Marasmus III
-
Upload
yuliana-muharrami -
Category
Documents
-
view
62 -
download
4
description
Transcript of Marasmus III
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada masa anak. Jumlah kematian akibat gizi buruk ini terjadi terutama pada
negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Lebih dari 90% anak di dunia
lahir hidup di negara berkembang setiap tahun dan 35.000 dari mereka meninggal
setiap hari karena masalah gizi.1
Gizi buruk terjadi akibat masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak
cukup, atau akibat penyerapan makanan yang tidak benar. Masukan makanan
yang kurang dapat diakibatkan oleh kurangnya penyediaan makanan, kurangnya
sumber makanan, faktor-faktor emosi, dan kebiasaan makan yang tidak teratur.
Kebutuhan nutrien pokok dapat bertambah selama stres atau sakit serta selama
pemberian antibiotik.1
Seseorang yang mengalami gizi buruk lebih rentan terhadap infeksi,
dibanding dengan anak-anak yang normal. Selain itu gizi buruk dapat berdampak
pada pertumbuhan anak dan gangguan dalam perkembangan kognitif maupun
interaksi dengan sesama.
Pencegahan yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan mendeteksi
dini anak-anak yang mengalami gizi buruk. Namun, evaluasi status nutrisi yang
tepat sangat sukar dilakukan. Gangguan berat lebih mudah kita tentukan, tapi
gangguan ringan dapat terabaikan. Diagnosis gizi buruk berdasar pada
pemeriksaan fisik, data antropometri, dan riwayat makanan.1
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identifikasi Pasien
Nama : Jihan Talita Ulfa
Umur/ Tgl Lahir : 3 bulan/3-12-2014
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : jemi iskandar
Nama Ibu : Tia
Bangsa / Suku : Indonesia / Palembang
Agama : Islam
Alamat :dusun II tanjung Baru indralaya utara
Dikirim Oleh : YK Madira
MRS Tanggal : 6 – 3 – 2015
2.2 Anamnesis
Tanggal : 15 – 12 – 2014
Diberikan oleh : Alloanamnesis terhadap ibu pasien
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama : Berat badan turun
2. Keluhan Tambahan : Muntah
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 1 bulan smrs penderita tidak mengalami kenaikan BB.
penurunan BB terjadi saat anak mengalami muntah dan
mencret akibat meminum susu formula. Frekuensi muntah3-
4x/hari, muntah berupa susu yang diminum. Frekuensi mencret
1-2x/hari. darah (-), lendir (-), mual (-), muntah (-), demam
(-)menggigil (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-),
suara serak (-), mengi (-), batuk seperti mengonggong (-), nafsu
makan menurun (-)..
3
± 1 hari smrs penderita masih mengalami muntah dan
diare. demam hilang timbul (-), menggigil (-), kejang (-), batuk
(-), pilek (-), sesak nafas (-), suara serak (-), mengi (-), batuk
seperti mengonggong (-), nafsu makan menurun (-). Anak
semakin lemas dan menolak untuk disusui. Ibu penderita juga
menyampaikan bahwa penderita tampak semakin kurus dan
berat badan tidak naik-naik sehingga ibu penderita membawa
pasien ke YK madira yang kemudian dirujuk ke IGD RSMH
dan dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit sebelumnya disangkal
Riwayat Sosio Ekonomi
Ayah pasien seorang mekanik, ibu pasien seorang ibu rumah
tangga. Untuk spesifik pekerjaan dan penghasilan ibu pasien
tidak ingin cerita lebih mendalam. Kesan: Sosioekonomi
menengah kebawah.
a. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Ibu
Status :Penderita adalah anak pertama
Masa kehamilan : 9 bulan, aterm
Partus : normal, spontan, langsung menangis
Ditolong oleh : bidan
Tanggal : 3-12-2014
BB : 2 kg
PB : 49 cm
Pemberian Vit K : tidak tahu
R/ ibu demam (-), KPSW (-), ketuban kental (-), hijau (-), bau (-)
4
2. Riwayat Makanan
ASI : -
Susu Botol : sejak lahir – sekarang, frekuensi perhari tidak diketahui
Bubur Susu : -
Nasi Tim : -
Nasi biasa : -
Kesan : Asupan makan kurang
3. Riwayat Imunisasi
DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur
BCG 1
DPT 1 - DPT2 - D DPT 3 -
Polio 1 - Polio 2 - P Polio 3 -
Hepatitis B1 - Hepatitis B2
- Hepatitis B3 -
CaCampak -
Kesan : sejauh ini imunisasi lengkap
4. Riwayat Keluarga
Jumlah saudara : 1
Riwayat penyakit : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama
dikeluarga disangkal. Ibu pernah mengalami
abortus spontan
Pedigree :
Keterangan:
: Ayah
: Ibu
5
: Pasien
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi pertama : -
Berbalik : 3 bulan
Berjalan : -
Berbicara :-
1
Kesan : perkembangan fisik belum dapat dinilai
6. Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : tidak ada
Ngompol : s/d sekarang
Aktivitas : tidak aktif
Membangkang : tidak ada
Ketakutan : tidak ada
Kesan : perkembangan mental dalam batas normal
7. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
2
Parotitis : tidak ada
Difteri : tidak ada
Tetanus : tidak ada
Campak : tidak ada
Varisela : tidak ada
Typhoid : tidak ada
Demam lama : tidak ada
Radang paru : tidak ada
TBC : tidak ada
Lumpuh : tidak ada
Otitis media : tidak ada
Muntah berak : tidak ada
Batuk/pilek : ada, tapi jarang
Kecacingan : tidak ada
Patah tulang : tidak ada
Jantung : tidak ada
Sendi bengkak: tidak ada
Kecelakaan : tidak ada
Operasi : tidak ada
Keracunan : tidak ada
Sakit kencing : tidak ada
Sakit ginjal : tidak ada
Alergi : tidak ada
Perut kembung: tidak ada
Malaria : tidak ada
DBD : tidak ada
Kejang : tidak ada
Asma : tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran :
Posisi : supinasi
BB : 2,8 kg
PB : 50 cm
BB/U : di bawah -3 SD
PB/U : di bawah -3 SD
BB/PB : di bawah -3SD
Kesan status gizi : gizi buruk
Edema : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Ikterus : tidak ada
3
Pucat : tidak ada
Suhu : 36,50C
Frekuensi napas : 48 x/menit
Tipe pernapasan : abdominotorakal
Nadi
Frekuensi : 128 x/menit
Isi : cukup
Equalitas : equal
Regularitas : reguler
Pulsus defisit : tidak ada
Pulsus alternans : tidak ada
Pulsus paradox : tidak ada
Pulsus tardus : tidak ada
Pulsus celler : tidak ada
Pulsus magnus : tidak ada
Pulsus parvus : tidak ada
Pulsus bigeminus : tidak ada
Pulsus trigeminus : tidak ada
Kulit
Warna : pucat CRT <3”
Hiperpigmentasi : tidak ada
Hipopigmentasi : tidak ada
Eritema : tidak ada
Makula, papula : tidak ada
Vesikel : tidak ada
Pustula : tidak ada
Sikatrik : tidak ada
Edema : tidak ada
Turgor : kembali lambat
Hemangioma : tidak ada
Ptekie, purpura : tidak ada
b. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Rambut : Tipis, kemerahan, mudah rontok.
Mata
Palpebra : edema (-/-)
Kelopak mata : cekung
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor
Diameter : 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Hidung
Bentuk : normal
Napas cuping hidung : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut
Bibir
Bentuk : normal
Warna : merah muda
Mukosa : kering
Ukuran : 3,5 cm
Ulkus : tidak ada
Rhagaden : tidak ada
Sikatriks : tidak ada
Cheilosis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Labioschizis : tidak ada
Bengkak : tidak ada
Vesikel : tidak ada
Oral trush : tidak ada
Trismus : tidak ada
Bercak Koplik : tidak ada
Palatoschizis : tidak ada
Gigi
Kebersihan : cukup
Karies : tidak ada
Hutchinson : tidak ada
Gusi : hipertrofi tidak ada, perdarahan tidak ada
Lidah
Bentuk : normal
Gerakan : normal
Tremor : tidak ada
Warna : merah muda
Selaput : tidak ada
Hiperemis : tidak ada
Atrofi papil : tidak ada
Makroglosia : tidak ada
Mikroglosia : tidak ada
Faring Tonsil
Warna : merah muda
Edema : tidak ada
Selaput : tidak ada
Pembesaran tonsil : tidak ada
Ukuran : T0-T0
Simetris : simetris
Telinga
Bentuk : normal
Aurikula : normal
Cairan : tidak ada
Serumen : dalam batas normal
Leher
Inspeksi
Struma : tidak ada
Bendungan vena : tidak ada
Limphadenopati : ada
Tortikolis : tidak ada
Bullneck : tidak ada
Parotitis : tidak ada
Palpasi
Kaku kuduk : tidak ada
Pergerakan : luas
Struma : tidak ada
Thoraks Depan dan Paru
Inspeksi Statis
Bentuk : normal
Simetris : simetris
Vousure cardiac : tidak terlihat
Clavicula : normal
Sternum : normal
Bendungan vena : tidak ada
Tumor : tidak ada
Sela iga : iga gambang (-)
Inspeksi Dinamis
Gerakan : simetris
Bentuk pernapasan : abdominotorakal
Retraksi : tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur iga : tidak ada
Tumor : tidak ada
Krepitasi : tidak ada
Stem fremitus : kanan = kiri
Perkusi
Tidak dilakukan
Auskultasi
Bunyi napas pokok : vesikuler (+)
Bunyi napas tambahan
Ronkhi : tidak ada
Wheezing : tidak ada
Jantung
Inspeksi
Vousure cardiac : tidak terlihat
Ictus cordis : terlihat
Pulsasi jantung : tidak terlihat
Palpasi
Ictus cordis : teraba
Thrill : tidak teraba
Perkusi
Tidak dilakukan
Auskultasi
Bunyi jantung I
Mitral : normal
Trikuspid : normal
Bunyi jantung II
Mitral : normal
Trikuspid : normal
Irama derap : tidak ada
Opening snap : tidak ada
Click : tidak ada
Bising jantung : ada
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : datar
Umbilikus : normal
Ptekie : tidak ada
Spider nevi : tidak ada
Bendungan vena : tidak ada
Gambaran usus : tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Nyeri lepas : tidak ada
Defans muscular : tidak ada
Meteorismus : tidak ada
Perkusi : timpani
Nyeri ketuk : tidak ada
Undulasi : tidak ada
Shifting dullness : tidak ada
Auskultasi
Bising usus : normal
Hepar
Tidak teraba
Lien
Tidak teraba
Ginjal
Tidak teraba
Lipat Paha dan Genital
Kulit : baggy pants (+)
Kelenjar getah bening : normal
Edema : tidak ada
Sikatriks : tidak ada
Genitalia : normal
Anus : normal
Status Neurologis
Fungsi MotorikLengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni eutoni eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
Fungsi sensorik + (normal) + (normal) + (normal) + (normal)
Nervi craniales : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : -
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen Darah (29 Januari 2014)
Komponen Hasil Pemeriksaan Nilai NormalHemoglobin 7,7 11,3-14,1g/dlLeukosit 14,4 x 103 5.000- 10.000 /μLTrombosit 160 x 103 150.000 – 400.000/μLHematokrit 22% 36-42Hitung jenis
Basofil 0 0-1 %Eosinofil 11 1-3 %Neutrofil 15 2-6 %Limfosit 66 20-40 %Monosit 8 2-8 %
Ureum 29 16,6 – 48,5 mg/dl
Kesan : alergi (eusinofilia), leukositosis, anemia
2.5 Resume
± 1 bulan smrs penderita tidak mengalami kenaikan BB. penurunan
BB terjadi saat anak mengalami muntah dan mencret akibat
meminum susu formula. Frekuensi muntah3-4x/hari, muntah berupa
susu yang diminum. Frekuensi mencret 1-2x/hari. darah (-), lendir (-),
mual (-), muntah (-), demam (-)menggigil (-), kejang (-), batuk (-),
pilek (-), sesak nafas (-), suara serak (-), mengi (-), batuk seperti
mengonggong (-), nafsu makan menurun (-)..
± 1 hari smrs penderita masih mengalami muntah dan diare. demam
hilang timbul (-), menggigil (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), sesak
nafas (-), suara serak (-), mengi (-), batuk seperti mengonggong (-),
nafsu makan menurun (-). Anak semakin lemas dan menolak untuk
disusui. Ibu penderita juga menyampaikan bahwa penderita tampak
semakin kurus dan berat badan tidak naik-naik sehingga ibu penderita
membawa pasien ke YK madira yang kemudian dirujuk ke IGD
RSMH dan dirawat.
Pasien seorang bayi perempuan berusia 3 bulan 8 hari datang dengan
keluhan utama berat badan turun ± 1 bulan smrs. Perjalanan penyakit
dimulai ± 1 bulan smrs penderita tidak mengalami kenaikan BB.
penurunan BB terjadi saat anak mengalami muntah dan mencret
akibat meminum susu formula. Frekuensi muntah3-4x/hari, muntah
berupa susu yang diminum. Frekuensi mencret 1-2x/hari. darah (-),
lendir (-), mual (-), muntah (-), demam (-)menggigil (-), kejang (-),
batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), suara serak (-), mengi (-), batuk
seperti mengonggong (-), nafsu makan menurun (-)..
Kemudian ± 1 hari smrs penderita masih mengalami muntah dan
diare. demam hilang timbul (-), menggigil (-), kejang (-), batuk (-),
pilek (-), sesak nafas (-), suara serak (-), mengi (-), batuk seperti
mengonggong (-), nafsu makan menurun (-). Anak semakin lemas
dan menolak untuk disusui. Ibu penderita juga menyampaikan bahwa
penderita tampak semakin kurus dan berat badan tidak naik-naik
sehingga ibu penderita membawa pasien ke YK madira yang
kemudian dirujuk ke IGD RSMH dan dirawat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 128 x/menit,
frekuensi napas 48 x/menit, temperatur 36,50C, terlihat anak sangat
kurus. Dari status antropometri didapatkan BB/PB, BB/U, dan PB/U < -
3SD. Pada pemeriksaan kulit didapatkan kulit keriput. Pada pemeriksaan
thoraks didapatkan iga gambang. Pada pemeriksaan lipat pantat
didapatkan gambaran “baggy pants”. Pada pemeriksaan laboratorium
diketahui hemoglobin 7,7 g/dL, leukosit 14.400/μL, dan eosinophil 11 %
2.6 Diagnosis Banding
Marasmus Kondisi III + PJB sianotik
Marasmus Kondisi III + prlongued diare
2.7 Pemeriksaan Penunjang
T4 Free, TSH
2.8 Diagnosis Kerja
Marasmus Kondisi III + PJB sianotik
2.9 Terapi
Fase transisi (hari ke-3) F-100 mulai ditambah sampai mencapai
volume minimum yaitu 175cc/kali (sebelumnya 155cc/kali), dengan
penambahan 10-15cc tiap pemberian.
Timbang BB perhari
Cek DPL/ fungsi hati/ fungsi ginjal/ elektrolit/ urinalisa/ BSS/ CRP/
LED/ gambaran darah tepi/ feces rutin
Cegah hipotermia/hipoglikemia
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia et bonam
Quo ad fungsionam : dubia et bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kurang Energi Protein (KEP)
3.1.1 Batasan
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein
dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.4
3.1.2 Patofisiologi
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi,
dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi
lainnya. 4
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan
asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi,
pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder
bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya
penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi
meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan
nutrisi. 4
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,
dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan
lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres
katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga
dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi
pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi
ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini
terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-
kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai
dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). 4
Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan,
atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim. 4
3.1.3 Gejala Klinis
Kekurangan Energi Protein merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah
umur 5 tahun serta ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Susenas 2002,
26% balita menderita gizi kurang dan gizi buruk.5
Pada KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, terutama
pada berat ringannya kelainan. Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan
energi protein , KEP diklasifikasikan menjadi KEP ringan(gizi kurang) dan
KEP berat (gizi buruk)5. KEP berat dibagi menjadi Marasmus, Kwashiorkor,
Marasmus-Kwashiorkor. System Welcome Trust Working Party
membedakan berat badan dan oedema sebagai berikut:3
1. Kwashiorkor BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedema
2. Marasmus-Kwashiorkor BB kurang dari 60% dari BB baku disertai
oedema
3. Marasmus BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema
Undernutrition dipakai untuk keadaan defisiensi berbagai nutrisi yang
lebih khusus ditujukan kepada defisiensi energi yang sifatnya ringan.
Underweight hanya dipakai untuk keadaan dengan berat badan yang lebih
rendah dari berat badan baku.3
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh
tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis,
kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok,
cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy
pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut,
diare dan anemia.4
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus
kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan
lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering
disertai penyakit infeksi dan diare.4
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.4
3.1.4 Faktor Penyebab
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.
Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan
menurunkan angka kematian. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang
menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut antara lain:
a. Pola makan4
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang sangat
diperlukan untuk mencegah KEP karena banyak orang tua yang tidak
tahu dan mengabaikan pentingnya keseimbangan gizi.
b. Faktor Ekonomi4
Kemiskinan penduduk membuat mereka sulit untuk mendapatkan gizi
yang baik dan berkualitas.
c. Faktor Infeksi4
Telah lama diketahui adanya sinergi antara KEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun memperburuk status gizi. KEP walaupun derajat ringan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi terutama pada anak-
anak di bawah 5 tahun apalagi disertai infeksi tuberculosis.
Dari penelitian Endy P. Prawirohartono yang membahas Faktor-faktor
yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita selama masa krisis
ekonomi di Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa faktor resiko yang
potensial yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada anak dibawah 5
tahun yaitu status asupan ASI, status higiene anak, tuberkulosis.6
3.1.5 KEP Ringan / Sedang
Istilah lain adalah gizi kurang atau undernutrition. Keadaan ini
seringkali pada masa menyusui berkisar umur 9 bulan dan 2 tahun.
Gambaran yang mencolok adalah adanya terkena infeksi, adanya anemia,
berkurangnya aktivitas jasmani, serta hambatan perkembangan mental dan
psikomotor sedangkan perubahan rambut dan kulit jarang ditemukan.3
a. Infeksi
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadinya
infeksi, khususnya gastroenteritis, campak dan pneumonia.
Penyebab lain seringnya terjadi dan rentannya terhadap infeksi pada
anak dengan gizi kurang adalah karena berkurangnya cadangan
metabolisme.3
b. Anemia
Jenis makanan yang mengakibatkan kurang gizi umumnya kurang
mengandung besi, asam folat dan berbagai vitamin, sehingga pada
kebanyakan anak dengan gizi kurang disertai oleh adanya anemia
ringan sampai sedang. Gambaran sumsum tulang menunjukkan
adanya hipoplasia dan pada kebanyakan kasus juga gambaran
defisiensi dan anemia megaloblastik.3
c. Aktivitas Jasmani
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus KEP. Anak
tampak lesu dan tidak bergairah dan pada anak yang lebih tua terjadi
penurunan produktivitas kerja.3
d. Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor merupakan
karakteristik KEP. Kemampuan bicara dan berjalan umumnya lebih
lambat dari anak normal. Kelainan ini umumnya segera pulih pada
terapi nutrisi yang adekuat.3
e. Perubahan warna kulit dan rambut
Umumnya terjadi pada kasus yang berat. Kadang terdapat rambat
yang kasar, disamping ukuran antropometri yang berkurang di
beberapa daerah berkembang.3
3.1.6 KEP Berat
a. Kwashiorkor
Agar tercapai keseimbangan nitrogen yang positif, bayi dan anak
dalam masa pertumbuhan memerlukan protein lebih banyak
dibandingkan dengan orang dewasa. Keseimbangan nitrogen yang
postif pada orang dewasa tidak diperlukan, karena kebutuhan
protein sudah terpenuhi bila keseimbangan tersebut dapat
dipertahankan. Pada anak bila keseimbangan nitrogen yang positif
tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat ia akan menderita
malnutrisi protein yang mungkin berlanjut dengan kwashiorkor.
Meskipun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi
karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrien
lainnya ditambah dengan konsumsi setempat yang berlainan, maka
akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di beberapa
negara. Umumnya defisiensi protein disertai pula oleh defisiensi
energi, sehingga pada seorang kasus terdapat gejala kwashiorkor
maupun marasmus.3
Etiologi
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang
berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan
nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik,
malabsorpsi kronik, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom
nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, dan penyakit hati.3
Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan
yang sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh
jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah
gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema
dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan
terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum
yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet
mengandung cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jariangan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini yang menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat
timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati ke
depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbuna lemak dalam
hati.3
Gejala Klinis3
Anak nampak sembab, cengeng,mudah terangsang
Gejala yang terpenting: Pertumbuhan terhambat
Berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan BB baku.
Penurunan BB ini tidak mencolok atau mungkin tersamar
dengan edema anasarka
Edema anasarka (ringan atau berat)
Jaringan otot mengecil dengan tonus yang menurun
Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan
diare
Rambut berwarna pirang, kasar dan kaku, mudah dicabut
Anak mudah terinfeksi terjangkit infeksi akibat defisiensi
imunologik
b. Marasmus-Kwashiorkor
Menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Gejala yang umum adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti
edema, dermatosis, perubahan rambut, hepatomegali,perubahan
mental, hipotrofi otot, jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil,
anemia, defisiensi vitamin. Berat badan dengan edema kurang dari
60% nilai berat badan terhadap umur pada standar yang baku.3
Penyakit penyerta yang sering ditemukan antara lain
ISPA ,Bronkopneumoni, Koch Pulmonum, ISK, penyakit parasit
dan diare. Tidak jarang penyakit ini menjadi faktor penyebab
utama marasmus-kwashiorkor, misal diare menahun atau
Tuberkulosis. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut harus
diobati secara tuntas.3
Penatalaksanaan marasmus kwashiorkor dalam garis besarnya
terdiri dari terapi nutrisi, pengobatan penyakit penyerta dan
penyuluhan gizi terhadap keluarga.3
c. Marasmus
Gejala Klinis4
Penampilan wajah seperti orang tua
Rambut kering, tipis dan mudah rontok
Kurus kering,kulit kering, dingin, dan mengendor
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi hingga tulang terlihat jelas
Rewel, cengeng walaupun telah diberi minum
Sering terbangun waktu malam hari
Nafsu makan menghilang
Sering diare atau konstipasi
3.1.7 Diagnosis
1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan
fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar
lengan atas menurut tinggi badan)
4. Analisis diet
Klasifikasi :
1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3.1.8 Penatalaksanaan
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
I. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan
penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
1) Atasi hipoglikemia7,8
Jika Anak sadar
a. Makanan saring/ cair 2-3 jam sekali
b. Tidak dapat makan air gula
Penurunan kesadaran glukosa IV, rujuk RS
2) Atasi Hipotermia7,8
Penatalaksanaanya :
- Hangatkan anak dengan selimut tebal
- Pantau suhu setiap seteng ah jam sekali
3) Atasi Dehidrasi7,8
Jika masih menyusui, maka teruskan ASI setengah jam sekali tanpa
berhenti. Jika masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral 50 ml ( 3
sendok makan) /30 menit dengan ReSoMal. Bila ReSomal tidak ada,
maka oralit diencerkan 2 kali. Jika tidak dapat minum rehidrasi IV
dengan RL atau D5% dan NaCl dengan perbandingan 1:1.
4) Pemulihan gangguan elektrolit7,8
Ketidakseimbangan elektrolit dapat memicu edema, namun jangan atasi
edema dengan diuretik. Tatalaksana: diet rendah garam dan rehidrasi
dengan oralit 1 ltr diencerkan 2 kali + 4 gr KCl + 50 gr gula .
5) Pengobatan dan pencegahan infeksi7,8
Berikan antibiotik spektrum luas. Biasanya KEP disertai diare. Akan
berkurang dengan pemberian makanan. Tatalaksana dengan metronidazol
7,5 mg/kgBB 3x/hari. Bila diare berlanjut rujuk ke RS.
6) Pemberian makanan balita7,8
Pemberian makanan dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa. (fase stabilisasi : 1-2 hari). Pemberian Formula WHO
75/modifikasi/ Modisco ½. Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekuensi BAB dan konsistensinya
- Berat badan (harian)
7) Perhatikan masa tumbuh kejar balita7,8
Fase Transisi (minggu ke dua): formula WHO 75 menjadi Formula
WHO 100 atau pengganti. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7) :formula
WHO 135 (atau pengganti).
Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makan
Zat Gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 80-100 kkal/KgBB/hari 100-150
kkal/KgBB/h
ari
150-220
kkal/KgBB/ha
ri
Protein 1-1,5 gr/KgBB/hari 2-3 gr/KgBB/hari 4-6 gr/KgBB/hari
Cairan 130 ml/KgBB/hari atau
100
ml/KgBB/hari
bila oedem berat
150 ml/KgBB/hari 150-200
ml/KgBB/hari
8) Penanggulangan zat gizi mikro7,8
Pemberian Fe dimulai setalah nafsu makan anak membaik dan BB mulai
naik.
9) Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional7
Kasih sayang
Lingkungan yg ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit
Kerlibatan ibu (memberi makan,bermain,memandikan, dan lainnya)
Aktivitas fisik segera setelah sembuh
10) Persiapan tindak lanjut di rumah7
Kriteria pemulangan anak :
1. Selera makan sudah bagus,
2. Ada perbaikan kondisi mental
3.Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau
berjalan, sesuai dengan umurnya
4.Suhu tubuh berkisar 36,5-37,5 c
5.Tidak ada muntah atau diare
6.Tidak ada edema
7.Terdapat kenaikan berat badan >5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut
–turut atau kenaikan sekitar >50g/kgBB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut
8. Sudah berada di kondisi gizi kurang(BB/TB > -3SD dan tidakada
gejala gizi buruk)
II. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2
dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya
keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3
jam selama 7-10 hari
Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering
disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(K-permanganat) 1% selama 10 menit
2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn
peroral
3. Parasit/cacing
Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan
mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri :
Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux
(seringkali anergi) dan Rontgen foto toraks. Bila positif atau sangat
mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
III. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan
sulit membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian
cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-
hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan
pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi
pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai
berikan formula khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik.
Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan
berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan
(dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula
(F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi
dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4
g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
3.1.9 Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, umumnya penderita dapat ditolong
walaupun diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan untuk tercapainya berat
badan yang lumayan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna,
biasanya pertumbuhan fisis hanya terpaut sedikit dibandingkan
dengan anak sebayanya. Namun perkembangan intelektualnya akan
mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan
defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila
penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih
terjadi proliferasi, mielinisasi, dan migrasi sel otak.3
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 10 bulan datang dengan
keluhan utama muntah-muntah ± 2 hari smrs. Perjalanan penyakit dimulai ± 1
bulan smrs, pasien demam yang hilang timbul disertai batuk berdahak dan
nafsu makan yang menurun. Kemudian ± 1 minggu smrs, pasien tampak kurus
dan semakin malas makan. ± 2 hari smrs pasien muntah-muntah 3-4x isi apa
yang dimakan banyaknya ± 5 sendok makan, selain itu pasien tampak
semakin kurus dan timbul bengkak di kedua kaki. Pasien lalu dibawa ke IGD
RSMH. Dari hasil anamnesis ini dapat kita lihat bahwa usia pasien ini 2 tahun
10 bulan. Usia ini termasuk ke dalam risiko seorang anak untuk mengalami
gizi buruk dimana usia terbanyak penderita gizi buruk adalah <5 tahun. Gizi
buruk pada pasien ini dicurigai akibat dari adanya infeksi saluran pernafasan.
Berdasarkan gejala, batuk yang lama dapat merupakan TB paru, pertussis,
atau asma. Nmun pada anamnesis tidak ditemukan adanya suara mengi dan
batuk seperti menggonggong sehingga kecenderungan untuk mengarah ke TB
paru lebih besar. Selain dari faktor infeksi pada pasien ini juga ditemukan pola
makan yang buruk seperti hanya 2-3 sendok makan saja lalu makanan diganti
menjadi makan keripik dan ciki-ciki saja. Kemudian dari hasil anamnesis kita
temukan bahwa pasien mengalami bengkak pada kaki, hal ini kemungkinan
besar disebabkan oleh kurangnya produksi albumin dalam tubuh akibat proses
pemecahan protein unuk diubah menjadi energi (gluconeogenesis), pasien ini
mengalami muntah-muntah sehingga pasien ini masuk ke dalam kondisi III.
Riwayat sosio ekonomi keluarga ini termasuk kedalam kategori menengah
kebawah, hal ini juga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam
timbulnya suatu keadaan gizi buruk.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 112 x/menit, frekuensi
napas 25 x/menit, temperatur 36,80C, terlihat anak sangat kurus. Dari
pemeriksaan umum dapat kita simpulkan tidak ditemukan tanda-tanda bahaya
pada pasien ini. Dari status antropometri didapatkan BB/PB < -3SD. Dari hasil
pemeriksaan status antropometri menunjukan bahwa pasien ini telah
mengalami gizi buruk (KEP berat). Pada pemeriksaan kepala ditemukan
rambut tipis tampak kemerahan mudah dicabut. Pada pemeriksaan thoraks
didapatkan iga gambang. Pada pemeriksaan lipat paha didapatkan gambaran
“baggy pants”. Pada pemeriksaan kulit didapatkan kulit keriput. Dari hasil
pemriksaan fisik menunjukan bahwa pasien ini mengalami marasmus-
kwasikohor yang ditegakan berdasarkan system Welcome Trust Working
Party dimana pada kasus ini BB/BB baku 7/13,6 = 51% (<60%) disertai
pada anamnesis ditemukan adanya edema pada kedua tungkai, serta
ditemukan tanda-tanda klinis lainnya seperti baggy pants, iga gambang, dan
rambut tipis kemerahan.
Pada pemeriksaan laboratorium diketahui hemoglobin 7,6 g/dL, leukosit
14.200/μL, MCV 72,4 fL, MCH 22 pg, MCHC 29 gr/dL, LED 50 mm/jam,
albumin 2,1 f/dL. Pada pemeriksaan laboratorium dapat kita simpulkan pasien
ini mengalami anemia hipokrom mikrositer disertai dengan leukositosis,
penigkatan LED dan hipoalbumin. Anemia hipokrom mikrositer dalam kasus
ini dapat terjadi akibat anemia penyakit kronis ataupun anemia akibat
defisiensi besi. Untuk menegakan diagnosis ini perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan lain seperti serum iron (SI), TIBC, dan kadar ferritin. Leukositosis
dan peningkatan LED merupakan adanya tanda-tanda infeksi yang terjadi
pada pasien ini yang kemungkinan besar disebabkan oleh TB paru.
Hipoalbumin menandakan pasien ini mengalami pemecahan protein dalam
tubuhnya dan hipoalbumin ini juga menjadi alasan untuk mekanisme
terjadinya bengkak pada kaki penderita. Pada pemeriksaan BTA bilasan
lambung ditemukan hasil yang positif. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang kita temukan pada pasien ini mengalami batuk >3
minggu, demam > 2 minggu, gizi buruk, dan BTA positif, jika kita masukan
ke dalam skor TB, skor untuk pasien ini adalah 7 yang intepretasinya pasien
ini mengalami TB paru.
Tatalaksana pada pasien ini adalah pemberian cairan dan makanan untuk
tumbuh kejar, yang dimulai dari fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi.
Untuk masalah TB paru diberikan OAT, yaitu Isoniazid 1x50mg, Rifampisin
1x75mg, Pyrazinamid 1x150mg. Untuk keadaan anemia pasien kita berikan
tatalaksana sesuai dengan penyebabnya, jika terbukti bahwa penyebab anemia
adalah defisiensi besi maka dapat diberikan preparat besi 2mg/kgBB/hari
selama 3 bulan.
Prognosis untuk pasien ini adalah dubia et bonam, karena kemungkinan
untuk kembali lagi itu ada, namun faktor infeksi menyebabkan kesulitan
dalam penanganan kasus ini, karena system imun pada pasien gizi buruk
cenderung tidak baik sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
serius jika tidak tertangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barness, Lewis A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Hal
211-214. Jakarta: Penerbit EGC.2000.
2. Casey H. ,Patrick .Arch Pediatr Adolesc dalam Children in Food
Insufficient Low Income Families.2001.
3. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI, 1991;
163-171.
4. Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati. Kurang Energi
Protein. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Anak RSU Dr.
Soetomo. Surabay; 2006.
5. Ariani, Ani. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Hal 217-220.
Jakarta: Badan Penebit IDAI.2005.
6. Prawirohartono, Endy P. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 34 no 1 dalam
Faktor-faktor yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita
selama masa krisis ekonomi di Yogyakarta.2002.
7. Hidayat ,B dkk. Kurang Energi Protein. Pedoman Diagnosis dan
Terapi.FK Unair.2006.
8. Anonim. Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di
puskesmas dan rumah tangga-Jakarta.Depkes.1998 .