malunion fraktur
-
Upload
monztersial -
Category
Documents
-
view
444 -
download
38
Transcript of malunion fraktur
PRESENTASI KASUS
MALUNION FRAKTUR 1/3 DISTAL FEMUR DEXTRA
PENYUSUN
YURIKE NATALIE ( 030.08.266 )
PEMBIMBING
dr. Moch.Nagieb, Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 23 JULI – 29 SEPTEMBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah diskontinuitas tulang, tulang rawan, tulang rawan epifisis baik yang
bersifat total maupun parsial. Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union
secara klinis dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan
pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur,
pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya adanya atau perasaan nyeri pada
penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila
tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat ditemukan adanya medula
atau ruangan dalam daerah fraktur.
Pada proses penyembuhan tulang dapat terjadi hasil yang tidak diinginkan, dimana
tulang menyatu sesuai dengan harapan, baik cara penyatuan maupun waktu terjadinya
penyatuan. Proses penyembuhan yang dimaksud adalah malunion, delayed nonunion dan
union.
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Acep Rona
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl Pegangsaan Dua No 55 Rt 03 Rw 01
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Jawa
Pendidikan : SMK
Tanggal Masuk RS : 29 Juli 2012
ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 29 Juli 2012
Keluhan Utama : Sakit di paha kanan
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang pada tanggal 29 Juli 2012 dengan orangtua nya. Pasien mengeluh nyeri di paha
kanan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hanya pada satu tempat dan tidak
menjalar ke daerah lain. Pasien mengaku bahwa 3 bulan yang lalu mengalami patah tulang,
dikarenakan saat Pasien mengendarai motor dengan kecepatan ±40 km/jam menabrak motor
yang ada didepannya lalu Pasien terjatuh ke arah kanan. Pasien mengaku memakai helm,
pada saat kejadian kaki tidak bisa diangkat, pada daerah paha tampak bengkak dan sakit,
tidak pingsan, tidak pusing, tidak muntah, tidak sesak, tidak nyeri pada perut, tidak ada
perdarahan. Pasien juga mengaku tidak BAK dan BAB secara spontan pada saat kejadian.
Setelah kejadian Pasien dibawa ke rumah sakit Intan Barokah, Karawang lalu di rumah sakit
menurut Pasien , dokter IGD menjelaskan bahwa harus dilakukan operasi pemasangan pen
namun kakak Pasien menakut-nakuti Pasien dengan mengatakan tidak akan memberi obat
bius sehingga Pasien ketakutan dan menolak untuk dilakukan operasi dan hanya dilakukan
tindakan bidai. Pasien akhirnya pulang hari itu juga ke rumah dan dengan saran kakak nya
Pasien dibawa ke dukun pijat. Awalnya ke dukun pijat di daerah Karawang, dikatakan harus
membayar Rp 25.000.000,- sampai sembuh namun karena keluarga tidak mempunyai duit
sebanyak itu maka keluarga memutuskan untuk hanya menginap 4-5 hari dengan biaya Rp
1.200.000,-. Lalu Pasien pulang ke rumah dan memanggil tukang pijat 1 minggu 2x pijat
dengan biaya Rp. 300.000,-. Setelah itu Pasien dibawa ke kampung dan diurut kembali oleh
tukang urut dengan biaya Rp 50.000,- seminggu, menurut tukang urut ini, Pasien diharuskan
memakai tongkat. Lalu ketika Pasien harus masuk sekolah, Pasien pergi dari kampung dan
balik ke Karawang, sehingga Pasien pergi ke tukang urut di Karawang 3 hari sekali dengan
biaya Rp 30.000,- per 3 hari, dan menurut tukang urut ini Pasien dilarang untuk memakai
tongkat sehingga Pasien tidak memakai tongkat lagi namun karena Pasien tidak merasa ada
perubahan pada kakinya sehingga setelah beberapa kali ke tukang pijat ini, Pasien tidak
datang lagi. Suatu ketika saat di sekolah Pasien merasa paha kanan nya sangat sakit dan
akhirnya Pasien dibawa ke dukun patah tulang Guru Singa, ketika diperiksa dikatakan bahwa
mereka tidak menjamin 100% kesembuhan Pasien lalu menyarankan untuk dirujuk ke Rumah
Sakit, dan karena keluarga lebih gampang mengurus surat untuk ke RSUD Koja, maka
keluarga memasukkan Pasien ke RSUD Koja. Pasien dipijat oleh dukun pijat ± 20 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os mengaku selama 3 bulan, Os dipijat oleh dukun pijat 20 kali, penyakit lain disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama. Riwayat penyakit hipertensi,kencing
manis, asma dan keganasan pada anggota keluarga disangkal oleh OS
Riwayat Pengobatan :
Selama 3 bulan, Os dipijat oleh dukun pijat 20 kali.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Os rajin berolahraga seperti karate.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36°C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 45 kg
Keadaan Gizi : Baik
Status Generalis :
Kepala
Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
terdapat jejas maupus benjolan
Mata
Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak lagsung (+/+).
Telinga
Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen (+/+), membran
timpani utuh, benda asing (-/-).
Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), tidak
hiperemis, sekret (-/-).
Mulut
Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral hygiene
baik.
Leher
Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan (-)
Thorax
Paru – Paru
Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-),
jejas (-),oedem (-), hematom (-), deformitas (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Genitalia
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri
Ekstremitas
Kanan Kiri
Otot Eutrofi Eutrofi
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakkan Aktif terbatas Aktif
Kekuatan Normal Normal
Oedema Ada Tidak ada
Status lokalis regio femur dekstra :
Look :- (+) pembengkakan di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi
- (+) deformitas
Feel :- (+) pembengkakan di tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba
keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”
-
Apperant Lenght Kanan 65 Kiri 68
True Lenght Kanan 84 Kiri 87
Anatomical Lenght Kanan 37 Kiri 40
Move :
- (-) krepitasi
- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri
LABORATORIUM
Tanggal 29 Juli 2012, jam 11.11 WIB
Hematologi
Hb : 13,9 (13,7-17,5 g/dl)
Leukosit : 8.300 (4.200-9.100/ul)
Hematokrit : 44 (40-51 %)
Trombosit : 330.000 (163.000-337.000/ul)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan foto rontgen regio Femur dextra dan foto thoraks PA
Foto regio femur dekstra setelah dilakukan refrakturisasi
RESUME
Pasien laki-laki umur 16 tahun datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan. Tiga bulan
sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kecelakaan motor. Motor yang dikendarainya
dengan kecepatan 40 km/jam menabrak motor yang ada didepannya lalu Os terjatuh ke arah
kanan dan terseret 1 m . Os mengaku memakai helm, pada saat kejadian kaki tidak bisa
diangkat, pada daerah paha tampak bengkak dan sakit, tidak pingsan, tidak pusing, tidak
muntah, tidak sesak, tidak nyeri pada perut, tidak ada perdarahan. Os juga mengaku tidak
BAK dan BAB secara spontan pada saat kejadian. Setelah kejadian Os dibawa ke rumah sakit
di daerah Karawang lalu di rumah sakit hanya di bidai. Os akhirnya pulang hari itu juga ke
rumah dan dibawa ke dukun pijat. Selama 3 bulan, Os dipijat oleh dukun pijat 20 kali.
Status lokalis regio femur dekstra :
Look :- (+) pembengkakan di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi
- (+) deformitas
Feel :- (+) pembengkakan di tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba
keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”
Apperant Lenght Kanan 65 Kiri 68
True Lenght Kanan 84 Kiri 87
Anatomical Lenght Kanan 37 Kiri 40
Move :
- (-) krepitasi
- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
Malunion 1/3 Femur Distal Dextra
Dasar diagnosis :
Malunion 1/3 Femur Distal Dextra karena pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien saat kejadian tidak dapat
mengangkat kakinya dan dalam 3 bulan tidak dibawa ke RS hanya dibawa ke dukun
pijat. Pada foto rontgen juga dapat dilihat adanya fraktur pada 1/3 femur distal dextra
dan sudah terdapat pemendekkan pada kaki kanannya.
PENATALAKSANAAN
Refrakturisasi Kallus
Pasang Skeletal Traction
ORIEF
Medikamentosa
Infus RL : D5 NaCl = 1:3/24 jam
Sopirom 2x1 g
Hypobac 3x500 mg
Ketopain 3x1 g
Non Medikamentosa
Diet Bebas
PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR FEMUR
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi
dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma
organ – organ lain.
Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita
harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur
yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus
merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur
neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung berarti
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak
langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
A. Fraktur Femur
II.1 Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap
dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup
(atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka.
II.2 Epidemiologi
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer,
telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :
1. Humerus
2. Radius/Ulna
3. Femur
4. Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur
collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari
60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua
ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita
laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang
femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
II.3 Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq
pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah
Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang – ulang.
Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget )
II.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam
beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi
Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan
tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut
rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan
tekanan pada sumbu femur keatas.
II.5 Gambaran Klinik
· Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai
yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat
menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur
pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan
curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas
jauh lebih mendukung.
· Tanda – tanda umum :
Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya
1. Syok atau perdarahan
2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera
3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)
· Tanda – tanda lokal
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
II.6 Diagnosis
· Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan
bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
· Pemeriksaan fisik :
- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan
lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis
dan tulang belakang.
II.7 Komplikasi
a. Early :
· Lokal :
- Vaskuler : compartement syndrome
Trauma vaskuler
- Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
· sistemik : emboli lemak
- Crush syndrome
- Emboli paru dan emboli lemak
b. Late :
- Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan,
atau rotasi) dalam waktu yang normal
- Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal
- Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
- Kekakuan sendi/kontraktur
II.8 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif :
- Proteksi
- Immobilisasi saja tanpa reposisi
- Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
- Traksi
1. Terapi operatif
- ORIF
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
- Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
- Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore
1. Tindakan debridement dan posisi terbuka
II.9 Penyembuhan fraktur :
1. Fase Peradangan :
Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen fraktur,
proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit
PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik
2. Fase Proliferasi :
Akibat jendalan darah 1 – 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung – ujung fragmen
fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel – sel yang baru
tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus
yang semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yabg bertambah
banyak dan terbentuklah permanen callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada
fraktur.
3. Fase Remodelling
Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya direabsorbsi
sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalianfungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema danperdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cederasudah
mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips,
bidaiatau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi
danmenstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksidisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikansedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction.Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal /
penjepitmelalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi antara lain:
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat
agarreduksi dapat dipertahankan
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang
harusbaik dan terasa nyaman.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Denganpendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup,
palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kanfragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi
NON UNION
Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah periode penyatuan yang jauh
lebih lama daripada periode normal
Ada 2 tipe :
1. Fibrous non union
Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan adanya potensi
penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid dalam waktu yang cukup dan
penghambat penyembuhan fraktur seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan
radiologis didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus mengindkusi
penyatuan dengan cangkok tulang autogen
2. Psedu arthrosis
Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang pembentukan sendi palsu
(pseudo arthrosis ) yang komplit dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial
( rongga lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat disatukan
bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok
tulang konselus autogen lebih efektif daripada cangkok kortex luas.
Penyebab :
Distraksi dan pemisahan fragmen
Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen
Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur
Persendian darah lokal buruk
Gejala klinis :
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai
yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak.
Deformitas jauh lebih mendukung.
DELAYED UNION
Jika interval waktu antara terjadinya trauma dan waktu penyambungan tulang telah cukup
tetapi berdasarkan hasil rontgen dan gejala klinis tulang masih belum menyatu.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain:
Reduksi yang tidak adekuat
Gangguan jaringan lunak
Imobilisasi yang tidak adekuat
Gangguan pembentukan tulang
Manajemen pembedahan yang kurang baik
Fiksasi interna yang tidak adekuat
MALUNION
Fragmen tulang menyatu pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekkan yang tidak dapat diterima)
Faktor penyebab :
Tidak tereduksinya fraktur secara cukup
Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan
Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif
Terapi
Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi anatomis.
Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas rotasional yang
nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang atau membutuhkan
osteoptomi dan fiksasi internal.
Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah
bentuknya sejalan dengan waktu, sedang deformitas rotasional tidak
Pada tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh
pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal: 149-153
2. Apley, A. G. Dan Louis Solomon, 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi Ketujuh. Penerbit Widya Medika, Jakarta
3. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara Medisina FK UI< Jakarta, 1987.
4. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de Jong, EGC, Jakarta, 1997.
5. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.
6. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor : Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta, 1995.