MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
-
Upload
himpunan-mahasiswa-planologi-its -
Category
Law
-
view
270 -
download
5
Transcript of MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM
PENGELOLAAN DAN
PENDAYAGUNAAN LAHAN
PERKOTAAN
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2015
Oleh :
1. Rofiqoh Etika Amalin (3612100003)
2. Amiroh (3612100004)
3. Rizqia Mintarsih (3612100010)
4. Dinar Fitriasari (3612100015)
5. Amelia Puspasari (3612100019)
Manajemen Kota
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Manajemen Lahan dalam Pengelolaan dan Pendayagunaan Lahan Perkotaan”. Makalah ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Kota. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ir. Sardrjito MT selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Kota2. Prananda Navitas ST.MSC selaku dosen pembimbing mata kuliah
Manajemen Kota3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya.
Surabaya , 14 April 2015
Penulis
i
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Pengertian Manajemen Lahan.........................................................................3
2.2 Jenis Manajemen Lahan....................................................................................4
2.2.1 Pengadaan...................................................................................................4
2.2.2 Pemanfaatan...............................................................................................6
2.2.3 Pengendalian...............................................................................................6
2.3 Konsep Manajemen Lahan...............................................................................6
2.3.1 Land consolidation.....................................................................................6
2.3.2 Land acquisition..........................................................................................7
2.3.3 Land sharing................................................................................................7
2.3.4 Land pooling................................................................................................7
2.3.5 Land banking...............................................................................................8
2.3.6 Transfer of development right.................................................................9
2.4 Studi Kasus........................................................................................................10
2.4.1 Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum....................................10
BAB III PENUTUP 13
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model land pooling............................................................................8
Gambar 2 Kompensasi hak pembangunan........................................................8
Gambar 3 contoh transfer of development right................................................9
ii
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan
1
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria. Jika reforma agraria dilakukan hanya untuk merektrukturisasi tatanan penguasaan dan pemilikan tanah semata, maka reforma agraria itu hanya bermakna sebagai suatu perubahan sosial semata, belum tentu mewujudkan keadilan agraria. Dengan demikian, kebijakan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar harus bermuara pada keadilan agraria sebagai amanat dari Konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar dan luas tanah terlantar ini semakin bertambah. Jadi apakah manajemen lahan berpengaruh terhadap pendayagunaan dan pengelolaan lahan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian mengenai manajemen lahan.2. Menjelaskan jenis manajemen lahan3. Menjelaskan konsep manajemen lahan4. Menyajikan kasus-kasus manajemen lahan
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini dilengkapi dengan sistematika penulisdan yang dapat membantu pembaca dalam emmahami isi dari makalah ini. Adapaun sistematika penulisan tersebut, yakni:
BAB I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dari penulisan makalah ini
BAB II Pembahasan : Bab ini membahas mengenai isi dari berbagai tujuan dari penulisan makalah ini
BAB III Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang dibahas pada bab II
2
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Lahan
Pengertian Pengelolaan Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian, dan memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.
Manajemen lahan adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif dalam memanajemen lahan itu sendiri. Nanang Fattah, (2004: 1) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganising, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Bagian dari bentang alam (landsekap), mencakup lingkungan fisik: topografi /relief, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi alami yg semuanya secara potensial akan berpengaruh thd penggunaan lahan. Lahan dipengarungi oleh berbagai aktifitas flora, fauna dan manusia, baik dimasa lalu, maupun masa sekarang.
Definisi pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 189). Dalam kaitannya dengan upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, pada PP No. 36 tahun 1998 ditegaskan bahwa tanah terlantar didayagunakan untuk program-program kemitraan, redistribusi tanah, konsolidasi tanah dan pemberian hak atas tanah kepada pihak lain.
Sementara itu, Pasal 15 ayat (1) PP No. 11 tahun 2010 jo Pasal 16 ayat (1) Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar, menegaskan bahwa peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui :
a. program reforma agraria,b. alokasi program strategis negara dan
3
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015c. untuk cadangan negara lainnya. Tanah ini kemudian dikenal sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN). Dengan demikian, arahan pendayagunaan tanah terlantar dalam PP No. 11 tahun 2010 lebih luas dari pada PP No. 36 tahun 1998.
Kategori Lahan
a. Proses pembentukannya : Analisis lansekape (landform, katena lahan, faset lahan, elemen lahan / site
b. Penggunaannya : Klasifikasi penggunaan lahan (hutan, sawah, lahan kering, perkebunan, permukiman, industri dll)
c. Lokasi spesifik: rawa, pantai, pasang surut , lahan pertanian, lahan perkotaan dll,
d. Kaualitas dan produktivitan lahan: marginal, subur-miskine. Kesesuaian dan alokasi tata ruang /tata guna lahanf. Nilai: ekonomi, sosial-budaya , politik, lingkungan, hukum dllg. Satuan lahan (land unit):
1) Diacu untuk kegiatan survei dan evaluasi sumberdaya lahan2) Keseragaman komponen biofisik lingkungan : geologi, landform, jenis
batuan, pola drainase , relief, lereng, dan pengunaan lainnya.3) Zone lahan : kelanjutan dari proses evaluasi kesesuaia lahan4) Instilah dalam GIS satuan lahan ~ data spasial SDL5) Hasil klasifikasi, overlay, pembobotan dan pensekoran sesuai dengan
pengaruh dari masing-masing varabel / peubah.h. Degradasi lahan : proses penurunan kualitas dan produktifitan lahan secara
gradual1) Degradasi lingkungan diakibatkan oleh pengaruh alam atau campur
tangan manusia (manusia > alam).2) Degradasi kualiatan ke degradasi produktivitas ke degradasi
kesejahteraan ekonomi petani dan kemiskinan subsistem.
2.2 Jenis Manajemen Lahan
2.2.1 Pengadaan
Pengadaan lahan dibagi menjadi 2 jenis yaitu bila penyediaan lahan untuk kepentingan umum yang disediakan pemerintah adalah pengadaan lahan, sedangkan penyediaan lahan untuk kepentingan swasta adalah pembebasan lahan. Pegadaan lahan yang disediakan oleh pemerintah di dalam konteks manajemen lahan adalah menyediakan lahan untuk kegiatan tertentu pada waktu yang tetap dengan harga yang terjangkau di lokasi yang diinginkan. Dalam lingkup pengadaan lahan terdapat isu penawaran dan permintaan lahan, kelembagaan, dan hak atas lahan.
Penawaran dan permintaan lahan memiliki persoalan tentang kesulitan memperoleh lahan, harga lahan yang tinggi, dan spekulasi. Kelembagaan memiliki persoalan ijin lokasi yang berlebihan, prosedur pengadaan dan pembebasan lahan yang tidak pasti kepemilikannya. Hak atas lahan memiliki
4
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015persoalan yaitu ketidakpastian/ketidakamanan kepemilikan, sengketa lahan, status lahan hak adat. Di dalam pengadaan lahan untuk kepentingan umum mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Aturan Pelaksanaannya berdasarkan Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kapala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Lahan. Lahan yang termasuk ke dalam kepentingan umum adalah hankamnas, jalan umum (termasuk jalan tol), rel kereta api dan sarananya, saluran air minum, saluran pembuangan air, sanitasi, waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya, pelabuhan, bandar udara, dan terminal, infrastruktur mintak, gas, dan panas bumi, pembangkit listrik dan prasarana distribusinya, jaringan telekomunikasi dan informatika pembangunan, tempat pembuangan dan pengelolaan sampah, dan rumah sakit pemerintah, fas. keselamatan umum seperti tanggul banjir, dan serta bencana-bencana alam lainnya, pemakaman umum, fasilitas sosial, fasilitas umum dan RTH public, cagar alam dan cagar budaya, kantor pemerintah daerah dan desa, penataan permukiman kumuh perkotaan, konsolidasi tanah. prasarana pendidikan pem. / pemda, prasarana pemuda dan olahraga, pasar umum, dan lapangan parkir umum.
Adapun tahapan penyelenggaraan pengadaan lahan untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut.
a. PerencanaanTahapan perencanaan yang dimaksudadalah perencanaan guna lahan yang dituangkan di dalam dokumen perencanaan yang dilakukan oleh perencana.
b. PersiapanSetelah perencanaan langkah selanjutnya yaitu penetapan lokasi oleh gubernur sesuai dengan perencanaan.
c. PelaksanaanTahapan yang terakhir yaitu pelaksanaan : Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan inventarisasi. Tim Apraisal Independen menetapkan nilai ganti rugi. BPN, Tim Apraisal, dan instansi yang memerlukan tanah melaksanakan
musyawarah dengan masyarakat pemilik tanah. Bila negosiasi buntu (pemilik tanah tidak setuju dengan harga ganti rugi), sedangan lokasi proyek tidak bisa dipindah maka pemerintah dapat menempuh konsinyasi uang ganti rugi dan pencabutan hak.
Pembayaran ganti rugi. BPN menyelesaikan sertipikat tanah atas nama instansi yang
memerlukan tanah.
Dalam hal status tanahnya adalah Hak Guna Bangunan(HGB) atau Hak
Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai (HP), maka harus diketahui apakah jangka
waktu haknya masih ada ataukah sudah berakhir
5
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015a. Jika status tanahnya adalah Hak Milik sedangkan pembelinya Pemerintah,
maka pembeliannya dapat dilakukan dengan cara:
penurunan hak menjadi HGB/HGU/HP, yang dilanjutkan dengan jual
beli (setelah menjadi HGB/HGU/HP)
pelepasan hak ke Negara dengan menggunakan akta pelepasan hak
secara notariil, yang dilanjutkan dengan permohonan hak oleh badan
hukum yang bersangkutan. Pelepasan ke Negara tersebut juga dapat
dilakukan jika tanah tersebut belum bersertifikat.
b. jika status tanahnya adalah HGB/HGU/HP
jangka waktunya masih berlaku : pembelinya baik perorangan maupun
badan hukum bisa langsung melakukan akta jual beli biasa
jangka waktunya sudah berakhir : mengajukan permohonan hak
kembali atas nama pembeli, setelah haknya timbul, baru dilakukan jual
beli biasa.
dibuatkan akta jual beli bangunan dan pengoperan hak secara notariil,
baru diajukan hak baru oleh pembeli.
Alternatif lain : Jika status tanah adalah HGB, jangka waktunya masih
berlaku dan pembelinya adalah perorangan, maka anda dapat memilih
untuk tetap pada status tanah HGB tersebut (untuk itu cukup
dilakukan jual beli dan balik nama), ataukah Anda ingin berstatus Hak
Milik (yang dapat dilanjutkan dengan proses peningkatan status tanah
tersebut).
2.2.2 Pemanfaatan
Pemanfaatan lahan adalah memperoleh penggunaan lahan terbaik dan nilai tertinggi bagi masyarakat banyak. Dalam lingkup pemanfaatan terdapat isu-isu strategis tentang penataan lahan yang ada persoalan lahan terlantar, stagnansi fungsi (fungsi pusat/kota lama), ketidakteraturan pemanfaatan lahan, pengembangan kegiatan di lokasi yang tidak tepat, lalu kemudian ekonomi dan nilai lahan dengan persoalan sebaran kegiatan pelayanan yang tidak merata, investasi yang tidak optimum, timbulnya eksternalitas negatif.
Penataan lahan
Ekonomi dan nilai lahan
2.2.3 Pengendalian
Pengendalian lahan adalah mengarahan kegiatan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Di dalam pengendalian lahan terdapat isu penataan lahan yang terdiri dari
6
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015pembangunan yang tidak terkendali dan perubahan pemanfaatan lahan, sedangkan isu kelembagaan sebagai contoh tidak ada/belum lengkapnya pengaturan lahan, konflik kepentingan/kewenangan lembaga.
2.3 Konsep Manajemen Lahan
2.3.1 Land consolidation
Konsolidasi lahan adalah bentuk kegiatan mengenai pengelolaan tata guna lahan dengan cara pengaturan kembali penggunaan lahan dan penguasaan bidang-bidang tanah. Sasaran dari konsolidasi lahan itu sendiri adalah penataan kembali penggunaan dan penguasaan tanah pada suatu kawasan yang kondisinya dinilai kurang memenuhi syarat untuk menjadi kawasan yang lebih baik. (Indra, 2012) Model dari konsolidasi lahan ini terdapat 3 jenis, yakni :
Model pengumpulan bidang-bidang tanah yg berserakan adalah model konsolidasi yang popular dilakukan di Eropa dan Amerika. Konsolidasi ini adalah untuk individu yang memilik tanah banyak dan letaknya tidak teratur (berserakan dimana-mana) maka dilakukan konsolidasi model ini agar tanah yang dimiliki menjadi satu dan efisien dalam pengelolaannya.
Model konsolidasi tanah subdivision s]atau pengkaplingan tanah. Model ini adalah penyatuan tanah kosong dan kemudian direncanakan untuk menjadi rencana tapak. Rencana tapak tersebut harus disetujui oleh pemerintah daerah. Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah, tanah tersebut akan dikapling dan dijual. Kapling ini dijual dengan prasarana dan sarana yang sudah dilengkapi.
Model penataan kembali bidang tanah (land readjustment) adalah model konsolidasi dengan mengumpulkan bidang tanah milik individu yang memiliki bentuk tidak beraturan dan belum terjamah prasarana. Maka setelah konsolidasi tersebut dilakukan tindakan pembangunan prasarana untuk tanah tersebut. Cara readjustmen dianggap paling adil karena pngurangan lahan digunakan untu kepentingan bersama.
2.3.2 Land acquisition
Land acquisition adalah hak atas tanah yang diambilalih dengan cara yang seolah memaksakan. Pemerintah biasanya melakukan tawar menawar untuk menentukan harga dari lahan tersebut. Dengan tawar menawar tersebut dapat meminimalkan biaya administrasi. Pengadaan lahan oleh pemerintah dapat juga dilakukan dengan cara sewa. Dengan cara tersebut pemerintah memperoleh keuntungan untuk memperoleh lahan yang diperlukan tanpa harus membayar harga penjualan lump-sum berlebih. Pengadaan juga dapat dilakukan melalui barter atau pertukaran yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh lahan secara sukarela oleh pemerintah yang sering digunakan untuk pembangunan dilakukan kompensasi dengan
7
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015barter lahan dan sering tanpa adanya proses pembayaran uang. (Baskara, 2012)
2.3.3 Land sharing
Land sharing adalah pengadaan tanah untuk kepentingan usaha. Jadi, pemilik tanah menyerahkan tanahnya pada investor untuk dibangun tanpa menyerahkan haknya. Jadi tanah tersebut tetap menjadi milik pemilik tanah tersebut. Dan kalaupun ada kenaikan harga tanah, yang mendapat keuntungan adalah pemilik tanah itu juga.
2.3.4 Land pooling
Land Pooling adalah mengumpulkan bidang–bidang tanah yg sempit dlm 1 areal menjadi 1 bidang, dimana diatasnya akan dibangun bangunan bertingkat sehingga KDB dapat meningkat yang akan menyebabkan tempat parkir yang cukup, RTH privat semi, Semi publik meningkat. Kepemilikan tanah berdasarkan land pooling adalah dengan bukti hak sertipikat. Ilustrasi pembangun bersama dengan Land Pooling adalah sebagai berikut :
Semula :Kapling A,B,C sempit, rumahindividual tidak bertingkat,KDB = 100 %Ruang Terbuka = 0
Menjadi :Rumah susun 3 tingkat,KDB = 33,33 %Ruang Terbuka 66,67 %
Gambar 1 Model land pooling
Gambar 2 Kompensasi hak pembangunan
2.3.5 Land banking
Land Banking adalah penyediaan Tanah siap bangun (hampir sama dengan Kasiba & Lisiba). Dalam land baking ini penyelenggaranya adalah
8
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015Pemerintah. Land baking adalah sebagai instrumen pengendalian harga tanah & spekulasi tanah. Tujuan dari land baking adalah mengalihkan keuntungan kenaikan harga tanah dari swasta menjadi keuntungan publik. Kebijakan yang diperlukan dalam land banking adalah sebagai berikut:
a. Hak istimewa utk membebaskan tanah (Preemption Right).b. RDTR sbg arahan penguasaan tanah oleh lembaga Bank Tanah.c. Kelonggaran batasan luas menguasaan tanah, batas waktu hak, dan
kewajiban pemanfaatan tanah.d. Pengendalian (Pembekuan) Harga Tanah :
1) Melalui Perpajakan : Betterment Tax, Capital Gain Tax, Vacant Land Tax.2) Melalui instrumen Perijinan utk mempersempit ruang gerak spekulan
tanah
Fungsi Bank Tanah adalah sebagai berikut :
a. Pembeli Tanah (Land Purchaser)b. Pemegang Stok Tanah (Land Keeper)c. Pengaman Penyediaan Tanah (Land Warranty)
Sifat Kelembagaan Bank Tanah adalah sebagai berikut :
a. Lembaga profit dengan kontrol penuh oleh pemerintah.b. Memiliki Kewenangan (monopoli) pengadaan tanah.
Tantangan Bank Tanah adalah sebagai berikut :
a. Hak istimewa pengadaan tanah & pembekuan harga tanah berlawanan dengan sistem pasar bebas
b. Perlu modal besarc. Selama tanah belum laku: modal tidur (iddle), tanah kosong/terlantar, &
perlu pengamanan tanah agar tidak terjadi pendudukan liard. Pihak swasta mencari tanah lain di luar daerah, yg mungkin lebih murah
2.3.6 Transfer of development right
Pemilik tanah pada kawasan yang dibatasi pembangunannya (kawasan konservasi, rawan bencana, jalur penerbangan) hak membangunnya ditransfer ke pihak lain. Misal Pemilik bangunan bersejarah, hak membangunnya dijual ke tetangga di mana diberi kelonggaran ketentuan. Misalnya maksimal 2 lantai boleh 3 lantai. Bila hak membangun tidak bisa ditransfer seperti itu (misalnya karena pada jalur penerbangan) maka hak membangunnya harus ada kompensasi (insentif dari Pembagunan atau pihak yang berkepentingan). Ilustrasi dibawah ini adalah menerangkan bahwa perlu ada transfer/kompensasi hak membangun bagi pemilik tanah di ujung landasan.
9
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015
Gambar 3 contoh transfer of development right
2.4 Studi Kasus
2.4.1 Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum
Judul studi kasus : Konsinyasi Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek
Jalan Tol Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang)
Rangkuman studi kasus :
Studi kasus yang diambil membahas mengenai gambaran tentang
Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum khususnya untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di
Kabupaten Semarang. Konsinyasi yang diterapkan dalam Perpres No. 65
Tahun 2006 berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, di
mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya
terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru
sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak
tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.
Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang
mengindikasikan bahwa Perpres ini lebih memihak investor asing daripada
nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang
seringkali mengatasnamakan kepentingan umum.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan
untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten
Semarang dan hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi
10
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang –
Solo Di Kabupaten Semarang serta proses pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dalam rangka Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang –
Solo Di Kabupaten Semarang serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas
tanah yang terkena proyek tersebut.
Metode Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris
dan spesifikasi penelitian ini adalah Deskriptif Analitis. Pengumpulan data
melalui data primer dan data skunder. Metode analisis yang dipakai adalah
kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan hasil bahwa
mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk
Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang
disebabkan tidak adanya titik temu, sehingga proses di pengadilan-lah yang
bisa menyelesaikan. Tentunya biaya yang akan dititipkan ke pengadilan
adalah harga yang sesuai dengan perhitungan tim appraisal, karena harga
yang disodorkan itu sudah yang tertinggi. Kalau masih ada tawaran yang
masih tinggi, terus terang kami tidak bisa memenuhi, maka konsinyasi adalah
jalan pemecahannya. Sepanjang lembaga konsinyasi tersebut dilaksanakan
dalam pelepasan atau penyerahan hak yang telah diperoleh kesepakatan
antara pihak yang membutuhkan tanah dan para pemegang hak atas tanah
(termasuk pemilik bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah) yang dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang,
dan satu atau beberapa orang diantara mereka tidak diketahui
keberadaannya, maka ganti rugi kepada orang-orang yang tidak diketahui
inilah yang dapat dikonsinyasikan di pengadilan negeri setempat, hal ini dapat
dibenarkan.
Hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas
tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo
Di Kabupaten Semarang adalah ketidaksepakatan tentang besaran ganti
kerugian karena keterbatasan dana dari Pemerintah sehingga bentuk dan
besaran ganti kerugian penetapannya tidak sesuai dengan harga pasar
setempat (umum), hal ini dinilai tertalu rendah atau tidak wajar.
Proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam
rangka pelaksanaan pembangunan jalan tol Semarang-Solo dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan
11
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 junto Peraturan
Presiden nomor 65 tahun 2006.
Sebagian besar pemilik tanah telah merelakan tanahnya untuk proyek
pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo ini, namun mereka belum puas
dengan harga yang ditawarkan oleh TPT. Oleh karena itu masih banyak warga
belum sepakat dengan nilai harga yang ditawarkan pada musyawarah
tersebut.
Sedangkan pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilik hak atas tanah
yang terkena pembangunan jalan tol Semarang – Solo adalah turunnya harga
tanah. Pemilik Hak Atas Tanah yang terkena proyek tersebut merasa sangat
dirugikan karena untuk tanah sisa (tanah yang tidak terkena tol) akan menjadi
turun harganya dibandingkan sebelum adanya tol, sehingga banyak pemilik
Hak Atas Tanah yang tanahnya tidak terkena proyek tersebut meminta kepada
pemerintah agar tanah sisa juga diberikan ganti kerugian dan dimasukkan ke
dalam rute tol tersebut.
Selain itu, dengan adanya rencana proyek tol Semarang – Solo ini,
kegiatan pertumbuhan ekonomi sebagian pemilik Hak Atas Tanah menjadi
terganggu, kecuali bagi mereka yang kebetulan berada pintu keluar Tol
(intercange).
Terakhir, apabila Jalan Tol tersebut telah dapat digunakan, mereka
merasa menjadi tidak nyaman dan tenang. Hal ini dikrenakan sebelum adanya
Jalan Tol tersebut, lingkungan mereka termasuk lingkungan yang tenang.
Adanya Jalan Tol dipastikan akan membuat bising suara lalu lalang kendaraan.
Sebagai penutup, diberikan saran yang diberikan adalah hendaknya
pemerintah merubah skema investasi pembangunan Jalan tol yang sudah ada,
karena skema investasi infrastruktur Jalan Tol yang sedang berjalan saat ini
adalah adanya unsur pengadaan tanah di dalam variable investasi. Hal
tersebut ternyata menjadi kendala utama yang tidak terbantahkan lagi seiring
berjalannya waktu Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang telah
melampaui waktu 2 tahun, dimana pengadaan tanah untuk seluruh 22
investor jalan Tol yang sudah menandatangani Perjanjian (PPJT) belum ada
yang rampung dikerjakan oleh Pemerintah. Padahal beberapa investor
dananya sudah siap baik dari equity maupun dari dana bergulir BLU, namun
demikian progres secara keseluruhan baru sekitar -/+ 10%. Jadi Pemerintah
yang sangat legitimed seperti saat inipun ternyata tidak mampu
menggerakkan aparat birokrasinya untuk menyelesaikan permasalahan
12
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015pengadaan tanah sesuai yang diperjanjikan kepada para investor jalan tol.
Tanggung jawab dari pihak yang membutuhkan tanah dan pihak yang
melaksanakan pengadaan tanah hampir tidak ada, karena mereka umumnya
masih berasumsi bahwa dana pengadaan berasal dari Investor.
Kedua, Departemen Dalam Negeri dan Badan Petanahan Nasional
seharusnya menjadi garda terdepan dalam mensukseskan pengadaan tanah
dan seharusnya masalah pengadaan tanah tidak dilakukan melalui
musyawarah, artinya kalau Pemerintah sudah menentukan lokasi untuk
kepentingan umum, maka pencabutan hak atas tanah oleh pemerintah segera
dilakukan untuk satu koridor jalan, bukannya satu persatu. Oleh karena itu
perlu penyempurnakan mekanisme pengadaan tanah yang ada sekarang ini.
Juklak dan juknis Perpres 65/2006 harus jelas lead-nya siapa, agar tidak ada
dispute yang terjadi di tingkat bawah, masalah tanah adalah masalah yang
dikendalikan oleh pemerintah sepenuhnya.
Terakhir, hendaknya para wakil rakyat di DPR terlibat secara
proporsional dan aktif semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama
menyusun kaidah hukum dengan membebaskan/ melepaskan diri dari
intervensi kepentingan dari luar, kepentingan kelompok/golongan maupun
kepentingan pribadi. Khusus berkaitan dengan kerangka reforma agraria
diperlukan upaya yang terencana untuk merevisi pasal-pasal krusial dalam
Undang-undang No.5 tahun 1960 yang menyangkut: hak menguasai negara,
dasar/ prinsip hukum Adat, hak Ulayat, fungsi sosial tanah.
13
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penawaran dan permintaan lahan memiliki persoalan tentang kesulitan
memperoleh lahan, harga lahan yang tinggi, dan spekulasi. Di dalam pengadaan lahan
untuk kepentingan umum mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan
untuk kepentingan umum. Aturan Pelaksanaannya berdasarkan Perpres No. 71 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum dan Peraturan Kapala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Pengadaan Lahan.
Dalam manajemen lahan terdapat jenis-jenisnya meliputi pengadaan
pemanfaatan, dan pengendalian. Konsep manajemen lahan dapat digunakan untuk
sarana pengadaan lahan
14
Manajemen Kota | PWK ITS |
2015
DAFTAR PUSTAKA
Baskara, M. (2012, Februsari 27). Pengadaan Lahan. Retrieved April 13, 2015, from
Medha Baskara: http://medha.lecture.ub.ac.id/2012/02/pengadaan-lahan/
Indra. (2012, Desember 9). Konsolidasi Lahan. Retrieved April 13, 2015, from Pasuruan
untuk Perubahan: https://pasuruankita.wordpress.com/2012/12/09/konsolidasi-
lahan/
15