Makna Konotatif dalam Buku -...
Transcript of Makna Konotatif dalam Buku -...
Makna Konotatif dalam Buku
Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim Kajian terhadap Terjemahan H.A Razak dan H.Rais Lathief
Disusun oleh:
Leni Helpianti 10602400935
Jurusan Tarjamah
Fakultas Adab Dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2010
Makna Konotatif dalam Buku
Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim Kajian terhadap Terjemahan H.A Razak dan H.Rais Lathief
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh
Leni Helpianti
NIM: 106024000935
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
Drs. Ikhwan Azizi, MA
NIP: 195708161994031001
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil plagiat atau
merupakan hasil penjiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 September 2010
Leni Helpianti
ii
iii
ABSTRAK Leni Helpianti, Makna Konotatif dalam Buku Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim Kajian terhadap Terjemahan H. A Razak dan H. Rais Lathief, Jakarta: Jurusan Tarjamah Fakultas Adab & Humaniora, 2010 Secara teoritis penerjemahan merupakan suatu proses satu arah, yakni dari Bsu ke Bsa, atau yang disebut dengan Tsu ke Tsa. Kegiatan penerjemahan secara luas diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mngalihkan pesan atau makna, baik verbal maupun non verbal dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Untuk mengetahui dunia penerjemahan, para pakar penerjemah mendefinisikam penerjemahan dengan cara yang berbeda-beda, salah-satunya ialah, Catford (1965) mendefinisikan penerjemahan sebagai”the replacement of textual material in another language(TI)”( mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). konotasi adalah”makna yang mempunyai tautan fikiran, peranan, yang menimbulakan nilai rasa tertentu”. Seperti kata cantik dan manis. Kata cantik lebih umum dari kata manis, kata cantik memberikan gambaran umum tentang seorang wanita, sedangkan kata manis lebih cenderung bersifat perasaan atau mempunyai nilai rasa yang khusus dibandingkan dengan kata cantik. Kata cantik juga bisa disebut denotatif karena kata cantik mutlak mempunyai arti yang sebenarnya. Berdasarkan hasil penelitian terjemahan dalam hadîts Sahîh Muslim dalam bab zakat, peneliti masih banyak menemukan terjemahan yang menggunakan makna konotasi, dan pada terjemahan tersebut, penerjemah cenderung menerjemahkan hadis tersebut menggunakan metode penerjemahan bebas dan penerjemahan harfiah. Dalam penelitian ini banyak terjemahan yang mengandung makna konotasi disebabkan karena perubahan makna. .
iv
KATA PENGANTAR
Dengan perasaan gembira diiringi rasa syukur kepada Allah Swt, atas
segala nikmat, karunia hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini
bisa terselsaikan. Tanpa hidayah dan inayah Allah swt, tentunya penulisan skripsi
tidak mungkin terselasaikan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan keharibaan Nabi
Muhammad Saw, imam para rasul, berikut keluarga serta para sahabatnya dan
para pengikutnya hingga akhir zaman.
Begitu banyak kesulitan dan hambatan yang Penulis temui dalam
penyelesian skripsi ini. Namun begitu juga kemudahan yang tak terduga dan
harapan yang membuat Penulis menemukan semangat baru. Tentunya harapan
tersebut tidak akan datang tanpa bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan
kepada :
1. Dr.H. Abdul Wahid Hasyim, MA. selaku dekan fakultas Adab dan
Humaniora.
2. Drs. Ikhwan Azizi MA. Selaku ketua Jurusan Tarjamah, serta selaku
Pembimbing Skripsi penulis, dengan kesabaran dan kebijaksanaan serta
keluasan wawasan keilmuannya, beliau telah memberikan bimbingan serta
arahan dalam pembuatan skripsi ini. Dan tiada kenal lelah dalam
membimbing dan memotifasi.
3. DR.Saehuddin.M.Ag, Selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah yang selalu
memberikan bimbingan dukungan untuk penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Adab Dan Humaniora, khususnya jurusan
Tarjamah di antaranya: Moch. Syarief Hidayatullah,M Hum, Drs. A
Syatibi.MA, Dr. Sukron Kamil,M.Ag, Bunda Karlina, M.Hum, Dr.H.A.
Ismakun Ilyas,M.A. yang telah berbagi ilmu pengetahuan serta
pengalaman berharga kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
5. Orang tua penulis, Ayahanda Alm Asran dan Ibunda Hawamah yang tak
henti memberi semangat, do’a, cinta dan kasih sayang, demi kebahagian
v
penulis, serta berbagai dorongan yang tak terhingga baik moril maupun
materil untuk keberhasilan anak-anaknya.
6. Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Adab Dan Humaniora, Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan
dalam mencari referensi-referensi yang penulis butuhkan selama kuliah
dan dalam pembuatan skripsi.
7. Tim penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik dalam
penulisan skripsi kepada penulis, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
8. Kepada kakak-kakak penulis, Kusnayati, Sarna Susanti, Dedy Herlianto,
Terimah Kasih atas motifasi, dukungan serta Doa kalian yang tidak pernah
henti untuk kesuksesan penulis.
9. Kepada Indra Dinata, Denny, Rahmat, Hery, Terima kasih telah menemani
dan memberikan dukungan baik moril maupun material, serta motifasi
selama penulis menyelesaikan skripsi ini dan terimah kasih kalian sudah
memberikan kasih sayang dan cinta yang tulus selama penulis
menyelesaikan sekripsi ini. Semoga kelak hubungan kita baik.
10. Kepada kakak sepupu penulis Herda Susanti, terimah kasih atas dukungan
dan motifasinya terhadap penulis baik morel maupun material yang telah
diberikan kepada penulis dan selalu ada di saat penulis suka maupun duka.
Jasanya tidak akan pernah penulis lupakan
11. Kepada Sahabat Penulis, Siti Hamidah, Rina Indri Astuti, yang selalu ada
di saat suka maupun duka, semoga persahabatan kita selalu berjalan untuk
selamanya.
12. Seluruh teman-teman Jurusan Tarjamah angkatan 2006 Erna, Ofah, Yuli,
Yatmi, Fuad, Daus, Komeri, Nufza, dll yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, namun tidak mengurangi rasa persahabatan. kalian semualah yang
menjadikan penulis hidup dan lebih hidup dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Hanya harapan dan do’a serta Penulis berlindung dan berserah kepada
Allah Swt semoga Penulis kelak berguna bagi nusa dan bangsa dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya. Kepada seluruh pihak yang telah
vi
vii
membantu kelancaran skripsi ini semoga selalu dimantapkan Iman, Islam dan
Ihsan dari Allah Swt. Amin Ya Rabbal A’lamin
“Ilmu tanpa amalan bagai pohon tanpa buah”
Jakarta 2 September 2010
Leni Helpianti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... i
PERNYATAAN................................................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ............................................ viii
DAFRTAR ISI................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 6
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 7
BAB II : KERANGKA TEORI
A. Gambaran Umum Penerjemahan ............................................. 8
a. Definisi Penerjemahan ....................................................... 8
b. Jenis-jenis Penerjemahan ................................................... 11
c. Metode Penerjemahan........................................................ 13
d. Proses Penerjemahan ......................................................... 20
xi
xii
B. Semantik................................................................................... 23
a. Pengertian Semantik........................................................... 23
b. Jenis-jenis Semantik........................................................... 24
BAB III : MAKNA KONOTATIF
A. Definisi Makna Konotatif ........................................................ 25
a. Pengertian Makna Konotatif .............................................. 25
b. Hubungan Makna Konotatif............................................... 26
c. Sebab terjadinya konotasi................................................... 32
d. Jenis Perubahan................................................................... 38
BAB IV : ANALISIS MAKNA KONOTASI DALAM TERJEMAHAN
HADÎTS SAHÎH MUSLIM PADA BAB ZAKAT.................... 42
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 59
B. Saran......................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia yang sangat penting, karena ia
adalah sarana untuk menyampaikan tujuan dan maksud yang diinginkan. Oleh
sebab itu, bahasa harus dapat dipahami secara baik oleh penuturnya. Sehingga
pembaca atau pendengar akan mudah untuk memahami apa yang diucapkan oleh
penutur .
Dalam linguistik kalimat menjadi bahasan inti ilmu sintaksis. Namun, ia
tidak terlepas dari kajian semantik karena sudah pasti sebuah kalimat mengandung
makna, dan makna sebagai objek studi semantik. Akan tetapi sayangnya para
penutur bahasa lebih cenderung memfokuskan pada masalah morfologi dan
sintaksis yang strukturnya lebih jelas sehingga mudah dianalisis. Bahkan aliran
linguistik struktural yang menganut paham behaviorisme berpandangan bahwa
semantik (makna) bukan merupakan bagian sentral melainkan periferal dari
bahasa. Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna menjadi
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik, karena orang mulai
menyadari bahwa kegiatan berbahasa adalah kegiatan mengekspresikan lambang-
lambang bahasa tersebut yang menyampaikan makna.1
Ilmu semantik mengenal dua macam makna, yaitu makna konotatif dan
makna denotatif. Makna denotatif adalah “makna kata atau kelompok kata yang
1
1 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),h.2
didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu yang di luar bahasa atau
yang didasarkan atas konvensi tertentu.” Makna ini bersifat objektif.2 Sementara
itu makna konotatif adalah “ makna sebuah kata atau kelompok kata yang
didasarkan atas perasaan dan pikiran yang ditimbulkan pada pembicara (penutur)
dan pendengar (komunikan)3
Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada dan tidak
adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata
penuh mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna
kontatif. Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu
mempunyai”nilai rasa”, baik fositif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa
maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut konotasi, dan
dapat juga disebut konotasi netral, sedangkan makna denotatif sering juga disebut
makna denotasial, makna konseptual, atau makna kongnitif.4 Makna konotatif
inilah yang banyak tidak dipahami secara baik dan benar.
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti salah satu makna yang ada di
atas, yaitu makna konotasi atau makna konotatif. Berdasarkan defenisi di atas
dapat diketahui bahwa makna konotatif muncul berdasarkan atas nilai rasa yang
dimiliki oleh satu kata. Nilai rasa yang terdapat dalam makna konotatif terdiri dari
2 macam, yaitu:(1) nilai rasa negatif (2) nilai rasa positif.
Kedua pembagian konotasi itu dapat dilihat dalam contoh penggalan
hadîts berikut:
2 Harimukti Kridalaksana, Kamus Linguistik,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993),cet
3.h.40. 3 Kridalaksana, Kamus Linguistik,.h.117.
2
4 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.65.
و النساءمن الرجال
Dari kaum pria dan wanita
اهللا عليه و ى التي سرقت في عهدالنبي صلةأالمرن أهمهم شإن قريشا أ
سلم
Bahwa orang Mekah gempar tentang Perempuan yang mencuri waktu Rasulullah
menaklukkan kota mekah. 5
Kedua contoh di atas, kata diartikan sebagai wanita, sedangkan النساء
kata المرأة diartikan sebagai (perempuan). Kata wanita dan perempuan
memiliki denotasi yang sama akan tetapi kedua contoh tersebut memiliki nilai
rasa yang berbeda-beda.
Kata wanita memiliki nilai rasa yang lebih tinggi atau positif, dan kata
wanita biasanya mengandung makna sebagai berikut:
1. Berpendidikan lebih
2. Modern dalam segala hal
(sikap pandangan,pakain,dsb)
3. Kurang keibuan
4. Malas ke dapur
5 H.A.Rajak dan H.Rais Lathief, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim, (Jakarta: Penerbit pustaka Al-Husna, 1983), hal. 305
3
Sedangkan kata perempuan mempunyai nilai rasa yang lebih rendah atau negatif
dari kata wanita. Ini terbukti dari tidak digunakannya kata Perempuan itu dalam
nama berbagai organisasi atau lembaga. Dan biasanya kata perempuan
mengandung makna sebagai berikut:
Perempuan
1. Pendidikan kurang
2. Kurang modern
3. Keibuan
4. Suka kedapur
Kedua contoh tersebut mengandung makna konotatif yang merupakan contoh dari
penggalan contoh hadis shahih muslim. Makna konotatif dapat juga berubah dari
waktu ke waktu.6 Seperti dalam penggalan hadîts berikut:
علي خطب
Kata خطب diterjemahkan ceramah atau pidato, kata pidato atau ceramah dulu
berkonotasi negatif karena kata ceramah tersebut brarti cerewet akan tetapi
sekarang kata pidato berkonotasi positif .7
Setelah melihat contoh di atas, penulis tertarik untuk menganalisa makna
konotatif dalam hadîts Sahîh Muslim. Penelitian ini penulis beri judul :
Makna Konotatif Dalam Buku Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim. Analisis
Terhadap Terjemahan H.A razak dan H.Rais Lathief.
6 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia ,h.66
4
7 Razak , Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim, h. 313
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Pengamatan pada terjemahan hadîts Sahîh Muslim, memberi inspirasi kepada
penulis untuk mengangkat permasalahan pada kajian makna konotatif. Agar
penulisan ini tidak meluas, penulis merumuskan masalah ini dengan bentuk
pertanyaan yang akan dijawab setelah melalui telaah mendalam. Perumusan
masalah yang akan dilakukan berkisar tentang:
1. Bagaimana penerjemahan makna konotatif yang baik dari bahasa Aarab ke
bahasa Indonesia dalam hadîts Sahîh Muslim?
2. Apakah penerjemahan makna kata yang berkonotatif dalam hadîts Sahîh
Muslim bab zakat sudah tepat ?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah ditemukan di atas, penulis memiliki tujuan umum
dalam penelitian ini, di antaranya:
1. untuk mengetahui penerjemahan makna kata yang berkonotatif dalam
hadîts Sahîh Muslim.
2. untuk mengetahui penerjemahan makna konotatif yang baik dalam bahasa
Arab ke bahasa Indonesia dalam hadîts Sahîh Muslim.
D.Tinjauan Pustaka
5
Sejauh ini yang penulis temukan, bahwa penelitian tentang permasalahan makna
dilakukan oleh tiga orang, di antaranya: Rositah (2005) menganalisis perubahan
makna pada fi’il madhi dalam kalimat pengandain( syarat) dan penerjemahan,
Andri Wijaya(2004) analisis medan makna pada bab salat, Aulia Azhar Mutaqin
(2006) menganalisis makna konotatif dalam surah al-Baqarah. Penelitian yang
dilakukan mahasiswa jurusan Tarjamah adalah analisis mengenai perubahan
makna,medan makna, serta analisis makna konotatif pada terjemahan al-Quran.
Sementara itu belum terdapat penelitian yang menganalisis makna konotatif pada
terjemahan hadîts seperti yang akan penulis teliti dalam terjemahan hadîts Sahîh
Muslim.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan
berlandaskan teks hasil terjemahan sebagai objek penelitian, yaitu hadis Shahih
Muslim. kemudian membandingkan dan membedakan dua konsep yang berbeda
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Penulis melakukan pencarian data-data dengan membaca dan menelaah
berbagai kamus guna mengetahui makna konotatif atau makna yang mempunyai
nilai rasa pada terjemahan tersebut, di samping itu, penulis juga terus
berkonsultasi dengan para ahli guna untuk mengetahui lebih jauh dalam
memahami makna konotatif.
Dalam penulisan ini, penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder
berupa buku-buku tentang penerjemahan, buku mengenai semantik, kamus bahasa
Indonesia, kamus linguistik, internet, dan lain lain. Selain itu penulis
6
7
menggunakan kajian pustaka (library research). Secara tehnis, penulisan ini
didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Karya Sastra Ilmiah,(Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) yang disusun oleh UIN.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisannya dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar balakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II: Kerangka Teori yang terdiri dari A. Penejemahan, definisi
penerjemahan, jenis-jenis penerjemahan dan metode penerjemahan.
B. Pengertian semantik dan jenis-jenis semantik.
BAB III: Makna Konotatif yang terdiri dari A. Definisi makna konotatif. 1.
Pengertian makna konotatif, 2. Hubungan makna konotatif, 3. Sebab
terjadinya konotatif, 4. Fungsi makna konotatif.
BAB: IV: Analisis makna konotatif dalam terjemahan Hadîts Sahîh Muslim
pada Bab Zakat
BAB: V: Penutup
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Gambaran Umum Penerjemahan
a. Definisi Penerjemahan
Telah dikemukakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan pesan yang terdapat
dalam teks suatu bahasa (disebut teks sumber/Tsu) ke dalam teks bahasa lain
(disebut teks sasaran/Tsa). Dengan demikian, penerjemahan merupakan
pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima (disebut bahasa sasaran/Bsa)
padanan yang terdekat dan wajar dari pesan bahasa sumber, pertama dalam hal
makna dan ke dua dalam hal gaya.
Secara teoritis penerjemahan merupakan suatu proses satu arah, yakni dari
Bsu ke Bsa, atau yang disebut dengan TSu ke Tsa, jadi terjemahan adalah suatu
“Reproduksi”, yakni hasil upaya memproduksi pesan dalam bahasa lain.1 Akan
tetapi penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar
belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Para pakar terjemah mengutarakan
definisi terjemah melalui berbagai macam aspek, baik dalam aspek proses
penerjemahan (proses kreatif) atau sebuah keterampilan (bakat), dan sebuah
sarana pemindahan pesan dari teks Bahasa Sumber (Bsu) ke dalam Bahasa
Sasaran (Bsa), artinya, sebuah terjemahan harus sesuai dengan pesan yang ada
dalam teks tersebut,
8
1 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan Dan Kebudayaan, (Jakarta:Pustaka Jaya, 2006).h.5
baik dalam memilih kata yang sepadan (diksi) ataupun kata yang memiliki
keterkaitan dengan makna yang sesuai dengan pesan yang ada dalam teks
tersebut.2
Kegiatan penerjemahan secara luas diartikan sebagai semua kegiatan
manusia dalam mengalihkan pesan atau makna, baik verbal ataupun non verbal
dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Menerjemahkan juga merupakan seni (art)
yang didukung dengan kecintaan, kemauan dan dedikasi. Sebagai suatu seni
dalam menyampaikan pesan, baik makna dan gaya bahasanya.
Seorang penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan
estetis, begitu juga dengan penyusunan kalimatnya memerlukan kompetensi yang
serba estetis.3
Untuk mengetahui dunia penerjemahan, para pakar penerjemah
mendefinisikan Penerjemahan dengan cara yang berbeda-beda,di antaranya:
Catford (1965) mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of
textual material in another language (Tl)” (Mengganti bahan teks dalam bahasa
sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran).4
Newmark (1988) juga mengungkapakan definisi serupa, namun definisi
yang diungkapkan oleh Newmark lebih jelas yaitu”rendering the meaning of a
texs into another language in the way that the author in tended the
2 Rochaya Mahali, Pedoman Bagi Penerjemahan, (Jakarta:Grasindo,2000).cet.1,h.4 3 Nurrachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemah, (N.T.T:Nusa Indah,1986),h.23
9
4 Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan,h.5
text”(menerjemahkan makna suatu teks ke bahasa lain sesuai dengan yang
dimaksud oleh pengarang).5
Apabila kedua definisi ini dilihat lebih jauh, maka dapat disimpulkan
bahwa:(1) penerjemahan adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan
teks bahasa sasaran. Akan tetapi penerjemahan bukan hanya kegiatan penggantian
teks saja, namun perlu ada pendekatan khusus yang dapat digunakan untuk
membantu penerjemah dalam kegiatan penerjemahan, yakni perlunya kita
memandang suatu teks sebagai suatu tindak komunikasi, bukan sekedar kumpulan
kata dan kalimat. oleh karena itu penerjemahan perlu dipandang sebagai suatu
tindak komunikasi, maka kegiatan penerjemahan dapat dilihat melalui dua
pendekatan, yani sebagai proses dan sebagai produk. Keduanya memerlukan
pendekatan yang berbeda dalam pelatihan penerjemah dan penerjemahan, dan
penerjemahan juga perlu memiliki perangkat baik intelektual maupun praktis yang
akan membantu dalam menerjemahkan.6
Sedangkan menurut Brislin (1976) dalam bukunya Translation:Aplication
and Research, mengungkapkan bahwa, penerjemahan ialah: Translation is the
general term referrung to the transfer of thoghts and ide from one language
(source) to another (target), whether the languages are in written or oral
form,whether the languages have astablished orthografhies or do not have such
standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign
languages of the deaf.
5 Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan,h.5
10
6 Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan,h.5
Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah
fikiran dan gagasan dari suatu bahasa (sumber) ke dalam bahasa lain (sasaran),
baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, baik kedua bahasa tersebut telah
mempunyai sistem penulisan yang telah baku ataupun belum, baik salah satu
ataupun keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuna
rungu.7
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa Brislin memberi batasan yang luas
pada istilah penerjemahan. Menurut Brislin penerjemahan adalah pengalihan buah
fikiran atau gagasan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.
Sejenis dengan definisi ini adalah definisi yang diungkapkan oleh
Pinhhuck (1977), menurut Pinhhuck penerjemahan adalah “Translation is a
process of finding a TL equivalent for an SL utterance”(Penerjemahan adalah
proses penemuan padanan ujaran bahasa sumber di dalam bahasa sasaran).8
b. Jenis-jenis Penerjemahan
Setiap teks mempunyai bentuk dan makna. Oleh karena itu, penerjemahan dibagi
menjadi dua jenis, yang pertama berdasarkan bentuk dan yang kedua berdasarkan
makna. Penerjemahan yang berdasarkan bentuk berusaha mengikuti bentuk
bahasa sumber, dan dikenal dengan sebutan penerjemahan harfiah.
Penerjemahan berdasarkan makna disebut dengan penerjemahan idiomatis.9
7 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation ,(Yogyakarta: kanisius,
2003, h.13 8Sugeng Hariyanto,Translation,h.13
11
9 Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, (Jakarta:Arcan,1989).h.17
Penerjemahan harfiah biasanya dapat dimengerti, karena bentuknya
serupa. Meskipun pemilihan unsur leksikal membuat terjemahan itu terkadang
terkesan asing, Penerjemahan harfiah mutlak bukanlah penerjemahan yang umum.
Contoh:
ة داآرتا لمسعلى يوغياإ حسانإلال البر وجل من رجاجاء ر 10.ضحايا الزلزال
Artinya:
Datang seorang laki-laki baik datang ke Yogyakarta untuk membantu
korban-korban goncangan. Contoh penerjemahan tersebut bisa diterjemahkan
secarah idiomatis yaitu seorang laki-laki dermawan.
Penerjemahan idiomatis menggunakan bentuk bahasa sasaran yang wajar,
baik konstruksi gramatikalnya maupun pemilihan unsur leksikalnnya.
Penerjemahan idiomatis mutlak tidak kedengeran sebagai hasil terjemahan, oleh
karena itu, penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan secara idiomatis.
Akan tetapi, penerjemahan sering merupakan gabungan-gabungan pengalihan
harfiah satuan leksikal dan terjemahan idiomatis makna teks itu.11
Contoh:
12.ال بعد التعب إوما اللذة
10 Moch Syarief Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, (jakarta: 2008),
hal. 3 11 Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna,h. 19
12
12 Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, hal.5
Artinya:
Berakit-rakit ke hulu, berenang ketepian.
c. Metode Penerjemahan
Metode penerjemahan yang dikenalkan oleh Newmark berdasarkan”tujuan” dan
“untuk siapa” penerjemahan dilakukan adalah delapan metode. Di antara lain,
empat metode yang berorientasi pada Bsu dan empat yang lainnya berorientasi
pada Bsa. Delapan metode penerjemahan itu digambarkan dalam diagram V.
Kedelapan metode penerjemahan teersebut antaranya adalah:13
1. Penerjemahan kata demi kata
Dalam teori penerjemahan kata demi kata, dititikberatkan pada
penerjemahan secara kata dengan kata, artinya mengalihkan teks bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran secara “mentah”, dan termasuk metode
penerjemahan yang paling sederhana. Terjemahan kata demi kata disebut
juga Interlinear Translation yaitu menerjemahkan berdasarkan urutan
dalam teks aslinya atau disebut dengan teks sumbernya.
13
13 Benny Hoedoro Hoed. Penerjemahan Dan Kebudayaan h.9
Penerjemahan ini biasanya digunakan untuk pra penerjemahan (analisis
dan tahap pengalihan) untuk Tsu yang sukar dipahami. Dan penerjemahan
metode ini bersifat kultural diterjemahkan apa adaanya.14
Contoh:
15وعندي ثال ثة آتب
Artinya:
Dan di sisiku ada tiga buku buku
2. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan ini mencari kontruksi gramatikal padanan terdekat dalam
bahasa sasaran. Yakni, penerjemahan ini dilakukan seperti penerjemahan
kata demi kata, yaitu menyesusuaikan susunan kata sesuai dengan bahasa
sasaran, dan biasanya penerjemahan ini digunakan pada tahap awal
(pengalihan).
Contoh:
ة لى يؤغياآرتا لمساعد إحسانل البر واإلجاء رجل من رجا
ياضحا
16لالزلز ا
14 Bambang Kaswanti purwo,Pertemaan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya
,(Yogyakarta: PT. kanisius, 1990), cet.1. hal. 189.
14
15 Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, hal.3
Artinya:
Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu
korban-korban goncangan.
3. Penerjemahan Setia
Penerjemahan ini memproduksi makna konteksual yang masih dibatasi
oleh sruktur gramatikalnya. Penerjemahan ini juga masih berpegang
teguh pada maksud dan tujuan Teks Sumber, sehingga tidak heran jika
penerjemahan ini terasa ”kaku”. Yaitu masih membutuhkan sebuah
penjelasan dan keterangan.
Contoh:
رمادالهو آثير
Artinya:
Dia (laki) karena banyak abunya
4. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan ini lebih mempertimbangkan unsur estetika Teks
Bahasa sumber dengan mengkompromikan makna selama masih dalam
batas kawajaran. Dalam perbandinganya dengan penerjemahan setia,
penerjemahan semantis lebih “luwes”dan fleksibel,
15
16 Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, hal.3
karena tidak terikat oleh bahasa sumber seperti penerjemahan setia, serta
kata-kata yang bersifat budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau
istilah yang fungsional.
Contoh:
17 م الفصلما أيت ذا الوجهينأر
Artinya:
Aku lihat si muka dua di depan kelas.
5. Penerjemahan Adaptasi
Penerjemahan ini termasuk kepada terjemahan bebas dan paling
dekat dengan Bahasa sasaran dan tidak mengorbankan hal-hal yang
penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur. Penerjemahan ini
biasanya digunakan untuk menerjemahkan drama, puisi atau film.
Contoh:
18 النهربأعلىعند الينابيع تخطو قدم ال حيثةبعيدعاشت
17 Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, .hal.4
16
18 Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, .hal.4
Artinya:
Dia hidup jauh dari jangkaun
Di atas gemercik air sungai yang terdengar jernih.
6. Penerjemahan Bebas
Yang dimaksud dengan penerjemahan bebas ialah bahwa penerjemah
menerjemahkan tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat
yang terdapat dalam naskah Bahasa sumber. Penerjemahan ini lebih
mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Biasanya
penerjemahan ini digunakan untuk keperluan media massa.
Contoh:
19جمعين أياة الناسحل الفسادصول أ أصل عظيم منلن الماأ يف
Artinya:
Harta sumber malapetaka
7. Penerjemahan Idiomatis
19Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, .hal.4
17
Penerjemahan ini memproduksi pesan dalam teks Bsu, dan penerjemahan
ini sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik
yang tidak didapati dalam versi aslinya atau yang disebut Bsu.
Penerjemahan ini cenderung lebih hidup dan nyaman mebacanya.
Contoh:
20ال بعد التعب إوما اللذة
Artinya:
Berakit rakit ke hulu, berenang ke tepian
8. Penerjemahan Komunikatif
Penerjemahan komunikatif bermaksud mengupayakan reproduksi makna
kontekstual dengan sedemikian rupa, sehingga aspek kebahasaan dan hasil
penerjemahan tersebut dapat mudah untuk dipahami oleh pembaca dan
pendengar. Penerjemahan ini dapat memberi variasi penerjemahan yang
disesuaikan dengan prinsip-prinsip komunikasi.
Contoh:
20Hidayatullah, Diktat dan Pemasalahan Penerjemahan, .hal.5
18
ماعظا المضغة فخلقنا مضغة قةالعل فخلقنا علقة النطفة خلقنا ثم
الخالقين أحسن اهللا فتبارك خرآ خلفا أنشأنه ثم لحما مافكسوناالعظ
Artinya:
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan
dia mahluk yang ( berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, Pencipta
yang Paling Baik. ( Q/23:14)
Dari uraian di atas diketahui bahwa cara menerjemahkan tak hanya satu
jenis, akan tetapi tergantung untuk siapa dan untuk tujuan apa kita
menerjemahkan. Akan tetapi menurut pemikiran Hervey dan Higgins, Hoed
menyederhanakan Diagram V dengan 6 metode (M1 sampai M6) yang
ditempatkan di antara kebudayaan Bsu dan kebudayaan Bsa.
Metode1 adalah metode eksotis, metode penerjemahan eksotis
dapat disejajarkan dengan metode penerjemahan setia.
19
Metode 2 adalah metode pinjaman kultural, metode penerjemahan
ini biasanya 21digunakan dalam penerjemahan istilah khas, seperti
dalam kosa kata komputer dan e-mail.
Metode 3 adalah metode calque, metode ini biasanya digunakan
untuk ungkapan idiomatis dari Tsu ke dalam Tsa, meskipun
hasilnya masih tarasa asing.
Metode 4 adalah metode komunikatif, dalam metode ini yang
dipentingkan adalah pesan yang disampaikan,
sedangkan terjemahannya sendiri lebih diarahkan pada bentuk
yang wajar dalam Bsa.
Metode 5 adalah metode idiomatis, metode ini biasanya hanya
menerjemahkan idiom dalam Bsu menjadi idiom dalam Bsa.
Metode 6, metode ini dapat disejajarkan dengan metode Newmark
yang disebut metode adaptasi, yang berarti bahwa unsur budaya
dalam Bsu disulih dalam Bsa.22
d. Proses Penerjemahan
Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul “A Survey of
Translation Theory”, mengemukakan tujuh unsur, langkah atau bagian integral
dari proses penerjemahan, di antaranya ialah:
21 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan Dan Kebudayaan.h.10
20
22 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Jogyakarta:Kanisius),h.18.
a. Tuning (Penjajagan)
b. Analysis (Penguraian)
c. Understanding (Pemahaman)
d. Terminologi (Peristilahan)
e. Restructuring (Perakitan)
f. Checking (Pengecekan)
g. Discussion (Pembicaraaan)
1. Penjajagan, istilah bahasa Inggrisny”Tuning”yaitu menjajagi bahan yang
akan diterjemahkan, karena bahasa terjemahan harus selaras dengan
bahasa yang diterjemahkan dalam hal makna dan gaya bahasanya, maka
harus terlebih dahulu tahu bahwa teks yang akan diterjemahkan mengenai,
hukum, novel, atau penelitian ilmiah, dan sebagainya. Sebelumnya
seorang penerjemah harus dapat menentukan sikap atau pendekatan mental
yang tepat,dan harus dapat menentukan pilihan kata atau susunan frase dan
kalimat yang selarasa.
2. Penguraian, penerjemah harus mengurai kalimat dari bahasa sumber ke
dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase-frase. Kemudian
penerjemah harus dapat menentukan hubungan sintaksis antara pelbagai
kalimat.
21
Dalam hal ini penerjemah juga harus dapat melihat hubungan antara
unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar agar penerjemah bisa
konsistensi dalam terjemahannya.
3. Pemahaman, setelah penerjemah melihat satuan-satuan dalam setiap
kalimat dan unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar, maka
penerjemah harus memahami isi bahan yang akan diterjemahkan.
Seorang penerjemah harus menangkap gagasan utama tiap paragraf
(alenia) dan ide-ide pokok dalam pengembangannya.
Dan dalam pemahaman ini seorang penerjemah pun harus menagkap
gagasan satu sama lain tiap paragraf dan antar paragraf.
4. Peristilahan, setelah pemahaman isi dan bentuk dalam bahasa sumber,
kemudian penerjemah mengungkapkannya dalam bahasa sasaran (bahasa
terjemahan), akan tetapi sebelumnya seorang penerjemah harus mencari
istilah dan ungkapan-ungkapan yang tepat dan selaras dalam bahasa yang
akan diterjemahkan.
5. Perakitan, istilah inggrisny”restructuring”yaitu menyusun kompunen-
kompunen makna yang selaras dengan norma-norma dalam bahasa sasaran
secara tepat makna dan gaya bahasanya.
6. Pengecekan, terjemahan yang baik, kerap kali merupakan hasil revisi
berkali-kali. Karena bagian utama yang harus diperiksa dalam
penerjemahan ialah kesalahn dalam penulisan kata dan pemakain tanda
22
baca, harus diperbaiki susunan-susunan kalimatnya untuk menghasilkan
kalimat yang lebih efektif.
7. Pembicaraan, pembicaaran ialah mendiskusikan hasil penerjemahanny,
baik menyangkut isinya maupun menyangkut bahasanya.23
Dr. Ronald H. Bathgate memberikan ketujuh langkah dalam proses
penerjemahan ini sebagai satu model lain dalam proses penerjemahan di samping
model-model atau pola-pola yang sudah dikemukakan oleh ahli-ahli lain.
B. Semantik
a. Pengertian Semantik
Banyak ahli yang berbeda dalam mendefinisikan kata semantik, ada yang
mengatakan bahwa semantik atau semasiologi berasal dari kata Yunani semainein
yang artinya bermakna atau berarti, lebih lanjut semantik adalah cabang linguistik
yang menelaah makna (meaning). Dalam arti yang luas, semantik membahas
tentang makna, baik makna yang terdapat dalam morfem, kata, kalimat, maupun
dalam wacana.
Dalam bahasa Inggris, semantik kata sifatnya semantik sedangkan di
dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan
semantis sebagai adjektif.
23
23 Kelompok studi Bahasa dan Sastra Indonesia, kebahasaan ini semantik,(Malang:YA3,1992),cet ke-1,h.1
Dari definisi yang dikemukakan dapat disimpulakn bahwa kata semantik
diistilahkan sebagai bidang ilmu bahasa yang membahas tentang makna, baik
yang terdapat dalam morfem,kata, kalimat, maupun dalam wacana
b. Jenis-jenis semantik
Semantik Leksikal
Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari
bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem tersebut
disebut makna leksikal.
Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk
menyebut satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini dapat dipadankan dengan
istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis, dan yang
lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil, bedanya dengan
satuan semantik adalah leksem dapat berupa sebuah kata seperti kata meja, kucing
dan makan, dan dapat juga berupa gabungan kata dari meja hijau, dalam arti
‘pengadilan’,bertekuk lutut dalam arti ‘menyerah’. Kumpulan dari leksem suatu
bahasa disebut leksikon.
Semantik Sintaktikal
Semantik sintaktikal masih berada dalam lingkup tata bahasa atau gramatika.
Akan tetapi di samping itu hal-hal yang merupakan masalah semantik, namun
bukan masalah ketatabahasaan.
24
Semantik Maksud
Semantik maksud adalah semantik yang berkenaan dengan pemakain bentuk-
bentuk gaya bahasa seperti metafora, ironi,litotes,dan sebagainya, misalnya
seorang ayah setelah melihat rapor anaknya dengan angka merah,
berbicara kepada anaknya”Rapormu bagus sekali Nak”. Dari kalimat tersebut
tentu maksudnya bukan memuji namun sebaliknya, mengejek dan marah. Lain
halnya kalau memang dalam rapor itu angkanya baik-baik, tentu ucapan dengan
kalimat tersebut memang merupakan pujian.
Akan tetapi istilah semantik maksud yang dikemukakan oleh Verhaar sama
dengan istilah semantik pragmatik yang dikemukakan oleh pakar lain, dan lazim
diartikan sebagai bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang
sesuai dengan konteks situasinya. 24
25
24Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,(Jakarta: Rineka Cipta),h.10.
26
BAB III
MAKNA KONOTATIF
A. Definisi Makna Konotatif
a. Pengertian Konotatif
Dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak mengenal ungkapan yang mudah
dipahami, atau yang sering disebut dengan makna denotasi, akan tetapi makna
konotasi mempunyai hak hidup yang sama dengan denotasi. Bahasa sebagai
sarana komunikasi bermakna tidak dapat melaksanakan fungsinya secara lengkap
tanpa makna konotasi. Satu study yang lengkap tentang makna kata bukan hanya
berurusan dengan makna denotasi, tetapi harus berurusan pula dengan makna
konotasi. Bahasa yang hidup dan berkembang adalah bahasa yang memiliki
makna denotasi dan konotasi, akan tetatapi komunikasi antar sesama akan lebih
hidup dan bermakna dengan kehidupan makna yang mempunyai makna konotasi.1
Makna konotasi memberikan sebuah arti yang sangat besar dalam penentuan
makna sebuah kata. Makna konotasi itu sendiri ialah “tautan fikiran yang
menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata.
Dalam Bukunya Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, mengungkapakan
bahwa, makna konotasi adalah”makna kata yang mempunyai tautan fikiran,
peranan, yang menimbulkan rasa tertentu”. Seperti contoh kata cantik dan manis,
dalam sebuah kalimat:
1 J.D.Parera,.Teori Semantik (Jakarta: Pusat Kajia Bahasa dan Budaya Umka),h.97
25
Dia seorang wanita yang cantik ( denotatif)
Dia seorang wanita yang manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum dari pada kata manis, kata manis memberikan gambaran
umum tentang seoarang wanita, sedangkan kata manis lebih cenderung bersifat
perasaan atau mempunyai nilai rasa yang khusus dibandingkan dengan kata
cantik.
Warinner mengungkapkan bahwa, makna konotasi ialah”kesan-kesan atau
asosiasi-asosiasi yang bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata”.2
b. Hubungan Makna Konotatif
Hubungan makna konotatif dapat pula dikatakan relasi makna. Hubungan adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa lainnya, dan hubungan atau relasi tersebut memiliki berbagai macam
hubungan.3 Macam-macam hubungan makna tersebut diantaranya:
1. Sinonim
Sinonim digunakan untuk mengalihkan pemakain kata sesuai pada tempat
tertentu, seperti siapa penutur, siapa penanggap tutur, kapan, di mana, mengapa
tutur itu terjadi.4
2 Henry Guntur Tarigan,Pengajaran Semantik (Bandung:Angkasa ,1993),cet.2.h.58 3 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta:Renika Cipta,2005).cet.2.h.297 4 Drs. A. Chaedar Alwasilah, Linguistik, (Bandung:Angkasa,1985),h.147
26
Sedangkan pengertian sinonim tersebut adalah dua kata atau lebih yang pada
dasarnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berbeda.5
Contoh dalam bahasa Arab:
عظيم رآب أ امعج
Contoh dalam bahasa Indonesia:
Agung Besar Raya
2. Antonim (التضاد)
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran
yang maknanya menyatakan kebalikan atau berlawanan, pertentangan atau kontra
antara satu dengan yang lain.6Kata antonim itu sendiri berasal dari kata yunani
kuno, yaitu anoma yang artinya’nama’, dan anti yang artinya ‘melawan’.7 Verhaar
(1978) mendefinisikan antonimi sebagai ungkapan ( biasanya berupa kata, akan
tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap
kebalikan dari makna ungkapan lain.8
5 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Renika Cipta, 2003),cet.2.hal.297 6 Chaer.,Linguistik Umum,hal.299 7 Abdul Chaer,Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta:Rineka
Cipta,2002),cet.2.hal.88. 8 Chaer,Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,hal.90
27
Contoh:
9يابا إذهابا و
Dilihat dari sifat hubunganya, antonimi dibedakan atas empat jenis antara lain:
a. Antonimi bersifat mutlak, merupakan dua kata yang berlawanan
bener-bener mutlak, misalnya betina/perempuan ( ى ( انث berlawanan
dengan jantan/pria (ذآر)
b. Antonim Bertingkat, yakni dua kata yang maknanya berlawanan,
tapi bersifat relatif. Misalnya mudah dan sulit, kemudian dingin
dan panas.
c. Antonim berlawanan, di antara medan makna pada dua kata yang
maknanya berlawanan itu bersifat lumrah, contoh, ayah dan ibu,
membeli dan menjual, menang dan kalah.
d. Antonimi garis samping, yaitu apabila kata yang berlawanan itu
berupa kosa kata yang bersifat arah dan keberlawanannya
berdasarkan garis yang menyamping, misalnya utara berlawanan
dengan barat, selatan lawan kata barat, barat lawan kata utara.
e. Antonim garis lurus, yaitu keberlawanan kata berdasarkan
garislurus, misalnya barat dengan timur, utara dengan selatan.10
3. Polisemi ( عدد المعنىت )
9 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, kamus konteporer Arab Indonesia,(Yogyakarta:Multi karya Grafika Pesantren Krapyak,1998)cet.5,hal.935
10 Taufiqurrochman, leksikologi Bahasa Arab (Malang:UIN_Malang Press,2008)hal.75
28
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (kata atau bahasa) yang
mempunyai makna lebih dari satu. Artinya di setiap kata yang ditunjukkan
beberapa makna yang terkandung, yaitu dua, tiga atau lebih. Polisemi
adalah”bentuk bahasa (kata,frase dsb) yang mempunyai makna lebih dari satu.11
Contoh:
- kepala (bagian organ tubuh, ketua, pemimpin, dsb)
(kepala, bagian atas tubuh, permulaan atau pertama, pemimpin) رأس -
Pada dasarnya, kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu biasanya dapat
ditempatkan pada kalimat satu ke kalimat lain setelah adanya perubahan bentuk
kalimat.
4. Homonimi
Homonimi adalah"kata yang lafal dan ejaannya sama tetapi maknanya berbeda
karena berasal dari sumber yang berlainan. Dalam membedakan penunjukan kata,
apakah kata yang digunakan termasuk kepada polisemi atau homonimi. Perbedaan
diantara keduanya, polisemi terdapat makna lebih dari satu, sedangkan homonimi
itu sendiri lebih kepada makna asal, dalam artian lebih spesifikasi dalam kalimat
itu sendiri.
Contoh:
- Dia Ani, berhak atas hak asasi manusia yang dimilikinya
11Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka.2005)cet.3.h.886
29
- Sepatu yang ibu beli waktu itu, hakny kini sudah patah
5. Hiponim
Kata hiponim berasal dari Bahasa Yunani kuno, berasal dari kata onoma yang
berarti 'nama' dan hypo yang berarti 'di bawah'. Secara harfiah "nama yang
termasuk dibawah nama lain". Secara semantik Verhaar (1978:137) menyatakan
bahwa hiponom ialah ungkapan yang (biasanya berupa kata, tetapi dapat juga
frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu
ungkapan lain.
Contoh:
Tongkol, bandeng, tenggiri, teri, mujair, cakalang
Pada contoh diatas kata, tongkol, bandeng, tenggiri, teri, mujair, cakalang,
termasuk hiponim dari hewan dan merupakan jenis hewan yang hidup di air. kata
tongkol berhiponim terhadap kata ikan, tetapi kata ikan tidak berhiponom
terhadap tongkol, sebab makna ikan dengan tongkol (atau sejenis ikan lainya)
disebut hipernimi. Dapat dilihat pada bagan relasi searah:
Ikan
Tongkol Bandeng Tenggiri Teri Mujair Cakalan
6. Ambiguitas
30
Ambiguitas sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau kata yang
mempunyai makna lebih dari satu, tetapi juga kurang tepat sebab ambiguitas tidak
dapat dibedakan dengan polisemi, karena polisemi juga mempunyai makna lebih
dari satu. Ambiguitas dengan polisemi sama-sama mempunyai makna lebih dari
satu, akan tetapi kalau polisemi berasal dari kata asal sedangkan ambiguitas
berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat, dan
terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Contoh:
-Buku sejarah baru
Dapat ditafsirakn sebagai buku sejarah baru terbit, atau buku ini berisi sejarah
zaman baru.
- orang malas lewat disana
Dapat ditafsirkan sebagai jarang ada orang lewat disana, atau yang mau lewat
disana hanya orang-orang yang malas.
Dalam bahasa lisan penafsiran ganda tidak akan terjadi karena struktur gramatikal
dibantu oleh unsur intonasi. Tetapi di dalam bahasa tulis penafsiran ganda dapat
terjadi jika penanda-penanda ejaaan tidak lengkap diberikan.12
7. Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai kata yang berlebih-lebihan dalam
penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
12 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.104
31
Secara semantik masalah redundansi ini tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar
semantik adalah bila bentuk berbeda maka makna pun berbeda.13
Contoh:
- bola itu ditendang oleh Dika
- bola itu ditendang Dika
Pada kalimat yang menggunakan kata oleh adalah sesuatu yang
redundansi, yaitu termasuk pada kalimat yang berlebihan. Pada contoh yang
pertama peran objek lebih ditonjolkan, akan tetapi pada contoh kalimat yang
kedua, tanpa preposisi oleh, penonjolan peran pelaku tidak ada. Dalam ragam
bahasa baku harus menggunakan kata-kata secara yang efisien, sehingga kata-kata
yang dianggap berlebihan harus dibuang. Tetapi dalam analisis semantik, setiap
penggunaan unsur segmental mempunyai makna masing-masing.
C. Sebab terjandinya makna konotasi
Sebab-sebab terjadinya makna konotasi terkait pada perubahan-perubahan makna,
sehingga perubahan tersebut membuat makna semakin meluas, menyempit, dan
lain sebagainya. Secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi
secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah.
Jadi, sebuah kata yang pada suatu waktu dulu bermakna ‘A’, misalnya, maka pada
waktu sekarang bisa bermakna ‘B’ dan pada suatu waktu kelak
bermakna‘C’atau‘D’.14
13 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.105
32
Pernyataan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan
pula, pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah
secara diakronis. Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak
akan berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang berubah
atau pernah diubah.
Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan, dan
jenis- jenis perubahan, diantaranya:
1. Perkembangan dalam Ilmu dan Tehnologi
Perkembanbangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi
dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang
awalnya mengandung konsep makna sesuatu yang sederhana, tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru, atau teori baru dalam atu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi. Misalnya pada perubahan makna kata sastra dari makna
‘tulisan’sampai pada makna ‘karya imaginatif’adalah salah satu contoh
perkembangan dalam bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori
baru mengenai sastra yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna’buku
yang baik isinya dan baik tulisannya’ menjadi ‘karya yan bersifat imaginatif
kreatif’. Akibat perkembangan teknologi kata berlayar yang pada awalny
bermakna’perjalanan di laut (air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang
digerakan dengan tenaga layar’ namun kini kta berlayar masih digunakan.
14 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.131
33
Dan nama perusahaanya pun masih bernama Pelayaran Nasional Indonesia
(PELNI), walaupun kini pelayaran tidak lagi menggunakan perahu namun sudah
menggunakan tenaga mesin.15
2. Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan makna. Akan tetapi perubahan makna yang terjadi bentuk
katany tetap sama namun konep makna yang dikandungya sudah berbeda.
Misalnya kata saudara. Kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna
‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini kata saudara bersifat netral, karena kata
saudara bisa digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau
berstatus sosial yang sama.16
Selain kata saudara, hampir semua kata atau istilah kekerabatan
seperti, bapak, ibu, kakak, adik, dan nenek telah digunakan pula sebagai kata
sapaan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang pantes disebut adik, dan
pantes disebut nenek. Malah kata ibu dan ibu tidak hanya digunakan untuk
menyapa orang yang menurut usianya pantas disebut bapak atau ibu atupun untuk
menyapa seseorang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi.
15 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.132 16 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.133
34
3. Perbedaan Bidang Pemakain
Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya
dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Misalnya
dalam bidang pertanian ada kata-kata benih, menuai, menggarap, membajak,
menabur.
Dalam bidang pendidikan formal di sekolah ada kata-kata murid,
guru, ujian dan membaca. Sedangkan dalam agama islam ada kata-kata seperti
zakat,imam, khotib dan lain sebagainya.
Kata kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu
dalam kehidupan dan pemakain sehari-hari dapat digunakan dalam bidang lain
atau menjadi kosa kata umum, oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi
memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya.17
4. Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti kata dibicarakan masih ada
hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang
asalnya. Seperti kata mencatut yang bersal dari bidang pertukangan yang
mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan
catut ini maka pekerjaan yang dilakukan misalnya mencabut paku. Oleh karena
itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki
makna”memperoleh keuntungan mudah melalui jual beli karcis”.
17 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.134
35
5. Pertukaran Tanggapan Indera
Di dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran antara indera yang
satu dengan indera yang lain. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap
oleh dengan alat indera perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat
indera pendengaran seperti dalam contoh kata-katanya cukup pedas. Atau kata
kasar yang harus ditanggap dengan alat indera perasa pada kulit,
sedangkan yang ditanggap oleh indera pada penglihatan seperti pada kalimat
Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap, biasa disebut dengan
istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani artinya ‘sama’ dan
aisthetika yang artinya ‘tampak’.
Contoh pada kalimat lain di antarnya:
a. Suaranya sedap didengar
b. Warnanya enak dipandang
c. Suaranya berat sekali
d. Bentuknya manis
e. Lukisanya sangat ribut
f. Kedengarannya memang nikmat
36
Contoh diatas merupakan contoh dari pertukaran tanggapan indera
Yang merupakan sebab-sebab terjadinya perubahan.18
6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara senkronis telah mempunyai
makna leksikal yang tepat, namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam
norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak terjadi perubahan-perubahan
makna kata yang menjadi memiliki nilai rasa rendah atau kurang menyenangkan.
Kata-kata yang nilainya merosot atau yang disebut dengan rendah disebut
peyoratif, sedangkan yang nilainya menjadi tinggi disebut ameleoratif.
7. Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang sering
diungkapkan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan
orang sudah mengerti maksudnya, oleh karena itu banyak orang yang
menggunakan kata singkatan sja daripada kata utuhnya, disinilah yang terjadi
banyak perubahan makna. Contoh ayahnya meninggal maksudnya adalah
meninggal dunia, namun tanpa harus mengunakan kata dunia semua orang sudah
mengetahui makna yang sebenarnya, kata seperti inilah yang disebut dengan
adanya penyingkatan yang merupakan sebab-sebab perubahan.
18 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.137
37
8. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (penggabungan
kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini
yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata yang sudah
berubah sebagai hasil proses gramatikal dan melahirkan makna gramatikal.
9. Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah
dengan memanfaatkan kosa kata Indonesia dengan memberi makna baru, dengan
cara menyempitkan atau meluaskan makna tersebut. Misalnya kata papan yang
semula bermakna ‘lempengan kayu’, kini diangkat menjadi istilah untuk
‘perumahan’.19
d. Jenis Perubahan
a. Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’,
tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain,
seperti kata saudara, pada mulanya bermakna sekandung, kemudian maknanya
berkembang menjadi siapa saja yang sepertalian darah.
19 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.140
38
Bahkan kini semua orang bisa disebut dengan panggilan saudara. Kata- kata
seperti inilah yang disebut dengan kata meluas atau peluasan makna. Contoh
kalimatnya di bawah ini:
- Saudara saya hanya dua orang
- Surat saudara sudah saya terima
- Sebetulnya dia masih saudara saya, tetapi sudah agak jauh
- Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Timor-timur
- Saudara-saudara sebangsa dan setanah air
Perluasan makna yang terjadi pada kata saudara terjadi juga pada kata-kata
kekerabatan lain seperti kakak, ibu, adik, dan bapak. 20
b. Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit ialah gejala yang terjadi pada
sebuah pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang luas,
kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.
Misalnya kata sarjana pada mulanya berarti orang pandai atau cendikiawan,
kemudian sekarang hanya bermakna orang lulus dari perguruan tinggi, seperti
sarjana sastra atau sarjana ekonomi.
c. Perubahan Total
Perubahan total adalah peruban makna yang semuanya berubah dari makna
asalnya. Memang ada makna yang sekarang masih mempunyai hubungan atau
20 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.141
39
kesamaan dengan makna asalnya, namun sudah jauh sekali persamaanya. Contoh
kata ceramah pada mulanya kata tesebut bermakna cerewet atau banyak cakap,
namun kini kata ceramah bermakna pidato atau uraian mengenai sesuatu di
depan orang banyak, dan biasanya kata ceramah biasanya digunakan untuk pidato
agama.contoh lain kata pena pada mulanya bermakna bulu, tetapi kini maknanya
sudah berubah total, karena kata pena berarti alat tulis yang menggunakan tinta.
d. Penghalusan
Dalam pembahasan mengenai perubahan makna yang meluas, menyempit, atau
perubahan secara total, smuanya dihadapkan dengan sebuah kata atau sebuah
bentuk makna yang tetap. Hanya konsep makna yang mengenai kata atau bentuk
itu yang tidak berubah. Kemudian mengenai penghalusan ini dihadapkan dengan
kata-kata halus atau kata-kata yang dianggap memiliki makna yang halus dan
sopan dari pada yang akan digantikan. Kecenderungan kata penghalusan
merupakan gejala umum dalam masyarakat Indonesia. Misalnya kata penjara atau
bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu kata
Lembaga pemasyarakatn. Kata korupsi diganti dengan kata menyalahgunakan
jabatan, kata-kata seperti inilah yang termasuk dalam jenis-jenis perubahan yang
merupakan perubahan ke bentuk yang lebih sopan.
e. Pengasaran
Kata pengasaran kebalikan dari kata penghalusan makna lain disebut dengan
(disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau
bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar.
40
41
Gejala pengasaran ini biasanya terjadi pada situasi yang tidak ramah atau untuk
menunjukan kejengkelan. Misalnya kata ungkapan mendepak, yang biasanya
digunakan untuk mengganti kata Dia berhasil mendepak bapak dari
kedudukannya.21
21Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.145
BAB IV
ANALISIS MAKNA KONOTATIF DALAM TERJEMAHAN HADÎTS
SAHÎH MUSLIM
A. Analisis Makna Konotatif Dalam Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim
Pada Bab Zakat
Pada terjemahan hadîts secara keseluruhan, kaya akan ragam tata, gaya, makna
dan struktur bahasa yang ditemukakan. Mulai dari hikmah hingga hukum yang
dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia. Dalam analisis ini penulis
mencoba mencari kata, frase, idiom, atau kalimat yang termasuk pada makna
konotatif dan menyuguhkan redaksi baru, setelah mencari dan menganalisa kata
demi kata, kalimat demi kalimat serta mengikuti defenisi dari makna konotatif
tersebut.
نمرطلف ااةآ زضر فمسل وهيل ع صلى اهللا اهللاولس رن أرم عنبا نع
وأ رح لآ ىلعريع شن ماعا صو أرمتمن صاعا اسالن لىع انضمر
.نيملسم النمى ثنأ و أدبع
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a katanya: Bahwa Rasulullah s.a.w mewajibkan zakat
fitrah secupak dari kurma atau gandum kepada tiap-tiap orang Islam
40
laki-laki atau wanita, sahaya atau merdeka ( dan lain-lain riwayat
disebutkan juga, orang besar atau kecil).1
Pada hadîts di atas terdapat kata Wanita, Merdeka, Orang-orang besar.
Kata wanita sama dengan kata perempuan kedua kata tersebut memiliki makna
denotasi yang sama, tetapi kata wanita memiliki makna konotasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kata perempuan, karena kata wanita mempunyai makna
konotasi fositif sedangkan kata perempuan mempunyai makna konotasi yang lebih
rendah yaitu negatif.2
Kata Merdeka yang terdapat dalam hadîts tersebut termasuk pada makna
yang berkonotasi positif, karena kata tersebut merupakan perubahan yang
dilakukan ke arah yang lebih baik, yaitu bebas dari perhambaan, berdiri sendiri,
tidak terikat atau bergantung kepada orang lain atau pihak-pihak tertentu.
Sedangkan kalimat orang besar atau orang kecil, kalimat ini berkonotasi
fositif dan dapat pula disebut konotasi negatif ataupun netral. Kata besar bisa
disebut gemuk ataupun gendut, besar berkonotasi positif, gendut berkonotasi
negatif dan gemuk berkonotasi netral. Sedangkan kata kecil, bisa disebut kurus
ataupun kerempeng yaitu berkonotasi positif, netral ataupun negatif.
1 H.A.Rajak dan H.Rais Lathief, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim, (Jakarta: Penerbit pustaka Al-Husna, 1983), hal.34
2 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,(Jakarta: Rineka Cipta),h.67
41
Akan tetapi dalam hadîts di atas kalimat orang besar dan orang kecil bukan
merupakan penjelasan dari bentuk tubuh seseorang, namun kalimat tersebut
menjelaskan tentang kedudukan seseorang.
Orang besar merupakan orang yang mempunyai banyak harta, kalimat ini
termasuk pada konotasi positif, namun bisa disebut juga konotasi netral jika kata
orang besar diartikan sebagai orang kaya.
Kata kecil juga bisa berkonotasi positif, negatif, ataupun netral, karena
kata kecil di sini merupakan penjelasan dari kadar harta yang dimiliki oleh
seseorang. kata orang kecil, bisa disebut orang miskin ataupun orang tidak
mampu. Namun orang kecil berkonotasi positif, orang miskin atau orang tidak
mampu berkonotasi netral. Makna yang terkandung pada hadîts di atas adalah
Rasulullah mewajibkan zakat fitrah kepada semua orang Islam, orang kaya
maupun miskin, baik laki-laki, wanita ataupun orang merdeka. Adapun metode
penerjemahan yang digunakan pada hadîts di atas ialah penerjemahan literature
atau harfiah yaitu metode penerjemahan kata demi kata.
الزن آبحا صنام مملس وهيل ع اهللالى ص اهللالوس رل قاةرير هىبأ نع
هبانا جه بىوكي فحائف صلعجي فمنهج ر ناى فهيل عيمحأ الإ اةآ زيدؤي
.ةن سفل أنيسم خهاردق مان آمو يىف هادب عنيب اهللامكيح ىت حهنيبجو
42
Artinya:
“Dari Abi Hurairah r.a. katanya, bersabda Rasulullah s.a.w : tiap-tiap
pemilik harta mas/perak yang tidak menunaikan zakatnya akan dibakar di
dalam api neraka, maka senantiasa disetrikalah kedua belah rusuk dan
dahinya dengan benda yang berkeping-keping sampai tiba hari kiamat, di
mana sehari di sana sampai dengan lima puluh ribu tahun di dunia. 3
Pada kalimat disetrikalah kedua belah rusuk dan dahinya, kata
disetrikalah pada kalimat tersebut bukan merupakan pekerjaan yang dilakukan
oleh seseorang untuk merapikan pakainnya, namun kata tersebut merupakan
perumpamaan siksaan Allah yang akan diberikan kepada setiap hambanya yang
memiliki harta, namun mereka enggan untuk menunaikan zakatnya. Jika disetrika
digunakan pada kalimat “Mely menyetrika baju ibunya, maka kalimat tersebut
termasuk pada makna denotatif karena melakukan pekerjaan yakni menyetrika,
akan tetapi pada hadîts di atas kata tersebut merupakan makna konotasi yang
bersifat negatif dan dapat pula bersifat netral sesuai dengan bentuk kalimatnya.
Makna yang terkandung di dalam hadîts tersebut adalah disetrikalah-kelak Allah
akan memberikan siksaan kepada hambanya yang enggan mengeluarkan zakatnya.
3Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.35
43
ىتح ةاع السومق تال:ل قاملس وهيل عاهللا ىل صيب النن عةرير هىب أنع
عىدي وةقد صهن ملبقي ن مالم الب رمه يىت حضيفي فاللما مكي فرثكي
.هيف ي لبرأال لوقي فلج الرهيلإ
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a katanya, bahwa Rasulullah s.a.w telah
bersabda:”hari kiamat itu tidak terjadi sebelum harta membanjiri
seluruh lapisan masyarakat sehingga pemilik harta merasa gelisah
karena tak ada orang yang ingin menerima pemberiannya dan yang
dipanggil untuk diberi akan menjawab”saya tidak perlu kepadanya”4
kalimat sebelum harta membanjiri seluruh lapisan masyarakat, kata
membanjiri tidak diartikan seperti air yang yang menenggelamkan rumah-rumah
masyarakat, namun kata membanjiri di sini termasuk pada makna konotasi
negatif, karena kata tersebut merupakan kata perumpamaan untuk orang-orang
yang memiliki harta yang melimpah. Atau disebut dengan ambiguitas yaitu kata
yang bermakna ganda atau yang mempunyai makna lebih dari satu dengan
berkonotasi melimpah. Kata membanjiri dan melimpah sama-sama mempunyai
makna konotasi, hanya saja kata membanjiri termasuk pada konotasi negatif dan
melimpah termasuk pada konotasi netral,
4 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.49.
44
karena biasanya kata membanjiri cenderung hanya digunakan untuk air saja.
Seperti kalimat”Air Kali Malang telah membanjiri daerah Bekasi”. Menurut
penulis terjemahan yang tepat untuk kalimat tersebut ialah sebelum harta
melimpah di seluruh lapisan masyarakat.
Adapun makna yang terkandung dalam kalimat di atas ialah, Allah
memberi peringatn kepada seluruh hambanya untuk menafkakan sebagian
hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan.
ضرأل ائقت: ملس وهيل عاهللا ىل صاهللا لوس رال قل قاةريره ىبأ نع
ي فولقي فلاتلق ائجي فةضلفا وبهالذ ن مانوطسأل الثامألا اهدبآ ذالفأ
ئجيو تلتا قذه
تعط قهذاى فلوقيفارق السئجي ويمح رتعطق اذه ى فولقي فعاطلقا
.ئاي شهن مهونذخ يأال فهنوعدي مي ثدي
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a katnya, Rasullah s.a.w telah berkata:”bumi ini
kelak akan memuntahkan isi perutnya dari emas dan perak yang
layaknya seperti tiang-tiang rumah, pada saat itu akan datang sipembunuh
sambil berkata:yang pernah memutuskan tali kekeluargaan akan datang
sambil berkata:lantaran inilah saya telah memutuskan tali kekeluargaanku
dan berkata pula sipencuri:
45
barang inilah yang menyebabkan tanganku dikerat. Kemudian pergilah
mereka itu tanpa mengambil satupun dari emas itu”5
Pada hadîts di atas terdapat kalimat bumi ini akan memuntahkan isi
pertutnya dari emas dan perak. Kalimat tersebut bukan hal-hal yang sering
dilakukan oleh manusia. Seperti”Ayu memuntahkan makanannya di tempat
umum”. Akan tetapi kata memuntahkan dalam kalimat ini merupakan makna
denotatif karena melakukan sesuatu, namun makna konotasi yang terdapat dalam
kalimat tesebut ialah mengeluarkan.
Pada dasarnya kata memuntahkan memang termasuk pada makna
konotatif, karena memiliki nilai rasa negatif. Memuntahkan berkonotasi
mengeluarkan akan tetapi kata mengeluarkan berkonotasi netral, sedangkan
memuntahkan termasuk pada kata Redundansi, yaitu kata yang berlebih-lebihan
dan termasuk pada hubungan makna konotasi.
دح أقدصا تم ملس وهيل ع اهللاىل ص اهللالوسل را قلوق يةرير هىب أنع
نإ وهنيميب نمح الرهاذخ أالإ بيالط الإ اهللالبق يال وبيط ن مةقدصب
يبرا يم آلبج الن ممظع أنوك تىتح نمحلر افآ ىف وبرتفة رمث تانآ
.هليصفو أهول فمآدحأ
5 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.50
46
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, berkata Rasulullah s.a.w :” tiap-tiap
sedekah/derma dari harta yang baik, maka Allah akan menerimanya
dengan tangan kanannya walaupun barang itu merupakan sebutir dari
jenis buah-buahan, kemudian barang itu bertambah membesar di tangan
Allah yang maha penyanyang sehingga menjadi lebih besar dari gunung,
demikian kemurahan Allah mempergandakan amal seseorang, seperti
keadaan orang memilihara anak kambing atau anka ontanya, tetapi Allah
tidak akan menerima derma kecuali yang diperoleh dengan jalan halal.”6
Pada hadîts di atas terdapat terjemahan tangan kanannaya merupakan
idiom atau pribahasa dan semua kata yang ada dalam idiom termasuk pada makna
konotasi. ditangan Allah, kata ini merupakan perumpamaan kemurahan Allah
yang senantiasa diberikan kepada hambanya. Namun kata tersebut bukan
menjelaskan bahwa Allah mempunyai tangan sehingga Allah bisa melipat
gandakan harta tersebut di tangannya, akan tetapi makna di atas menerangakan
kemurahan dan kebaikan Allah yang akan diberikan kepada hambanya.
Pernyataan kata di atas milik Allah, kemurahan Allah atau kebaikanya, yaitu
bersifat fositif karena memiliki nilai rasa yang tinggi. Adapun makna yang
terkandung dalam hadîts di atas adalah, kemurahan Allah yang selalu
milipatgandakan amal hambanya.
6 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.50
47
النار ذآر هن أم اهللا عليه وسلاتم عن رسول اهللا صلىح نعن عدي ب
ار ولو بشق تمرة ا النتقول إث مرار ثم قا بوجهه ثالشاحوأ فتعوذ منها
.فبكلمة طيبة لم تجدواإن ف
Artinya:
“Dari Adi bin Hatim r.a. katanya: bahwa Rasulullah s.a.w. menyebutkan
api neraka: maka sambil berlindung kepada Allah dari padanya
melengoskan muka tiga kali, beliau berkata:” hendaklah kamu sekalian
membuktikan takut kepada neraka walaupun dengan sebutir korma,
dan jika itupun tidak ada maka dengan tutur yang baik.7
Dalam terjemahan hadîts ini terdapat kalimat hendaklah kamu sekalian
membuktikan takut kepada neraka walau hanya dengan sebutir korma.
Kalimat ini memiliki makna mengeluarkan, memberikan sedikit harta yang kita
miliki, makna tersebut termasuk pada makna konotatif dan bersifat netral. Hanya
saja pemilihan kata tersebut terjadi karena faktor dan jenis perubahan makna
konotatif. Faktor yang terjadi karena adanya penyingkatan kata,
maka tanpa diucapkan atau dituliskan makna secara keseluruhan orang sudah
mengerti maksudnya, oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak
menggunakan singkatan saja dari pada menggunakan bentuk utuhnya.
7 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.52
48
وتروح ل بيت ناقة تغدو بعسه رجل يمنح أأال هريرة يبلغ به ىبعن أ
.جرها لعظيمأ ن إبعس
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, bahwa telah sampai kepadanya sebuah
hadis Rasullah s.a.w:”sesungguhnya sangat besar ganjaran pahala bagi
seseorang yang telah meminjami suatu keluarga seekor unta beban untuk
mengangkut tempayan keluarga itu pagi dan petang. 8
Hadîts di atas terdapat terjemahan kata petang yang artinya sore, dan
termasuk pada makna konotasi netral. Pemilihan kata tersebut terjadi karena
faktor perubahan makna konotatif. Faktor yang terjadi karena adanya perbedaan
tanggapan pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan dalam
masyarakat.
Maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah dan nilai rasa yang tinggi.
Kata-kata yang nilainya rendah disebut peyoratif dan kata yang memiliki nilai
rasa tinggi disebut amelioratif. 9
8 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.55
9 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.138
49
Adapun kata petang dalam hadîts di atas merupakan kata yang lazim disebut
peyoratif karena memiliki nilai rasa yang negatif, dan makna konotasi untuk kata
sore memiliki nilai rasa netral yaitu lazim disebut ameleoratif.
وي أحضنا و إنفحي أعليه وسلم صلى ول اهللا قالت قال رسسماءأعن
.كيل ع اهللايوعي فيوع تال وكيل ع اهللايصحيف يصحت ال ويقفنأ
Artinya :
“Dari Asma r.a. katanya, bersabda Rasulullah kepadaku: mendermalah:
mendermalah tetapi tidak dihitung-hitung atau ditakar-takar, Allah tidak
menghitung dan menakar-nakar pemberianmu kepadamu pula.10
Kata menakar-nakar pada terjemahan di atas terjadi karena faktor adanya
asosiasi perubahan makna konotasi, yaitu kata-kata yang digunakan di luar
bidangnya. Kata tersebut berasal dari bidang perdagangan, seperti “Andi menakar
beras”, namun pada kalimat ini termasuk pada kalimat denotasi, karena
melakukan suatu pekerjaan.
Akan tetapi kata dalam terjemahan hadîts tersebut tidak digunakan dalam bidang
perdagangan maupun admintrasi. Maka makna terjemahan pada hadîts di atas
merupakan makna konotasi yang terjadi karena faktor perubahan adanya asosiasi
yang digunkan di luar bidangnya.
10 Razak, Terjemaha Hadîts Sahîh Muslim,h.60
50
اهللا عليه و سلم آان يقول يانساءصلى رسول اهللانأى هريرة بعن أ
المسلمات
ال .اة شنسر فولا وهترج لةار جنرقحت
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, bersabda Rasulullah:”Hai wanita isalam!
Janganlah seseorang menghinakan (meremehkan) pemberian tetangganya
walaupun barang itu merupakan tumit kambing.11
Kata tumit kambing perumpamaan pemberian seseorang yang dianggap
paling rendah, kata ini tidak dapat dijelaskan secarah leksikal ataupun unsure-
unsur gramatikalnya, karena kata dalam hadîts di atas termasuk pada kata idiom.
Dan semua kata idiom mempunyai makna konotasi. Hanya saja nilai
kedudukannya yang membedakan.
ثمىانطعأ فملسو هيل ع اهللايل صيبالن تلأ سل قاامز حن بميكح عن
سف نبيط بهذ أخنم فةول حةرض خالا المذ هن إال قم ثىانطعا فهتلأس
11 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.60
51
Artinya:
“Dari Hakim bin Hizam r.a. katanya:”saya pernah minta sedekah kepada
Rasullulah sampai tiga kali; dan tiap-tiap kali itu saya diberi oleh beliau,
pada kali yang ketiga, beliau berkata” sesungguhnya harta itu memang
segar dan manis. Barang siapa menerimahnya dengan hati yang jernih,
harta itu akan berkat, sebaliknya barang siapa yang menerimahnya dengan
hati berkata-kata, harta itu tidak akan mendapat berkah; seperti orang
makan tidak kunjung kenyang. Tangan yang diatas lebih mulia dari tangan
yang dibawah.12
Dalam terjemahan hadîts di atas terdapat kata segar, dan manis. Kedua
kata tesebut mempunyai makna konotasi masing-masing.
Hanya saja kata manis memberikan gambaran umum tentang seorang wanita dan
lebih cenderung bersifat perasaan atau mempunyai nilai rasa yang khusus dan
mempunyai makna konotasi positif. Sedangakan kata segar biasanya digunakan
untuk hal-hal pada bidang tertentu atau keadaan-keadaan tertentu yang
mempunyai nilai rasa seperti yang digunakan pada kalimat”segarnya angin malam
12Razak, Terjemahan, Hadîts Sahîh Muslim,h.6.
52
ini”dan kalimat”minuman ini sangat segar”. Kedua kalimat ini mempunyai makna
konotasi yang sama, akan tetapi mempunyai makna yang berbeda.
Adapun kata jernih yang terdapat pada hadîts tersebut biasanya lebih
cenderung di gunakan pada pemakain kata seperti pada kalimat”air yang ada di
kolam itu sangat jernih”. Kata jernih yang berkonotasi bersih hanya bisa di
tanggap oleh panca indera mata. Namun dalam penggunaan bahasa banyak terjadi
kasus pertukaran tanggapan indera. Sehingga dalam terjemahan dengan hati yang
jernih tidak sesuai dengan tanggapan indera. Karena kata hati tidak bisa ditanggap
oleh panca indera melainkan hanya bisa dirasakan saja. Hati berkata-kata, hati
merupakan rasa yang tidak bisa dilihat oleh panca indera namun hanya bisa
dirasakan. Kitidakmungikinan hati bisa berkata-kata, karena kata-kata itu hanya
bisa di tanggap oleh panca indera mata dan panca indera pendengaran. Menurut
penulis terjemahan hadîts di atas merupakan faktor yang terjadi karena perubahan
makna pada pertukaran tanggapan indera.
ةرث آن عىنلغ اسي لملسو هيلع صلى اهللالوس رل قال قاةرير هىب أنع
سف النين غىنلغا نلكو ضرعال
Artinya:
53
“Dari Abu Hurairah r.a katanya, berkata rasulullah s.a.w:” bukanlah
kekayaan itu harta yang banyak tetapi kekayaan ialah hawa nafsu
terkendalikan atau kaya hati.13
Dalam hadîts di atas ditemukan kalimat hawa nafsu terkendalikan atau
kaya hati. Kalimat ini merupakan kalimat denotasi atau denotatif, karena makna
denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil
observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran atau pengalaman.
Namun terjemahan di atas terdapat pula kata hawa nafsu, kata ini termasuk pada
makna konotasi yang bersifat netral, karena memiliki konotasi keinginan. Hawa
nafsu atau keinginan tidak hanya pada suatu hal, akan tetapi pada setiap pekerjaan
ataupun langkah seseorang pasti mempunyai keinginan atau yang disebut dengan
hawa nafsu, hanya saja yang membedakan ialah konotasi netral, negatif atau
positif.
ةقد الصلضف أل قاملس وهيل ع صلى اهللالوس رل قاامز حن بميك حنع
.لوع تنمب أوابد لسفلى ادلي ان مري خايلعال ديالو ىن غره ظنع
Artinya :
13 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.69
54
“ Dari Hakim bin Hizam r.a. katanya, bahwa Rasulullah s.a.w berkata: “
derma yang lebih afdhol ialah yang diserahkan diwaktu berkelapangan:
tangan yang di atas lebih mulia dari tangan yang dibawah; dan
utamakanlah menderma kepada orang yang menjadi tanggungan.14
Terjemahan hadîts di atas terdapat kalimat tangan yang diatas lebih mulia
dari tangan yang dibawah. Kalimat ini termasuk pada kalimat pribahasa ataupun
idiom, yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-
unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Adapun makna idiom
semuanya mengandung makna konotasi, yang membedakan hanya nilai rasanya
saja positif, negatif ataupun netral.
ىل عوه ول قاملس وهيل ع اهللاىلص اهللالوس رن أرمع ن ب اهللادب عنع
دي النم ريا خيللعي ادي الةلأسم الن عففعالتو ةقد الصرآذي وه وربنلما
.ةلائ السىلفالس وةقفنلماا يل العدالي ولىفالس
Artinya:
“Dari Abdullah bin Umar r.a katanya, bahwa dalam suatu khutbah
Rasullah s.a.w di atas mimbar berkenaan dengan soal menderma dan malu
mengemis katanya.” Tangan yang diatas lebih mulia dari tangan yang di
14 Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim ,h.63.
55
56
bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah
mengemis.15
Terjemahan hadîts di atas terdapat kalimat tangan yang di atas memberi
dan tangan yang dibawah mengemis. Kalimat ini ialah merupakan kalimat
denotatif, namun kata dalam kalimat tersebut mempunyai makna konotasi. Kata
mengemis ialah meminta, yaitu merupakan konotasi yang bersifat negatif. Dalam
kehidupan bermasyarakat sudah menjadi sifat manusia untuk selalu memperhalus
pemakain bahasa atau mencari padanan lain, supaya kata tersebut enak didengar.
Adapun maksud dari hadis tersebut ialah ketika kita memberi atau mengeluarkan
sedekah kepada orang yang membutuhkan, maka ucapkanlah kata-kata yang baik
dan hati yang ikhlas.
15Razak, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim,h.62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan:
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa makna konotatif dalam
terjemahan hadîts Sahîh Muslim pada bab zakat, banyak mencangkup kata, frasa,
idiom, dan juga kalimat yang mengandung makna konotasi. Sehingga dengan
adanya makna konotatif dalam sebuah terjemahan, maka akan memberikan
terjemahan yang lebih komonikatif, dan menarik untuk dibaca dan didengar.
Penenerjemahan makna konotatif yang baik dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia
seharusnya menggunakan pemilihan diksi yang benar. baik kata, frasa, idiom
ataupun kalimat, sehingga terjemahan tersebut tidak terasa asing dan mudah
untuk dipahami.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan pula
bahwa dalam menerjemahkan hadîts-hadîts yang mengandung makna konotatif
harus diketahui terlebih dahulu konteks yang berkenaan dengan hadîts tersebut,
sehinga bisa membantu kita untuk menemukan padanan yang tepat, karena di
dalam bab zakat ini masih banyak kalimat, kata, frasa dan idiom yang kurang
tepat. Hadîts Sahîh Muslim sangat penting untuk dipelajari dan dipahami serta
diamalkan oleh setiap pribadi Muslim, karena isi hadîts tersebut mengandung
hukum-hukum yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim dalam kehidupan sehari-
hari.
Makna konotatif adalah makna yang mengandung nilai rasa, nilai rasa
positif, netral, maupun negatif.
59
Adanya makna konotatif karena faktor adanya perubahan makna dalam sebuah
kata. Secara singkat makna konotatif dapat diartikan sebagai makna yang
mempunyai nilai rasa pada kata atau kelompok kata. Oleh karena itu, makna
konotatif sering juga disebut dengan makna kias.
Makna konotatif dapat dijabarkan sebagai perbandingan agar apa yang
dimaksud menjadi lebih jelas dan menarik untuk dibaca. Sedangkan makna
denotatif adalah makna sebenarnya.
Gaya penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan hadîts-hadîts
di atas, yang mengandung makna konotatif cenderung menggunakan metode
penerjemahan harfiah dan penerjemahan bebas.
B. Saran-saran
Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada skripsi ini, mengenai makna
konotatif, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi pedoman yang
bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para
peneliti selanjutnya untuk menyempurnakannya kembali.
Sebagai penutup skripsi, penulis memberikan beberapa saran untuk semua
pihak, baik mahasiswa ataupun pembaca bahwa kitab hadîts Sahîh Muslim,
berisikan tentang hukum-hukum dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu
masih banyak makna konotatif dalam terjemahan hadis tersebut. Karena penulis
hanya mengambil pada bab zakat saja. Kesimpulan tersebut dibuat untuk
dijadikan tolak ukur dan acuan bagi peneliti selanjutnya gara melihat kembali
penelitian ini guna untuk memberikan beberapa komentar atau mungkin koreksi.
60
61
Penulis berharap pembaca bisa melanjutkan pembahasan makna konotatif
dalam kitab Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim.