Mar

44
Ratna Setia Monday, May 16, 2011 Makalah MAR (Malformasi Anorektal) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih

Transcript of Mar

Page 1: Mar

Ratna Setia

Monday, May 16, 2011

Makalah MAR (Malformasi Anorektal)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten

diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan

malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan

penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi.

Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak

mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih

defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan

menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk

mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi

anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.

Page 2: Mar

            Oleh karena pernyataan diatas, membuat kami tertarik untuk mengangkat dan membahas materi tentang asuhan keperawatan pada anak

dengan malformasi anorektal. Sehingga kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak

dengan malformasi anorektal.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang asuhan keperawatan pada anak dengan  malformasi

anorektal.

1.2.2 Tujuan Khusus

Penyusun diharapkan dapat memahami:

1.      Konsep dasar penyakit MAR

2.      Konsep asuhan keperawatan MAR

1)      Pengkajian

2)      Diagnosa keperawatan

3)      Perencanaan

Page 3: Mar
Page 4: Mar

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1  Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Pengertian

Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus

atau tertutupnua anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. (Hidayat , A.Aziz Alimul.2006:26)

Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada,

abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi

diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)

Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan

embrionik. (Manjoer Arif, dkk. 2003:379)

Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya

perkembangan embrionik dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.

2.1.2 Embriologi

Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut, midgut dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system

pernafasan bagian bawah, esophagus, lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier serta pancreas. Midgut membentuk usus halus,

Page 5: Mar

sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari Midgut hingga ke membrane

kloaka, membrane ini terusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut

sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra levator.

Sedangkan anomaly letak rendah atau infra levator berasal dari efek perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada anomaly letak tinggi,

otot levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter eksetrnus dan tidak ada atau rudimeter.

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum dan Anus

2.1.3.1 Rectum

Rektum adalah bagian terminal dari saluran pencernaan bawah yang merupakan tabung berongga sepanjang 10-15 cm dan sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementeara feses. Biasanya rectum ini kosong karenea tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon

desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rectum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rectum

karena penumpukan material di dalam rectum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi

tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usu besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakuakan. Jika defekasi tidak terjadi

untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi

bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yahng penting untuk menunda BAB.

2.1.3.2 Anus

Page 6: Mar

Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh

(kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses

defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.1.4 Etiologi

Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui. Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal

(MAR) ini merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi dan Rita yuliani. 2001 : 198)

2.1.5 Patofisiologi

Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses

perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan

berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan

struktur kolon antara 7-10 mingggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan

abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi karena tida adanya pembukaan

usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.

2.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi malformasi anorektal menurut  Wong 2004 : 520

Page 7: Mar

Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly

tersebut dibuat menjadi tipe rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi.

            Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :

1.      Tipe Bawah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik

dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.

2.      Tipe Intermediet

Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3.      Tipe tinggi

Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengfan fistula genitourinarius

rektouretal (pria) atau rektovaginal (wanita).

Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wingspraad, 1981

Penggolongan anatomis malformasi anorektal:

Page 8: Mar

Laki – laki

Golongan I :

1.      Fistel urine

2.      Atresia rekti

3.      Perineum datar

4.      Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada

invertogram

Tindakan :

Kolostomi neonatus pada usia

4-6 bulan

Golongan II :

1.      Fistel perineum

2. Membran anal

3. Stenosis ani

4. Bucket handle

5. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit

pada invertogram

Tindakan :

Operasi definitif neonatus

tanpa kolonostomi

Page 9: Mar

Perempuan

Golongan I :

1. Kloaka

2. Fistel vagina

3. Fistel vestibulo ano

4. Atresia rekti

5. Tanpa fistel udara> 1cm dari

kulit pada invertogram

Tindakan :

Kolostomi neonatus pada usia 4-6

bulan

Golongan II :

1. Fistel perineum

2. Stenosis ani

3. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari

kulit pada invertogram

Tindakan :

Operasi definitif neonatus tanpa

kolonostomi

Page 10: Mar

Gambaran kelainan anorektum

A. Membran anal

1. Udara direktum

2. Tulang belakang sakrum

B. Atresia ani letak rendah (mungkin dengan fistel keperineum anterior)

C. Atresia ani letak tinggi (mungkin sekali dengan fistula ke uretra atau buli – buli)

D. Atresia rectum

1. Udara direktum

2. Tulang belakang sakrum

3. Atresia rectum

4. Anus

Page 11: Mar

Gambar atresia ani letak tinggi

A. Fistula rektovesikal

1. Udara didalam rektum

2. Tulang belakang sakrum

3. Kandung kemih

4. Simpisis

5. Uretra

6. Fistula rektovesikal

B. Fistula rektouretra

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1).    Pemeriksaan radiologi Invertogram

Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap muara anus di kulit peritoneum.

2).    X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.

Page 12: Mar

3).    Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya sistouretogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius

dan kelainan urinarius.

4).    Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5).    Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar

pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6).    Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakuakan pada gangguan ini.

Pemeriksaan khusus pada perempuan

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%).

Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya

cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai

makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan

antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi.

Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi

mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera

dilakukan kolostomi.

Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus

yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang

seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan

Page 13: Mar

pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu

dilakukan kolostomi.

Pemeriksaan khusus pada laki-laki

Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal

tadi pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.

Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra

maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine

jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke vesika

urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama dengan perempuan,

harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.

Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal

biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin.

Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara   kurang 1 cm dari kulit pada

invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.

2.1.8 Komplikasi

Page 14: Mar

Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi

letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak

pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.

Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk

mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar,

66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang

baik. 76% anak dengan anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.

Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :

1.      Asidosis hiperkloremia

2.      Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan

3.      Komplikasi jangka panjang

4.      Eversi mukosa anal

5.      Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)

6.      Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training

7.      Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)

8.      Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)

9.      Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

(Cecily., 2009:294)

Page 15: Mar

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur

pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur

penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 3-12 bulan.

Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga

memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal

melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan

yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.

Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai

sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat umumnya

disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan

operasi sedang untuk membuka pasase feses.

Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk

menghubungkan bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini

dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.

Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang

diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital

Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu

Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.

Page 16: Mar

               

2.1.9.1 Kolostomi

Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi

merupakan upaya dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens

mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi akan

mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan

mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma

dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan

jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens.

Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal

tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko

terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran

kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan

Page 17: Mar

kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari.  Double barrel transversocolostomy

dextra dengan tujuan dekomprasi dan diversi memiliki keuntungan antara lain :

1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan kesulitan

2. Tidak terlalu sulit dikerjakan

3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal

4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena pembusukan feses.

5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu

2.1.9.2 Posterosagital anorectoplasty (PSARP)

Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan

dalam operasi fistel rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga

yaitu minimal, limited, dan full PSARP.

Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai

dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis,

lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulangcoccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari

dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga, rectum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum

ditarik melewati otot levator,muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.

Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common

wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter

Page 18: Mar

eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina.

Masing-masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianal, anal stenosis, anal

membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit.  Limited PSARP dilakukan pada atresia ani

dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm

dari kulit, pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.

2.2  Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

A.    Pengumpulan Data

1)      Identitas

a)      Identitas anak

Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,

nomor rekam medic, alamat.

b)      Identitas Orang tua

Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.

2)      Riwayat kesehatan

a)      Riwayat kesehatan sekarang

Page 19: Mar

Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan

terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi

perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.

b)      Riwayat Kesehatan dahulu

1)      Riwayat Parental

Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau

perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum

minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.

2)      Riwayat intranatal

Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya

pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.

3)      Riwayat neonatal

Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan

menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.

c)      Riwayat kesehatan Keluarga

Page 20: Mar

Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang

berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.

3)      Pemeriksaan Fisik

Pra Operatif

a)      Daerah perineum dan

Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau

stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine)

untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.

b)      Abdomen

-          Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).

-          Amati adanya distensi abdomen.

-          Ukur lingkar abdomen.

-          Dengarkan bising usus (4 kuadran).

-          Perkusi abdomen

-          Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)

c)      Kaji hidrasi dan status nutrisi

Page 21: Mar

-          Timbang berat badan tiap hari

-          Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)

d)     TTV

-          Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus. Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh,

tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.

-          Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)

-          Ukur nadi (terjadinya takikardia)

Post Operatif

a)      Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan, tinggi badan.

b)      Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah

c)      System pernapasan

Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal

d)     Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis

e)      Sistem Pencernaan

Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena ada

luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink seperti

Page 22: Mar

cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada

saat palpasi apakah adanya pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya pembesaran

hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat bunyi timpani atau danles.

f)       System endokrin

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.

g)      Sistem Genitourinaria

Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah

disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.

h)      Sistem Muskuloskeletal

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan otot, dan reflex.

i)        Sistem Integumen

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.

j)        Sistem persarafan

Kaji fungsi serebral dan cranial klien

4)      Data Penunjang

Page 23: Mar

Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit.

Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm 3,

hal ini menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan yang

mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang

menyimpang dari harga normal.

B.     Analisis data

Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian,

mengintreprastasikan data atau membandingkan dengan standar fsiologi setelah dianalisa maka akan didapat penyebab terjadinya masalah pada

klien.

Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan standar criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli

memahami tentang standar keperawatan sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien sesuai atau tidak dengan standar yang

ada.

Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien mengalami permasalahan kesalahan atau keperawatan

berdasarkan criteria permasalahannya, setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan

merumuskannya.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Pra Operatif

Page 24: Mar

1)      Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap distensi abdomen

2)      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah

3)      Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan

Post Operatif

1)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder terhadap pemberian anestesi.

2)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan

3)      Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

4)      Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat

5)      Ganguan eliminasi berhubungan dengan …..

6)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan

7)      Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi

8)      Kurang pengetahuan berhubungan pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi

Page 25: Mar

2.2.3 Perencanaan

Pra Operatif

No. Diagnosa Keperawatan Prencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan pola nafas

berhubungan dengan

penekanan torakal

sekunder terhadap

distensi abdomen

Setelah dilakukan perawatan

selama 3x24 jam pola nafas

efektif, dengan kriteria :

          RR normal (30-60x/menit)

          Bunyi nafas regular

          Tidak menggunakan otot

bantu pernafasan

          Tidak ada pernafasan

cuping hidung

1.      Posisikan anak pada

posisi yang nyaman

dengan pengguanan

bantal 300

2.      Catat TTV dan

irama jantung

3.      Berikan O2 sesuai

dengan kebutuhan

4.      Auskultasi bunyi

nafas catat adanya

bunyi nafas

adventisius seperti :

krekel, mengi

5.      Inpeksi adanya

1.      Untuk efisiensi ventilasi maksimum

2.      Tachikardi, disritmia dan perubahan tekanan dapat menunjukan

efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung

3.      Dapat memperbaiki dan mencegah hipoksia

4.      Biasanya bunyi nafas menurun

5.      Mengindikasikan adanya kekurangan oksigen ke jaringan.

Page 26: Mar

sianosis

2. Gangguan

keseimbangan cairan

dan elektrolit

berhubungan dengan

muntah

Setelah dilakukan perawatan

selama 2x24 jam, klien

menunjukkan keseimbangan

cairan elektrolit, dengan

kriteria:

          Keseimbangan jumlah

input dan output

          Turgor kulit elastic

          TTV normal (suhu:36,5 –

37, RR: 35x/menit)

          Tidak didapatkan distensi

abdomen.

1.      Ukur Jumlah Input

output cairan

2.      Inspeksi turgor kulit

3.      Ukur tanda-tanda

vital

4.      Inspeksi adanya

distensi abdomen

5.      Kolaborasi berikan

cairan IV

1.      Mengidentifikasi adanya ketidak seimbangan

2.      Pada keadaan dehidrasi turgor kulit tidak elastic

3.      Keadaan dehidrasi diidentifikasik dg adanya perubahan TTV :

takikardi, hipotensi, peningkatan suhu

4.      Peningkatan tekanan abdomen ditandai dengan adanya distenai

abdomen

5.      Mengganti caiaran dan elektrolit yang hilang

3. Ansietas pada orang tua

berhubungan dengan

tindakan / prosedur

pembedahan

Setelah dilakukan perawatan

selama 1x24 jam, ansietas

pada orang tua berkurang

dengan kriteria:

          Keluarga mampu

1.      Identifikasi ketidak

tahuan

2.      Peningkatan support

terhadap keluarga

1.      Dengan memberikan kejelasan dari keluarga agar sedikit tenang.

2.      Dengan support akan menurunkan cemas

3.      Meningkatkan rasa optimis dengan pembedahan

Page 27: Mar

mengungkapkan rasa sakit,

penerimaan atas pembedahan,

dan memahami prosedur

pembedahan.

“tindakan atu prosedur

tsb tindakan tepat”

3.      Jelaskan tentang

prosedur tepat waktu

Post Operatif

No. Diagnosa

Keperawatan

Prencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Pola nafas tidak

efektif berhubungan

dengan penurunan

kapasitas paru

sekunder terhadap

pemberian anestesi.

Setelah dilakukan

perawatan selama

3x24 jam, pola nafas

klien efektif, dengan

kriteria:

          Klien tidak

mengalami sianosi

          Tidak ada hipoksia

          Respirasi rate

normal (30-60

1.      Catat kecepatan/kedalaman

pernafasan, auskultasi bunyi nafas,

amati adanya pucat, sianosis,

2.      Posisikan klien dengan

meninggikan kepala 300

3.      Ubah posisi secara periodic

4.      Berikan O2 sesuai kebutuhan

1.      Pernafasan mengorok/ pengaruh anestesi menurunkan

ventilasi dan dapat mengakibatkan hipoksia

2.      Dapat mendorong ekspansi paru optimal dan

memininmalkan tekanan isi ke abdomen pada rongga thorak.

3.      Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru

4.      Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran gas

dan penurunan kerja pernafasan.

Page 28: Mar

x/menit) dan regular

          Tidak ada suara

ngorok

2. Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

perlukaan jaringan

pada pembedahan

Setelah dilakukan

perawtan selama 3x24

jam, tidak terdapat

infeksi, dengan

kriteria:

          Suhu normal :

36,50C – 370C

          tidak ada tanda-

tanda radang (merah,

bengkak, panas area

luka)

          balutan kering dan

bersih.

1.      Ukur suhu tubuh setiap 4 jam

2.      Gunakan teknink septic dan

aseptic medic

3.      Lakukan perawatan luka dengan

hati-hati agar luka tetap bersih

4.      Ganti balutan luka setelah 3 hari

post operasi

5.      Kolaborasi pemberian

antimicrobial / antibiotic sesuai

kebutuhan

1.      Peningkatan suhu tubuh menunjukna terjadinya

infeksi sistemik.

2.      Mencegah terjadinya infeksi dan sepsis

3.      Untuk meminimalkna resiko infeksi

4. Dengan balutan dapat menngkatkan

5. kelembaban dan memperlambat penyembuhan luka

5.      Digunakan untuk penvegahan infeksi secara sistemik.

3. Nyeri berhubungan

dengan terputusnya

kontinuitas jaringan

Setelah dilakukan

perawatan selama

3x24 jam, nyeri

1.      Kaji dan catat adanya

peningkatan nyeri

1.      Digunakan untuk mengetahui keadaan nyeri klien untuk menentukan tindakan

pengurangna nyeri

2.      Agar terhindar dari peningkantan rasa nyeri pasca operasi

Page 29: Mar

berkurang, dengan

kriteria:

          Klien tidak

menangis terus,

ekspresi wajah wajar

(tidak menahan nyeri).

2.      Hindari palpasi area pembedahan

kecuali jika diperlukan

3.      Berikan lingkungn yang nyaman

dan tenang

4.      Kolaborasi pemberian analgesi

sesuai dan pantau keefektifannya

3.      Berkurangnya stimulus nyeri

4.      Digunakan untuk farmakoterapi untuk nyeri

4. Gangguan pemenuhan

nutrisi : kurang dari

kebutuhan

berhubungan dengan.

intake tidak adekuat

Setelah dilakukan

perawatan selama

3x24 jam, kebutuhan

nutrisi klien terpenuhi

dengan kriteria:

          BB klien naik

          Hasil pemeriksaan

laboratorium seperti

Hb, Ht, dan elektrolit

dalam keadaan normal

1.      Pertahankan potensi selang Naso-

gastrik. Jangan mengembalikan

posisi selang bila terjadi perubahan

posisi.

2.      Berikan perawatan oral secara

teratur

3.      Kolaborasi pemberian cairan IV

4.      Awasi pemeriksaan laboratorium.

Misalnya Hb / Ht dan elektrolit.

1.      Memberikan istirahat pada traktus GI. Selama fase pasca operasi akut sampai kembali

berfungsi normal

2.      Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah

3.      Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai

4.      Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi.

5. Ganguan eliminasi

berhubungan dengan

Setelah dilakukan

perawatan selama

1.      Berikan penjelasan pada keluarga

tentang indikasi terpasangnya

1.      Menambah pengetahuan keluarga dan mendorong keluarga dalam penerimaan

perubahan eliminasi fekal pada anaknya

Page 30: Mar

….. 2x24 jam, klien dapat

beradaptasi terhadap

terpasangnya kantong

kolostomi, dengan

kriteria:

          Aliran pengeluaran

feces baik dengan

konsistensi feces yang

keluar lembek

          Klien tampak

nyaman dan tidak

rewel akibat

terpasangnya kantung

kolostomi

kantung kolostomi

2.      Kaji mengenai keadaan,

karakteristik, dan konsistensi feces

yang keluar

3.      Ganti kantong kolostomi jika

sudah penuh

4.      Pertahankan pemberian cairan IV

2.      Sebagai indicator keberhasilan intervensi yang dilakukan

3.      Supaya klien tetap nyaman dan menekan terjadinya infeksi

4.      Mencegah terjadinya konstipasi (feces mengeras)

6. Kerusakan integritas

kulit berhubungan

dengan adanya

perlukaan jaringan

Setelah dilakukan

perawatan selama

4x24 jam tidak

terdapat kerusakan

integritas kulit,

1.      Inspeksi warna ukuran luka

2.      Bersihkan permukaan kulit

dengan mengguanakna

hydrogen/air dengan sabun lunat/

1.      Kemerahan bengkak mengidentifikasi adanya kerusakan integritas kulit

2.      Petrolatum membersihkan feses yang menempel

3.      Menurunkan iritasi kulit

Page 31: Mar

dengan kriteria :

          Meningkatnya

persembuhan luka dan

bebas tanda-tanda

infeksi.

petrolatum

3.      Gunakan balutan teknik aseptic

7. Perubahan terhadap

pertumbuhan dan

perkembangan

berhubungan dengan

melemahnya

kemampuan fisik dan

proses hospitalisasi

Setelah dilakukan

perawatan selama

2x24 jamtumbang

tercapai sesuai usia,

dengan kriteria:

          pasien

memperlihatkan

peningkatan

karakteristik fisik,

perkembangan

sensoris, perilaku

sosialisasi,

perkembangan

kognitif.

1.      Kaji tingkat perkembangan anak

dalam seluruh area fungsi.

2.      Ajarkan orang tua tentang tugas

perkembngan normal anak sesuai

kelompok usianya.

3.      Berikan kesempatan bagi seorang

anak sakit untuk memenuhi tugas

perkambangan sesuai kelompok

usia.

1.      Penting untuk mengetahui apakah anak sudah mencapai tumbangnya.

2.      Keluarga (ibu ) menjadi perawat anak selama dirumah, diharapkan mampu memantau

perkembangan anak setiap waktu.

3.      Mencegah terjadinya regresi karena proses hospitalisasi.

Page 32: Mar

8. Kurang pengetahuan

keluarga berhubungan

pendidikan kesehatan

tentang

perawatan kolostomi

Setelah dilakukan

perawatan selama

1x24 jam, keluarga

mengetahui dan

mengerti tentang

perawatan kolostomi

dengan kriteria:

1.   klien dapat

mengganti kolostomi

secara mendiri

2.   klien dapat

mengetahui tanda –

tanda iritasi pada

kolostomi

3.   klien dapat klien

dapat mencegah

terjadinya iritasi pada

colostomi

1.   Jelaskan dan demonstrasikan

perawatan stoma tahap demi tahap

2.   Jelaskan peralatan yang di

gunakan

3.   Jelaskan informasi tentang

penatalaksanaan diit

makan diet rendah residu, tinggi

protein dan tinggi kalori

4.   Jelaskan tanda- tanda iritasi pada

stoma

1.      Dengan menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan stoma akan memudahkan

keluarga klien melakukan perawatan stoma selanjutnya secara mandiri dan merupakan

bekal nanti ketika klien sedah pulang ke rumah

2.      Untuk memudahkan alat-alat apa yang di gunakan  keluarga klien dalam perawatan

colostomy secara mandiri di rumah

3.      Untuk memberikan penggetahuan kepada klien nutrisi apa saja yang dianjurkan dan

tidak dianjurkan, dan hal ini juga dapat mencegah klien mengalami konstipasi ataupun

diare

4.      Agar keluarga klien selalu mengantisipasi dan selalu siap siaga apabila ditemukan

kelainan ataupun iritasi pada stoma

5.      Agar keluarga klien tetap menjaga dan berusaha agar tidak terjadi iritasi atau kelainan

yang tidak diinginkan

Page 33: Mar

5.    Jelaskan cara mencegah agar

stoma tidak terjadi iritasi

Page 34: Mar

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang relatif sering dan seringkali disertai dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-

kelainan inilah yang seringkali bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas penderita MAR. Oleh karena itu, evaluasi yang seksama harus

dilakukan terhadap bayi penderita MAR untuk meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.

Penyebab kasus MAR belum diketahui secara pasti, dan tindakan pembedahan pada Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi

sesuai dengan tingkat keparahan. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan tinggi, dilakukan kolostomi

beberapa hari setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada,

harus ditutup. Defek membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.

3.2 Saran

Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan

menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai

sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih

tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum bab dalam waktu 24-48 jam, agar segera datang kepusat pelayanan kesehatan

untuk memeriksakan bayinya atau berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.

Page 35: Mar

Posted by Ratna Setia at 7:57 AMEmail ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookLabels: makalah MAR

No comments:Post a Comment

Newer Post Older Post Home

Subscribe to: Post Comments (Atom)Followers

Blog Archive

▼  2011 (3)

o ▼  May (3)

MAKALAH ASI EKSKLUSIF

Makalah MAR (Malformasi Anorektal)

Konsep Teori Tiroid - Paratiroid dan Kelainannya

About Me

Ratna Setia

I'm a candidate of nurse.. I believe I would be a professional nurse,, " there's a will, there's a way.."

View my complete profileTravel template. Powered by Blogger.