. Tindakan pertama yang dilakukan
oleh khalifah Ali adalah mengutus Jarir bin Abdullah untuk menyampaikan surat kepadanya dan
menawarkan perundingan. Akan tetapi, Muawiyah tetap pada pendiriannya dan terkesan untuk
membuka perang saudara. Hal ini disebabkan karena ia merasa kecewa terhadap kebijakan Ali
bin Abi Thalib tentang pemberhentiannya sebagai gubernur di Syam (yang jabatannya digantikan
oleh Sabi bin Junaif). Selain itu, Muawiyah bin Abu Sufyan juga menuntut qisas para pembunuh
Utsman bin Affan.[32] Bahkan mereka menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan Utsman.
Selain itu mereka tidak mengakui kekhalifahan Ali.Hal ini bisa dilihat dari situasi kota
Damaskus pada saat itu. Mereka menggantung jubah Utsman yang berlumuran darah bersama
potongan jari janda almarhum di mimbar masjid. Sehingga hal itu menjadi tontonan bagi
rombongan yang berkunjung.
.Pada akhir Dzulhijjah 36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan gabungan menuju keSyiria
utara. Dalam perjalanannya mereka menyusuri arus sungai Euprate, namun arus sungai tersebut
telah dikuasai oleh pihak Mu’awiyah dan pihak Mu’awiyah tidak mengizinkan pihak Ali
memakai air sungai tersebut. Awalnya Ali mengirim utusan pada Mu’awiyah agar arus sungai
bisa digunakan oleh kedua pihak, namun Mu’awiyah menolak. Akhirnya Ali mengirim
tentaranya dibawah pimpinan panglima Asytar al-Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai
tersebut. Meskipun sungai tersebut dikuasai pihak Ali, mereka ini tetap mengizinkan tentara
Mu’awiyah memenuhi kebutuhan airnya.
Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan garis pertahanan di dataran Shiffin,
dan Ali masih berharap dapat mencapai penyelesaian dengan cara damai. Ali mengirim utusan
dibawah pimpinan panglima Basyir bin Amru untuk melangsungkan perundingan dengan pihak
Mu’awiyah. Pada bulan Muharram 37 H/658 Mmereka mencapai persetujuan yakni
menghentikan perundingan untuk sementara dan masing-masing pihak akan memberi jawaban
pada akhir bulan Muharram. Sebenarnya hal ini sangat merugikan Ali karena akan mengurangi
semangat tempur tentaranya dan pihak lawan bisa memperbesar kekuatannya. Maka bulan Saffar
37 H/685 M terjadilah perang siffin dengan kekuatan 95.000 orang dari pihak Ali dan 85.000
orangdari pihak Mu’awiyah. Pada saat perang, Imar bin Yasir (orang pertama yang masuk
Islamd i kota Mekkah) tewas. Tewasnya tokoh yang sangat dikultuskan ini membangkitklan
semangat tempur yang tak terkirakan pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak korban pada
pihak Mu’awiyah dan panglima Asytar al-Nahki berhasil menebas pemegang panji-panji perang
pihak Mu’awiyah dan merebutnya. Bila panji perang jatuh pada pihak lawan maka akan
melumpuhkan semangat tempur. Pada saat terdesak itulah pihak Mu’awiyah[33], Amru bin Ash
memerintahkan mengangkat al-mushaf pada ujung tombak dan berseru marilah kita bertahkim
kepada kitabullah. Namun pada saat itu Ali memerintahkan untuk tetap berperang karena beliau
tahu itu hanya tipu muslihat musuh.Tapi sebagian besar tentaranya berhenti berperang dan
berkata jikalau mereka telah meminta bertahkim kepada kitabullah apakah pantas untuk tidak
menerimanya, bahkan diantara panglima pasukannya Mus’ar bin Fuka al Tamimi mengancam:
“Hai Ali, mariberserah kepada kitabullah jikalau anda menolak maka kami akan berbuat
terhadap andaseperti apa yang kami perbuat pada Usman.”Akhirnya Ali terpaksa tunduk
karena beliau menghadapi orang-orang sendiri. Sejarah mencatat korban yang tewas dalam
perang ini 35.000 orang dari pihak Ali dan 45.000 orang dari pihak Mu’awiyah.Peperangan ini
diakhiri dengan takhkim (arbitrase).Akan tetapi hal itu tidak dapatmenyelesaikan masalah,
bahkan menyebabkan terpecahnya umat Islam menjadi tigagolongan. Diantara ketiga golongan
itu adalah golongan Ali, pengikutMu’awiyah dan Khawarij (orang-orang yang keluar dari
golongan Ali). Akibatnya, diujungmasa pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik.[34]
1. Peristiwa Tahkim
Peristiwa tahkim berawal dari pidato Ali bin abi thalib kepada para pasukan yang bertujuan
untuk member support semangat karena beliau yakin bahwa beliau berjuan di atas kebenaran.
Kabar pidato Ali bin Abi Thalib itu terdengar oleh Muawiyah. Ia melihat kekalahan sudah di
depan mata pasukannya. Segera ia memanggil Amr bin Ash sebagai konsultannya agar
mencarikan rencana peperangan esok hari. Amr bin Ash berkata: “Menurutku, pasukanmu sudah
tidak seperti bala tentara Ali, dan kau juga bukan dia. Ali akan memerangimu karena kebenaran,
sedangkan kau memeranginya karena perkara lain. Kau berperang untuk tetap hidup, tetapi dia
berperang agar cepat mati. Orang-orang Irak takut kepadamu bila kau memenangkan peperangan
ini. Sementara penduduk Syam tidak takut bila Ali yang memenangkan peperangan ini.
Sekarang, lemparkan sebuah isu yang bila diterima oleh pasukan Ali sekaligus membuat mereka
berselisih satu dengan lainnya, dan bila mereka menolaknya, tetap saja dampaknya sama; mereka
akan berselisih. Ajak mereka untuk meletakkan Al-Quran sebagai pemutus dan hakim antara
engkau dan mereka”.
Muawiyah segera memerintahkan pasukannya untuk mengangkat mushaf (kitab) Al-Quran ke
atas dengan cara menancapkannya di ujung tombakdan berseru bahwa Al-Qur’anlah yang
akanmenjadi pemutus diantara Ali dan Muawiyah. Seruan yang penuh dengan tipu muslihat ini
bagaikan petir yang menyambar kepala pasukan Ali bin Abi Thalib. Keadaan mulai tidak tenang,
timbul bisik-bisik di sana sini. Akhirnya, mereka pun terpengaruh dengan seruan tersebut
Menyaksikan keadaan yang semakin kacau dan tak terkendali, Ali bin Abi Thalib tetap tidak
mau melaksanakan tahkim tersebut dan tetap menyerukan peprangan harus dilanjutkan karena
sudah akan memasuki pintu kemenangan. Tetapi mayoritas orang irak meminta agar Ali
mengabulkan keinginan mereka. Dan hingga akhirnya dengan terpaksa ali menyetujui tahkim
tersebut.
Ternyata, ujian yang menimpa Ali bin Abi Thalib tidak hanya datang dari pasukannya yang telah
teperdaya. Karena, mungkin sekali setelah itu pasukan musuh akan mendapatkan kepentingan
politis lewat perundingan yang akan diadakan sebagai konsekuensi menerima seruan
sebelumnya. Peluang tersebut akan semakin terbuka bila para pembangkang perintah Ali a.s.
mau mengikuti permainan yang sedang dijalankan musuh; dengan memilih seorang juru runding
dalam proses rekonsiliasi tersebut. Bila itu sampai terjadi, Ali sudah mempersiapkan orang untuk
berunding dengan pihak Muawiyah. Orang itu adalah Abdullah bin Abbas atau Malik Al-Asytar,
sebab ia percaya pada keikhlasan dan kewaspadaan dua sahabat ini.
Namun pada saat yang sama, orang-orang yang telah teperdaya oleh provokasi Muawiyah
bersikeras agar Abu Musa Al-Asy’ari dijadikan sebagai juru runding mereka. Ali bin Abi Thalib
segera berbicara tegas: “Sebelum ini, kalian telah membangkang perintahku, maka sekarang
jangan kalian membangkang lagi. Aku tidak mengutus Abu Musa karena dia tidak bisa
dipercaya. Dia telah memisahkan dirinya dariku dan menjauhkan orang-orang dariku; ketika
hendak berperang dengan pasukan Aisyah di Kufah, kemudian ia lari dariku lalu aku memberi
jaminan keamanan kepadanya beberapa bulan setelah kejadian itu”.
Muawiyah dan Amr bin Ash mampu memorak-porandakan kubu Ali bin Abi Thalib karena
dibantu dari dalam oleh Al-Asy’ats bin Qais yang memainkan peran musuh dalam selimut.
Secara aklamatif, Amr bin Ash terpilih menjadi juru runding kubu Muawiyah untuk merumuskan
poin-poin kesepakatan bersama Abu Musa Al-Asy’ari.
Poin penting dalam perjanjian itu adalah gencatan senjata dan pembubaran perang, dan kedua
pihak harus kembali kepada Kitab Allah dan Sunah Nabi dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi. Pelaksanaan kesepakatan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak
ditunda hingga bulan Ramadhan tahun 37 H. Perjanjian itu sendiri ditulis pada bulan Safar di
tahun yang sama.
Yang aneh adalah masalah penuntutan balas atas pembunuhan Utsman bin Affan. Masalah ini
sama sekali tidak dicantumkan, walaupun hanya sekedar sinyalemen saja. Padahal sebelumnya,
penuntutan balas ini telah dijadikan alasan peperangan oleh orang-orang seperti Muawiyah dan
kroni-kroninya.Dan telah disepakati bahwa tempat perundingan dua juru itu untuk proses tahkim
akan diadakan di Daumatul Jandal.namun dibalik semua itu Malik Al-Asytar yang diminta untuk
menjadi saksi tidak mau menandatangani perjanjian tersebut.
1. Perang Nahrawain
Setelah terjadi tahkim sebagian tentara Ali tidak terima dengan sikap Ali yang menerima
arbitrase karena itulah mereka keluar dari pihak Ali yang selanjutnya dikenal dengan nama
Khawarij. Pihak Khawarij berkesimpulan bahwa:
ü Mu’awiyah dan Amru bin Ash beserta pengikutnya adalah kelompok kufur karena telah
mempermainkan nama Allah dan kitab Allah dalam perang Shiffin, maka mereka wajib dibasmi.
ü Ali dan pihak-pihak yang mendukung terbentuknya majlis tahkim adalah ragu terhadap
kebenaran yang telah diperjuangkan , padahal banyak korban yang jatuh untuk membelanya.
Untuk itu Ali telah melakukan dosa besar.
ü Dan yang membenarkan pembentukan majlis tahkim adalah mengembangkan bid’ahdan
membasmi kaum bid’ah adalah kewajiban setiap Muslim.
ü Pemuka kelompok ini adalah Abdullah bin Wahhab al Rasibi. Sebenarnya Ali tidak ingin
memerangi kelompok Khawarij tapi karena kelompok ini keterlaluan dalam bersikap diantaranya
membunuh keluarga shahabat Abdullah bin Wahhab dengan sadis sekali hanya karena menolak
untuk menyatakan keempat khalifah sepeningggal Nabi adalah kufur, selain itu mereka juga
membunuh utusan yang diutus oleh Ali.
ü Ali menggerakkan pasukannya dan kedua pasukan bertemu pada suatutempat bernama
Nahrawan, terletak dipinggir sungai tigris (al dajlah).[35]
Sebelum perang diumumkan, Ali masih punya harapan untuk menyadarkankaum Khawarij. Dan
Ali memberikan amnesti bersyarat yang berbunyi: “Barang siapa pulang kembali ke Kufah,
akan memperoleh jaminan keamanan.”Sejarah mencatat setelahitu 500 orang diantara mereka
ber-iktijalsebagian pulang ke Kufah dan sebagian lagipindah ke pihak Ali sehingga kelompok
Khawarij tinggal 1.800 orang.Dengan begitu pecahlah perang Nahrawan, korban berjatuhan dari
pihak Ali karenakeberanian kelompok Khawarij sangatlah terkenal, walaupun demikian
kemenanganberada dipihak Ali dan tokoh/pemuka Khawarij, Mus’ar al Tamimi, Abdullah bin
Wahhabtewas dalam peperangan ini.Golongan Khawarij ( orang-orang yang keluar dari barisan
Ali bin Abi Thalib) yang bermarkas di Nahrawain benar-benar merepotkan Ali sehingga
memberikan kesempatan pada pihak Mu’awayah untuk memperkuat dan memperluas
kekuasannya sampai mampumerebut Mesir. Akibatnya sangat fatal pada pihak Ali. Tentara Ali
semakin lemah, sementara kekuatan Mua’wiyah bertambah besar, keberhasilan Mu’awiyah
mengambil posisi Mesir berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari
pihakAli.[36]
1. 10. Terbunuhnya Ali Bin Abi Tholib
Kaum khowarij tidak henti hentinya membuat gaduh di dalam kalangan islam, mereka
berpendapat bahwa pangkal kekacauan yang banyak membawa korban umat islam adalah tiga
orang imam yaitu Ali bin abi thalib, Muawiyah bin Abi sofyan dan Amr bin Ash. Kaum khowarij
mengirim tiga orang[37] yang disuruh untuk membunuh ketiga imam tersebut. Namun dari
ketiga utusan tersebut hanya Abdurrahman bin Muljam yang berhasil menikam Ali bin Abi
tholib saat mengimami sholat subuh di masjid Kuffah. Sedangkan Al Barak bin Abdillah At
Tamimy menunggu Muawiyah selesai sholat subuh dan menikam Muawiyah, tetapi hanya
terkena pinggul dan Al Barak mati terbunuh ditangan Muawiyah. Yang terakhir adalah Amr bin
Bakri membunuh wakil yang dikira Amr bin Ash karena Amr bin Ash tidak berangkat
mengimami Sholat lantaran sakit perut.[38]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sejarah peradaban pada masa kholifah Utsman dan Ali, kita melihat berbagai pengetahuan
tentang bagaimana agama islam berkembang pada masa kekholifahan mereka. Ada berbagai
perkembangan yang ada pada saat itu, diantaranya perkembangan dari segi ekonomi, politik,
pendidikan, dan lain sebagainya. Mereka juga memiliki gaya kepemimpinan yang tersendiri, hal
itu sesuai dengan karakter dan pendirian mereka masing-masing.
Pada masa keduanya juga terjadi berbagai peristiwa yang menjadi sebuah sejarah penting bagi
umat setelahnya sebagai pelajaran yang berharga. Dari berbagai peristiwa itu mereka menyikapi
dengan penuh ikhlas dan perjuangan. Walaupu hingga akhirnya mereka terbunuh karena agama
Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin Muhadi, Abd. Mustaqim, Studi kepemimpinan Islam, Semarang, Toha putra, 2008.
Abdul Jabar Umar, khulasotun Nuril Yaqin juz 3, Surabaya, Maktabah Al Hikmah, 1965.
Santoso Agus, Modul Hikamah SKI kelas XII semester ganjil, Sragen, Akik Pusaka, 2009.
Abdurrahman Dudung, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009
Hj.Shafiah, Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Oktober 2008.
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/11/sejarah-peradaban-islam-masa-utsman-dan.html
http://www.balaghah.net/nahj-htm/id/id/bio-imam/002.htm
[1] Muhadi Zainudin dan Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama Press,
2008, hal. 69.
[2] Ibid, hal 73
[3] Umar Abdul Jabbar, “Kholasotu Nuril Yaqin juz tiga,” Maktabah Al Hikmah, 1985, hal. 47.
[4] Ibid, hal. 70.
[5] Umar Abdul Jabbar, “Kholasotu Nuril Yaqin,” Maktabah Al Hikmah,1985, hal 44.
[6] Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama Press, 2008, hal 73-74.
[7] Raja Roma mempersiapkan tentara yang sangat besar sekali untuk menyerang kaum
muslimin, ia mengirim enam ratus perahu untuk melawan pasukan muslim yang dipimpin oleh
Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Mendengar hal tersebut Muawiyan bin Abi Sofyan datang
membantu. Hingga akhirnya pasukan roma dapat dikalahkan dan daerah tersebut menjadi
kekuasaan Utsman yang akhirnya disebut dengan daulah bahriyyah.
[8] Ibid, hal47.
[9] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009, hal.59..
[10] Ibid, hal.58.
[11] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/11/sejarah-peradaban-islam-masa-utsman-dan.html
[12] Ibid, hal. 48.
[13] Ibid, hal. 70.
[14] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/sejarah-peradaban-imlam-masa-ali-bin,html
[15] Ibid, hal. 71.
[16] Ibid, hal. 71.
[17] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/sejarah-peradaban-imlam-masa-ali-bin,html
[18] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/sejarah-peradaban-imlam-masa-ali-bin,html
[19] Ibid,hal. 74.
[20] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/sejarah-peradaban-imlam-masa-ali-bin,html
[21] Hj.Shafiah, Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008.
[22] Ibid.
[23] Ilmu yang berhubungan dengan akhlaq baik terhadap manusia terutama kepada Tuhan.
[24] Hj.Shafiah, Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober
2008.
[25] Pada awalnya kaum syiah dan khowarij adalah front Ali bin abi tholib, tetapi setelah
terjadinya peristiwa tahkim muncullah kedua kaum ini, kaum syiah adalah kaum yang tetap
memikuti ali bin Abi Tholib, sedangkan Khowarij adalah kaum yang keluar dari kelompok Ali
karena tidak setuju atas perjanjian tahkim yang dilaksanakan di dumatul jandal, baca Hikmah,
modul team musyawaroh Guru bina PAI ,2009, hal. 25.
[26] Ibid, hal. 98.
[27] Ibid, hal. 78.
[28] Baitul mal digunakan sebagai pusat perekonomian Negara dalam menyimpan keuangan
Negara. Lembaga ini meneruskan dari kholifah Umar bin Khotob.
[29] Jamal adalah salah satu nama dari unta yang masih muda.
[30] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/sejarah-peradaban-imlam-masa-ali-bin,html
[31] Kuffah adalah daerah yang dianggap oleh Ali bin Abi Tholib sebagai daerah yang strategis
melihat Perluasan wilayah negeri Islam yang harus diimbangi dengan sebuah ibukota yang
terpusat secara administratif dan politis. Untuk itu, ibukota harus berada di wilayah yang
strategis sehingga dapat bergerak cepat mencapai semua titik di negeri Islam.
[32] Ibid, hal. 74.
[33] Melihat pasukan Muawiyahyang diambang pada kekalahan segera ia menemui Amr bin Ash
untuk meminta agar segera mengambil tindakan dalam strategi lain, Amr bin Ash menyuruh agar
mengangkat Al-Qur’an diujung tumbak.
[34] Ibid.
[35] Ibid, hal. 99.
[36] Ibid, hal. 76.
[37] http://majelispenulis.blogspot.com/2011/11/sejarah-peradaban-islam-masa-utsman-dan.html
[38] Umar Abdul Jabbar, “Kholasotu Nuril Yaqin juz tiga,” Maktabah Al Hikmah,1985, hal. 47.