repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1233/1/1233.pdfManajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis...
Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/1233/1/1233.pdfManajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis...
ii
RIWAYAT HIDUP
Nancy Mandey, lahir di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 23Agustus
1966, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan H. M. Mandey(Alm) dan
D. J. Kumajas. Menikah dengan B. A. Ratag dan di karuniai 1 (satu) orang putra
bernama Timothy Peter Ratag.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Laboratorium IKIP Manado, di
selesaikan tahun 1981. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN)
5 Makassar di selesaikan tahun 1983. Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) 1 Manado diselesaikan tahun 1985. Strata Satu (S1) tahun 1989
pada Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan. Strata Dua (S2) tahun
2005 pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen di Universitas Padjadjaran
Bandung dan melanjutkan studi Program Doktor Ilmu Manajemen pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2013 sampai
sekarang.
Pengalaman pekerjaan sebagai dosen mulai tahun 1993 sampai
sekarang, pada Politeknik Negeri Manado. Melakukan kegiatan Tri Dharma
Perguruan tinggi
Malang, 09Mei 2017
Nancy Mandey
NIM. 137020200111028
III
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus karena dengan berkas kasih
dan anugerah-Nya sehingga penyusunan DISERTASI ini dapat terselesaikan.
Keberhasilan penyusunan DISERTASI ini tentunya tidak terlepas dari
keterlibatan dan dukungan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. M. Bisri, selaku Rektor Universitas Brawijaya, atas
kepemimpinan dan kebijakannya yang telah memberikan banyak
kesempatan dan fasilitas kepada kami demi kelancaran dalam proses
penyelesaian studi pada Program Pascasarjana Program Doktor Ilmu
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
2. Prof. Candra Fajri A., SE., M.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya, atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada kami selama dalam proses perkuliahan sampai
menyelesaikan studi.
3. Direktur Politeknik Negeri Manado. yang telah memberikan kesempatan,
tugas belajar, dan dukungan untuk melaksanakan studi lanjut dalam Program
Doktor ini
4. Ketua Jurusan Administrasi Bisnis,yang telah mendukung dan
memberikan tugas belajar untuk meninggalkan tugas guna mengikuti
pendidikan pada Program Doktor ini.
5. Prof. Dr. Armanu, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, atas
kearifan dan ketulusan serta banyak memberikan arahan dan motivasi.
6. Prof. Dr. Armanu, Ph.D. selaku Promotor, melalui rasa hormat yang
mendalam serta ucapan terima kasih yang tak terhingga atas motivasi,
dorongan, bantuan, bimbingan dan arahan serta waktu dan nasehat yang
sangat berharga yang telah diberikan sehingga disertasi ini dapat
terselesaikan.
7. Dr. Mintarti Rahayu, SE., MS selaku Ko-Promotor 1, hormat yang mendalam
serta terima kasih yang tak terhingga, perhatian dan motivasi yang diberikan
iiiIV
selama proses bimbingan, serta waktu yang senantiasa diluangkan untuk
memberikan arahan dan nasehat selama proses penyelesaian disertasi.
8. Sunaryo,SE., MSi., Ph.D, selaku Ko-Promotor 2, yang telah membimbing
dengan penuh kesabaran, ketelitian, ketulusan hati dan perhatian serta selalu
memberikan motivasi dan saran kepada penulis dengan kelembutan naluri
keibuan tiada pernah lelah mengarahkan penulis demi kesempurnaan
disertasi ini.
9. Prof. Dr. Eka Afnan Troena SE, selaku Dosen penguji 1 yang telah
memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk
penyempurnaan penulisan disertasi ini.
10. Prof. Dr. Achmad Sudiro, SE., ME, selaku Dosen penguji 2 yang dengan
cermat memberikan arahan, ketelitian, ketulusan hati, serta motivasi dan
saran-saran dalam penyempurnaan disertasi ini.
11. Ananda Sabil, SE., M.Com., Ph.D, selaku Dosen penguji 3 yang penuh
kebaikan dan ketulusan hatinya telah banyak memberikan masukan serta
saran-saran yang tiada hentinya memotivasi serta memberikan semangat
kepada penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
12. Prof. H. Ahmad Sonhadji K.H. MA. Ph.D, sebagai Penguji Eksternal yang
pada kesempatan ini bersedia meluangkan waktunya hadir dalam sidang
ujian akhir disertasi, serta memberikan arahan, saran, dan masukan yang
berharga dalam penulisan disertasi ini,
13. Prof. Dr. Ketut Rahyuda SE. MS.IE sebagai Penguji Eksternal yang pada
kesempatan ini bersedia meluangkan waktunya hadir dalam sidang ujian
akhir disertasi, serta memberikan arahan, saran, dan masukan yang
berharga dalam penulisan disertasi ini,
14. Dosen-dosen pada Program Doktor Ilmu Manajemen Pascasarjana Fakultas
Ekomoni dan Bisnis Universitas Brawijaya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu yang telah memberikan ilmunya dan semangat untuk
menyelesaikan studi dengan baik dan tepat waktu.
15. Para pegawai di lingkungan Program Doktor Ilmu Manajemen Pascasarjana
Fakultas Ekomoni dan Bisnis Universitas Brawijaya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu dan yang telah banyak memberikan bantuan dalam
memperlancar penyelesaian studi penulis.
iiiV
16. Teman-teman seperjuangan di Program Doktor Ilmu Manajemen
Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Kelas A
dan Kelas B angkatan 2013 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
yang semuanya sudah seperti saudara dalam suka dan duka selama
perkuliahan dan proses penulisan hingga menyelesaikan disertasi ini.
17. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik langsung maupun tidak
langsung terhadap penyelesaian disertasi ini dan tidak dapat kami sebutkan
satu persatu.
18. Anak saya, Timmy, semoga menjadi pendorong untuk tetap berusaha
mencapai kesuksesan, Mami, Dientje J. Kumajas, Adik, dr. Neila Mandey
terima kasih telah banyak berkorban memberikan dukungan selama penulis
menjalani pendidikan ini. Juga buat kemenakan, Junior, Natalia dan baby
Leonel terima kasih dukungan dan doanya.
19. Benny, terima kasih telah menjadi ayah dan suami yang baik.
20. Saudara-saudaraku dan seluruh keluarga besar Mandey-Kumajas terima
kasih atas dukungan dan doanya.
Terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini,
saya tidak bisa membalas segala budi baik yang telah diberikan, Tuhan Yesus
sumber kekuatan membalaskan dengan segala kelimpahan dan kebaikan.
Malang, 09Mei 2017
Nancy Mandey
NIM. 137020200111028
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan anugerah kekuatan-Nya sehingga disertasi dengan judul: “Analisis Pengaruh
Internal Marketing, Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasional Terhadap
Orientai Pasar Restoran di Kota manado, Sulawesi Utara” dapat diselesaikan
dengan baik sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulisan ini
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu
Manajemen pada Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya.
Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan meliputi: BAB I,
membahas tentang latar belakang masalah yang bersumber dari adanya
kesenjangan hasil temuan penelitian. BAB II, menyajikan tinjauan pustaka yang
berisikan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu sebagai penuntun untuk dapat
mengembangkan penelitian. BAB III, mengemukakan tentang kerangka konsep
penelitian yang dikembangkan dari teoritikal dasar menjadi model hipotesis yang
berisi lima hipotesis penelitian yang diuji melalui serangkaian proses penelitian dan
definisi operasional. BAB IV, menyajikan metodologi penelitian, yang berisikan
pendekatan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data dan metode
analisis. BAB V, menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya. BAB VI, berisi
kesimpulan dan saran.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak memiliki keterbatasan
dan kelemahan, untuk itu penulis menyambut gembira dan berterima kasih terhadap
kritikan dan saran untuk lebih sempurnanya disertasi ini. Akhirnya penulis
menyampaikan permohonan maaf yang tak terhingga kepada semua pihak atas
kesalahan dan kekeliruan selama pendidikan dan penyusunan disertasi ini dan
dengan segala keterbatasan yang ada semoga disertasi ini bermanfaat bagi
kalangan akademisi dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Malang, 9 Mei 2017
ix
Nancy Mandey
NIM. 137020200111028
Abstrak
Nancy Mandey, Program Doktor Ilmu Manajemen, Pascasarjana Fakultas \Ekonomidan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang. 2017. Analisis pengaruh internalmarketing, budaya organisasi, komitmen organisasional pada orientasi pasarrestoran di Kota Manado. Tim promotor: Armanu, MintartiRahayu dan Sunaryo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis: pengaruh internal marketingterhadap orientasi pasar danpengaruh variabel mediasi budaya organisasi dankomitmen organisasional pada hubungan internal marketing dan orientasi pasar.Menggunakan metode kuantitatif terhadap data yang diambil dari seluruh populasiyaitu 65 restoran yang ada di kota Manado, dengan data yang dapat diuji sebanyak60 unit. Analisis data menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa internal marketing berpengaruh secara langsung pada orientasipasar. Budaya organisasi merupakan variabel mediasi pada hubungan internalmarketing terhadap orientasi pasar,sedangkan komitmen organisasional bukanmerupakanvariabel mediasi.
Penerapan internal marketing, budaya organisasi, komitmen organisasionaldan orientasi pasar pada restoran di Kota Manado sudah sangat baik. Oleh sebabitu disarankan untuk melakukan penelitian pada sektor pariwisata yang lain denganmenggunakan variabel yang sama.Orisinalitas penelitian ini terletak pada integrasimodel yang diusulkan yakni internal marketing, budaya organisasi, komitmenorganisasional dan orientasi pasar.
Kata kunci: internal marketing, budaya organisasi, komitmen organisasional,orientasi pasar, restoran, Manado, Sulawesi
Abstract
Nancy Mandey, Doctoral Program of Management Science at Brawijaya University,Malang. 2017. Analysis of internal marketing, organizational culture and commitmenton market orientation in all Manado’s restaurants. Promotor team: Armanu, MintartiRahayu and Sunaryo.
The objectives of the study are three fold. First, it intends to analyze theinfluence of internal marketing on market orientation in all Manado’s restaurant..Second, it intends to find out the mediating role of organizational culture andcommitment in the relationship between internal marketing and market orientation.Using quantitative methods, data were taken from restaurant managers/owners fromthe population of 65 restaurants in Manado city, from which only 60 units areapplicable for the research. Instrument for data analysis is Partial Least Square(PLS).
Results show that internal marketing has a significant influence on marketorientation. Organizational culture has mediating influence on the relation betweeninternal marketing and market orientation. Commitment organizational does not havea mediating influence on the relation between internal marketing and marketorientation.
All variables concerned in this research are found to have well commonlybeen managed in all Manado’s restaurants. Thus, the author of the research thinkthat it is advisable for further research to expel the same variables in other tourismsectors.The originality of this research lies in the comprehensive and integrativemodel involving internal marketing, organizational culture and commitment andmarket orientation.
Keywords: internal marketing, organizational culture, organizational commitment,restaurant, Manado, North Sulawesi.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN iRIWAYAT HIDUP iiUCAPAN TERIMA KASIH iiiABSTRAK viKATA PENGANTAR viiDAFTAR ISI viiiDAFTAR TABEL xDAFTAR GAMBAR xiDAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang 11.2. Perumusan Masalah 151.3. Tujuan Penelitian 151.4. Manfaat Penelitian 16
BAB II. Tinjauan Pustaka2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pemasaran 172.1.2. Internal marketing 192.1.3. Budaya Organisasi 222.1.4. Komitmen Organisasional 302.1.5. Orientasi Pasar 39
2.2. Penelitian terdahulu 43BAB III. KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep Penelitian. 623.2. Hipotesis Penelitian 663.3. Definisi Operasional 72
BAB IV. METODE PENELITIAN4.1. Pendekatan Penelitian 764.2. Lokasi dan waktu Penelitian 774.3. Populasi Penelitian 784.4.. Instrumen Penelitian 804.5. Prosedur Pengumpulan Data 894.6. Uji Validitas dan Realibilitas Instrument Penelitian 904.7. Teknik Analisis data 934.7.1. Analisis Data Deskriptif 934.7.2. Analisis inferensial 95
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN5.1. Gambaran umum daerah Penelitian 1065.2. Deskripsi Karakteristik Responden 1115.3. Pengujian Validitas dan Realibilitas Instrumen Penelitian 1175.4. Deskripsi Jawaban Responden 1185.4.1.Deskripsi Jawaban Responden Internal Marketing 1195.4.2. Deskripsi Jawaban Responden Budaya Organisasi 1265.4.3. Deskripsi Jawaban Responden Komitmen Organisasional 1405.4.4. Deskripsi jawaban responden Orientasi Pasar 1475.5. Hasil Analisis PLS (Partial Least Square)5.5.1. Pengujian Asumsi Linearitas 1525.5.2. Pengujian Goodness of Fit Model pengukuran (Outer Model) 153
5.5.3. Model Pengukuran variable internal marketing 1555.5.4. Model Pengukuran variable budaya organisasi 1565.5.5. Model Pengukuran variable komitmen organisasional 1585.5.6. Model pengukuran variable orientasi pasar 1595.5.7. Deskripsi kondisi empiris variable penelitian 1605.5.8. Model structural (iner model) 1615.6.9. Hasil analisis hipotesis 1635.7. Pembahasan Hasil Penelitian 1695.7.1. Hubungan pengaruh langsung 1715.7.2. Hubungan Pengaruh tidak langsung 1825.8. Kontribusi teoritis 1805.9. Kontribusi praktis 1855.10. Keterbatasan Penelitian 187
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN6.1. Kesimpulan 1846.2. Saran 185
Daftar PustakaDaftar Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Halaman1.1. Jumlah wisatawan yan masuk ke Sulawesi Utara Tahun 2010-
2014 4
1.2. Research gap 132.1. Rujukan, Variabel, Hasil 592.2. Ringkasan alat ukur yang digunakan pada variabel orientasi
pasar 60
4.1. Jumlah restoran di Kota manado, Sulawesi Utara 784.2. Variabel, Indikator, Item 814.3. Hasil uji reliabilitas dan validitas variabel internal marketing,
budaya organisasi,komitmen organisasional dan orientasipasar
92
5.1. Deskripsi karakteristik responden 1115.2. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian 1165.3. Rekapitulasi distribusi frekwensi variabel internal marketing 1195.4. Rekapitulasi distribusi frekwensi variabel budaya organisasi 1275.5 Rekapitulasi distribusi frekwensi variabel komitmen
organisasional 137
5.6. Rekapitulasi distribusi frekwensi variabel orientasi pasar 1445.7. Hasil pengujian asumsi linieralitas 1485.8. Hasil pengujian convergen validity 1495.9. Hasil pengujian diskriminan validity 150
5.10. Hasil pengujiancomposite relialibity dan cronbach alpha 1515.11. Outer loading indikator dan variabel 1525.12. Outer loading indikator dan variabel 1535.13. Outer loading indikator dan variabel 1545.14. Outer loading indikator dan variabel 1555.15. Deskripsi kondisi empiris variabel penelitian 1555.16. Nilai koefisien determinasi 1595.17. Hasil analisis hipotesis pengaruh langsung 165
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1. Model konseptual Awwad dan Agti 462.2. Model konseptual Lings dan Greenley 502.3. Model konseptual Lee dan Chen 512.4. Model konseptual Caruana dan Caleya 532.5. Model konseptual Abzari Mehdi 542.6. Model konseptual Richard Murphy 552.7. Model konseptual Omotayo Oyenini 562.8. Model konseptual Zaman 573.1. Kerangka konsep penelitian 654.1. Model diagram jalur penelitian 1045.1. Diagram jalur hasil analisis hipotesis pengaruh langsung 161
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pemasaran.
Pasar telah berkembang pesat, dapat dilihat pada tiga hal yakni: kekuatan
masyarakat, kemampuan konsumen serta kemampuan perusahan. Kekuatan
masyarakat telah menciptakan perilaku, peluang dan tantangan baru terhadap: a.
Tehnologi informasi, yang dicirikan oleh produksi masal, iklan dan diskon yang
agresif. b. Globalisasi, yang di sebabkan karena kemajuan tehnologi dalam
transportasi, pengiriman barang dan komunikasi telah mempermudah perusahan
memasarkan produknya kemana saja dan juga kemudahan pada konsumen
untuk mendapatkan barang yang diinginkan. c. Deregulasi, dilakukan untuk
menciptakan persaingan dan peluang pertumbuhan yang besar. d. Persaingan
yang meningkat yang disebabkan karena perusahan – perusahan eceran yang
kuat telah membatasi rak mereka untuk menggelar merek mereka sendiri
sehingga bersaing dengan merek nasional.
Kemampuan Konsumen. Pelanggan masa kini menganggap bahwa
perbedaan produk yang satu dengan yang lain hanya berbeda tipis sehingga
mereka kurang loyal terhadap satu merek. Mereka juga semakin peka terhadap
harga dan kualitas serta pencarian mereka terhadap nilai. Kemampuan
konsumen dapat dilihat pada:
a. Peningkatan daya beli, pembeli hanya memerlukan satu klik untuk
membandingkan harga dan atribut produk pesaing diinternet dan
penjual bersaing untuk meraih bisnis mereka.
19
b. Banyaknya macam barang dan jasa, pemesanan barang lewat online
dari mana saja dan menghindari tawaran local yang terbatas sehingga
mereka dapat menghemat.
c. Terdapat banyak informasi tentang apa saja, dapat mengakses dan
mendapatkan informasi apa saja kapan dan dimanapun secara online.
d. Kemudahan dalam memesan dan menerima pesanan, karena dapat
dilakukan dimana dan kapan saja secara online.
Kemampuan perusahan dapat dilihat pada:
a. Pemasar menggunakan internet sebagai saluran informasi dan
penjualan, memperluas jangkauan geografis mereka keseluruh
dunia.
b. Para peneliti dapat mengumpulkan informasi yang lebih lengkap
tentang pasar, pelanggan, prospek dan pesaing.
c. Para manajer dapat mempecepat dan mempermudah komunikasi
internal diantara pegawai dengan menggunakan internet sebagai
intranet pribadi. Mendapatkan informasi, meminta nasihat,
mendownload atau mengupload informasi yang dibutuhkan dari dan
ke komputer utama perusahan.
d. Pemasar dapat mengirimkan iklan, kupon, sampel dan informasi
kepada pelanggan yang memintanya .
Gejala tersebut diatas menunjukkan bahwa perusahan akan semakin
mampu untuk beroperasi secara konsisten dengan suatu konsep pemasaran
holistik. Konsep ini didasarkan pada pengembangan, disain dan implementasi
program pemasaran, proses dan aktifitas-aktifitas keleluasaan dan sifat saling
bergantung. Pemesaran holistik menyadari bahwa segala hal sangat berarti, dan
perspektif yang luas dan terintegrasi seringkali diperlukan. Pemasaran holistik
memiliki empat komponen: 1. Pemasaran hubungan yang bertujuan membangun
20
hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan konstituan kunci
(pegawai, pelanggan, mitra pemasaran dan anggota masyarakat financial) guna
mendapatkan dan mempertahankan bisnis. 2. Pemasaran terintegrasi,
merupakan program pemasaran untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan
menghantarkan nilai kepada pelanggan dimana aktifitas pemasaran muncul
dalam semua bentuk. 3. Pemasaran Kinerja meliputi: akuntabilitas financial dan
pemasaran tanggung jawab social. 4. Pemasaran Internal atau internal
marketing, untuk memastikan bahwa setiap orang didalam orgnasiasi menganut
prinsip pemasaran yang tepat, terutama manajemen senior.
Internal marketing harus terjadi pada 2 tingkat, pada satu tingkat yakni
berbagai fungsi pemasaran seperti tenaga penjualan, periklanan, pelayanan
pelanggan, mereka harus bekerja sama. Semua fungsi pemasaran ini harus
dikoordinasikan dari sudut pandang pelanggan. Pada tingkat kedua, departemen
- departemen yang lain juga harus menerapkan pemasaran, mereka harus
memikirkan pelanggan atau berorientasi pelanggan. Sehingga setiap karyawan
yang ada didalam perusahan memahami, menghargai dan mendukung upaya
pemasaran. (Kotler dan Keller, 2009).
Pada Penelitian ini menggunakan variabel internal markting, budaya
organisasi, komitmen organisasional dan orientasi pasar.
2.1.1. internal marketing.
Literature internal marketing telah berkembang sangat pesat namun
hanya sedikit penelitian sistematis mengenai bagaimana internal marketing
bekerja secara actual dalam prakteknya (Ahmed et al., 2002). Internal marketing
menggunakan suatu perspektif marketing untuk mengelola sumber daya manusia
dalam suatu organisasi (George and Gronroos, 1991). Pandangan ini didasarkan
pada pendapat Sasser dan Arbeit (1976) bahwa pekerjaan merupakan produk
21
internal sedangkan karyawan adalah pelanggan internalnya (Lings and Greenley,
2005).
Menurut Lings dan Botschen (1999) internal marketing bukan hanya
sebuah konsep, filosophi atau praktek manajemen tetapi juga sumber daya
manusia. Definisi dan instrument dari internal marketing mendapatkan motivasi
karyawan serta karyawan yang berorientasi customer.
Menurut Rafiq dan Ahmed (2000) bahwa internal marketing adalah upaya
yang terencana dengan menggunakan pendekatan marketing-like (seperti
pemasaran) dalam mengatasi resistensi organisasi untuk berubah dan
menyelaraskannya, memotivasi, koordinasi dan mengintegrasi interfungsional
karyawan terhadap efektifitas strategi fungsi perusahan, dalam rangka untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui proses penciptaan motivasi
karyawan dan karyawan berorientasi pelanggan. Hal ini selaras dengan Kotler
(2000) yang menyatakan bahwa internal marketing lebih penting dari marketing
eksternalkonvensional .
George (1990) mendefinisikan internal marketing sebagai sebuah proses
yang dapat mengintegrasikan banyak fungsi dari sebuah organisasi dengan
tujuan untuk mencapai kesadaran customer. Filosofi yang mendasari internal
marketingadalah bagaimana memperlakukan karyawan seolah-olah mereka
adalah pelanggan atau klien.
Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa internal
marketingadalah suatu upaya yang terencana dalam rangka memberikan
kepuasan kepada seluruh karyawan sebagai pelanggan internal agar dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan eksternal melalui kegiatanStrategic
Reward, Internal Communication, Training and Development, Senior Leadership.
Elemen-elemen internal marketing.
22
Peneltian tentang internal marketing sudah banyak dilakukan dengan
menggunakan berbagai dimensi seperti berikut ini.
internal marketing dengan 3 dimensi yakni: development (developing
employee), rewards (rewarding employee) dan vision (giving employees
something to believe) ditemukan oleh Caruana dan Calleya (1998), Foreman dan
Money (1995), namun Ewing dan Caruana (1999) menambahkan human
resources effectiveness.
Lings dan Greenley (2005) dan Tortosa et all (2009) menyatakan terdapat
5 dimensi orientasi internal marketing yakni: informal information generation,
formal face to face information generation, formal written information generation,
information dissemination and responsiveness. Sementara Chang dan Chang
(2007) menemukan 5 dimensi yakni management support, human resources
management, external comminucation, internal communication and educational
training.
Terdapat lima elemen utama dalam internal marketing: Motivasi dan
kepuasan karyawan, Orientasi pelanggan dan kepuasan pelanggan, Koordinasi
dan intergarsi Interfungsional, marketing like, Pelaksanaan strategi perusahan
atau fungsional tertentu(Rafiq dan Ahmed , 2000)
Hasil penelitian Akroush et al., (2008) internal marketing terdiri dari 6
dimensi yang diaplikasikan pada layanan rumah makan yakni perekrutan staf,
pelatihan staf, komunikasi internal, motivasi staf, keamanan kerja dan retensi
staf.
Papasolomou dan Vrontis (2006) menemukan dimensi internal marketing
pada bank retail yaitu: internal customer, training dan edukasi, standard kualitas
dan sistem reward. Gagasan dan variabel IM yang dapat diaplikasikan pada
industri pariwisata (Rahul, 2011) yakni: koordinasi dan integrasi interfungsional,
Orientasi customer, Marketing like approach, Kepuasan kerja, Pemberdayaan,
23
Motivasi steakholder, Kualitas jasa, Mengembangkan steakholder, pelatihah dan
pengembangan, Visi perusahan, Strategik reward, Komunikasi internal,
Kepemimpinan senior. Menurut Koler dan Keller (2009) internal marketing terdiri
dari manajer senior, departemen pemasaran dan seluruh departemen lain
didalam perusahan.
Penerapan internal marketing dijelaskan oleh Shama (…) bahwa berbagai
praktisi telah menyarankan alat untuk internal marketing diantaranya:
mempromosikan merek internal, mempromosikan kesehatan tempat kerja,
imbalan kerja pemasaran, mempromosikan sistim baru. Disamping itu ada juga
yang mempromosikan komunikasi internal seperti sistim internet perusahan dan
jaringan email, newsletter, poster, toko dan point of sales, acara perusahan,
peraturan internal dan kehijakan, kartu nama. Mendorong keterlibatan karyawan
seperti mengukur kesadaran karyawan tentang misi organisasi nilai-nilai dan
kompetensi inti, e-newsletter, seminar orientasi program, laporan triwulan,
mendorong karyawan menggunakan blog, pelatihan yang menekankan link ke
fungsi pemasaran. Saran yang lain menyangkut pemberian insentif dan
pengakuan bag karyawan seperti penghargaan non tunai, pengakuan tertulis,
poster, pertemuan diluar gedung organisasi.
Menurut Iacobucci dan Nordheilm dalam Opoku et al., 2009, manfaat
internal marketing berasal dari empat sumber utama yakni: rendahnya turn over
karyawan, peningkatan kualitas jasa, meningkatnya kepuasan karyawan dan
memperbaiki kemampuan untuk mengimplementasikan perubahan didalam
organisasi.
Item internal marketing yang diadopsi dari Pervaiz et al., 2003 :
1. Strategic Reward
2. Internal Communication
3. Training and Development
24
4. Senior Leadership
Penelitian ini akan menggunakan dimensi variable internal marketing yang
berasal dari hasil penelitian Parvaiz et al., (2003).
2.1.2. Budaya Organisasi
Setiap budaya pada dasarnya memiliki keunikan tersendiri dalam
menjalankan aktivitas keorganisasiannya. Mulai dari cara-cara bertindak, nilai-
nilai yang dijadikan landasan untuk bertindak, upaya para pemimpin
memperlakukan bawahannya bahkan upaya pemecahan masalah yang ada di
dalam lingkungan organisasi. Sampai saat ini belum ada definisi budaya
organisasi yang diterima secara universal. Istilah budaya organisasi biasanya
diterima dengan mengacu pada maksud bersama tentang kepercayaan dan
pemahaman untuk berpegang pada organisasi tertentu tentang permasalahan,
praktek dan tujuan. Lebih lanjut, menurut Kropp (2000) budaya pada umumnya
mencakup enam istilah yakni: perilaku organisasi, idiologi dan filosofi organisasi,
norma-norma kelompok organisasi, nilai-nilai yang diperlihatkan organisasi,
kebijakan prosedur dan aturan-aturan sosialisasi.
Budaya organisasi terdiri atas komponen-komponen yang tidak terlihat
(intangible) semacam nilai, keyakinan, asumsi, persepsi dan norma serta
perilaku. Komponen-komponen tersebut tercermin dalam perilaku setiap anggota
organisasi. Disisi lain bahwa organisasi tidak dapat mengontrol persepsi budaya
setiap anggotanya. (Shasrits dan Ott, 1985).
Lin dan Edward (2010) menggaris bawahi budaya organisasi merupakan
pola asumsi dasar yang dipelajari oleh anggota kelompok, dipersepsikan oleh
anggota kelompok, dipikirkan dan dirasakan oleh seluruh anggota kelompok.
Selanjutnya budaya berisi nilai-nilai dasar yang dianut anggota organisasi,
tujuan, ide-ide, sikap dan perilaku yang diwujudkan dan dijalankan semua
anggota organisasi sepanjang waktu.
25
Budaya organisasi merupakan komponen-komponen dalam organisasi
yang meliputi nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, persepsi dan
norma perilaku, komponen tersebut tercermin dalam setiap perilaku anggota
organisasi.
Terdapat 3 jenis budaya organisasi yakni budaya birokrasi yang bersifat
hirarkis dan terbagi-bagi. Dalam budaya birokrasi terdapat garis yang jelas akan
tanggung jawab dan wewenang setiap staf organisasi. Budaya inovatif
mengedepankan kreatifitas, berorientasi pada hasil dan mengutamakan
lingkungan kerja yang menantang. Budaya suportif mengedepankan kerja tim,
berorientasi kemanusiaan, persahabatan, penuh harapan dan lingkungan kerja
yang penuh kepercayaan.
Budaya organisasi merupakan cara melihat dan berpikir mengenai
perilaku dari dan dalam organisasi, sebagai suatu perspektif untuk memahami
apa yang sesungguhnya sedang terjadi (Gibson et al., 1997).
Budaya organisasi menurut Robins (1996) adalah: nilai-nilai dominan
yang didukung oleh organisasi, falsafah yang menuntun kebijakan organisasi
terhadap pegawai dan pelanggan, cara pekerjaan dilakukan ditempat itu, asumsi
dan keyakinan dasar yang dilakukan bersama oleh anggota organisasi dari
sebuah kelompok atau organisasi.
Nimran 1997, menyatakan bahwa budaya organisasi adalah cara berpikir
dan melakukan sesuatu yang telah menjadi tradisi yang dianut bersama oleh
semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau
menerimanya agar dapat diterima menjadi anggota dalam suatu perusahan.
Kotler dan Heskett 1992 membedakan 2 level budaya organisasi, pada
tingkat yang lebih dalam dan bersifat abstrak, budaya menunjukan nilai-nilai yang
disebarkan oleh anggota dalam suatu kelompok dan cenderung bertahan dalam
waktu yang lama bahkan sampai terjadi pergantian keanggotaan dalam
26
organisasi. Pada tingkat yang lebih konkrit, budaya menunjukan pola perilaku
atau gaya suatu organisasi, dimana anggota baru secara otomatis akan tergerak
untuk mengikuti apa yang dijadikan panutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
terdapat 2 macam budaya organisasi yakni: budaya kuat, dimana hampir semua
atasan/penyelia menganut seperangkat nilai dan metode dalam menjalankan
aktivitas bisnis yang relatif konsisten, pada kondisi seperti ini, atasan dapat
dikoreksi oleh bawahannya. Budaya yang bersifat adaptif, yang mampu
beradaptasi dan mengantisipasi perubahan lingkungannya, ciri-cirinya adalah
siap menanggung resiko, percaya diri, proaktif terhadap kehidupan organisasi
dan kehidupan karyawannya.
Budaya sangat mempengaruhi kegiatan manajemen internal dan strategi
pemasaran sebagai hasil dari contoh pada studi kasus perusahan Coca-Cola
danNEC di Cina (Yao dan Shen, 2005).Budaya organisasimerupakan kekuatandi
dalam perusahaan yang berdampak pada perilaku kepemimpinan, pola
pikir,tujuan, manfaat, hukuman, proses, pengukurandan banyak lagi.Pada
intinya, sebuah organisasiadalahsistem sosialyangterdiri daripotongan-
potongankomponenyang terintegrasi ke dalambagian-bagian secara keseluruhan
yangbangun secara sosial, dibuat dandiperkuatolehorang-orang yangbekerja
untuk itu. Budaya juga diidentifikasisebagaifaktor yang
mempengaruhikeberhasilan dan kegagalandariupayaperubahan organisasi.
Menurut Lloyd C. H (1998) bahwa budaya organisasi terdiri dari
komponen yang dapat dibedakan (asumsi, nilai-nilai dan artefak), merupakan
komponen yang dinamis (dihubungkan oleh proses dua arah) dan bukan
merupakan konsep kesatuan. CamerondanFreeman(1991) mencatat bahwa,
budayaorgnaisasi didefinisikanolehnilai-nilai, asumsi, dan interpretasidarianggota
organisasi, dankarenaseperangkatdimensimengaturfaktor-faktor inipada
keduatingkatpsikologisdanorganisasi, dimana modeldari
27
jenisbudayadapatberasal.Secara sederhana, budayamelibatkan tigadasar
Kegiatan manusia yakni:apa yang dipikirkan orang, apadilakukan orang, danapa
yangdibuat orang. Selanjutnya, beberapasifat umummuncul:
budayabersama,belajar, ditransmisikancrossgenerationally, simbolik, adaptif,
danterpadu.
EdgarScheindariMITSloanSchool of Managementmenyatakan bahwa
budaya organisasiadalah: polaasumsi dasarbersamakelompok belajaruntuk
memecahkanmasalahadaptasieksternal danintegrasi internal, yangtelah bekerja
dengan cukup baik untukdianggap sahsehingga dapat diajarkankepada
anggotabarusebagaicara yang benar untukmemahami,berpikir, danmerasadalam
kaitannya denganmasalah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi merupakan upaya bersama untuk memecahkan masalah adaptasi
eksternal dan internal.
Budaya organisasi didasarkan pada suatu konsep bertingkat tiga yakni,
tingkat asumsi dasar (basic assumption) kemudian tingkat nilai (Value) dan
tingkat artifac yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkat asumsi dasar itu
merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya: alam,
tumbuhan, binatang, manusia dan hubungan itu sendiri. Dalam hal ini asumsi
dasar dapat diartikan sebagai suatu filosofi atau keyakinan, sesuatu yang tidak
dapat dilihat manusia tetapi dijamin itu ada. Tingkat berikutnya yakni value
berhubungan dengan perbuatan/tingkah laku. Value dapat diukur dengan adanya
perubahan atau konsensus sosial. Artifak adalah sesuatu yang dapat dilihat tapi
sulit untuk ditirukan. Dapat diambil sebagi bentuk tehnologi, seni atau sesuatu
yang dapat didengar. (Schein, 2004).
Budaya organisasi merupakan suatu bentuk keyakinan , nilai dan cara
yang dapat dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi dan
cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998).
28
A. Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai
yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga organisasi
dapat dibedakan dengan organisasi lainnya. Sistim nilai ini dibangun oleh 7
karakteristik sabagai sari dari budaya organisasi yakni:
1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan
dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para
karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis
dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–
orang anggota organisasi itu.
5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja
diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang
(anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya
santai – santai.
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi
menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Selanjutnya Leisenetal., (2002)mencatatempat jenisbudaya organisasi:
29
1. Budaya Clan atau budaya yang memiliki kesamaan dengan organisasi
kekeluargaan. Budaya ini menekankan pada fleksibiltas dan kebijaksanaan.
Lingkungan kerja yang terbuka dan ramah memungkinkan setiap orang
saling berintegrasi dan berbagi. Organisasi dikelola sebagaimana layaknya
sebuah keluarga yang luas (extended family). Pemimpin dianggap sebagai
mentor dan orangtua. Kepatuhan terhadap organisasi dan tradisi relatif
sangat kuat. Menekankan pada pembinaan sumer daya manusia jangka
panjang dan kohesivitas kelompok dimana fokus perhatian manusia dan
sangat menghargai kerjasama tim, partisipasi atau keterlibatan karyawan
dalam program serta komitmen perusahan pada karyawan.
2. Budaya Adhocrachy, yang berfokus pada inovasidan penemuan-penemuan
baru yang menjadi kunci kesuksesan sebuah organisasi. Tipe budaya ini
banyak dijumpai pada jenis industri yang sifatnya dinamis. Tipe budaya ini
berubah dengan cepat disaat keadaan berubah.
Tujuan utama budaya adhokrasi ialah mendorong adaptasi, fleksibilitas dan
kreatifitas disaat situasi yang tidak pasti, ambigu dan informasi yang muncul
secara berlebihan. Fokus budaya ini pada eksternal organisasi dan
diferensiasi.
Budaya Adhokrasi dicirikan dengan lingkungan kerja yang dinamis, bersifat
entrepreneural dan kreatif. Setiap anggota berani mengambil resiko dan
pemimpin memiliki visi, inovasi dan berorientasi pada resiko. Perekat
didalam organisasi ditandai dengan sering bereksperimen dan berinovasi
yang menekankan pada keberhasilan untuk menjadi pelopor pada
pengetahuan, produk dan layanan terbaru sehingga selalu siap dalam
menghadapi tantangan baru dan perubahan.
Lingkungan kerja dikelola dengan mengedepankan kararakter dinamis,
wirausaha dan kreatifitas sehingga setiap anggota organisasi dtantang untuk
30
selalu melakukan inovasi, berani mengambil resiko. Berpikir berbeda
mempersatukan anggota organisasi sebab kebebasan dan inisiatif sangat
dihargai.
3. Budaya pasar berkembang ketika organisasi menghadapi tantangan
kompetisi biaya tahun 1960an. Budaya ini memiliki kemiripan dengan
budaya hirarki terutama pada kontrol dan stabilitasnya. Perbedaannya
budaya pasar fokus pada aspek eksternal dan diferensiasi, yakni fokus pada
hubungan - hubungan dan transaksi - transaksi dengan pemasok,
pelanggan, kontraktor, pembuat undang - undang, konsultan. Fokus pada
aspek eksternal diyakini dapat membawa kesuksesan pada organisasi.
Pengelolaan aspek sumber daya manusia berorientasi pada hasil dengan
tindakan-tindakan kompetitif, berorientasi jangka panjang, pencapaian hasil
serta target organisasi. Pemimpin adalah orang yang menuntut, mendorong
dan produktif. Penekanan pada kemenangan menjadi tujuan yang
mempersatukan anggota organisasi. Sukses berarti menguasai pasar dan
penetrasi, meningkatkan harga yang kompetitif serta kepemimpinan pasar.
4. Budaya Hirarki bersifat formal dan terstruktur, peraturan dan prosedur
mengatur sikap dan perilaku anggota organisasi. Pemimpin tituntut untuk
menjadi pengelola dan koordinator dengan pola pikir dan pendekatan
efisiensi. Kebijakan formal menjadi pedoman yang harus dipahami, ditaati
dan dilaksanakanoleh seluruh anggota organisasi. Budaya ini
mengutamakan stabiltas, standarisasi, kontrol, mengatur kewenangan dan
pengambilan keputusan dan fokus pada proses internal dan integrasi.
Orientasi jangka panjang di arahkan pada stabilitas, operasi dan kinerja
yang efisien. Keberhasilan diartikan sebagai kemampuan penyerahan produk
dan jasa yang berkualitas pada jadwal yang tepat dan biaya yang rendah. Dari
31
keempat budaya diatas, untuk mendiagnosa budaya organisasi terdapat enam
(6) pertanyaan pada organizational culture assesement instrument (OCAI), yakni:
1. Karakteristik dominan
2. Organisational leadership
3. Manajemen of employment
4. Organizational glue
5. Strategy emphasis
6. Kriteria sukses
Penilaian ini membantu organisasi mengidentifikasi budaya suatu
organisasi yang ada saat ini untuk dikembangkan dalam menghadapi tuntutan
lingkungan yang akan datang dan berbagai hal yang mungkin akan dihadapi
organisasi. Keenam indikator diatas yang digunakan dalam penelitian disertasi
ini. Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
diatas maka dalam penelitian ini menggunakan indikator karakteristik dominan,
organisational leadership, manajemen of employment, organizational glue,
strategy emphasis, kriteria sukses dari variabel budaya organisasi yang
dikemukakan oleh Meyer dan Allen. Penggunaan indikator ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa indikator-indikator tersebut telah digunakan sebagai
indikator dalam mengukur suatu budaya organisasi dikenal dengan
organizational culture assessment Instrument (OCAI).
2.1.3. Komitmen organisasional
A. Perkembangan teori komitmen organisasional.
Menurut Mowday, Steers dan Porter (1979) organizational
commitment as the relative strength of an individual’s identification. Aldag and
Reschke (1997), organizational commitment is defined as the strength of an
individual’s identification with, involvement in, and attachment to the organization.
32
Komitmen organisasional dapat diartikan sebagai suatu pengikat antara individu
dengan suatu institusi atau dengan suatu kegiatan proyek atau dengan secara
umum dengan suatu gagasan (Harini, 2002).
Steers dan Porter (1983) mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan
relatif identifikasi anggota kepada organisasi dan keterlibatan karyawan dalam
organisasi. Selanjutnya komitmen didefinisikan sebagai sifat hubungan seorang
individu dengan organisasi yang memungkinkan seorang individu mempunyai
keterikatan yang tinggi dengan memperlihatkan: 1). keinginan kuat untuk tetap
menjadi anggota organisasi dengan mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi, 2). kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin/bekerja keras demi
kepentingan organisasi tersebut, 3). kepercayaan yang kuat serta penerimaan
yang penuh terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi.
Luthans 2011, menyatakan bahwa berdasarkan suatu sikap,
komtmen organisasional didefinisikan sebagai berikut 1. keinginan yang kuat
untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, 2. kemauan untuk
menggerakkan tingkat tinggi usaha atas nama organisasi dan 3. memilki
keyakinan yang pasti dan dukungan serta nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan tujuan organisasi. Secara
rinci hubungan komitmen organisasional dengan tujuan organisasi yakni: a.
Mendorong pencapaian tujuan organisasi dengan partisipasi anggota
b. Meningkatkan kinerja anggota organisasi sehingga tujuan organisasi tercapai
c. Menciptakan sinergi antar anggota organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi.
Blau, Paul dan John (1993) menyatakan bahwa komitmen
organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi beserta tujuan-tujuannya dan
33
berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut
untuk memudahkan mencapai tujuannya.
Mathieu dan Zajak (1990) komitmen organisasional adalah kekuatan
relatif dan identifikasi seseorang dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu
dimana komitmen dibentuk berdasarkan tiga faktor:
a. Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai
organisasi.
b. Kesediaan untuk mengarahkan usaha demi organisasi
c. Keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.
Komitmen organisasional sering pula diartikan sebagai kesetiaan
pada organisasi atau perusahan. Komitmen organisasi sebenarnya lebih dari
sekedar kesetiaan, tetapi juga merupakan suatu kontribusi aktif bagi organisasi
(Miner, 1992).
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Luthans (2006), yang menyatakan
bahwa komitmen organisasional merupakan:
1. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu,
2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi,
3. Keyakinan tertentu dan penerimaan nilai serta tujuan organisasi.
Robbins (1998) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah
sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu
dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi
itu. Komitmen organisasional yang tinggi berarti terdapat kepemihakan kepada
organisasi yang tinggi pula. Komitmen sebagai prediktor kinerja seseorang
merupakan prediktor yang lebih baik dan bersifat global dan bertahan alam
organisasi sebagai suatu keseluruhan daripada kepuasan kerja semata.
Seseorang yang tidak puas dengan pekerjaan tertentu dan menganggapnya
sebagai kondisi sementara tetapi tidak puas terhadap organisasi sebagai
34
keseluruhan maka ketidakpuasan itu akan menjalar ke seluruh organisasi, hal itu
mendorong seseorang untuk mempertimbangkan untuk berhenti.
Mowdayetal.,(1979) mendefinisikan komitmen organisasionalterdiri
daritiga faktor(1) keyakinan kuatdan penerimaantujuan dannilai-nilaiorganisasi,
(2) kemauan untukmengerahkanusaha yang cukupatas namaorganisasi, dan(3)
keinginan yang kuatuntuk mempertahankan keanggotaandalam organisasi.
Dessler (1997) berpendapat bahwa komitmen organisasional merupakan
kekuatan identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi. Komitmen yang
tinggi dicirikan dengan 3 hal:
a. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nlai organisasi
b. Kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi
c. Keinginan yag kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi
Komitmen organisasionaladalahmerupakan kewajibanemosionaldengan
menempatkan apayang dirasakankaryawanbagi organisasi, dengan
caramemaksakeputusannya untukterus bekerjadalam organisasi(Meyer &Allen,
1991). Secara teori, karyawan yangberkomitmenmerasa
terhubungdenganorganisasidantermotivasiuntuk mempertahankanhubungan
itu.(Perry, 1997). Sehingga komitmen organisasional menempatkan karyawan
secara emosional sehingga mereka merasa terhubung dengan organisasi dan
termotivasi untuk tetap mempertahankan hubungan tersebut.
B. Model tiga komponen komitmen organisasional.
Keanekaragamandalamkonseptualisasidanpengukurankomitmen
organisasionaltelah membuatnya menjadisulit untuk digunakan dalam
menginterpretasikan hasilpenelitian. Komitmen, sebagai keadaanpsikologis,
setidaknya memiliki tigaindikatorterpisahmencerminkan(a) keinginan(komitmen
afektif), pengenalan dan keterikatan pada organisasi secara terus menerus yang
disebabkan karena mereka ingin melakukannya (want to do)(b)
35
kebutuhan(komitmen kontinyu), karyawan memiliki hubungan dengan organisasi
yang didasarkan pada kesadaran bahwa adanya biaya-biaya yang dihubungkan
dengan meninggalkan organisasi sehingga diharapkan mereka akan tetap ada
didalam organisasi. Mereka membutuhkan untuk melakukannya (need to do).
dan(c) kewajiban(komitmen normatif) perasaan terhadap jaminan hak atas
tekanan sosial. Mereka merasa bahwa seharusnya tetap denga organisasi
(Ought to) (Meyer dan Allen, 1997). Ketiga indikator ini yang digunakan pada
penelitian ini.
C. Faktor-faktor yang menimbulkan komitmen organisasional
Mowday, 1988 menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan komitmen
organisasional mencakup karakteristik pribadi, karakteristik yang berkaitan
dengan peran atau pekerjaan , karakteristik struktural dan pengalaman kerja.
Mathieu dan Zajak. 1990 mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab
komitmen organisaional meliputi karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan,
hubungan kelompok/pemimpin, karakteristik organisasi dan kondisi peran.
Etika kerja menurut Mathieu dan Zajak. 1990 merupakan komitmen pada nilai-
nilai kerja keras, bekerja sebagai suatu tujuan dan organisasi kerja merupakan
struktur yang tidak dapat dihindari dimana nilai-nilai yang diinternalisasikan
tersebut dapat terpuaskan. Karyawan yang memiliki etika kerja tinggi cenderung
berkomitmen pada organisasi.
Karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi meliputi
variasi keahlian, otonomi tugas, tantangan dan cakupan pekerjaan. Karakteristik
pekerjaan yang dapat memperkaya pekerjaan menghasilkan komitmen
organisasional yang lebih tinggi. Meskipun tantangan kerja bukan termasuk
dalam karakteristik pekerjaan namun pekerjaan yang lebih menantang dapat
menghasilkan komitmen organisasional yang tinggi, terutama bagi karyawan
dengan kebutuhan untuk berkembang. Cakupan kerja berhubungan positif
36
dengan komitmen karena pekerjaan yang lebih luas membuat karyawan lebih
tertantang dibandingkan pekerjaan yang sempit atau kecil cakupannya.
Hubungan kelompok/pemimpin yang dapat menyebabkan komitmen terdiri dari
kepaduan atau kesatuan kelompok, saling bergantung pada tugas,
pertimbangan, pertimbangan pemimpin, komunikasi pemimpin dan
kepemimpinan partisipasi. Supervisor yang memiliki tipe komunikasi yang lebih
akurat dan tepat pada waktunya dapat meningkatkan komitmen karyawan
terhadap organisasi.
Faktor-faktor penyebab komitmen organisasional yang termasuk dalam
karakteristik organisasi meliputi ukuran organisasi dan pemusatan organisai yang
lebih besar, meningkatkan peluang untuk promosi dan meningkatkan
kesempatan untuk berinteraksi antar individu dan ini dapat meningkatkan
komitmen.
Faktor kondisi peran meliputi ambuguitas peran, konflik peran, beban
peran yang berlebihan. Ketiga peran tersebut memiliki hubungan negatif dengan
komitmen organisasional.
Faktor yang termasuk pada pengalaman kerja adalah keterlibatan sosial ,
kesamaan gaji, norma-norma kelompok yang berkaitan dengan etika kerja keras
dan ketergantungan organisasional.
Komitmen karyawan sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya dan meraih kesuksesannya. Organisasi tidak
dapat mengaharapkan sesuatu dari karyawannya yang memiliki komitmen
rendah. Ada banyak cara yang dapat dilakukan organisasi untuk mendorong
komitmen karyawan, salah satunya dengan program keterlibatan karyawan.
Robbins 2001 mendefinisikan program keterlibatan karyawan sebagai
suatu proses partisipatif yang menggunakan seluruh kapasitas karyawan dan
dirancang untuk mendorong peningkatan komitmen bagi kesuksesan organisasi.
37
Logika yang mendasarinya ialah bahwa dengan melibatkan karyawan dalam
keputusan-keputusan mengenai pekerjaan dan dengan meingkatkan otonomi
dan kendali mengenai kehidupan kerja karyawan maka karyawan akan lebih
berkomitmen terjadap organisasi, lebih produktif dan lebih puas dengan
pekerjaannya. Program keterlibatan karyawan terdiri dari empat macam yakni
manajemen partisipatif, partisipatif representatif, lingkaran kualitas dan rencana
kepemilikan saham karyawan.
Cara lain untuk meningkatkan komitmen adalah dengan menggabungkan
kepentingan karyawan dan kepentingan perusahan atau organisasi. Karyawan
akan tetap berkomitman bekerja dalam organisasi ketika karyawan dan
organisasi mempunyai kepentingan yang sama yaitu yakni apa yang
menguntungkan satu pihak juga akan menguntungkan pihak yang lain. Dengan
demikian karyawan akan memperoleh keuntungan yang membuatnya tetap
bertahan didalam organisasi dan semakin memiliki komitmen yang tinggi pada
organisasi.
Mengacu pada teori-teori yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli
dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasional merupakan sikap
positif seseorang terhadap organisasi yang berupa perasaan kuat untuk menjadi
bagian dari organisasi dimana nilai-nilai yang dimiliki karyawan tersebut sejalan
dengan nilai-nilai yang dimiliki organisasi tempat mereka bekerja.
Komitmen organisasional dapat diukur dengan sifat multidimensional
yang terbaru. Meyer dan Allen membagi komitmen organisasional dalam tiga
komponen yakni komiten afektif, komitmen normatif dan komitmen kontinuens,
penjelasannya ialah sebagai berikut:
1. komitmen afektif. ( affective commitment) ialah keterikatan emosinal
karyawan, idemtifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. (Luthans, 2011).
Menurut Mouday (1982) dalam cootzee, 2005, bahwa anteseden komitmen
38
organisasional yang efektif dibagi dalam empat kategori: 1). karakteristik pribadi,
2). karakteristik struktural (organisasi), 3). karakteristik pekerjaan dan 4).
pengalaman kerja. Meskipun berbagai studi penelitian tentang komitmen telah
dilakukan tentang hubungan karakteristik dengan demografi seperti usia, masa
kerja, jenis kelamin, pendidikan, hubungan yang tidak kuat atau tidak konsisten
alasannya karena banyak variabel seperti status pekerjaan , penghargaan kerja
dan nilai kerja memoderasi hubungan.
2. Komitmen kontinuens (continuence commitment) merupakan komitmen
berdaarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari
organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritasb atas promosi atau
benefit, yang mengacu pada kesadaran akan biaya yang terkait dengan ketika
karyawan meninggalkan organisasi. Potensi biaya apabila karyawan
meninggalkan organisasi termasuk ancaman membuang buang waktu dan upaya
yang dihabiskan untuk memperolek ketrampilan yang d dapatkan. Kehilangan
manfaat yang menarik, memberikan hak istimewa berbasis senioritas atau harus
mencabut kekeluargaan dan mengganggu hubungan pribadi. Selain untuk biaya
yang dilibatkan ketika meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuens juga akan
mengembangkan sebagian fungsi dari berkurangnya kesempatan kerja.
Keryawan yang memiliki link ke organisasi dengan berbasis pada komitmen
kontinuens karena kebutuhan mereka (Luthans, 2011).
3. Komitmen normatif (normative commitment) merupakan perasaan
wajib untuk tetap bersama organisasi karena memeang harus begitu, tindakan
tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Mencerminkan perasaan
kewajiban karyawan untuk tetap tinggal dengan organisasi. Karyawan dengan
tingkat perasaan komitmen normatif yang tinggi maka mereka harus tetap tinggal
dengan organisasi (Luthans, 2011). Wiener (1982) dalam Coetzee (2005)
mengusulkan bahwa perasaan kewajiban untuk tetap tinggal dengan organisasi
39
disebabkan hasil dari tekanan normatif interal yang diberikan pada individu
sebelum masuk kedalam organisasi (orientasi pada keluarga dan budaya) atau
setelah masuk dalam organisasi (orientasi organisasi). namun komitmen normatif
juga dapat berkembang ketika sebuah organisasi mengutamakan penghargaan
kepada karyawan (misalnya dengan membayar biaya kuliah) atau menimbulkan
biaya yang signifikan dalam menyediakan lapangan kerja (misalnya biaya
pelatihan). pengakuan investasi ini menyebabkan karyawan merasa
berkewajiban untuk membalas dengan komitmen diri mereka kepada organisasi
sampai kebaikan dilunasi. Selanjutnya membangun multidimensi kerangka kerja
dengan dasar asumsi bahwa komitmen mewakili suatu sikap terhadap
organisasi. Dalam hal ini komitmen mengarah pada tiga bentuk yang berbeda: 1).
Kepatuhan (complience) yakni kepatuhan yang terjadi ketika sikap dan perilaku
yang dapat diadopsi untuk mendapatkan suatu imbalan tertentu. 2). identifikasi
(identification) terjadi ketika seorang menerima pengaruh untuk membentuk atau
mempertahankan hubungan yang memuaskan. 3). Internalisasi (diperdalam)
terjadi ketika pengaruh diterima karena sikap dan perilaku seseorang didorong
untuk mengadopsi nilai-nilai yang ada.
Luthans, (2011) berpendapat bahwa terdapat hubunga positif antara
komitmen organisasi dengan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, omset
rendah dan ketidakhadiran. Ada uga bukti bahwa komitmen karyawan
berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan seperti persepsi yang baru,
mendukung iklim organisasi dan kelompok anggota yang baik untuk saing
membantu. Selain itu diharapkan komitmen karyawan secara spesifik diarahkan
untuk pelaksanaan sistim manajemen yang akan membantu menyelesaikan
masalah yang sebenarnya serta meningkatkan komitmen karyawan pada
organisasi.
40
Berdasarkan pada teori komitmen organisasional dari beberapa ahli
seperti Allen dan Meyer, Mowday, Aldag dan Reschke serta tujuan dari penelitian
ini untuk melihat pengaruh komitmen organisasional terhadap variabel lainnya
yang telah dibangun dalam model kerangka penelitian maka penelitian ini akan
menggunakan indikator komitmen organisasional pada restoran yang ada dikota
manado yang meliputi komitmen afektif, komitmen kontinuens dan komitmen
normatif. Penggunaan indikator ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
indikator komitmen afektif, komitmen kontinuens dan komitmen normatif telah
banyak digunakan sebagai indikator untuk mengukur suatu komitmen
organisaional dalam suatu organisasi.
2.1.4. Orientasi Pasar
Penelitian-penelitian tentang Orientasi Pasar,menurut Raaij (2007) dapat
dilihat dari empat sudut pandang sebagai: a). Masalah definisi yang focus pada
konseptual konstruk, sehingga menjadi pertanyaan apakah orientasi pasar itu, b).
Masalah Pengukuran, focusnya pada pengembangan skala menyangkut
bagaimana konstruksi Orientasi Pasar dioperasionalkan dan dinilai, c). Masalah
Model, fokusnya adalah penyebab dan dampak orientasi pasar atau berkaitan
dengan antecedent dan konsekuensinya. d). Masalah implementasi berfokus
pada tindakan manajerial untuk melaksanakan orientasi pasar.
Definisi dan Konsep Orientasi Pasarbelum diterima secara universal
sehingga belum ada konsep yang definitif (Kirca et al., 2005; Kohli dan Jaworski,
1993). Namun beberapa peneliti dan ahli pemasaran telah menyarankan
beberapa hal menyangkut orientasi Pasar, seperti melihatnya sebagaibudaya
organisasi yangmemiliki seperangkatnilai-nilaidan keyakinanbersamadalam
menempatkanpelanggan pertamadalam perencanaan bisnis(Deshpande
danWebster, 1993). Avlonitis dan Gounaris (1999) menyarankan bahwa Orientasi
41
Pasar harus mencakup aspek-aspek baik sikap maupun perilaku. Di sisi yang
lain NarverdanSlater(1990) juga berpendapatbahwa perusahaanyang
berorientasi pasartidak hanya fokuspada pelanggantetapi juga padapara
pesaing. Deshpande danFarley(1998) melihatnya
sebagaibudayayangsistematisdansecara terus-menerus berkomitmen
untukpenciptaan nilaipelanggan yang unggul.Hal iniseperti halnya konsep
pemasarandi manapelanggan dianggapsebagai fokusutamaorientasi pasar.
Selanjutnyakepuasanpelangganeksternalbergantung padakepuasanpelanggan
internal(Berry, 1981;Lings, 1999).
Penelitian Kohli and Jaworski (1990) mencatat tentang pentingnya
konsep pemasaran dan implementasinya bahkan mengusulkan untuk
membangun definisi Orientasi Pasar yang unidimensional. Selanjutnya mereka
menemukan bahwa Orientasi Pasar lebih cocok di operasionalisasikan dalam
marketing daripada bauran pemasaran. Bahkan dalam beberapa hasil penelitian
menunjukan kuatnya pengaruh Orientasi Pasar pada berbagai konteks (Lings
and Greenley, 2005). Oleh sebab itu perlu untuk mengetahui beberapa pendapat
tentang definisi Orientasi Pasar.
Diantara berbagai studi yang sudah dilakukan maka pendapat Kohli dan
Jaworski serta Narver dan Slater yang dipakai dan diterima secara luas (Raaij
and Stoelhorst, 2008). Orientasi Pasar merupakan perpanjangan dari konsep
pemasaran, didefinisikan sebagai seperangkat nilai-nilai serta keyakinan yang
selalu mempertimbangkan pelanggan menjadi yang pertama dan terutama.
(Webster, 1994). Orientasi Pasar adalah pelaksanaan dari konsep pemasaran
dan menjadi dasar dari manajemen pemasaran modern (Narver dan Slater,
1990). Konseptualisasi dan pelaksanaan orientasi pasar berawal dari
implementasi konsep inti pemasaran (Narver dan Slater, 1990; Kohli dan
42
Jaworski, 1990), dan menekankan orientasi pasar sebagai budaya organisasi
yang menciptakan nilai bagi konsumen (Matzuko, et al., 2005).
Raaij dan Stoelhorst (2008) menyatakan bahwa Pandangan Kohli dan
Jaworski tersebut dikatakan sebagai proses kegiatan dan pandangan ini
didukung oleh peneliti yang lain seperti Ruekert (1992) yang menyatakan bahwa
Orientasi Pasar pada tingkat unit bisnis adalah sejauh mana unit bisnis (1)
memperoleh dan menggunakan informasi dari pelanggan; (2) mengembangkan
strategi yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan; dan (3) alat bahwa strategi
dengan menjadi responsif terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Sedangkan Day (1994) mengatakan bahwa Orientasi pasar dapat dilihat dari
sudut pandang kemampuan yang menyatakan bahwa oreintasi pasar merupakan
ketrampilan yang unggul dalam memahami dan memberi kepuasan kepada
pelanggan.
Orientasi pasar juga didefinisikan sebagai "budaya bisnis yang paling
efektif dan efisien dalam menciptakan perilaku yang diperlukan untuk penciptaan
superior nilai bagi pelanggan", Narver and Slater, (1990). Menurutnya bahwa
Orientasi pasar "terdiri dari tiga komponen perilaku - orientasi pelanggan,
orientasi pesaing, dan interfunctional koordinasi - dan dua kriteria keputusan -
fokus jangka panjang dan profitabilitas ", yaitu:
1) Fokus pada pelanggan– dimensi berorientasi eksternalyang
melibatkanpersepsipemahaman pelanggan, expections, kebutuhan dan
keinginandan tujuan utama adalah kepuasan pelanggan
2) Fokus pada Competitor–
berorientasieksternaldanmelibatkanmengetahuiprodukpesaing utamadan
kemampuandan bagaimana hal inidipandangoleh pelanggan.
43
3) Interfunctionalkoordinasi–dimensiinternal dari orientasi pasaryang mengacu
padaberbagi sumber dayaantara berbagaibidang fungsionaldalam
rangkauntuk menciptakan nilaipelanggan yang lebih baik
4) Focus jangka panjang berarti bahwa manajemen harus berusaha
menciptakan hubungan dengan pelanggan jangka panjang secara
menguntungkan. Hubungan dengan pelanggan dalam jangka panjang hanya
dapat terwujud jika manajemen dapat memuaskan pelanggannya dengan
cara yang lebih unggul dinading pesaingnya. Hal ini pada umunya ditempuh
dengan cara peningkatan kualitas, pelayana, inovasi, keunikan produk dan
harga bersaing.
5) Profitabilitas berarti bahwa apapun yang dilakukan perusahan untuk
memuaskan pelanggannya, harus ketujuan utama yaitu profitabilitas. Para
pakar berpendapat bahwa sasaran utama orientasi pasar adalah
profitabilitas.
Peneliti yang lain memberikan pendapat yang agak berbeda. Deshpande
et al., (1993) menggunakan istilah Orientasi pelanggan sebagai serangkaian
kepercayaan yang menempatkan kepentingan pelanggan sebagai hal yang
pertama dalam rangka untuk mengembangkan keuntungan jangka panjang
perusahaan, sementara itu tidak termasuk orang-orang dari semua pemangku
kepentingan lain seperti pemilik, manajer, dan karyawan. Dalam hal ini istilah
orientasi pelanggan sinonim dengan orientasi pasar karena mereka mengacu
pada konsep yang sama (Raaij dan Stoelhorst, 2008). Dari sejumlah informasi
yang ada dapat disimpulkan bahwa organisasi yang berorientasi pasar memiliki
sejumlah informasi tentang pasar (pelanggan dan pesaing), memiliki kemampuan
mengelola dan menggunakan informasi yang dimiliki tersebut untuk menciptakan
nilai unggul bagi target pelanggan mereka.
44
Kohli dan Jaworski (1990) memandang Orientasi Pasar dari perspektif
perilaku, diartikan sebagai: generasi organisasi yang luas dari kecerdasan pasar
yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan sekarang dan masa depan,
penyebaran intelejen diseluruh departemen dan tanggapan organisasi secara
luas untuk hal itu. Terdapat tiga unsure yang terkandung didalamnya yakni:
1. Intelejen generation atau kemampuan organisasi mengumpulkan dan
menganalis secara sistematisinformasi pasar terhadap kebutuhan pelanggan
sekarang dan yang akan datang, pesaing dan teknologi, peraturan dan faktor
lingkungan lainnya yang relevan. Dalam intelejen generation termasuk analisis
factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan preferensi konsumen, kekuatan
dan strategi pesaing. Intelegen generasi dapat dilakukan dengan mekanisme
formal dan informal (misalnya, survei konsumen, kelompok fokus, dan riset
pasar) dan tidak boleh dilakukan hanya oleh departemen pemasaran
perusahaan. Sebaliknya, semua departemen fungsional seperti penelitian dan
pengembangan, manufaktur, dan keuangan harus berpartisipasi dalam proses.
2. Intelegen dissemination atau penyebaran intelejen keseluruh
organisasi. Penyebaran intelejen pemasaran berkaitan dengan penyebaran
informasi mengenai pelanggan dan pesaing yang berguna untuk merancang
produk, penetapan harga pembelian material dan sebagainya. Seberapa efektif
sebuah perusahaan berkomunikasi dan menyebarkan hasil intelijen di antara
departemen fungsional akan menentukan kemampuannya untuk beradaptasi
terhadap kebutuhan pasar.
3. Responsiveness (kesediaan mendengar),respons organisasi adalah
wujud tindakan reaksi yang harus dilakukan terkait dengan intelejen pemasaran
dan penyebaran intelejen pemasaran. Semua area fungsional di suatu
perusahaan harus responsif terhadap informasi pasar yang dihasilkan dan
disebarluaskan untuk menciptakan nilai untuk perusahaan dan pelanggannya.
45
Tanpa respon, kedua elemen maka tidak memiliki nilai sama sekali. Memilih
pasar target, merancang dan menawarkan barang dan jasa yang memenuhi
kebutuhan sekarang dan yang diharapkan, memproduksi, mendistribusikan dan
mempromosikan produk. Ketiga indikator ini yang dignakan pada penelitian ini.
2.2. Penelitian Terdahulu.
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dan
digunakan sebagai bahan acuan utama dan juga sebagai pembanding disajikan
secara berurutan sebagai berikut:
Awwad dan Agti (2011) meneliti dampak internal marketing terhadap
Orientasi Pasar Bank Komersial. Tulisan ini berargumen bahwa orientasi pasar
merupakan sebuah budaya dan juga perilaku yang tidak dapat di
manisfestasikan tanpa komitmen organisasi yang dimulai dari top manajemen
sampai dengan para karyawan didalam orgnaisasi tersebut. Hal ini disebabkan
karena jika perusahan kehilangan komitmen karyawan akan berpengaruh buruk
bagi organisasi. Salah satu cara untuk mencapai komitmen demikian yakni
dengan mengaplikasikan program internal marketing. Menggunakan metode
Survey terhadap data dari karyawan bank komersial (non pemerintah) di Jordan.
Sampel yang digunakan sebanyak 365 karyawan dari 13 Bank komersial
Jordania. Responden yang dianalisis sebanyak 60,5% adalah karyawan pria dan
sisanya adalah wanita dari total sampel yang dianalisis. Sedangkan berdasarkan
umur maka responden terbanyak adalah antara 30 - 39 Tahun. Sebanyak 11,6%
bergelar PhD. Analisis data menggunakan Amos versi 16.0 untuk menentukan
interaksi antara berbagai factor. Penelitian ini bertujuanuntuk menguji pengaruh
dari internal marketing, komitmen organisasional dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB) terhadap Orientasi pasar pada bank-bank di Yordania.
Menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) untuk
46
membangun suatu model yang mewakili hubungan sebab akibat diantara
variable pada penelitian ini. Secara empiris ditemukan bahwa internal marketing
mempunyai pengaruh secara positif langsung pada orientasi pasar bank. Hal ini
menunjukan bahwa makin tinggi dan positif internal marketing diadopsi didalam
bank komersial maka akan makin tinggi pula Orientasi Pasar mereka. Untuk
menjadi bank komersial yang lebih kompetitif maka manajer perlu mengalihkan
Orientasi Pasar mereka ke pada lingkungan belajar. Sehingga manajer akan
memperhatikan, memonitor serta memperbaiki kepuasan pelanggan eksternal.
Oleh karena itu mereka perlu mengembangkan kompetensi yang dimiliki dan
kuncinya ada pada internal marketing.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya dilakukan pada satu industry
jasa, yakni Bank lebih khusus lagi Bank Komersial di Yordania yang memiliki
sifat-sifat yang unik yang mungkin tidak dimiliki industry lainnya. Sehingga tidak
jelas sampai sejauh mana hasil dari penelitian ini dapat digeneralisasikan pada
industry lain.
Meskipun penelitian ini memiliki keterbatasan namun penelitian ini telah
memberikan pemahaman yang lebih umum tentang pengaruh internal marketing
pada orientasi pasar. Sedangkan implikasi praktis dari penelitian ini bahwa Bank
Yordania harus merubah internal marketing sebagai suatu strategi didalam
sistem dan pelaksanaan organisasinya sehingga memenuhi permintaan
karyawan serta sasaran bank. Perubahan ini diharapkan dapat membuat
karyawan memperlihatkan kesetiaan mereka pada komitmen organisasional
sehingga mereka menyatakan sikap OCB yang bermanfaat bagi organisasi.
Model konseptual dari penelitian ini seperti pada gambar berikut ini.
47
Kesamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah bahwa keduanya sama-sama ingin menguji pengaruh internal marketing
terhadap Orientasi Pasar . Variabel internal marketing dan orientasi pasar
merupakan landasan berpikir untuk memahami konsep dan pengukuran
pengaruh internal marketing pada orientasi pasar. Menggunakan metode survey
dalam pengambilan data.
Perbedaannya dengan penelitian ini ada beberapa hal seperti responden
yang akan diteliti pada penelitian ini adalah para Manager/Pemilik restoran di
Kota Manado, Sulawesi Utara. Selain itu analisis data menggunakan PLS,
pemilihan alat analisis ini disebabkan karena sampel yang digunakan sedikit.
Hasil penelitian menemukan internal marketing mempunyai pengaruh tidak
langsung orientasi pasar lewat komitmen organisasional. internal marketing
mempunyai pengaruh langsung positif pada komitemen organisasional. Hal ini
seperti pada temuan-temuan sebelumnya. Ketika bank menyediakan pelatihan
yang efektif, sistem reward yang memadai, interaksi positif diantara karyawan
OrganizationalCommitment
Market Orientationinternal marketing
Organizational CitizenshipBehavior
Gambar 2.1. Model Konseptual Awwad dan Agti, 2011.
48
didalam bank serta pertukaran visi diantara mereka akan menciptakan sentuhan
emosional antara karyawan dengan bank mereka sehingga ingin tetap bekerja di
bank tersebut.
Ian Lings dan Gordon Greenley (2009) melakukan penelitian terhadap
internal marketing dari perspektif perilaku yang di opersionalisasikan sebagai
internal marketing Orientation (IMO) dan Perilaku Orientasi Pasar. Data survey
pengukuran IMO dikumpulkan dari 3500 manajer eceran United Kingdom (UK)
seperti supermarket, departemen store, pengecer pakaian, pengecer produk
kesehatan dan kecantikan. Para menejer yang dipilih sebagai responden karena
memiliki pengaruh unik terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pada tingkat
local, para menejer bertindak simultan sebagai sales person, financial officer,
pemasar, peneliti, supervisor karyawan (Lusch dan Serpkenci, 1990). Sebaran
aktifitas ini membuat membuat manajer toko mengetahui semua pelanggan.
Pada penelitian ini, respons rate yang dicapai adalah 22% dan terbagi atas
manajer pria 57,4% dan sisanya wanita. Rata-rata umur responden 37 tahun dan
rata-rata lama kerja 14 tahun. Model konseptual dianalisis menggunakan SEM.
IMO diukur dengan 16 items (Lings dan Greenley, 2005) sedangkan Orientasi
Pasar diukur menggunakan skala MARKOR yang diadopsi dari Kohli et al.,
(1998). Analisis menggunakan Partial Least Square (PLS), Alfa Cronbach untuk
setiap skala berada pada kisaran 0,74 – 0,85 dan reliabilitas berkisar 0.84 –
0.89, melampaui nilai yang disarankan. Hasil empiris dirinci sebagai berikut:
a. IMO membantu karyawan berperilaku yang berorientasi pasar. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kebutuhan yang teridentifikasi pada karyawan
pengecer akan meningkatkan pengertian pasar dan kemampuan menanggapi
dari organisasi pengecer. Hal ini berarti bahwa perusahan yang ingin berhasil
mengimplementasikan suatu orintasi pasar maka harus menerapkan Internal
market orientation (IMO) yakni dengan menyeimbangkan antara kebutuhan dan
49
keinginan karyawan seperti yang disarankan oleh Reukert (1992), misalnya
karyawan harus diberikan hadiah untuk perilaku berorientasi pasar mereka
Informasi tersebut dengan sendirinya dapat membantu suatu budaya dimana
karyawan merasa bahwa perusahan memandang kebutuhan mereka. IMO dapat
membantu membangun iklim kerja dengan dukungan psikologis, bersahabat,
saling percaya dan menghargai. Iklim ini mendorong karyawan mengadaptasi
orientasi pasar.
b. Struktur dan dukungan orientasi pasar. Penelitian ini memberikan bukti
hubungan intuisi antara generasi informasi, penyebaran informasi dan tanggapan
terhadap pasar dalam konteks baik pasar internal maupun pasar eksternal.
Penelitian ini menerapkan operasionalisasi orientasi pasar multidimensi, dan
hasilnya ketiga dimensi itu saling berkaitan satu dengan yang lain. Namun
kemampuan peran generasi informasi dan penyebaran informasi lebih potensial
diantara dimensi orientasi pasar. Lingkungan lokal yang relatif masih kurang
diteliti mendukung temuan penelitian sebelumnya bahwa orientasi pasar dapat
diterapkan pada konteks yang berbeda.
c. Membantu karyawan pada tujuan yang sama. Selama bertahun-tahun
para sarjana telah fokus pada peran karyawan kontak dalam menciptakan
customer satisfaction. Bukti yang lain, IMO mempunyai dampak positif langsung
terhadap penerapan strategi pemasaran, memiliki dampak pada penciptaan nilai
pelanggan dalam bentuk customer satisfaction.
d. Dukungan untuk keseimbangan focus internal dan eksternal. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukan bahwa perusahan memiliki focus yang
eksklusif terhadap pelanggan sedangkan karyawan sebagai pelanggan internal
kurang mendapatkan perhatian. Sebaliknya temuan empiris pada penelitian ini
menunjukan bahwa penerapan suatu IMO dapat memperbaiki hubungan antara
perusahan dan pasarnya dengan cara mengumpulkan dan menyebarkan
50
informasi tentang pasar, memfasilitasi tanggapan pasar selanjutnya menciptakan
nilai untuk karyawan, pelanggan dan perusahan.
Implikasi praktis. Hasil penelitian ini menyatakan, tambahan pemahaman dan
tanggapan terhadap pasar eksternal. Menejer pemasaran dapat berkontribusi
pada keberhasilan pemasaran organisasi dengan membangun pemahaman
pasar internal yang lebih baik. IMO perlu usaha berkomitmen dengan organisasi
untuk mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan karyawan, kondisi persaingan
didalam pasar kerja dan menggunakan informasi ini untuk menciptakan peran
yang sesuai sehingga memberikan nilai pada karyawan. Penerapan IMO
merupakan tantangan bagi perusahan sebab rancangan pekerjaan dan kondisi
kerja secara tradisonal telah dilakukan oleh departemen sumber daya manusia.
Tantangannya adalah bagaimana mengkolaborasikan antara departemen
marketing dengan departemen sumber daya manusia didalam organisasi.
Keterbatasan penelitian ini ada pada penggunaan menejer retail sebagai
responden tunggal, menjadi responden yang paling mengetahui. Menejer hanya
melaporkan opini mereka tentang bagaimana pikiran pelanggan serta
menyimpulkan kepuasan pelanggan mereka. Penelitian ini juga memberi bukti
bahwa kesamaan konsep, orientasi pasar eksternal dan internal adalah gagasan
yang nyata, keduanya mewakili kapabilitas dalam generasi informasi,
penyebaran dan tanggapan organisasi. IMOmempunyai konsekuensi positif bagi
karyawan yang berorientasi pasar dan selanjutnya mempengaruhi kesuksesan
dalam pemasaran.
51
Sebuah penelitian tentang hubungan antara internal marketing dan
Budaya organisasi dengan pengetahuan manajemen pada industry Tehnologi
Informasi telah dilakukan oleh Lee dan Chen (2005). Menggunakan metode
wawancara yang komprehensif serta survey menggunakan kuesioner .
Wawancara terhadap 102 perusahan masing2 diwakili oleh seorang manajer di
peroleh dari 97,1% respons rate dan 720 kuesioner yang dikembalikan para
manajer diperoleh atau 68,8% respons rate. Para manajer yang di wawancarai
sebanyak 58,4% berusia sekitar 36 - 45 tahun dan 53% bekerja antara 2 – 4
tahun di perusahan mereka. Latar belakang pendidikan vokasi sebanyak 36%
sedangkan Universitas sebanyak 37%. Hasil empiris memperlihatkan bahwa
internal marketing berpengaruh secara signifikan terhadap Budaya Organisasi.
Konsep yang digunakan seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 2.2. Model Konseptual Lings dan Greenley, 2009.
52
Penelitian tentang pengaruh internal marketing terhadap komitmen
organisasional Manajer Bank Ritel juga dilakukan oleh Caruana dan Calleya
(1998). Sejak sekitar pertengahan tahun 1980, pemasaran jasa telah menjadi
studi yang penting (Fisk et al., 1993). Pemasaran produk jasa terutama
menyoroti pentingnya pelanggan internal. Mengingat karakteristik inseparability
(ketidakterpisahan) jasa, maka kontak dengan pelanggan menjadi penting
dalam perumusan produk yang akan diterima pelanggan eksternal. Oleh karena
itu janji-janji tentang jasa harus dijaga dan hanya karyawan jasa yang dapat
melakukannya. Karyawan jasa begitu penting karena produk yang disediakan
adalah kinerja (Lovelock, 1983). Ini menjadi jelas bahwa pemasaran yang
sukses hanya dapat dilaksanakan jika perusahaan terlibat tidak hanya di luar
tetapi juga dalam internal marketing. Perusahaan jasa yang berhasil harus
menjual pekerjaan kepada karyawan sebelum bisa menjual jasa kepada
pelanggan (Sasser, 1976). Tujuan dari internal marketing adalah untuk
menciptakan internal lingkungan di mana kesadaran pelanggan bertumbuh
dengan cepat antara karyawan. Kepuasan pelanggan internaladalah penting
Gambar 2.3. Konsep Model Lee dan Chen, 2005
53
untuk keberhasilan sebuah perusahaan jasa (Gremler et al., 1994). Menurut
Rosenblunth dan Peters (1992) pelanggan internal harus dipuaskan terlebih
dahulu maka mereka akan mampu memberikan layanan maksimal kepada
pelanggan eksternal. Salah satu konsekuensi penting dari pemasaran internal
adalah untuk meningkatkan komitmen organisasi dari karyawan (Tasuhaj et al.,
1991).
Penelitian ini dibuat dengan menggunakan kuesioner yang dikim melalui
pos kepada semua manajer dari sebuah bank ritel. internal marketing diukur
dengan menggunakan skala 15 item yang dikembangkan dari Money dan
Foreman (1996) sedangkan Komitmen menggunakan skala 24 item yang
dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990). Dan 2 item untuk variable
klasifikasi. Dalam menjalankan internal marketing maka digunakan focus group
discussions. Responden memiliki rata2 masa kerja antara 15 – 20 tahun,
dengan perbandingan 28% perempuan dan sisanya 72% laki-laki. Hasil
penelitian menunjukan bahwa internal marketing hanya memiliki dampak yang
signifikan pada dimensi Afektif dari Komitmen organisasional. Komitmen afektif
berfokus pada keterikatan emosional dari karyawan kepada organisasi.
Meyer dan Allen (1990) menjelaskan bahwa komitmen
organisasionalmemilikianteseden yang lain seperti persepsikaryawan tentang
pekerjaanyang menantang, peran dantujuanyang jelas, tujuanyangmenantang,
manajemen yang menerima sarankaryawan, kekompakan karyawan,
ketergantunganorganisasi; karyawan diperlakukan secara adil dan dibuat merasa
penting, disediakan umpan balik tentang kinerja pekerjaan karyawan dan
karyawan diizinkan untuk berpartisipasi dalam keputusan tentang pekerjaan
karyawan.
Keterbatasan dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel internal
marketing masih membutuhkan pengembangan dan elaborasi teori untuk
54
membedakannya dari manajemen sumber daya manusia.Hal ini berarti adanya
kebutuhan untuk perbaikan instrumen internal marketing. Akhirnya, hasil ini studi
hanya berasal dari nilai manajerial satu organisasi - bank ritel, dan dalam hal ini
setiap generalisasi perlu dilakukan dengan hati-hati.
Mehdi Abzari et al., (2011) melakukan penelitian terhadap pengaruh
internal marketingterhadapkomitmen organisasional pada industry hotel di Iran.
Penelitian yang dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan industry
pariwisata sehingga menjadi salah satu bidang bisnis terbesar didunia. Manajer
yang aktif pada industry ini harus menyediakan kemungkinan penggunaan
peluang dengan intelegensi mereka dan mempercepat prestasi organisasi
mereka. Pada sector jasa, karyawan memfasilitasi strategi organisasi dengan
prestasi luarbiasanya melalui interaksi yang efektif dengan pelanggannya. Oleh
sebab itu harus dicarikan solusi untuk meyakinkan prestasi organisasi lewat
peran sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan ini maka harus dimulai
dengan memperhatikan karyawan yang terlibat dengan masalah customer.
Aspek dari aktifitas organisasi jasa telah mengusulkan internal marketing.
sebagai sebuah strategi untuk orientasi pasar.
Tujuan internal marketing adalah menciptakan lingkungan internal yang
sadar konsumen. Kepuasan pelanggan internal sangatlah penting bagi
keberhasilan organisasi. Salah satu konsekuensi internal marketing adalah
meningkatkan komitmen organisasi kepada karyawannya. Penelitian bertujuan
internal marketing Komitmen Organisasional
Gambar 2.4. Model Konseptual A. Caruanna dan P. Calleya, 1998.
55
untuk menguji pengaruh internal marketing terhadap komitmen organisasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibuat penelitian survey kepada para
manajer hotel untuk mengukur sikap dan persepsi mereka. Populasi penelitian ini
adalah semua manager hotel bintang 3,4,5 di Isfahan. Sebanyak 121 kuesioner
telah dikirm secara acak sebagai sampel dan 100 kuesioner dikembalikan
sehingga memiliki response rate 82%.
Menggunakan kuesioner dengan 30 pernyataan. Structural Equation
Modeling (SEM) digunakan untuk menguji hubungan yang dihipotesiskan dalam
model. Hasil yang diperoleh bahwa internal marketing berpengaruh terhadap
orientasi pasar, namun pada hubungan tidak langsung, internal marketing
perpengaruh pada komitmen organisasional melalui orientasi pasar. Model
konseptual yang dibangun adalah seperti gambar dibawah ini:
Murphy et al., (2008) meneliti organisasi skala kecil di Costa Rica,
Amerika Tengah. Tujuan dari penelitiannya untuk menguji pengaruh budaya
organisasi dan ukuran organisasi terhadap terhadap Orientasi pasar dari
perspektif organisasi skala kecil di Amerika Tengah. Investigasi hubungan-
hubungan diantara orientasi pasar, pengaruh budaya organisasional pada
orientasi pasar dan pengaruh ukuran organisasi terhadap orientasi pasar.
Penelitian tentang orientasi pasar telah dilakukan oleh beberapa ahli tetapi
belum dilakukan pada organisasi skala kecil di Costa Rica, Amerika Tengah.
Menurut McCarthy dan Parreault (1984) bahwa organisasi yang berorientasi
Gambar 2.5. Model Konseptual Abzari Mehdi et al, 2011
56
pasar salah satunya karena berhasil menerapkan konsep pemasaran. Menurut
Kohli dan Jaworski (1993) bahwa organisasi yang menerapkan orientasi pasar
dapat meningkatkan kinerja organisasinya.
Penelitian ini menggunakan disain penelitian survey, tujuannya untuk
menguji persepsi organisasi terhadap budaya organisasional dan orientasi pasar.
Menggunakan analisis deskriptif untuk menjawab pertanyaan apa yang ada.
Populasi pada penelitian ini, usaha kecil di Costa Rica yang memiliki maksimal
50 karyawan. Data diambil dari kantor perindustrian dan tenaga kerja Costa Rica
yang memiliki sekitar 5000 anggota. Data dianalisis menggunakan SPSS versi
13. Regresi berganda digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Responden penelitian adalah manajer produksi, pemasaran dan karyawan
penjualan. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha kecil di Costa Rica memiliki
persepsi yang berbeda dalam memandang apa yang mempengaruhi orientasi
pasar mereka. Disamping itu hasil penelitian ini menunjukan ada hubungan
antara budaya organisasional dan ukuran organisasi dengan orientasi pasar.
Namun demikian masih ada sejumlah permasalahan yang harus diteliti pada
penelitian lanjutan yakni: 1. penelitian yang sama pada organisasi skala kecil dan
menengah pada industry yang berbeda. 2. Penelitian lanjutan dapat dilakukan
pada negara yang lain. Model konseptual dari penelitian ini seperti pada gambar
di halaman sebelah ini.
Budaya Organisasional
Ukuran Organisasi
Orientasi Pasar
Gambar 2.6. Model Konseptual Richard Murphy et al, 2008
57
Komitmen organisasional dan orientasi pasar perusahaan pengekspor non
minyak Nigeria di teliti oleh Omotayo Oyeniyi (2013) ini bertujuan untuk menguji
hubungan antara komitmen organisasional dan orientasi pasar dalam konteks
sektor non-minyak dari negara berkembang. Data cross-sectional dikumpulkan
dari 190 manajer perusahaan pengekspor non-minyak Responden adalah
manajer yang bertanggung jawab atas ekspor atau yang memiliki cukup
pengetahuan dalam kegiatan pemasaran ekspor perusahaan mereka. Hal ini
karena kegiatan ekspor membutuhkan keterlibatan keputusan oleh manajemen
eselon atas. Penggunaan perusahaan-perusahaan eksportir untuk penelitian
memberikan kesempatan yang sangat baik untuk menyelidiki dampak
manajemen puncak dan komitmen organisasional terhadap orientasi pasar.
Analisis regresi berganda diadopsi untuk menguji dampak dari komitmen
organisasional pada orientasi pasar. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa
komitmen organisasional mempengaruhi orientasi pasar secara positif. Menurut
penelitian ini, top manajemen harus percaya pada pentingnya orientasi pasar dan
ketika diimplementasikan maka keyakinan ini secara alami akan mempengaruhi
staf pada tingkat yang lebih rendah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Jaworski
dan Kohli (1993), ketika manajemen puncak mengalami kemunduran dalam
komitmen organisasional maka pengaruh manajemen puncak akan berkurang
dalam organisasi. Manajemen pucak memiliki dampak tersendiri pada orientasi
pasar.
Komitmen Organisasional Orientasi Pasar
Gambar 2.7. Model Konseptual, Omotayo Oyeniyi, 2013
58
Tujuan penelitian Zaman (2012)adalah untuk mengetahuidampak
dariinternal marketingterhadap komitmen organisasionalbank umum, orientasi
pasar, dankinerja bisnis. Pengumpulan data
dari12bankkomersialPakistanmenjadi sasaran. Pendekatan
kuantitatifdigunakanuntuk pengumpulan datadari500karyawan bankdan
datayang efektifselanjutnyadianalisis denganmenggunakan
teknikinferensialpadaSPSS18.00. Temuanpenelitianmenunjukkan
bahwaprogram internal marketing yangmemilikidampak yang signifikan
terhadapkomitmenkaryawan, orientasi pasardanprofitabilitasperusahaan.Selain
itu,hubunganmediasikomitmen organisasionaldengan internal marketing
danorientasi pasartidakdidukung.
Menambahkanaspeknilai budayaHofstededisarankan
olehAwwaddanAgti(2011) Selain itu, aspekparsimony,diikutidengan
mengambilsatu-satunyavariabelmediasiyaitukomitmen organisasional. Hasil
penelitian ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Awwad dan Agti (2011) dan
juga Hasangholipour (2012). Mereka menemukan bahwa komitmen
organisasional merupakan variable mediasi bagi hubungan variable internal
marketing dan Orientasi Pasar.
internal marketing
Organizational Commitment
Market Oriented
Business Performance
Data Sources:Top ManagementEmploymentAnnual Reports
59
Sampai saat ini budaya telah dipelajari hanya sebagai faktor keberhasilan
atau kegagalan dalam serangkaian kasus bisnis. Hasil penelitian memperkuat
temuan tersebut bahwa budaya organisasi diperlukan untuk memastikan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup jangka panjang (Papadimitriou dan
Kargas, 2012). Diperlukan kesadaran berbudaya sebelum mencoba untuk
menjadi market oriented, dan menyarankan beberapa budaya yang ada agar
lebih mudah menerima perubahan. Budaya juga dapat dilihat sebagai sumber
daya yang mampu meningkatkan posisi kompetitif organisasi. (McClure, 2009).
Budaya organisasi dipengaruhi secara positif oleh internal marketing (Chuan Lee
et al., 2005) dan mempengaruhi orientasi pasar (Birgit Leisen et al., 2002,
Richard Murphy et al., 2008, Kilic et al., 2010, Hajipour et al., 2012). Kesimpulan
sementara bahwa budaya organisasi merupakan variable mediasi pada
hubungan internal marketing dan orientasi pasar.
Penelitian tentang budaya organisasi merupakan inti dari penelitian
tentang budaya dalam konteks organisasi. Keduanya focus pada nilai-nilai,
kepercayaan dan norma-norma didalam kelompok (Schein, 1994; Hofstede,
1998). Ketika setiap orang yang bergabung dalam organisasi maka mereka akan
membawa nilain-nilai, kepercayaan dan norma-norma mereka kepada organisasi
yang akan berintegrasi dengan nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma dari
yang lain akan tetapi secara spesifik, item dari budaya itu sendiri ketika dilakukan
secara terpisah akan mendapatkan hasil yang berbeda. Mengingat bahwa
pekerjaan dan departemen sumber daya manusia merupakan kegiatan
organisasional yang dilakukan secara rutin maka interaksi antar budaya individu
dari para tenaga Kerja dengan budaya organisasi akan terjadi secara terus
menerus (Ng, et al, 2014).
Gambar 2.8. Model Kerangka Konsep, Zaman, et al., 2012
60
Tabel 2.1. Rujukan, Variabel dan Hasil
No. Rujukan internalmarketing
komitmenorganisasional
Budayaorganisasi
Orientasipasar Hasil
1 Caruana danCalleya, 1998 √ √
internal marketing hanyaberpengaruh padadimensi afektif darikomitmen organisasi
2 Chi, et al., 2008 √ √ internal marketingberpengaruh positif padakomitmen organisasi3 Nikbin et al., 2010 √ √
4 Abzari et al., 2011 √ √5 Ghorbani, 2011 √ √6 Narteh, 2012 √ √
7 Gilaninia, et al.,2013 √ √
8 Barzoki et al.,2013 √ √
9 Tsai, 2014 √ √
10 Abzari, et al.,2011
√ √
internal marketingberpengaruh tidaklangsung pada komitmenorganisasi
11 Bouranta et al.,2005 √ √ internal marketing
berpengaruh positif padaorientasi pasar12 Awwad dan Agti,
2011 √ √
13 Tsai, 2006 √ √ internal marketingberpengaruh secara tidaklangsung pada orientasipasar
14 Abzari et al., 2011 √ √15 Ghorbani, 2011 √ √
16 Awwad dan Agti,2011 √ √ Terdapat hubungan
positif komitmenorganisasional terhadaporientasi pasar
17 Shekary et al.,2012 √ √
18 Omotoya, 2013 √ √
19 Chuan, et al.,2005 √ √
internal marketingberpengaruh secarapositif terhadap budayaorganisasi
20 Leisen et al., 2002 √ √Budaya organisasiberpengaruh secarasignifikan terhadaporientasi pasar
21 Murphy et al.,2008 √ √
22 Kilic et al., 2010 √ √
23 Hajipour et al.,2012 √ √
24 Tajudin et al.,2012 √ √
Budaya organisasi tidakmempengaruhi orientasipasar
25 Awwad dan Agti,2011 √ √ Komitmen organisasional
memediasi hubunganantara internal marketingdan orientasi pasar
26 Hasangholipour,2012
√ √
27 Zaman et al.,2012 √ √
Komitmen organisasionaltidak memediasihubungan antara internalmarketing dan orientasipasar
61
Sumber: Rangkuman hasil-hasil penelitian, 2015
Tabel 2.2 Ringkasan alat ukur yang digunakan pada Orientasi Pasar
Referensi Variabelyang diukur
Tipe sampel Skala Jumlahitem
Alpha
Jaworski, B.J;Kohli, A.K.1993.
Journal ofmarketing
AntecedentOrientasipasar
Eksekutifmarketing daneksekutif nonmarketing
Top manajemen 32 item
Interdepartementaldinamyc
Organizationalsystems
Narver, JohnC;Slater,
Stanley F.1990 Journalof marketing
KomponenperilakuOrientasiPasar
ManagerStrategicBusiness Unit
Orientasi Pelanggan -
Orientasi Pesaing
KoordinasiInterfungsional
Niculescu etal., 2013
MarketOriented viathreeindependently developedscales
Facultymembers of asouthwesternUS University
MARKOR (Kohli &Jaworski, 1993).
22 item 0.76
MKTOR (Narver &Slater, 1990).
10 item 0.89
Aplication Universityfrom MARKOR(Hampton, 2007;Hampton et al.,2009)
16 item 0.9
Caruana etal., 1997,InternationalJournal ofPublic SectorManagement
MarketOriented
Head of StateGovernmentDepartementof Australia
MARKOR 20 item 0.89 –0.96
Morgan N.A.et al., 2009,StrategicmanagementJournal
MarketOriented
Manajerperusahankonsumendan pasarbisnis
MARKOR 17 item -
Cervera A. etal., 2001
Marketoriented
Pemerintahdaerah
MARKOR 24 item -
Jeminez-Jeminez andJ. G. Cegarra-Navarro, 2007
MarketOriented
Top executiveperusahan
Intelligencegeneration
3 item -
Intelegencedissemination
3 item
Responsiveness 3 item
62
Tabel 3.2. Lanjutan
Referensi Variabelyang diukur
Tipe sampel Skala Jumlahitem
Alpha
Cervera A. etal., 2001Europen
Journal ofmarketing
MarketOriented
Informan kuncipadaPemerintahanLokal (walikotadan sekretaris)
Intelligencegeneration aboutcitizens presentneeds
8 item -
Intelligencegeneration aboutthr impact of throrganizationproject
4 item
Intelegencedissemination
4 item -
Responsiveness 8 item
Bruce Wrenn,1994, Hospitaland HealthServiceAdministration
KomponenOrientasiPasar dariKotler(1977)
Marketinghospitalindustry expert
Customerphilosophy
28 item
Adequatemarketinginformation
StratrgicOrientationOperasionalEfficiency
IntegratedmarketingOrganiation
Pulendran S.2003.UeropeanJournal ofMarketing
Marketoriented
Manager Generasiinformasi
20 item 0.87
Diseminasiinformasi
Tanggapaninformasi
Lado et al.,2001,InternationalMarketingReview
Marketoriented
DirekturpelaksanaperusahanAsuransi
final customers 30 item -distributorscompetitorsenvironment(Lado et al.,1998).
Sumber: Rangkuman hasil-hasil penelitian, 2015
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep Penelitian.
Saat ini perkembangan bisnis pariwisata meliputi kekuatan
masyarakat secara global, kemampuan baru konsumen dan kemampuan baru
perusahan. Perkembangan ini mendorong perusahan untuk menentukan filosofi
yang mengarahkan upaya pemasaran perusahan. Penelitian ini merupakan
pengembangan dari gagasan konsep pemasaran yang berevolusi, berturut-turut
dimulai dari konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep
pemasaran dan yang berkembang terakhir adalah konsep pemasaran holistik.
Konsep pemasaran holistik mencakup internal marketing yang memastikan
bahwa setiap orang dalam organisasi menganut prinsip pemasaran yang tepat
terutama manajemen senior. Internal marketing harus terjadi pada dua tingkat,
pada satu tingkat yakni pada berbagai fungsi pemasaran seperti tenaga
penjualan, periklanan, pelayanan pelanggan dan lain-lain. Berbagai fungsi
pemasaran tersebut harus bekerjasama dan dikoordinasikan dari sudut pandang
pelanggan. Pada tingkat kedua, departemen-departemen didalam perusahan
harus menerapkan prinsip pemasaran, mereka juga harus memikirkan
pelanggan. Pemasaran yang berorientasi pelanggan (Kotler dan Keller, 2009).
Menurut Van Raaij (2007) bahwa orientasi pelanggan sama dengan orientasi
pasar karena perspektif yang dipakai sama, sehingga pada penelitian ini orientasi
pelanggan sama dengan orientasi pasar, selanjutnya menggunakan orientasi
pasar.
Studi tentang orientasi pasar telah menghasilkan beberapa perspektif
namun ada dua perspektif yang sudah digunakan secara cukup luas (van Raaij,
2007) yakni perspektif perilaku (Kohli dan jaworski, 1990) dan perspektif budaya
(Narver dan Slater, 1990). Penelitian ini mengacu pada orientasi pasar dari
65
perspektif perilaku untuk memecahkan permasalahan yang ada. Sementara
anteceden dari orientasi pasar belum mendapat persetujuan dari antara para
peneliti. Cervera (2001) merangkum dari beberapa literature yang ada dan
mencatat tentang antecedent pada orientasi pasar seperti: karakteristik
menejemen senior (tekanan pada orientasi pasar, keengganan resiko, perilaku
professional, perilaku mengarah pada pemasaran, pentingnya memberikan factor
sukses, dan interaksi dengan konsumen); ukuran, sumber-sumber dan
kemampuanorganisasi, budaya organisasi, entrepreneur, struktur organisasi
(sentralisasi, formalisasi, departementalisasi, marketing planning control);
dinamika inter departemen (konflik, keterhubungan, rekrutmen, training, reward
sistem); factor eksternal (lingkungan makro dan mikro).
Kebanyakan penelitian hanya mengungkap antecedent sementara
interaksi dan korelasi diantara antecedent belum diteliti lebih jauh (Awwad dan
Agti, 2011). Orientasi pasar itu sendiri berperan dalam profitabilitas organisasi
sehingga para praktisi memerlukan pemahaman yang jelas untuk antecedentnya
agar dapat mengimplementasikan konsep ini (Voola, 2003).
Sebagai perilaku maka orientasi pasar tidak dapat diimplementasikan
tanpa adanya komitmen dari perusahan yang dimulai dari top manajemen
sampai dengan karyawannya. Buruknya komitmen karyawan akan dapat
membahayakan organisasi yakni menghasilkan kinerja yang rendah. Kehilangan
komitmen dan perilaku yang baik dapat berpengaruh negatif pada orientasi pasar
organisasi. Keberhasilanrestoran sebagai bagian dari usaha wisata di kota
Manado memerlukankemampuan untuk menjamin komitmen karyawannya
terhadap organisasi. Salah satu cara untuk mempertahankan komitmen
organisasional yakni dengan mengimplementasikan Internal Marketing (Caruana
dan Calleya).
66
Menurut Voola (2003) bahwa variabel kunci dalam mengembangkan
orientasi pasar ialah internal marketing yang efektif, sementara itu internal
marketing juga merupakan komponen kunci membentuk budaya organisasi.
Internal marketing menjadi penting karena pertumbuhan yang cepat pada
layanan industri sebab karyawan kontak merupakan komponen utama untuk
mengevaluasi layanan pelanggan. Hal ini didukung oleh Javadein (2011) yang
berpendapat bahwa ketika karyawan dianggap sebagai pelanggan internal, maka
organisasi harus memusatkan upaya mereka dengan memperkuat budaya
organisasi. Sementara itu, menurut Parvaiz dan Rafiq (2003), ketika fokus
perhatian diarahkan pada antropologi organisasi maka Internal marketing akan
membangun pemahaman tentang lingkungan organisasi, hirarki organisasi,
politik dan struktur organisasi. Internal marketing menempatkan karyawan
sebagai pusat keberhasilan organisasi, yakni dengan menghubungkan karyawan
pada strategi untuk membangun kompetensi yang berkaitan dengan intelegensi
individual, kreatifitas, responsibilitas dan pengalaman. Internal marketing bukan
hanya menangani individual tetapi juga kolektif, yakni pembentukan suatu
identitas organisasi serta pemikiran kolektif sehingga internal marketing
berpengaruh pada budaya organisasi.
Hasil penelitian meta-analisis yang dilakukan Vieira (2010) menemukan
bahwa keterhubungan antar departemen memiliki dampak yang signifikan
terhadap orientasi pasar. Keterhubungan antar departemen diukur dengan
berbagi pendapat, kesempatan memberikan pendapat dan lain-lain, dan bukti ini
mendukung perspektif budaya yang berfokus pada norma-norma dan nilai-nilai
organisasi. Papadimitrou dan Kargas, (2012) berpendapat bahwa
meskipunorientasi pasarmerupakan elemenpenting dalamsetiap perusahaan
namun hal ini tidak dapat menjaminkeunggulan kompetitifjangka panjang
sehingga diperlukan peran budaya organisasi.
67
Menurut sintesa peneliti, dengan adanya realitas pemasaran baru maka
pemasar harus mampu beroperasi secara konsisten dengan konsep pemasaran
holistik melalui internal marketing. Penerapan internal marketing di seluruh
departemen menyebabkan perusahan berorientasi pasar. Keberhasilan orientasi
pasar ditentukan oleh komitmen organisasional dan untuk mempertahankan
komitmen diperlukan internal marketing. Internal merketing merupakan salah
satu komponen kunci dari budaya organisasi selanjutnya budaya organisasi
mempengaruhi orientasi pasar.
Berdasarkan fenomena yang ada, teori yang mendasari serta penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan maka peneliti mencoba membuat kerangka
konsep penelitian yang menyatukan empat variabel yakni internal marketing,
budaya organisasi, komitmen organisasional dan orientasi pasar restoran seperti
pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep PenelitianSumber: Kompilasi Teori, Konsep dan beberapa penelitian, 2015
1b
Budaya Organisasi
Orientasi PasarInternal Marketing
KomitmenOrganisasional
2
3 5
4
1
1b
68
Sumber:
1= Bouranta et al., 2005; Awwad dan Agti, 2011; Tsai, 2006; Abzari et al.,Ghorbani, 20111a= Awwad dan Agti, 2011; Shekary et al., 2012; Omotoya, 20131b= Awwad dan Agti, 2011; Hasangholipour, 2012; Zaman et al., 20122= Chuan, et al., 20053 = Caruana dan Calleya, 1998; Chi, et al., 2008; Nikbin et al., 2010; Abzari,etal., 2011, Ghorbani, 2011; Narteh, 2012; Gilaninia, et al., 2013; Barzoki et al.,2013; Tsai, 2014; Abzari, et al., 2011,4= Leisen et al., 2002; Murphy et al., 2008; Kilic et al., 2010; Hajipour et al.,2012; Tajudin et al., 20125= Awwad dan Agti, 2011; Hasangholipour, 2012; Zaman et al., 2012
3.2. Hipotesis Penelitian
Pemasaran holistic mencakup internal marketing, yang memastikan
bahwa setiap orang dalam organisasi menganut prinsip pemasaran yang tepat,
terutama manajemen senior. Pemasar yang cerdas menyadari bahwa aktifitas
pemasaran didalam perusahan bisa menjadi sepenting atau bahkan lebih penting
dari aktifitas pemasaran yang diarahkan keluar perusahan. Sebab tidak mungkin
akan menjanjikan pelayanan yang prima sebelum staf perusahan siap untuk
memberikannya.
Iinternal marketing harus terjadi pada dua tingkat, pada satu tingkat yakni
berbagai fungsi pemasaran seperti: tenaga penjualan, periklanan, pelayanan
pelanggan, manajemen produk, riset pasar. Setiap fungsi pemasaran tersebut
harus bekerja sama. Semua fungsi pemasaran ini harus dikoordinasikan dari
sudut pandang pelanggan. Pada tingkat kedua, departemen-departemen yang
lain juga harus menerapkan pemasaran, mereka harus memikirkan pelanggan
juga.Internal marketing mengharuskan penyelarasan vertical dengan manajemen
senior dan penyelarasan horizontal dengan departemen yang lain, sehingga
setiap orang memahami, menghargai dan mendukung pemasaran. Penerapan
internal marketing mengarahkan perusahan pada orientasi pelanggan atau
orientasi pasar.
69
Orientasi Pasar mengacu pada pelaksanaan konsep pemasaran (Mc
Carty and Perrault, 1984). Namun konsep dan implementasi pemasaran telah
mengusulkan sebuah definisi unidimensional (satu dimensi) dari orientasi pasar
dan mengembangkan kerangka kerja guna memandu penelitian di masa datang.
Mereka mencatat masih kurangnya penelitian pada topic Orientasi Pasar dan
menyarankan menggunakan pendekatan ilmiah yang berbeda untuk membangun
teori Orientasi pasar ( Kohli and Jaworski, 1990; Narver and Slater 1990).
3.2.1. Internal marketing dan Orientasi Pasar
Para penelitimenunjukkanbahwa adahubunganantara orientasi internal
marketing dantigadimensiorientasi pasar: kecerdasan umum,
penyebaranintelijendan responsif(Lings, 2000). Selain itu,
SouchondanLings(2001) percaya bahwapenerapanpraktik internal marketing
telahdiusulkansebagai saranautamauntuk memastikantingkatretensistaf, orientasi
pasar, kepuasan pelanggandan profitabilitastertinggi. Disamping itu, Organisasi
yang mengkonversi Internal marketing sebagai strategi dalam operasional inti
dan sistem akan membuat karyawan menunjukan komitmen organisasional yang
bermanfaat bagi orientasi pasar (Vazifehdoost, 2012). Selain itu, ditemukan
bahwa ada hubungan positif antara internal marketingdanorientasi pasar, dan
internal marketing telahdianggapsebagaiantesedenorientasi pasar (Voolaetal.,
2003;Bouranta (2005); Kyriazopoulosetal., 2007;; A. F. Vasconcelos, 2008; Lings
and Greenley, 2009;Vazifehdoost et al., 2012. Keelson S. A., 2014. Disamping itu
internal marketing harusmendahuluieksternal marketing, hal itu disebabkan
karena tidak masuk akaluntukmenjanjikanpelayanan primasebelumstaf
perusahaansiapuntukmenyediakannya (Zepf,2008).
Orientasipasar yangfokus pada pelanggan, ditunjukkanolehpengakuan
organisasibahwapendorong utama di baliksemua kegiatannyaadalahpelanggan.
Agarmencapaipertukaraninternal yangsuksesantara departemendankelompok
70
karyawanmaka pentinguntuk memenuhikebutuhankaryawan yang seharusnya
dianggapsama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan pelanggan. Ketika
kepuasan karyawandankepuasan pelanggantercapai maka akan
memungkinkanorganisasi untukbergerak lebih dekat
kepencapaianyangtujuannya. Sehingga Internal marketing menjadikomponen
penting dariorientasipemasaran(Gummesson, 1991;Morgan, 1991). Kahn(1985)
mengusulkan bahwaorganisasi yang berorientasipemasaran akan
mengadopsiinternal marketingdengan mudah,mengidentifikasipotensidalam
memperolehkeunggulan kompetitifjangka panjang. Argumen inididukung
olehkecenderunganuntuk mengubahkaryawanlini depanmenjadibagian integral
daripenawaran produk(Mudie, 1987). Collier(1983) menyatakan bahwa, karena
dalamproduksijasa, kontakmanusia secara langsungantarapenyedia
layanandanpelangganmeningkat. Oleh karena itu, hubungan
karyawanmenjadipentingdalam memberikan kualitaslayanan.
Pengakuankebutuhan untuk
mengkomunikasikanlayanandanetospelanggansecara efektifpada
berbagaikaryawanmerupakan langkah
besarmenujupencapaiantujuanberkomitmen stafuntukmengidentifikasi
danmemuaskankebutuhan pelanggan. (Papasolomou-Doukakis, 2002)
TemuanGounaris et al., (2009) menunjukkan bahwaOrientasi
PasardanOrientasi InternalMarketing adalah dua konsep yangsaling terkait,
beradadi bawah lingkunganpemasaran. Melaluiadopsi Orientasi Pasar,maka
terdapat peningkatan layanan antara nilai yang dirasakan karyawandankualitas
yang dirasakan pelanggan. Lings and Greenley (2009) memberi dukungan
empiris terhadap asumsi yang sudah lama dipegang bahwa ada hubungan
antara internal dan eksternal marketing.
71
Organisasi kontemporerperlu mendefinisikanidentitas
perusahaanmerekasebagai jembatanantara posisieksternalorganisasidi
pasardenganlingkunganterkait lainnya, dan maknainternal
yangdibentukdalambudaya organisasi (Hatch dan Schultz, 1997).
Studiempirispraktik standar etikamanajemen pemasarandievaluasimenggunakan
persepsi manajer yang terlatih denganmempertimbangkan
duadimensiyakniperspektiflintas budayadantingkat manajemen menemukan
bahwa perlu meningkatkanstandar moraldalam komunitas bisnis (Lee, 1981).
H1. Tingkat implementasi Internal marketing berpengaruh positif dan signifikan
terhadap orientasi pasar restoran di kota Manado.
H1a. Budaya organisai sebagai pemediasi pengaruh implementasi Internal
marketing terhadap orientasi pasar restoran di kota Manado.
H1b. Komitmen organisasional sebagai pemediasi pengaruh implementasi
Internal marketing terhadap orientasi pasar restoran di kota Manado.
3.2.2. Internal Marketing dan Budaya Organisasi
Budaya perusahan memiliki hubungan dengan orientasi relationship-
marketing perusahan. Nilai utama dari budaya organisasi yang di bagikan adalah
orientasi pelanggan dan perhatian kepada karyawan ( Oriol et al., 2011).
Keunggulan kompetitifdapat diperoleh melaluipengembanganmembangun
budaya hubunganyang meliputimembangun hubungandalam
organisasisertahubungan pelanggan. Bahkan, hubunganpelanggan yang
suksesbergantung padahubungan internalyang sukses (Herrington, 2006).
Menurut Lee dan Chen (2005) Internal marketing berpengaruh terhadap Budaya
Organisasi akan tetapi hanya unsure birokrasi dan inovasi dari budaya organisasi
yang dapat dipengaruhi oleh Internal Marketing. Dukungan Yung-Ming Shiu &
Tsu-Wei Yu (2010) Konsepinternal marketingyang bekerja disektor jasasangat
penting dalammenyediakanlayanan sertapemasaran eksternalyang sukses. Hasil
72
penelitian menunjukkankorelasiyang signifikan antarainternal marketing dan
budayaorganisasiperusahaan asuransinon-jiwa.Hasilmenunjukkan
bahwameskipun adapemahaman yang luasdi antarakaryawan tentang tujuan
organisasi namunada resistensi terhadapkredibilitasperubahan budaya (Hogg,
G.et al. 1998)
H2. Tingkat implementasi Internal Marketing berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Budaya organisasi restoran di kota manado.
3.2.3. Budaya organisasi dan Orientasi Pasar
Iglesias et al (2011) menunjukan bahwa terdapat peran budaya
organisasi terhadap orientasi pemasaran. Secara rinci ditemukan bahwa
orientasi pelanggan dan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap karyawan dari
budaya organisasi memiliki hubungan dengan orientasi pasar. Menurut
Papadimitriou dan Kargas (2012) tipe budaya sangat berhubungan dengan
orientasi pasar. Budaya yang berorientasi adhokrasi cenderung memiliki
pengaruh yang lebih tinggi pada orientasi pasar. Namun hubungan antara
orientasi pasar dan budaya organisasi tidak dapat ditentukan jelas hanya dengan
menggunakan data cross-sectional saja. Sehingga hasil yang diberikan mungkin
tidak dapat dilihat sebagai bukti hubungan sebab akibat, melainkan, sebagai
dukungan dengan meminjam skema kausal sebelumnya.
H3. Budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Orientasi pasar
restoran di kota Manado
3.2.4. Internal Marketing dan Komitmen Organisasional
Tsai dan Wu menyatakan bahwa tata usaha rumah sakit dapat
meningkatkan efektifitas Internal marketing untuk memperbaiki persepsi
karyawan tentang Komitmen organisasional. Selanjutnya Kyriozopoulos (2007)
menguji penerapan konsep Internal Marketing dari bank cabang dan
menemukan bahwa Internal marketing mempunyai pengaruh positif pada
73
Komitmen organisasional. Farzad (2008) menguji pentingnya criteria Internal
marketing dan pengaruhnya pada Komitmen organisasional didalam jasa
financial di Iran. Hung dan Lin (2008) menyarankan agar persepsi karyawan
tentang Internal Marketing mempunyai efek yang positif pada komitmen
organisasional industry perhotelan internasional di Taiwan.
Mengaplikasikaninternal marketingsebagai strategididalam sistem
operasionalisasiinti untuk mempertemukan tuntutankaryawandantujuanbank. Hal
iniakanmembuat karyawanmenunjukkankomitmen merekayang tulus pada
organisasidan selanjutnya bermanfaatuntuk orientasipasarbank(Vazifehdoost et
al., 2012)
H4. Tingkat Implementasi Internal marketing berpengaruh terhadap komitmen
organisasional restoran di kota Manado.
3.2.5. Komitmen Organisasional dan Orientasi pasar
Jonesetal. (2003) yakin bahwaorientasi pasardapat
meningkatkankomitmen organisasional. Waris(2005), yang menelitiorientasi
pasardankomitmen organisasional, menemukan bahwaterdapat hubunganpositif
antaravariabel komitmen organisasional dan orientasi pasar. Lings(2004) juga
menyatakan bahwaaspekinternal organisasiseperti kepuasan karyawan,
retensikaryawan dankomitmen karyawanmemiliki efeklangsung padaorientasi
pasareksternal.
Menurut Awwad dan Agti (2011) diantara sedikit penelitian yang
melibatkan Komitmen organisasional pada Orientasi pasar nampaknya belum
ada persetujuan apakah Komitmen organisasional merupakan konsekuensi atau
anteseden dari Orientasi Pasar. Sivaramakrishnan et al., (2008) menyarankan
Komitmen organisasional sebagai anteseden dari Orientasi Pasar karena
diperlukan sistem reward yang berbasis pasar untuk membangun budaya
orientasi pasar. Disamping itu mereka menemukan bahwa komitmen
74
organisasional berpengaruh secara langsung pada organisasi yang berorientasi
pasar.
H5. Komitmen organisasional berpengaruh terhadap orientasi pasar restoran di
kota Manado.
3.3. Definisi Operasional Penelitian
Variable-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Internal Marketing, Orientasi Pasar, Budaya Organisasi dan Komitmen
Oganisasi. Berdasarkan kerangka konseptual penelitian terdapat 3 kelompok
variable dilihat dari sifat pengaruh interaksinya yaitu variable bebas, variable
tergantung dan variable mediasi atau perantara.
Penelitian ini menempatkan variable bebas adalah Internal marketing
sedangkan variable tergantung adalah Orientasi Pasar dan Variable Mediasi
adalah Budaya Organisasi dan Komitmen organisasional. Kesepahaman
pengertian tentang suatu variable sangatlah diperlukan untuk mencegah
perbedaan persepsi. Oleh sebab itu perlu diberikan definisi operasional dari
masing-masing variable.
Variabel-variabel yang akan diuji hubungannya tidak dapat diukur secara
langsung. Variabel – variabel itu direfleksikan dalam indicator-indikatornya
sehingga nilai ke empat variable tersebut dapat diperoleh dari pengukuran
indicator masing-masing. Dengan demikian definisi operasional yang dimaksud
adalah definisi operasional indicator dari variable yang bersangkutan.
Berikut ini akan dijelaskan definisi operasional variabel yang terkait
dengan kerangka konseptual penelitian, yakni:
75
3.3.1. internal marketing adalah upaya yang terencana dalam rangka
memberikan kepuasan kepada seluruh karyawan sebagai pelanggan internal
agar dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan eksternal.
Internal marketing diukur melalui melalui kegiatan Strategic Reward, Internal
Communication, Training and Development, Senior Leadership.
a. Strategic reward adalah karyawan mengetahui syarat dan tujuan pemberian
reward perusahan
b. Internal communication adalah pertukaran gagasan yang menghasilkan
pemahaman yang baik diantara karyawan
c. Training and development adalah kesadaran manajemen untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahlian karyawan.
d. Senior leadership adalah sarana kerjasama dua arah yang membuat rasa
aman kepada karyawan
3.3.2. Budaya organisasi adalah atribut sosial yang dibangun dari organisasi
berfungsi sebagai perekat sosial yang mengikat anggota organisasi.
Budaya organisasi diukur melalui karakteristik dominan, organisasional
leadership, manajement of employment, organization glue, strategic emphasis,
kriteria sukses.
a. Karakteristik dominan adalah kekuatan yang berhubungan dengan upaya
homogenitas, arah yang jelas serta lingkungan yang kompleks.
b. Organisasional leadership adalah bagaimana karyawan mengetahui tentang
perilaku pemimpin organisasi mereka
76
c. Management of employment adalah gaya manajemen kerjasama,
kesepakatan, partisipasi, resiko, inovasi, kreativitas, kerja keras, prestasi,
aman dan stabil cocok dengan budaya organisasi mereka.
d. Organization glue adalah apa yang menjadi pemersatu organisasi
e. Strategic emphasis adalah penekanan strategi organisasi terhadap tindakan
kompetisi dan prestasi.
f. Kriteria sukses adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa
sukses suatu organisasi.
3.3.3. Komitmen organisasional adalah Keinginan karyawan untuk melaksanakan
segala hal agar tetap terhubung dengan organisasi, dan mempertahankan
hubungan tersebut.
Komitmen organisasional diukur melalui komitmen afektif, komitmen kontinuens
dan komitmen normatif.
a. Komitmen afektif adalah keinginan untuk terikat pada organisasi karena
keinginan sendiri.
b. Komitmen kontinuens adalah keinginan untuk terikat yang didasarkan pada
kebutuhan rasional, untung dan rugi
c. Komitmen normatif adalah loyalitas karyawan akan tanggung jawab terhadap
organisasi
3.3.4. Orientasi Pasar adalah perilaku organisasi yang mengidentifikasi
kebutuhan konsumen, perilaku kompetitor, menyebarkan informasi keseluruh
bagian organisasi yang relevan serta memberi tanggapan atas informasi yang
disebarkan tersebut.
77
Orientasi pasar diukur melalui intelegance generation, intelegance dissemination
dan responsivenes.
a. Intelegance generation adalah kemampuan memahami kebutuhan dan
preferensi pelanggan termasuk analisis faktor yang mempengaruhi
preferensi pelanggan.
b. Intelegance dissemination adalah penyebaran informasi mengenai pasar
keseluruh bagian dalam perusahan
c. Responsiveness adalah tindakan yang diambil menanggapi informasi yang
dikumpulkan dan telah disebarkan, memilih pasar target, merancang produk
yang memenuhi kebutuhan sekarang, yang diharapkan memproduksi,
mendistribusikan dan promosi produk dalam perusahan tersebut.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Pendekatan Penelitian
Rangkuti (2001) dan Malhotra (2004) membagi tipe penelitian menjadi
tiga yakni: 1. Penelitian eksplorasi, bertujuan untuk mengumpulkan data
pendahuluan guna memperoleh keterangan-keterangan mengenai sifat suatu
masalah yang sebenarnya dan memberikan saran penyelesaian dan gagasan
yang baru. 2. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memastikan jumlah tertentu
seperti berapa banyak orang yang menggunakan telpon dengan harga tertentu
persambungan. 3. Penelitian kausal yang bertujuan untuk menguji hubungan
sebab akibat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh internal marketing,
budaya organisasi, dan komitmen organisasional terhadap orientasi pasar pada
restoran di Kota Manado, Sulawesi Utara. Oleh sebab itu maka pendekatan dari
penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan,
menemukan tujuan yang hendak dicapai serta menguji hipotesis yang sudah di
bangun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif
(positivism research) yakni penelitian yang menekankan pada pengukuran
variabel yang membentuk model dan menganalisis hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain, melakukan prosedur analisis data dengan
peralatan statistik serta bertujuan untuk menguji hipotesis. Penelitian yang
menganalisis ada tidaknya saling hubungan antara variable, sering disebut
sebagai penelitian kausalitas. Beberapa alasan penelitian kuantitatif yakni: a.
bertujuan mengkuantitatifkan data dan membuat generalisasi hasil sampel dari
populasi. b. jumlah sampelnya tidak banyak. c. dilakukan secara terstruktur dan
78
d. analisisdata menggunakan statistik. e. hasil penelitian untuk memberi
rekomendasi. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner serta wawancara.
Pendekatan kuantitatif (Positivism) akan digunakan dalam penelitian ini
sebagai metode analisis utama dan akan didukung dengan informasi kualitatif
melalui wawancara yang lebih mendalam (in-depth interview). Penggunaan
metode ini diharapkan mampu menjelaskan dan membahas hasil penelitian
secara menyeluruh serta memberikan pemahaman yang lebih baik bagi semua
pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Manado Sulawesi utara. Beberapa alasan
pemilihan ini yaitu: 1. Sulawesi utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia
yang mengalami perubahan sangat cepat terhadap lingkungan geografi,
demografi dan psikografi sehingga perubahan latar belakang pelanggan dalam
melakukan keputusan pembelian dan persaingan yang semakin ketat memaksa
perusahan/ industry harus merespon dengan cepat perubahan tersebut. 2.
Penelitian ini membahas tentang hubungan antara orientasi pasar, internal
marketing, budaya organisasi dan komitmen organisasionalonal pada Restoran
di kota Manado, Sulawesi Utara. 3. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memberikan masukan dan pertimbangan yang berhubungan dengan orientasi
pasar, internal marketing, budaya organisasi serta komitmen organisasional pada
restoran di Kota Manado, Sulawesi utara.
79
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama 2-3 bulan
dilokasi penelitian yaitu pada restoran yang ada di kota Manado, Sulawesi Utara,
mulai dari pengantaran ijin penelitian dari program pasca sarjana Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Waktu pengumpulan data
dimulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2015
4.3. Populasi
Populasi dalam penelitian kuantitatif diartikan sebagai wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi penelitian ini adalah seluruh
restoran di Kota Manado, sedangkan respondennya seluruh manajer/pemilik
restoran. Menurut Biro Pusat Statistis (2013) restoran/rumah makan adalah jenis
usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan
permanen yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum.
Tabel 4.1. Jumlah Restoran di Kota Manado, Sulawesi Utara.
No. Kecamatan Jumlah % Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
Malalayang
Mapanget
Molas
Sario
Wenang
9
5
1
21
29
14%
5%
1%
32%
45%
Restoran
Restoran
Restoran
Restoran
Restoran
Jumlah 65 100%
Sumber: Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prop. Sulawesi Utara,2015. (data diolah)
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 65 Restoran (finite
population/ tertentu jumlahnya) maka seluruh populasi diambil sebagai sampel,
80
oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode sensus atau complete
enumeratio.
Klasifikasi Responden:
1. Analisis terhadap data manager untuk memperlihatkan bahwa
keberhasilan implementasi Internal marketing memungkinkan manager
untuk mendemonstrasikan perilaku peduli kearah sub ordinatnya yang
pada gilirannya memotivasi karyawan mendemonstrasikan perilaku positif
kearah eksternal customer (Papasolomou I, et al, 2006 b), disamping itu
pada tingkat lokal, manajer bertindak secara simultan sebagai
mercendiser, sales person, financial officer, pemasar, peneliti startegis
dan supervisor karyawan (Lusch and Serpkenci, 1990)
Para manajer/pemilik juga mempunyai power dalam membuat keputusan
mengenai hubungan kerjasama, kolaborasi dan koordinasi baik antar
fungsi didalam perusahan maupun yang terlibat dengan pihak luar
perusahan. Para manajer/pemilik juga memiliki pengetahuan tentang
pengelolaan bisnis, pemasaran, kondisi perusahan dan pelanggannya
serta kemampuan untuk memberikan jawaban yang akurat untuk
pernyataan survey dan wawancaranya.
2. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi
Sulawesi Utara ditemukan bahwa Restoran di Kota Manado masih
termasuk kategori kecil menengah karena jumlah karyawan rata-rata 5 –
15 karyawan saja. Menurut Nada Ali (2012) Kebanyakan penelitian
tentang Internal marketing telah dilakukan pada perusahan-perusahan
besar sehingga menimbulkan gap terhadap usaha kecil dan menengah
yang sebenarnya sangat signifikan terhadap perekonomian. Jenis usaha
kecil dan menengah banyak menyerap tenaga kerja yang berasal dari
81
sekitar usaha bisnis berada, hal ini berarti bersentuhan langsung dengan
masyarakat disekitar usaha tersebut.
4.4. Instrument Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang ditujukan
terhadap para responden yakni manajer/pemilik restoran. Kuesioner dalam
penelitian ini terdiri dari pertanyaan tertutup atau pernyataan-pernyataan, dan
responden diminta untuk menjawab dengan memberikan persepsi mereka
terhadap setiap pernyataan yang diberikan.
Skala pengukuran terhadap seluruh variable dalam pertanyaan tertutup
menggunakan skala likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
responden. Sedangkan jawaban dari pertanyaan terbuka berupa informasi
berguna untuk memperkaya informasi yang digunakan didalam pembahasan.
Skala Likert digunakan untuk mengukur tanggapan responden terhadap
obyek penelitian dengan bobot nilai skala 1-5 dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Skala 1 menunjukan sangat tidak setuju
b. Skala 2 menunjukan skala tidak setuju
c. Skala 3 menunjukan cukup setuju
d. Skala 4 menunjukan setuju
e. Skala 5 menunjukan sangat setuju
Penggunaan skala Likert karena peneliti ingin mengetahui seberapa kuat
responden setuju atau tidak setuju dengan pernyataan dan item-item setiap
indicator pada variable yang diteliti. Untuk menentukan nilai skor indicator dari
nilai skor item-item menggunakan metode rescoring. Metode ini menghasilkan
nilai skala likert kembali sehingga tidak ada informasi yang hilang. Beberapa
82
keuntungan dari penggunaan skala likert seperti: mempunyai banyak
kemudahan. 2. Memiliki reliabilitas yang tinggi dalam mengurutkan subyek
berdasarkan persepsi. 3. Lebih fleksibel dibandingkan dengan teknik yang lain. 4.
Aplikatif pada berbagai situasi. Dalam pengolahan data, skala likert termasuk
dalam skala interval. Penelitian ini menggunakan skala 1-5.
Variabel – variabel penelitian beserta masing-masing dimensi dan
indicator/itemnya ditampilkan secara lengkap pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Variable, Dimensi, Indicator/ Butir dan sumber pada penelitian ini.
No Variabel Dimensi Indikator/Item
1Internal
marketing(X1)
Strategi Reward(X11)
Memiliki sistim penghargaan yang sesuaidengan tujuan bisnis (X11.1)
2Karyawan menerima informasi tentangpersyaratan untuk memperolehpenghargaan dari Restoran X11.2)
3Sistim penghargaan Restoran inimemotivasi karyawan untuk berprestasi(X11.3)
4Internal
Communication(X12)
Komunikasi internal adalah kunci untuksaling memahami diantara karyawan.(X12.1)
5Komunikasi internal adalah kunci untukmembangun rasa memiliki diantarakaryawan.(X12.2)
6
Komunikasi internal adalah kunci untukmenyediakan informasi bagi seluruh
karyawan. (X12.3)
83
Tabel 4.2. Lanjutan
No Variabel Dimensi Indikator/Item
7 Komunikasi internal dan eksternalrestoran konsisten. (X12.4)
8Training andDevelopment
(X13)
Memiliki sumber daya yang memadaiuntuk melatih karyawan.(X13.1)
9Program pelatihan diarahkan untukmenciptakan kompetensikaryawan.(X13.2)
10Mengikuti perkembangan teknologiyang diperlukan untuk perbaikanprogram pelatihan. (X13.3)
11Perbaikan program pelatihan secaraterus menerus diperlukan untukmengikuti perubahan bisnis (X13.4)
12 Seniorleadership (X14)
Kami percaya bahwa pemimpinmampu membawa perusahaankearah yang benar.(X14.1)
13Kami percaya bahwa pemimpinmemiliki kemampuanintelektual.(X14.2)
14 Penerapan strategi bisnis dilakukandengan baik. (X14.3)
15Budaya
Organisasi(Y1)
KarakteristikDominan (Y11)
Restoran ini dianggap sebagai sebuahkeluarga besar tempat karyawandapat berbagi banyak informasi.(Y11.1)
84
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
16 Karyawan Restoran ini bersedia untukmengambil risiko. Y11.2)
17 Karyawan Restoran ini berkompetitisiuntuk mendapatkan prestasi. (Y11.3)
18 Restoran ini mengontrol apa yangdilakukan karyawan. (Y11.4)
19Organisasional
Leadership(Y12)
Sebagai Mentor maka pemimpindianggap sebagai panutan Y12.1)
20 Sebagai fasilitator maka pemimpindianggap sebagai panutan (Y12.2)
21 Sebagai entrepreneur maka pemimpindianggap sebagai panutan (Y12.3)
22Sebagai pengambil risiko pemimpikami dianggap sebagai panutan.(Y12.4)
23Pemimpin yang berorientasi padahasil dianggap sebagai panutan padaperusahan ini. (Y12.5)
24 Sebagai coordinator maka pemimpindianggap sebagai panutan. (Y12.6)
25Sebagai organisator maka pemimpinkami dianggap sebagai panutan.(Y12.7)
26Pemimpin yang mengedapankanefisiensi dianggap sebagai panutan(Y12.8)
85
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
27Manajemen ofEmployment
(Y13)
Gaya manajemen dalam Restoranditandai dengan kerja sama tim.(Y13.1)
28Gaya manajemen dalam Restoranditandai dengan adanya persetujuanbersama. (Y13.2)
29
Gaya manajemen dalam Restoran iniditandai dengan partisipasi karyawandalam setiap kegiatan organisasi.(Y13.3)
30Gaya manajemen dalam Restoran inditandai dengan pengambilan risikoindividu, (Y13.4)
31Gaya manajemen yang diterapkandalam Restoran ini ditandai denganinovasi tiada henti (Y13.5)
32 Kebebasan berkreasi merupakan gayamanajemen Restoran kami (Y13.6)
33Gaya manajemen dalam Restoran iniditandai dengan bekerja keras.(Y13.7)
34
Tuntutan yang tinggi pada seluruhaktifitas karyawan merupanan gayamanajemen dalam Restoran ini.(Y13.8)
35Prestasi karyawan merupakan gayamanajemen dalam Restoran ini.(Y13.9)
36Keamanan kerja merupakan gayamanajemen dalam Restoran ini.(Y13.10)
86
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
37
Kesesuaian antara apa yangdirencanakan dan yang dilaksanakanmerupakan gaya manajemen dalamRestoran ini. (Y13.11)
38Hubungan yang stabil diantarakaryawan menjadi gaya manajemendalam Restoran ini. (Y13.12)
39 OrganizationGlue (Y14)
Pemersatu bagi Restoran ini adalahloyalitas (Y14.1)
40 Pemersatu bagi Restoran ini adalahrasa saling percaya (Y14.2)
41Pemersatu bagi Restoran adalahkomitmen untuk inovasi bagipengembangan pelayanan. (Y14.3)
42
Pemersatu yang mengendalikanRestoran ini adalah memiliki prestasisesuai dengan bidang masing-masing.(Y14.4)
43Pemersatu yang mengendalikanRestoran ini adalah tercapainya tujuan(Y14.5)
44Pemersatu yang mengendalikanRestoran ini adalah aturan yang jelas.(Y14.6)
45 StrategicEmphasis (Y15)
Restoran ini menekankan padapembangunan manusia profesional.(Y15.1)
46Restoran ini berusaha memperolehsumber daya baru untuk menciptakantantangan baru. (Y15.2)
87
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
47 Restoran ini menekankan lingkunganyang kompetitif. Y15.3)
48Restoran ini menekankan padaprestasi dalam berbagai bidang(Y15.4)
49 Restoran ini menekankan stabilitaspelaksanaan tugas. (Y15.5)
50 Criteria success(Y16)
Sukses, jika karyawan dapatbekerjasama dalam tim. (Y16.1)
51 Sukses, jika karyawan memilikikomitmen terhadap Restoran. (Y16.2)
52 Sukses, jika karyawan peduliterhadap Restoran Y16.3)
53 Sukses jika memiliki produk yang unik.(Y16.4)
54 Sukses, jika unggul di pasar. (Y16.5)
55 Sukses, jika efisiensi dalam kegiatandelivery. (Y16.6)
56Komitmen
Organisasional (Y2)
Komitmen afektif( Y21)
Kami sangat senang untukmenghabiskan sisa karir denganRestoran ini.(Y21.1)
57Kami menikmati ketika membahasRestoran dengan orang-orang di luar.(Y21.2)
58Kami benar-benar merasa seolah-olahmasalah Restoran ini adalah masalahpribadi.(Y21.3)
88
Tabel 4.2. Lanjutan.No Variabel Dimensi Indikator/Item
59 Kami berpikir mudah menyatu dalamRestoran.(Y21.4)
60 Kami merasa seperti keluarga didalam Restoran. (Y21.5)
61Kami merasa memiliki ikatanemosional dengan Restoran ini.(Y21.6)
62 Restoran ini sangat berarti bagi kami.(Y21.7)
63 Kami merasa memiliki Restoran ini.(Y21.8)
64KomitmenKontinuens
(Y22)
Kami takut jika keluar dari pekerjaan.(Y22.1)
65 Sangat sulit bagi kami untukmeninggalkan Restoran ini. (Y22.2)
66 Hidup kami akan terganggu jika harusmeninggalkan Restoran ini. (Y22.3)
67 Sulit bagi kami untuk meninggalkanRestoran ini. (Y22.4)
68Kami merasa terlalu sedikit pilihanuntuk dipertimbangkan pada saatmeninggalkan Restoran ini. (Y22.5)
69 Meninggalkan Restoran ini akanberakibat fatal bagi kami. (Y22.6)
70Meninggalkan Restoran akanmemerlukan pengorbanan pribadiyang besar. (Y22.7)
89
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
71 KomitmenNormatif (Y23)
Kami berpikir bahwa sering terjadifenomena perpindahan tempat kerja.(Y23.1)
72Kami tidak percaya bahwa seseorangharus selalu loyal kepada Restoran ini.(Y23.2)
73Berpindah dari satu perusahan keperusahan lain adalah hal biasa untukkami. (Y23.3)
74Alasan utama kami terus bekerja,karena kami percaya bahwa loyalitassangat penting. (Y23.4)
75
Jika kami mendapat tawaran untukpekerjaan yang lebih baik di tempatlain, maka kami akan merasa bersalahuntuk meninggalkan Restoran ini.(Y23.5)
76 Kami diajarkan untuk percaya padanilai setia kepada Restoran. (Y23.6)
77 Lebih baik jika karyawan tetap bekerjadi Restoran. (Y23.7)
78Kami berpikir untuk menjadi orangyang bijaksana bagi Restoran ini.(Y23.8)
79 OrientasiPasar (Y3)
InteleganceGeneration
(Y31)
Selalu mengamati kebutuhankonsumennya. (Y31.1)
90
Tabel 4.2. LanjutanNo Variabel Dimensi Indikator/Item
80Secara berkala menganalisisperubahan kebutuhan konsumen.(Y31.2)
81Cepat memperoleh informasi tentangperubahan kebutuhan konsumen.(Y31.3)
82Intelegance
Dissemination(Y32)
Informasi tentang pelanggan cepatdisebarkan kesemua bagian. (Y32.1)
83Secara teratur menginformasikan datakepuasan pelanggan kesemua bagian(Y32.2)
84Cepat menyebarkan informasikesemua bagian ketika salah satubagian tahu tentang pesaing.(Y32.3)
85 Responsiveness(Y33)
Beraksi dengan cepat terhadapinformasi perubahan kebutuhankonsumen. (Y33.1)
86Secara teratur berupayamengembangkan produk yang sesuaidengan kebutuhan konsumen. (Y33.2)
87Cepat menanggapi kampanyepesaing yang ditargetkan padakonsumen kami. (Y33.3)
Sumber: Hasil Olahan 2015.
4.5. Prosedur pengambilan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dan
prosedur sebagai berikut:
a. Memberikan kuesioner kepada responden secara langsung
Metode ini sering disebut dengan metode survey yaitu menggunakan
kuesioner yang berisi butir-butir pengukur variable yang digunakan dalam
model penelitian. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi berdasarkan kuesioner yang diajukan kepada responden
91
secara langsung dengan meminta kesediaan responden untuk mengisi
kuesioner mengenai Internal Marketing,Orientasi Pasar, Budaya
Organisasi dan Komitmen organisasional sesuai dengan persepsi
mereka.
b. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan setelah data di analisis dan masih
terdapat informasi yang belum jelas atau masih kurang maka akan digali
informasi tambahan melalui wawancara yang lebih mendalam.
4.6. Uji Validitas dan Realibilitas instrument penelitian.
Pengujian instrument dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini memenuhi syarat-syarat
alat ukur yang baik atau sesuai dengan standar metode penelitian. Pengujian
Validitas dengan uji Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan
bantuan program SmartPLS 2,0. Validitas instrument adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Sebuah
instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin di ukur atau
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Ghozali,
2001). Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data
yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang
dimaksud. Valid tidaknya suatu item instrument dapat diketahui dengan
membandingkan indeks korelasi.Pengujian Validitas dilakukan dengan
menghitung koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya atau analisis
butir dengan taraf signifikansi 95% yaitu sebuah instrument dikatakan valid jika
koefisien korelasinya 0,33 (r 0,33) dengan (taraf kesalahan) =0,05.Bila skor
92
koefisien korelasi positif, 0,33 maka item instrument dapat dinyatakan valid dan
sebaliknya dinyatakan tidak valid. (Ho, 2006; Sugiono, 2010).
Uji reliabilitas menunjukkan tingkat kemantapan, keajegan dan ketepatan
suatu alat ukur atau uji yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengukuran relative konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang. Ujii ini
digunakan untuk mengetahui sejauhmana jawaban seseorang konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian
bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik (Arikunto, 2010).
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach.
Instrumen dapat dikatakan andal/reliabel bila memiliki koefisien Alpha Cronbach
lebih dari 0,6 (Solimun, 2006). Salah satu metode untuk menguji reliabilitas
instrument penelitian adalah dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach’s
(Sugiono, 2010).
Perhitungan Alpha Cronbach’s dilakukan dengan bantuan software
SPSS21.0. Menurut Hilton and Brownlow (2004) jika nilai alpha diatas 0,90
artinya reliabilitas sempurna, jika nilai alpha antara 0,70-0,90 artinya reliabilitas
tinggi, jika nilai alpha antara 0,50-0,70 artinya reliabilitas moderat dan jika
reliabilitas alpha dibawah 0,50 maka reliabilitas rendah.Penelitian ini memiliki
lima variable penelitian dengan 87 item pernyataan.
Uji coba instrumen penelitian pada penelitian ini tidak bisa dilakukan,
mengingat banyaknya populasi N = 60 orang. Oleh karena itu, analisis validitas
dan reliabilitas pada data hasil pra uji coba, yaitu dilakukan sebanyak 30 orang.
Hasil analisis pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan secara ringkas dapat dilihat
93
pada tabel-tabel berikut. Berikut hasil pengujian validitas dan reliabilitas dengan
menggunakan bantuan software SPSS :
Tabel 4.3. Hasil uji reliabilitas dan validitas variabel internal marketing(X1), budaya organisasi (Y1),komitmen organisasional (Y2) dan orientasi pasar (Y3)
Item Corrected Item-Total Correlation
AlphaCronbach Item
CorrectedItem-TotalCorrelation
AlphaCronbach
X11.1 0,770 0,87 Y15.1 0,338 0,179
X11.2 0,775 Y15.2 0549
X11.3 0,720 Y15.3 0,708
X12.1 0,724 0,781 Y15.4 0,729
X12.2 0,641 Y15.5 0,691
X12.3 0,463 Y16.1 0,456 0,772
X12.4 0,534 Y16.2 0,443
X13.1 0,414 0,823 Y16.3 0,618
X13.2 0,696 Y16.4 0,646
X13.3 0,639 Y16.5 0,633
X13.4 0,884 Y16.6 0,38
X14.1 0,614 0,825 Y21.1 0.572 0.886
X14.2 0,724 Y21.2 0.697
X14.3 0,724 Y21.3 0.653
Y11.1 0,676 0,892 Y21.4 0.632
Y11.2 0,761 Y21.5 0.864
Y11.3 0,845 Y21.6 0.743
Y11.4 0,785 Y21.7 0.421
Y12.1 0,819 0,984 Y21.8 0.708
Y12.2 0,812 Y22.1 0.676 0.841
Y12.3 0,822 Y22.2 0.465
Y12.4 0,709 Y22.3 0.61
Y12.5 0,898 Y22.4 0.613
Y12.6 0,816 Y22.5 0.644
Y12.7 0,838 Y22.6 0.576
Y12.8 0,767 Y22.7 0.612
Y13.1 0,794 0,91 Y23.1 0.525 0.835
Y13.2 0,633 Y23.2 0.657
Y13.3 0,689 Y23.3 0.361
Y13.4 0,429 Y23.4 0.499
Y13.5 0,743 Y23.5 0.652
Y13.6 0,619 Y23.6 0.548
Y13.7 0,711 Y23.7 0.659
Y13.8 0,736 Y23.8 0.786
Y13.9 0,505 Y31.1 0.776 0.873
Y13.10 0,656 Y31.2 0.763
Y13.11 0,649 Y31.3 0.728
Y13.12 0,674 Y32.1 0.721 0.857
Y14.1 0,473 0,82 Y32.2 0.720
Y14.2 0,563 Y32.3 0.762
Y14.3 0,775 Y33.1 0.848 0.912
Y14.4 0,731 Y33.2 0.839
Y14.5 0,545 Y33.3 0.782
Y14.6 0,456
94
Sumber: Data primer diolah, 2015
Tabel 43a s.d 43d menunjukkan bahwa semua item/butir untuk seluruh
indikator dari masing-masing variabel memiliki koefisien korelasi r > 0,33
sehingga instrumen penelitian bersifat valid. Di sisi lain, semua indikator dari
masing-masing variabel juga memiliki koefisien Alpha Cronbach α > 0,60
sehingga instrumen penelitian bersifat reliabel.
4.7. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS)
merupakan model yang dikembangkan sebagai alternative untuk situasi dimana
dasar teori pada perancangan model lemah dan atau indicator yang tersedia
tidak memenuhi model pengukuran refleksif. PLS merupakan metode yang
powerful karena dapat diterapkan pada semua data, tidak membutuhkan banyak
asumsi, dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS juga dapat digunakan untuk
memberikan konfirmasi teori atau uji hipotesis (Solimun, 2014). PLS berbasis
komponen atau varian. Kelebihan metode ini dapat digunakan untuk model
indicator refleksif dan formatif. Juga dapat digunakan untuk model rekursif.
4.7.1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis Deskripsi bertujuan untuk menginterpretasikan mengenai
argument responden terhadap pilihan pernyataan dan distribusi frekuensi
pernyataan responden dari data yang telah dikumpulkan kemudian
mendeskripsikan masing-masing variable penelitian, karakteristik responden
maupun gambaran umum obyek penelitian dalam bentuk alasan terhadap
pernyataan responden, jumlah, rata-rata, serta prosentase.
95
Penyajian data dilakukan dengan bantuan statistic deskriptif dapat
dilakukan dalam bentuk:
1. Tabel Frekwensi, yang merupakan alat sederhana untuk menyusun
data berdasarkan jumlah dan persentase. Kategori dinyatakan dalam
kelas tertentu dan terdapat dalam stub (bagian paling kiri dalam table,
tapi buka termasuk pada total/jumlah), kelas dinyatakan dalam kolom
kedua dan jika diinginkan suatu persentase maka diletakan dikolom
ke tiga. Table frekwensi digunakan untuk menampilkan data dalam
satu variable saja. Kegunaan dalam distribusi frekwensi adalah
membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana distribusi frekwensi
dari data penelitian. Table frekwensi ini nantinya akan
menggambarkan penyebaran data yang berasal dari kuesioner.
2. Mean, (rata-rata) merupakan cara untuk mengukur lokasi pusat untuk
variable atau data dengan skala minimal interval atau rasio, dimana
jumlah keseluruhan skor atau nilai dari suatu variable dibagi oleh
keseluruhan anggota atau objek pengamatan. Analisis mean
digunakan untuk mengetahui respon atau penilaian terhadap setiap
pernyataan dalam uesioner yang paling menonjol (paling tinggi atau
paling rendah).
3. Standar deviasi atau simpangan baku merupakan ukuran lain dari
disperse atau variabilitas yang secara umum digunakan dalam
laporan penelitian sebagai ukuran rata-rata simpangan.
4. Nilai Indeks. Perhitungan nilai indeks bertujuan untuk meninjau
jawaban dari responden terhadap masing-masing pertanyaan yang
menjadi instrument penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran
mengenai derajat persepsi responden atas variable yang diteliti,
96
sebuah angka indeks dapat dikembangkan (Ferdinand, 2006) dengan
demikian perhitungan angka indeks jawaban responden dilakukan
dengan rumus sebagai berikut:
Nilai Indeks = (F1x1) + (F2x2) + (F3x3) + (F4x4) + (F5x5)/5
Dimana:
F1 = Frekwensi jawaban responden yang member jawaban dengan
skor 1.
F2 = Frekwensi jawaban responden yang member jawaban dengan
skor 2
F3 = Frekwensi jawaban responden yang member jawaban dengan
skor 3
F4 = Frekwensi jawaban responden yang member jawaban dengan
skor 4
F5 = Frekwensi jawaban responden yang member jawaban dengan
skor 5.
Selanjutnya kategorisasi posisi nilai indeks dilakukan dengan
menggunakan metode klasifikasi kategori rentang skor berdasarkan
Five Box Methods yaitu: rendah, cukup rendah, moderat, cukup tinggi,
tinggi.
4.7.2. Analisis Inferensial
Menurut Sugiono (2000), yang dimaksud dengan statistik inferensial
adalah statistik yang berkenaan dengan cara penarikan kesimpulan berdasarkan
data yang telah diperoleh dari sampel untuk menggambarkan kerakteristik atau
97
cirri dari suatu populasi. Analisis statistik inferensial yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis pada penelitian ini adalah
Partial Least Square (PLS). Penggunaan pendekatan ini karena beberapa
alasan:
1. Jumlah sampel penelitian ini kecil yakni hanya 65.
Partial Least Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerful
karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan
banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar (Solimun, et al,
2014), besarnya sampel minimal yang direkomendasika berkisar antara
30 -100 kasus (Ghozali, 2006)
2. Beberapa hubungan antar variable belum memiliki landasan teori yang
kuat, hanya berdasarkan pada pernyataan-pernyataan dari peneliti
sebelumnya dan menguji proposisi.
Partial least Square (PLS) selain dapat digunakan sebagai konfirmasi
teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan variable yang
belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi (Chin dalam
Solimun ae al, 2006)
3. Sebagian variable menggunakan indicator formatif
PLS terutama untuk estimasi varian konstruk endogeneus beserta
variable manifestnya, diistilahkan dengan indicator refleksif dengan
kekhususan lainnya adalah indicator konstruk atau dapat pula dibentuk
dalam bentuk formatif diistilahkan dengan indicator formatif (Chin dalam
Solimun et al., 2006)
Disamping itu PLS mampu menghindari dua masalah serius yakni:
98
1. Solusi yang tidak dapat diterima (inadmissible solution), hal ini terjadi
karena PLS berbasis varians dan bukan kovarians, sehingga masalah
matriks singularity tidak akan pernah terjadi. Disamping itu PLS
bekerja pada model structural yang bersifat rekursif, sehingga
masalah un-identified, under-identified atau over identified juga tidak
akan terjadi
2. Faktor yang tidak dapat ditentukan (factor indeterminacy) yaitu
adanya lebih dari satu factor yang terdapat dalam sekumpulan
indicator yang bersifat formatif tidak memerlukan adanya common
factor sehingga selalu akan diperoleh variable laten yang komposit.
Dalam hal ini variable laten merupakan kombinasi linier dari indicator
– indikatornya.
Partial Least Square (PLS)
Metode analsisi Partial Least Square (PLS) dikembangkan oleh Herman
Wold. Metode ini berbasis pada variance. Langkah-langkah pemodelan
persamaan structural PLS adalah sebagai berikut:
1. Merancang model structural (inner model)
Perancangan model structural hubungan antara variable laten pada PLS
didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.
Perancangan model pada PLS antara lain berupa:
a. Teori jika sudah ada
b. Hasil penelitian empiris
c. Analogi, hubungan antar variable pada bidang ilmu yang lain
d. Normative, misalnya peraturan pemerintah, undang-undang
e. Rasional
99
Oleh karena itu PLS dimungkinkan melakukan eksplorasi hubungan
antar variable laten.
2. Merancang model pengukuran (outer Model)
Pada PLS, perancangan model pengukuran (outer model) menjadi sangat
penting yakni terkait dengan apakah indicator bersifat reflektif atai
formatif. Merancang model pengukuran yang dimaksud dalam PLS
adalah menentukan sifat indicator masing-masing variable laten apakan
reflektif atau normative. Kesalahan dalam menentukan model pengukuran
ini akan besifat fatal, yakni memberikan hasil analisis yang salah. Dasar
yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan sifat indicator
apakah reflektif atau formatif adalah: teori, penelitian empiris sebelumnya
atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan PLS
tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya
masih jarang atau bahkan belum ada. Oleh sebab itu dengan merujuk
pada definisi konseptual dan definisi operasional variable maka
diharapkan dapat dilakukan identifikasi sifat indikatornya, reflektif atau
formatif.
3. Mengkonstruksi diagram jalur
Apabila langkah pertama dan kedua sudah dilakukan maka agar hasil
perancangan inner model dan outer model dapat dipahami maka
selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur. Pembuatan diagram
jalur untuk menggambarkan hubungan antar variable.
4. Konversi diagram jalur kedalam sistem persamaan yaitu mengkonstruksi
persamaan berdasarkan diagram jalur. Persamaan tersebut terdiri atas
beberapa model estimasi:
100
a. Outer model yaitu spesifikasi hubungan antara variable laten dengan
indikatornya. Disebut juga outer relation atau measurement model,
mendefinikasn karakteristik variable laten dengan indikatornya.
b. Inner model yaitu spesifikasi hubungan antar variable laten (Struktural
model) disebut juga dengan inner relation, menggambarkan
hubungan antar variable laten berdasarkan teori substansi penelitian.
Tanpa kehilangan sifat umumnya, diasumsikan bahwa variable laten
dan indicator atau variable manifest diskala zero means dan unit
varian sama dengan satu, sehingga parameter lokasi (parameter
konstanta) dapat dihilangkan dari model.
c. Weight relation, adalah estimeasi nilai variable laten. Inner and outer
model memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight
relation pada algoritma PLS
5. Estimasi.
Metode pendugaan parameter (estimasi) didalam PLS adalah metode
kuadrat terkecil (Least Square Methods). Proses perhitungannya
dilakukan dengan cara iterasi dimana iterasi akan berhenti apabila telah
tercapai kondisi kovergen.
Pendugaan parameter didalam PLS meliputi:
a) Weight estimate yang digunakan untuk mengitung data variable
laten.
b) Estimasi Jalur (path Estimate) yang menghubungkan antar
variable laten dan etimasi loading antar variable laten dengan
indikatornya.
c) Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi dan intersep)
untuk indicator dan variable laten.
6. Goodness of Fit
101
Model pengukuran atau outer model dengan indicator reflektif dievaluasi
dengan convergent and discriminant validity dari indikatornya dan
composite reliability untuk keseluruhan indicator. Sedangkan outer model
dengan indicator formatif dievaluasi berdasarkan pada substansive
contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan
melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut. Model structural atau
inner model dievaluasi dengan melihat persentasi varian yang dijelaskan
yaitu dengan melihat R2 untuk variable laten dependen dengan
menggunakan ukuran Stone-Geisser Q Square test dan juga melihat
besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini
dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat
prosedur bootstrapping.
a. Inner model.
Dalam menilai model structural dengan PLS, dimulai dengan melihat
R-Square untuk setiap variable laten endogen sebagai kekuatan
prediksi dari model structural. Perubahan nilai R-Square dapat
digunakan untuk menjelaskan pengaruh variable laten eksogen
terhadap variable laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang
substantive. Jika nilai R-square berturut-turut: 0,75; 0,50; 0,25 dapat
disimpulkan bahwa model adalah: kuat; moderat; lemah. Rumus
model PLS R-Square merupakan representasi jumlah variance dari
konstruk yang dijelaskan oleh model. Pengaruh besarnya ƒ2 dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
includedR
excludedRincludedRf
2
222
1
102
R2included dan R2excluded adalahR-Squ
are Predictive relevance
atau sering disebut predictive sample reuse yang dikembangkan oleh
Stone (1974) dan Geisser (1975).
Nilai Q2 > 0 menunjukan bahwa model mempunyai predictive
relevance, sedangkan nilai Q2 < 0 menunjukan bahwa model kurang
memiliki predictive relevance (Ghozali, 2008)
b. Outer Model, bilamana indicator refleksif maka diperlukan evaluasi
berupa kalibrasi instrument yaitu dengan memeriksa validitas dan
reliabilitas instrument. Oleh karena itu penerapan PLS pada data hasil
uji coba (try out) pada prinsipnya adalah suatu kegiatan kalibrasi
instrument penelitian, yaitu pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas.
Dengan kata lain bahwa PLS dapat digunakan untuk uji validitas dan
reliabilitas instrument penelitian.
Asumsi bahwa antar indicator tidak saling berkorelasi maka ukuran
internal konsistensi reliabilitas (Cronbach Alpha) tidak diperlukan
untuk menguji reliablitas konstruk formatif (Ghozali, 2008). Hal ini
berbeda dengan indicator reflektif yang menggunakan tiga criteria
untuk menilai outer model, yakni: convergent valitify, composite
reliability, discriminant validity.
7. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode resampling boostrap yang
dikembangkan oleh Geisser dan Stone. Uji statistic yang digunakan
adalah uji t dengan hipotesis statistic sebagai berikut:
Hipotesis statstik untuk outer model:
Ho : λi = 0
Ho : λi 0
103
Hipotesis untuk inner model: pengaruh variable laten eksogen terhadap
endogen
Ho : ϒi = 0
Ho : ϒi 0
Hipotesis untuk inner model: pengaruh variable laten endogen terhadap
endogen
Ho : βi = 0
Ho : βi 0
Penerapan metode resampling memungkinkan berlakunya data
terdistribusi bebas (distribution free), tidak memerlukan asumsi distribusi
normal sarta tidak memerlukan sampel yang besar. (direkomendasikan
minimum sampel 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana
diperoleh p-value 0,05 (alpha 5%) maka disimpulkan signifikan dan
sebaliknya. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model
signifikan maka hal itu menunjukan bahwa indicator dipandang dapat
digunakan sebagai instrument pengukur variable laten. Sedangkan bila
pengujian pada inner model adalah signifikan maka dapat diartikan
bahwa terdapat pengaruh yang bermakna varibel laten terhadap variable
laten lainnya.
Sampel bootsrap disarankan sebesar 500, hal ini didasarkan pada
beberapa kajian pada berbagai literature bahwa dengan sampel
boostrap 500 sudah dihasilkan penduga parameter yang stabil.
Asumsi PLS.
Asumsi pada PLS hanya terkait dengan pemodelan persamaan structural
dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis yakni:
104
1. Hubungan antar variable laten dalam inner model adalah linier dan
aditif
2. Model structural bersifat rekursif
Sampel size
Dasar yang digunakan untuk pengujian hipotesis pada PLS adalah
resampling dengan boostraping yang dikembangkan oleh Geisser and
Stone. Ukuran sampel pada PLS dengan perkiraan sebagai berikut:
1). 10x jumlah indicator formatif (mengabaikan indicator reflektif)
2). 10x jumlah jalur structural (structural paths) pada inner model
3). Sampel size kecil antara 30 – 50 atau sampel besar > 200 (Solimun,
2014)
Pemeriksaan pengaruh variable mediasi
Berdasarkan kerangka konsep dan model hipotesis penelitian maka
penelitian ini menggunakan variable independen, variable dependen dan variable
intervening (mediasi). Pengujian pengaruh mediasi bertujuan mendeteksi
kedudukan variable intervening dalam model. Didalam penelitian ini terdapat
variabel mediasi yakni budaya organisasi dan komitmen organisasional. Menurut
Solimun (2013) bahwa variabel intervening atau variabel antara atau variabel
mediasi adalah variabel yang besifat perantara (mediating) dari hubungan
variabel penjelas ke variabel tergantung.
Pengujian variabel mediasi dilakukan dengan menggunakan prosedur
yang dikembangkan oleh Sobel (1982:84) yang dikenal dengan uji Sobel.
Statistik uji Sobel (Sobel Test) yaitu z value dihitung dengan pembagian koefisien
pengaruh tidak langsung dengan standard errornya (Solimun, 2013)
)(/)( 222ba
xSExSEbSQRTaxbzvalue
105
Dalam hal ini:
a= koefisien regresi standardized pengaruh variabel internal marketing terhadap
variabel budaya organisasi
SEa=Standard Error untuk koefisien a
b= koefisien regresi standardized pengaruh variabel budaya organisasi terhadap
variabel orientasi pasar.
SEb=Standard Error untuk koefisien b
Gambar 4.1. Model Diagram jalur untuk penelitian ini.Sumber: Hasil analisis
Budaya Organisasi(Y3)
Orientasi Pasar (Y1)Internal Marketing(X1)
KomitmenOrganisasional (Y2)
Y35Y34Y33 Y36Y31 Y32
Y11
Y13
Y12
X11
X13
X12
X14
Y23Y22Y21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menyampaikan deskripsi hasil penelitian dan interpretasi hasil
penelitian serta implikasinya terhadap temuan berdasarkan permasalahan penelitian
yang telah dirumuskan. Penjelasan yang dilakukan meliputi gambaran objek
penelitian, penjelasan terhadap karakteristik responden dan karakteristik variable
penelitian dan selanjutnya melakukan analisis terhadap model serta pengujian
terhadap hipotesis.
5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kota Manado memiliki luas 15.726 Ha yang terletak dibagian utara Pulau
Sulawesi. Kota yang dikenal dengan keramah tamahan penduduknya merupakan
salah satu tujuan wisata dibagian timur Indonesia, yakni wisata bahari. Profil kota
Manado, kota yang berada diujung Sulawesi dan merupakan kota terbesar di
Sulawesi Utara dan sekaligus merupakan ibukota propinsi. Secara geografis,
terletak diantara 10.25’. 88” – 10. 39’. 50” LU dan 1240 47’ 00” – 1240 56” 00” BT.
Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24° - 27° C. Curah hujan
rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar bulan Agustus dan
terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan
kelembaban nisbi ±84 %.
Kota Manado merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai sepanjang
18,7 kilometer. Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan.
Wilayah daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian dataran
107
rendah di daerah pantai. Interval ketinggian dataran antara 0-40% dengan
puncak tertinggi di gunung Tumpa.
Wilayah perairan Kota Manado meliputi Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan
Pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang
bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua
adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter. Sementara itu perairan teluk
Manado memiliki kedalaman 2-5 meter di pesisir pantai sampai 2.000 meter pada
garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Kedalaman ini menjadi semacam
penghalang sehingga sampai saat ini intensitas kerusakan Taman Nasional
Bunaken relatif rendah.
Secara administrasi berbatasan dengan:
Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Minahasa Utara
Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Minahasa
Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Minahasa Utara dan
kabupaten Minahasa
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi
Kota Manado didiami oleh beberapa etnis dari Sulawesi Utara seperti:
Minahasa, Bolaang Mongondow dan Sangihe talaud dan terdapat berbagai
golongan agama dengan mayoritas penduduk beragama Kristen. Meskipun kota
Manado didiami oleh banyak etnis dan berbagai golongan agama namun
masyarakat di manado sealu hidup rukun dan damai. Slogan Torang Samua
basudara seakan semakin memperkuat kerukunan hidup masyarakat di Kota
108
Manado. Tidak heran jika beberapa tokoh bangsa mengatakan bahwa Manado
merupakan miniatur bangsa Indonesia.
Nama Kota Manado berasal dari etnik Tountemboan Minahasa yang berarti
‘pergi ke negeri jauh”. Nama lain yang lebih tua untuk Kota Manado adalah
Wenang/Benang. Wenang merupakan pohon yang banyak tumbuh di pesisir kota
Manado dan sekarang sering disebut dengan pohon Bahu. Pohon itu sampai
sekarang masih dapat dijumpai di sepanjang pesisir pantai dari Bahu, Malalayang
sampai Kalasey.
Kota Manado menurut sejarah terletak pada suatu daerah yang oleh
penduduk di Minahasa disebut ‘Wanuwengan” yang telah ada sekitar abad XII yang
didirikan oleh “Ruru Ares” yang bergelar “Dotu Lolong Lasut” bersama keturunannya.
Pada abad ke 17 (1623) mulailah nama Manado digunakan untuk mengganti
nama “Wenang”. Kota Manado berasal dari kata dari daerah Minahasa asli
“Manarou” atau “Manadou” yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sekarang ini mempunyai arti “dijauh” dan menunjukan pada tempat atau Bandar
tempat menukar barang, benteng loji da lain-lain.
Menurut perkembangannya, sejak abad ke 16, sudah banyak orang bahkan
dari luar negeri yang datang ke kota Manado. Secara historis, dalam dokumen
Negara, pada abad ke 17, tahun 1623 Minahasa sudah dikenal oleh bangsa Eropa
dengan hasil buminya. Pada tahun tersebut, bangsa Spanyol mendirikan benteng
didaerah Wanua Wenang. Perkembangan selanjutnya, pemerintah Belanda melalui
VOC tahun 1657 mendirikan benteng yang diberi nama “The Nederlandche Vatikoid”
109
atas perintah Gubernur Simon Cos. Didalam benteng terdapat loji untuk perkantoran
VOC ( Pusat pertokoan 45 saat ini ). Kemudian dengan beslit Gubernur Jendrel
Hindia Belanda maka terhitung mulai tanggal 1 juli 1919 Gewest Manado ditetapkan
sebagai Staats Gemente yang kemudian dilengkapi dengan dewan Gemente raad
yang diketuai oleh walikota (Burgermaaster).
Sejarah pembentukan Kota Manado.
1. Tahun 1951, Gemente Manado menjadikan daerah Kota Manado dari
Minahasa sesuai keputusan Gubernur Sulawesi Nomor/ tanggal Mei 1951
Nomor 233.
2. Tanggal 7 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Periode 1951 – 1963 sesuai Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14.
3. Tahun 1953, Daerah Bagian Kota Manado diubah statusnya menjadi
Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15/ 1954.
4. Tahun 1954, Manado menjadi Daerah Otonom yang berhak mengatur
rumah tangganya sendiri sesuai PP No. Tahun 1953 yo PP No 56 tahun
1954.
5. Tahun 1957, Manado menjadi Kota Praja sesuai UU No. 1 Tahun 1957.
6. Tahun 1959, Kota Praja Manado ditetapkan kedudukannya sebagai Daerah
Tingkat II Manado, suai UU no 29 Tahun 1959.
7. Tahun 1965. Kota Praja Manado disempurnakan menjadi Kota Madya
Manado dan dipimpin oleh Walikota Kepala Daerah Tingkat II sesuai UU no
16 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
110
8. Tahun 1999, Kota Madya Manado diubah menjadi Kota Manado sesuai
dengan UU no 22 tentang Pemerintahan Daerah.
Tempat Wisata di kota Manado, Kota Manado merupakan salah satu tujuan
wisata di bagian timur Indonesia. Ada berbagai tempat yang dapat dikunjungi
diantaranya adalah Pulau Bunaken. Pulau Bunaken berjarak sekitar 7 mil dari
pelabuhan Manado dan dapat dIndikator/ itempuh sekitar 50 menit menggunakan
perahu motor bermesin ganda atau sekitar 35 menit jika menggunakan speed boat.
Taman Laut Bunaken terkenal keindahan bawah lautnya. Terumbu karang yang
keras dan lembut. Dinding karang yang terjal beraneka bentuk dengan warna warni
biota laut diantaranya terdapat ikan Hiu, Marlin, Tuna, Kakap, Kerapu, Barakuda,
Napoleon, Angel Fish, Kura-kura, Mandarin fish, Kuda Laut, Ikan Pari, Gurita dan
berbagai jenis ikan lainnya. Dan yang paling terkenal karena kelangkaannya adalah
Ikan Purba Raja Laut ( Coelacanth).
Selain Pulau Bunaken, masih ada lagi tempat yang dapat dikunjungi seperti:
Pulau Siladen, Pulau Manado Tua, Air terjun Kima Atas, Gunung Tumpa, Patung
Tuhan Yesus Memberkati yang merupakan Patung Tuhan Yesus tertinggi kedua di
dunia. Sedangkan untuk wisata kuliner, dapat berkunjung ke Jalan Wakeke,
merupakan Pusat Makanan khas Manado seperti Tinutuan yang lebih dikenal
dengan Bubur Manado, Mie Cakalang. Tempat wisata kuliner yang lain, Pantai
Malalayang, disana dapat dinikmati Pantai yang indah serta makanan cemilan seperi
pisang goreng khas Manado yang dimakan dengan dabu-dabu ikan Roa dan lain-
lain. Pada umumnya Restoran yang ada di Kota Manado merupakan restoran
mandiri/tidak memiliki cabang. Hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan pada
111
kegiatan penelitian, menunjukkan bahwa 88% mengungkapkan bahwa tempat
mereka bekerja adalah restoran tanpa cabang, tidak ditemukan kantor divisi, dan
12% tempat bekerja adalah kantor cabang. Hasil temuan ini menunjukan bahwa
restoran yang ada di kota Manado sebagian besar merupakan restoran yang di miliki
oleh masyarakat di Sulawesi Utara. Sedangkan jika dilihat dari umur restoran, hasil
survey menunjukan bahwa pada umumnya restoran di kota Manado berumur
dibawah 15 tahun. Restoran terbanyak berumur antara 7 – 9 tahun yakni sebanyak
52%, Informasi yang diperoleh dari kantor Dinas Pariwisata Sulawesi Utara bahwa
pertumbuhan restoran di Kota Manado dimulai sejak dibukanya wilayah bisnis on
bisnis di jalan boulevard Manado sehingga sebagian besar restoran berada di jalur
tersebut.
Hotel di Manado, dikota Manado tersedia berbagai macam hotel dan juga
homestay. Beberapa hotel berbintang seperti: Sintesa Peninsula Hotel Manado,
Swiss Belhotel Maleosan Manado, Hotel Aryaduta, Hotel Quality, Hotel Formosa
dan lain-lain. Sedangkan untuk pusat perbelanjaan dan hiburan, Jalan Boulevard
sepanjang 3,85 Km yang terletak disepanjang pesisir pantai Kota Manado
merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Kota Manado. Kawasan seluas 70Ha
menjadi pusat bisnis dan hiburan seperti Bahu Mall, Boulevard Mall, Megamall
Manado, Marina Shoping Walk (MWalk) dan lain-lain.
5.2. Deskripsi Karakteristik Responden.
Pembahasan penelitian ini dimulai dengan membahas tentang karakteristik
responden. Data yang terkumpul akan memberikan informasi yang berhubungan
dengan karakteristik responden serta berbagai jawaban responden atas pertanyaan
112
terbuka yang diajukan dalam kuesioner. Namun tidak semua responden menjawab
pertanyaan terbuka yang diajukan dalam kuesioner. Karakteristik responden dalam
studi ini terdiri atas:
1. Jenis kelamin.
2. Usia
3. Jabatan
4. Lokasi kerja
5. Lamanya bekerja.
6. Persepsi terhadap kinerja perusahan
7. Persepsi terhadap kinerja pesaing.
Hasil yang terkumpul tentang karakteristik responden pada penelitian ini
terangkum dalam table 5.1. dibawah ini.
Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Responden
NO. Karakteristik RespondenKeadaan
Jumlah Persentase(%)
1 Jenis Kelamina. Perempuan 33 55%b. Laki-laki 27 45%
2 Usiaa. < 30 Tahun 16 27%b. 31 - 39 Tahun 25 41%c. 40 - 49 Tahun 16 27%d. 50 - 59 Tahun 3 5%e. 60 - 69 Tahun 0 0f. >70 Tahun 0 0
3 Jabatan
113
Tabel 5.1. Lanjutan
NO. Karakteristik RespondenKeadaan
Jumlah Persentase(%)
a. Manajer / Pemilik 44 73%b. Karyawan 16 27%
4 Pendidikana. S2 – S3 2 3.30%b. S1 23 38.30%
c.Diploma 25 41.70%d.SMU 10 16.70%e.Di bawah SMU 0 0
5 Lamanya bekerja di Restoran ini (Tahun)
a. 1-3 11 19%b. 4-6 9 15%c. 7-9 32 53%d. 10-12 8 13%e. 13-15 0 0%
6 Kinerja Restoran dibandingkan dengansetahun sebelumnya
a. Sangat rendah 11 19%b. Sedikit lebih rendah 9 15%c. Sama 26 44%d. Sedikit lebih tinggi 12 20%e. Tinggi 1 1%
7 Strategi Bisnis dalam satu tahun terakhirdibandingkan pesainga. Sangat Buruk 0 0%b. Buruk 1 2%d. Baik 16 27%e. Lebih Baik 35 58%
Sumber: Data Primer diolah, 2015
114
Penjelasan dari masing-masing karakteristik responden disajikan seperti
berikut ini.
5.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan terhadap karakteristik
responden, temukan bahwa sebagian besar merupakan responden perempuan
yakni berjumlah 55% dan sisanya adalah laki-laki sebanyak 45%. Hal ini bukan
berarti bahwa pemilik atau manajer restoran yang ada di kota Manado yang
terbanyak adalah perempuan, sebab yang memberikan tanggapan terhadap
kuesioner terdiri atas Manajer/pemilik dan karyawan.
5.2.2. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia.
Tabel 5.1 diatas menjelaskan bahwa penelitian ini didominasi oleh para
responden yang berusia produktif yaitu antara 31 - 39 tahun sebanyak 41%. Hasil
penelitian menunjukan bahwa responden yang digunakan memiliki usia tertinggi
kurang dari 59 tahun. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa manajer yang
berusia produktif lebih gencar melakukan promosi baik di media masa maupun di
media social seperti facebook, tweeter dan lain-lain. Bahkan melakukan promosi dari
mulut ke mulut sering dilakukan dalam komunitas ataupun perkumpulan-
perkumpulan. Hal lain yang ditemukan yakni beberapa diantara mereka yang
berusia produktif tersebut memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai manajer
pada restoran tersebut. Para pemilik restoran bertahan sebagai manajer karena
ingin tetap melanjutkan usaha keluarga.
115
5.2.3. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa responden yang mengisi kuesioner
rata-rata adalah manajer/pemilik 73,23% dan karyawan 26,77%. Jika kuesioner diisi
oleh karyawan maka hal itu atas penunjukan dari manajer/pemilik restoran.
Sehingga dengan demikian responden yang dominan pada penelitian ini adalah para
manajer. Menejer dalam manajemen berada pada level atas sehingga mereka lebih
memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan bisnisnya demikian juga dengan
memiliki relasi dengan konsumen.
5.2.4. Deskripsi Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan.
Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan yang dimaksud pada
penelitian ini ialah pendidikan terakhir yang ditamatkan. Dalam penelitian ini,
karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Table 5.1. Hasil
yang diperoleh menunjukan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan diatas
SMU, namun hanya 3% responden yang berpendidikan S2 - S3. Informasi yang
diperoleh bahwa mereka lebih banyak belajar secara otodidak terkait dengan
bagaimana mengelola usaha restoran mereka.
5.2.5. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja.
Pada umumnya karyawan yang bekerja disuatu restoran di kota Manado
diterima berdasarkan lamanya mereka pernah bekerja pada bidang tataboga. Hal ini
sesuai dengan survey awal yang dilakukan mengenai bagaimana restoran menerima
calon pegawainya, baik sebagai karyawan ataupun sebagai manajer, jawaban yang
peneliti dapatkan bahwa karyawan diterima bukan dari latarbelakang pendidikan
116
mereka akan tetapi dari lamanya mereka pernah bekerja tempat lain pada bidang
yang sama. Alasan yang lain, yakni perusahan dalam hal ini restoran, dapat
memberikan pelatihan-pelatihan bagi karyawan bagaimana cara memasak yang baik
sesuai kriteria masing-masing restoran atau keunikan yang mereka tampilkan pada
citarasa masakan maupun penampilan penyajian makanan yang diinginkan.
Pada penelitian ini, sebagian besar responden telah bekerja selama 7-9
tahun yakni sebesar 44% dan > 60% dari kelompok ini merupakan pemilik restoran,
Secara umum, restoran di Kota Manado sebagian besar masih berusia kurang dari
10 Tahun (Dinas pariwisata Propinsi Sulawesi utara, 2014).
5.2.6. Deskripsi Karakteristik Responden berdasarkan Persepsi Terhadap Kinerja
Restoran pada saat ini,
Berdasarkan Table 5.2. bahwa tahun 2015 secara keseluruhan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tahun 2014, sebagian besar responden
mempersepsikan bahwa kinerja restoran mereka saat ini berada pada level tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya, sebanyak 40%. Sebanyak 30% menyatakan
bahwa kinerja restoran hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
16% responden menyatakan bahwa restoran mereka memiliki kinerja yang jauh
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Terdapat 12% responden yang
menyatakan bahwa tidak ada peningkatan kinerja dan 2% menyatakan justru lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Hasil ini menunjukan bahwa 86% dari responden
mempersepsikan bahwa restoran mereka mengalami peningkatan kinerja
dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara, responden
117
memberikan klasifikasi kinerja restoran didasarkan pada jumlah pengunjung yang
datang, jumlah orderan dan jumlah kursi yang disediakan.
5.2.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Strategi Bisnis Dalam Satu Tahun
Terakhir
Berdasarkan data karakteristik responden maka jika dibandingkan dengan
pesaing menurut persepsi responden menunjukan bahwa 58% setuju bahwa strategi
restoran mereka jauh lebih baik dibandingkan pesaing mereka. 27% menyatakan
memiliki strategi yang lebih baik dibandingkan pesaing. Sisanya, 13% menyatakan
tidak ada perubahan strategi atau sama saja dengan pesaing dan 2% menyatakan
memiliki strategi yang lebih buruk dari pesaing. Strategi yang dilakukan seperti
perbaikan penampilan gedung, ruangan restoran dan taman parkiran,
menambahkan jenis usaha lainnya seperti city tour, penggunaan credit card sebagai
salah satu alat pembayaran, juga sistim delivery dan pemesanan by phone.
5.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Populasi pada penelitian ini, N = 60 masuk dalam kategori populasi kecil,
sehingga pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan dengan
metode uji coba, yaitu uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada responden yang
akan diambil datanya.
Pada analisis PLS hasil pengujian validitas instrumen dapat dilihat dari nilai
AVE dan cross loading, sedangkan reliabilitas dapat dilihat pada composite reliability
dan Cronbach Alpha. Kuisioner dikatakan valid jika nilai AVE lebih besar atau sama
dengan 0,50 reliabel jika nilai reliabilitas komposit >0,70 dan koefisien Alpha
118
Cronbach >0,60. Hasil uji validitas diskiriman dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel
berikut (Lampiran 4).
Tabel 5.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel AVE CompositeReliability
CronbachsAlpha
Budaya Organisasi 0,583 0,891 0,853
Internal Marketing 0,552 0,828 0,726
KomitmenOrganisasional 0,758 0,904 0,842
Orientasi Pasar 0,513 0,756 0,605
Sumber: data primer diolah (2015)
Data pada tabel tersebut diatas menjelaskan tentang hasil Uji Validitas dan
Reliabilitas Instrumen penelitian, sehingga dapat diketahui bahwa instrumen
penelitian ini yang terdiri dari variable internal marketing, budaya organisasi,
komitmen organisasional dan orientasi pasar seluruhnya dinyatakan valid dan
reliabel karenatelah memenuhi persyaratan. Hal ini terlihat dari capaian nilai yang
diperoleh yakni nilai AVE seluruhnya lebih dari 0,5, Composite Reliability lebih dari
0,7 dan Cronbachs Alpha lebih dari 0,6. Sehingga dapat dikatakan layak digunakan
sebagai alat untuk pengumpulan data.
5.4. Deskriptif Variable Penelitian.
Sebelum melakukan pengujian hipotesis menggunakan metode PLS (Partial
Least Square) maka terlebih dahulu melakukan statistic deskriptif variable penelitian.
Deskriptif variable penelitian bertujuan untuk menginterpretasikan mengenai
distribusi frekwensi jawaban responden dari data yang telah dikumpulkan, yakni
119
gambaran yang mendalam terhadap variable Internal marketing (X1), Budaya
Organisasi (Y1), Komitmen organisasional (Y2) dan Orientasi pasar (Y3). Distribusi
frekwensi tersebut diperoleh dari jawaban responden dikategorikan dalam lima
kategori dengan skala likert, yakni penilaian menajer atau karyawan restoran secara
objektif berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan selama menekuni usaha
restoran di Kota Manado, Sulawesi Utara. Deskripsi dari setiap variable dalam
penelitian ini disajikan dalam bentuk frekwensi dan persentase jawaban responden
beserta kriteria interpretasi rata-rata skor dalam lima tingkatan yakni: 1). Sangat
rendah (rata-rata 1,00 – 1,80), 2). Rendah (rata-rata 1,81 – 2,60), 3). Sedang (rata-
rata 2,61 – 3,40), 4). Tinggi (rata-rata 3,41 - 4,20) dan sangat tinggi (rata-rata 4,21 –
5,00), ( Supriyanto dan Maharani, 2013).
Gambaran data tanggapan reponden dari hasil penelitian mengenai keempat
variable yang diteliti dengan menggunakan rata-rata skor jawaban responden
sebagai berikut:
5.4.1. Deskripsi jawaban Responeden Terhadap Variable Internal Marketing .
Variabel Internal Marketing terbagi dalam empat Indikator yakni: 1). Strategi
reward 2). Internal communication. 3. Training and development. 4. Senior
leadership. Indikator startegi reward menggunakan tiga item sebagai berikut: sistim
penghargaan yang dimiliki restoran sesuai dengan tujuan bisnis mereka, Karyawan
menerima informasi tentang persyaratan untuk memperoleh penghargaan dari
restoran, Sistim penghargaan restoran ini memotivasi karyawan untuk berprestasi.
Indikator Internal communication menggunakan tiga item yakni: komunikasi
internal adalah kunci untuk saling memahami diantara karyawan, komunikasi
120
internal adalah kunci untuk membangun rasa memiliki diantara karyawan,
komunikasi internal adalah kunci untuk menyediakan informasi bagi seluruh
karyawan, komunikasi internal dan eksternal restoran konsisten.
Indikator Training and development menggunakan tiga item yakni: memiliki
sumber daya yang memadai untuk melatih karyawan, program pelatihan diarahkan
untuk menciptakan kompetensi karyawan, mengikuti perkembangan teknologi
diperlukan untuk perbaikan program pelatihan, perbaikan program pelatihan secara
terus menerus diperlukan untuk mengikuti perubahan bisnis.
Indikator Senior leadership menggunakan tiga itemi: kami percaya bahwa
pemimpin mampu membawa perusahaan kearah yang benar,kami percaya bahwa
pemimpin memiliki kemampuan intelektual, penerapan strategi bisnis dilakukan
dengan baik.
Hasil penelitian yang di gambarkan pada Table 5.3. merupakan tanggapan
responden terhadap variable internal marketing. Hasil rata-rata yang diperoleh dari
variable internal marketing adalah sebesar 4,25. Hal ini menunjukan bahwa internal
marketing pada restoran di Kota Manado sudah cukup. Penjelasan selengkapnya
dari variable internal marketing terkait dengan Indikator, dan item pengukuran yang
digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 5.3. Rekapitulasi Distribusi Frekwensi Variabel Internal Marketing.
DimensiIndikator/item STS TS N S SS Mean
% % % % %
Startegi rewardMemiliki sistim penghargaanyang sesuai dengan tujuan bisnis(X11.1)
0,00 6,67 5,00 41,67 46,67 4,28
121
Tabel Lanjutan.
DimensiIndikator/item STS TS N S SS Mean
% % % % %
Karyawan menerima informasitentang persyaratan untukmemperoleh penghargaan dariRestoran X11.2)
0,00 6,67 6,67 48,33 38,33 4,18
Sistim penghargaan Restoran inimemotivasi karyawan untukberprestasi (X11.3)
1,67 6,67 5,00 46,67 40,00 4,17
Total X11 0,55 6,67 5,55 45,55 41,66 4,21
Internalcommunication
Komunikasi internal adalahkunci untuk saling memahamidiantara karyawan. (X12.1)
5,00 5,00 1,67 55,00 33,33 4,07
Komunikasi internal adalahkunci untuk membangun rasamemiliki diantarakaryawan.(X12.2)
3,33 3,33 1,67 56,67 35,00 4,17
Komunikasi internal adalahkunci untuk menyediakaninformasi bagi seluruhkaryawan. (X12.3)
1,67 3,33 0,00 50,00 45,00 4,33
Komunikasi internal daneksternal restoran konsisten.(X12.4)
0,00 3,33 6,67 58,33 31,67 4,18
Total X12 2,50 3,74 2,50 55,00 36,25 4,19
Training andDevelopment
Memiliki sumber daya yangmemadai untuk melatihkaryawan.(X13.1)
0,00 3,33 8,33 60,00 28,33 4,13
Program pelatihan diarahkanuntuk menciptakan kompetensikaryawan.(X13.2)
1,67 3,33 5,00 61,67 28,33 4,12
Mengikuti perkembanganteknologi yang diperlukan untukperbaikan program pelatihan.(X13.3)
3,33 3,33 3,33 56,67 33,33 4,13
Perbaikan program pelatihansecara terus menerus diperlukanuntuk mengikuti perubahanbisnis (X13.4)
3,33 1,67 5,00 58,33 31,67 4,13
Total X13 2,08 2,91 5,41 59,17 30,41 4,13
Senior LeadershipKami percaya bahwa pemimpinmampu membawa perusahaankearah yang benar.(X14.1)
0,00 0,00 3,33 50,00 46,67 4,43
Kami percaya bahwa pemimpinmemiliki kemampuanintelektual.(X14.2)
0,00 0,00 1,67 46,67 51,67 4,50
Penerapan strategi bisnisdilakukan dengan baik. (X14.3)
0,00 0,00 5,00 43,33 51,67 4,47
Total X14 0,00 0,00 3,33 46,66 50,00 4,47
Variabel Internal Marketing (X1) 4,25
Sumber: data primer diolah, 2015
122
Indikator Strategi Reward menurut persepsi responden sudah cukup. Hal ini
dapat dilihat dari nilai rata-rata Indikator strategi reward sebesar 4,2. Indikator
startegi reward terbagi dalam item-iten sebagai berikut: sistim penghargaan yang
dimiliki restoran sesuai dengan tujuan bisnis mereka, karyawan menerima informasi
tentang persyaratan untuk memperoleh penghargaan dari restoran, sistim
penghargaan restoran ini memotivasi karyawan untuk berprestasi. Dari ketiga
Indikator/ item tersebut maka sistim penghargaan yang dimiliki restoran sesuai
dengan tujuan bisnis mereka yang paling menggambarkan Indikator strategi reward.
JIka dilihat dari persentase pernyataan responden, maka sebagian dari
Indikator strategi reward sudah baik sebesar 87,23%. Realitas yang terjadi
menunjukan bahwa sistim penghargaan yang dimiliki restoran sesuai dengan tujuan
bisnis mereka, karyawan menerima informasi tentang persyaratan untuk
memperoleh penghargaan dari restoran, sistim penghargaan restoran ini memotivasi
karyawan untuk berprestasi membuat para manajer mampu menerapkan strategi
reward.
Sebagian responden menyatakan bahwa strategi reward masih buruk
dengan persentase sekitar 8,4%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sistim
penghargaan yang dimiliki restoran masih ada yang belum sesuai dengan tujuan
bisnis mereka, belum semua karyawan menerima informasi tentang persyaratan
untuk memperoleh penghargaan dari Restoran, Sistim penghargaan restoran ini
belum sepenuhnya memotivasi karyawan untuk berprestasi di restoran yang ada
dikota Manado sebagian masih buruk. Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian
123
serius dari pihak restoran di kota Manado karena sudah melebihi 5%, sehingga
dapat mengurangi internal marketing pada tingkat kepercayaan 95%.
Indikator Internal Communication menurut persepsi responden sudah baik.
Hal ini terlihat dari nilai rata-rata Indikator internal communication sebesar 4,18.
indokator ini terdiri dari komunikasi internal merupakan kunci untuk saling
memahami diantara karyawan, Komunikasi internal merupakan kunci untuk
membangun rasa memiliki diantara karyawan, Komunikasi internal merupakan
kunci untuk menyediakan informasi bagi seluruh karyawan, Komunikasi internal dan
eksternal restoran konsisten. Dari ke empat Indikator tersebut maka komunikasi
sebagai kunci untuk menyediakan informasi bagi seluruh karyawan yang paling
menggambarkan internal communication.
Berdasarkan persentase jawaban responden, maka sebagian dari
Indikator internal communication sudah baik, sebesar 80%. Kenyataan ini
memperlihatkan bahwa komunikasi internal merupakan kunci untuk saling
memahami diantara karyawan, membangun rasa memiliki diantara karyawan,
menyediakan informasi bagi seluruh karyawan, komunikasi internal dan eksternal
restoran konsisten sehingga membuat manajer lebih mampu menerapkan
komunikasi internal.
Sebagian responden menyatakan bahwa Indikator komunikasi internal
masih buruk dengan prosentase sebesar 6,23%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
Komunikasi internal sebagai kunci untuk saling memahami diantara karyawan,
membangun rasa memiliki diantara karyawan, menyediakan informasi bagi seluruh
karyawan, Komunikasi internal dan eksternal restoran konsisten pada restoran di
124
kota Manado masih belum terpenuhi semuanya atau masih buruk. Kenyataan ini
harus mendapatkan perhatian yang serius dari pihak restoran di kota Manado
karena sudah lebih dari 5% sehingga dapat mengurangi internal marketing pada
tingkat kepercayaan 95%.
Indikator training and development menurut persepsi responden sudah baik.
Hal ini terlihat dari nilai rata-rata Indikator training and development sebesar 4,18.
Indikator training and development menggunakan empat item yakni: memiliki sumber
daya yang memadai untuk melatih karyawan, program pelatihan diarahkan untuk
menciptakan kompetensi karyawan, mengikuti perkembangan teknologi diperlukan
untuk perbaikan program pelatihan, perbaikan program pelatihan secara terus
menerus diperlukan untuk mengikuti perubahan bisnis. Berdasarkan hasil yang
diperoleh maka ada tiga pernyataan yang memiliki kemampuan yang sama dengan
perolehan nilai (4,13), dalam menggambarkan Indikator training and development
yakni Memiliki sumber daya yang memadai untuk melatih karyawan, mengikuti
perkembangan teknologi diperlukan untuk perbaikan program pelatihan, perbaikan
program pelatihan secara terus menerus diperlukan untuk mengikuti perubahan
bisnis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketiga Indikator/ item tersebut yang
paling menggambarkan training and development.
Berdasarkan persentase jawaban responden, maka sebagian dari
Indikator training and development sudah baik, hai ini dilihat pada persentase
perolehan sebesar 89,58%. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa memiliki sumber
daya yang memadai untuk melatih karyawan, program pelatihan yang diarahkan
untuk menciptakan kompetensi karyawan, mengikuti perkembangan teknologi
125
diperlukan untuk perbaikan program pelatihan dan perbaikan program pelatihan
secara terus menerus diperlukan untuk mengikuti perubahan bisnis sehingga
membuat manajer mampu menerapkan training and development.
Sebagian responden menyatakan training and development masih buruk
atau belum semuanya terpenuhi, dengan persentase sebesar 6,23%. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa memiliki sumber daya yang memadai untuk melatih
karyawan, program pelatihan diarahkan untuk menciptakan kompetensi karyawan,
mengikuti perkembangan teknologi diperlukan untuk perbaikan program pelatihan,
perbaikan program pelatihan secara terus menerus diperlukan untuk mengikuti
perubahan bisnis pada restoran di Kota Manado, sebagian kecil masih belum
terpenuhi atau masih buruk. Kenyataan ini sebaiknya mendapatkan perhatian serius
dari pihak restoran di kota Manado karena dapat mengurangi internal marketing.
Indikator Senior leadership menurut persepsi responden sudah baik, hal ini
ditunjukan dengan nilai 4,47. Indikator senior leadership terdiri dari tiga Indikator/
item yakni: kami percaya bahwa pemimpin mampu membawa perusahaan kearah
yang benar,Kami percaya bahwa pemimpin memiliki kemampuan intelektual,
Penerapan strategi bisnis dilakukan dengan baik. Diantara ketiga item tersebut maka
pemimpin memiliki kemampuan intelektual dipercaya karyawan, merupakan yang
paling menggambarkan senior leadership dengan rata-rata skor 4,5.
Berdasarkan persentase jawaban responden, maka sebagian dari
Indikator senior leadership sudah baik, hai ini dilihat pada persentase perolehan
sebesar 96,70%. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa karyawan percaya bahwa
pemimpin mampu membawa perusahaan kearah yang benar,karyawan percaya
126
bahwa pemimpin memiliki kemampuan intelektual, penerapan strategi bisnis
dilakukan dengan baik, manajer mampu menerapkan senior leadership.
Tidak satupun responden menyatakan bahwa senior leadership buruk.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa karyawan percaya bahwa pemimpin mampu
membawa perusahaan kearah yang benar,karyawan percaya bahwa pemimpin
memiliki kemampuan intelektual, penerapan strategi bisnis sudah dilakukan dengan
baik, manajer mampu menerapkan senior leadership harus tetap dipertahankan atau
mungkin ditingkatkan agar internal marketing pada restoran di kota Manado semakin
baik.
5.4.2.Budaya Organisasi (Y1).
Variabel budaya organisasi pada penelitian ini menggunakan enam
Indikator yakni karakteristik dominan, organisasional leadership, manajemen of
employment, organization glue, strategic emphasis, kriteria sukes.
Indikator karakteristik dominan terdiri atas empat item pernyataan,yakni:
restoran ini dianggap sebagai sebuah keluarga besar tempat karyawan dapat
berbagi banyak informasi, karyawan restoran ini bersedia untuk mengambil risiko,
karyawan restoran ini berkompetisi untuk mendapatkan prestasi dan restoran tempat
karyawan bekerja selalu mengontrol apa yang dilakukan karyawan.
Indikator organizational leadership terdiri dari delapan item sebagai berikut:
sebagai mentor maka pemimpin dianggap sebagai panutan, sebagai fasilitator maka
pemimpin dianggap sebagai panutan, Sebagai entrepreneur maka pemimpin
dianggap sebagai panutan, sebagai pengambil risiko pemimpi kami dianggap
127
sebagai panutan, pemimpin yang berorientasi pada hasil dianggap sebagai panutan
pada perusahan ini, sebagai koordinator maka pemimpin dianggap sebagai panutan,
sebagai organisator maka pemimpin dianggap sebagai panutan, Pemimpin yang
mengedapankan efisiensi dianggap sebagai panutan.
Indikator manajemen employment terdiri dari dua belas item, yakni: gaya
manajemen dalam restoran ditandai dengan kerja sama tim, gaya manajemen dalam
restoran ditandai dengan adanya persetujuan bersama, gaya manajemen dalam
restoran ini ditandai dengan partisipasi karyawan dalam setiap kegiatan organisasi,
gaya manajemen dalam restoran in ditandai dengan pengambilan risiko individu,
gaya manajemen yang diterapkan dalam restoran ini ditandai dengan inovasi tiada
henti, Kebebasan berkreasi merupakan gaya manajemen restoran kami, gaya
manajemen dalam restoran ini ditandai dengan bekerja keras, tuntutan yang tinggi
pada seluruh aktifitas karyawan merupanan gaya manajemen dalam restoran ini,
prestasi karyawan merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, keamanan kerja
merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, kesesuaian antara apa yang
direncanakan dan yang dilaksanakan merupakan gaya manajemen dalam restoran
ini, hubungan yang stabil diantara karyawan menjadi gaya manajemen dalam
restoran ini.
Indikatororganisation glue terdiri dari enam item yakni: pemersatu bagi
restoran ini adalah loyalitas, pemersatu bagi restoran ini adalah rasa saling percaya,
pemersatu bagi restoran adalah komitmen untuk inovasi bagi pengembangan
pelayanan, pemersatu yang mengendalikan restoran ini adalah memiliki prestasi
sesuai dengan bidang masing-masing, pemersatu yang mengendalikan restoran ini
128
adalah tercapainya tujuan, pemersatu yang mengendalikan restoran ini adalah
aturan yang jelas.
Indikator strategic emphasis terbagi dalam beberapa item sebagai
berikut:restoran ini menekankan pada pembangunan manusia profesional, restoran
ini berusaha memperoleh sumber daya baru untuk menciptakan tantangan baru,
restoran ini menekankan lingkungan yang kompetitif, restoran ini menekankan pada
prestasi dalam berbagai bidang, restoran ini menekankan stabilitas pelaksanaan
tugas.
Indikator kriteria sukses terbagi dalam item-item sebagai berikut: sukses,
jika karyawan dapat bekerjasama dalam tim, sukses, jika karyawan memiliki
komitmen terhadap restoran, sukses, jika karyawan peduli terhadap restoran, sukses
jika memiliki produk yang unik, sukses, jika unggul di pasar, sukses, jika efisiensi
dalam kegiatan delivery. Uraian selengkapnya disajikan pada Table 5,4.
Hasil penelitian pada Table 5.4 merupakan tanggapan responden terhadap
variable budaya organisasi. Rata-rata variable budaya organisasi sebesar 4,33
menunjukan bahwa nilai budaya organisasi pada restoran dikota Manado sudah
baik. Penjelasan selengkapnya terkait indikator dan item pengukuran yang
digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karakteristik dominan menurut persepsi responden sudah cukup. Hasil ini
dapat dilihat dari nilai rata-rata Indikator variable karakteristik dominan sebesar 4,29.
Indikator karakteristik dominan terdiri atas empat item pernyataan,yakni: restoran ini
dianggap sebagai sebuah keluarga besar tempat karyawan dapat berbagi banyak
129
informasi, karyawan restoran ini bersedia untuk mengambil risiko, karyawan restoran
ini berkompetisi untuk mendapatkan prestasi, restoran tempat karyawan bekerja
selalu mengontrol apa yang dilakukan karyawan.
Tabel 5.4. Deskripsi Variabel Budaya Organisasi (Y1)
DimensiIndikator/ item STS TS N S SS Mean
% % % % %
KarakteristikDominan
Restoran ini dianggapsebagai sebuah keluargabesar tempat karyawandapat berbagi banyakinformasi. (Y11.1)
1,67 0,00 1,67 55,00 41,67 4,35
Karyawan Restoran inibersedia untuk mengambilrisiko. Y11.2)
1,67 167 13,33 41,67 41,67 4,20
Karyawan Restoran iniberkompetitisi untukmendapatkan prestasi.(Y11.3)
1,67 1,67 6,67 50,00 40,00 4,25
Restoran ini mengontrolapa yang dilakukankaryawan. (Y11.4)
1,67 0,00 5,00 48,33 45,00 4,35
Total Y11 1,67 0,83 6.,66 48,75 42,08 4,29
Organisasionalleadership
Sebagai Mentor makapemimpin dianggapsebagai panutan Y12.1)
1,67 0,00 1,67 51,67 45,00 4,38
Sebagai fasilitator makapemimpin dianggapsebagai panutan (Y12.2)
1,67 0,00 1,67 58,33 38,33 4,32
Sebagai entrepreneurmaka pemimpin dianggapsebagai panutan (Y12.3)
1,67 0,00 0,00 55,00 43,33 4,38
Sebagai pengambil risikopemimpi kami dianggapsebagai panutan. (Y12.4)
0,00 0,00 6,67 50,00 43,33 4,37
Pemimpin yangberorientasi pada hasildianggap sebagai panutanpada perusahan ini.(Y12.5)
0,00 3,33 0,00 61,67 35,00 4,28
Sebagai coordinator makapemimpin dianggapsebagai panutan. (Y12.6)
1,67 3,33 1,67 45,00 48,33 4,35
Sebagai organisator makapemimpin kami dianggapsebagai panutan. (Y12.7)
1,67 3,33 1,67 56,67 36,67 4,23
Pemimpin yangmengedapankan efisiensidianggap sebagai panutan(Y12.8)
1,67 0,00 3,33 55,00 40,00 4,32
130
Tabel Lanjutan
DimensiIndikator/ item STS TS N S SS Mean
% % % % %
Total Y12 1,25 1,25 2,08 54,17 41,25 4,33
Manajemenemployment
Gaya manajemen dalamRestoran ditandai dengankerja sama tim. (Y13.1)
1,67 0,00 1,67 63,33 33,33 4,27
Gaya manajemen dalamRestoran ditandai denganadanya persetujuanbersama. (Y13.2)
1,67 3,33 3,33 55,00 36,67 4,22
Gaya manajemen dalamRestoran ini ditandaidengan partisipasikaryawan dalam setiapkegiatan organisasi.(Y13.3)
1,67 5,00 0,00 65,00 28,33 4,13
Gaya manajemen dalamRestoran in ditandaidengan pengambilan risikoindividu, (Y13.4)
1,67 6,67 8,33 51,67 31,67 4,05
Gaya manajemen yangditerapkan dalam Restoranini ditandai dengan inovasitiada henti (Y13.5)
0,00 3,33 6,67 55,00 35,00 4,22
Kebebasan berkreasimerupakan gayamanajemen Restoran kami(Y13.6)
0,00 3,33 8,33 50,00 38,33 4,23
Gaya manajemen dalamRestoran ini ditandaidengan bekerja keras.(Y13.7)
0,00 3,33 0,00 60,00 36,67 4,30
Tuntutan yang tinggi padaseluruh aktifitas karyawanmerupanan gayamanajemen dalamRestoran ini. (Y13.8)
0,00 6,67 6,67 41,67 45,00 4,25
Prestasi karyawanmerupakan gayamanajemen dalamRestoran ini. (Y13.9)
0,00 3,33 5,00 41,67 50,00 4,38
Keamanan kerjamerupakan gayamanajemen dalamRestoran ini. (Y13.10)
0,00 3,33 3,33 51,67 41,67 4,32
Kesesuaian antara apayang direncanakan danyang dilaksanakanmerupakan gayamanajemen dalamRestoran ini. (Y13.11)
0,00 000 8,33 45,00 46,67 4,38
131
Tabel Lanjutan
Dimensi Indikator/item STS TS N S SS MEAN
% % % % %
Hubungan yang stabildiantara karyawan menjadigaya manajemen dalamRestoran ini. (Y13.12)
1,67 0,00 1,67 55,00 41,67 4,35
Y13 0,69 3,19 4,44 48,61 38,75 4,26
Organisasionalglue Pemersatu bagi Restoran
ini adalah loyalitas (Y14.1)1,67 0,00 0,00 53,33 45,00 4,40
Pemersatu bagi Restoranini adalah rasa salingpercaya (Y14.2)
0,00 1,67 0,00 51,67 46,67 4,43
Pemersatu bagi Restoranadalah komitmen untukinovasi bagipengembangan pelayanan.(Y14.3)
0,00 1,67 0,00 41,67 56,67 4,53
Pemersatu yangmengendalikan Restoranini adalah memiliki prestasisesuai dengan bidangmasing-masing. (Y14.4)
1,67 1,67 5,00 48,33 43,33 4,30
Pemersatu yangmengendalikan Restoranini adalah tercapainyatujuan (Y14.5)
0,00 0,00 5,00 45,00 50,00 4,45
Pemersatu yangmengendalikan Restoranini adalah aturan yangjelas. (Y14.6)
0,00 1,67 1,67 70,00 26,67 4,22
Y1.4 0,55 1,11 1,94 51,66 46,72 4,39
Strategic emphasis
Restoran ini menekankanpada pembangunanmanusia profesional.(Y15.1)
0,00 0,00 3,33 65,00 31,67 4,28
Restoran ini berusahamemperoleh sumber dayabaru untuk menciptakantantangan baru. (Y15.2)
0,00 0,00 6,67 66,67 26,67 4,20
Restoran ini menekankanlingkungan yang kompetitif.Y15.3)
0,00 0,00 5,00 66,67 28,33 4,23
Restoran ini menekankanpada prestasi dalamberbagai bidang (Y15.4)
0,00 0,00 6,67 71.67 21,67 4,15
Restoran ini menekankanstabilitas pelaksanaantugas. (Y15.5)
3,33 0,00 0,00 66,67 30,00 4,20
Y1.5 0,66 0,00 4.,33 67,33 27,66 4,21
Kriteria suksesSukses, jika karyawandapat bekerjasama dalamtim. (Y16.1)
0,00 0,00 0,00 36,67 63,33 4,63
132
Tabel Lanjutan
Dimensi Indikator/item STS TS N S SS MEAN
% % % % %
Sukses, jika karyawanmemiliki komitmenterhadap Restoran. (Y16.2)
0,00 1,67 0,00 35,00 63,33 4,60
Sukses, jika karyawanpeduli terhadap RestoranY16.3)
0,00 0,00 1,67 43.,33 55,00 4,53
Sukses jika memilikiproduk yang unik. (Y16.4)
0,00 0,00 1,67 63,33 35,00 4,33
Sukses, jika unggul dipasar. (Y16.5)
000 0,00 5,00 48,33 46,67 4,42
Sukses, jika efisiensidalam kegiatan delivery.(Y16.6)
0,00 0,00 5,00 58,33 36,67 4,32
Y1.6 0,00 0,27 2,22 47,49 50,00 4,47
Variabel Budaya Organisasi (Y1) 4,32
Sumber: Data primer diolah (2015)
Dari ke empat item tersebut maka yang paling menggambarkan karakteristik
dominan yakni restoran yang dianggap sebagai sebuah keluarga besar tempat
karyawan dapat berbagi banyak informasi dan restoran tempat karyawan bekerja
selalu mengontrol apa yang dilakukan karyawan. Kedua Indikator/ item tersebut
memiliki nilai rata-rata skor yang sama yakni 4,35.
Jika dilihat dari persentase pernyataan responden, sebagian besar
karakteristik dominan sudah baik atau 90,86%. realitas yang terjadi menunjukan
bahwa restoran ini dianggap sebagai sebuah keluarga besar tempat karyawan dapat
berbagi banyak informasi, karyawan restoran ini bersedia untuk mengambil risiko,
karyawan restoran ini berkompetisi untuk mendapatkan prestasi, restoran tempat
karyawan bekerja selalu mengontrol apa yang dilakukan karyawan mampu membuat
manajer menerapkan krakteristik dominan.
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa karakteristik dominan
masih belum baik dengan persentase sebesar 2,55%. Kondisi ini mengindikasikan
133
bahwa restoran dianggap sebagai sebuah keluarga besar tempat karyawan dapat
berbagi banyak informasi, tempat karyawan bersedia untuk mengambil risiko, tempat
karyawan berkompetisi untuk mendapatkan prestasi dan restoran tempat karyawan
bekerja selalu mengontrol apa yang dilakukan karyawan sebagian kecil masih belum
terpenuhi dengan baik. Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian dari restoran di
Kota Manado karena akan menurunkan budaya organisasi.
Organisasional leadership menurut persepsi responden sudah baik. Hasil ini
dapat dilihat dari nilai rata-rata variable organisasional leadership sebesar 4,29.
Organisation leadership terdiri dari pemimpin sebagai mentor dianggap sebagai
panutan, pemimpin sebagai fasilitator dianggap sebagai panutan, pemimpin sebagai
entrepreneur dianggap sebagai panutan, pemimpin sebagai pengambil risiko
dianggap sebagai panutan, Pemimpin yang berorientasi pada hasil dianggap
sebagai panutan pada restoran, pemimpin sebagai koordinator maka dianggap
sebagai panutan, sebagai organisator maka pemimpin dianggap sebagai panutan,
pemimpin yang mengedapankan efisiensi dianggap sebagai panutan. Dari ke
delapan item tersebut maka yang paling menggambarkan organisasional leadership
ialah pemimpin sebagai mentor dianggap sebagai panutan, pemimpin sebagai
entrepreneur dianggap sebagai panutan. kedua item tersebut memiliki nilai yang
sama yakni 4,38.
Jika dilihat dari persentase jawaban atas pernyataan responden maka
sebagian besar organisasional leadership sudah baik, atau 95,42%. kenyataan yang
terjadi menunjukan bahwa pemimpin yang menjadi panutan ialah pemimpin sebagai
mentor,sebagai fasilitator, sebagai entrepreneur, sebagai pengambil risiko,pemimpin
134
yang berorientasi pada hasil,sebagai koordinator, sebagai organisator, pemimpin
yang mengedapankan efisiensi, mampu membuat manajer menerapkan
organisasional leadership.
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa organisasional leadership
masih belum baik dengan persentase sebesar 2,52%. Kondisi ini menunjukan
bahwa sebagian kecil responden menganggap bahwa pemimpin sebagai
mentor,sebagai fasilitator, sebagai entrepreneur, sebagai pengambil risiko,
pemimpin yang berorientasi pada hasil, sebagai coordinator, sebagai organisator,
pemimpin yang mengedepankan efisiensi, sebagian kecil belum terpenuhi.
Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian dari pihak restoran yang ada dikota
Manado karena organisasional leadership yang rendah dapat menurunkan budaya
organisasi.
Indikator manajemen employment menurut persepsi responden sudah cukup,
hasil ini dapat dilihat dari nilai rata-rata indikator variable manajemen employment
sebesar 4,26. Indikator manajemen employment terdiri dari gaya manajemen dalam
restoran ditandai dengan kerja sama tim, gaya manajemen dalam restoran ditandai
dengan adanya persetujuan bersama, gaya manajemen dalam restoran ini ditandai
dengan partisipasi karyawan dalam setiap kegiatan organisasi, gaya manajemen
dalam restoran in ditandai dengan pengambilan risiko individu, gaya manajemen
yang diterapkan dalam restoran ini ditandai dengan inovasi tiada henti, kebebasan
berkreasi merupakan gaya manajemen restoran kami, gaya manajemen dalam
Restoran ini ditandai dengan bekerja keras, tuntutan yang tinggi pada seluruh
aktifitas karyawan merupanan gaya manajemen dalam restoran ini, prestasi
135
karyawan merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, keamanan kerja
merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, kesesuaian antara apa yang
direncanakan dan yang dilaksanakan merupakan gaya manajemen dalam restoran
ini, hubungan yang stabil diantara karyawan menjadi gaya manajemen dalam
restoran ini. Dari kedua belas Indikator ini maka yang paling menggambarkan
manajemen employment ialah prestasi karyawan merupakan gaya manajemen
dalam restoran ini dan kesesuaian antara apa yang direncanakan dan yang
dilaksanakan merupakan gaya manajemen dalam restoran ini. Kedua item ini
memiliki nilai yang sama yakni 4,38.
Jika dilihat dari persentase pernyataan responden maka sebagian besar
manajemen employment sudah baik, hal ini dilihat dari persentase yang diperoleh
sebesar 91,69%. kenyataan ini mengindikasikan bahwa Indikator manajemen
employment terdiri dari dua belas item yakni gaya manajemen dalam restoran
ditandai dengan kerja sama tim, gaya manajemen dalam restoran ditandai dengan
adanya persetujuan bersama, gaya manajemen dalam restoran ini ditandai dengan
partisipasi karyawan dalam setiap kegiatan organisasi, gaya manajemen dalam
restoran in ditandai dengan pengambilan risiko individu, gaya manajemen yang
diterapkan dalam restoran ini ditandai dengan inovasi tiada henti, Kebebasan
berkreasi merupakan gaya manajemen restoran kami, gaya manajemen dalam
restoran ini ditandai dengan bekerja keras, tuntutan yang tinggi pada seluruh
aktifitas karyawan merupanan gaya manajemen dalam restoran ini, Prestasi
karyawan merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, Keamanan kerja
merupakan gaya manajemen dalam restoran ini, kesesuaian antara apa yang
136
direncanakan dan yang dilaksanakan merupakan gaya manajemen dalam restoran
ini, hubungan yang stabil diantara karyawan menjadi gaya manajemen dalam
restoran ini mampu membuat manajer menerapkan manajemen employment.
Sebagian responden masih ada yang menyatakan bahwa manajemen
employment masih buruk, sebesar 3,89%. Hal ini mengindikasikan bahwa Gaya
manajemen dalam restoran ditandai dengan kerja sama tim, adanya persetujuan
bersama, partisipasi karyawan dalam setiap kegiatan organisasi, pengambilan risiko
individu, inovasi tiada henti, kebebasan berkreasi, bekerja keras, tuntutan yang
tinggi pada seluruh aktifitas karyawan, karyawan yang berprestasi, keamanan kerja,
kesesuaian antara apa yang direncanakan dan yang dilaksanakan, hubungan yang
stabil diantara karyawan,sebagian kecil masih buruk atau belum terpenuhi.
Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian yang serius karena manajemen
employment yang rendah akan menurunkan budaya organisasi.
Indikator Organisation glue menurut persepsi responden sudah cukup. Hal ini
dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata indikator variable organisation glue
sebesar 4,39. Indikator organization glue terdiri dari pemersatu bagi karyawan
restoran ini ialah loyalitas, pemersatu bagi karyawan restoran ini adalah rasa saling
percaya, pemersatu bagi karyawan restoran adalah komitmen untuk inovasi bagi
pengembangan pelayanan, pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran ini
adalah memiliki prestasi sesuai dengan bidang masing-masing, pemersatu yang
mengendalikan karyawan restoran ini adalah tercapainya tujuan, pemersatu yang
mengendalikan restoran ini adalah aturan yang jelas. Dari ke enam Indikator ini,
137
yang paling menggambarkan organization glue ialah pemersatu bagi restoran adalah
komitmen untuk inovasi bagi pengembangan pelayanan dengan nilai 4,53.
Berdasarkan persentase jawaban responden maka sebagian besar
organization glue sudah bagus atau 96,40%. Realitas yang terjadi ini menunjukan
bahwa pemersatu bagi karyawan restoran ini ialah loyalitas, Pemersatu bagi
Restoran ini ialah rasa saling percaya, pemersatu bagi karyawan restoran ialah
komitmen untuk inovasi bagi pengembangan pelayanan, pemersatu yang
mengendalikan karyawan restoran ini ialah memiliki prestasi sesuai dengan bidang
masing-masing, pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran ini ialah
tercapainya tujuan, pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran ini ialah
aturan yang jelas mampu membuat manajer menerapkan organization glue pada
restoran dikota Manado.
Sebagian responden masih ada yang menyatakan bahwa organisation glue
masih buruk, di lihat dari perolehan persentase sebesar 1,70%. kondisi ini
mengindikasikan bahwa pemersatu bagi karyawan restoran ini ialah loyalitas,
pemersatu bagi karyawan restoran ini ialah rasa saling percaya, pemersatu bagi
karyawan restoran ialah komitmen untuk inovasi bagi pengembangan pelayanan,
pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran ini ialah memiliki prestasi sesuai
dengan bidang masing-masing, pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran
ini ialah tercapainya tujuan dan pemersatu yang mengendalikan karyawan restoran
ini ialah aturan yang jelas, sebagian kecil masih belum terpenuhi. Kenyataan ini
harus mendapatkan perhatian dari pihak restoran di kota Manado karena
organisation glue yang rendah akan mengurangi budaya organisasi.
138
Indikator strategic emphasis menurut persepsi responden sudah cukup. Hasil
ini dapat dilihat dari nilai rata-rata indikator variable strategic emphasis sebesar 4,21.
Indikator strategic emphasis terbagi dalam restoran ini menekankan pada
pembangunan manusia profesional, restoran ini berusaha memperoleh sumber daya
baru untuk menciptakan tantangan baru, restoran ini menekankan lingkungan yang
kompetitif, restoran ini menekankan pada prestasi dalam berbagai bidang, restoran
ini menekankan stabilitas pelaksanaan tugas. Dari ke empat item ini maka Restoran
ini menekankan pada pembangunan manusia profesional, dengan nilai 4,28
merupakan item yang paling menggambarkan Indikator strategic emphasis.
Jika dicermati dari persentase pernyataan responden maka indikator
strategic emphasis sudah baik, atau sebesar 95,04%. Realitas yang terjadi
menunjukan bahwa restoran ini menekankan pada pembangunan manusia
profesional, restoran ini berusaha memperoleh sumber daya baru untuk
menciptakan tantangan baru, restoran ini menekankan lingkungan yang kompetitif,
restoran ini menekankan pada prestasi dalam berbagai bidang, restoran ini
menekankan stabilitas pelaksanaan tugas mampu membuat responden menerapkan
strategic emphasis.
Sebagian responden masih ada yang menyatakan bahwa indikator strategic
emphasis masih buruk, dengan persentase sebesar 0,66%. kondisi ini
mengindikasikan bahwa restoran ini menekankan pada pembangunan manusia
profesional, restoran ini berusaha memperoleh sumber daya baru untuk
menciptakan tantangan baru, restoran ini menekankan lingkungan yang kompetitif,
restoran ini menekankan pada prestasi dalam berbagai bidang, restoran ini
139
menekankan stabilitas pelaksanaan tugas belum terpenuhi dengan baik. Kenyataan
ini harus mendapatkan perhatian yang serius dari pihak restoran di Kota Manado
karena rendahnya strategic emphasis akan menurunkan budaya organisasi.
Indikator kriteria sukses menurut persepsi responden sudah baik. Hasil ini
dapt dilihat dari nilai rata-rata Indikator variable criteria sukses sebesar 4,47.
Indikator criteria suskes terbagi dalam sukses, jika karyawan dapat bekerjasama
dalam tim, sukses, jika karyawan memiliki komitmen terhadap restoran, sukses, jika
karyawan peduli terhadap sestoran, sukses jika memiliki produk yang unik, sukses,
jika unggul di pasar, sukses, jika efisiensi dalam kegiatan delivery. Dari ke enam
Indikator/ item tersebut maka karyawan dapat bekerjasama dalam tim yang paling
menggambarkan Indikator criteria sukses.
Berdasarkan persentase pernyataan responden maka Indikator kriteria
sukses sudah baik, atau 97,48%. Realitas yang terjadi ini menunjukan bahwa
sukses jika karyawan dapat bekerjasama dalam tim, jika karyawan memiliki
komitmen terhadap restoran, jika karyawan peduli terhadap restoran, jika memiliki
produk yang unik, jika unggul di pasar, jika efisien dalam kegiatan delivery akan
mampu menunjukan criteria sukses.
Sebagian responen ada yang menyatakan bahwa Indikator criteria sukses
belum baik. Sebanyak 0,28%. Kondisi ini mengindikasikan kriteria sukses masih
belum terpenuhi seluruhnya. Sehingga masih perlu perbaikan terhadap item-item
kerjasama karyawan dalam tim,komitmenkaryawan kepedulian karyawanterhadap
restoran, hasil produk yang unik, keunggulan di pasar, efisiensi dalam kegiatan
140
delivery. Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian dari pihak restoran di Kota
Manado karena Indikator kriteria sukses akan mempengaruhi budaya organisasi.
5.4.3. Komitmen Organisasional (Y2)
Variabel komitmen organisasional pada penelitian ini menggunakan tiga
Indikator yang digunakan oleh Meyer dan Allen (1997) yakni: 1). Komitmen afektif.
2). Komitmen kontinuens. 3). Komitmen normative.
Indikator komitmen afektif terbagi atas delapan item, sebagai berikut:
karyawan sangat senang untuk menghabiskan sisa karir dengan restoran ini,
karyawani menikmati ketika membahas restoran dengan orang-orang di luar,
karyawan benar-benar merasa seolah-olah masalah restoran ini adalah masalah
pribadi, karyawan berpikir mudah menyatu dalam restoran, kami merasa seperti
keluarga di dalam restoran, karyawan merasa memiliki ikatan emosional dengan
restoran ini, restoran ini sangat berarti bagi karyawan, karyawan merasa memiliki
restoran ini.
Indikator komitmen kontinuens terdiri dari karyawan takut jika keluar dari
pekerjaan, sangat sulit bagi karyawan untuk meninggalkan restoran ini, hidup kami
akan terganggu jika harus meninggalkan restoran ini, sulit bagi kami untuk
meninggalkan restoran ini, karyawan merasa terlalu sedikit pilihan untuk
dipertimbangkan pada saat meninggalkan restoran ini, meninggalkan sestoran ini
akan berakibat fatal bagi karyawan, meninggalkan restoran akan memerlukan
pengorbanan pribadi yang besar.
141
Indikator komitmen normative terbagi dalam karyawan berpikir bahwa sering
terjadi fenomena perpindahan tempat kerja, karyawan tidak percaya bahwa
seseorang harus selalu loyal kepada restoran ini, berpindah dari satu perusahan ke
perusahan lain adalah hal biasa untuk karyawan, alasan utama kami terus bekerja,
karena kami percaya bahwa loyalitas sangat penting, jika kami mendapat tawaran
untuk pekerjaan yang lebih baik di tempat lain, maka kami akan merasa bersalah
untuk meninggalkan restoran ini. kami diajarkan untuk percaya pada nilai setia
kepada restoran, lebih baik jika karyawan tetap bekerja di restoran, kami berpikir
untuk menjadi orang yang bijaksana bagi restoran ini. Uraian selengkapnya distribusi
jawaban responden untuk komitmen organisasional dapat disajikan pada Table 5.5.
Tabel 5.5. Deskripsi Variabel Komitmen Organisasional (Y1)
DimensiIndikator/item STS TS N S SS MEAN
% % % % %
KomitmenAffektif
Kami sangat senang untukmenghabiskan sisa karirdengan Restoran ini.(Y21.1)
0,00 3,33 8,33 51,67 36,67 4,22
Kami menikmati ketikamembahas Restoran denganorang-orang di luar. (Y21.2)
1,67 1,67 5,00 55,00 36,67 4,23
Kami benar-benar merasaseolah-olah masalah Restoranini adalah masalahpribadi.(Y21.3)
3,33 0,00 8,33 45,00 43,33 4,25
Kami berpikir mudah menyatudalam Restoran.(Y21.4)
0,00 3,33 5,00 53,33 38,33 4,27
Kami merasa seperti keluargadi dalam Restoran. (Y21.5)
6,67 5,00 6,67 18,33 63,33 4,27
Kami merasa memiliki ikatanemosional dengan Restoran ini.(Y21.6)
1,67 6,67 5,00 31,67 55,00 4,32
Restoran ini sangat berarti bagikami. (Y21.7)
1,67 1,67 6,67 53,33 36,67 4,22
Kami merasa memiliki Restoranini. (Y21.8)
3,33 6,67 6,67 41,67 41,67 4,12
142
143
Tabel Lanjutan
Dimensi Indikator/item STS TS N S SS MEAN
% % % % %
Y2.1 2,29 3,54 6,45 43,75 43,95 4,24
KomitmenKontinuens Kami takut jika keluar dari
pekerjaan. (Y22.1)3,33 1,67 11,67 40,00 43,33 4,18
Sangat sulit bagi kami untukmeninggalkan Restoran ini.(Y22.2)
0,00 3,33 13,33 36,67 46,67 4,27
Hidup kami akan terganggu jikaharus meninggalkan Restoranini. (Y22.3)
1,67 3,33 13,33 46,67 35,00 4,10
Sulit bagi kami untukmeninggalkan Restoran ini.(Y22.4)
0,00 8,33 15,00 36,67 40,00 4,08
Kami merasa terlalu sedikitpilihan untuk dipertimbangkanpada saat meninggalkanRestoran ini. (Y22.5)
3,33 1,67 11,67 38,33 45,00 4,20
Meninggalkan Restoran iniakan berakibat fatal bagi kami.(Y22.6)
3,33 6,67 11,67 28,33 50,00 4,15
Meninggalkan Restoran akanmemerlukan pengorbananpribadi yang besar. (Y22.7)
0,00 6,67 10,00 50,00 33,33 4,10
Y2.2 0,23 4,52 12,38 39,52 41,90 4,15
KomitmenNormatif
Kami berpikir bahwa seringterjadi fenomena perpindahantempat kerja. (Y23.1)
0,00 8,33 8,33 60,00 23,33 3,98
Kami tidak percaya bahwaseseorang harus selalu loyalkepada Restoran ini. (Y23.2)
0,00 8,33 10,00 50,00 31,67 4,05
Berpindah dari satu perusahanke perusahan lain adalah halbiasa untuk kami. (Y23.3)
0,00 5,00 10,00 13,33 11,67 2,42
Alasan utama kami terusbekerja, karena kami percayabahwa loyalitas sangat penting.(Y23.4)
0,00 1,67 5,00 41,67 51,67 4,43
Jika kami mendapat tawaranuntuk pekerjaan yang lebih baikdi tempat lain, maka kami akanmerasa bersalah untukmeninggalkan Restoran ini.(Y23.5)
0,00 0,00 10,00 46,67 43,33 4,33
144
Tabel Lanjutan
DimensiIndikator/item STS TS N S SS Mean
% % % % %
Kami diajarkan untuk percayapada nilai setia kepadaRestoran. (Y23.6)
0,00 0,00 8,33 36,67 55,00 4,47
Lebih baik jika karyawan tetapbekerja di Restoran. (Y23.7)
1,67 1,67 6,67 41,67 48,33 4,33
Kami berpikir untuk menjadiorang yang bijaksana bagiRestoran ini. (Y23.8)
1,67 1,.00 3,33 35,00 5000 4,22
Y2.3 4,17 8,13 7,70 40,62 39.37 4,03
Variabel Komitmen Organisasional (Y2) 4.14
Sumber: data primer diolah (2015)
Hasil penelitian pada Table 5.5. merupakan hasil tanggapan responden
terhadap variable komitmen organisasional. Rata-rata variable komitmen
organisasional sebesar 4,14 menunjukan bahwa komitmen organisasional pada
restoran di Kota Manado sudah baik. Penjelasan selengkapnya dari Indikator dan
item pengukuiran yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Indikator komitmen afektif menurut persepsi responden sudah cukup , hal ini
dilihat dari nilai rata-rata Indikator komitmen afektif sebesar 4,24. Indikator komitmen
afektif terbagi atas delapan item, sebagai berikut: kami sangat senang untuk
menghabiskan sisa karir direstoran ini,kami menikmati ketika membahas restoran
dengan orang-orang di luar, kami benar-benar merasa seolah-olah masalah restoran
ini adalah masalah pribadi,kami berpikir mudah menyatu dengan karyawan lain
dalam restoran,kami merasa seperti keluarga di dalam restoran, kami merasa
memiliki ikatan emosional dengan restoran ini,restoran ini sangat berarti bagi
kami,kami merasa memiliki restoran ini. Dari ke delapan Indikator tersebut maka
145
merasa memiliki ikatan emosional dengan restoran ini yang paling menggambarkan
Indikator komitmen afektif.
Jika dicermati dari persentase pernyataan responden maka sebagian besar
Indikator komitmen afektik sudah baik atau 87,71% realitas yang terjadi menunjukan
bahwa kami sangat senang untuk menghabiskan sisa karir dengan restoran ini,kami
menikmati ketika membahas restoran dengan orang-orang di luar, kami benar-
benar merasa seolah-olah masalah restoran ini adalah masalah pribadi,kami
berpikir mudah menyatu dalam restoran,kami merasa seperti keluarga di dalam
restoran, kami merasa memiliki ikatan emosional dengan restoran ini,restoran ini
sangat berarti bagi kami,kami merasa memiliki restoran in akan mampu menunjukan
komitmen afektif.
Sebagian responden masih ada yang menyatakan bahwa Indikator komitmen
afektif masih buruk, sebanyak 5,85%. kondisi ini mengindikasikan bahwa kami
sangat senang untuk menghabiskan sisa karir dengan restoran ini,kami menikmati
ketika membahas restoran dengan orang-orang di luar, kami benar-benar merasa
seolah-olah masalah restoran ini adalah masalah pribadi,kami berpikir mudah
menyatu dalam restoran,kami merasa seperti keluarga di dalam restoran, kami
merasa memiliki ikatan emosional dengan restoran ini,restoran ini sangat berarti
bagi kami,kami merasa memiliki restoran in akan mampu masih belum terpenuhi
dengan baik. Oleh sebab itu perlu mendapatkan perhatian dari pihak restoran di kota
Manado karena jika komitmen afektif rendah maka akan menurunkan komitmen
organisasional.
146
Indikator komitmen kontinuens menurut persepsi responden sudah baik. Hal
ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata Indikator variable komitmen kontinuens
sebesar 4,15. Indikator komitmen kontinuens terdiri dari kami takut jika keluar dari
pekerjaan, sangat sulit bagi kami untuk meninggalkan restoran ini, hidup kami akan
terganggu jika harus meninggalkan restoran ini, sulit bagi kami untuk meninggalkan
restoran ini, kami merasa terlalu sedikit pilihan untuk dipertimbangkan pada saat
meninggalkan restoran ini, meninggalkan restoran ini akan berakibat fatal bagi kami,
meninggalkan restoran akan memerlukan pengorbanan pribadi yang besar. Dari ke
tujuh Indikator/ item tersebut maka sangat sulit bagi kami untuk meninggalkan
restoran ini yang paling menggambarkan komitmen kontinuens.
Jika dilihat dari persentase pernyataan responden sebagian besar komitmen
kontinuens sudah baik, atau sebesar 81,43%. realitas ini menunjukan bahwa
karyawan takut jika keluar dari pekerjaan, sangat sulit bagi karyawan untuk
meninggalkan restoran ini, hidup karyawan akan terganggu jika harus meninggalkan
restoran ini, sulit bagi karyawan untuk meninggalkan restoran ini, karyawan merasa
terlalu sedikit pilihan untuk dipertimbangkan pada saat meninggalkan restoran ini,
meninggalkan restoran ini akan berakibat fatal bagi karyawan, meninggalkan
restoran akan memerlukan pengorbanan pribadi yang besar maka item-item ini akan
mampu menunjukan komitmen kontinuens.
Sebanyak 5,62% responden menyatakan bahwa komitmen kontinuens masih
buruk. Kondisi ini mengindikasikan bahwa komitmen kontinues masih perlu
perbaikan oleh pihak restoran di Kota Manado. Item-item yang masih perlu di
perbaiki agar karyawan tidak keluar dari pekerjaan, tidak meninggalkan restoran ini,
147
merasa aman didalam restoran, Sulit meninggalkan restoran ini, merasa terlalu
sedikit pilihan untuk dipertimbangkan jika ingin meninggalkan restoran ini, akan
berakibat fatal bagi karyawan jika meninggalkan restoran, memerlukan pengorbanan
pribadi yang besar jika meninggalkan restoran. Sebab komitmen kontinuens yang
rendah dapat menurunkan komitmen organisasional.
Indikator komitmen normative menurut persepsi responden sudah baik, hal
ini ditunjukan dengan nilai rata-rata Indikator komitmen normative sebesar 4,03.
Indikator komitmen normative terbagi dalam karyawan berpikir bahwa sering terjadi
fenomena perpindahan tempat kerja, karyawan tidak percaya bahwa seseorang
harus selalu loyal kepada restoran ini, berpindah dari satu perusahan ke perusahan
lain adalah hal biasa untuk karyawan, alasan utama karyawan terus bekerja karena
karyawan percaya bahwa loyalitas sangat penting, jika karyawan mendapat tawaran
untuk pekerjaan yang lebih baik di tempat lain maka karyawan akan merasa
bersalah untuk meninggalkan restoran ini, kami diajarkan untuk percaya pada nilai
setia kepada restoran, lebih baik jika karyawan tetap bekerja di restoran, karyawan
berpikir untuk menjadi orang yang bijaksana bagi restoran ini. Dari ke delapan item
ini maka, karyawan diajarkan untuk percaya pada nilai setia kepada restoran
merupakan item yang paling menggambarkan komitmen normative.
Berdasarkan persentase jawaban responden maka komitmen normative
sudah baik, sebesar 80,02%. Realitas yang terjadi menunjukan bahwa
karyawantidak bahwa sering terjadi fenomena perpindahan tempat kerja, karyawan
percaya bahwa seseorang harus selalu loyal kepada restoran ini, berpindah dari
satu perusahan ke perusahan lain adalah hal tidak biasa untuk karyawan, alasan
148
utama untuk terus bekerjakarena karyawan percaya bahwa loyalitas sangat penting,
Jika karyawan mendapat tawaran untuk pekerjaan yang lebih baik di tempat lain
maka karyawan akan merasa bersalah untuk meninggalkan restoran ini, karyawan
diajarkan untuk percaya pada nilai setia kepada restoran, lebih baik jika karyawan
tetap bekerja di restoran, Karyawan berpikir untuk menjadi orang yang bijaksana
bagi restoran ini maka item-item tersebut akan mampu menunjukan komitmen
normative.
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa komitmen normative
masih buruk, sebesar 12,30. kondisi ini menunjukan bahwa sebagian kecil dari
komitmen normative masih belum terpenuhi dengan baik. Kenyataan ini perlu
mendapatkan perhatian yang serius dari pihak restoran di kota Manado. Jika
komitmen normative berkurang maka dapat menurunkan komitmen organisasional.
5.4.4. Orientasi pasar.
Variabel orientasi pasar pada penelitian ini menggunakan tiga Indikator yang
digunakan oleh Meyer dan Allen (1997) yakni: 1). Intelegance Generation. 2).
Intelegance Dissemination . 3). Responsiveness.
Indikator Intelegance Generationterbagi dalamtiga item, yakni selalu
mengamati kebutuhan konsumennya, secara berkala menganalisis perubahan
kebutuhan konsumen, cepat memperoleh informasi tentang perubahan kebutuhan
konsumen.
Indikator intelegance dissemination terbagi dalam tiga Indikator item
yakniInformasi tentang pelanggan cepat disebarkan kesemua bagian,secara teratur
149
menginformasikan data kepuasan pelanggan kesemua bagian,cepat menyebarkan
informasi kesemua bagian ketika salah satu bagian tahu tentang pesaing.
Indikator Responsiveness terbagi dalam: bereaksi dengan cepat terhadap
informasi perubahan kebutuhan konsumen, secara teratur berupaya
mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, cepat
menanggapi kampanye pesaing yang ditargetkan pada konsumen kami.
Uraian selengkapnya terhadap distribusi jawaban responden untuk komitmen
organisasional dapat disajikan pada Table 5.6.
Hasil penelitian yang ditunjukan pada Tabel 5.6. merupakan tanggapan
responden terhadap variable orientasi pasar. Nilai rata-rata orientasi pasar sebesar
4.29 menunjukan bahwa orientasi pasar pada restoran di kota Manado sudah baik.
Penjelasan selengkapnya terkait Indikator dan Indikator/ item pengukuran yang
digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Indikator Intelegance Generation menurut persepsi responden sudah baik,
sebesar 96,13%. Indikator intelegance generation terbagi dalamtiga Indikator/ item,
sebagai berikut:Selalu mengamati kebutuhan konsumennya, secara berkala
menganalisis perubahan kebutuhan konsumen, cepat memperoleh informasi tentang
perubahan kebutuhan konsumen. Dari ke tiga Indikator/ item tersebut maka yang
paling menggambarkan Indikator intelegance generation yakni selalu mengamati
kebutuhan konsumennya.
150
Tabel 5.6. Deskripsi Variabel Orientasi Pasar (Y3).
DimensiIndikator/item STS TS N S SS MEAN
% % % % %
Intelegancegeneration Selalu mengamati kebutuhan
konsumennya. (Y31.1)0,00 1,67 1,67 46,67 50,00 4,45
Secara berkala menganalisisperubahan kebutuhankonsumen. (Y31.2)
0,00 1,67 3,33 50,00 45,00 4,38
Cepat memperoleh informasitentang perubahan kebutuhankonsumen. (Y31.3)
0,00 0,00 3,33 61,67 35,00 4,32
Total Y3.1 0,00 1,11 2,77 39,44 43,33 4,38
Intelegancedissemination
Informasi tentang pelanggancepat disebarkan kesemuabagian. (Y32.1)
0,00 0,00 6,67 65,00 28,33 4,22
Secara teraturmenginformasikan datakepuasan pelanggan kesemuabagian (Y32.2)
0,00 0,00 1,67 70,00 28,33 4,27
Cepat menyebarkan informasikesemua bagian ketika salahsatu bagian tahu tentangpesaing.(Y32.3)
1,67 1,67 5,00 53,33 38,33 4,25
Total 3.2 0,55 0,55 44 62,77 31,66 4,24
Responsiveness Beraksi dengan cepat terhadapinformasi perubahan kebutuhankonsumen. (Y33.1)
1,67 0,00 0,00 60,00 38,33 4,33
Secara teratur berupayamengembangkan produk yangsesuai dengan kebutuhankonsumen. (Y33.2)
0,00 1,67 0,00 53,33 45,00 4,42
Cepat menanggapi kampanyepesaing yang ditargetkan padakonsumen kami. (Y33.3)
3,33 0,00 6,67 60,00 30,00 4,13
Total Y3.3 1,66 0,55 2,22 57,77 37,77 4,29
Variabel Orientasi Pasar (Y3)4,31
Sumber: data primer diolah (2015)
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa Indikator intelegance
generation masih buruk, sebesar 2,8%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian
kecil dari manajer tidak selalu mengamati kebutuhan konsumennya, tidak secara
berkala menganalisis perubahan kebutuhan konsumen, dan tidak cepat memperoleh
informasi tentang perubahan kebutuhan konsumen. Kenyataan ini harus
151
mendapatkan perhatian yang serius dari pihak restoran di kota Manado, karena
dapat menurunkan orientasi pasar.
Indikator Intelegance Dissemination menurut persepsi responden sudah baik.
Hasil ini dapat dilihat pada nilai rata-rata Indikator intelegance dissemination sebesar
4,24. Indikator intelegance dissemination terbagi dalam tiga item yakniInformasi
tentang pelanggan cepat disebarkan kesemua bagian,Secara teratur
menginformasikan data kepuasan pelanggan kesemua bagian,Cepat menyebarkan
informasi kesemua bagian ketika salah satu bagian tahu tentang pesaing. Dari
ketiga item tersebut maka secara teratur menginformasikan data kepuasan
pelanggan kesemua bagian, paling menggambarkan intelegance dissemination.
Jika dicermati dari persentase pernyataan responden, sebagian besar
responden menyatakan bahwa Indikator intelegance dissemination sudah baik. Hal
ini dapat dilihat dari hasil perolehan sebanyak 94,40%. Realitas yang terjadi
menunjukan bahwa Informasi tentang pelanggan cepat disebarkan kesemua
bagian,Secara teratur menginformasikan data kepuasan pelanggan kesemua
bagian,Cepat menyebarkan informasi kesemua bagian ketika salah satu bagian tahu
tentang pesaing, membuat responden menerapkan intelegance dissemination.
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa intelegance dissemination
masih buruk. Sebanyak 1,13%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Informasi
tentang pelanggan cepat disebarkan kesemua bagian,Secara teratur
menginformasikan data kepuasan pelanggan kesemua bagian,Cepat menyebarkan
informasi kesemua bagian ketika salah satu bagian tahu tentang pesaing sebagian
kecil masih belum terpenuhi. Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian yang
152
serius dari restoran di kota Manado. Rendahnya intelegance dissemination dapat
menurunkan orientasi pasar.
Indikator Responsiveness menurut persepsi responden sudah cukup. Hasil
ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Indikator responsiveness sebesar 4,3. Indikator
responsiveness terbagi dalam: Beraksi dengan cepat terhadap informasi perubahan
kebutuhan konsumen, Secara teratur berupaya mengembangkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen, Cepat menanggapi kampanye pesaing yang
ditargetkan pada konsumen kami. dari ketiga Indikator/ item tersebut, secara teratur
berupaya mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen yang
paling menggambarkan responsiveness.
Berdasarkan pernyataan responden, sebagian besar Indikator
responsiveness sudah baik dengan persentase sebanyak 95,44%. Realitas yang
terjadi menunjukan bahwa beraksi dengan cepat terhadap informasi perubahan
kebutuhan konsumen, secara teratur berupaya mengembangkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen, cepat menanggapi kampanye pesaing yang
ditargetkan pada konsumen kami mampu membuat responden menerapkan
responsiveness.
Sebagian responden ada yang menyatakan bahwa Indikator responsiveness
masih buruk, sebanyak 1,33%. kondisi ini mengindikasikan bahwa beraksi dengan
cepat terhadap informasi perubahan kebutuhan konsumen, secara teratur berupaya
mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, cepat
menanggapi kampanye pesaing yang ditargetkan pada konsumen kami sebagian
kecil masih belum terpenuhi. Kenyataan ini harus mendapatkan perhatian yang
153
serius dari pihak restoran dikota Manado. Karena jika responsiveness rendah dapat
menurunkan orientasi pasar.
5.5. Hasil Analisis PLS (Partial Least Square)
Berikut ini disajikan hasil evaluasi model empiric penelitian. Pengujian yang
meliputi (1) pengujian asumsi linearitas, (2). Pengujian Godness of Fit Model
pengukuran (Outer Model), (3). Pengujian Model Struktural (Inner Model) dan
pengujian terhadap hipotesis model structural (Inner Model)
5.5.1. Pengujian Asumsi Linearitas
Dalam analisis PLS (Partial Least Square) terdapat satu asumsi yang harus
dipenuhi yakni asumsi linieritas, yaitu mengharuskan adanya hubungan antar
variable yang bersifat linier. Asumsi Linieritas menggunakan metode Curve Fit yaitu
hubungan antar variable dinyatakan linier jika memenuhi salah satu dari kedua
kemungkinan berikut: (1) model linier signifikan (sig model linier < 0,05), (2) model
linier tidak signifikan dan seluruh model yang mungkin juga tidak signifikan (sig
model linier > 0,05) dan sig model selain linier > 0,05). Hasil pengujian disajikan
pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Hasil Pengujian Asumsi Linieritas
No Hubungan antar VariabelLinearity
(p-value)Keterangan
1 Internal Marketing Orientasi pasar 0,000 Linier
2 Internal Marketing BudayaOrganisasi 0,006 Linier
154
Tabel Lanjutan
No Hubungan antar VariabelLinearity
(p-value)Keterangan
3 Internal Marketing KomitmenOrganisasional 0,000 Linier
4 Budaya Organisasi Orientasi pasar 0,008 Linier
5 KomitmenOrganisasional Orientasi pasar 0,000 Linier
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3
Tabel 5.7. menunjukkan bahwa semua hubungan antar variabel adalah linier,
sehingga asumsi linieritas untuk analisis PLS adalah terpenuhi
5.5.2. Pengujian Goodness of Fit Model pengukuran (Outer Model)
Pengujian Model of Fit pada Outer Model untuk setiap variable yang
menggunakan Indikator refleksif pada dasarnya ialah pengukuran convergent
validity, discriminant validity dan compose reliability. Pada penelitian ini, ke empat
variable, yaitu: Internal marketing, Budaya Organisasi, Komitmen Organisasional
dan Orientasi Pasar dengan masing-masing indikator refleksif. Hasil pengukurannya
sebagai berikut:
1. Convergent Validity.
Pengujian convergent validity diuji dengan melihat nilai outer loading apakah
berada diatas 0,50 atau tidak. Hasil pengujian pada Table 5.8. diatas menunjukan
bahwa seluruh nilai loading Indikator konstruk memiliki nilai diatas 0,5 sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengukuran ini memenuhi persyaratan Convergent
Validity. Hasil pengukuran secara lengkap disajikan pada Table 5.8 berikut ini.
155
Tabel 5.8. Hasil Pengujian Convergent ValidityVariabel Dimensi Outer Loading Keterangan
Internalmarketing
Startegi Reward 0,615 Valid
Internal Communication 0,839 Valid
Training and development 0,864 Valid
Senior Leadership 0,618 Valid
BudayaOrganisasi
Karakteristik dominan 0,746 Valid
Organisasional leadership 0,817 Valid
Management of employment 0,870 Valid
Organisational glue 0,761 Valid
Strategic emphasis 0,805 Valid
Kriteria sukses 0,536 Valid
KomitmenOrganisasional
KOmitmen afektif 0,917 Valid
Komitmen kontinuens 0,901 Valid
Komitment normatif 0,788 Valid
Orientasi Pasar
Inteegance generation 0,585 Valid
Intelegance dissemination 0,830 Valid
Responsiveness 0,712 Valid
Sumber: data primer diolah (2015) (Lampiran 4)
2. Discriminant Validity.
Pengujian discriminant validity menggunakan nilai AVE >0,5. Hasil pengujian
menunjukan bahwa nilai AVE (Average variance extracted) memperlihatkan nilai
yang lebih besar daripada 0,5, sehingga dapat disimpulkan semua konstruk telah
memenuhi criteria validitas discriminant. Hasil pengujian secara lengkap disajikan
pada Table 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9. Hasil Pengujian Discriminant Validity
BudayaOrganisasi
InternalMarketing
KomitmenOrganisasional
OrientasiPasar
Budaya Organisasi 0,763233 0,479778 0,635008 0,504164
156
Tabel Lanjutan
Internal Marketing 0,479778 0,743288 0,542205 0,482873
KomitmenOrganisasional
0,635008 0,542205 0,870722 0,489016
Orientasi Pasar 0,504164 0,482873 0,489016 0,715949
Sumber: data primer diolah (2015) ( Lampiran 4)
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai dari yang terletak pada
diagonal, lebih besar dari koefisien korelasi maka itu berarti bahwa validitas
diskriminan terpenuhi.
3. Composite Reliability.
Pengujian composite reliability menggunakan nilai dengan kriteria nilai > 0,6.
Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Table 5.10.
Tabel 5.10. Hasil Pengujian Composite Reliability dan Cronbachs Alpha
Variabel Composite Reliability Cronbachs Alpha
Internal marketing 0,891 0,853
Budaya Organisasi 0,828 0,726
Komitmen Organisasional 0,904 0,842
Orientasi Pasar 0,756 0,605Sumber: data primer diolah (2015) (Lampiran 4)
Hasil pengujian menunjukan nilai composite reliability memperlihatkan nilai
yang > 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua konstruk memenuhi kriteria
composite reliability.
5.5.3. Model pengukuran Variabel Internal marketing (X1)
Variabel Internal marketing diukur dengan menggunakan empat dimensi yakni:
AVE
157
1) Strategi Reward
2) Internal Communication
3) Training and Development
4) Senior leadership.
Table berikut ini menyajikan model pengukuran variable Internal marketing (X1).
Tabel 5.11. Outer Loading dimensi dari Variabel Internal Marketing (X)
dimensi Outer Loading p-value Keterangan
Strategi Reward (X1.1) 0,615 0,000 Signifikan
Internal communication (X1.2) 0,839 0,000 Signifikan
Training and development (X1.3) 0,864 0,000 Signifikan
Senoir leadership (X1.4) 0,618 0,000 Signifikan
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3
Tabel tersebut menunjukkan bahwa semua dimensi signifikan sebagai
pengukur variabel Internal Marketing. dimensi yang paling kuat adalah X13, hal ini
terlihat dari P-value lebih kecil dari 0,05, artinya bahwa training and development
merupakan dimensi terkuat sebagai pengukur variable internal marketing (X). Hal itu
juga berarti bahwa responden pada restoran di kota Manado menilai bahwa variable
internal marketing (X) utamanya dilihat dari training and developmentnya.
5.5.4. Model Pengukuran Variabel Budaya Organisasi (Y1).
Variabel Budaya organisasi (Y1) diukur dengan menggunakan enam dimensi
sebagai berikut:
1) Karakteristik Dominan.
158
2) Organisasional Leadership.
3) Manajemen of Employment.
4) Organization Glue.
5) Strategic Emphasis .
6) Kriteria sukses
Hasil model pengukuran variable Budaya Organisasi (Y1) disajikan pada Tabel 5.12.
Dari Table 5.12. terlihat bahwa ke enam Indikator adalah signifikan sebagai
pengukur variable Budaya Organisasi (Y1) . Hal ini terlihat dengan nilai P-value
yang lebih kecil dari 0,05. Besarnya outer loading tertinggi terdapat pada dimensi
manajemen of employmentdengan nilai 0,870, sehingga dikatakan bahwa dimensi
Y13 merupakan pengukur terkuat pada variable Budaya Organisasi (Y1). Hal ini
juga berarti bahwa responden menilai bahwa variable Budaya organisasi terutama
dapat dilihat pada manajemen of employment.
Tabel 5.12. Outer Loading dimensi dari Variabel Budaya Organisasi (Y1)
Dimesi Outer Loading p-value Keterangan
Karakteristik dominan (Y1.1) 0,746 0,000 SignifikanOrganisasional leadership (Y1.2) 0,817 0,000 Signifikan
Manajemen of employment (Y1.3) 0,870 0,000 SignifikanOrganization glue (Y1.4) 0,761 0,000 Signifikan
Strategic emphasis (Y1.5) 0,805 0,000, SignifikanKriteria sukses (Y1.6) 0,536 0,000 Signifikan
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3
159
5.5.5. Model Pengukuran Variabel Komitmen organisasional
Variable komitmen organisasional (Y2) diukur menggunakan tiga dimensi yakni:
1) Komitmen afektif.
2) Komitmen Kontinuens.
3) Komitmen Normatif.
Tabel 5.13. menyajikan hasil model pengukuran variable komitmen
organisasional (Y2).
Tabel 5.13. menunjukkan bahwa semua dimensi adalah signifikan sebagai
pengukur variabel Komitmen Organisasional, yang ditunjukan dengan nilao P-value
lebih kecil dari 0,05. sedangkan outer loading tertinggi terdapat pada dimensi
pertama yakni komitmen afektif, artinya dimensi terkuat sebagai pengukur variable
komitmen organisasional (Y2). Menurut persepsi responden bahwa komitmen
organisasional (Y2) utamanya dilihat dari komitmen afektif.
Tabel 5.13. Outer Loading dimensi dari Variabel Komitmen Organisasional (Y2)
Dimensi Outer Loading p-value
Komitmen afekti (Y2.1) 0,917 0,000
Komitmen kontinuens (Y2.2) 0,901 0,000
Komitmen normatif (Y2.3) 0,788 0,000
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3.
160
5.5.6. Model Pengukuran Variabel Orientasi Pasar (Y3)
Variabel orientasi pasar (Y3) diukur dengan menggunakan tiga dimensi
yakni:
1) Intelegance Generation
2) Intelegance Dissemination,
3) Responsiveness
Tabel berikut ini menyajikan hasil model pengukuran variable orientasi pasar (Y3).
Tabel 5.14. Outer Loading Indikator dari Variabel Orientasi Pasar (Y3)
Dimensi Outer Loading p-value
Intelegance generation (Y3.1) 0,585 0,000
Intelegance disemination (Y3.2) 0,830 0,000
Responsiveness (Y3.3) 0,712 0,000
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3
Tabel 5.14 tersebut diatas menunjukkan bahwa semua dimensi adalah
signifikan sebagai pengukur variabel Orientasi Pasar, dengan nilai P-value lebih
kecil dari 0,05. sedangkan pada outer loding, nilai tertinggi terdapat pada Indikator
kedua, yakni, intelegance dissemination. Sehingga dimensiintelegance
dissemination menjadi Indikator terkuat sebagai pengukur variable orientasi pasar
(Y3). Hal ini menunjukan bahwa responden menilai variable orientasi pasar
utamanya dari intelegance dissemination.
161
5.5.7. Deskripsi kondisi empiris variabel penelitian
Secara empiris, kondisi aktual dari masing-masing variable dan dimensinya
dapat diketahui dari hasil analisis deskriptifnya melalui loading factor. Dibawah ini
disajikan indikatir penting dari masing-masing variable dan Indikatornya.
Tabel 5.15. Deskripsi kondisi empiris variabel penelitian
Variabel Indikator LoadingFactor
Internal marketing
Strategi Reward 0,615
Internal Communication 0,839
Training and Development 0,864Senior Leadership 0,618
Budaya Organisasi
Karakteristik Dominan 0,746
Organisasional Leadership 0,817
Manajemen of Employment 0,870Organization Glue 0,761
Strategic Emphasis 0,805
Kriteria Sukses 0,536
KomitmenOrganisasional
Komitmen Afektif 0,917Komitmen Kontinuens 0,901Komitmen Normatif 0,788
Orientasi PasarIntelegance Generation 0,585Intelegance Dissemination 0,830Responsiveness 0,712
Sumber: data primer diolah (2015)
1. Variabel Internal marketing.
Terdapat 4 Indikator yang mempengaruhi terbentuknya variable internal
marketing. Jika dilihat dari nilai factor loading yang diperoleh masing-masing
Indikator maka Indikator training and development yang paling penting atau yang
paling menggambarkan variable internal marketing. Indikator training and
development memiliki nilai loading factor yang tertinggi.
162
2. Variable budaya organisasi.
Variabel budaya organisasi dibentuk oleh 6 dimensi dan dimensi
manajemen of employment merupakan dimensi yang paling penting atau yang
paling dapat mendeskripsikan variable budaya organisasi karena memiliki nilai yang
tertinggi.
3. Variabel komitmen organisasional.
Terdapat 3 dimensi yang mempengaruhi terbentuknya variable komitmen
organisasional. Dimensi komitmen afektif merupakan yang paling penting atau yang
paling dapat mendeskripsikan variable komitmen organisasional karena memiliki
nilai factor loading terbesar dibandingkan dengan dimensi lainnya.
3. Variable orientasi pasar.
Variabel orientasi pasar memiliki 3 dimensi yang mempengaruhi
terbentuknya variable ini. dimensi intelegent dissemination merupakan dimensi yang
paling penting atau yang paling dapat mendekripsikan variable orientasi pasar. Nilai
loading faktornya merupakan yang paling besar dibandingkan dengan Indikator
lainnya.
5.5.8. Model Struktural (Inner Model)
Nilai predictive relevance Q2adalah Goodness of fit model di dalam analisis
SmartPLS, yang dihitung berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2).Nilai pada
masing-masing variable endogen dalam penelitian ini ditampilkan pada table berikut
ini.
163
Tabel 5.16. Nilai Koefisien Determinasi (R2)
No Variabel R2 Prosentase
1 Budaya Organisasi 0,230 23,0%
2 Komitmen Organisasional 0,294 29,4%
3 Orientasi Pasar 0,347 34,7%
Sumber: data primer diolah (2015) lampiran 3
Nilai predictive relevance (Q2) diperoleh dengan rumus:
Q2= 1 – (1 – R21) (1-R2
2)(1-R23)
Q2 = 1 – (1 - 0,230)(1 – 0,294)(1 - 0,347)
Q2 = 0,6450 = 64,50%
Hasil perhitungan memperlihatkan nilai predictive-relevance sebesar 0,6450
atau 64,59%. Sehingga model layak dikatakan memiliki nilai prediktif yang relevan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa model adalah baik, memiliki daya kemampuan
predictive sebesar 64,50 % atau dapat dikatakan bahwa informasi yang terkandung
didalam data 64,50% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan sisanya
sebanyak 35,50% dijelaskan oleh variable yang lain (yang belum terkandung
didalam model) dan error. Hasil ini dapat dikatakan bahwa model PLS (partial Least
Square) yang terbentuk sudah cukup baik karena dapat menjelaskan 64,50% dari
informasi secara keseluruhan.
164
5.5.9. Hasil Analisis Hipotesis (Inner Model)
Pengujian hipotesis pada analisis PLS menggunakan metode resampling
bootstrap, dengan statistik uji t pada masing-masing jalur pengaruh langsung secara
partial. Hasil pengujian hipotesis tersebut secara lengkap disajikan dalam hasil
analisis PLS (Partial Least Square) pada Lampiran 4.
Tabel 5.17.Hasil Analisis Hipotesis Pengaruh Langsung
NoHubungan Antar Variabel
KoefisienJalur p-value KeteranganIndependen
VariabelDependenVariabel
1 Internal Marketing Orientasi pasar 0,257 0,032 Signifikan
2 Internal Marketing BudayaOrganisasi 0,480 0,000 Signifikan
3 Internal Marketing KomitmenOrganisasional 0,542 0,000 Signifikan
4 BudayaOrganisasi Orientasi pasar 0,266 0,012 Signifikan
5 KomitmenOrganisasional Orientasi pasar 0,181 0,183 Tidak
Signifikan
Keterangan: Signifikan pada α 5%; Tidak Signifikanpada α 5%Sumber: data primer diolah, 2015 (Lampiran 4)
Hasil pengujian hipotesis jalur-jalur pengaruh langsung juga dapat dilihat
pada gambar diagram jalur dihalaman selanjutnya:
165
Gambar 5.1Diagram Jalur Hasil Analisis Hipotesis Pengaruh Langsung
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Keterangan:
S = Signifikan, TS = Tidak Signifikan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini maka hasil yang
diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut.
o Hipotesis pertama H1 menyatakan bahwa Tingkat implementasi
Internal marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi
pasar restoran di kota Manado. Analisis tingkat implementasi Internal
marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi pasar
restoran di kota Manado menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,257
dan p-value =0,032 (signifikan), dengan demikian hipotesis diterima.
Koefisien jalur bertanda positif (+) mengindikasikan hubungan antara
0,257(s)Orientasi
Pasar
(Y3)
(Y3)
InternalMarketing
(X)
0,542(s)
BudayaOrganisasi
(Y1)
KomitmenOrganisasional
(Y2)
0,266(s)0,480(s)
0,181(ts)
166
internal marketing dan orientasi pasar positif. Hal ini mengimplikasikan
bahwa semakin baik tingkat implementasi internal marketing maka
orientasi pasar juga semakin baik. P-value (nilai probabilitas) sebesar
0,032 menunjukan pengaruh internal marketing terhadap orientasi
pasar positif pada tingkat kepercayaan 95%(α=5%). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin baik tingkat implementasi internal
marketing semakin baik pula orientasi pasar restoran di kota Manado.
Sehingga dengan demikian terdapat cukup bukti empiris untuk
menerima hipotesis tersebut.
o Hipotesis kedua H1a, menyatakan bahwa Budaya organisai sebagai
pemediasi pengaruh implementasi Internal marketing terhadap
orientasi pasar restoran di kota Manado. Pengaruh tidak langsung
antara internal marketing dan orientasi pasar melalui budaya organisasi
dilakukan dengan uji Sobel menghasilkan koefisien jalur pengaruh tidak
langsung sebesar 0,128 dan p-value=0,029(signifikan). maka hipotesis
diterima. Artinya budaya organisasi (Y1) memediasi pengaruh antara
internal marketing terhadap orientasi pasar. sehingga dengan demikian
budaya organisasi menjadi variabel mediasi pada hubungan ini. Makin
baik implementasi internal marketing, maka hal ini dapat mendorong
menguatnya budaya organisasi, selanjutnya hal tersebut dapat
meningkatkan orientasi pasar. Sehingga dengan demikian terdapat
cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis tersebut.
167
o Hipotesis ke tiga, H1b, menyatakan bahwa Komitmen organisasional
sebagai pemediasi pengaruh implementasi Internal marketing terhadap
orientasi pasar di kota Manado. Pengaruh tidak langsung antara
internal marketing (Y1) terhadap orientasi pasar (Y3) melalui komitmen
organisasional dilakukan melalui Uji Sobel, menghasilkan koefisien
jalur pengaruh tidak langsung sebesar 0,098 dan p-value = 0,190 (tidak
signifikan), sehingga hipotesis ditolak. Pada hubungan ini, pengaruh
langsung internal marketing terhadap komitmen organisasi
mendapatkan nilai 0,524 dan pengaruh langsung komitmen
organisasional terhadap orientasi pasar mendapatkan nilai 0,181 yang
berarti tidak signifikan. Karena salah satu hubungan dIndikator/
itemukan tidak signifikan maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh
internal marketing terhadap orientasi pasar melalui komitmen
organisasional tidak signifikan. Dengan demikian komitmen
organisasional adalah bukan sebagai variabel mediasi maka
disimpulkan bahwa tidak cukup bukti empiris untuk menerima
hipotesis tersebut.
o Hipotesis ke empat, H2, menyatakan bahwa tingkat implementasi
Internal Marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap Budaya
organisasi restoran di kota Manado. Analisis PLS menghasilkan
koefisien jalur sebesar 0,480 dan p-value = 0,000 (signifikan), dengan
demikian hipotesis diterima. Koefisien jalur bertanda positif (+)
menunjukkan bahwa makin baik implementasi internal marketing, maka
168
budaya organisasi perusahaan semakin kuat, signifikan pada tingkat
kepercayaan 95% (=5%) dengan probalitas (p-value=0,000) Maka
disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima
hipotesis tersebut.
o Hipotesis ke lima, H3, menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi pasar restoran di
kota Manado.
Analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,266 dan p = 0,012
(signifikan), dengan demikian hipotesis diterima. Koefisien jalur
bertanda positif (+) menunjukkan bahwa makin kuat budaya organisasi,
maka orientasi pemasaran semakin baikpada tingkat kepercayaan 95%
(=5%) dengan probalitas (p-value=0,012. )Sehingga dengan
demikian terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis
tersebut
o Hipotesis ke enam, H4, menyatakan bahwa tingkat Implementasi
Internal marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasional restoran di kota Manado. Analisis PLS
menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,542 dan p = 0,000 (signifikan),
dengan demikian hipotesis diterima. Koefisien jalur bertanda positif (+)
menunjukkan bahwa makin baik tingkat implemantasi internal
marketing, maka komitmen organisasional para pegawai semakin tinggi
pada tingkat kepercayaan 95% (=5%) dengan probalitas (p-
169
value=0.000) Sehingga dengan demikian terdapat cukup bukti
empiris untuk menerima hipotesis tersebut
o Hipotesis ke tujuh, H5, menyatakan bahwa komitmen organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi pasar. Analisis
PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,181 dan p = 0,183 (tidak
signifikan), dengan demikian hipotesis ditolak. Hal ini menandakan
bahwa komitmen organisasional berpengaruh tidak nyata terhadap
orientasi pasar pada tingkat kepercayaan 95% (=5%) dengan
probalitas (p-value=0.183) Sehingga dengan demikian terdapat
cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis tersebut.
Pengujian variabel mediasi dilakukan dengan metode Sobel Test. Besarnya
koefisien jalur dan standard error diperoleh dari hasil PLS (Lampiran 5). hasil Sobel
Test tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Hasil pengujian variabel mediasi
Variabel
X
Melalui Variabel
Y1
TerhadapVariabel
Y2
Pengaruh variabel Xterhadap variabel Y1
(a)
Pengaruh variabel Y1terhadap variabel y2
(b)
Sobel Test
Estimate SE Estimate SE A x b Z-test P-value Keputusan
Internalmarketing
Budayaorganisasi
Orientasipasar 0,480 0,12 0,266 0,102 0,128 2,185 0,029 Variabel
mediasi
Internalmarketing
Komitmenorganisasional
Orientasipasar 0,542 0,10 0,181 0,134 0,098 1,311 0,19 Bukan variabel
mediasi
Sumber: Lampiran 5
170
Berdasarkan Tabe 5.17 diatas maka hasil pengujian hipotesis penelitian
pengaruh tidak langsung dapat disajikan sebagai berikut:
o Pengaruh tidak langsung antara variabel internal marketing
terhadap variabel orientasi pasar melalui variabel budaya organisasi,
diperoleh nilai Z-test sebesar 2,185 > 1,96 dan p-value sebesar 0,029
< 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel Budaya organisasi
memediasi pengaruh variabel internal marketing terhadap
variabel orientasi pasar.
o Pengaruh tidak langsung antara internal marketing terhadap orientasi
pasar melalui komitmen organisasional, diperoleh nilai Z-test sebesar
0,311 < 1,96 dan p-value sebesar 0,190 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel komitmen organisasional bukan
merupakan variabel mediasi pada hubungan variabel internal
marketing terhadap variabel orientasi pasar.
5.7. Pembahasan Hasil Penelitian.
Permasalahan pariwisata di Sulawesi Utara yang sudah dijelaskan pada Bab
1 yakni menyangkut, pengumpulan, pengolahan serta pendistribusikan informasi
yang menurut Kohli dan Jaworski disebut dengan orientasi pasar. Sesuai dengan
konsep Narver dan Slater (1990) perusahan besar mungkin tidak mampu untuk
menerapkan orientasi pasar, tetapi menejer atau pemilik usaha kecil memiliki
kesempatan untuk mencari keunggulan kompetitif melalui upaya mereka
mempromosikan orientasi pasar secara pribadi. Mereka memiliki kesempatan untuk
171
mengeksploitasi bentuk orientasi pasar yang lebih sederhana sehingga mudah
diadaptasikan pada organisasi. Temuan di lapangan menunjukan bahwa, definisi
orientasi pasar cenderung tidak diketahui atau dipahami oleh para menejer/pemilik
restoran di kota Manado, yang mungkin karena mereka tidak pernah mengikuti
kursus atau seminar tentang pemasaran secara formal. Namun hasil wawancara
mereka masih menggunakan insting atau pengalaman dari kegiatan-kegiatan yang
sudah dilakukan sebelumnya. Pelham dan Wilson (1996) menjelaskan, perusahan
kecil memiliki budaya yang lebih kuat dan struktur organisasi yang lebih sederhana
sehingga mengurangi koordinasi orientasi pasar yang kuat. Industri kecil dan
menengah cenderung didirikan atas dasar kemampuan teknis terbukti dengan
pemasaran yang diturunkan ke fungsi penjualan sederhana.Disamping itu, lini
produk dan pelanggan yang lebih pendek mengurangi kebutuhan untuk kegiatan
yang lebih formal yang dirancang untuk mengumpulkan informasi, memprosesnya
untuk pengambilan keputusan pemasaran. Dengan demikian karakteristik usaha
kecil dapat meningkatkan kemampuan perusahan memanfaatkan orientasi pasar
sepenuhnya.
Siguaw, Brown dan Widing (1994) berpendapat bahwa keputusan
menerapkan orientasi pasar dapat memberikan keuntungan ekonomis karena
membantu mengurangi biaya terkait dengan kehilangan baik karyawan maupun
pelanggan. Oleh sebab iru, budaya organisasi menjadi sangat penting untuk
efektifitas kegiatan jangka panjang (Messner, 2013)
Selanjutnya, pembahasan pengaruh langsung antar variabel dan juga
pengaruh mediasi, penjelasan tentang hal itu sebagai berikut:
172
5.7. 1. Hubungan Pengaruh Langsung
1) Pengaruh Internal marketing terhadap orientasi pasar restoran.
Hasil analisis pengaruh internal marketing terhadap orientasi pasar
menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Hasil ini mengindikasikan serta
memberi bukti secara empiris bahwa tingkat implementasi Internal marketing yang
semakin baik, berpengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi pasar restoran di
kota Manado.
Sesuai dengan konsep teoritis yang dikemukakan oleh Ahmed et al (2003b),
internal marketing dalam penelitian ini adalah upaya yang terencana dalam rangka
memberikan kepuasan kepada seluruh karyawan sebagai pelanggan internal agar
dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan eksternal. Berdasarkan konsep
tersebut, variabel internal marketing diukur dengan indikator strategic reward,
internal communication, training and development, senior leadership.
Loading factor tertinggi pada internal marketing terdapat pada indicator
training and development. Hasil ini menjelaskan bahwa training and development
merupakan indikator yang paling dominan dalam merefleksikan variable internal
marketing. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara para manajer restoran di kota
Manado bahwa training and development sangat diperlukan untuk menyesuaikan
kompetensi karyawan dengan kebutuhan bisnis restoran. Sehingga dengan sumber
daya yang memadai untuk melatih karyawan, program pelatihan diarahkan untuk
menciptakan kompetensi karyawan, mengikuti perkembangan teknologi diperlukan
173
untuk perbaikan program pelatihan, perbaikan program pelatihan secara terus
menerus diperlukan untuk mengikuti perubahan bisnis.
Namun dikaitkan dengan nilai skor rata-rata indikator training and
development meskipun sudah cukup tinggi yakni sebesar 4,13 atau lebih tinggi dari
4 namun nilai skor ini paling rendah dibandingkan skor rata-rata ketiga indikator
lainnya. Hal ini berarti bahwa training and development yang ada harus tetap
dipertahankan ataupun ditingkatkan lagi agar sumber daya yang dimiliki mampu
melatih karyawan menggunakan program pelatihan sehingga dapat meningkatkan
kompetensi karyawan, melakukan perbaikan program pelatihan berdasarkan
perkembangan teknologi yang dilakukan secara terus menerus agar dapat mengikuti
perubahan bisnis restoran.
Loading factor terendah terdapat pada indikator strategi reward yang artinya
bahwa bagi karyawan, sistim penghargaan yang dimiliki restoran belum sesuai
dengan tujuan bisnis mereka, karyawan belum menerima informasi tentang
persyaratan untuk memperoleh penghargaan dari restoran, sistim penghargaan
restoran ini belum memotivasi karyawan untuk berprestasi. Oleh sebab itu maka
sebaiknya pihak restoran di kota Manado dapat memberikan perhatian ekstra untuk
meningkatkan penerapan strategi reward pada karyawan agar dengan demikian
dapat meningkatkan orientasi pasar. Hal ini diperlukan rancangan sistim
penghargaan yang sesuai dengan tujuan bisnis restoran agar supaya karyawan
dapat menerima informasi tentang persyaratan untuk memperoleh penghargaan
sehingga sistim penghargaan tersebut dapat memotivasi karyawan untuk
berprestasi.
174
Kondisi internal marketing sebagaimana diuraikan diatas juga tampak pada
orientasi pasar. Loading factor tertinggi dari orientasi pasar terdapat pada indicator
intelegance dissemination. Hasil ini menjelaskan bahwa indikator intelegance
dissemination merupakan indikator yang paling dominan dalam merefleksikan
variable orientasi pasar. Namun berdasarkan skor rata-rata persepsi manajer
restoran,intelegance dissemination sudah baik namun masih harus ditingkatkan
karena masih lebih rendah daripada indikator lainnya.Indikator intelegance
dissemination yang dijelaskan melalui Informasi tentang pelanggan cepat disebarkan
kesemua bagian,secara teratur menginformasikan data kepuasan pelanggan
kesemua bagian,cepat menyebarkan informasi kesemua bagian ketika salah satu
bagian tahu tentang pesaing, sangat dibutuhkan oleh karyawan pada restoran di
kota Manado.
Loading factor terendah terdapat pada indikator intelegance generation.
Artinya masih banyak manajer yang kurang mengamati kebutuhan konsumennya,
belum dilakukan analisis secara berkala dan bahkan lambat dalam memperoleh
informasi tentang perubahan kebutuhan konsumen.
Pembahasan diatas mengindikasikan bahwa orientasi pasar restoran sudah
cukup baik tetapi masih perlu terus menerus ditingkatkan agar kegiatan restoran
sebagai usaha pendukung pariwisata ini mampu menghadapi dinamika lingkungan
bisnisnya. Hal ini dapat dilakukan terutama melalui peningkatan intelegance
generation, intelegance dissemination maupun responsiveness.
Peningkatan orientasi pasar tersebut dipengaruhi secara langsung oleh
peningkatan penerapan internal marketing yang dapat dilakukan melalui
175
peningkatan Strategic Reward, Internal Communication, Training and Development,
Senior Leadership. Manajer restoran perlu meningkatkan sumber daya yang
memadai untuk melatih karyawan dan sistim kompensasi yang selaras dengan
startegi pengembangan usaha restoran.
Temuan ini mendukung hasil penelitian dari Awwad dan Agti (2011) serta
Bouranta et al., (2005). Konsep pengaruh variable internal marketing terhadap
orientasi pasar yang di terapkan pada bank komersial dari hasil penelitian awwad
dan Agti (2011) dan Bouranta et al., (2005) berlaku juga pada restoran di kota
Manado saat ini. Hal ini juga berarti bahwa konsep ini ternyata dapat dipergunakan
pada sector yang lebih luas bahkan pada wilayah yang berbeda. Sebab selain
berlaku pada bank tetapi juga pada restoran untuk wilayah negara yang berbeda.
Penelitian Awwad dan Agti (2011) dilakukan pada bank komersial di Yordania
sedangkan Bouranta et al (2005)dilakukan pada bank di Yunani sedangkan
penelitian ini dilakukan di Kota Manado, Indonesia.
Penelitian Awwad dan Agti (2011) didasarkan pada interaksi antara konsep
marketing dan konsep perilaku organisasi. Bouranta et al., 2005 mengeksplorasi
penerapan konsep internal marketing pada sumberdaya manusia. Sementara itu,
penelitian ini merupakan pengembangan dari gagasan konsep pemasaran holistik
dari Kotler dan keller (2009), konsep perilaku organisasi melalui komitmen
organisasional dan budaya organisasi. Hal ini berarti bahwa dengan adanya realitas
pemasaran baru dimana terdapat sejumlah perkembangan dari kekuatan
masyarakat global, kemampuan konsumen serta kemampuan produsen maka
orientasi perusahan terhadap pasar bukan hanya menggunakan konsep pemasaran
176
tetapi juga harus dikaitkan dengan konsep yang lain seperti perilaku organisasi dan
budaya organisasi.
Hasil penelitian yang diperoleh Bouranta et al (2005) ditemukan bahwa
menurut para eksekutif bank, falsafah internal marketing telah banyak di terapkan di
bank mereka. Temuan empiris yang paling penting dari studi mereka bahwa internal
marketing memberikan pengaruh positif yang kuat pada Orientasi Pasar. Mereka
merekomendasikan bahwa jika para manajer mau meningkatkan kepuasan
pelanggan eksternal maka perlu terlebih dahulu mengembangkan kompetensi
karyawan melalui internal marketing. Lings dan Greenly (2009) menyatakan bahwa
kebutuhan yang teridentifikasi pada karyawan akan meningkatkan pengertian
mereka terhadap pasar dan kemampuan menanggapi dari organisasi.
Menyeimbangkan antara kebutuhan dan keinginan karyawan seperti yang
disarankan oleh Reukert (1992), misalnya karyawan harus diberikan hadiah untuk
suatu perilaku berorientasi pasar mereka.
2) Tingkat implementasi Internal marketing berpengaruh terhadap budaya
organisasi
Hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa internal marketing berpengaruh
signifikan terhadap budaya organisasi. artinya bahwa semakin baik implementasi
internal marketing maka budaya organisasi menjadi semakin kuat. Hal ini
menunjukan bahwa upaya yang terencana dalam rangka memberikan kepuasan
kepada seluruh karyawan melalui kegiatan strategic reward, internal communication,
177
training and development, senior leadership akan semakin memperkuat atribut sosial
yang berfungsi sebagai perekat sosial yang mengikat anggota organisasi.
Manajement of employment pada penelitian ini merupakan indikator
terpenting dari variabel budaya organisasi. Artinya bahwa budaya organisasi yang
merupakan atribut sosial yang dibangun dari organisasi berfungsi sebagai perekat
sosial yang mengikat anggota organisasi menjadi penting, dilihat dari penarapan
gaya manajemen seperti kerjasama tim, persetujuan bersama, adanya partisipasi
karyawan, pengambilan resiko individu, inovasi terus menerus, kebebasan
berkreasi, kerja keras, prestasi dan keamanan kerja karyawan, kesesuaian antara
yang direncanakan dan yang dilaksanakan serta hubungan yang stabil. Gaya
manajemen ini perlu didukung oleh training and devlopment sebagai indikator
terpenting dari internal marketing menurut responden pada saat penelitian dilakukan.
Training and develipment meliputi sumberdaya yang memadai untuk melatih
karyawan, pelatihan untuk menciptakan kompetensi karyawam, mengikuti
perkembangan tehnoogi yang dilakukan secara terus menerus terhadap program
pelatihan untuk mengikuti perubahan bisnis.
Hasil penelitian Gounaris (2007) menunjukan bahwa ketika organisasi
mengadopsi konsep yang menekankan pada internal market oriented yakni kerja
tim dan menghormati karyawan maka hal itu akan membantu memperkuat layanan
pelanggan dan karyawan. Oleh sebab itu maka perusahan memelihara nilai-nilai
yang berbasis pasar.
3) Pengaruh Budaya organisasi terhadap orientasi pasar.
178
Hasil analisis PLS terhadap hipotesis penelitian ini menunjukan bahwa
Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap orientasi pasar restoran di Kota
Manado. Hal ini menunjukan bahwa makin kuat budaya organisasi, maka orientasi
pemasaran semakin baik. Artinya, semakin kuat pola dasar untuk memecahkan
masalah adaptasi eksternal dan internal dengan focus pada pengembangan sumber
daya manusia maka perilaku untuk memberikan nilai superior kepada pelanggan
dengan memiliki informasi pasar (pelanggan dan pesaing), menyebarkan dan
memberikan tanggapan atas reaksi informasi tersebut akan semakin baik.
Bardasarkan data deskriptif responden, diperoleh fakta bahwa restoran di
kota Manado telah memiliki budaya organisasi yang sangat kuat dan juga terbukti
bahwa orientasi pasar juga sangat baik.
Indikator terpenting dalam membentuk budaya organisasi restoran di kota
Manado yakni indicator manajemen of employment namun pada kondisi riil di
lapangan pada saat penelitian dilakukan akan tetapi upaya untuk menerapkan
manajemen of employment masih kurang atau belum dilakukan dengan baik.
Restoran di kota Manado harus meningkatkan indicator manajemen of employment
yakni gaya manajemen yang ditandai dengan kerjasama tim, persetujuan bersama,
partisipasi karyawan dalam aktifitas organisasi, pengambilan resiko individu, inovasi,
kebebasan berkreasi, prestasi karyawan keamanan dan kesesuain kerja serta
kestabilan hubungan kerja. Indicator manajemen of employment yang harus
diperbaiki ialah bagaimana membuat karyawan menjadi berarti bagi organisasi
restoran.
179
Indikator terpenting dalam membentuk orientasi pasar restoran di kota
Manado yakni dilihat dari kondisi factual pada saat penelitian ini dilakukan, indicator
intelegance dissemination sudah baik digunakan sebagai pengukur dari variable
orientasi pasar, namun penerapan intelegance dissemination dalam konteks
orientasi pasar masih belum dilakukan dengan baik menurut persepsi responden.
Oleh sebab itu restoran di kota Manado perlu meningkatkan intelegance
disseminationnya dalam hal penyebaran informasi tentang pelanggan dan pesaing
kepada karyawannya secara kontinyu dan lebih baik.
Budaya organisasi sebagai suatu sistem yang mengarahkan perilaku
individu agar menjadi searah dengan tujuan organisasi, sangatlah berperan penting
dalam sebuah organisasi. Hal ini disebabkan karena budaya organisasi dapat
memberikan identitas para anggotanya untuk memahami visi dan misi serta menjadi
bagian integral organisasi, memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan
anggota organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif
dan efisien demi mencapai tujuan dan sasaran organisasi sehingga diharapkan
agar perilaku karyawan untuk memberikan nilai superior kepada pelanggan menjadi
semakin baik.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang di lakukan oleh Murphy et
al., (2008) menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi orientasi pasar
pada organisasi skala kecil.
Sebagaimana yang ditampilkan pada table 5.4 dan 5.6 pada penelitian ini,
dimana budaya organisasi dipersepsikan sangat tinggi dan orientasi pasar juga
180
dipersepsikan sangat tinggi oleh responden namun restoran di kota Manado masih
harus meningkatkan terhadap beberapa elemen baik budaya organisasi maupun
orientasi pasar agar menjadi semakin baik seperti yang sudah dijelaskan diatas.
4) Tingkat Implementasi Internal marketing berpengaruh terhadap komitmen
organisasional.
Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa internal
marketing berpengaruh terhadap komitmen organisasional. Hal ini menunjukan
bahwa makin baik tingkat implemantasi internal marketing, maka komitmen
organisasional para pegawai akan semakin tinggi.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Caruana & Calleya, (1998)..
Menurut mereka bahwa penerapan program internal marketing merupakan salah
satu cara terbaik untuk mencapai komitmen karyawan dalam suatu organisasi dalam
hal ini bank. Lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan bahwa internal marketing
memberikan pengaruh terbesar pada dimensi komitmen afektif. Komitmen afektif
berfokus pada keterikatan emosional dari karyawan kepada organisasi dan
menggarisbawahi komitmen karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.
Ketika penerapan strategi bisnis telah dilakukan dengan baik maka
karyawan akan merasa memiliki ikatan emosional dengan restoran. Disamping itu
karyawan mudah menyatu dalam restoran, dan mereka juga merasa seperti
keluarga di dalam restoran.
5) Pengaruh komitmen organisasional terhadap orientasi pasar.
Hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa pengaruh komitmen organisasional
terhadap orientasi pasar tidak signifikan. Tingginya komitmen afektif sebagai
181
keinginan sendiri untuk terikat pada organisasi tidak memberikan pengaruh yang
signifikan pada kemampuan yang tinggi untuk menyebarkan informasi mengenai
pasar keseluruh bagian dalam perusahan (intelegance dissemination).
Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini ditemukan bahwa restoran
bukan tempat untuk berkarier atau meningkatkan posisi karier. Karyawan direkrut
untuk jabatan masing-masing, seorang manajer direkrut untuk jabatan manajer, koki
untuk jabatan koki dan seterusnya. Sehingga koki tidak akan menjadi manajer. Hal
lain yang berkaitan dengan hal tersebut, ditemukan bahwa karyawan bekerja
dengan baik bukan karena mereka berkomitmen dengan pihak restoran. Karyawan
bekerja didasarkan pada reward yang diberikan. Ketika reward di terapkan,
karyawan dengan senang hati membantu memasarkan produk restoran. Bahkan
ketika jam untuk tutup restoran tiba dan jika pelanggan datang, mereka dengan
senang hati melayani pelanggan tersebut. Semua dilakukan untuk meningkatkan
reward mereka.
Menurut penelitian Omotoya Oyenini (2013), top manajemen percaya pada
pentingnya orientasi pasar dan ketika diimplementasikan maka keyakinan ini secara
alami akan mempengaruhi staf pada tingkat yang lebih rendah. Menejer/pemilik tidak
memiliki pengetahuan tentang orientasi pasar sehingga mereka lebih banyak bekerja
berdasarkan pengalaman masa lalu atau insting saja. Dalam hal ini berkaitan
dengan orientasi pasar yakni bagaimana mengumpulkan informasi, mengolah dan
menyebarkannya di setiap bagian yang ada didalam restoran serta tanggapannya.
182
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil yang diperoleh peneliti
sebelumnya bahwa komitmen organisasional berpengaruh terhadap orientasi pasar.
Seperti yang dilakukan oleh Awwad dan Agti (2011). Penelitian tersebut dilakukan
pada Bank komersial di Yordania. Menurut mereka bahwa perilaku karyawan dalam
hal ini komitmen organisasional harus ada lebih dahulu dan selanjutnya orientasi
pasar sebagai hasil berada pada tempat kedua. Sivaramakrisnan (2008)
menyatakan bahwa karyawan yang berkomitmen akan lebih bersedia dan lebih
dapat mengimplementasikan orientasi pasar daripada yang kurang berkomitmen.
Komitmen organisasional merupakan input berbasis karyawan untuk menciptakan
orientasi pasar perusahan.
Hasil ini juga bertolak belakang dengan hasil yang diperoleh dari penelitian
Omotayo Oyeniyi, 2013. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa komitmen
organisasional memberi pengaruh positif pada orientasi pasar. Mereka menemukan
bahwa manajemen puncak memiliki pengaruh yang kuat pada orientasi pasar.
Manajemen puncak percaya pada pentingnya orientasi pasar dan ketika
diimplementasikan maka keyakinan ini secara alami akan mempengaruhi staf pada
tingkat yang lebih rendah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Jaworski dan Kohli
(1993), ketika manajemen puncak mengalami kemunduran dalam komitmen
organisasional maka pengaruh manajemen puncak akan berkurang dalam
organisasi. Manajemen pucak memiliki dampak tersendiri pada orientasi pasar.
Awwad dan Agti (2009) juga berpendapat bahwa perbedaan hasil dapat
disebabkan oleh perbedaan skala yang digunakan, MKTOR yang digunakan pada
penelitian ini atau skala MARKOR (Narver dan Slater). Hasil penelitian mereka
183
menunjukan ada pengaruh yang signifikan internal marketing terhadap orientasi
pasar. Menurut Awwad dan Agti (2011) hal itu lebih disebabkan oleh adanya
pengaruh sifat budaya Arab yang kontras dengan budaya negara-negara utara,
mereka lebih tertarik pada alat yang digunakan untuk mencapai sasaran lebih
daripada sasaran itu sendiri.
5.7.2. Hubungan Pengaruh Tidak Langsung
a) Budaya organisasi sebagai pemediasi pengaruh implementasi Internal
marketing terhadap orientasi pasar restoran di kota Manado.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa pengaruh langsung internal marketing
terhadap budaya organisasi dan pengaruh langsung budaya organisasi terhadap
orientasi pasar, keduanya sama-sama signifikan sehingga budaya organisasi
menjadi variable mediasi bagi hubungan internal marketing dan orientasi pasar.
Makin baik implementasi internal marketing dapat mendorong menguatnya budaya
organisasi, hal tersebut akan meningkatkan orientasi pasar.Hal ini seperti yang
dikatakan Cichy (2009) bahwa pemahaman hubungan antara dua variable dapat
ditingkatkan dengan mengidentifikasi dan investigasi hubungan mediasi yang
potensial.
Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh karakteristik responden pada penelitian
ini. Berdasarkan table 5.1. tentang karakteristik responden dapat dilihat bahwa lebih
dari setengah responden adalah perempuan, berusia antara 30-39 tahun dengan
jabatan sebagai manajer.
184
Loading factor teringgi pada budaya organisasi ditemukan pada indicator
manajemen employment. Hal ini dapat dijelaskan bahwa responden menilai bahwa
manajemen employment utamanya dilihat dari gaya manajemen dalam restoran
ditandai dengan kerja sama tim, persetujuan bersama, partisipasi karyawan dalam
setiap kegiatan organisasi, pengambilan risiko individu, inovasi tiada henti,
kebebasan berkreasi, kerja keras, memiliki tuntutan yang tinggi pada seluruh
aktifitas karyawan, prestasi karyawan, keamanan kerja, kesesuaian antara apa yang
direncanakan dan yang dilaksanakan, hubungan yang stabil diantara karyawan.
Berdasarkan hasil loading faktor tertinggi pada penelitian ini, maka dapat
dikatakan bahwa penerapan gaya manajemen yang baik akan memediasi pengaruh
training and development terhadap intelegance dissemination.
b) Komitmen organisasional sebagai pemediasi pengaruh implementasi Internal
marketing terhadap orientasi pasar restoran di kota Manado.
Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji Sobel terbukti bahwa internal
Marketing memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasional tetapi
komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh pada orientasi pasar. Oleh karena
itu maka dapat di simpulkan bahwa komitmen organisasional bukan merupakan
variable mediasi pada hubungan internal marketing dan orientasi pasar. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa tingginya penerapan internal marketing tidak
memberikan pengaruh pada peningkatan orientasi pasar jika melalui variable
mediasi komitmen organisasional.
185
Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan karakteristik responden yang
mayoritas responden adalah wanita dan usia terbanyak yakni kurang dari 40 tahun.
Responden dengan karakteristik seperti ini masih sangat mudah untuk berpindah
atau berhenti dari pekerjaan dengan alasan seperti wanita yang menikah sehingga
harus meninggalkan pekerjaan. Sedangkan usia yang relatif muda juga salah satu
factor untuk mereka dapat dengan mudahnya berpindah tempat pekerjaan.
Beberapa diantara mereka pada saat wawancara bahkan menyatakan bahwa
bekerja direstoran ini merupakan sarana untuk belajar karena suatu saat mereka
akan keluar dan membuka usaha yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena bisnis restoran dapat dijalankan dimana saja dengan modal yang tidak terlalu
besar sekalipun. Sehingga menurut peneliti, hal inilah yang yang menyebabkan
variabel komitmen organisasional bukan merupakan variabel mediasi pada
hubungan antara internal marketing dengan orientasi pasar.
Pada bab 1, dijelaskan bahwa salah satu permasalahan ialah promosi
pariwisata hanya dilakukan untuk kegiatan diving saja padahal kuliner juga sudah
mulai dikembangkan oleh pemerintah yakni dengan membangun desa wisata yang
didalamnya terdapat sentra kuliner yakni Mahakeret dan Pantai Malalayang.
Disamping itu menurut hasil penelitian empiris sebelumnya bahwa kuliner
merupakan fator penting ketika orang ingin melakukan wisata dan bahkan ketika
wisatawan telah tiba ditempat wisata yang mereka pikirkan ialah kuliner. Hal ini
berarti komitmen yang dibuat seharusnya juga kuliner sebagai salah satu kegiatan
usaha pendukung pariwisata.
186
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang diperoleh
Awwad dan Agti (2011) yang menemukan bahwa makin tinggi penerapan filosofi
internal marketing akan meningkatkan komitmen organisasional yang selanjutnya
menyebabkan makin tingginya orientasi pasar dan komitmen afektif yang paling kuat
memediasi hubungan tersebut.
Hasil penelitian ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian Zaman
(2012) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan variable
mediasi pada hubungan antara variable internal marketing dan orientasi pasar.
Penelitian dilakukan pada bank swasta di Pakistan.
5.8. Kontribusi Teoritis
Kontribusi teoritis ini memberikan gambaran mengenai rujukan-rujukan
yang dipergunakan pada penelitian ini, baik rujukan permasalahan, pemodelan,
serta hasil-hasil penelitian terdahulu. Hasil – hasil ini memberikan kontribusi teoritis
sebagai berikut:
1. Pada hubungan langsung, internal marketing berpengaruh positif terhadap
orientasi pasar. Penelitian ini memperkuat hasil penelitian Awwad dan Agti (2011)
2. Penelitian ini melengkapi penelitian Awwad dan Agti (2011), penelitian
tersebut tidak meneliti pengaruh mediasi variable budaya organisasi pada hubungan
internal marketing terhadap orientasi pasar. Faktor mediasi pada hubungan ini
belum penulis temukan pada penelitian lainnya. Penelitian ini membuktikan bahwa
terdapat pengaruh langsung internal marketing terhadap budaya organisasi dan
pengaruh langsung budaya organisasi terhadap orientasi pasar. sehingga budaya
187
organisasi menjadi variable mediaasi pada hubungan internal marketing dan
oriantasi pasar.
3. Penelitian ini menunjukan bahwa internal marketing berpengaruh terhadap
komitmen organisasional, hasil ini mendukung penelitian Caruana dan Calleya
(1998). Variabel komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap orientasi
pasar, hasil ini bertolak belakang dengan hasil yang diperoleh peneliti Omotayo
Oyeniyi (2013) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional berpengaruh
positif terhadap orientasi pasar. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa komitmen organisasional bukan merupakan variable mediasi
pada hubungan internal marketing terhadap orientasi pasar pada penelitian ini.
Sehingga hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Awwad dan Agti
(2011) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan variable
mediasi terhadap hubungan internal marketing terhadap orientasi pasar.
4. Hasil penelitian ini dapat memperkuat konsep hubungan internal marketing,
budaya organisasi, komitmen organisasional terhadap orientasi pasar pada
penelitian penelitian terdahulu, kecuali pengaruh komitmen organisasional terhadap
orientasi pasar
5.9. Kontribusi Praktis
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang bersifat praktis, sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada
restoran yang ada di kota Manado agar mendorong manajemen restoran untuk
188
menerapkan internal marketing dengan lebih baik untuk memenuhi permintaan
karyawan serta sasaran restoran.
Pelaksanaan training and development harus sesuai dengan kebutuhan karyawan,
berani melakukan perubahan-perubahan pada gaya manajemen seperti dapat
melibatkan karyawan pada kegiatan organisasi, memperkuat kerjasama tim,
persetujuan bersama, inovasi tiada henti, Kebebasan berkreasi, mendorong
karyawan berprestasi, meningkatkan keamanan kerja.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya
pemahaman konsep – konsep internal marketing, budaya organisasi, komitmen
organisasional dan orientasi pasar bagi organisasi restoran di kota Manado. Agar
supaya menejer/pemilik restoran mampu menerapkannya. Pemahaman itu dapat
diperoleh melalui kegiatan pelathan atau seminar.
3. Dinas pariwisata memfasilitasi kegiatan dalam rangka peningkatan
pemahaman tentang internal marketing, budaya organisasi, komitmen
organisasional dan orientasi pasar. Disamping itu perlu adanya penertiban terhadap
penyediaan fasilitas seperti toilet, tempat sampah dan informasi berupa brosure2
tentang destinasi wisata di Kota Manado wajib ada disetiap restoran.
5.10. Keterbatasan Penelitian.
Penelitian yang dilakukan ini tidak lepas dari keterbatasan yang berakibat
kurang sempurnanya penelitian ini. Berikut beberapa keterbatasan dari penelitian ini.
189
1. Sampel penelitian ini hanya berasal dari satu organisasi pada industry
pariwisata, yakni restoran. Oleh sebab itu pada penelitian kedepan dapat dilakukan
pada organisasi yang lain sehingga penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk
mengontrol hasilnya pada organisasi yang lain ataupun daerah yang lain.
2. Pengukuran variable-variabel penelitian berdasarkan persepsi responden
sangat dipengaruhi oleh daya ingat responden, penilaian pada dirinya sendiri
sehingga memungkinkan terjadinya bias dalam pengukuran
3. Kesibukan dan keterbatasan waktu responden pada saat mengisi atau
memberikan jawaban terhadap kuesioner mempengaruhi jawaban responden ketika
menggambarkan gejala atau fenomena yang terjadi dilingkungan kerjanya.
4. Hasil penelitian yang dilakukan pada restoran di kota Manado memiliki
karakteristik yang mungkin saja berbeda dengan restoran di kota atau kabupaten
yang lain.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil kajian terhadap model penelitian yang terdiri dari
variabel internal marketing, budaya organisasi, komitmen organisasional dan
orientasi pasar maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan internal marketing yang semakin baik diharapkan mampu
menciptakan orientasi pasar yang semakin baik pula pada restoran yang ada
di Kota Manado.
2. Pengaruh langsung internal marketing terhadap budaya organisasi dan
pengaruh langsung budaya organisasi terhadap orientasi pasar, keduanya
signifikan sehingga budaya organisasi menjadi variable mediasi bagi
hubungan internal marketing dan orientasi pasar. Makin baik implementasi
internal marketing dapat mendorong menguatnya budaya organisasi, hal
tersebut akan meningkatkan orientasi pasar.
3. Internal Marketing memiliki pengaruh positif terhadap komitmen
organisasional tetapi komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh pada
orientasi pasar. Sehingga dapat di simpulkan bahwa komitmen
organisasional bukan merupakan variable mediasi pada hubungan internal
marketing dan orientasi pasar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
tingginya penerapan internal marketing mendorong karyawan semakin
190
berkomitmen tetapi belum mampu meningkatkan perilaku berorientasi pasar.
Karyawan lebih termotivasi untuk bekerja didasarkan pada reward yang
diperoleh. Restoran di kota Manado tidak menjanjikan kenaikan jenjang
karier sehingga komitmen karyawan tidak menjadi prioritas.
6.2. Saran
Berdasarkan temuan penelitian maka saran yang dapat disampaikan
sebagai berikut:
1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan pada industry pariwisata pada
organisasi yang berbeda atau juga dapat dilakukan pada industry yang
berbeda sehingga dapat di jadikan bahan pembanding mengenai pengaruh
dari masing-masing variable. Terutama pengaruh variable komitmen
organisasional terhadap orientasi pasar yang pada penelitian ini
mendapatkan hasil yang tidak signifikan.
2. Sebaiknya restoran di kota Manado agar selalu dapat memperhatikan
serta meningkatkan strategi reward seperti penghargaan yang sesuai dengan
tujuan bisnis mereka, karyawan menerima informasi tentang persyaratan
untuk memperoleh penghargaan, memotivasi karyawan untuk berprestasi.
3. Kerjasama dalam tim, berkomitmen dan peduli terhadap restoran,
menciptakan produk yang unik, unggul di pasar dan efisiensi dalam kegiatan
delivery sebaiknya mendapatkan perhatian dari restoran di kota Manado
4. Agar tidak terjadi perpindahan tempat kerja maka restoran
harusmenciptakan suasana yang membuat karyawan loyal.
191
5. Restoran di Kota Manado perlu untuk selalu mengamati kebutuhan
konsumennya, secara berkala menganalisis perubahan kebutuhan
konsumen, cepat memperoleh informasi tentang perubahan kebutuhan
konsumen.
6. Menguji pengaruh budaya organisasi terhadap orientasi pasar yang
dimediasi oleh komitmen organisasional.
DAFTAR PUSTAKA
Abzari Mehdi Hassan Ghorbani, Fatemeh Alsadat Madani, (2011), The effect ofInternal Marketing on Organizational Commitment from MarketOrientation View Point in Hotel Industy in Iran. International Journal ofMarketing Studies, Vol. 3 No. 1, pp 147-155
Ahmed, P. K., Rafiq, M., (2003), Commentary: Internal Marketing Issues AndChallenges . European Journal of Marketing Vol. 37 No. 9 : pp 1177 –1186.
Ahmed P.K., Rafiq M., Saad N.M., (2003b), Internal marketing and The mediatingrole of organizational compencies, European Journal of Marketing Vol 37N0. 9pp. 1221-1241
AkroushM. N., A. A.Abu-ElSamen , G. A.Samawi, A. L.Odetallah, (2013). Internalmarketing and service quality in restaurants, Marketing Intelligence &Planning, Vol 31 No.4 pp. 304-336.
Aldag, R. and Reschke, W. (1997), Employee value added: MeasuringDiscretionary Effort and its value to the organization. Centre fororganization Effectiveness, Inc. 608/833-3332. p 1-8
Ali, N. (2012). An Exploratory Study Into The Implementation Of InternalMarketing In Small Insurance Brokers In The United Kingdom. Journal ofFinance Service Marketing, Vol. 17 No. 3 pp 242-254.
Andaria K. S., Marsoedi, Arfiati D., Hakim L., Soemarno,(2013),StakeholderAnalysis for Coastal Tourism evelopment in Bangka Island, NorthSulawesi Indonesia. Journal of Basic and Applied Scientific Research Vol3. Num1. pp 1043-1050
Andriotis, Konstantinos;Agiomirgianakis, George;Mihiotis, (2008), AthanasiosMeasuring tourist satisfaction: A factor-cluster segmentation approachJournal of Vacation Marketing; Jul 2008; Vol 14,No. 3; pp 221-235
Anshori, Mohamad Yusak Pengaruh Orientasi Pasar, (2011), Intellectual Capital,Dan Orientasi Pembelajaran Terhadap Inovasistudi Kasus Pada IndustriHotel Di Jawa Timur, Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 3 | Desember2010 - Maret 2011 pp 317 - 329
Appiah-Adu Kwaku dan C. Blankson, (1998), Business Strategy, OrganizationalCulture, and Market Orientation, Thunderbird International BusinessReview ( 1986-1998) Vol 40, No. 3 Pp. 235-256
193
Aulo Grace Mbabazi, (2013), Sustainable growth and development Role oftourism in development: A case for Uganda, UNCTAD Single-year ExpertMeeting on Tourism’s Contribution to Sustainable Development Geneva,Palais des Nations, Salle XXVI.
Avlonitis, G J., and Gounaris, S.P. (1999), “Marketing Orientation andItsDeterminants: An Empirical Analysis”, European Journal of Marketing.Vol. 33, No.11/12, pp. 1003-1037.
Awwad M. S and Dj. A. M. Agti, (2011), The Impact of Internal Marketing onCommercial bank’s Market Orientation, International Journal of Bankmarketing, Vol 29 No.4, pp 308-332
Balaguer, Jacint And Cantavella-Jorda, Manuel, (2002),Tourism As A Long-RunEconomic Growth Factor: The Spanish Case. Applied Economics, 2002,34, pp 877-884 .
Bawumia , M . , Owusu-Danso , T . and McIntyre , A . ( 2008 ) Ghana’s reformsits financial sector . IMF Survey Magazine:Countries & Regions .
Bouranta N, Mavridoglou G, Kyriaopoulos P, (2005), The Impact of InternalMarketing of Market Orientation Concept and their Effects to BankPerformance. Operation Research, An International Journal. Vol 5 No 2.pp 349-362
Berry, L. L. ( 1981 ) The employee as customer . Journal of Retail Marketing Vol.3,No. 1, pp. 33 – 40.
Berry L. L., (1995), Relationship Marketing of Services Growing Interest,Emerging Perspectives, Journal of the Academy of Marketing Science. Vol.23, No. 4, pp. 236-245.
Burton, D. ( 1994 ) Financial Services and the Customer . London: Routledge .
Business Wire, (2004), Research and Markets: Travel & Tourism In China:Tourism-Related Foreign Exchange Projected to reach US$ 40 billion by2010, 04 May 2004:
Brooks, Roger F., Lings, Ian N., Botschen, Martina A, (1999),Internal marketingand customer driven wavefronts, The Service Industries Journal; Oct1999; 19, 4; p. 49- 60
Caruana, A.. and Calleya, P.,(1998),The Effect Of Internal Marketing OnOrganizational Commitment Among Retail Bank Managers . InternationalJournal of Bank Marketing Vol.16 No.3 pp 108 – 116 .
Cammeron K. E. and Quinn R. (2006), Diagnosing and changing OrganizationalCulture,based on the competing values framework, Revised edition. TheJossey-Bas Business and Management series.
194
Chang dan Chang, (2007), Effect of internal marketing on nurse job satisfactionand organizational commitment: example of medical centers in sothrenTaiwan, Journal of nursing research. Vol 15 No.4 pp. 265-274
Cichy, R.F., Cha, J.M. and Kim, S.H. (2009), “The relationship betweenorganizational commitment and contextual performance among privateclub leaders”, International Journal of Hospitality Management, Vol. 28, pp53-62.
Chebat, J. C. and Kollias, P., (2000), The impact of empowerment on CustomerContact Employees’ Roles in Service Organizations,Journal ServiceVol .3No.1, pp 66-81,
Chi K. H., Yeh R. H., Chiou CY., (2008),The Mediating Effects of InternalMarketing on Transformational Leadership and Job performance ofInsurance Salespersons in Taiwan. The Business Review, Cambridge,Vol 11 Num 1 Dec 2008 pp 173 – 182
Cooper, D.R. dan Emory, C.W. (1995). Business Research Methods. US: Irwin
Clercq, Dirk De;Rius, Imanol Belausteguigoitia,(2007), OrganizationalCommitment in Mexican Small and Medium-Sized Firms:the role of workstatus,organizational climate and entrepreneurial orientation.Journal ofSmall Business Management; Oct 2007; 45, 4; pp 467-490
Deshpandé, Rohit, J. U. Farley, and F E Webster Jr. (1993), "Corporate Culture,Customer Orientation, and Innovativeness in Japanese Firms: A QuadradAnalysis." Journal of Marketing 57, no. 1 (January, 1993): pp 23 - 37.
Durbarry, Ramesh,(2004). Tourism and economic growth: the case ofMauritius.Tourism Economics, Volume 10, Number 4, December 2004, pp389-401
Dwairi Musa, Iman Akour, and Waleed Sayyer, (2012), Antecedents AndConsequences Of Market Orientation In Public Sector In The Kingdom OfBahrain, International Conference on Business, Economics, Managementand Behavioral Sciences
Esfahani A. N., M. R. Dalvi, F. Sefiddashti, (2013), An Investigation of the Impactof Internal Marketing on Organization Silence (Case Study: TaxAdministration of Isfahan City), Journal of Basic and Applied ScientificResearch, Vol. 3, No. 2, pp. 413-421
Ewing M. T. Caruana A (1999) The Marketing and human resources an internalmarketing approach to public sector management.International Journal ofpublic sector management, Vol 12 No. 1 pp. 17-26
Ferrell O.C. J. Fraedrich, Ferrel L., (2011), Bussiness Ethics: Ethical Decisionmaking and Cases manson , OH: South Western Cengange Learning
195
Foreman , S . K . and Money , A . H . ( 1995 ) Internal marketing: Concepts,measurement and application .Journal of Marketing Management 11 (8) :pp 755 – 768 .
Farzad, A., Nahavandi, N. and Caruana, A. (2008), “The effect of internalmarketing on organizational commitment in Iranian banks”, AmericanJournal of Applied Sciences, Vol. 5 No. 11, pp1480-6.
Fisk, R. P. , Brown, S. W. and Bitner, M. J. ( 1993 ) Tracking the evolution of theservices marketing literature.Journal of Retailing 69 (1) : pp 61 – 103 .
George, W. (1990), “Internal marketing and organizational behavior: Apartnership in developing customer-conscious employees at every Level,”Journal of Business Research, 20(1): pp 63-70.
Gibson J.L. Ivancevich J.M. Donnelly J.H. (1997), Organisasi : Perilaku, strukturdan proses, Edisi kedelapan jilid 2, Alih Bahasa, Nunuk Adiarni, ErlanggaJakarta
Ghorbani H., S. M. Abdollahi, I. N. Mondanipour, (2013), An Empirikal Study onthe imacts of Market Oriented and Innovatioa On New Product Success(Case study: Food Manufactureers in Isfahan, Iran), International Journalof Academic research in Business and Social Sciences, Vol 3 No. 9, pp.315-326
Gounaris S (2008). The Notion Of Internal Market Orientation And Employee JobSatisfaction: Some Preliminary Evidence. Journal Service Market. Vol 22No.1 pp 68-90
Gounaris S., (2008 b)., Antecendents of Internal Marketing Practice: SomePreliminary Empirical Evidence, International Journal of Service IndustryManagement Vol 19 N0.3 pp 400-434
Gounaris S, A. Vassilikopoulou and K. C. Chatzipanagiotou, (2009), IntenalMarket Orientation: Misconceived Aspect Of Marketing Theory. EuropeanJournal Of marketing Vol. 44 No 11/12 2010 pp 1667-1699
GreenK. W. Jr., R. McGaughey, K. M. Casey, (2006) Does supply chainmanagement strategy mediate the association between market orientationand organizational performance?, Supply Chain Management: AnInternational Journal, Vol. 11, INo. 5, pp.407 – 414
Greene, W. E., Walls, G. D. dan Scbrest, L. J., ( 1994 ) Internal marketing: Thekey to external marketing success .Journal of Services Marketing 8 (4) :pp 5 – 13 .
Grönroos, C. (1985). Internal marketing – theory and practice,AmericanMarketing Association’s Services Conference Proceedings, AmericanMarketing Association, Chicago, IL,41-7
196
Hofstede,G. (1991),Cultures and Organizations: Structure of the Mind. London:McGraw-Hill.
Hajipour Bahman And Mehdi Ghanavati, (2012),The Impact Of MarketOrientation And Organizational Culture On The Performance: Case StudyOf Smes Journal Of Contemporary Management
Haley Gordon R.,(2003),The Relationship Between Burnout And OrganizationalCommitment In Academic Oncologists, Dissertation,H. Wayne HuizengaSchool Of Business And Entrepreneurship Nova Southeastern University
Hampton Mark P. (1998),Backpacker Tourism And EconomicDevelopment.Annals Of Tourism Research. Vol. 25, No. 3, pp 639–660
Hasangholipour T, Manouchehr A, Akram E. G., YoushanloueiH. R., (2012),Impact Of Internal Marketing On MarketOriented Considering MediatoryVariables Of Organizational Commitment And Organizational CitizenshipBehavior: Case Of Mellat Bank Of Tehran.New Marketing ResarchJournal. Vol 2, No.1.
Hatch Mary Jo and Majken Schultz, (1997) "Relations between organizationalculture, identity and image",European Journal of Marketing, Vol. 31 Iss:5/6, pp.356 – 365.
Herlina T. (1998) Sumber Daya Manusia dan keunggulan kompetitif yangbekesinambungan, suatu perspektif berbasis kompetensi, Usahawan No.09 Th XXVII Bulan Desember
Herington Carmel, Lester W Johnson and Don Scott, (2006), internal relationship:linking practitioner literature and relationship marketing theory.EuropeanBusiness Review, Vol. 18, No. 5,pp. 364-381
Hiborang (2014), Meydrikson, Strategi Pengelolaan Pariwisata Oleh DinasKebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Kepuluan Sitaro, Program StudiIlmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial DanPolitik Universitas Sam Ratulangi Manado.
Ho, Robert, (2006). Handbook Of Univariate And Multivariate Data Analysis AndInterpretation With SPSS. Taylor And Franciss Group. Broken SoundParkway. New York
Hogg, G. and Dunne, A. and Carter, Sara (1998) Investing in People: InternalMarketing and Corporate Culture.Journal of Marketing Management, 14.pp. 879-895. ISSN 0267257X (paper) ; pp 1472-1376
Hsin Kuang Chi, (2008),The mediating effects of internal marketing ontransformational leadership and job performance of insurancesalespersons in Taiwan. The business review, Vol. 11, No. 1.
197
Indonesia's Official Tourism Website http://www.indonesia.travel. 31 oktober2014
Iivari, Netta, 1989, Organizational Change - Identifying A Realistic Position ForProspective Is Research. , University Of Oulu, P.O. Box 3000, 90014Oulu, Finland, International Labour Organization (ILO)
Javadein S.R. Seyed, H. Rayej, M. Estiri and H. Ghorbani, (2011),The Role ofInternal Marketing in Creation of Sustainable Competitive Advantages.Trends in. Applied Sciences Research, Vol. 6, pp. 364-374.
Jaworski, B. J., Kohli, Ajay K, (1993),Market orientation: Antecedents andconsequences. Journal of Marketing, Vol. 57, No.3, pp. 53-70
Judeh, Mahfuz (2011),Role Ambiguity and Role Conflict as Mediators of theRelationship between Orientation and Organizational CommitmentInternational Business Research Vol. 4, No. 3
Karinda,Johnny, (2013)Mewujudkan Manado Tujuan Utama Pariwisata Jumat,Media Kajian Dan Informasi Tataruang Indonesia Kasubdin ProgramDisparbud Manado. tataruangindonesia.com
Kasper H., (2002), Culture and Leadership in Market-Oriented ServiceOrganisation, European Journal of Marketing, Vol 36, No. 9, pp. 1047-1057
Kaurav R. P. S. dan M. Prakash, (2013), How Internal Marketing ProducesQuality In Tourism and Tourism Related Businesses? Productivity, Vol. 53,No. 4, pp. 311-319
Kotler J.P. dan Heskett J.L. (1992), Corporate Culture And Performance, TheFree Press, New York, NY.
Kennedy, K.N., Lassk, F.G. & Goolsby, J.R. (2002), “Customer mind-set ofemployees throughout the organisation”, Journal of the Academy ofMarketing Science, Vol.30, No.2, pp.159-171.
Kirca Ahmet H., Satish Jayachandran, & William O. Bearden, (2005), MarketOrientation: A Meta-Analytic Review and Assessment of Its Antecedentsand Impact on, PerformanceJournal of Marketing, Vol. 69 (April 2005), pp24–41
Kohli, Ajay K and Bernard J Jaworski, (1990),Market orientation: the constructResearch Proposition and management implication:Journal ofmarketing,Vol 54 No.4 pp 1-18
Kotler, Philip. (2000),Marketing Management: Edisi Milenium,InternationalEdition. Prentice Hall International, Inc, New Jersey
198
Kotler P dan Keller K. L., (2009), Manajemen Pemasaran, Edisi ke 13 BahasaIndonesia. Penerbit Erlangga Jakarta.
Kurtinaitiene, J. (2005). Marketing orientation in the European Union mobiletelecommunication market, Marketing Intelligence and Planning, Vol. 23,No. 1, pp. 104 -113
Kyriazopoulos, P., Yannacopoulos, D., Spyriadakos, A., Sisoko, M. andGrigoroudis, E. (2007), Implementation internal marketing throughemployees’ motivation,POMS 18th Annual Conference, Dallas, Texas,USA, pp. 1-36.
Lee Chuan., Wen-Jung Chen, (2005), The Effects of Internal Marketing andOrganizational Culture on Knowledge Management in the InformationTechnology Industry.International Journal of Management, Vol 22 No. 4.
Lee, Kam‐Hon, (1981) "Ethical Beliefs in Marketing Management: aCross‐Cultural Study",European Journal of Marketing, Vol. 15 No. 1,pp.58 – 67
Leisen Birgit et al, (2002), The Effect Of Organizational Culture And MarketOrientation On The Effectiveness Of Strategic Marketing Alliances.Journal of Service marketing 16;2/3. pp 201 – 222
Lin, Hsing-er and Edward F. McDonough, (2010)., investigating the role ofleadership and organizational culture in foresting innovationAmbidexterity.IEEE Transactions On Engineering Management, Vol. 58, No. 3. pp. 497-509.
Lings, I.N. (2000), “The impact of internal market orientation on external marketorientation and business performance: an empirical study of the UK retailmarket”, ANZMAC , pp. 1-5.
Lings I. N. (2002). Internal Market Orientation, Market Orientation and FinancialPerformance; Some Empirical Evidence Aston University, UK ANZMACConference Proceedings
Lings, I.N. (2004),Internal market orientation construct market orientation,Journalof Business Research, Vol. 57, pp. 405-13.
Lings I. N. and G. E. Greenley (2005)Measuring internal market orientation,Journal of service research, Vol 7 No. 3 pp. 290-305
Lings I. N. and G. E. Greenley (2009).Internal market Orientation and marketOriented Behaviors. Journal Of Service Manajemen, Vol 21 no 3 2010.pp. 321-343.
Liou Shwu-Ru, (2007), The Relationships between Collectivist Orientation,Perception of Practice Environment, Organizational Commitment, and
199
Intention to Leave Current Job among Asian Nurses Working in the U.S.Dissertation, The University of Texas at Austin
Locander, W.B., Hamilton, F., Ladik, D. & Stuart, J. (2002), Developing aleadershiprichculture: The missing link to creating a market-focusedorganization, Journal ofMarket-Focused Management,Vol.2. pp. 149-163
Luthans Fred (2006). Perilaku Organisasi, edisi bahasa Indonesia Alih bahasa:Vivin Andika dkk. Penerbit Andi, Jogyakarta.
Malhotra, N.K. (2004),Marketing Research: An Applied Orientation. 4th Edition.New Jersey: Pearson Education Inc.
Mathieu, J. and Zajac, D. (1990), A review ofmeta-analysis of the antecedents,correlatesand consequences of organizational commitment,PsychologicalBulletin, Vol. 108 No. 2,pp. 171-94.
McCarthy, E. J. and Perreault, W.D(1984), Basic Marketing, 8th ed Richard D.Irwin, Inc., Homewood, IL.
McClure R.E (2010), The influence of organizational culture and conflict onmarket orientation, Journal of Business & Industrial marketing, Vol. 25,No. 7, pp. 514-524
Mckercher Bob, (2003), Sustainable Tourism Development – Guiding PrinciplesFor Planning And Management, The National Seminar On SustainableTourism Development Bishkek, Kyrgystan, November pp 5 – 9.
Meidan, A. (1984) Bank Marketing Management . London: Macmillan Publishers .
Mehdi Abzari, Ghorbani Hassan and Fatemeh Alsadat Madani. (2011),The Effectof Internal Marketing on Organizational Commitment from Market-Orientation Viewpoint in Hotel Industry in Iran,International Journal ofMarketing Studies No.01.
Messner, Wolfgang, (2013), Effect of organizational culture on employeecommitment in the Indian IT services sourcing industry, Journal of indianBusiness Research, Vol. 5 No. 2, pp. 76-100
Meyer John P. , Natalie J. Allen. (1991),A three-component conceptualization oforganizational commitment,Human Resource Management ReviewVol 1,No. 1, pp 61–89
Miner, J. B. (1992). The Motivation to work and work related attitudes andmotivation, Industrial Organizational Psychology
Misyer Mohamed Tajudin, Omar Musa And Normaziah Che Musa, (2012),EffectsOf Organizational Culture, Market Orientation, And InnovativenessToward New Product Performance Amongst Malaysians
200
Smes,International Journal Of Innovation And Business Strategy Vol. 01,December
Mowday, R.T. Porter, L.W. and Steers, R.M. (1979), The Measurement ofOrganizational commitment, Journal of vocational behaviour, Vol. 14, pp224-247
Murpy R, D. Peaks and J. Pope. (2008). The Marketing concept Implementation,Does it Affect Organizational Culture? The Business Review, CambridgeVol 9, No. 2. Summer, 2008
Narteh Bedman, (2012), Internal marketing and Employee Commitment:Evidence from the Ghanaian banking Industry.Journal of Financial ServiceMarketing, Volume 17 No. 4. pp. 284-300
Narver J. C. and Slater S. F. (1990) The Effect of Market orientation onBussiness Profitability,Journal of marketing, 20 (10) pp 20-25
Narver, J.C., Slater, S.F. & Tietje, B. (1998), “Creating a market orientation”,Journal of Market-Focused Management, Vol.3, No.2, pp.241-255.
Naude Pete, Desai J., murphy J., (2003),Identifying the Determinants of Internalmarketing Orientation.European Journal of Marketing, Vol 37 No. 9 pp.1206-1220
Niezgoda A. dan Bartosik-Purgat M, (2009) The effect of culture – related factorson tourist buying decisions: marketing implications for tourism firms.Poznan Univercity of Economics, Poland, Al Niepodleglosci V.10, pp 61-875.
Nikbin D., Saad N. N., Ismail Ishak, (2010),The Relationship between InternalMarketing and Implementation of Strategic Orientations in MalaysianService Industry.International Journal of Business and managementScience Vol 3 No. 1 pp 17 -37
Nikolaos Dritsakis, (2004),Tourism as a long-run economic growth factor: anempirical investigation for Greece using causality analysis.TourismEconomics, Volume 10, No. 3, pp 305-316
Nimran Umar, (1997), perilaku organisasi penerbit citra media Surabaya, cetakanpertama
Ng, Johny Ch. Y., and Ng, keith Y, (2014), Culture, organizational cultur, andorganizational climate: an integrative approach, Indian Journal Commerceand management Studies, Vol.5, No. 2.
Omotayo Oyeniyi, 2013,Organizational Commitment And Market Orientation OfNigerian Non-Oil Exporting Companies African Journal Of Economic AndManagement Studies Vol. 4 No. 1, pp. 95-108
201
Opoku R. A., Atuobi-Yiadom N, Chong C.S.and Abratt R., (2009). The Impact ofInternal marketing on the Perception of Service Quality in Retail Banking:A Ghanaian Case.Journal of Financial Service Marketing Vol 13 No. 4 pp.317-329.
Oriol I, Sauquet A. and Montana J, (2011), The role of corporate culture inrelationship marketing, European Journal of Marketing, Vol 45 No. 4 tahun201, pp. 631-650.
Patrick J. Murphy,(2006). A Conceptual History Of Entrepreneurial Thought.Journal Of Management History Vol. 12 No. 1, pp. 12-35
Papadimitriou Athanasios and Antonios Kargas, (2012),The relationshipbetween organizational culture and market orientation in the Greektelecommunication companies, Netnomics, Vol 13, pp 1–23
Papasolomou-Doukakis, I.,(2002), The role of employee development incustomer relations: The case of UK retail banks. CorporateCommunications: An International Journal Vol 7 No.1,pp 62 – 76 .
Papasolomou-Doukakis, I. (2002b), Internal Marketing: A Means For Creating ASales Or Marketing Orientation? The Case Of Uk Retail Banks. Journal OfMarketing Communications 8 pp 87–100
Papasolomou , I . And Kitchen , P. (2004) Internal Marketing In UK Banks:Conceptual Legitimacy Or Window Dressing?International Journal OfBank Marketing Vol. 22, No.6, pp 421 – 452.
Papasolomou, I. And Vrontis, D. (2006),Using Internal Marketing To Ignite TheCorporate Brand: The Case Of The UK Retail Bank Industry .Journal OfBrand Management Vol.14, No.12,pp. 177 – 195 .
Papasolomou, I. And Vrontis, D. (2006 b) Building Corporate Branding ThroughInternal Marketing: The Case Of The UK Retail Bank Industry.Journal OfProduct And Brand ManajemenVol. 15, No.1,pp 37-47
Pelham, A. and Wilson D. (1996), A Longitudinal Study of the Impact of marketStructure, Firm Structure and Market orientation Culture on Dimensions ofSmall - Firm Performance.Journal of Academy of Marketing Science Vol.24, No. 1, pp 27-43
Perry Taryn M., (2003), The Relationship Between Internal Service ComponentsAnd Organizational Commitment In Fine-Dining Restaurants,University OfNevada, Las Vegas
Pinho, Jos´e Carlos; Rodrigues, Ana Paula and Dibb, Sally (2014). The role ofcorporate culture, market orientation and organisational commitment inorganisational performance.Journal of Management Development,Vol.33,No.4, pp. 374–398.
202
Quester P.G., Kelly A., (1999), Internal Marketing Practice In The AustralianFinancial Sector: An Exploratory Study.Journal Of Aplied ManagementStudies, Vol. 8, No. 2,pp. 217-230
Raaij Erik M Van. And J.W. Stoelhorst, (2008), The Implementation Of A MarketOrientation A Review And Integration Of The Contributions To DateEuropean Journal Of Marketing Vol. 42 No. 11/12, pp. 1265-1293
Rafiq M. dan P. K. Ahmed, (2000), Advances in the Internal Marketing Concept:definition, Synthesis and Extension, Journal Of Services Marketing, Vol. 14,No. 6, pp.449-462
Ruekert, R. (1992), Developing a market orientation: an organizational strategyperspective, International Journal of Research in Marketing, Vol. 9, pp.225-45.
Ririmasse Heiskar, Edi Widjajanto, Jack Roebijoso, (2013),Effects of MapalusValue Culture on Human Resources Behavior and Performance ofHospital Management (General Center Hospital Kandou and GeneralHospital Bethesda Tomohon, Indonesia)Research on Humanities andSocial Sciences, Vol.3, No.14.
Robbins S.P. (1996), Perilaku Organisasi jilid 2, prehallindo, Jakarta
Rodenburg Eric E.(1980). The Effects Of Scale In Economic Development:Tourism In Bali, Annals Of Tourism ResearchVolume 7, Issue 2, 1980, pp177–196
Roux, Ysaline And Couppey, Mathieu, (2007),Investigating The RelationshipBetween Entrepreneurial And Market Orientation Within Frenc Smes AndLinking It To Performance. Umea University
Salaki Reynalso Joshua, (2014), Membangun Karakter Generasi Muda MelaluiBudaya Mapalus Suku Minahasa, Jurnal Studi Sosial, Th. 6, No. 1, pp.47-52
Samtim Eko Putranto, (2003), Studi Mengenai Orientasi Strategi Dan KinerjaPemasaran, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia Vol.2, No. 1, pp 93 – 110
Saputra, Giska Adilah Sharfina, (2013), Enhacing Local Wisdom Through LocalContent Of Elementary School In Java, Indonesia Proceeding Of TheGlobal Summit On Educationpp 11-12 March 2013, Kuala Lumpur.
Sartini,.(2004), Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati.Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2
Satta, A. (2002), A typoogy of commitment: the role of commitment in softwareprocess improvement. Oulu University Library
203
Schein, E. (1996), “Culture: The missing concept in organization studies”,Administrative Science Quarterly, Vo. 41, pp 229-240.
Schein, Edgar H, (2004), Organizational culture and leadership, 3rd ed,California, Jossey Bass Inc..
Schein E. H. (2009), The Corporate Culture Survival Guide, San Fransisco, CA,Jossey-Bass
SelfRobin M., D. R. Self, J. Bell-Haynes,(2010),Marketing Tourism In TheGalapagos Islands: Ecotourism Or Greenwashing?International Business& Economics Research Journal,Vol. 9, No. 6, pp.111-118
Shafritz J.M. and Steven J. Ott, (1987), Classics of organization Theory,Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove, California
Shook, D. N. dan Hassan S. S., (1988), Marketing management in an Islamicbanking environment in search of innovative marketing concept .International Journal of Bank marketing Vol. 6,No.1,pp. 21 – 30 .
Shekary G. A., Moghadam S.K., Adaryany N. R., Moghadam I. H., (2012). TheImpact of Internal marketing on Organisational Commitment in BankingIndustry Through Structural Equation Model. Interdisciplinary Journal onContemporary Research In Business, Vol. 3, No. 9, pp. 18-30
Siguaw, J.A., Brown, G, and Widing, RJE. (1994), “The Influence of theMarketOrientation of the Firm on Sales Force Behaviour andAttitudes”,Journal ofMarketing Research. Vol. 31, pp. 106-16.
Sivaramakrishnan, S., Zhang, D., Delbaere, M. and Bruning, E. (2008), Therelationship between organizational commitment and market orientation,Journal of Strategic Marketing, Vol. 16, No. 1, pp. 55-73.
Solimun, (2014), Partial Least Square – PLS. Aplikasi Software SmartPLS 2 & 3.Program Studi Statistika fakultas MIPA. Universitas Brawijaya Malang.2014
Solomon Keelson, A, (2014), The Moderating Role Of Organizational CapabilitiesAnd Internal Marketing In Market Orientation And Business Success,Review Of Business And Finance Studies . Vol. 5 ,No. 1,
Sparks, B., Bowen, J., Klag, S. (2003). Restaurant and The Tourist Market,International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol 15, No1.
Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). PenerbirAlfabeta Bandung.
204
Supriyanto A.S. dan Maharani V. (2013), Metodologi Penelitian ManajemenSumber Daya Manusia Teori, Kuesioner dan Analisis Data, UIN-MalikiPress. Malang
Suryono Agus, (2006), Etos Kerja Birokrasi di Pemerintah Kota Malang,Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Taheri Fatemeh And Morteza Ghasemi, (2015),Investigating The Effect OfInternal Marketing On Market Orientation And OrganizationalPerformance In Airline Agencies Of Tehran Province, Indian Journal OfFundamental And Applied Life Sciences,Vol.5,No. 1, pp. 4301-4306
Taleghani Mohammad. 2010. Tourism as an Economic Development Tool.Journal of American Science, Vol. 6, No.11, pp. 412-416.
Tarigan, H. (2005), Kelembagaan Ketenagakerjaan Mapalus Pada MasyarakatMinahasa. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian DepartemenPertanian. Bogor.
Tortosa V, Moliner M. Sancez J. Sa J. (2009), Internal market orientation and itsinfluence on organisational performance,Europan Journal of MarketingVol. 43, No. 11/12, PP. 1435 - 1456
Tsai, Y. and Wu, S.W.S. (2006), “Internal marketing, organizational commitmentand service quality”, IEEE-Xplore, pp. 1-7.
Tsai Y, Wu S. W. S, Chang Sue-Ting, (2012). Internal marketing establishes theculture of market orientation. International Journal of OperationalManajement, Marketing and Services. Vol. 3, No. 1,
Tsiotsou Rodoula And Vanessa Ratten, (2010), Future Research Directions InTourism Marketing. Marketing Intelligence & Planning, Vol. 28, No. 4, Pp.533-544
Vasconcelos A. F. 2008. Braodening even more the Internal Marketing Concept.European Journal of Marketing Vol. 42, No. 11/12,pp. 1246-1264
Van Egeren, V. and S. O’Connor (1998), Drivers of market orientation andperformance in service firms,Journal of Services Marketing, Vol. 12, No.1, pp. 39-58.
Vazifehdoost Hossein, Sima Hooshmand and Ebrahim Dehafarin, (2012),TheEffects of Internal Marketing and Organizational Commitment on Bank’sSuccessInternational Journal of Business and Commerce Vol. 1, No. 9,pp. 01-15
Voola Ranjit, Aron O’cass, (2010), Implementing Competitive Strategies: TheRole Of Responsive And Proactive Market Orientations,European JournalOf Marketing, Vol. 44, No. 1/2,pp. 245-266
205
Voola Ranjit, G. Casimir and H. Haugen. 2003. JUDUL …ANZMAC 2003Conference Proceedings Adelaide 1-3 December 2003 pp 1165-1174
Voola R., Casimir G., Carlson J., AgnihotriM. Anushree, (2012), The effects ofmarket orientation, technological opportunism, and e-businessadoption onperformance: a moderated mediation analysis.Australasian MarketingJournal Vol. 20,pp. 136–146
Wibowo Lili A. (2008). Usaha jasa Pariwisata, Modul, disajikan pada Pendidikandan pelatihan Profesi Guru (PLPG) Bidang keahlian manajemen Bisnis.Bandung 15 Maret
Yan-Kai Fu, (2013), The influence of internal marketing by airlines on customer-oriented behavior: A test of the mediating effect of emotional labor,Journal of Air Transport Management, Vol. 32, pp. 49-57
Yao Tianxiang, Minglei Shen, (2011),The effects of Chinese Culture on InternalManagement and Marketing Strategies Case Study on Coca-Cola (China)and NEC (China)Study programme in Master of Business AdministrationUniversity of Gavle
Yung-Ming Shiu & Tsu-Wei Yu,(2010), Internal marketing, organisational culture,job satisfaction, and organisational performance in non-life insurance TheService Industries Journal, Vpl. 30 No.06, pp 793-809
Vasconcelos A. F., (2008), Broadening even more the internal marketingconcept, European Journal of Marketing, Vol. 42 No. 11/12, pp. 246-1264
Vazifehdoost Hossein, Sima Hooshmand dan Ebrahim Dehafarin, (2012), TheEffects of Internal Marketing and Organizational Commitment on Bank’sSuccess,International Journal of Business and Commerce Vol. 1, No. 9,pp. 01-15
Wasmer D.J. , Gordon C. Bruner II, (1991) Using Organizational Culture toDesign Internal Marketing Strategies,Journal of Services Marketing, Vol.5,No.1, pp.35 - 46
Zaman K., N.Javaid, A. Arshad, S. Bibi (2012).Impact Of Internal Marketing OnMarket Orientation And Business Performance. International Journal OfBusiness And Social Science, Vol. 3 No. 12
Http://Parekraf.Go.Id/Asp/Detil.Asp?C=117&Id=1198... Ranking DevisaPariwisata Terhadap 10 Ekspor Barang Terbesar, 2007 – 2011. DiunggahPada 12 Mei 2014 Pkl. 17.13
http://parekraf.go.id/userfiles/file/winus%202008%20-%202012.pdf ( kementrianpariwisata dan ekonomi kreatif ) 12 Mei 2014 pkl. 17.13
206
http://parekraf.go.id/userfiles/6193_2185-maret2011.pdf Jumlah KunjunganWisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk Dan Kebangsaan BulanJanuari - Maret 2014 .
http://www.antaranews.com/en/news/71168/time-for-n-maluku-to-become-tourist-destination. Maluku to become tourist destination Sun,
http://web.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=125&id=1558 Pidato Menparekraf PadaKunjungan Ke Akademi Pariwisata Makassar
http://search.proquest.com/docview/859766552/fulltext/F2A5E082B6AF4B9DPQ/16?accountid=46437# Tourism Increases Foreign Exchange EarningsTargeted News Service [Washington, D.C] 04 Apr 2011.
……….Hongkong the fact, 2014, The Information Services Department, HongKong Special Administrative Region Government October 2014. GovHKWebsite: http://www.gov.hk
………….. Tourism Strategi, 2014. Official Website Of The City Of Johannesburg,11 Nov 2014
……….Overview of Tourism Sector in Mauritius , 2014, Ministry of Tourism andLeisure, Republic of Mauritius
……Tourism can contribute to the three pillars of sustainability, World TourismOrganization UNWTO PR No. PR12041, Rio de Janeiro,Madrid,22 Jun 12
………..We will grow a four pillar economy , 27 August, 2014 Campbell NewmanPremier of Queensland, Queensland Government.
……...Analisis Ekonomi dan Fiskal Provinsi Sulawesi Utara Triwulan III-2013www.fiskal.depkeu.go.id
………..BeritaResmi Statistik No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014
……….Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 28/05/71/Th. VII, 6 Mei2013
……….Berita Resmi Statistik No. 32/05/Th. XVII, 2 Mei 2014
………Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Propinsi Sulawesi Utara, 2015
……….United Nation World Tourism Organization, 2012