makalah wsbm
Transcript of makalah wsbm
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat
dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga tugas ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah wawasan sosial budaya maritim merupakan salah satu tugas akhir
pada mata kuliah umum wawasan sosial budaya maritim pada jurusan Teknik
Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyusunan tugas ini. Terutama kepada kedua orang tua saya
yang memberikan dukungan baik secara materi maupun non materi. Kepada dosen
wawasan sosial budaya maritim yang memberikan pengarahan sehingga dapat
terselesaikan. Terakhir kepada semua pihak yang memberikan andil dalam
penyusunan tugas ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Tiada gading yang tak retak. Begitu juga dengan tugas ini. Penulis
menyadari didalam tugas ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan perbaikan untuk perbaikan dimasa yang akan
datang.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masa-masa yang akan datang.
Makassar, Mei 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil manusia baik yang bersifat materi, maupun yang
nonmateri. Seperti detailnya bahwa kebudayaan itu mempunyai tujuh unsur, yakni
sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), peralatan hidup (teknologi), ilmu
pengetahuan, sistem sosial, bahasa, kesenian, dan sistem religi.
Sistem sosial masyarakat mencerminkan budaya daerah tersebut.
Kabupaten Jeneponto mayoritas masyarakatnya merupakan suku Makassar.
Masyarakat kabupaten Jeneponto merupakan masyarakat yang masih memegang
erat budaya dan adat istiadat yang berlaku secara turun temurun. Masyarakat
Jeneponto dikenal memiliki tempramental cukup tinggi yang didukung dengan
wilayah yang kering dan berbatu, tetapi bukan berarti mereka anti terhadap
perubahan.
Strata sosial masih berlaku dimasyarakat Jeneponto, dimana ada 3 (tiga)
strata sosial masih dijalankan yaitu karaeng, daeng, dan orang biasa. Pola patront-
klien masih berjalan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka disusunlah tugas wawasan sosial
budaya maritim yang membahas tentang sosial budaya masyarakat kabupaten
jeneponto.
1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui sosial budaya
masyarakat kabupaten jeneponto.
1.3 Manfaat Makalah
Adapun manfaat dari makalah ini adalah:
1. Memberikan gambaran kabupaten jeneponto secara demografi.
2. Mengetahui sosial budaya kabupaten jeneponto.
3. Sebagai bahan referensi tentang kabupaten jeneponto.
BAB II
ISI
2.1 Profil Kabupaten Jeneponto
Secara geografis, Kabupaten Jeneponto terletak pada koordinat antara
5o16’13” sampai 5o39’35” Lintang Selatan dan 12o4’19” sampai 12o7’51” Bujur
Timur. Kabupaten Jeneponto terletak di ujung bagian Barat wilayah Propinsi
Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 74,979 ha atau 749,79 km2 dan jarak
tempuh dari Ibukota Propinsi (Makassar) sepanjang 90 km.
Panjang wilayah / zona pantai yang dimiliki Kabupaten Jeneponto adalah
114 km. Sehingga dengan panjang zona pantai tersebut memiliki pontensi yang
sangat besar dalam kemaritiman. Selain memiliki potensi yang sangat besar juga
mengandung ancaman yang sangat besar pula.. Berikut ini adalah ancaman bagi
wilayah pesisir di Kabupaten Jeneponto:
1. Kegiatan pengelolaan dan pembangunan diwilayah pesisir Kabupaten
Jeneponto masih sektoral dan masih kurangnya koordinasi antar instansi dan
lembaga, sehingga sebagian pihak memahami dan melihat program-program
bantuan tidak berjalan maksimal karena tidak adanya penanggungjawab
jawab pasca program.
2. Belum adanya penerapan zonasi yang tegas kegiatan perikanan, sehingga
terjadinya konflik pemanfaatan baik secara horizontal (masyarakat) maupun
secara vertikal (instansi/lembaga).
3. Kegiatan pasca panen rumput laut masih sederhana sehingga daya jual
rumput laut sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain.
4. Sulitnya untuk mengembalikan kejayaan udang windu di samping lahan
tambak yang begitu banyak.
5. Perlunya pemahaman secara komprehensif, tentang pentingnya pengelolaan
pesisir sehingga mampu meredam dampaknya yang berimbas kepada
masyarakat pesisir.
6. Kurangnya pembinaan kelompok-kelompok pengolah hasil perikanan oleh
dinas Perikanan daerah jeneponto.
7. Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto mengharapkan bantuan dari Mitra
Bahari Sulawesi Selatan untuk melakukan pendampingan dan penelitian
dalam penyelesaian masalah-masalah masyarakat pesisir.
Kabupaten Jeneponto juga dikenal sebagi penghasil nener dan benur ikan
bandeng yang banyak dibudidayakan di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2007
produksi benur bandeng yang dihasilkan sebesar 8529 (ribuan ekor) sedangkan
nener sebesar 10615 (ribuan ekor). Selain itu melalui pengembangan budidaya
rumput laut, telah menempatkan Jeneponto sebagai salah satu penghasil rumput
laut terbesar di Sulawesi Selatan. Produksi rumput laut pada tahun 2007 mencapai
14377 ton. Potensi yang penting dari sektor ini juga adalah produksi garam.
Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto yang merupakan sentra produksi garam
satu-satunya di pulau Sulawesi. Produksi garam tidak hanya mencukupi
kebutuhan garam yodium untuk provinsi Sulawesi Selatan saja, tetapi juga
menyuplai kebutuhan kawasan timur Indonesia.
Penduduk Kabupaten Jeneponto tercatat sebanyak 71,17% bekerja pada
sektor pertanian, mengingat sektor tersebut masih merupakan lapangan pekerjaan
yang utama. yang tidak memerlukan pengorbanan yang lebih besar dibandingkan
dengan sektor ekonomi lainnya seperti sektor industri, perdagangan, angkutan dan
komunikasi serta jasa-jasa. Mata pencaharian masyarakat pesisir Jeneponto adalah
petambak ikan, garam, nelayan, dan pembudidaya rumput laut.
Untuk saat ini Jeneponto tengah mempersiapkan Pembangunan pelabuhan
termasuk PLTU Jeneponto yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2011.
Dananya sendiri berasal dari US$60 juta dari BRI dan sisanya US$ 140 juta dari
China development Bank. Pembangunan kawasan industri ini akan dilaksanakan
di Desa Punagaya, Bangkala sebagai tempat bongkar dan muat barang yang
masuk dan keluar Jeneponto Pelabuhan PLTU Jeneponto nantinya untuk
sementara waktu digunakan untuk membongkar 100 ton batu barra per bulan.
Kapasitas pelabuhan yang sisanya tidak digunakan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan perekonomian Jeneponto. Komoditas Unggulan Selain itu sektor
ini melalui pengembangan budidaya rumput laut, telah menempatkan Jeneponto
sebagai salah satu penghasil rumput laut terbesar di Sulawesi Selatan. Produksi
rumput laut pada tahun 2007 mencapai 14377 ton. Potensi yang penting dari
sektor ini juga adalah produksi garam. Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto yang
merupakan sentra produksi garam satu-satunya di pulau Sulawesi. Produksi garam
tidak hanya mencukupi kebutuhan garam yodium untuk provinsi Sulawesi Selatan
saja, tetapi juga menyulai kebutuhan kawasan timur Indonesia. Kedepan, upaya
meningkatkan produksi garam dengan menggunakan kemasan yang menarik dan
tahan lama mutlak menjadi hal utama untuk meningkatkan kapasitas dan daya jual
yang tinggi untuk komoditas unggulan ini. Kabupaten Jeneponto merupakan salah
satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang potensial untuk pengembangan
rumput laut karena memiliki panjang pantai lebih dari 95 km dengan luas 749.79
km2. Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Jeneponto dari tahun 2000-2004, luas areal pemeliharaan dan produksi rumput
laut mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu dari aspek
teknis usaha budidaya rumput laut lebih mudah dilakukan dan waktu
pemeliharaan relative singkat, sedangkan dari aspek ekonomi usaha
menguntungkan karena biaya pemeliharaan murah. Salah satu jenis rumput laut
yang dibudidayakan di Kabupaten Jeneponto adalah jenis Eucheuma Cottonii.
Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena sebagai penghasil karaginan.
2.2 Sosial Budaya Kabupaten Jeneponto
A.Sistem kebudayaan kabupaten jeneponto
Sistem kebudayaan daerah kabupaten jeneponto adalah suatu daerah yang
memiki ciri khas tersendiri. Kabupaten jeneponto memiliki dua sistem
kebudayaan yang dikenal dengan adat istiadat yaitu karaeng dengan ata.
Dalam sistem kebudayaan karaeng di kabupaten jeneponto mulai dari
nenek moyang sampai sekarang masih berlaku adat istiadatnya. Karaeng adalah
sebuah nama yang diberikan kepada seseorang yang dianggap kuat dan terpercaya
dalam masyarakat Kabupaten Jeneponto.
Menurut Sorokin (1962) dalam Arif Satria (2002), bahwa basis pembedaan
kelas adalah hak dan privilege (right and privilaeges), kewajiban dan tanggung
jawab (duties and responsibilities), nilai sosial dan privasi (social velues and
privations) serta kekuasaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat (social power
and influence among members of a society). Bentuk stratifikasi dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu :
1. Stratifikasi berdasar ekonomi (economically stratified), yaitu jika dalam
suatau masyarakat terdapat perbedaan atau tidak ketidaksetaraan status
ekonomi,
2. Stratifikasi berdasarkan politik (polically stratified), yaitu jika terdapat
ranking sosial berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan dan gelar,
3. Stratifikasi berdasarkan pekerjaan (occupationally stratified), yaitu jika
masyarakat terdiferensiasi ke dalam berbagai pekerjaan dan beberapa
diantara pekerjaan itu lebih tinggi statusnya dibandingkan pekerjaan
lain.
Adat istiadat yang dimiliki oleh seorang karaeng sangat berbeda dengan
orang-orang yang bukan termasuk dalam kategori karaeng. Dari segi derajat
kemanusiaan yang dipahami, seorang karaeng adalah orang yang sangat dihargai
dan dihormati oleh masyarakat karena menganggap dirinya adalah orang yang
paling tinggi derajatnya khususnya di daerah jeneponto.
Pada zaman dahulu terbentuknya sistem karaeng di Jeneponto sangat
berbeda dengan sistem karaeng yang sekarang karena nilai-nilai karaeng yang
sesungguhnya sudah mulai luntur pada kalangan karaeng itu sendiri, bahkan
sistem pemahaman karaeng yang sekarang menjadi kesombongan oleh setiap
karaeng. pada jaman dahulu seorang karaeng tidak membiarkan anakanya
menikah yang bukan keturunan karaeng atau sederajatnya.
Budaya yang lahir di Jeneponto ini adalah merupakan kekayaan budaya
yang dimiliki oleh masyarakat Jeneponto. Tetapi perbandingan sekarang sudah
terlihat dan terbukti bahwa kebanyakan dari golongan karaeng sudah tidak
mengenal sistem karaeng yang sesungguhnya.
Ata adalah sekelompok masyarakat yang derajatnya sangat rendah
dibandingkan dengan karaeng yang tidak memiliki sifat khusus yang dimilki oleh
seorang karaeng pada khususnya. Dari segi adat istiadat yang dianut oleh seorang
Ata sangat berbeda dengan seorang karaeng, seperti halnya pada sistem
perkawinan, kematian, dan acara-acara adat lainnya. Dalam sistem pernikahan
seorang Ata tidak pernah melakukan pernikahan kepada seorang karaeng karena
karaeng telah menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan
seorang Ata.
Namun pada perspektif sekarang ini yang nilai-nilai karaeng sudah mulai
menurun maka bisa saja terjadi proses pernikahan dengan seorang karaeng dengan
Ata. Seorang Ata sering dicacimaki oleh seorang karaeng kalau bermasalah
dengan karaeng karena seorang karaeng menganggap dirinya paling terhormat di
daerah kabupaten jeneponto. Ata dengan Karaeng sekarang ini sudah nampak dan
terlihat dihati masyarakat dari segi perkawinanya dan bahkan derajat seorang
karaeng akan sejajar dengan karaeng yang dimiliki pada hakekatnya. Oleh karena
itu, Ata merupakan bagian dari seorang karaeng. Akhirnya Jeneponto dinamakan
kota daeng dan tanah kelahiran para karaeng.
Dari sisi lain, meninggalnya baik seorang karaeng maupu Ata primitif
masyarakat jeneponto membawa sarung, uang dan lain-lain sebainya karena
sistem kepercayaan yang sudah berlaku sejak lahirnya nenek moyang kita jadi
sifatnya berlaku sampai sekarang. Kalau ada orang meninggal, hari pertama
sampai hari ketiga masyarakat mengaji dan lanjut hari ketujuhnya sampai malam
ta’ziahnya, pada saat satu tahunya mereka mendoakannya lagi sambil membaca
lagi Alqur’an dan kuburannya ditembok atau diberikan suatu tanda dan dikenal
lebih baik.
Pada dasarnya masyarakat Kabupaten Janepont, inilah tradisi-tradisi yang
dimilikinya sampai sekarang masih berlaku mulai dari segi kebudayaan,
perkawinan, adat istiadat dan kematian.
B. Budaya makan masakan kuda
Jeneponto terkenal juga dengan “Bumi Turatea” dan identik dengan kota
“KUDA”,. Jika kita telah masuk ke pusat kabupaten yakni di Bontosunggu
[ibukota kabupaten Jeneponto] maka akan tampak sebuah patung kuda sebagai
lambang atau simbol kabupaten Jeneponto. Bahkan logo pemerintahan kabupaten
jeneponto juga tidak terlepas dari kuda. Hal ini membuktikan kabupaten
jeneponto identik dengan kudanya.
Julukan “Kuda” yang diberikan oleh kabupaten jeneponto disebabkan
juga oleh kebiasaan masyarakat Jeneponto yang gemar memakan hasil olahan
kuda. Di pasar-pasar tradisional akan sangat susah untuk mendapatkan daging lain
selain daging kuda bahkan tidak ada.
Kuda juga dijadikan sebagai simbol kehormatan masyarakat jeneponto.
Jika melakukan suatu pesta terutama pesta perkawinan, maka masyarakat tersebut
akan menyembelih kuda. Semakin tinggi tingkat sosial seseorang maka akan
semakin banyak kuda yang disediakan.
Apabila dalam suatu pesta tidak tersedia masakan dari kuda terutama
“Gantala jarang”, maka akan mendapat suatu penilaian yang kurang baik terhadap
masyarakat terlebih lagi jika yang melakukannya dari golongan sosial atas.
Kuda dijadikan sebagai simbol kebanggaan semua masyarakat
jenepontonto.
C. Jeneponto identik dengan pa’bambangan na tolo
Jeneponto dikenal dengan istilah “Pa’bambangang Na Tolo” adalah istilah
dalam bahasa Makassar yang berarti sering marah tapi berotak dugu. Inilah istilah
yang melekat cukup erat terhadap masyarakat Jeneponto sampai saat ini. Dari
persentase para pejabat di kota Makassar jika kita mengambil sampel ini maka
kenyataannya memang demikian, para pejabatnya didominasi oleh suku bugis
meliputi kabupaten Bone, Sinjai, Wajo, dll. Sementara penduduk Jeneponto yang
tinggal di Makassar kebanyakan kalangan bawah yang tidak berpendidikan
dengan pekerjaan adalah tukang becak, kuli bangunan, buruh pelabuhan dan lain
sebagainya. walaupun pekerjaan ini bukanlah pekerjaan hina karena halal
daripada kerja di pemerintahan dengan mengambil hak orang lain dan korupsi.
Pedih rasanya hati ini jika menyaksikan semua ini, mengapa harus
Jeneponto?..Apakah orang-orangnya bodoh sesuai dengan julukan bagi
masyarakat Jeneponto, atau bagaimana?. Sebagai gambaran saat bersekolah SD di
Jeneponto dulu teman-teman banyak cerdas-cerdas. Atau asumsi saya mungkin
orang-orang Jeneponto lebih banyak yang low profile sehingga tidak terekspose
ke permukaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Kabupaten jeneponto memiliki dua sistem kebudayaan yang dikenal
dengan adat istiadat yaitu karaeng dengan ata.
2. Masyarakat jeneponto identik dengan kuda. Bahkan hampir segala dimensi
kehidupannya tidak terlepas dari kuda mulai dari lambang pemerintahan,
patungnya, sampai kegemaran masyarakatnya menikmati masakan kuda.
Kuda juga dijadikan sebagai simbol derajat kedudukan seseorang saat
melakukan suatu pesta tertuma pesta perkawinan.