makalah yoi yoi
-
Upload
made-surya-dinatha -
Category
Documents
-
view
72 -
download
0
description
Transcript of makalah yoi yoi
LAPORAN KASUS
Closed Fracture Comminuted 1/3 Tengah Os. Humerus Dextra
Pembimbing:
Dr. H. Subagyo,SpB-SpOT
Disusun Oleh:
Dani Fahma Qurani
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
Periode 26 Agustus – 2 November 2013
LEMBAR PENGESAHAN
NamaMahasiswa : Dani Fahma Qurani
NIM : 030.09.057
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah
FK UniversitasTrisakti
Kasus : Closed Fracture Comminuted 1/3 Tengah Os. Humerus Dextra
Pembimbing : dr. Subagyo, Sp.B, Sp.OT
Jakarta, Oktober 2013
Pembimbing
Dr. H. Subagyo,SpB-SpOT
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. B
Umur : 21 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SLTA
Tanggal Masuk Bangsal P. Salawati : 6 Oktober 2013
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 6 Oktober di
bangsal P. Salawati RSAL Dr. Mintohardjo.
a. Keluhan Utama:
Lengan atas kanan tidak dapat digerakkan setelah jatuh dari lantai 11 ke lantai
dasar.
b. Keluhan Tambahan:
Nyeri (+), Pusing (+), Mual (-), Muntah (-)
c. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien datang dengan keluhan lengan kanan atas tidak dapat digerakkan dan nyeri
setelah jatuh saat bekerja dari lantai 11 ke lantai dasar. Pasien terpeleset saat
bekerja kemudian jatuh dari lantai 11 ke lantai 5 lalu kembali jatuh ke lantai dasar
dengan posisi terlentang. Pasien mengaku bokong kanannya terkena besi dan
terasa nyeri. Pasien menyangkal pingsan setelah kejadian, akan tetapi pasien tidak
ingat mekanisme terjatuh.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, trauma, terapi radiasi, tumor, dan
keganasan disangkal pasien.
2
e. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus,
asma, tumor, dan keganasan.
f. Riwayat Medikasi
-
g. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat, ataupun
substansi lain.
h. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan
minum minuman beralkohol.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit Berat
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Cukup
Tanda Vital : - Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 60 x/menit
- RR : 26 x/menit
- Suhu : 36,2 oC
STATUS GENERALIS
1. Kulit
- Warna : Sawo matang, terlihat pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada
ruam dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi
- Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Turgor : Baik
- Suhu Raba : Hangat
3
2. Kepala : normocephali, ubun-ubun besar cekung (-), terdapat luka lecet pada
dagu kiri
Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan,
blepharitis
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : anemis +/+
Sklera : ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri
Nyeri tarik auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kanan maupun kiri
Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak ada
sekret, tidak ada nyeri tekan
Septum : simetris, tidak ada deviasi
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema
Mulut dan tenggorok
Bibir : normal, pucat, tidak sianosis
Gigi-geligi : hygiene baik, tidak ada gigi yang tanggal
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis.
Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor
Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah
3. Leher :
Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan saat menelan
4
Trakea : di tengah
4. Kelenjar Getah Bening
Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal
5. Thorax
Sela iga tidak melebar, tidak ada efloresensi yang bermakna
Paru-paru
Inspeksi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal pada saat inspirasi,
tipe pernapasan abdomino-thorakal
Palpasi : vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithoraks
Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing
pada kedua lapang paru
Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, + 1 cm lateral dari linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : -
Auskultasi : bunyi jantung I & II regular, tidak terdengar gallop maupun
murmur
6. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat
pelebaran vena, terdapat vulnus excoriatum pada perut bagian
kanan bawah.
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : nyeri ketok (-)
7. Ekstremitas
Atas
Regio kanan : Status Lokalis
Regio kiri : akral hangat (+), oedem (-), deformitas (-), krepitasi (-), nyeri
(-)
5
Bawah
Regio kanan : akral hangat (+), oedem (-), deformitas (+), krepitasi (-), nyeri
(+)
Regio kiri : akral hangat (+), oedem (-), deformitas (-), krepitasi (-), nyeri
(+)
STATUS LOKALIS
Regio Brachii Dextra
- Look : tidak tampak luka, deformitas (+), hiperemis (-), Oedem minimal(+), tidak
terdapat sianosi pada bagian distal lesi
- Feel : nyeri (+), hangat (+), krepitasi (+), arteri brachialis teraba (+), oedem (+)
- Movement :
Aktif : Terbatas karena nyeri
Pasif : Terbatas karena nyeri
Power : Terbatas karena nyeri
Regio Gluteus dextra
terdapat vulnus laceratum ± 7 cm
Regio Femoris sinistra
Terdapat vulnus excoriatum dengan ukuran 30cm x 10cm
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
6
Jenis Foto : Foto AP humerus dextra
Konfigurasi : Fracture Comminuted
Kedudukan : Fracture pada 1/3 tengah humerus
Dislokasi : -
Kesan: Fracture tertutup 1/3 tengah humerus dekstra dengan garis fracture
comminuted
Pemeriksaan Laboratorium (5 Oktober 2013)
Hasil Nilai Normal
Leukosit 26.700/Ul 5.000 – 10.000/Ul
Eritrosit 4,69 juta/mm3 4,5 - 5,5 juta/mm3
Hemoglobin 12,9 g/dl 14 - 18 g/dl
Hematokrit 38 % 43 - 51 %
Thrombosit 399.000 /mm3 150 – 400 ribu/mm3
Bleeding time 2 menit 00 detik 1 – 6 menit
Clotting time 11 menit 00 detik 10 – 16 menit
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan lengan kanan atas tidak dapat digerakkan dan nyeri
setelah jatuh saat bekerja dari lantai 11 ke lantai dasar. Pasien terpeleset saat
bekerja kemudian jatuh dari lantai 11 ke lantai 5 lalu kembali jatuh ke lantai dasar
dengan posisi terlentang. Pasien mengaku bokong kanannya terkena besi dan
7
terasa nyeri. Pasien menyangkal pingsan setelah kejadian, akan tetapi pasien tidak
ingat mekanisme terjatuh. Nyeri (+), Pusing (+), Mual (-), Muntah (-)
Regio Brachii Dextra
- Look : tidak tampak luka, deformitas (+), hiperemis (-), Oedem minimal(+), tidak
terdapat sianosi pada bagian distal lesi
- Feel : nyeri (+), hangat (+), krepitasi (+), arteri brachialis teraba (+), oedem (+)
- Movement :
Aktif : Terbatas karena nyeri
Pasif : Terbatas karena nyeri
Power : Terbatas karena nyeri
Regio Gluteus dextra
Terdapat vulnus laceratum ± 7 cm
Regio Femoris sinistra
Terdapat vulnus excoriatum dengan ukuran 30cm x 10cm
VI. DIAGNOSA KERJA
Closed Fracture Comminuted 1/3 medial os Humerus Dextra
VII. DIAGNOSA BANDING
-
VIII. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan:
RECOGNITION
REDUCTION
RETAINING
REHABILITATION
Konservatif:
Medikamentosa: Infus RL 20 tpm
8
Futaxone 2gr
Cefrtriaxone 2 x 1gr
Tramadol 100 mg
Non-Medikamentosa
Puasa untuk persiapan operasi
Operative : Open Reduction and Internal Fixation os. humerus dextra
PENATALAKSANAAN POST OPERATIF
Konservatif
1) RL 20 tpm
2) GV tiap 2 hari
3) Foto kontrol humerus dextra AP/Lateral
4) Medikamentosa:
Futaxon 3 x 1gr
Ketesse 3 x 1 amp
Monitoring
1) Monitoring keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
2) Observasi tanda-tanda akut abdomen
Edukasi
Fisioterapi
Foto AP/Lateral Post-
Op : tampak fracture
terfiksasi plate screw
IX. KOMPLIKASI
9
Pada kasus ini komplikasi yang dapat terjadi:
Acute onset:
1) Syok. Satu atau dua liter darah dapat hilang sekalipun pada fracture tertutup,
dan syok mungkin akan hebat.
2) Emboli lemak. Gas darah harus diukur segera setelah masuk ke rumah sakit,
dan setiap tanda-tanda yang mencurigakan misalnya nafas pendek, kegelisahan
atau kenaikan suhu atau kecepatan denyut nadi harus mendorong dilakukannya
pencarian petekie. Terapi bersifat suportif, dengan memperhatikan tindakan untuk
mencegah hipoksia dan mempertahankan volume darah.
3) Cedera pembuluh darah
4) Tromboemboli. Traksi lama ditempat tidur menyebabkan predisposisi untuk
trombosis. Gerakan dan latihan diperlukan untuk mencegah hal ini.
5) Infeksi.
Late onset: Non union, delayed union, malunion, kekakuan sendi.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanationam : Ad Bonam
10
Follow Up
7-10-2013 8-10-2013 10-10-2013
Subjective Nyeri pada paha
kiri
Nyeri pada paha
kiri
Nyeri pada paha kiri
Objectives TD : 120/70mmHg
HR: 76x
RR: 20x
T: 36,7 oC
SL:
luka operasi tertutup
elastic verband, tidak
ada rembesan darah
TD : 130/90mmHg
HR: 72x
RR: 20x
T: 36,5 oC
SL:
luka operasi tertutup
elastic verband, tidak
ada rembesan darah
TD : 120/80mmHg
HR: 88x
RR: 20x
T: 36,5 oC
Hb: 7,8 g/dL
SL:
luka operasi tertutup
elastic verband, tidak
ada rembesan darah
Assessments Post op ORIF
humerus dextra
perawatan hari ke-1
Post op ORIF
humerus dextra
perawatan hari ke-2
Post op ORIF
humerus dextra
perawatan hari ke-4
Planning - USG abdomen
- Terapi lanjutkan
- Jika Hb = 7
transdusi PRC 3
kolf
- Miring kiri –
miring kanan/ 3
jam
- Mobilisasi ½
duduk
- Cek Hb post
transfusi
- Terapi lanjutkan
- Ganti verband +
Aff drain
- Cek ulang DL
- Lanjutkan latihan
duduk di atas kursi
roda
- Terapi lanjutkan
11
BAB II
FRACTURE HUMERUS
A. DEFINISI
Fracture humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
yang terbagi atas :1
1. Fracture Collum Humerus
2. Fracture Batang Humerus
3. Fracture Suprakondiler Humerus
4. Fracture Interkondiler Humerus
B. ANATOMI
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.4
Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi
oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi
dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong
mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di
bawahnya oleh collum anatomicum. 4
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke
distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan
melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta
crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan dilalui
tendon caput longum m. bicipitis. 4
Shaft humeri
12
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan
shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan
facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior
membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam
sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan
facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal
makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis. 4
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial
ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan
lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal. 4
Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo
medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir
sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri
sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis.
Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di
permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris. 4
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi
oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan
posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan
anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi
sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan
posterior disebut fossa olecrani. 4
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang
rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri
13
berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan
fossa radialis. 4
Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi
mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu
humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis
mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus
dan infraspinatus 4
M. Latissimus Dorsi
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale
dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica
axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini
berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan crista iliaca.
Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini berfungsi untuk ekstensi,
adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4
M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan
permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan superior
acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas deltoidea humeri.
Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi
humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi humeri, sedang bagian
posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di
tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot ini
berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm. infraspinatus, teres
minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi mempertahankan
caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik oleh m. deltoideus
menuju acromion. 4
M. Infraspinatus
14
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini.
Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior
spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan
berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n. suprascapularis.
Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian superior untuk abduksi
dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri. 4
M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa
subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri. 4
M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo
pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula melekat pada
capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum minor humeri. Otot ini
diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior. Berinsersi
di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m.
subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama m. latissimus
dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi. 4
M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et
brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika
melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh ligamentum
transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian tendo insersinya,
sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.
15
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan
caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris. 4
M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.
musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri. 4
M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et tuberositas
ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti. 4
M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan superficial,
sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya berorigo pada
tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput ini memisahkan
hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral et medial
dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di facies posterior
humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di inferiornya.
Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia antebrachii dan
capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti. 4
Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan ulnaris
N. Axillaris (C5-C6)
Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m.
subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian
berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus
axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m. teres
minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum chirurgicum
16
humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk menginervasi
kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke anterior sekeliling sisi
lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m. deltoideus. 4
N. Musculocutaneus (C5-C7)
Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M. coracobrachialis
ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-otot fleksor regio
brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio antebrachii dan
arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m. biceps brachii sebagai
n. cutaneus antebrachii lateralis.4
N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks
lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks
medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus brachialis. Selanjutnya
berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a. brachialis. Saraf ini menyilang
di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari arteri ini di dalam fossa cubiti. N.
medianus bersama a. brachialis berjalan di permukaan anterior m. brachialis menuju
fossa cubiti. 4
N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a.
axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi
posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio brachii et
antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.4
N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar
dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a.
brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum
intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi medial m.
triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis humeri. 4
Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:
17
Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m.
teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai
dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang berada di
regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et distalis. 4
Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral
regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis
radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang
menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan
berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi
cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju
sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4 Vena brachialis mengikuti
arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica berjalan
superficial terhadap a. brachialis. 4
Gambar 2.1. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf utama
yaitu n. axillaris, n. radialis and n. ulnaris.11
18
Gambar 2.2. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan dengan
pergerakan humerus.11-12
C. ETIOLOGI
Umumnya fracture yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fracture patologis.5
Penyebab Fracture adalah :5
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fracture demikian sering bersifat fracture terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
19
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Kebanyakan fracture humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun fracture
spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas otot-otot
yang kuat seperti melempar bola. Pada fracture humerus kontraksi otot, seperti otot-
otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus dorsi, biceps,
korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen patahan tulang yang
mengakibatkan fracture mengalami angulasi maupun rotasi. Di bagian posterior
tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari periostum diafisis humerus dari
proksimal ke distal sehingga mudah terganggu akibat patah tulang humerus bagian
tengah.9
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fracture, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi fracture penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fracture seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan (fatigue
fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
20
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fracture.
Jenis fracture berdasarkan kekuatan yang mengenainya:
Kompresif: fracture proksimal dan distal humerus
Bending: fracture transversa shaft humerus
Torsional: fracture spiral shaft humerus
Torsional dan bending: fracture oblik, kadang diikuti dengan fragmen
”butterfly”.7,9
E. KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi fracture diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA);9,12
Tipe A: fracture sederhana (simple fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fracture baji (wedge fracture)
B1: spiral wedge
B2: bending wedge
B3: fragmented wedge
Tipe C: fracture kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
21
Gambar 2.3. Tipe A = fracture sederhana. A1 = fracture spiral (.1 pada sepertiga
proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fracture
oblik, A3 = fracture transversa.12
Gambar 2.4. Tipe B = fracture baji (wedge fracture). B1 = fracture baji spiral (spiral wedge
fracture), B2 = bending wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.12
22
Gambar 2.5. Tipe C = complex fracture. C1 = fracture spiral kompleks, C2 = fracture
segmental kompleks, A3 = fracture ireguler.12
Berdasarkan arah pergeserannya, fracture humerus dibagi menjadi;
1. Fracture sepertiga proksimal humerus
Fracture yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor
diklasifikasikan sebagai fracture leher humerus. Fracture di atas insersi pectoralis
mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal
fragmen bergeser ke arah medial. Fracture antara insersi m. pectoralis mayor dan
deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan
pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.2,9,12
2. Fracture sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fracture terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus,
pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan
terjadi.2,9,12
23
Gambar 2.6. Lokasi fracture dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fracture
diatas insersi pectoralis mayor, fracture antara insersi pectoralis mayor dan
deltoid, fracture di bawah insersi deltoid.12
Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fracture dapat dilihat pada table 2.1 berikut:9
Tabel 2.1. Tabel posisi fragmen fracture.9
Lokasi fracture Fragmen proksimal Fragmen distal
Diatas insersi
pectoralis mayor
Abduksi, eksorotasi oleh
rotator cuff
Medial, proksimal oleh
deltoideus dan pectoralis
mayor
Antara pectoralis
mayor dan
tuberositas
deltoideus
Medial oleh pectoralis,
teres mayor dan
latissimus dorsi
Lateral, proksimal oleh
deltoideus
Distal tuberositas
deltoideus
Abduksi oleh deltoideus Medial, proksimal oleh
biceps dan triceps brachii
24
F. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fracture merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.1-12
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.1-12
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fracture.1-12
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.1-12
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fracture. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.1-12
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan arteri brakialis.
Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau
ekstensi jari-jari tangan.1-12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pada fracture test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam
darah.7
Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fracture (tempat fracture, garis fracture
(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
25
perencanaan preoperative. Kemungkinan fracture patologis harus diingat. CT-scan,
bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan
fracture patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT
scan untuk mendeteksi struktur fracture yang lebih kompleks.9
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani secara
tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi
fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi, ditinjau
dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu
reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.6,7,9
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan
dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast
dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian lengan
bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast (pembalut) dapat diganti
setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast) dari bahu hingga siku atau
functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.6,7,9
Gambar 2.7. Penatalaksanaan pada fracture shaft humerus dengan konservatif. 7
26
Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum
pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga
fracture mengalami union. Fracture spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi
lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang
dibutuhkan hingga fracture mengalami konsolidasi.7,9
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi dan
pemasangan fiksasi interna yang kokoh. 7,9
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fracture humerus
dengan pemendekan, terutama fracture spiral dan oblik. Penggunaan pada
fracture transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien
harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi
cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu
pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.9
Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fracture tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging
arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint
diindikasikan pada terapi akut fracture shaft humerus dengan pemendekan
minimal dan untuk jenis fracture oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser
dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi
aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan
fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9
Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini
diindikasikan untuk pergeseran fracture yang minimal atau fracture yang tidak
27
bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat
dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma. 9
Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fracture yang mengharuskan abduksi dan
eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast,
berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas. 9
Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fracture ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan.
Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien
diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang.
Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang
tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas
reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi
sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline). 9
2. Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan
dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang
cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat
komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fracture
humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.7,9
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
Cedera multiple berat
Fracture terbuka
Fracture segmental
Fracture ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fracture patologis
28
Siku melayang (floating elbow) – pada fracture lengan bawah (antebrachii) dan
humerus tidak stabil bersamaan
Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
Non-union7,9
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan
tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar bagaimanapun, ini
membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis. Plating umumnya
diindikasikan pada fracture humerus dengan kanal medulla yang kecil, fracture
proksimal dan distal shaft humerus, fracture humerus dengan ekstensi intraartikuler,
fracture yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan
dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union.7,9
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fracture segmental dimana
penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fracture humerus pada
tulang osteopenic, serta pada fracture humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk
dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan kedalam
rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi
minimal namun memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada
beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fracture
belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan;
atau dapat diganti dengan external fixator. 7,9
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah
tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman
dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fracture. 7,9
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fracture terbuka dan
fracture segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang
paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. 6 Indikasi umumnya pada fracture
29
humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar,
serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas. 7,9
I. KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri
brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal
ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan
langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation
dianjurkan.7,9
Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fracture shaft humerus, terutama fracture
oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup,
saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.7-9
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari
pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan
sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu,
saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.7-9
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah
dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah mengalami
robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9
Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak
mencegah fracture mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan
kejadian fracture berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak
disekitar fracture harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan
30
dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary
nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas
Komplikasi Lanjut
Delayed Union and Non-Union
Fracture transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan
hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin
dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus)
cukup baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan
bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada
fracture energi rendah kurang dari 3%. Fracture energi tinggi segmental dan
fracture terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.7-9
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid
dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.9
Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih
awal, namun fracture transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat
membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.7
Tambahan, pada anak-anak, fracture humerus jarang terjadi. Pada anak-
anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fracture
dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu.
Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint pendek.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-
395.
2. Hermansyah, MD; Fracture Shaft Humerus (online) 2009.
(http://www.google.com//fracture-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.) diakses tanggal
19 Mei 2009.
3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume
Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit
Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya
5. Anonymous. Fracture Patah Tulang (online). 2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label), diakses tanggal 11 April 2009).
6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta .
7. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fracture Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.
8. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI :
Jakarta
9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic;
In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York
10. Bernard Bloch. 1996. Fracture dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p.
1028-1030
11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In:
Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p
169-170
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of Emergency
Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.
32