makalh 16

download makalh 16

of 18

description

f

Transcript of makalh 16

Penyakit Refluks Gastroesofageal

Yossie Firmansyah102010328/ C2MahasiswiFakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510

PendahuluanGangguan pencernaan secara umum disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk dan stress sehari-hari. Persoalan-persoalan sering kali menunjukkan gejala-gejala yang cukup mengganggu, sehingga jika tidak mendapatkan penanganan dapat menjadi gangguan kronis dan menyebabkan penyakit.Penyakit pencernaan mencakup sakit perut biasa hingga gangguan yang lebih membahayakan bagi kesehatan sehingga memerlukan tindakan operasi.Salah satu contoh gangguan pencernaan adalah penyakit refluks gastroesofageal atau yang lebih dikenal dengan singkatan GERD adalah penyakit organ esophagus. Refluks gastroesofagus merupakan keadaaan yang disebabkan oleh aliran balik isi lambung ke dalam esophagus menghasilkan inflamasi (esofagitis), yang bermanifestasi sebagai dyspepsia.1Terdapat beberapa gejala/ kumpulan gejala/ keluhan karakteristik untuk penyakit ini dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik, lebih teliti, akurat, dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis.2

Anamnesis1. Rasa nyeri, deskripsikan seperti apa (tertusuk-tusuk atau seperti terbakar).2. Apakah sulit menelan makanan, mual, regurgitasi dan ada rasa pahit dilidah?3. Komposisi muntah?4. Berapa interval waktu muntah?5. Adakah penurunan berat badan yang dialami oleh pasien, berapa banyak, dan seberapa lama?6. Apakah selera makan normal atau berkurang?7. Adakah tanda-tanda depresi (mood menurun, terbangun dini hari) dan sebagainya?8. Adakah gejala yang menunjukkan keganasan atau infeksi kronis?9. Adakah keadaan yang memperberat/ memperingan gejala?Riwayat penyakit dahulu1. Adakah riwayat penyakit serius sebelumnya?2. Adakah riwayat keganasan, penyakit tiroid, anoreksia, malabsorbsi atau deprsi sebelumnya?Obat-obatanApakah pasien mengonsumsi obat-obatan tertentu?Apakah pernah diobati sebelumnya? Hasilnya? Riwayat keluargaAdakah keluarga yang menderita penyakit sama atau mengalami gejala yang sama?

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik amati pasien untuk keadaan umum, spasme otot, respons otonom terhadap nyeri, posisi pada tempat tidur, tingkat aktivitas (nyeri kolik timbul menggeliat, peritonitis disertai gerakan yang terbatas, turgor jaringan, dan tanda-tanda vital.Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi (bising usus), dan palpasi (massa, peritonitis, hernia, nyeri tekan, kekakuan, rigiditas). Evaluasi klinis riwayat harus mencakup lamanya, lokasi, dan waktu saat relaksasi yang berhubungan dengan penelanan. Tentukan jumlah penurunan berat badan dan adanya muntah yang berkaitan.3Gejala khas dari penyakit refluks pada anak bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi medis yang mendasari, namun patofisiologi yang mendasari GERD dianggap sama pada segala usia termasuk bayi prematur. Berdasarkan hasil studi, regurgitasi atau muntah, sakit perut, dan batuk, kecuali heartburn adalah gejala yang paling sering dilaporkan pada anak-anak dan temaja dengan GERD.4Pada kasus ringan, penilaian klinis yang cermat mungkin cukup untuk diagnosis, yang diperkuat dengan menilai respons terhadap terapi.

Pemeriksaan PenunjangPada kasus ringan, penilaian klinis yang cermat mungkin cukup untuk diagnosis, yang diperkuat dengan menilai respons terhadap terapi. Pada kasus yang berat atau kompleks, diagnosis dapat dikonfirmasi dengan esofagografi barium dengan bimbingan fluoroskopi.51. Pemeriksaan dengan menelan Barium :sliding hiatus hernia, ulkus esophagus, striktur.1Penemuan lipatan-lipatan lambung di atas diafragma menunjukkan adanya hernia hiatus; pada anak-anak, lipatan-lipatan ini mudah dideteksi pada keadaan esophagus kolaps daripada pada esophagus penuh. Refluks gastroesofagus merupakan kejadian episodic; karenanya, pada banyak penderita yang bergejala, refluks yang berarti pada mulanya tidak tertampakkan dengan foto rontgen. Penting diperhatikan untuk menggunakan barium yang cukup untuk mendekati volume makanan normal. Manuaver khusus terhadap penderita tidak diperlukan. Anak-anak normal bisa saja mengalami refluks sedikit yang akan cepat dibersihkan dari esophagus, tetapi refluks yang berulang jelas tidak normal. Striktur mudah ditunjukkan dengan esofagografi barium.5Dengan memakai fluoroskopi, refluks gastroesofageal lebih mudah dideteksi cara pemeriksaan dengan fluoroskopi: sebelum dilakukan pemeriksaan fluoroskopi pada bayi pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan pada anak yang lebih dewasa harus puasa, gerakan anak dikurangi. Dalam posisi tidur barium diberikan sedikit demi sedikit dicampur dengan makanan atau diberikan dengan memakai nasogastric tube.Pada bayi dapat diberikan dengan memakai botol susu. Pemberian barium untuk mengevaluasi keadaan esophagus bagian atas terutama peristaltic esophagus dan regurgitasi pada saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis, dilakukan pemotretan dengan sinar rontgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan duodenum, stenosis pylorus, malrotasi intestinal dan melihat fungsi sfingter gastroesofageal dengan menganti-ganti posisi miring ke kiri dan ke kanan.62. Esofagoskopi: nilai esofagitis, biopsy untuk histology, dilatasi striktur jika ada.1Esofagitis berat mungkin perlu dicurigai apabila garis batas mukosa tidak rata pada foto rontgen, tetapi esofagoskopi dengan biopsy adalah teknik diagnostic yang lebih baik untuk gangguan ini. Esofagoskopi dapat mengevaluasi refluks dan striktur berat, dan biopsy esophagus merupakan uji yang sensitive untuk membuktikan adanya refluks. Bertambah tebalnya lapisan germinativum dan bertambah panjangnya papilla dermis merupakan perubahan awal, tetapi neutrofil intraepitel, eosinofil, pembentukan ulkus, atau adanya epitel kolumner (esofagiatis Barret) terlihat pada penyakit yang lebih berat. Epitel kolumner ini menunjukkan metaplasia seluler dan jarang disertai dengan adanya adenokarsinoma.53. Pantau pH 24 jam: nilai derajat refluks. (kurang dari 4 adalah diagnostic).1Frekuensi dan lamanya refluks dapat direkam dengan memonitor terus menerus pH esophagus distal. Meskipun uji ini sensitive, tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis rutin, dan biaya serta kerumitannya untuk memperoleh dan scoring data menunjukkan bahwa uji ini paling baik digunakan untuk memeriksa penderita dengan gejala-gejala yang tidak khas atau menentukan apakah kejadian-kejadian yang luar biasa (batuk, kesedak, stridor, apeca) hanya secara sementara terkait dengan episode refluks.54. Manometri esophagus.Untuk mengkaji motilitas esophagus dan fungsi LES1,6Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti juka pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagtografi barium dan endoskopi yang normal. 85. Scintiscans lambung Pemeriksaan ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esophagus dan sifatnya non-invasif. Tes ini bisa digunakan untuk memperagakan aspirasi lambung dan dapat memperlihatkan refluks, tetapi sensitivitas terhadap aspirasi dan spesifisitas terhadap refluks tidak tinggi.56. Tes BernsteinTes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Test ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.7. Tes penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor/ PPI Test/ (tes supresi asam) Acid Supression Test.Pada dasarnya test ini merupakan terapi empiric untuk menilai gejala dari GERD dengan member PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respon yang terjadi. Test ini dilakukan jika tidak tersedia modalitas diagnostic seperi endoskopi, pH metri dan lain-lain. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50-75% gejala yang terjadi. Dewasa ini terapi empiric/ PPI test merupakan salah satu langkah yang dianjurkan dalam algoritme tatalaksana GERD pada pelayanan lini pertama untuk pasien-pasien yang tidak disertai dengan gejala alarm.8

Diagnosis KerjaPenyakit refluks gastro-esofagusPenyakit refluks gastro-esofagus terdiri dari malfungsi sfingter esophagus bawah dan/ atau sfingter esophagus bawah tidak kompeten, yang membuat isi lambung bergerak ke esophagus. Pada anak-anak, kondisi ini mengakibatkan muntah, esofagitis, pembentukan jaringan parut, dan striktur. Selain itu, terdapat risiko berbahaya berupa pneumonia aspirasi. Penyebab pasti kondisi ini belum diketahui, tetapi faktor predisposisinya meliputi distensi lambung, peningkatan tekanan abdomen akibat batuk, penyakit sistem saraf pusat, pengosongan lambung lambat, hiatus hernia, dan pemasangan gastrotomi.Penyakit refluks gastro-esofagus pada orang dewasa biasanya menyebabkan nyeri ulu hati. Komplikasi kondisi ini termasuk esophagus Barret, yaitu perubahan mukosa menjadi predisposisi kanker esophagus.9Hal-hal kunci Sebagian besar GERD adalah jinak dan tidak memiliki komplikasi. Esophagus Barrett telah diketahui memiliki hubungan dengan predisposisi terjadinya karsinoma esophagus. Pasien yang berusoa 45 tahun atau dengan gejala-gejala yang mencurigakan harus dipikirkan penyebab keganasan ketika pertama kali datang dengan gejala-gejala GERD. Pembedahan pada GERD yang dilakukan pada pasien dengan komplikasi atau resisten dengan terapi medikamentosa.1GERD sering disebut heartburn atau nyeri ulu hati yang terjadi jika asam, yang secara normal hanya ada di dalam lambung, masuk dan membakar atau mengiritasi esophagus.10Refluks cairan asam dapat mencapai faring dengan aspirasi faringeal trakeal, yang menyebabkan batuk, rasa tercekik, suara parau dan pneumonia rekuren. Pada pasien dengan peningkatan pemajanan asam pada esophagus, jika pH di bawah 4 untuk 3% waktu dalam esophagus servikal, ada probablilitas tinggi bahwa gejala-gejala traktur respiratorius disebabkan oleh aspirasi.3

Diunduh dari: http://www.ottopharm.com/news/health_new s/jangan_sepel ekan_naiknya_asam_lambung.html

Diagnosis Banding1. Hiatus herniaHiatus hernia merupakan penonjolan abnormal lambung proksimal melewati pintu esophagus di diafragma yang menyebabkan posisi sambungan esofagogaster lebih proksimal dan merupakan predisposisi terhadap terjadinya penyakit refluks gastroesofagus (GERD). Telah diketahui adanya sliding (sering) dan rolling atau para-esofagus (jarang) hiatus hernia.1Sliding hiatus hernia merupakan jenis paling umum di mana sambungan gastroesofageal dan lambung bergeser ke atas diafragma. Hal ini dapat menyebabkan refluks gastroesofageal. Insidensinya meningkat sesuai dengan usai, dan hernia biasanya dapat berkurang jika pasien dalam posisi tegak.11 Faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya hernia hiatus adalah:a. Suatu pemendekan pada esophagus ( yang mungkin disebabkan karena inflamasi atau jaringan parut akibat refluks atau regurgitasi asam lambung) yang menyebabkan lambung tertarik ke atas.b. Perlekatan yang abnormal (longgar) dari esophagus ke diafragma sehingga esophagus dan lambung naik ke atas. 12Pasien ini, yang biasanya gemuk, mengatakan bahwa nyerinya bertambah berat bila membungkuk atau berbaring setelah makan, dan nyerinya hilang dengan anatasid. Nyeri yang berkaitan dengan disfagia, atau kesulitan menelan makanan, jelas merupakan tanda kelainan esophagus.13

Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/hiatal_hernia/article.htm

2. Dispepsia Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya.2Gambaran diagnostic yang berguna untuk dispesia adalah hubungan antara rasa nyeri dengan makan. Gejala pascaprandial yang dini dapat mencerminkan penyakit esophagus, gastritis akut atau karsinoma lambung. Dispepsia pascaprandial yang terjadi kemudian, yaitu terjadi beberapa jam setelah makanm dapat menggambarkan kegagalan lambung untuk mengosongkan isisnya secara memadai, seperti pada kasus obstruksi saluran keluar lambung, gastroparesis dan penyakit motilitas lambung lainnya. Heartburn atau pirosis merupakan rasa hangat atau terbakar yang letaknya substrenal atau di atas epigastrium dengan penjalaran ke bagian leher dan kadang-kadang ke daerah lengan. Heartburn dapat terjadi akibat aktivitas motorik yang abnormal atau disfungsi esophagus, refluks cairan asam atau emperdu ke dalam esophagus, atau akibat iritasi langsung mukosa esophagus (esofagitis).Heartburn paling sering menyertai refluks gastroesofagus. Pada keadaan ini, gejala heartburn secara khas terjadi setelah makan makanan dalam porsi besar, pada saat membungkuk atau ketika pasien berbaring terlentang. Rasa terbakar disertai gambaran spontan cairan dalam mulut yang mungkin terasa asin (water brash), asam (isi lambung), atau pahit dan hijau atau kuning (empedu). Heartburn dapat timbul setelah memakan makanan tertentu (misalnya air jeruk) atau obat-obat (misalnya alcohol dan aspirin). Yang khas, gejala heartburn segera mereda dengan pemberian antasida sekalipun mungkin hanya untuk sementara waktu.14

3. Tukak pepticPenyakit tukak peptic didefinisikan sebagai defek pada mukosa gastrointestinal (GI) yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esophagus, lambung, atau duodenum.Tukak peptic berhubungan dengan sejumlah kondisi, namun, bentuk umumnya ada dua macam: Tukak peptic yang berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. Tukak peptic yang berhubungan dengan asupan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). NSAID dan alcohol dapat memperberat tukak yang berasal dari H. pylori.Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/ terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispepsia secara klinis dibagi atas: 1) Dispepsia akibat gangguan motilitas; 2) Dispepsia akibat tukak; 3) Dispepsia akibat refluks; 4) Dispepsia tidak spesifik.Diunduh dari: http://health-uman.blogspot.com/2011/05/gastritis.htmlPada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis. 2Gejala tanpa komplikasi berupa rasa terbakat epigastrik atau rasa lapar yang terjadi 2 sampai 3 jam setelah makan; lambung iritatif terhadap makanan tertentu; sendawa; kembung; mual; muntah; regurgitasi; tidak toleran terhadap makanan berlemak; cepat kenyang; berat badan turun atau naik; SEBAGIAN BESAR pasien dengan tukak yang berhubungan dengan NSAID tidak mengalami dispepsia sebelum mengalami komplikasi GI yang serius. Gejala komplikasinya berupa nyeri berat tak tertahankan; nyeri menjalar ke punggung; muntah proyektil; hematemesis; melena; demam; hipotensi.15Pasien tukak peptic memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman/ discomfort disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan psien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief= HPFR). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak doudeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Penyakit tukak peptic dan tukak lambung merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur di atas 45 tahun. Pathogenesis terjadinya TP adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum.164. Akalasia Akalasia merupakan suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esophagus bagian bawah dam sfingter esophagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan. Akibat keadaan ini akan terjadi statis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esophagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi.Diunduh dari: http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2012/01/akalasia-gangguan-saluran-kerongkongan/

Gejala klinis subyektif adalah disfagia. Gejala lain yang sering didapatkan adalah regurgitasi yang berhubungan dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena adanya akumulasi makanan pada esophagus yang melebar. Sebagai tanda regurgitasi adalah pasien tidak merasa asam atau pahit. Keadaan ini dapat berakibat aspirasi pneumonia. Penurunan berat badan merupakan gejala ketiga yang sering ditemukan. Hal ini disebabkan pasien takut makan akibat timbulnya odinofagia. Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah nyeri dada. Sifat nyeri substernal dan dapat menjalar ke belakang, bahu rahang dan tangan yang biasanya dirasakan bila minum air dingin.2

5. GastritisRadang lambung atau penyakit maag merupakan peradangan pada dinding mukosa lambung yang bersifat kronis sehingga dinding lambung menjadi merah, bengkak, dan luka. Selain luka pada dinding lambung, juga luka pada usus 12 jari.Gejala dan tanda1. Perut terasa nyeri, pedih, kembung, dan sebah pada bagian atas2. Mual dan sering muntah agak asam serta nyeri pada ulu hati3. Tidak nafsu makan, wajah pucat, keringat dingin, dan kepala pusing.4. Sering sendawa, terutama jika dalam keadaan lapar.5. Pada gastritis yang berat, bisa terjadi pendarahan.17Etiologi Penyakit refluks gastroesofageal bresifat multifaktoral. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila: 1) terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esophagus, 2) terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun kontak antara nahan refluksat dengan esophagus tidak cukup lama.5Kegagalan mekanisme normal dari kontinensia gastroesofagus, antara lain: Tekanan sfingter esophagus bagian bawah, panjang sfingter esophagus bagian bawah intraabdomen.Seringnya tekanan sfingter turun (rokok, alcohol. kopi) secara spontan merupakan mekanisme utama refluks, tetapi refluks melalui sfingter yang lemah kronis sering terjadi pada esofagitis, sedangkan refluks dengan tekanan normal bisa terjadi apabila tekanan perut meningkat (baruk, menangis, buang air besar). Pada orang normal refluks biasa terjadi setelah makan, dan penelanan ludah untuk membersihkan sisa-sisa asam merupakan mekanisme yang penting untuk mencegah esofagitis. Kapasitas penampungan esophagus bayi yang kecil memberi kecenderungan untuk muntah, suatu masalah yang sangat kurang lazim pada remaja dan orang dewasa. Penderita dengan refluks tak normal dapat juga menampakkan pengurangan pengosongan lambung dan pengurangan pembersihan asam dari esophagus. Pemasangan pipa gastromi mendorong refluks, mungkin karena mengubah sudut masukknya esophagus ke dalam lambung. Sudut His (sudut insersi esophagus ke dalam lambung) Serat-serat mengitari sekeliling kardia, serat-serat crural dari diafragma, rosette mukosa). Posisi sfingter dalam abdomen.1,5Epidemiologi1. Muntah-muntah terjadi pada 18% sampai 40% anak dengan refluks gastroesofagus.2. Gagal tumbuh terjadi pada 34% anak-anak penderita refluks.3. Pendarahan terjadi pada 28% anak-anak penderita refluks.4. Komplikasi paru terjadi pada 12% anak-anak penderita refluks.Keluhan heartburn sering ditemukan pada masyarakat luas. Keadaan ini ditemukan pada populasi di negara-negara Barat, namun dilaporkan relative rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan/ atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi dilaporkan adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun melalui kuesioner sebuah study. Sebuah study di UK pada tahun 200-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnose awal GERD. Insiden ini menurun pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat hingga berumur 16-17 tahunTinggimya gejala refluks pada populasi di negara-negara barat diduga disebabkan karena faktor diet dan meningkatnya obesitas. .2GERD terdapat hampir lebih dari 75% pada anak dengan kelainan neurologi. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltic esophagus dan peningkatan tekanan intraabdominal yang berasal dari hipertonus otot yang dihubungkan dengan spastisitas.6

Faktor resikoFaktor yang menyebabkan terjadinya refluks termasuk pertambahan berat badan, makanan berasam. Coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alcohol, merokok tembakau, dan obat-obatan tertentu. Alcohol dan kopi juga berperan dalam merangsang produksi asam. Penundaan pengosongan lambung (disebabkan diabetes atau penggunaan opiod) bisa juga memperburuk refluks. Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terkena GERD, antara lain:1. Asma2. Diabetes3. Obesitas (kegemukan)4. Kehamilan5. Merokok6. Mulut atau bibir kering7. Tertundanya pengosongan lambungPatofisiologiRefluks gastroesofagus adalah jumlah isi lambung di dalam esophagus, jalan napas atas, dan daerah trakeobronkial yang abnormal.7 GERD sering disebut heartburn atau nyeri ulu hati yang terjadi jika asam, yang secara normal hanya ada di dalam lambung, masuk dan membakar atau mengiritasi esophagus.10 Refluks isi lambung dapat menyebabkan inflamasi dan striktur esophagus. Efek yang diakibatkan meliputi aspirasi isi lambung, pneumonia kambuhan, penyakit pulmonal, esofagitis, dan striktur esophagus.7GERD biasanya terjadi setelah makan, terjadi akibat kondisi yang melemahkan tonus sfingter esophagus atau meningkatkan tekanan di dalam lambung dibandingkan dengan esophagus. Dengan kedua mekanisme tersebut, isi lambung yang asam masuk ke dalam esophagus.10Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya refluks gastroesofagus pada adalah (1) tekanan sfingter esophagus bawah yang tinggi, (2) volume materi refluks dalam esophagus yang tinggi, (3) kecepatan sekresi lambung, dan (4) ketidakmampuan lambung untuk melakukan pengosongan.7Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena katup antara lambung dan esophagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esophagus bawah, maupun karena posisi sambungan esophagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung.18

Gejala KlinisTanda dan gejala-gejalanya sejalan dengan pajanan epitel esophagus terhadap refluks isi lambung.Bayi1. Muntah-muntah kronis (paling sering)Pada 85% bayi yang mengalami refluks, muntah berlebihan terjadi pada saat minggu pertama; dan 10% selanjutnya timbul gejala pada umur 6 minggu. Gejala mereda sendiri tanpa pengobatan pada 60% penderita pada umur 2 tahun, ketika anak tersebut lebih banyak mengambil posisi tegak dan makan makanan padat. Penderita dengan cerebral palsy, sindrom Down, dan penyebab keterlambatan perkembangan lainnya mengalami peningkatan insidensi refluks. Pengosongan lambung yang lambat dan muntah kadang-kadang mungkin sangat kuat karena tekanan spasme pilorus.5,72. Berat badan turun, gagal tumbuhPertumbuhan dan penambahan berat badan jelek pada sekitar dua pertiga penderita.5,73. Apneu (bayi) karena aspirasi atau obstruksiRefluks dapat menyebabkan laringospasme, apnea, dan brakikardia. Hubungan antara refluks dan kejadian-kejadian akut yang mengancam jiwa atau sindrom bayi mati mendadak (sudden infant death syndrome = SIDS) masih tetap controversial dan mungkin hanya kebetulan bersamaan.5,74. Hematemesis atau melena akibat pendarahan esophagusManifestasi utama esofagitis adalah penadarahan; sering ada darah tersamar di dalam tinja, hematemesis terjadi pada beberapa anak, tetapi melena jarang. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada penderita esofagitis berat.5,75. Bronchitis dan/ atau pneumonia kambuhanPneumonia aspirasi terjadi pada sekitar sepertiga penderita pada masa bayi, dan pada mereka yang gejalanya menetap sampai akhir masa anak, sering terjadi batuk kronik, mengi, dan pneumonia berulang. Mungkin terjadi ruminasi.5,76. Iritabilitas, kehilangan nafsu makanKeluhan nyeri substernal jarang, tetapi disfagia bisa menyebabkan rewel dan anoreksi pada kasus yang lanjut. Pada penderita yang tidak diobati, esofagitis menyebabkan pembentukan striktur pada 5% kasus, lemah akibat malnutrisi dan pneumonia menyebabkan kematian pada 5% kasus lainnya.5,77. Sandifer syndromeSindrom Sandifer, opistonus, dan postur kepala abnormal lain disertai dengan refluks. Kemampuan menempatkan posisi kepala mungkin merupakan suatu mekanisme untuk melindungi jalan nafas atau untuk mengurangi nyeri akibat refluks-asam. Metilsantin bisa memperberat refluks karena merendahnya tonus sfingter.5Dewasa 8. Nyeri terbakar (heartburn) retrosternal, menjalar ke epigastrium,rahang dan lengan. (nyeri esophagus, disfagia (kesulitan menelan), odinofagia (sakit waktu menelan). Keluhan heartburn timbul terutama pada pada malam hari pada waktu berbaring atau setelah makan. Keluhan akan bertambah pada waktu membungkuk atau setelah minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas atau dingin.9. Mual, regurgitasi asam lambung ke dalam mulut (waterbrash), rasa pahit di lidah, mulut berbau (halitosis), gigi tidak sehat, muntah.10. Nyeri punggung (ulkus yang menembus pada esophagus Barret).1,5,711. Beberapa pasien memiliki gejala atipikal/ ekstraesofageal (misalnya, batuk malam hari, mengi, atau suara serak sebagai keluhan utama saja, non-cardiac chest pain). Refluks gastroesophageal merupakan faktor penyulit pada asma. Mekanisme ini mencakup microaspiration, yang mengarah ke refleks bronkokonstriksi. Asosiasi gastroesophageal refluks dan jalan nafas atau penyakit saluran pernapasan adalah umum.19

Tata LaksanaPengobatan refluks gastroesofagus mencerminkan keparahan gejala. Penyakit refluks gastroesofagus adalah keadaan yang umum, sehingga kebanyakan pasien dengan gejala yang ringan melakukan pengobatan sendiri. Dikenal ada 3 bentuk pengobatan untuk menangani pasien GERD:1. Tindakan khusus atau modifikasi gaya hidup1,3 Pasien harus disarankan untuk meninggikan kepala tempat tidur Menghindari pakaian yang ketat ( tekanan intra abdomen) Memakan makanan dalam porsi kecil tetapi sering/ jangan terlalu kenyang ( distensi lambung) Menghindari makan malam dekat dengan waktu tidur\ Menghindari makan makanan yang berlemak ( distensi lambung) Menurunkan berat badan Menghindari alcohol dan rokok( tonus LES) Menghindari teh, coklat, kopi, pepermin, serta minuman bersoda (sekresi asam), Menghindari antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium ( tonus LES).

2. Medikamentosa Singkirkan keganasan dengan EGD pada pasien yang berusia lebih dari 45 tahun dan dengan gejala-gejala yang dicurigai keganasan. Kontrol sekresi asam lambung (antagonis reseptor H2, misalnya ranitidine) atau inhibitor pompa proton (PPI misalnlnya omeprazol). Minimalkan efek refluks (berikan alginate untuk melindungi esophagus).5 Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat proton/ PPI). Sedangkan step down adalah sebaliknya.2 Berikut ini obat-obatan yang dapat digunaka dalam terapi medikamentosa GERD:Antacid. Golongan ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Antagonis reseptor H2. Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.Dosis pemberian:Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400mgRanitidine : 4 x 150 mgFamotidin: 2 x 20 mgNizatidin : 2 x 150 mgObat-obat prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada:Metoklopramid: Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap SSP berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor dam diskenia. Domperidon: Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. Dosis: 3 x 10-20 mg sehari.Cisapride: Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan domperidon. Dosis 3 x 10 mg sehari.Suklarfat (aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasida dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja demgan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di esophagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topical (sitoproteksi). Dosis: 4 x1 gram.Penghambat pompa proton Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K, ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Obat-obat ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu:Omeprazole: 2 x 20 mgLansoprazole: 2 x 30 mgPantoprazole: 2 x 40 mgRabeprazole: 2 x 10 mgEsomeprazole: 2 x 40 mgUmumnya pengobatan diberikan selama 6- 8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi dengan golongan prokinetik.Untuk pengobatan NERD diberikan dosis standar, yaitu:Omeprazole: 1 x 20 mgLansoprazole: 1 x 30 mgPantoprazole: 1 x 40 mgRabeprazole: 1 x 10 mgEsomeprazole: 1 x 40 mgUmumnya pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu dan dapat dilanjutkan dengan on demand therapy.

3. Pembedahan Pembedahan antirefluks (misalnya fundoplikasi Nissen) yang dapat dilakukan dengan laparotomi atau laparoskopi. Diindikasikan untuk: komplikasi refluks, kegagalan dalam mengontrol gejala dengan medikamentosa (ketergantungan dalam mengontrol gejala dengan medikamentosa?; refluks dengan volume besar?) Striktur jinak esophagus Esophagus Barret Pendarahan1Jika gejala tidak membaik dengan percobaan terapi medic intensif yang lama, terapi operasi mungkin terindikasi. Terapi intensif yang lama, terapi operasi mungkin terindikasi. Terapi medic bisa diperpendek jika aspirasi dan apneu berulang tidak segera member respons. Pembentukan striktur karena esofagitis dengan refluks biasanya memerlukan terapi antirefluks ditambah pemasangan busi. Fundoplikasi Nissen atau variasinya digunakan pada anak-anak; gastrojejunostomi perkutan adalah kurang invasive dan merupakan alternative yang secara potensial berguna. Refluks terkendalikan pada 90% kasus. Perbaikan gejala-gejala pernapasan akibat refluks tergantung pada seberapa jauh refluksnya menyebabkan atau mencetuskan masalah-masalah paru dan apakah penyakit paru kronis tersebut dimulai dengan aspirasi isi refluks.5Komplikasi1. Pneumonia aspirasi2. Penyakit respirasi (asma, batuk, stridor)3. Apneu dan sianosis4. Esofagitisstriktur, Barret esophagus, adenocarcinoma7Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai iritabilitas, anak tidak mau makna, nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitits berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menghasilkan disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel skuamosa yang disebut dengan Barret esophagus, suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.5. Berat badan turun, gagal tumbuhPertumbuhan dan penambahan berat badan jelek pada sekitar dua pertiga penderita. Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena deficit kelori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut. 206. Nyeri dada/ ulu hati7. Fistula lambung8. HerniasiPrognosisSebagian besar pasien dengan GERD akan membaik dengan pengobatan, walaupun relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang lama.Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (striktur, aspirasi, penyakit saluran nafas, Barrett sophagus), biasanya memerlukan terapi pembedahan. Prognosis untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu, mortalitas dan morbiditas adalah tinggi pada pasien pembedahan dengan masalah medis yang kompleks.21

KesimpulanGastroesofageal refluks (GERD) adalah suatu keadaan dimana terjadi disfungsi sfingter esophagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam esophagus. Penyakit ini merupakan kelainan pada saluran cerna bagian atas yang sering tidak terdiagnosis oleh dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat.Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang khas. Namun terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis. Penatalaksanaan GERD terdiri dari beberapa tahap antara lain megubah kebiasaan hidup, obat-obatan, dan operasi.Daftar Pustaka1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Safitri A, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h. 94-5.2. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI, 2006.h. 285-8, 352-3.3. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip ilmu bedah. Chandranata L, editor. Jakarta: EGC, 2000. h. 346-70.4. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practive guidelines. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4, October 2009: 498-547.5. Refluks gastroesofagus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Imu kesehatan anak Nelson. Jakarta: EGC, 2000. h. 1299-1301.6. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks gastroesofageal. Dalam: Kapita selekta gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto, 2007. h. 229-35. 7. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric. Edisi ke-5. Jakarta: EGC, 2009. h. 195-9.8. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI, 2006. h. 315-9.9. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Tiar E, editor. Jakarta: EGC, 2009. h. 572.10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Yudha EG, editor. Jakarta: EGC, 2009. h. 11.11. Patel R P. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. h. 104.12. Jay W, Marks MD. Hiatal Hernia. Diunduh dari http://www.medicinenet.com/hiatal hernia/article.htm tanggal 12 Mei 2012.13. Burnside JW, McGlynn. Diagnosis fisik. Henry Lukmanto, alih bahasa. Jakarta: EGC. h. 192.14. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Ilmu penyakit dalam. Asdie AH, editor. Jakarta: EGC,2004. h. 244-5.15. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi.: pemeriksaan dan manajemen. Yulianti D, editor. Jakarta: EGC, 2003. h. 213-7.16. Akil HAM. Tukak duodenum. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI, 2006. h. 345-8.17. Wijayakusuma H. Ramuan lengkap herbal taklukkan penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda, 2008.h. 147.18. Rusdi I. Gangguan ingesti, anoreksia, disfagia dan regurgitasi. Gastroenterologi anak praktis. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. h. 105-8.19. Schwartz, SM. Pediatric Gastroesphageal Reflux Clinical Presentation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/930029-clinical#showall tanggal 12 Mei 2012. 20. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus.Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook ofpediatrics.edisi ke-17. Philadelphia : Sounders ; 2004. h.1217-27.21. Jaksic T. Pediatric Gastoesophageal Reflux Surgery Treatment and Management. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/936596-treatment#s1132 tanggal 12 Mei 2012.