manajemen-organisasi

8
Me-manage NU, Menuai Perubahan Salah satu elemen nidhom, selain basis paradigma gerakan yang jelas, adalah manajemen organisasi yang profesional. Secara umum ketertinggalan NU di bidang ini sangat mencolok dan menggejala hampir di semua level organisasi. Padahal peran manajemen bagi organisasi sebesar NU amatlah vital. Modal sosial dan kultural yang dimiliki tidak cukup mampu berbicara bila tidak dikelola dengan manajemen profesional. Manajemen merupakan pengelolaan, yang dengannya NU meraih tujuan-tujuan dasar organisasi. Manajemen adalah bagaimana kita mengelola semua peralatan dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Bagaimana memberdayakan peralatan dan sumber daya yang dimiliki secara maksimal. Dengan demikian, kita dapat merasakan betapa sentral peran manajemen organisasi. Karena begitu urgennya peran manajemen, tidak heran jika hal tersebut tidak lepas dari perhatian, bahkan diresapi dan dihayati para fuqaha. Maka, lahirlah kaidah hukmul wasail kahukmil maqshud. Nilai manajemen sama urgen dan esensinya dengan tujuan dasar organisasi itu sendiri. Kaidah itu menunjukkan bahwa perhatian pada manajemen tidak boleh dikesampingkan. Keluhuran dan ketulusan niat harus berbanding lurus dengan kekuatan profesionalisme. Sebab dapat dikatakan tanpa manajemen yang kuat dan profesional hampir mustahil NU meraih cita-cita luhurnya. Mewujudkan tugas-tugas profetisnya sebagai pewaris nabi di dunia ini. Karena maa layatimmul wajib ila bihi fahuwa wajib, dan untuk mewujudkan kewajiban secara sempurna, yakni misi kekhalifahan, disyaratkan pengelolaan organisasi dengan basis prinsip-prinsip manajemen yang kuat dan profesional, maka manajemen profesional pun menjadi wajib hukumnya. Persoalannya, seperti apa sich manajemen mutakhir yang baik, kuat, dan profesional tersebut. Ma hiya “manajemen”? Manajemen adalah pendayagunaan manusia dan alat secara efektif dan efesien dalam mencapai sebuah tujuan. Manejemen berkembang dari waktu-ke waktu seiring perkembangan teknologi. Nah, di era bourderless ini, basis manajemen yang mutakhir adalah informasi. Inti manajemen profesional mutakhir ini sebenarnya sederhana. Dia ditandai oleh adanya komunikasi dan sirkulasi informasi yang cepat dan efektif antara lapisan pemimpin dan yang dipimpin. Manajemen organisasi 1

Transcript of manajemen-organisasi

Salah satu elemen nidhom selain basis paradigma gerakan adalah manajemen organisasi

Me-manage NU, Menuai Perubahan

Salah satu elemen nidhom, selain basis paradigma gerakan yang jelas, adalah manajemen organisasi yang profesional. Secara umum ketertinggalan NU di bidang ini sangat mencolok dan menggejala hampir di semua level organisasi. Padahal peran manajemen bagi organisasi sebesar NU amatlah vital. Modal sosial dan kultural yang dimiliki tidak cukup mampu berbicara bila tidak dikelola dengan manajemen profesional.

Manajemen merupakan pengelolaan, yang dengannya NU meraih tujuan-tujuan dasar organisasi. Manajemen adalah bagaimana kita mengelola semua peralatan dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Bagaimana memberdayakan peralatan dan sumber daya yang dimiliki secara maksimal. Dengan demikian, kita dapat merasakan betapa sentral peran manajemen organisasi. Karena begitu urgennya peran manajemen, tidak heran jika hal tersebut tidak lepas dari perhatian, bahkan diresapi dan dihayati para fuqaha.

Maka, lahirlah kaidah hukmul wasail kahukmil maqshud. Nilai manajemen sama urgen dan esensinya dengan tujuan dasar organisasi itu sendiri. Kaidah itu menunjukkan bahwa perhatian pada manajemen tidak boleh dikesampingkan. Keluhuran dan ketulusan niat harus berbanding lurus dengan kekuatan profesionalisme. Sebab dapat dikatakan tanpa manajemen yang kuat dan profesional hampir mustahil NU meraih cita-cita luhurnya. Mewujudkan tugas-tugas profetisnya sebagai pewaris nabi di dunia ini. Karena maa layatimmul wajib ila bihi fahuwa wajib, dan untuk mewujudkan kewajiban secara sempurna, yakni misi kekhalifahan, disyaratkan pengelolaan organisasi dengan basis prinsip-prinsip manajemen yang kuat dan profesional, maka manajemen profesional pun menjadi wajib hukumnya.

Persoalannya, seperti apa sich manajemen mutakhir yang baik, kuat, dan profesional tersebut. Ma hiya manajemen? Manajemen adalah pendayagunaan manusia dan alat secara efektif dan efesien dalam mencapai sebuah tujuan. Manejemen berkembang dari waktu-ke waktu seiring perkembangan teknologi. Nah, di era bourderless ini, basis manajemen yang mutakhir adalah informasi. Inti manajemen profesional mutakhir ini sebenarnya sederhana. Dia ditandai oleh adanya komunikasi dan sirkulasi informasi yang cepat dan efektif antara lapisan pemimpin dan yang dipimpin. Manajemen organisasi tradisional seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, sudah ketinggalan kereta. Perangkat tersebut tidak cukup memadahi lagi dipakai untuk mengelola organisasi dengan ampuh.

Tiga Pilar Manajemen Modern

Di era digital (globalisasi) ini manajemen modern bertumpu pada elemen pokok.

Pertama, teknologi informasi. Salah satu kekuatan penting di dunia saat ini adalah perkembangan teknologi informasi. Dengan teknologi informasi ini ruang dan waktu mengalami proses penyempitan luar biasa. Dunia yang disekat batas-batas geografis berubah menjadi desa buana (global village). Dalam manajemen, teknologi informasi memungkinkan sirkulasi informasi dilakukan dengan begitu cepat. Apa yang menit ini har ini terjadi di pelosok panturan sana, misalnya, pada waktu yang sama dapat diakses oleh orang yang berjarak ribuan kilo meter. Pola komunikasipun berubah secara radikal, tidak lagi mengandalkan komunikasi pola dan gaya tradisional yang lebih mengandalkan kehadiran fisik dan komunikasi lisan. Dengan teknologi informasi peristiwa, kejadian, atau perubahan apapun di dunia dapat disirkulasikan dengan cepat dan efektif.

Kedua, transformasi teknologi informasi. Dampak dari kecepatan informasi melalui teknologi, salah satunya, lemahnya kemampuan untuk menyaring atau memahami informasi secara benar. Karena itu kecepatan akses informasi ini harus bertumpu pada mekanisme transformatif informasi. Maksudnya kecepatan akses informasi ini juga dibarengi atas pemahaman yang akurat terhadap gelombang informasi yang ada. Bila informasi yang datang dipahami secara salah entah karena terdistorsi atau kurang lengkap, maka hal itu akan menyebabkan organisasi salah dalam membuat keputusan. Ini berarti tahapan ini merupakan titik kritis bagi organisasi yang memanfaatkan teknologi informasi.. Kesalahan dalam memahami informasi dengan benar dapat melahirkan hal-hal yang menggelikan. Solidaritas terhadap tragedi Irak, misalnya, diekspresikan dengan kebanggaan terhadap Saddam Husain. Kaos bergmabra Saddam atau Usama bin Laden laris manis bak kacang goreng. Respons tersebut menunjukkan pemahaman yang dangkal bahkan salah terhadap apa yang terjadi di luar sana. Padahal jika saja memahaminya dengan benar informasi seputar tragedi Irak, maka solidaritas akan muncul dengan bentuk cerdas, elegan, dan strategis.

Ketiga, dinamika pengaruh negara superpower/dunia pertama. Gerak global saat ini masih ditentukan kebijakan superpower yang memilki perangkat nyaris sempurna. Kebijakan atau keputusan sentrum sumber daya ekonomi dan politik global tersebut memiliki pengaruh terhadap dunia. Kecepatan dan ketepatan memahami informasi di atas kemudian dipersenjatai dengan kemampuan untuk menangkap semua peluang strategis yang ada sebagai dampak dari perubahan global. Misalnya, dalam perkembangan global mutakhir, Islam di Barat digencet dengan Al Qoidah, sedangkan di Asia digencet dengan Jamaah Islamiyyah. Peluang ini membuka kemungkinan mendorong corak dan watak keberislaman ala NU dalam konstelasi global. Atau, misalnya, kebijakan politik bisnis atas kasus sapi gila di Amerika, seharusnya diturunkan di tingkatan nasional, kemudian diteruskan ke pelaku sektor bisnis di masyarakat. Inti dari poin ketiga ini adalah pentingnya manajemen yang responsif yang mampu memanfaatkan setiap celah atau peluang yang ada baik tingkat nasional maupun global.

Agar tidak Lenyap dalam Sejarah

Tiga pilar di atas merupakan bangunan manajemen yang akan menghantarkan NU sebagai organisasi dengan wajah global. Untuk memasuki dunia global, menjadi pelaku, dan variabel determinan, NU sebagai organisasi berbasis lokal dituntut untuk mengikuti kecenderungan global ini. Bukan hanya NU, bahkan pemerintah, organisasi formal maupun informal apapun harus mengikuti trend manajemen seperti itu, jika tidak ingin lenyap dalam layar sejarah. Tanpa basis manajemen di atas kemungkinan jatuh pada pembuatan kebijakan yang keliru amat lebar. Dampak kebijakan yang salah, bila mengingat gerbong NU yang mengangkut jutaan umat, tentu amat membahayakan.

Dengan tiga pilar tersebut perkembangan apapun di tingkatan global akan dengan cepat ditransformasikan pada tingkat nasional dan disebarluaskan ke seluruh warga NU, sehingga memiliki basis material dalam membuat keputusan ekonomi, politik, dan organisasional. Jika diibaratkan benda, manajemen tersebut dapat dikiaskan dengan manajemen jam. Sebuah jam selalu memiliki tiga jarum. Jarum jam yang panjang yang menunjukkan pergerakan atau perputaran detik diibaratkan pergerakan atau perubahan di tingkatan global. Secara dinamik perubahan di tingkatan global di atas juga diikuti jarum jam kedua (lebih pendek) yang menunjukkan pergerakan menit. Sedangkan jarum jam terakhir adalah jarum jam yang menunjukkan jam. Jarum jam inilah posisi NU. Perubahan dan perputaran lintasan NU seharusnya juga mengikuti secara dinamis perkembangan global dan nasional. Hal tersebut merupakan manajemen minimalis yang seharusnya dimiliki oleh NU.

Jika NU tidak mengikuti pergerakan tersebut, maka NU akan hilang dalam lintasan sejarah. Tergagap. Kesulitan mengenalii posisi dirinya. Disorientasi. Sehingga pada akhirnya tidak memiliki kompas jalan untuk melangkah secara benar. Ibarat sebuah jam, di mana dapat terus berputar, namun ada kemungkinan posisinya pada jam yang pas namun bukan pada hari ini, melainkan pada hari kemarin, minggu kemarin, bulan, bahkan sampai dasawarsa lalu. Kondisi ini tentu mengerikan dan memprihatinkan.

Infrastruktur Manajemen

Untuk mewujudkan impian tersebut, dibutuhkan infrastruktur manajemen yang terdiri dari tiga komponen penting.

Pertama, sumber daya manusia (resources). Untuk mengoperasionalkan manajemen di atas dibutuhkan sumber daya manusia yang berdedikasi, berkomitmen, dan memiliki full-time untuk mengelola NU. Mengelola manajemen seperti itu tidak mungkin dikelola dengan setengah-setengah, dengan disambi pekerjaan ini itu, apalagi disibukkan dengan persoalan maisyah keseharian yang seret. Ini artinya dibutuhkan reorientasi bagi pengurus NU untuk memaknai pengabdiannya di NU sebagai aktifitas nomer dua atau sambilan. Secara kelembagaan, NU dituntut untuk mampu memenuhi basic needs mereka yang secara total mengalokasikan waktunya untuk mengurus NU. Dampak ikutannya diperlukan rekonstruksi teologis dalam berjuang di NU. Taushiyyah mbah KH Hasyim Asyary agar jangan mencari hidup di NU membutuhkan penafsiran yang tepat dan kotekstual. Taushiyyah tersebut harus tidak ditafsirkan berjuang di NU dengan tidak boleh memperoleh reward material.

Perkembangan zaman telah menghasilkan persoalan kompleks, yang menuntut ditangani secara serius dan total. Pada titik ini kebutuhan akan sumber daya yang full time sudah menjadi keniscayaan sejarah. Lalu, bagaimana dengan kewajiban ain mereka yang full time tadi? Kewajiban untuk mencari nafkah, misalnya? Di sini untuk memenuhi sumber daya yang full time, yang tidak dibebani oleh pekerjaan lainnya, secara kelembagaan NU harus memenuhinya. Sekalipun hanya pada dataran minimalis, yakni staf profesional.

Kedua, sumber dana organisasi untuk operasional dan pengembangan. Dana atau fulus merupakan salah satu supporting system yang penting. Diidealisasikan NU memilki fund rising atau badan usaha yang produktif sehingga relatif independen dalam mendanai organisasi. Kemampuan mewujudkan ideal ini akan memiliki nilai strategis ke depan sehingga menghasilkan performance organisasi yang berwibawa.

Ketiga, tersedianya fasilitas seperti perangkat teknologi informasi yang memadahi.

Manajemen Program

Selain manajemen organisasi, NU juga harus dipandu oleh manajemen program. Yang dimaksud di sini adalah manajemen dalam menjalankan kegiatan organisasi dalam program tahunan yang telah dirumuskan oleh kepengurusan. Konsep manajemen program tersebut adalah 3T. Yaitu Terarah, Terukur, dan Terkendali.

Terarah. Program tahunan atau periode kepengurusan NU dalam setiap levelnya harus memiliki arah yang jelas. Semacam grand design per kepengurusan. Arah program inilah yang akan menjadi pengendali utama gerak langkah organisasi.

Terukur. Memilki parameter yang jelas, obyektif, empiris sehingga dapat dinilai dengan jelas. Keterukuran ini untuk menentukan atau menjadi dasar sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah kepengurusan atau kepemimpinan seseorang. Tingkat keberhasilan kepengurusan NU tidak didasarkan, misalnya, sejauhmana sumbangan finansial yang diberikan kepada organisasi, namun didasarkan atas sejauh mana realisasi program yang dipancangkan sebuah kepengurusan.

Terkendali. Secara kelembagaan hal ini diperankan oleh syuriah sebagai pemegang kebijakan tertinggi di struktur organisasi NU. Syuriah berwenang bahkan harus melakukan mekanisme kontrol terhadap arah kerja kepengurusan. Ukuran yang dipakai untuk melakukan kontrol tersebut juga harus objektif dan terukur, yang mengacu pada desain besar sebuah kepengurusan. Misalnya, kepengurusan wilayah NU DIJ yang memiliki tiga program unggulan, yakni pendidikan, manajemen (profesionalisme), dan ekonomi. Gugus kontrol di sini memegang peran sentral sebab harus melakukan pendendalian ketika melihat arah program kerja kepengurusan NU terlihat menyimpang dari ketiga hal tersebut.

Bagaimana Memulainya?

Bagaimana memulai kerja besar ini? Idealnya NU secara kelembagaan memiliki strategic plan yang akurat, yang diturunkan menjadi program, dan diterjemahkan dalam action plan tahunan. Dari perspektif ini terdapat tiga tingkatan yang masing-masing memiliki formulasi manajemen yang berbeda-beda. Tingkatan paling ideal adalah tahapan ketika sistem sudah terbangun dengan kuat. Yang menjadi penentu dinamika organisasi adalah sistem. Sehingga dengan kekuatan sistemik ini organisasi tidak lagi membutuhkan sumber daya yang dibutuhkan, namun sistem itu sendiri yang akan membentuknya dan menciptakan dirinya sebagai wahana pembelajaran yang efektif. Pada tahapan ini NU tidak diributkan lagi pada pencarian siapa yang akan menempati pos atau pekerjaan tertentu. Inilah yang disebut dengan management by system. Prasyarat efektifitas manajemen sistem ini adalah kesatuan pemahaman semua personel organisasi mengenai visi, misi, program, sampai pada penafsiran terhadap visi dan misi

Satu tingkatan dibawah itu adalah management by structure. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah mencari orang yang sesuai atau dianggap mampu mengerjakan atau mengimplementasikan manajemen di atas. Sedangkan pada tingkatan terakhir management by behavior. Yang dimaksud adalah mencari personel yang memilkiki ketegangan yang sama. Personel yang kebetulan mau dan enjoy dalam hal tersebut. NU dapat memulainya pada tingkatan kedua, yakni management by structure.Lalu, langkah konkretnya? Apa yang ditulis di atas merupakan impian yang membutuhkan tahapan dan waktu untuk mewujudkannya. Karenanya yang mendesak untuk dilakukan adalah mengembangkan pilot test untuk program di atas. Tidak harus tingkat PB. Cukup tingkat anak cabang, cabang, atau maksimal wilayah. Pilot test ini yang akan menjadi percontohan di masa transisi perubahan manajemen organisasi. Puncak dari proses pencapaian di atas adalah kemandirian dan profesionalisme NU. Kemandirian di sini bukan hanya memiliki makna sempit seperti kemandirian keuangan. Namun kemandirian dalam arti luas yang mencakup seluruh komponen organisasi. Puncaknya ditandai oleh terwujudnya kondisi real di mana organisasi benar-benar bertumpu pada visi yang padu dan kuat serta proses-proses organisasi yang jelas, programtik, terukur, dan khas sesuai latar belakang kultural dan keagamaan NU. Organisasi Nu digerakkan oleh sumber daya yang sudah fokus dan konsentrasi pada upaya pencapaian visi NU (program organisasi), dan tidak lagi disrimpeti persoalan mangerial, organisasional, keuangan, atu hal-halk kecil lainnya.

Dengan kata lain, NU harus mencapai tahap di mana seluruh persoalan organisasi telah dapat dirumuskan dengan akurat dan cermat, dibahas, dan dirumuskan jawabannya dengan benar. Pada titik inilah NU akan berkembang dan mulai mengeksplorasi dan menjajagi berbagi peluang baru kerja organisasi

Kondisi ini akan menjamin perencanaan strategis dan program tahunan sudah match (sesuai) dengan visi misi NU serta dilaksanakan dengan terpadu, rinci, namun fleksibel, semua komponen telah sinergis dalam membuat perencanaan, program kerja sudah menjadi perangkat dan acuan dinamis dalam menggerakkan NU, adanya mekanisme evaluasi kerja organisasional NU secara konsisten, periodik, transparan, partisipatif, berdasarkan data dan analisas dalam pengambilan kebijakan, terbangunnya sistem kepemimpinan yang handal, termonitor, adanya insentif yang efektif, memiliki jaringan teknologi informasi lengkap dan terpadu, dan pengembangan SDM menjadi bagian terpadu pembangunan organisasi NU.

Pendek kata, NU telah menjadi organisasi yang mampu mengelola perubahan global, nasional, dan lokal, dengan berbagai intensitasnya, memiliki mekanisme internal peningkatan kapasitas organisasi dalam mersepons perubahan, dan menjadi medium pembelajaran efektif dan efisien untuk mengelola perubahan.

Impact dari kondisi di atas akan sangat dahsyat. Bak halilintar yang menembus cakrawala yang tak terjangkau oleh mata. NU akan menjadi organisasi yang daya dorong transformasionalnya jauh melebihi kapasitas partai politik. NU, karena relatif tidak memiliki vested interest vulgar sebagaimana partai politik, akan lebih leluasa bergerak, dan menjangkau medan perjuangan yang tidak dapat dijangkau oleh partai politik.

Sebagai gambaran komparatif kekuatan organisasi sosial dengan partai politik dapat dilihat di Korea Selatan. Di sana ada organisasi petani yang memeliki daya determinasi kuat dalam menentukan presiden Korea Selatan. Sekalipun bukan partai politik, siapa yang akan terpilih menjadi presiden ditentukan sikap politik organisasi ini.

Tentu ada banyak hambatan untuk mewujudkan hal di atas. Hambatan itu terbentang mulai dari problem struktural, kultural, sumber daya, sampai infrastruktur yang dibutuhkan untuk memulainya. Namun, ini bukan berarti kita sedang berjalan menuju kuldesak (jalan buntu) pembangunan manajemen organisasi. Di sana ada jalan,peluang, dan rintangan sekaligus. Bukankah perjuangan baru bermakna justru ketika di sana ada banyak rintangan? Yang pasti, rintangan seberat apapun pengembangan manajemen organisasi NU, dijamin masih dalam batas-batas kapasitas kader NU untuk melakukannya.

PAGE 1