Mal Nutri Si

24
 TUGAS FP PJBL “ MALNUTRISI Oleh : NOVIAN ANDRIYA NTI 125070200111036 RGULR 2 PROGRAM ST UDI ILMU !PRA"AT AN FA!ULTAS !DO!TRAN UNIVRSITAS BRA"IJAYA MALANG 2015 DFINISI 1

description

tugas

Transcript of Mal Nutri Si

TUGAS FP PJBL

MALNUTRISI

Oleh :

NOVIAN ANDRIYANTI

125070200111036

REGULER 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015DEFINISIMalnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh.Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary, 2007).Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolute untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002)Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan masukan makanan yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah, 1997)Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam angka kecukupan gizi. (Depkes RI, 1999).Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. (A Aziz Alimul H,2008).KLASIFIKASI1. Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP)

KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et al, 2007). Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu:a. Kwashiorkor, ditandai dengan: edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembabdan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabutdan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.b. Marasmus, ditandai dengan: sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

c. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.2. Malnutrisi Mineral Mineral merupakan nutrien penting dan 4% tubuh manusia terdiri dari mineral. Mineral digolongkan menjadi dua jenis, yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral dibutuhkan lebih dari 100 mg perhari, antara lain kalsium (Ca), fosfor (P), natrium (Na), dan kalium (K), magnesium (Mg), sulfur (S), dan klorida (Cl). Mikromineral atau elemen renik ialah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg perhari, yaitu besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), dan selenium (Se). Masalah terbesar pada mineral adalah terjadinya defisiensi, teutama zat besi, kalsium, fosfor, magnesium, dan zink. Kadar zink yang rendah dapat menyebabkan gagal tumbuh aibat nutrisi.

Regulasi keseimbangan mineral di dalam tubuh merupakan proses yang kompleks. Diet ekstrim asupan mineral dapat menyebabkan sejumlah interaksi mineral-mineral yang dapat mengakibatkan defisiensi atau kelebihan mineral yang tidak diharapkan. Defisiensi juga dapat terjadi jika zat-zat dalam diet berinteraksi dengan mineral. Misalnya, zat besi, seng, dan kalsium dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan fitrat dan/atau oksalat (zat yang banyak terdaat dalam protein tanaman), yang mengganggu biovailabilitas mineral.3. Malnutrisi VitaminA. Vitamin Larut Lemak

Vitamin adalah nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil untuk berbagai peran dalam tubuh manusia. Vitamin dibagi menjadi dua kelompok: yang larut dalam air (B kompleks dan C) dan larut dalam lemak (A, D, E dan K). Tidak seperti vitamin yang larut dalam air yang perlu diganti secara teratur dalam tubuh, vitamin yang larut dalam lemak disimpan dalam jaringan hati dan lemak, dan dibuang jauh lebih lambat dari vitamin yang larut dalam air.

Karena vitamin yang larut dalam lemak disimpan untuk waktu yang lama, mereka umumnya menimbulkan risiko lebih besar untuk toksisitas dari vitamin yang larut air bila dikonsumsi berlebihan. Makan diet seimbang yang normal tidak akan menyebabkan toksisitas pada individu yang sehat. Namun, mengkonsumsi suplemen vitamin yang mengandung mega dosis vitamin A, D, E dan K dapat menyebabkan keracunan.

Pada anak, beberapa kondisi dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan vitamin. Hal ini sering terjadi pada ibu hamil dan bayi dengan kekurangan asupan makanan yang adekuat sejumlah vitamin. Kekurangan vitamin D sering terjadi, disebut juga rickets, karena ketidaktersediaan vitamin D hasil fortifikasi susu.B. Vitamin Larut Air

Substansi yang terdapat di dalam tubuh manusia terdiri dari vitamin, mineral, lemak dan beberapa substansi lainnya. Tubuh manusia membutuhkan sedikitnya 13 jenis vitamin, yang terdiri dari vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air. Vitamin larut dalam air adalah vitamin B complex dan vitamin C.

EPIDEMIOLOGIGizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Childrens Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak

di bawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi

tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (CWS, 2008).

Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah

peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Bentuk bahaya dari malnutrisi termasuk marasmus, kretinisme, kerusakan otak yang irreversible akibat defisiensi iodin, kebutaan, peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi,

dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO, 2004).

World Food Programme (WFP) memperkirakan 13 juta anak di Indonesia menderita malnutrisi. Ada beberapa wilayah di Indonesia, yang sekitar 50% bayi dan anak-anak mempunyai berat badan rendah. Survei yang dipublikasi oleh

Church World Service (CWS), pada suatu studi kasus di 4 daerah wilayah Timor Barat (Kupang, Timur Tengah Selatan (TTS), Timur Tengah Utara (TTU), dan Belu) menunjukkan sekitar 50% dari bayi dan anak-anak adalah underweight sedang dan/atau underweight berat. Bersama dengan Helen Keller International

dan UNICEF, CWS West Timor survei menyimpulkan 13,1% dari seluruh anak di bawah usia 5 tahun menderita malnutrisi akut, sedangkan 61,1% dari bayi baru lahir sampai umur 59 bulan menderita malnutrisi kronik (Church World Service

(CWS), 2008).Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%). Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%)Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semuakelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah)FAKTOR RESIKO1. Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

2. Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendahberkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.3. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.

4. Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Penyakit tersebut adalah:

a. Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathidan penyakitBlind loop.

b. Tuberkulosis :

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.

b. HIV AIDS

HIV merupakan singkatan dari human Immunodeficiencyvirus HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel manusia (terutama CD4 positive sel dan macrophages komponen komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien ketikasistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit.

5. Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragamanmakanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karenapengaruh kebiasaan, iklan,dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.

6. Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)jam setelah lahir.

Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang.

7. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajanantigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakitdan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat.

Macam-macam imunisasi antara lain:

a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 mlpada anak disuntikkan secara intrakutan.

b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.

c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga banyak digunakan.

d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi.

e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinyapenyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitupada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15 bulan.

g. Typhus abdominal: terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharide.

h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun.

j. HiB : Haemophilus influenzae tipe byang digunakan untuk mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur,imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3;p + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.PENATALAKSANAANPrinsip dasar penanganan 10 langkah utamaTatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak

dengan gizi buruk Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid.1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.Tatalaksana Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.

Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT.

Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.

Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.

Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.

Beri antibiotik.PemantauanJika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.

Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa atau gula 10%.

Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).PencegahanBeri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Diagnosis

Suhu aksilar < 35.5 C

Tatalaksana

Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.

Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5 C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5 C

Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari

Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering

Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis)

Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari

Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Diagnosis

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

Jangangunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.

Beri ReSoMal (rehydration solution for malnutrition) 70-100ml/kg BB dalam 12 jam secara oral atau melalui NGT

Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.

Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

Periksalah:

frekuensi napas

frekuensi nadi

frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.

Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

Pemberian F-75 sesegera mungkin

Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal

Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

Antibiotik spektrum luas

Vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.

Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari

Jika ada komplikasi(hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari

Ditambah: Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.

Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat adannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

Multivitamin

Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umurdosis

10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

ungkapan kasih sayang

lingkungan yang ceria

terapi bermain terstruktur selama 1530 menit per hari

aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan, bermain)10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi pemberian makan yang sering.

Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

mempunyai nafsu makan baik

menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

mempunyai waktu untuk mengasuh anak

memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan frekuensi)

mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh:

Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk melakukan supervisi dan pendampingan.

Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.DAFTAR PUSTAKA

Ikhwan, Muhammad. 2010. Prevalensi jenis kekurangan gizi pada anak umur bawah 5 tahun di RSUH Adam Malik 2008-2009. Medan : USUAli, Arsad Rahim. (2008). Penilaian Status Gizi Anak. Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar.

Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11

Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih bahasa monica ester, Jakarta, EGC

Diha, Muhammad. 2014. Malnutrisi. Surabaya : FIK Univ Muhammadiyah

KEMENKES RI. 2011. Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Jakarta : KEMENKES

Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan gizi buruk. Purwokerto : FKIK Univ Jendral Soedirman

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Fakultas Kedokteran UI. 2000. Pedoman Pengelolan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat.Jakarta

18