Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

42
MAKALAH MANAJEMEN SEKOLAH (AMPC 2804) MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS) Dosen Pengasuh : Dr. H. M. Zaini, M.Pd Oleh : Kelompok VIII Adelita Indria Putri (A1C213024) Fitria Wulandari (A1C213024) Khairunnida Rahma (A1C213022) Lily Eliyani (A1C213235) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

description

Makalah Manajemen Sekolah

Transcript of Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

MAKALAH

MANAJEMEN SEKOLAH

(AMPC 2804)

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

(MPMBS)

Dosen Pengasuh :

Dr. H. M. Zaini, M.Pd

Oleh :

Kelompok VIII

Adelita Indria Putri (A1C213024)

Fitria Wulandari (A1C213024)

Khairunnida Rahma (A1C213022)

Lily Eliyani (A1C213235)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

AGUSTUS 2015

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan Petunjuk serta Hidayah-Nya, kami sebagai penulis dapat

menyelesaikan Makalah mata kuliah Manajemen Sekolah.

Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dan

dorongan dari berbagi pihak. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Dr. H. M. Zaini, M.Pd selaku dosen pembimbing Mata Kuliah

Manajemen Sekolah.

2. Orang tua yang telah memberikan dorongan baik material maupun

spiritual.

3. Seluruh rekan mahasiswa yang mengikuti Mata Kuliah Manajemen

Sekolah.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Hal ini dikarenakan terbatasnya

pengetahuan, dan kemampuan kami sebagai penyusun. Walaupun demikian kami

telah berusaha dengan kemampuan yang ada untuk dapat menyelesaikan makalah

ini dengan sebaik - baiknya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan. Amin Ya Rabbal Alamin…

Banjarmasin, Agustus 2015

Penyusun

Kelompok VIII

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi.................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

1.4 Metode Penulisan................................................................................ 2

............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS)............................................................................................ 5

2.2 Tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

............................................................................................................ 5

2.3 Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

............................................................................................................ 5

2.4 Perbedaan Pola Manajemen Lama dan Baru...................................... 5

2.5 Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah

(MPMBS) ........................................................................................... 5

2.6 Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS).............................................................................. 5

2.7 Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah (MPMBS)...............................................................

............................................................................................................

15

2.8 Penyusunan Program dan Pelaporan Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah (MPMBS)...............................................................

............................................................................................................

15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... .

............................................................................................................

21

3.2 Saran ................................................................................................. .

21

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,

khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum

nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan

buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana

pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian,

berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti.

Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu

pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih

memprihatinkan.

Fenomena di atas diantaranya disebabkan, pertama: karena selama ini

penyelenggaraan pendidikan terlalu memusatkan pada input pendidikan dan

kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan

sangat menentukan output pendidikan.  Kedua: penyelenggaran pendidikan

nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah

sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan  birokrasi

dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi

sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi birokrasi diatasnya

sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi,

kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk

peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan

nasional. Ketiga: peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran serta

masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama

ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan,

partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan

dana. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil

pelaksananaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa,

sebagai salah satu  unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan

(stakeholder). 

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, tentu saja perlu

dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi

penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis

pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS)?

2. Apa tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)?

3. Apa saja konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS)?

4. Bagaimana perbedaan pola manajemen lama dan baru ?

5. Apa saja karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS)?

6. Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu

berbasis sekolah (MPMBS)?

7. Bagaimana monitoring dan evaluasi dalam manajemen peningkatan mutu

berbasis sekolah (MPMBS)?

8. Bagaimana penyusunan program dan pelaporan manajemen peningkatan

mutu berbasis sekolah (MPMBS)?

1.3 Tujuan

Tujuan pembelajaran berdasarkan rumusan masalah tersebut adalah:

1. Untuk menjelaskan latar belakang manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah (MPMBS).

2. Untuk menjelaskan tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS).

3. Untuk menjelaskan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS).

4. Untuk menjelaskan perbedaan pola manajemen lama dan baru.

5. Untuk menjelaskan karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah (MPMBS).

6. Untuk menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu

berbasis sekolah (MPMBS).

7. Untuk menjelaskan monitoring dan evaluasi dalam manajemen

peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).

8. Untuk menjelaskan penyusunan program dan pelaporan manajemen

peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).

1.4 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami mengunakan metode diskripsi dan

kepustakaan yakni membaca dari sumber buku dan internet yang telah disesuaikan

dengan pokok bahasan.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS)

a. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS)

Belakangan ini dunia pendidikan di Indonesia telah berupaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang nampak dilakukan

adalah dengan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

(MPMBS), yang lebih dikenal dengan istilah manajemen berbasis sekolah

(MBS). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada

peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan, diorganisasikan,

dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder sekolah.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat

didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih

besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan

keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau

untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan

nasional. Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan

pengambilan keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses

pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan

mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua

pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001:3)

mendefinisikan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai

sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada

sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan

secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,

karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu

sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Definisi MPMBS yang dikemukakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar

dan Menengah memberikan pemahaman bahwa inti dari MPMBS adalah

pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong

pengambilan keputusan partisipatif dengan melibatkan secara langsung semua

warga sekolah.

b. Sejarah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Di Indonesia latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan

Negara-Negara maju yang lebih dulu menerapkannya. Perbedaan yang

mencolok hanya lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan

di Indonesia. Negara maju sudah banyak mengadakan reformasi pendidikan

pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an, sementara Indonesia reformasi

pendidikan tersebut terjadi 30 tahun kemudian. 

Di Indonesia munculnya gagasan MBS sejalan dengan pelaksanaan

otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah.

Pengelolaan pendidikan di Indonesia selama ini sangat bersifat sentralistik, di

mana pusat sangat dominan dalam pengambilan keputusan, sebaliknya daerah

dan sekolah bersifat fasif hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah

pusat. Pola kerja sentralistik itu sering mengakibatkan adanya kesenjangan

antara kebutuhan ril sekolah dengan perintah dengan perintah atau apa yang

digariskan oleh pusat. Sistem sentralistik dinilai kurang bisa memberikan

pelayanan yang efektif dan tidak mampu menjamin kesinambungan kegiatan

lokal. Oleh karena itu perlu adanya formula baru dalam pengelolaan

pendidikan di Indonesia. Formula baru itu memungkinkan sekolah memiliki

otonomi yang seluas-luasnya, yang menuntut peran serta masyarakat secara

optimal. Dengan dasar inilah muncul penerapan MBS di Indonesia. 

Penerapan MBS di Indonesia diawali dengan dikeluarkannya undang-

undang No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional

tahun 2000-2004. Konsep MBS ini kemudian tertuang dengan jelas dalam

undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 51 Yaitu :

1. Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan

minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

2. Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip

otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. 

Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia menggunakan model

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul

karena beberapa alasan antara lain, pertama, sekolah lebih mengetahui

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah

dapat mengoptimalkan pemampaatan sumber daya yang tersedia untuk

memajukan sekolahnya. Kedua sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.

Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan

keputusan dapat mencipatakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar

kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi

secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu

sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Oleh Karena itu MBS di Indonesia

merupakan pola baru dalam di dunia pendidikan yang diharapkan dapat

memberikan angin segar terhadap peningkatan mutu pendidikan. 

c. Landasan Hukum Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS)

Otonomisasi sekolah yang dipayungi oleh Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS) diamanatkan oleh bebarapa dasar hukum di antaranya:

1. Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional (Propenas) secara jelas menyebutkan Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) merupakan pola pembinaan sekolah/lembaga pendidikan

di Indonesia.

2. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal

(51)  ayat (1)secara tegas dinyatakan "Pengelolaan satuan pendidikan anak

usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

dilaksanakan, berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan

prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

bahwa secara langsung atau tidak, daerah dan sekolah memiliki

kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan secara otonomi dan

bertanggung jawab.

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 pasal (3) Badan Hukum Pendidikan

menyatakan bahwa Badan Hukum Pendidikan bertujuan memajukan

pendidikan nasional dengan menerapkan Manajemen Berbasis

Sekolah/Madrasaah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan

otonomisasi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.

2.2 Tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Adapun tujuan dari pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah (MPMBS)  adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah

dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan

pemerintah tentang mutu sekolah.

4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian

mutu pendidikan yang diharapkan.

5. Memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang

berhasil guna dan berdaya guna.

Sedangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001:

4) mengutarakan bahwa Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

dianggap perlu diterapkan di Indonesia dengan alasan sebagai berikut:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

bagi dirinya sehingga ia dapat mengoptimalkanpemanfaatan sumber daya

yang tersedia untuk memajukan sekolahnya;

2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input

pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta

didik;

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk

memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu

apa yang terbaik bagi sekolahnya;

4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana

dikontrol oleh masyarakat setempat;

5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan

keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masingmasing

kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada

umumnya, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk

melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah

direncanakan;

6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan

sekolahsekolahlain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui

upayaupaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat

dan pemerintah daerah setempat;

7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan

yang berubah dengan cepat.

2.3 Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Seperti telah diuraikan di depan bahwa MPMBS adalah model manajemen

baru yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan

keluwesan kepada sekolah untuk mengelola sumber daya dan mendorong

sekolah meningkatkan partisipasi warganya untuk mencapai tujuan mutu sekolah

dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karenanya esensi atau konsep dasar

dari Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) adalah otonomi

sekolah, fleksibelitas dan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian

dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka tidak tergantung.

Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakantolok ukur utama

kemandirian sekolah. Bagi sekolah yang akan menerapkan MBS perlu

menyiapkan persyaratan berikut. Persyaratan berikut bukan dimaksudkan untuk

menghambat sekolah yang tidak memenuhinya. Namun persyaratan berikut lebih

merupakan petunjuk penyiapan bagi sekolah-sekolah yang akan menerapkan

MBS. Jika suatu sekolah hanya memenuhi sebagaian persyaratan, maka sekolah

tersebut tetap bisa menerapkan MBS sambil melengkapi persyaratan berikut.

Persyaratan berikut bukan harga mati, akan tetapi lebih merupakan petunjuk

yang masih terbuka untuk dimodifikasi, dikurangi atau ditambah sesuai dengan

karateristik sekolah dan masyarakat sekitarnya. Adapun persyaratan-persyaratan

yang dimaksud adalah :

1. Kapasitas kelembagaaan yang memadai untuk menerapkan MBS, seperti

misalnya manajemen sekolah yang memadai, kesipan sumberdaya manusia

dan sumberdaya selebihnya (dana peralatan, perlengkapan, bahan dsb.).

2. Budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan MBS yaitu penghargaan

terhadap perbedaan pendapat, menjungjung tinggi hak asasi manusia,

musyawarah mufakat dapat dilaksanakan, demokrasi pendidikan dapat

ditumbuhkan, masyarakat dapat disadarkan akan pentingya pendidikan, dan

masyarakat dapat digerakkan untuk mendukung MBS. Sekolah memiliki

kemampuan membuat kebijakan, rencana dan program sekolah untuk

menyelenggarakan MBS. Sekolah memiliki system untuk mempromosikan

akuntanbilitas sekolah terhadap publik, sehingga sekolah akan merupakan

bagian dari masyarakat dan bukannya sekolah berada dimasyarakat.

Dukungan pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukkan oleh

pemberian pengarahan dan pembimbingan, baik dalam bentuk pedoman

pelaksanaan, petunjuk pelaksanaan, dan lain-lain yang diperlukan untuk

kelancaran penyelenggaraan MBS.

2.4 Perbedaan Pola Manajemen Lama dan Baru

Terdapat perbedaan yang mendasar antara pola lama dengan pola baru

manajemen pendidikan. Pada pola lama manajemen pendidikan, tugas dan

fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program daripada mengambil

inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang

dibuat sendiri oleh sekolah. Sementara itu, pada pola baru manajemen

pendidikan sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan

lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan

partsisipasi masyarakat makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola

lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada

pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan

sekolah lebih didorong oleh motivasi-diri sekolah dari pada diatur dari luar

sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari

mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi,

dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih

efisien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun

depan (efficiency-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork,

informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan

pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisien.

2.5 Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah

(MPMBS)

MPMBS memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh sekolah yang

menerapkan. Jika sekolah ingin sukses, maka sekolah harus memiliki

karakteristik MPMBS yang diharapkan. Berbicara karakteristik MPMBS

tidak terlepas dari karakteristik sekolah yang efektif. Jika MPMBS

merupakan wadahnya, maka karakteristik MPMBS merupakan isinya.

Dengan memandang karakteristik MPMBS sebagai sistem, uraian

karakteristik MPMBS didasarkan atas input, proses, dan output.

1. Input Pendidikan

Input adalah sesuatu yang harus tersedia untuk berlangsungnya proses.

Input juga disebut sesuatu yang berpengaruh terhadap proses. Input

merupakan prasyarat proses. Input terbagi empat yaitu input SDM, input

sumber daya, input manajemen, dan input harapan. Input SDM meliputi:

kepala sekolah, guru, pengawas, staf TU, dan siswa. Input sumber daya

lainnya meliputi: peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan. Input perangkat

(manajemen) meliputi:struktur organisasi, peraturan perundang-undangan,

deskripsi tugas, kurikulum, rencana, dan program. Input harapan meliputi:

visi, misi, strategi, tujuan, dan sasaran sekolah. Input pendidikan meliputi:

(1) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas;

(2) sumberdaya tersedia dan siap;

(3) staf yang kompeten dan berdekasi tinggi;

(4) memiliki harapan prestasi yang tinggi,

(5) fokus pada pelanggan (khususnya siswa),

(6) manajemen (Depdiknas, 2002).

Tinggi rendahnya mutu input tergantung kesiapan input. Makin tinggi

kesiapan input, makin tinggi pula mutu input. Kesiapan input sangat

diperlukan agar proses berjalan dengan baik. Proses bermutu tinggi bila

pengkoordinasian, penyerasian input harmonis sehingga mampu menciptakan

situasi belajar yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi belajar, dan

benar-benar memberdayakan siswa. Memberdayakaan siswa mengandung

makna siswa menguasai iptek yang diajarkan, menghayati, mengamalkan, dan

mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya). Output

bermutu tinggi bila sekolah menghasilkan prestasi akademik dan

nonakademik siswa, dan prestasi lainnya seperti yang telah diungkapkan di

atas.

2. Proses Pendidikan

Proses ialah berubahnya sesuatu (input) menjadi sesuatu yang lain

(output). Di tingkat sekolah, proses meliputi pelaksanaan administrasi dalam

arti proses (fungsi) dan administrasi dalam arti sempit.

Sekolah yang efektif memiliki :

a. PBM yang efektivitasnya tinggi;

b. kepemimpinan sekolah yang kuat;

c. lingkungan sekolah yang aman dan tertib;

d. penggelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif;

e. memiliki budaya mutu;

f. memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis;

g. memiliki kewenangan (kemandirian);

h. partisipasi stakeholder tinggi;

i. memiliki keterbukaan manajemen;

j. memiliki kemauan dan kemampuan untuk berubah (psikologis dan fisik);

k. melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;

l. responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan;

m. komunikasi yang baik;

n. memiliki akuntabilitas; dan

o. sekolah memiliki sustainabilitas (Depdiknas, 2002).

3. Output yang Diharapkan

Output pendidikan adalah kinerja (prestasi) sekolah. Kinerja sekolah

dihasilkan dari proses pendidikan. Output pendidikan dinyatakan tinggi jika

prestasi sekolah tinggi dalam hal:

(1) Prestasi akademik siswa berupa nilai ulangan umum, Nilai Ujian Akhir

Nasional (NUAN), Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), lomba

karya ilmiah remaja, lomba Bahasa Inggris, Lomba Fisika, Lomba

Matematika;

(2) Prestasi nonakademik siswa seperti imtaq, kejujuran, kerjasama, rasa

kasih sayang, keingintahuan, solidaritas, toleransi, kedisiplinan,

kerajinan, prestasi olahraga, kesopanan, olahraga, kesenian,

kepramukaan, keterampilan, harga diri, dan kegiatan ekstrakurikuler

lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh tahapan kegiatan yang saling

mempengaruhi (proses) yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan; dan

(3) Prestasi lainnya seperti kinerja sekolah dan guru meningkat, kepuasan,

kepemimpinan kepala sekolah handal, jumlah peserta didik yang

berminat masuk ke sekolah meningkat, jumlah putus sekolah menurun,

guru dan tenaga tata usaha yang pindah dan berhenti berkurang, peserta

didik dan guru serta tenaga tata usaha yang tidak hadir berkurang,

hubungan sekolah-masyarakat meningkat, dan kepuasan stakeholder

meningkat.

2.6 Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah

(MPMBS)

Tahapan pelaksanaan MPMBS bersifat umum dan luwes. Tahapan

MPMBS dibuat dengan tujuan untuk:

(1) Membantu sekolah agar MPMBS dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien;

(2) Membantu sekolah dalam menyusun rencana dan program-programnya

untuk mendapatkan dukungan dana dari sponsor kompeten, dan

(3) Melakukan uji coba pelaksanaan konsep MPMBS

Adapun Tahap-tahap Pelaksanaan MPMBS yaitu :

1. Mensosialisasikan konsep MPMBS

Mensosialisasikan konsep MPMBS ke seluruh stakeholder yang terkait

melalui pelatihan, workshop, semiloka, diskusi, forum ilmiah, dan media

massa. Dalam sosialisasi tersebut, dijelaskan apa, mengapa, dan bagaimana

konsep MPMBS diselenggarakan. Kepala sekolah membaca dan membentuk

budaya MPMBS di sekolahnya masing-masing (Depdiknas, 2002).

2. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan

Situasional Sekolah)

Sekolah yang melaksanakan MPMBS harus membuat rencana

pengembangan sekolah. Rencana pengembangan sekolah pada umumnya

mencakup perumusan visi, misi, tujuan sekolah dan strategi pelaksanaannya.

Sedangkan rencana kerja tahunan sekolah pada umumnya meliputi

pengidentifikasian sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah), pemilihan

fungsi-fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah

diidentifikasi, analisis SWOT, langkah-langkah pemecahan persoalan, dan

penyusunan rencana dan program kerja tahunan sekolah. Berikut diuraikan

secara singkat mengenai perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah

(tujuan situasional sekolah).

a. Visi

Setiap sekolah harus memiliki visi. Visi adalah wawasan yang menjadi

sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan misi

sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana

sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh

sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup

dan perkembangannya.

Contoh visi sekolah: Unggul dalam prestasi berdasarkan imtaq.

Indikator visi:

(1) unggul dalam NEM

(2) unggul dalam persaingan ke pendidikan di atasnya

(3) unggul dalam lomba karya ilmiah remaja

(4) unggul dalam lomba kreativitas

(5) unggul dalam lomba kesenian

(6) unggul dalam lomba olahraga

(7) unggul dalam disiplin

(8) unggul dalam aktivitas keagamaan, dan

(9) unggul dalam kepedulian sosial.

b. Misi

Misi adalah tindakan mewujudkan visi. Dalam merumuskan misi, harus

dipertimbangkan tugas pokok sekolah dan kepentingan stakeholders. Contoh

misi:

(1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif.

(2) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh

warga sekolah.

(3) Mendorong dan membantu siswa mengenali potensi dirinya.

(4) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga

budaya bangsa.

c. Tujuan

Tujuan ialah sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan sekolah. Jika misi

berjangka waktu lebih dari 5 tahun, maka tujuan berjangka waktu 3-5

tahun.Contoh, sebuah sekolah telah menetapkan 9 indikator visi, tetapi

tujuannya sampai 2005 baru mencakup 5 indikator visi sehingga tujuannya

menjadi sebagai berikut.

(1) Tahun 2008 nilai peningkatan prestasi meningkat 0,1

(2) Tahun 2008 proporsi lulusan melanjutkan ke sekolah unggul minimal

30%

(3) Tahun 2008 memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi finalis LKIR

Nasional

(4) Tahun 2008 memiliki tim olah raga mampu menjadi finalis tingkat

propinsi minimal 2 cabang olah raga.

(5) Tahun 2008 memiliki tim kesenian yang mampu tampil di tingkat propinsi

minimal 5 kali tampil.

d. Sasaran (Tujuan Situasional)

Sasaran ialah penjabaran tujuan. Sasaran harus mengandung

peningkatan baik mutu, produktivitas, efektivitas, maupun efisiensi. Sasaran

berjangka waktu satu tahun. Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif,

sasaran harus SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, and Time

bounding). Walaupun sasaran merupakan penjabaran tujuan, namun dalam

penentuan sasaran yang mana dan berapa besarnya harus tetap

memperhatikan tantangan nyata yang dihadapi sekolah. Meskipun sasaran

sekolah dirumuskan dari tantangan nyata sekolah, namun perumusan sasaran

harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah karena visi, misi, dan

tujuan sekolah merupakan sumber pengertian dalam merumuskan sasaran

sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran, harus lebih dahulu

merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah

3. Mengidentifikasi Fungsi - fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai

Sasaran

Setelah sasaran ditetapkan maka langkah berikutnya adalah

mengidentifikasi fungsi-fungsi yang digunakan untuk mencapai sasaran yang

masih perlu diteliti tingkat kesiapannya antara lain fungsi manajemen seperti

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program sekolah.

4. Melakukan Analisis SWOT

Analisis SWOT dilakukan untuk mengenali tingkat kesiapan sekolah

untuk mencapai sasaran sekolah. Kekuatan adalah faktor dari dalam sekolah

yang mendorong pencapaian sasaran. Peluang adalah faktor dari luar sekolah

yang mendorong pencapaian sasaran. Kelemahan adalah faktor dari dalam

sekolah yang menghambat pencapaian sasaran.

5. Alternatif Langkah Pemecahan Masalah

Dari hasil analisis SWOT dapat dilakukan tindakan yang diperlukan

untuk merubah fungsi yang tidak siap menjadi siap. Tindakan ini disebut

langkah- langkah pemecahan persoalan, yang pada hakekatnya merupakan

tindakan mengatasi kelemahan menjadi kekuatan, dan ancaman menjadi

peluang.

6. Menyusun Rencana dan Program Sekolah

Rencana peningkatan mutu meliputi jangka pendek, menengah, dan

panjang serta program-program untuk merealisasikan rencana tersebut.

Karena sekolah selalu terbatas sumber dayanya, maka perlu ditetapkan skala

prioritas. Rencana harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang: siapa

yang melakukan, apa yang dilakukan, bilamana dilakukan, di mana

dilakukan, bagaimana melakukan dan bagaimana biayanya. Hal ini untuk

memudahkan pelaksanaan dan dukungan moral maupun finansial dari

stakeholders. Hal pokok yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam

menyusun rencana adalah keterbukaan kepada stakeholders khususnya orang-

tua/Dewan Sekolah. Jika rencana merupakan deskripsi hasil yang diharapkan

dan dapat digunakan untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah,

maka program adalah alokasi sumber daya sekolah ke dalam kegiatan

menurut jadwal waktu dan tata laksana yang sinkron. Dengan kata lain,

program adalah bentuk dokumen yang menggambarkan langkah mewujudkan

sinkronisasi dalam ketatalaksanaan (Depdiknas,2002).

7. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu

Sekolah hendaknya: (1) proaktif melaksanakan rencana yang sudah

disetujui stakeholders; (2) mendayagunakan sumberdaya pendidikan

semaksimal mungkin, (3) menggunakan pengalaman-pengalaman yang

efektif, teori-teori yang cocok untuk meningkatkan mutu; (4) bebas

mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program karena

itu harus bebas dari keterikatan birokratis yang biasanya menghambat

penyelenggaraan pendidikan; (5) menerapkan konsep belajar tuntas (mastery

learning). Artinya siswa harus menguasai materi pelajaran secara utuh dan

bertahap sebelum melanjutkan pembelajaran ke topik-topik lain. Untuk

menghindari berbagai penyimpangan kepala sekolah harus melakukan

supervisi dan monitoring kegiatan-kegiatan peningkatan mutu. Kepala

sekolah sebagai manajer dan leader berhak mengarahkan, mendukung, dan

menegur jika akan terjadi dan terjadi penyimpangan. Tetapi, arahan,

dukungan, dan teguran tersebut jangan sampai membuat warga sekolah

menjadi amat terkekang sehingga sasaran tidak tercapai (Depdiknas, 2002).

8. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan

Evaluasi pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.

Sekolah perlu melakukan evaluasi pelaksanaan program baik jangka pendek,

menengah, maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap

akhir catur wulan. Jangka menengah setiap akhir tahun. Jangka panjang setiap

akhir lima tahun. Dalam melakukan evaluasi kepala sekolah harus melibatkan

stakeholders.Sebelum melakukan evaluasi perlu disepakati sejak awal

indikator-indikator keberhasilan setiap program. Hasil evaluasi perlu dibuat

laporannya yang terdiri laporan teknis dan keuangan Jika sekolah melakukan

upaya-upaya penambahan pendapatan, maka pendapatan tambahan itu harus

dilaporkan sebagai bentuk pertangungjawaban (akuntabilitas) yang

dikirimkan kepada atasan dan dewan sekolah.

10. Sasaran Baru

Hasil evaluasi pelaksanaan dapat dipakai untuk alat perbaikan kinerja

program yang akan datang. Hasil evaluasi merupakan umpan balik atau

masukan bagi sekolah dan orang tua siswa untuk merumuskan sasaran

program baru untuk tahun yang akan datang. Bila dianggap berhasil maka

sasaran dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang

tersedia. Jika gagal maka sasaran dapat saja tetap seperti sedia kala, namun

dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Setelah

sasaran baru ditetapkan, selanjutnya dilaksanakan analisis SWOT untuk

mengetahui tingkat kesiapan masing- masing fungsi manajemen dalam

sekolah sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman dalam rangka penyusunan rencana dan program baru.

2.7 Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional mengamanatkan Pengendalian dan Evaluasi terhadap

pelaksanaan rencana pembangunan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39

Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan

mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga

perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau

informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi

landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan.

Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan

adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula.

Tujuan Monitoring untuk mengamati/mengetahui  perkembangan dan

kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya/upaya

pemecahannya.

Definisi Evaluasi menurut OECD, disebutkan bahwa Evaluasi

merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan,

kebijakan, atau program. Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang

seobyektif dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang

direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Hal-hal

yang harus dievaluasi yaitu proyek, program, kebijakan, organisasi, sector,

tematik, dan bantuan Negara.

Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan

(input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar.

Evaluasi merupakan merupakan kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh

selama kegiatan pemantauan berlangsung. Evaluasi bertujuan untuk melihat

tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui kajian terhadap manajemen

dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi, untuk

selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya.

Bentuk evaluasi berupa pengkajian terhadap manajemen dan output

pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Monitoring lebih menekankan kepada

proses pelaksanaan MPMBS: pembuatan keputusan, pengelolaan

kelembagaan, pengelolaan program, pengelolaan PBM dan evaluasi.

Sedangkan evaluasi lebih menekankan pada tagihan teradap hasil MPMBS;

perbandingan sasaran yang telah diterapkan dengan hasil yang dicapai,

2.8 Penyusunan Program dan Pelaporan Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah (MPMBS)

Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah

bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka

pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya untuk

merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki sumberdaya

yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBS,

sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan

panjang. Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas

tentang: aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus

dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan,

dan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan

dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun dari orangtua siswa, baik

dukungan pemikiran, moral, material maupun finansial untuk melaksanakan

rencana peningkatan mutu pendidikan tersebut. Rencana yang dimaksud

harus juga memuat rencana anggaran biaya (rencana biaya) yang diperlukan

untuk merealisasikan rencana sekolah. Hal pokok yang perlu diperhatikan

oleh sekolah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua

pihak yang menjadi stakeholder pendidikan, khususnya orangtua siswa dan

masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian

akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan sekolah dan pemerintah untuk

menanggung biaya rencana ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung

oleh orangtua peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan

rencana ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk

melaksanakan rencana ini bisa dihindari. Dengan kata lain, program adalah

bentuk dokumen untuk menggambarkan langkah mewujudkan sinkronisasi

dalam ketatalaksanaan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) MPMBS ialah model manajemen pendidikan yang otonomi lebih besar

kepada sekolah, memberikan fleksibilitas (keluwesan) kepada sekolah, dan

mendorong partisipasi secara langsung stakeholder untuk meningkatkan

mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2) Tujuan umum MPMBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan

sekolah.

3) Konsep dasar dari Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) adalah otonomi sekolah, fleksibelitas dan partisipasi untuk

mencapai sasaran mutu sekolah.

4) Pada pola lama manajemen pendidikan, tugas dan fungsi sekolah lebih

pada melaksanakan program daripada mengambil inisiatif merumuskan

dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh

sekolah. Sementara itu, pada pola baru manajemen pendidikan sekolah

memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya,

pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partsisipasi

masyarakat makin besar dan sekolah lebih luwes dalam mengelola

lembaganya.

5) Karakteristik MPMBS didasarkan atas output, proses, dan input.

6) Ada 10 Tahapan dalam Pelaksanaan MPMBS

7) Monitoring dan evaluasi dalam MPMBS bertujuan untuk memberi

masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MPMBS baik

konteks, input, proses, output, maupun outcome (Depdiknas, 2002).

8) Dalam penyusunan program dan pelaporan MPMBS sekolah bersama-

sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana dalam hal aspek-

aspek mutu, kegiatan-kegiatan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan

dimana dilaksanakan, dan biaya yang diperlukan

3.2 Saran

Sebaiknya para pengembang mutu pendidikan khususnya guru dan kepala

sekolah, dalam merumuskan visi dan misi di sekolah, agar indikator

keberhasilan visi mudah diketahui maka rumusan visi dan misi tersebut sebisa

mungkin di buat realistis dan sesuai dengan kebutuhan sekolah, agar nantinya

tidak terjadi kerancuan dalam perumusan program-program pencapaian mutu

sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

http://perencanaan.ipdn.ac.id/kajian-perencanaan/kajian perencanaan/monitoringdanevaluasi (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

http://baimforeducation.blogspot.com/2013/05/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis.html (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/197205282005011-NUR_AEDI/1-3/Pengelolaan_Sekolah_Berbasis_Mutu.pdf (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031-MOHAMAD_SUGIARMIN/PENGAJARAN_MODUL_2.pdf (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

http://materiinside.blogspot.com/2014/06/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis-sekolah.html (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

https://www.academia.edu/9156487/Manajemen_Berbasis_Sekolah_MBS_ (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

Slamet PH, 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

No. 27. http//www.pdk.go.id/jurnal/27/manajemen-berbasis-sekolah.html (Diakses pada tanggal 5 Juli 2015)

Syarifuddin, 2002, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan, Konsep, Strategi, Dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.