Manajemen Kasus i
-
Upload
bumper-boompboomp -
Category
Documents
-
view
247 -
download
0
Transcript of Manajemen Kasus i
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
1/32
MANAJEMEN KASUS: PEB
Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anastesi Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
DisusunOleh :
Ajeng Dennise Distelita
121012100
Pembimbing: dr. Awal Tunis Yantoro, SKM, Sp.An
RSUD dr. R. Goeteng Tarunadibrata
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI REMINASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
2/32
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIENNama : Ny. T
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Bobotsari, Purbalingga
Tanggal Masuk : 4 Januari 2013
Tanggal Operasi : 8 Januari 2014 pukul 10.30
Ruang : Bugenville
No.CM : 517036
II. PRIMARY SURVEYA. Airway
Clear, mallampati I, tidak tampak gigi ompong
B. BreathingNapas spontan, normochest, tidak tampak ketertinggalan gerak pada dada,
pergerakan simetris. RR 18 kali per menit, regular, tidak tampak retraksi
costa, trakea terletak median, suara napas vesikular pada lapang paru,
tidak terdengar ronkhi/ wheezing
C. CirculationKulit hangat, nadi 88 kali permenit, regular, S1>S2 regular, gallop (-),
murmur (-)
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
3/32
D. DissabilityKeadaan umum baik, gizi cukup, kesadaran Compos Mentis, pipul bulat
isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
III. SECUNDARY SURVEY1. ANAMNESIS
A. Keluhan UtamaMual, muntah, kaki bengkak
B. Riwayat Penyakit SekarangP/b G3P2A0 hamil 28 minggu 2 hari datang ke poli kandungan
kebidanan karena mengeluh mual, pusing, dan muntah. Keluhan dirasakan
5 hari terakhir. Hari ini pasien mengeluh nyeri ulu hati dan muntah 1 kali.
Pasien mengeluh sejak hamil kakinya bengkak. Pasien juga mengeluh
beberapa bulan terakhir sering sesak napas.
Pasien rajin kontrol ke bidan dan tekanan darahnya selalu tinggi.
Terakhir ke bidan TD 190/100. Selama ini konsumsi obat penurun tensi
dari bidan tetapi tidak tahu obat apa yang diberikan
C. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit serupa disangkal. Keluhan hipertensi, diabetes,
penyakit jantung, asma, alergi terhadap obat dan makanan disangkal.
Mondok di RS disangkal. Riwayat operasi berkaitan dengan kandungan
disangkal
D. Riwayat Penyakit KeluargaKeluhan serupa disangkal
E. Riwayat FertilitasJumlah anak hidup 2
F. Riwayat ObstetriTahun 1998, Lahir spontan di dukun, Perempuan, hidup, BBL 2500
Tahun 2004, Lahir spontan di bidan, Perempuan, hidup, BBL 2000
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
4/32
Tahun 20143, sekarang
Keadaan ibu pada kehamilan sebelumnya normal. Riwayat perdarahan
selama hamil, sebelum bayi lahir, segera, dan sesudah bayi lahir
disangkal.
Riwayat kehamilan sekarang HPMT 21 Juni 2013. Umur kehamilan
28 minggu 2 hari. HPL 28 April 2014. Keluhan selama kehamilan
mual/muntah, pusing. Periksa kehamilan terakhir beberapa hari yang lalu.
Selama ini periksa kehamilan rutin.
G. Riwayat HaidMenarche umur 12 tahun
Siklus haid teratur
Lama haid 5-7 hari
Jumlah darah haid: sehari ganti pembalut 2-3x
Keluhan waktu haid: tidak ada
Haid terakhir: 25 Januari 20013
H. Riwayat perkawinanMenikah 1 kali dengan suami sekarang lama 14 tahun.
I. Riwayat KBPenderita mengaku pernah menggunakan kontrasepsi jenis pil,
suntikan 3 bulan, terakhir susuk, stop 1 tahun yang lalu.
J. Kebiasaan dan LingkunganTidak merokok
2. PEMERIKSAAN FISIKA. Status Interna
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
Tanda Vital :
TD : 160/90 mmHg
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
5/32
Nadi : 88 x / menit
RR : 18 x / menit
Suhu : 36,8 0C
B. Status GeneralisKepala :
Mesocephal, rambut hitam,
CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor d 3/3mm, reflek cahaya +/+
Napas cuping hidung (-)
Mallampati I, cormack dan Lehane grade I
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-) pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax :
Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae hiperpigmentasi(-)
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising(-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada ka = ki
Palpasi : Fremitus raba dada ka = ki
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : tampak hamil, cembung, striae gravidarum (+)
Palpasi :
Leopold I : teraba lunak bagian fundus, TFU 2 jari diatas pusar
Leopold II : bagian perut kiri teraba seperti papan, keras,
Leopold III : teraba keras pada bagian bawah perut
Leopold IV : konvergen kepala belum masuk PAP
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
6/32
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Oedema +/+, akral dingin (-/-)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium (6 Januari 2014)
1. Darah rutin:Hb : 10,7 gr/dl
Hct : 33 %
Eritrosit : 4,4 x 106/uL
Leukosit : 17,1 x 103/uL
Trombosit : 165 x 103/uL
MCH :16
MCHC :25
MCV :66
Gol darah : AB
2. Masa pembekuanCT : 4.00 menit
BT : 3.30 menit3. Kimia klinik
GDS : 86 mg/dL
Ureum :24,5 mg/dL
Creatinin : 0,6mg/dL
SGOT : 96 mg/dl
SGPT : 64 mg/dl
4. SeroimunologiHbsAg -
5. Urin RutinProtein +++ (Positif 3)
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
7/32
IV. DIAGNOSAG3P2A0 hamil 29 minggu dengan PEB pro SC atas indikasi gagal induksi
V. KESIMPULANASA III
VI. LAPORAN ANESTESI1. Diagnosis Pra Bedah
G3P2A0 hamil 29 minggu dengan PEB pro SC atas indikasi gagal induksi
2. Diagnosis Pasca BedahP3A0 post SC atas indikasi PEB dengan gagal induksi
3. Penatalaksanaan Preoperasia. Informed consentb. Puasa 6 jam pre operasi
4. Penatalaksanaan Operasia. Jenis pembedahan : SCb. Jenis anestesi : Regionalc. Teknik anestesi : Spinald. Mulai anestesi : 10.30e. Mulai operasi : 10.40f. Selesai anestesi : 11.15g. Premedikasi : -h. Medikasi induksi : Recain 0,5% HCL 12,5 mgi. Maintenance : 02 3 L/ menitj. Medikasi tambahan : Induxin 30 IUk. Respirasi : spontanl. Posisi : supinem. Cairan durante operasi : RL 500 ml, Gelafusal 500 mln. Selesai operasi : 11.15
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
8/32
o. Selesai anestesi : 11.155. Pemantauan HR
Waktu Hasil Pemantauan Tindakan
10.30 160/90, 120 masuk ruang OK,pemasangan alat
10.35 130/88, 100anestesi spinal dengan recain 0,5 %
HCL, pemasangan canul O2
10.40 100/70,89 mulai pembedahan
10.45 89/55, 77 efedrin 40 mg
10.50 100/77 monitoring
10.55 123/82 pemberian induxin
11.00 138/88 monitoring
11.05 142/89 monitoring
11.10 138/77 monitoring
11.15 135/76 pembedahan selesai
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
9/32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PREEKLAMSIA BERAT1. DEFINISI
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ
dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1
pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu
(Brooks MD, 2011).
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH)
Working Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih
dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini oedema pada wanita
hamil dianggap dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam
diagnosis preeklampsia
2. KLASIFIKASIHipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg. Tekanan darah diastolik
ditetapkan pada saat hilangnya bunyi korotkoff ( korotkoff 5 ). Proteinuria
didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah 300 mg/ml
dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
Preeklampsia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah preeklampsia, dengan tekanan
darah sistolik 140 -
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
10/32
mmHg. Disebut dengan preeklampsia berat bila pada penderita preeklampsia
didapatkan salah satu gejala berikut : Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg ; Proteinuria 5 gr / jumlah urin selama 24
jam atau dipstick 4 + ; Oliguria ; Peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2
mg/dl) ; Edema paru dan sianosis ; Gangguan visus dan serebral disertai sakit
kepala yang menetap ; nyeri epigastrium yang menetap. Sindrom HELLP
adalah preeklampsia dengan diikuti pemeriksaan laboratorium dengan hasil
Trombositopenia < 100.000 sel/mm3; Peningkatan enzim hepar (alanin
aminotransferase [ALT] atau aspartate aminotransferase [AST] ; Hemolisis.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang tonik klonik
disusul dengan koma. Superimposed preeklampsia/eklampsia adalah
timbulnya proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya telah mengalami
hipertensi. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu .
Penyakit hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah 140/90
mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak
menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
11/32
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
12/32
3. FAKTOR RESIKOBeberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Risiko yang berhubungan dengan partner laki-laki berupaprimigravida ; umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk
kehamilan ; partner laki-laki yang pernah menikahi wanita yang
kemudian hamil dan mengalami preeklampsia ; inseminasi donor dan
donor oocyte.
b. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit dahulu dan riwayatpenyakit keluarga berupa riwayat pernah preeklampsia ; hipertensi
kronis ; penyakit ginjal ; obesitas ; diabetes gestational.
c. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan berupa Mola hidatidosa ;kehamilan multipel ; hydrops fetalis
4. ETIOLOGI DAN PATOGENESISTerdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:
a. GenetikBukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita
preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA).
Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA dengan
haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita
preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat. Terdapat suatu
kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan dalam
patogenesis preeklampsia. Telah dilaporkan adanya peningkatan angka
kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita preeklampsia. Bukti yang mendukung berperannya faktor
genetik pada kejadian preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
13/32
antigene (HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti
melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA-DR4 dan
proteinuri hipertensi.
Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7
memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklamsi dan
IUGR daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan
kemungkinan preeklampsia berhubungan dengan gen resesif tunggal.
Meningkatnya prevalensi preeklampsia pada anak perempuan yang lahir
dari ibu yang menderita preeklampsia mengindikasikan adanya pengaruh
genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik
nampaknya berperan pada preeklampsia tetapi manifestasinya pada
penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan .
b. Iskemik PlasentaPada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi
desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas
endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel,
merusak jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos
dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid.
Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut
telah sampai pada deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14 -
16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel
trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga
kedalam miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama
yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta
perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti
kantong yang memungkinkan terjadinya dilatas i secara pasif untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan. (gambar 1)
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
14/32
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu :
1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas.
2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi
sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih
terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi
seperti atherosklerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan
lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini
akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta dan berhubungan
dengan luasnya daerah infark pada plasenta
Gambar 1.
Plasenta pada kehamilan normotensi dan preeklampsia
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
15/32
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang
memiliki resistensi vaskular disebabkan oleh karena kegagalan invasi
trofoblas ke arteri spiralis pada tahap ke dua. Akibatnya, terjadi
gangguan aliran darah di daerah intervilli yang menyebabkan
penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat menimbulkan
iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi.
c. Disfungsi endotelSaat ini salah satu teori tentang preeklampsia yang sedang
berkembang adalah teori disfungsi endotel. Endotel menghasilkan zat-
zat penting yang bersifat relaksasi pembuluh darah, seperti nitric
oxide(NO) dan prostasiklin (PGE2). Disfungsi endotel adalah suatu
keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Prostasiklin merupakan suatu
prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel yang berasal dari asam
arakidonat dimana dalam pembuatannya dikatalisir oleh enzim
siklooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP intraselular
pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan
anti agregasi trombosit.
Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit , berasal dari asam
arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan
memiliki efek vasikonstriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan
tromboksan A2mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme
yang mengatur interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah.
Pada kehamilan normal terjadi kenaikkan prostasiklin oleh
jaringan ibu, plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi
penurunan produksi prostasiklin dan kenaikkan tromboksan A2
sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A2 : prostasiklin. Pada
preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
16/32
menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan
sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut.
Preeklampsia berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi
sistem koagulasi hemostasis. Perubahan aktifitas tromboksan
memegang peranan sentral pada proses ini dimana hal ini sangat
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan
prostasiklin.
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan
penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregasi
trombosit dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
d. ImunologisPreeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena
pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi
kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti
dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi
imunologis sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita
preeklampsiaterjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan
penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester dua.
Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada 50 % wanita
dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15 %.
Maladaptasi sistim imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari
arteri spiralis oleh sel sitotrofoblast endovaskuler dan disfungsi sel
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
17/32
endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan
IL-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.
Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Didalam mitokondria,TNF-akan
merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-
oksigen yang selanjutnya akan membentuk lipid peroksida dimana hal
ini dihambat oleh antioksidan.
Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan
menyebabkan kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat
menyebabkan pembentukan lipid perioksida yang akan membuat
radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan
menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler
yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasikin dan tromboksan
dimana terjadi peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan
inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler Akibat dari stress
oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid laden,
aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria).
Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditujukan untuk
mencegah terjadinya over produksi dan kerusakan yang disebabkan
oleh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten
terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E( -
tocopherol) , vitamin C dan caroten. Zat antioksidan ini dapat
digunakan untuk melawan kerusakan sel akibat pengaruh radikal
bebas pada preeklampsia.
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
18/32
5. PEMERIKSAANa.
FisikHipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba- tiba. Banyak
primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100 -
110/60- 70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar
15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus
dipertimbangkan (William obstetri, 2010)
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen,
tetapi jika terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah
yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis.
Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan
> 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara
generalisata yang disebut pitting Edema > +1 setelah tirah baring 1 jam
b. PenunjangProteinuria merup akan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti
konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24
jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan
metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan
menggunakan kateter atau midstream yang diambil urin sewaktu minimal
dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006). Hemoglobin
dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia
biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan penurunanantitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin
serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase meningkat hingga 2 -3 kali lipat. Laktat dehidrogenase
bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
19/32
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.
Urinalisis ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline
cast
6. PENATALAKSANAANEklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan
20 30% kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan
dicegah sejak masa kehamilan (preeklampsia). Preeklampsia yang tidak
mendapatkan tindak lanjut yang adekuat ( dirujuk ke dokter, pemantauan yang
ketat, konseling dan persalinan di rumah sakit ) dapat menyebabkan terjadinya
eklampsia pada trimester ketiga yang dapat berakhit dengan kematian ibu dan
janin.
Penanganan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan
menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam
keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pengobatan
hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklampsia, dan faktor-
faktor apa dalam kahamilan yang menyebabkannya, belum diketahui.Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya pre-
eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3) melahirkan
janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obtetrik.
Pada pre-eklampsia ringan ( tekanan darah 140/90 mmHg samoai
160/100 mmHg ) penanganan simtomatis dan berobat jalan masih mungkin
ditangani di puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan tindakan
yang diberikan. Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam
penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh
menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat,
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
20/32
tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan
bertambah.Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah.
Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam
nyawa maternal (Wiknjosastro, 2006).
1. Menganjurkan ibu untuk istirahat ( bila bekerja diharuskan cuti ), dan
menjelaskan kemungkinan adanya bahaya. )
2. Sedativa ringan.
a.Phenobarbital 3 x 30 mg
b.Valium 3 x 10 mg
3.Obat penunjang
a.Vitamin B kompleks
b.Vitamin C atau vitamin E
c.Zat besi
4. Nasehat
a.Garam dalam makan dukurangi
b.Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janin
c.Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala,
mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan
semakin sesak, nyeri epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak
janin melemah-berkurang, pengeluaran urin berkurang.
5.Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.
Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau
merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut:
a)Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b)Protein dalam urin 1 plus atau lebih
c)Kenaikan berat badan 11/2 kg atau lebih dalam seminggu
d)Edema bertambah dengan mendadak
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
21/32
e) Terdapat gejala dan keluhan subyektif.
Seorang bidan diperkenankan merawat penderita preeklampsia berat
bersifat sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan.
Penanganan abstetri ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal,
yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur
untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi
eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur lebih baik hidup diluar
kandungan dari pada dalam uterus
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 1224 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan. Sebagai
pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium
sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose
dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12
gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan
magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks
patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini
memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga
diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun
diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006)
7. KOMPLIKASIa. Maternal
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu
karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
1. Jantung
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
22/32
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan akt ivasi endotel sehingga terjadi
ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi
penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2. OtakTekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel
akan terbuka menyebabkan plasma dan sel- sel darah merah keluar ke
ruang ekstravaskular.
3. MataPada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus
arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang
ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia
merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan
ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di
korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006).
4. ParuEdema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses
persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak,
penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan
kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin
yang diproduksi oleh hati.
5. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
23/32
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase
alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari
plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer
lobulus hepar menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati didalam
serum. Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika,
menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).
5. GinjalLesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal.
Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada
preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal
selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini
disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat
(Cunningham, 2005). Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria
akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena
penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal.
Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi
karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
24/32
berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin.
Proteinprotein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
6. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular
(DIC) dan destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia
merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari
150.000/l ditemukan pada 15 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat
pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan
darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien
preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum
waktunya (placental abruption).Pada 10 % pasien dengan preeklampsia
berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia
hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. 7. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang, proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan
kadar aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia
kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat
ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan
penurunan resistensi vaskular perifer. Pada pasien preeklampsia
Terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang disertai
peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan
volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia
b. FetalPenurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme,
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
25/32
penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh
darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain:
Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta
II. PROSEDUR ANESTESI1. PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESI
Tindakan preoperatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien
seoptimal mungkin dalam menghadapi operasi. Persiapan prabedah
menentukan keberhasilan suatu operasi. Persiapan pra bedah yang kurang
memadai merupakan faktor penyumbang sebab terjadinya kecelakaan dalam
anestesia.
Adanya visit sebelum dilakukan operasi bertujuan mempersiapkan
fisik dan mental pasien secara optimal, serta ahli anestesi dapat merencanakan
dan memilih teknik anestesi serta obat yang akan dipakai dan menentukan
pasien berdasarkan ASA. Persiapan meliputi alat, penilaian dan persiapan
pasien serta persiapan obat anestesi.
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
26/32
Penilaian dan persiapan pasien termasuk anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis penting diketahui adanya riwayat penyakit dahulu
berupa alergi atau penyakit sistemik lain. Riwayat pemakaian obat
sebelumnya juga penting diketahui agar tidak terjadi interaksi terhadap obatanestesi.
Pemeriksaan fisik mengenai berat badan dan tinggi badan penting
untuk memperkirakan dosis obat dan terapi cairan yang dibutuhkan. Serta
jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. Vital sign dan airways
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
27/32
dilakukan. Serta melakukan pemeriksaan thoraks dan abdomen. Ahli anestesi
menentukan skor Mallampati untuk melihat penyulit bila dilakukan general
anestesi.
Persiapan hari operasi dilakukan pembersihan dan pengosongan
saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif pasien dipuasakan 8 jam sebelum
operasi. Jika ada perhiasan gigi palsu bahan kosmetik dilepas dan dibersihkan
agar tidak mengganggu pemeriksaan. Rektum dan kandung kemih
dikosongkan. Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus dan
mencukur rambut pubis sebelum operasi.Pemberian obat premedikasi dapat diberikan 1-2 jam sebelum induksi
anestesi. Antibiotik profilaksis diberikan bersama premedikasi. Setelah
persiapan preoperatif maka pasien diputuskan siap mendapatkan operasi maka
dimulailah proses anestesi.
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
28/32
2. DURANTE OPERASIPada pasien dilakukan anestesi spinal. Induksi yang dipakai
menggunakan bupivacaine 0,5% HCL. Obat tersebut memblok konduksi
sepanjang serabut saraf secara reversibel. Obat menembus saraf dalam
keadaan tidak terionisasi tetapi dalam akson terbentuk molekul ion dan
molekul inilah yang akan memblok kanal NA serta mencegah adanya
potensial aksi.
Tekanan darah dipantau setiap 5 menit agar mengetahui kondisi
pasien. pada operasi yang menyebabkan banyak terjadinya perdarahan dan
apabila terjadi penurunan TD 20% maka perlu dilakukan tindakan
peningkatan TD agar tidak terjadi syok. Selain TD, nadi dan saturasi O2
penting untuk mengetahui adanya gangguan perfusi O2 atau tidak.
Total cairan yang masuk selama operasi adalah 1000 ml yang
digunakan untuk mengganti cairan yang hilang akibat puasa dan perdarah
yang terjadi selama operasi. Cairan RL merupakan cairan fisiologis dan
digunakan koloid (HES) agar dapat mempertahankan volume darah ekstrasel
lebih lama.
3. POST OPERASIPasien lalu dibawa menuju ruang pemulihan (Recovery Room).
Pengawasan di RR harus seperti di kamar operasi sampai pasien bebas dari
bahaya, karena itu dibutuhkan peralatan monitor yang baik. Seperti
tensimeter, pulse oxymeter, peralatan RJP, dan obat-obatan. Selama di RR
pasien dinilai pemulihannya menggunakan BROMAGE Score:
0: bebas
1: ekstensi
2: flexi
3: tidak dapat bergerak
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
29/32
Pasien dapat dipindah ruangan bila sudah ada bebas gerakan
III. ANESTESI SPINAL1.DEFINISI
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan
obat anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Larutan anestesi lokal yang
disuntikan pada ruang subaraknoid akan memblok konduksi impuls sepanjang
serabut saraf secara reversibel.
Terdapat tiga bagian saraf yakni motorik, sensorik, dan autonom.
Motorik akan menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan kerikan
diblok otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik akan menghantarkan
sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak. Sedangkan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
30/32
saraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus, dan fungsi
lain diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang
pertama kali di blok dan serabut motor yang terakhir. Hal ini akan
menimbulkan umpan balik yang penting. Anestesi spinal merupakan pilihan
anestesi pada pembedahan dibawah umbilical seperti repair hernia,
ginekologi, obstetri, operasi urogenital, dan operasi di daerah perineum dan
genitalia.
2. INDIKASIIndikasi untuk bedah spinal adalah bedah ekstremitas bawah, bedah
panggul, tindakan sekitar perineum, bedah obstetri ginekologi, bedah urologi,
bedah abdomen bawah. Pasien lanjut usia dengan pasien sistemik.
3. KONTRAINDIKASIKontraindikasi anestesi spinal terdiri atas:
A. Kontraindikasi absolutPasein menolak, infeksi pada lokasi penyuntikan, hipovolemik berat, syok,
koagulopati, tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimal,
kurang pengalaman.
B. Kontraindikasi relatifInfeksi sistemik (sepsis), infeksi sekitar suntikan, kelainan neurologis,
kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringan, nyeri
punggung kronik
4. KELEBIHANKelebihan anestesi spinal adalah biaya yang minimal, tanpa efek pada
pernafasan, jalan napas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien dengan
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
31/32
DM, perdarahan minimal, aliran darah meningkat, jarang terjadi gangguan
koagulasi.
5. KEKURANGANKekurangan anestesi spinal adalah adanya efek hipotensi, dan hanya
digunakan padaq operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam. Bila tidak
aseptik maka akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid, dan
terjadi meningitis. Dapat terjadi postural headache pula.
6. TEKNIK ANESTESIPosisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk ini merupakan
posisi termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi
karena perubahan posisi berlebihan akan menyebabkan penyebaran obat pada
30 menit pertama.
Jika posisi duduk, pasien memeluk bantal, agar posisi tulang belakang
stabil, lalu membungkuk agar procesus spinosus teraba. Bila pasien berbaring
dalam posisi dekubitus lateral maka beri bantal pada kepala agar pasien
tenang dan tulang belakang dapat stabil.
Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara garis SIAS dengan
tulang punggung adalah L4 atau L4-5. Bila tusukan dilakukan pada L1-2 atau
diatasnya maka akan berisiko terhadap medulla spinalis.
Setelah menentukan lokasi maka sterilkan tempat tusukan dengan
alkohol, beri anestesi lokal pada tempat tusukan. Lalu lakukan penyuntikan
jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30
derajat terhadap bidang horizontal arah kranial. Jarum lumbal akan menembus
kulit, subkutis, ligamentum supraspinosus, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, ruang epidural, duramater, ruang subaraknoid. Kira2
jarak kulit dengan ligamentum flavum dewasa kurang lebih 6 cm.
-
7/22/2019 Manajemen Kasus i
32/32
Setelah itu cabut stilet maka LCS akan keluar menetes. Pasang spuit
berisi obat lalu masukan pelan2 (0,5 ml/s) diselingi aspirasi sedikit untuk
memastikan posisi jarum baik.