MAKALAH VESIKOLITIASIS

62
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM URINARI (PERKEMIHAN) DENGAN DIAGNOSA MEDIS VESIKOLITHIASIS OLEH KELOMPOK VII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU TAHUN 2014 / 2015

Transcript of MAKALAH VESIKOLITIASIS

MAKALAHASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM URINARI (PERKEMIHAN)DENGAN DIAGNOSA MEDIS VESIKOLITHIASIS

OLEHKELOMPOK VII

STIKes WIDYA NUSANTARA PALUTAHUN 2014 / 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami, sehingga Makalah Asuhan

Keperawatan Sistim Urinari (Perkemihan) dengan Diagnosa Medis Vesicolithiasis

ini dapat kami susun dan selesaikan dengan baik, sebagai tugas kelompok pada

mata kuliah Asuhan Keperawatan Sistim Urinari pada semester VII, walaupun

kami yakin masih ada kesalahan dan kekurangan yang mungkin kami tidak sadari.

Untuk hal tersebut kami mohon adanya masukan yang konstruktif

sehingga bisa menambah pengetahuan kita bersama dalam penulisan makalah dan

pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan Vesicolithiasis bagi rekan-rekan

mahasiswa/wi dan secara khusus kepada kelompok kami.

Akhirnya terima kasih kepada seluruh rekan kelompok atas kerja kerasnya

dalam menyusun dan mencari bahan makalah ini.

Palu, September 2014Tim PenuyusunKelompok VII

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vesikolithiasis merupakan batu yang terdapat pada kandung kemih

yang terdiri atas substans yang membentuk Kristal seperti kalsium oksalat,

fosfat kalsium, asam urat dan magnesium. Batu dapat menyebabkan

obstruksi, infeksi atau edema pada saluran perkemihan (copernito, 1990).

Vesikolithiasis lebih sering di jumpai di afrika dan asia (terutama Indonesia),

sedangkan di ameriaka (baik kulit putih maupun kulit hitam) dan eropa

jarang.

Penyakit ini penyebarannya merata di seluruh dunia akan tetapi utama

di daerah yang dikenal dengan stone belt atau lingkaran batu (sabuk batu). Di

amerika serikat dan eropa hanya 2-10% dari populasi penduduk yang dapat

mengalami penyakit ini. Tingkat  kekambuhan setelah serangngan penyakit 

adalah 14%, 39%,dan 52% pada tahun ke 1,5, dan 10 secara berurutan.

Peningkatan ensiden telah di catat di amerika bagian tengah yaitu suatu

daerah yang dilalui sabuk batu, internasional: insiden batu kandung kemih

lebih rendah di Negara bukan industry.

Di Indonesia merupakan Negara yang di lalui sabuk batu, namun

beberapa prevalensi batu urine terdapat di Indonesia masih belum jelas

(probo, 2004).

Rifki muslim pada penelitian tahun 1983 si RSUP dr. kariyadi semarang

menemukan 156 penderita batu saluran kemih, yang terdadap adalah batu

kandung kemih (58,97%), di ikuti oleh batu ginjal (23,72%), batu ureter

(8,97%), dan batu urethra (2,04%) (Djoko Rhardjo, 2003). Prevalensi batu

kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr. karyadi semarang, dari 105

peserta didapatan hasil jumlah penderita pria di bandingkan wanita 4:1 (harry

purwanto 2004).

Salah satu penyebab batu kandung kemih kira-kira 75% dari batu yang

terbentuk terdiri atas kalsium. penyebab lain dari masukan diit tinggi purin,

batu asam urat yang menyebabkan PH air kemih rendah, batu struvit yang

menyebabkan infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi

urease.

Tanda dan gejal batu kandung kemih adalah nyeri yang ditandai gejala

tiba-tiba dan cukup hebat, nyeri bersifat kolik dan menjalar ke perut bagian

bawah (engram, 1999). Kencing lancer tiba-tiba terhenti, terasa sakit, kalau

infeksi ditemukan tanda sistitis. Kadang - kadang terjadi hematuri, adanya

nyeri infeksi ditemukan suprasimpisis, teraba adanya urine yang banyak dan

terasa terbakar, akibatnya akan menimbulkan komplikasi seperti saluran

kemih (ISK), hidronefrosis, dan gagal ginjal. Upaya penggobatan batu

kandung kemih diantaranya pengangkatan/pembedahan, terapi nutrisi dan

medikasi ESWL, pelarutan batu, uretroskopi, metode endourolodi, dll.

Sehingga diperlukan peran seorang perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain

dalam memberikan asuhan keperawatan pada vesikolithiasis tidak hanya

perawatan fisik tetapi juga keadaan psikologis pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Vesikolithiasis

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami tentang Anatomi fisiologis

Sistim Urinari

2. Mahasiswa mampu memahami tentang dafinisi Vesikolithiasis

3. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi

Vesikolithiasis.

4. Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinis

Vesikolithiasis.

5. Mahasiswa mampu memahami tentang Patofisiologis

Vesikolithiasis.

6. Mahasiswa mampu memahami tentang Pencegahan

Vesikolithiasis.

7. Mahasiswa mampu memahami tentang Penatalaksanaan

Vesikolithiasis.

8. Mahasiswa mampu memahami tentang Pemeriksaan

Diagnostik Vesikolithiasis.

9. Mahasiswa mampu memahami tentang Penatalaksanaan

Vesikolitiasis.

10. Mahasiswa mampu memahami tentang Patoflow

Vesikolitiasis.

11. Mahasiswa mampu memahami tentang Konsep Asuhan

Keperawatan Vesikolithiasis secara teoritis ( Pengkajian,

Diagnosis, Intervensi)

C. Manfaat

1. Mendapat pengetahuan tentang Vesikolitiasis

2. Menambah pengetahuan dan mampu membuat suatu

perencanaan Asuhan Keperawatan pada kasus Vesikolitiasis

BAB.II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis

Konsep dasar dibuat untuk memudahkan pemahaman kita dalam melakukan

Asuhan Keperawatan terutama dalam mengkaji dan pemberian intervensi

keperawatan. Adapun konsep dasar ini terdiri dari definisi, anatomi, fisiologi,

patofisiologi dan skema, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik,

penatalaksanaan dan perencanaan pulang.

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

a. Anatomi Ginjal (Renal)

Ginjal suatu kelenjar yang terletak dibagian belakang dari

kavum abdomeinalis dibelakang peritonium pada kedua sisi

vertebral lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang

abdomen. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri dan

kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya

ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1999).

b. Anatomi Ureter

Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing

bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria)

panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian

terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga

pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:

Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

Lapisa tengah lapisan otot polos.

Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap

5x/menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk kedalam

kandung kemih. Gerakan peristaltik urin masuk ke dalam kandung

kemih.

c. Anatomi Vesika urinaria (kandung kemih)

Kandung kemih adalah satu kantong berotot yang dapat

mengempes, terletak dibelakang simfisis pubis dan kandung kemih

mempunyai tiga muara, dua muara ureter serta satu muara uretra.

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon

karet, terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut dikelilingi oleh otot yang

kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikus medius

(Sylvia A. Prince Lorrance W, 1995).

Bagian vesika urinaria terdiri dari:

Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan

bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium

rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent

vesika seminalis dan prostat.

Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.

Verteks bagian yang runcing kearah muka dan berhubungan

dengan ligamentum vesika umilikalis

Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan:

Peritonium (Lapisan Luar)

Tunika Muskularis (lapisan otot)

Tunika Submukosa dan

Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

d. Proses miksi atau rangsangan berkemih

Distensi kandung kemih oleh air kemih akan merangsang

stresreseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan

jumlah 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses

miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung

kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus

segera diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, akhirnya terjadi

pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan

kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interhus dihantarkan

melalui serabut-serabut saraf para simpatis. Kontraksi spinter

eksternus secara volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang

menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih

utuh. Bila ada kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka terjadi

inkontinensia urin (kencing keluar terus menerus tanpa disadari) dan

retensi urin (kencing tertahan). Persyaratan dan peredaran darah

vesika urinarius. Persyaratan diatur torako lumbar berfungsi untuk

relaksasi lapisan otot dan kontaksi spinter internal peritonium

melapisi kandung kemih. Peritonuim dapat digerakkan membuat

lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih berisi penuh.

c. Pembuluh Darah

Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbikalis bagian

distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih.

Pembuluh Limfa berjalan menuju duktus limfatikus sepanjang arteri

umbilikalis (Syaifuddin, 1996).

2. Fisiologi

Kandung kemih juga sering disebut buli-buli. Adapun fungsi

dari kandung kemih adalah:

Muara tempat akhir zat-zat sisa dari makanan yang kita makan

yang tidak diperlukan tubuh atau tidak diroabsorsi tubuh.

Tempat penampungan atau menyimpan air kemih yang akan

dikeluarkan melalui uretra (Syaifuddin, 1996).

Ginjal juga merupakan salah satu salah satu organ tubuh yang

sangat penting berfungsi sebagai:

Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat

toksis atau racun.

Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-

zat lain dalam tubuh.

Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa

dari cairan tubuh.

Mengeluarkan sisa-sisa metabilosme hasil akhir dari

protein ureum, kreatinin, amoniak (Syaifuddin, 1996).

B. Definisi Vesikolithiasis

1. Visikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada

vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu, penyakit ini juga

disebut batu kandung kemih (Smeltzer dan Bare, 2000).

2. Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak divesika urinaria yang

menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya biasa

sakitnya yang menyebar kepaha, abdomen dan daerah genitalia.

Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup

penggunaan antasid diamox, vitamin D, Laksatif dan aspirin dosis

tinggi yang berlebihan.

3. batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium

dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya

(Suddarths dan Brunner, 2001)

4. Vesikolitektomi adalah mengangkat batu vesika urinaria (Tjokro,

N.A, et al, 2001).

5. Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal didalam saluran

kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik

tepatnya pada vesika urinaria atau kandung kemih. Batu kandung

kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat.

(Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001).

6. Batu ginjal didalam saluran kemih (kalkulus Uriner) adalah massa

keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa

menyebabkan nyeri, perdarahan/ penyumbatan aliran kemih atau

infeksi. Batu ini bisa terbentuk didalam kandung kemih (batu kandung

kemih). proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis

renalis) (hhtp://id.wikipedia.org).

C. Etiologi                

1. Faktor Endigen

2. Faktor genetik, familial pada hypersitinuria, hyperkalsiuria dan

hyperoksalouria.

3. Faktor Eksogen

4. Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan

mineral dalam air minum.

5. Faktor Lainnya

Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturuna, air minum, pekerjaan,

makanan atau penduduk yang vegetarian lebih sering menderita batu

saluran kencing atau buli-buli (Syaifiddin, 1996).

6. Teori Inti (nukleus): kristal dan benda asing merupakan tempat

pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami superaturasi.

7. Teori Matriks: matrisk organik yang berasal dari serum atau protein-

protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal

8. Teori Inhibitor kristalisasi: beberapa substansi dalam urin

menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau

absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi (Arief

Mansjoer, 1996).

Terbentuknya batu ini bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan

garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih

kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80

% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan,

termasuk asam urat, sistin dan mineral stuvit. Batu struvit (campuran

dari magnesium, amonium daan fosfat) juga disebut ” Batu Infeksi”

karena batu ini hanya terbentuk didalam air kemih yang terinfeksi.

Ukuran batu bervariasi, mulia dari tidak dapat dilihat dengan mata

telanjang sampai yang sebesar 2,5 cm atau lebih. Batu yang besar

disebut ”Kalkulis Staghorn”. Batu ini bisa mengisi hampir

keseluruhan peluis renalis dan kalises renallis. Pembentukan batu

tergantung kepada komposisi batu yang ditemukan pada penderita.

Batu tersebut dianalisa dan dilakukan pengukuran kadar bahan yang

bisa menyebabkan terjadinya batu di dalam air kemih, antara lain Batu

kalsium sebagian besar penderita batu kalsium mengalami

hiperkalsiuria (kadar kalsium didalam air kemih tinggi). Batu asam

urat yaitu terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu

untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa

diberikan kalsium sitrat (http://id.wikipedia.org).

D. Patofisiologi

Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu

kalisium oksalat dengan inhibotor sitrat dan glikoprotein. Beberapa

promotor (reaktan) dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam

sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum

dikenali sepenuhnya dan terjadi peningkatan kalsium oksalat, kalsium

fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran kemih.

Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung

kemih, mencakup infeksi saluran ureter atau vesika urinaria, stasis urine,

periode imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium.

Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat

bersifat simtomatik ataupun asimtimatik. Terbentuknya batu saluran

kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai inti yang akan

mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

Terjadinya supersaturasi atau kejenuhan substansi pembentuk batu dalam

urine seperti asam urat, kalsium oksalat, sistin akan mempermudah

terbentuknya batu Perubahan pola urine yang bersifat asam akan

mengendapkan sistin, santin asam dan garam urat, sedangkan pada urine

yang bersifat alkali akan mengendapkan garam-garam fosfat (Prof. Dr.

Arjatmo Tjokonegoro, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).

Faktor-faktor resiko mencakup usia dan jenis kelamin, kelainan

marfologi makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat, dan

adanya kelainan pada ginjal dan saluran (Brunner dan Suddarth, 2001).

E. Manifestasi Klinis

Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi abstruksi

meningkatkan tekanan hidrostaltik. Bila nyeri mendadak terjadi akut

disertai nyeri tekan di seluruh osteovertebral dan muncul mual-muntah

maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan demam dan

perasaan tidak nyaman diabdominal dapar terjadi. Gejala Gastrointestinal

ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas

dan usus besar. Batu yang terjebak di kandung kemih  menyebabkan

gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke abdomen dan

genitalia. Klien sering ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang

keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu. Gejala ini

disebakan kolik ureter, umumnya klien akan mengeluarkan batu yang

berdiameter 0,5 – 1 cm, biasanya harus diangkat atau dihancurkan

sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan

lancar (Brunner and Suddarth, 2001)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan batu

kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah:

1. Urinalisa

Warna kuning, coklat atau gelap

2. Foto KUB

Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukkan adanya

batu.

3. Endeskopi ginjal

Menentukan peluis ginjal, mengeluarkan batu kecil.

4. Elektrokardiogram

Menunjukkan ketidakseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.

5. Foto Rontgen

Menunjukkan adanya di dalam kandung kemih yang abdormal

6. IUP (Intra Venous Pylogram)

Menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih,

membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuliti

kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

7. Vesikolitektomi (sektio alta)

Mengangkat batu vesika urinaria atau kandung kemih.

8. Litotripsi bergelombang kejut ekstra koporeal

Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.

9. Pielogram Retrograd

Menunjukkan obnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung

kemih.

Diagnosa ditegakkan dengan studi ginjal, ureter, kandung

kemih, uragrafi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah

dengan urien dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat,

kreatinin, natrium dan volume total merupakan upaya dari diagnostik.

Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter dan

kandung kemih dalam keluarga didapatkan untuk mengidentifikasi

faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien

(Tjokro, N.A, et al, 2001).

G.  Penatalaksanaan Medis dan Pencegahan

Menurut Brunner and Suddarth (2001) tujuan dasar

penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis

batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta

mengurangi obstruksi akibat batu. Cara yang biasanya digunakan untuk

mengatasi batu kandung kemih adalah:

1. Pengangkatan batu

Pemeriksaan sistoskopik dan pemasangan keteter uretra kecil

untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi.

2. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal

Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan

batu ginjal.

3. Ureteroskopi

Memasukkan suatu alat ureteroskopi melalui sistoskop, batu

dihancurkan dengan menggunakan laser, atau ultrasound lalu

diangkat.

4. Netolitonomi atau nefrektomi

Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu.

5. Penanganan nyeri

Untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat

dihilangkan dengan pemberian morfin untuk mencegah syok

dan sinkop akibat nyeri hebat, juga bisa di lakukan mandi air

panas / hangat pada area panggul.

Pencegahan pembentukan batu tergantung kepada komposisi

batu yang ditemukan pada penderita. Batu tersebut dianalisa dan

dilakukan pengukuran kadar bahan yang bisa menyebabkan

terjadainya batu dalam air kemih, pencegahan jenis batu dibawah ini

adalah:

1. Batu kalsium, kurangi kandungan kalsium dan fosfor dalam diet,

obat diuretik thiazid (misalnya Trichlormetazid) akan mengurangi

pembentukan batu yang baru.

Dianjurkan banyak minum air putih (8-10 gelas/ hari). Diet

rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfot untuk

meningkatkan kadar sitrat (Zat penghambat pembentukan batu

kalsium). Di dalam air kemih diberikan kalium sitrat. Kadar

oksalat yang tinggi dalam air kemih yang menyokong

terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi

makanan yang kaya oksalat.

2. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresapkan untuk klien yang

memiliki batu fosfat jeli aluminum hidroksida dapat diresapkan

karena agens ini bercampur dengan fosfor dan mengeksresikan

melalui saluran intestinal bukan ke sistem urinarius.

3. Batu urat untuk mengatasi batu urat, klien harus diet rendah purin

untuk mengurangi eksresi asam urat dalam urin, untuk

pembentukan asam urat. Makanan tinggi purine (kerang, ikan,

hering, asparagus, jamur dan jeroan) harus dihindari. Allopurinol

(Zyloprim) dapat mengurangi kadar asam urat serum dalam

akskresi asam urat ke dalam urine.

4. Batu Oksalat

Hindari makanan mencakup sayuran hijau berdaun banyak:

kacang, seledri, gula bit, beri hitam, kelembek, coklat, teh, kopi,

kacang tanah (http://id,wikipedia,org)

I.  Komplikasi

Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:

1. Hidronefrosis Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan

jaringan ginjal sehingga ginjal menyerupai sebuah kantong yang

berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan dan aliran balik

ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak  mampu lagi

menampung urine. Sementara urine terus menerus bertambah dan

tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri

pinggang, teraba benjolan besar di daerah ginjal dan secara

progresif dapat terjadi gagal ginjal.

2. Urimia adalah peningkatan ureum di dalam darah akibat

ketidakmampuan ginjal menyaring hasil metabolisme ureum,

sehingga  akan terjadi gejala mual-muntah, sakit kepala,

penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.

3. Pyelonefritis adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri

yang naik secara assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal

ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi disertai menggigil,

sakit pinggang, disuria, poliuria dan nyeri ketok kosta vertebra.

4. Gagal ginjal akut sampai kronis

5. Obstruksi pada kandung kemih

6. Ferforasi pada kandung kemih

7. Hematuria atau kencing darah

8. Nyeri pinggang kronis

9. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu

(Soeparman, et. al, 1960).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Vesikolithitiasis

1. Pengakajian

a. Demografi :

Usia

Jenis kelamin

Suku/bangsa

Pekerjaan

:

:

:

:

paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50

tahun

banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita

banyak ditemukan pada bangsa Asia dan Afrika

orang yang pekerjaan banyak duduk / kurang

aktivitas (sedentary life

b Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu kandung kemih adalah

nyeri  pada  kandung  kemih  yang  menjalar  ke  penis,  berat  ringannya

tergantung pada lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal.

Klien  dapat  juga  mengalami  gangguan  gastrointestinal  dan  perubaha

n dalam eliminasi urine.

c. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan  atau  penyakit penyakit  yang  pernah  diderita  oleh  penderita

yang  mungkin  berhubungan  dengan  batu  saluran  kemih  antara  lain

infeksi kemih, hiperparatirodisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan

- keadaan  yang  mengakibatkan  hiperkaslemia,  immobilisasi  lama  dan

dehidrasi 

d. Riwayat penyakit keluarga

Beberapa penyakti atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi

penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal

tubular acidosis (RTA), cystinuria, xanthinuria, dan dehidroxinadeninuria

(Munver dan Preminger, 2001)

e. Pola fungsional

1. Pola persepsi dan pemerliharaan kesehatan

Klien bisanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan

lingkungan dengan kadar kalsium yang tinggi pada air.

Terdapat riwayat penggunan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik,

anti   hipertensi,   natrium   bikarbonat,   alupurinol   dan  sebagainya

Aktivitas olah raga tidak penah dilakukan 

2. Pola nutrisi  dan metabolisme

Adanya asupan dengan diit tinggi purin, kalisum oksalat, dan fosfat.

Terdapat   juga   ketidakcukupan   intake   cairan.   Klien   BSK  

dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen 

3. Pola eliminasi

Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obtruksi

sebelumnya  sehingga  dapat  mengalami  penurunan  haluaran  urine

,kandung  kemih  terasa  penuh,  rasa  terbakar  saat  berkemih, 

sering berkemih dan adanya diare 

4. Pola istirahat tidur

Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri 

timbul pada malam hari/saat tidur Pola aktivitas Adanya   riwayat  

keterbatasan  aktivitas,  pekerjaan  monoton  ataupun imobilisasi

sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak 

sembuh, cedera medulla spinalis)  

5. Pola hubungan dan peran

Didapatkan   riwayat   klien   tentang   peran   dalam   keluarga   dan

masyarakat.  Interaksi dengan keluarga dan orang lain serta

hubungan kerja, adakah perubahan atau ganguan 

6. Pola persepsi  dan konsep diri

Klein  dapat  melaporkan  adanya  keresahan  gugup  atau 

 kecemasan yang dirasakan  sebagai  akibat  kurangnya

pengetahuan  tentang kondisi,diagnosa dan tindakan operasi 

7. Pola kognitif-perseptual

Didapatkan  adanya  keluhan  nyeri,  nyeri  dapat  akut  ataupun 

kolik tergantung lokasi batu 

8. Pola repdoduksi dan seksual

Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam

hubungan seksual karean perubahan kondisi yang dialami 

9. Pola koping dan penanganan stress

Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stressnya

Yang mungkin diketahui bagaimana mengambil keputusan.

10. Pola tata nilai dan kepercayan

Bagaimana praktek religius klien (type, frekuensi) dengan apa (siapa

) klien mendapat sumber kekuatan/makna 

f. Pemeriksaan fisik

1. Tanda-tanda vital : peningkatan tekanan dan nadi, peningkatan

suhu bila dijumpai infeksi

2. Kulit : hangat dan kemerahan, pucat

3. Abdomen  :  adanya  nyeri  tekan  abdomen,  distensi  abdominal,

penurunan atau tidak adanya bising usus.

g. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah : secara

umum  menunjukkan  SDM,  SDP,  kristal  (sistin,  asa,  urat,  

Kalsium osakat),  serpihan,  mineral, bakteri,  PUS  :

pH mungkin   

asam(peningkatan magnesium, fosfat ammonium / batu kalsium 

fosfat.)

2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalisum, fosfat, oksalat/

sistin mungkin meningkat.

3. Kusltur urine : mungkin menunjukkan ISK ((Stapylococcus

Aureus, proteus, klebseila, pseudomonas)

4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalisum, asam 

urat,protein, elektrolit.

5. BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum / re

ndah pada urine)sekunder tingginya batu osbtruksi pada ginjal

menyebabkan iskemia/nekrosis.

6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida 

dan penurunan  kadar  bikarbinat  menunjukkan  tarjadinya

asidosis  tubulus ginjal

7. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan

infeksi / septilumia.

8. SDM : biasanya normal

9. Hb/Ht  :  abnormal  bila  klien  dehidrasi  berat  /  polisitenia  terja

di(mendorong presipitasi pemadatan) /anemi (peradarahan,

disfungsi/gagl ginjal)

10. Hormon  paratiroid  :  mungkin  meningkat  jika  gagal  ginjal

(PTH ) merangsang   reabsorbsi   kalsium   dari   tulang 

meningkatkan   sirkulasi serum dan kalsium urine

11. Foto  rotgen  KUB  :  menunjukkan  adanya  kalkuli  atau  

perubahan anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter.

12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab 

nyeri abdominal  atau  panggul. Menunjukkan   abnormalitas

pada  strukturn

anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

13. Sistouterkopi :visualisasi langsung kandung kemih dapat

menunjukkan batu /efek-efek obtruksi.

Pe kalsium, Pe Oksalat, Pe ekresi asam

urat, Pe ureum

h. Phatoflow

Dehidrasi

Urine tdk dp keluar krn obstruksi

Out put urine terganggu

Perubahan Pola eliminasi urine

Perubahan Nutrisi kurang

Mual dan muntah

Intoleransi aktivitas

Ureter

Distensi Abominal

V.Urinaria penuh

Bising usus menurun

Retensio urine

Anorexia

Persepsi ; Nyeri

Vesikolithiasis

Gg.Pola Tidur

Masuk ke ginjal

Pembentukan Batu

Pe bhan organic akibat ISK/urine statis

Kontraksi meningkat dan menekan syaraf

Obstruksi kadung kemih

Vesika Urinaria

Resiko kekurangan cairan

i. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan

frekuensi atau  dorongan  kontraksi  vesika  urinaria

2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi  

kandung kemih  oleh  batu,  obtruksi  mekanik

3. Resiko  tinggi  defisit  volume  cairan  berhubungan  dengan  mual

/muntah(iritasi saraf 

4. Intoleran  aktifitas  berhubungan  dengan  kelemahan  

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal :proses 

penyakit,stres psikologis, ketidakaktifan 

j. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri  berhubungan  dengan  cedera  jaringan  sekunder  terhadap   

batu kandung kemih dan spasme otot polos

Tujuan : rasa nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil : Menunjukan nyeri berkurang sampai hilang,   

  ekspresi  wajah  rileks, skala nyeri 3.

Intervensi :

a.  Catat  lokasi,  lamanya  intensitas  nyeri  (skala  nyeri  0  –    10)

 dan penyebarannya

Rasional   : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan    

kemajuan gerakan  kulkus. Nyeri  panggul  sering  

menyebar,  nyeri tiba tiba  dan  hebat  dapat

mencetuskan  ketakutan, gelisah dan  ansietas sampai  

tingkat berat/panic.

b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf

terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri

Rasional   :  memberikan   kesempatan   untuk   pemberian  

 analgesic sesuai  waktu  (membantu  meningkatkan

koping klien dan dapat menurunkan ansietas.

c.  Berikan  tindakan  untuk  meningkatkan  kenyamanan  seperti  

pijatan punggung, lingkungan, dan istirahat.

Rasional   :  memberikan relaksasi, menurunkan ketegangan otot  

dan meningkatkan koping.

d. Bantu/dorong  penggunaan  nafas  berfokus,  bimbingan  imajinas

dan aktivitas terapeutik

Rasional   :  mengarahkan  kembali  perhatian  dan  membantu  

dalam relaksasi otot

e.  Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi

Rasional   :  biasanya diberikan pada episode akut untuk menurun

kan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot.

2. Perubahan eleminasi berhubungan dengan stimulasi kandung kemih 

oleh batu, obstruksi mekanik, inflamasi

Tujuan : klien berkemih dengan jumlah normal dan pola   

  biasa /tidak ada gangguan

Kriteria Hasil : jumlah urine 1500 ml/jam dan pola biasa, tidak   

   ada distensi kandung kemih dan edema

Intervensi :

a.  Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan    

                   adanya komplikasi, contoh infeksi dan pendarahan.

b. Tentukan pola berkemih norml klien dan perhatikan variasi

Rasional  :  Kalkulus  dapat  menyebabkan  eksitabilitas  saraf,  

yang menyebabkan  sensasi  kebutuhan  berkemih   

                         segera.

c.   Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan

       Rasionalnya : peningkatan   hidrasi   membilas   bakteri,   darah     

                               dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.

d.  Periksa  semua  urine,  catat  adanya  keluaran  batu  dan  

     ke laboratorium untuk dianalisa.

Rasionalnya : penemuan batu meningkatkan identifikasi tipe batu 

dan mempengaruhi pilihan terapi.

e.   Selidiki  keluhan  kandungan  kemih  penuh  :  palpasi  untuk 

      distensi suprapubik

Rasionalnya   :   retensi   urin   dapat   terjadi,   menyebabkan       

                                     distensi jaringan  (kandung  kemih  atau  ginjal)

, dan potensial resiko infeksi,

f.   Kolaborasi  berikan  obat  sesuai  indikasi  :  alupurenol

  (ziloprim),asetazolamid (diamox)

Rasionalnya : meningkatkan pH urine (alkalinitas), untuk

menurunkan  batu asam.

3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan mual, 

muntah

Tujuan :  klien dapat mempertahankan keseimbangan cair

adekuat

Kriteria Hasil :  -   tekanan darah 120/85 mmHg

- nadi 60-100x/menit

- BB dalam rentang normal

- Membrane mukosa lembab

- Turgor kulit baik

Intervensi :

a. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan

         Rasionalnya : membantu dalam evaluasi adanya atau derajat

                                statis atau kerusakan ginjal.

b.    Catat insiden muntah, diare.  Perhatikan karakteristik dan  

frekuensi muntah/diare, jaga kejadian yang menyertai/

mencetuskan

        Rasionalnya   :   pencatatan   dapat   membantu  

                                    mengesampingkan kejadian abdominal lain    

                                        yang menyebebabkan nyeri atau  

                                        menunjukkan  kalkulus.

c. Tingkatkan  pemasukan  cairan  sampai  3-4  L / hari   dalam  

toleransi jantung.

Rasionalnya: mempertahankan keseimbangan cairan untuk

homeostatis   juga   tindakan   “mencuci”   yang   

                                 dapat   membilas   batu keluar.

d.   Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit 

      dan membrane mukosa.

       Rasionalnya : indikator hidrasi atau volume sirkulasi dan

                               kebutuhan intervensi.

e.   Berikan   obat   sesuai   dengan   indikasi   :   antiemetik,  

      contoh: proklorperazin (compazin)

       Rasionalnya : menurunkan mual muntah

4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan :  pola aktivitas terpenuhi

Kriteria Hasil :  klien menunjukkan pola aktivitas

Intervensi :

a.   Kaji kemempuan pasien untuk melakukan tugas

       Rasionalnya : mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

b.   Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila

       diindikasikan.

       Rasionalnya : meningkatkan istirahat dan ketenangan

c.   Berikan   bantuan   dalam   aktivitas   atau   ambulasi   bila   perlu,

       memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.

       Rasionalnya  :  membantu  bila  perlu  harga  diri  ditingkatkan  

bila pasien melakukan sesuatu sendiri.

d.   Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi

Rasionalnya : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas 

sampai normal  dan  memperbaiki  tonus  otot   

                                atau  stamina  tanpa kelemahan.

e.   Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri.

       Rasionalnya : untuk menurunkan rasa nyeri saat aktivitas

5 Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan  nyeri abdomen

Tujuan :  pasien dapat tidur dan istirahat dengan nyaman

Kriteria Hasil :  - Pasien tidur kurang lebih 6-8 jam - Raut muka segar

Intervensi :

a.   Mengkaji kebutuhan tidur dan penyebab kurang tidur

       Rasionalnya  :  mengetahui  permasalahan  pasien  dalam

                                 pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b.   Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi 

bantal, guling

Rasionalnya  :  meningkatkan  kenyamanan  tidur  serta  

dukungan fisiologis atau psikologis.

c.   Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misal, mandi 

      hangat dan masase.

       Rasionalnya : meningkatkan efek relaksasi

d.   Intruksikan tindakan relaksasi

       Rasionalnya : membantu dalam menginduksi tidur

e.   Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi

Rasionalnya   :   perubahan   posisi   mengubah   area   tekanan   

dan meningkatkan istirahat.

A. Peran Advokasi Perawat Pada Klien dengan Vesikolithiasis

Perawat adalah orang yang bersama individu selama kebanyakan

waktu kritis kehidupan mereka. Perawat adalah orang yang bersama individu

ketika mereka lahir, ketika mereka cedera atau sakit, ketika mereka

meninggal. Individu berbagi banyak hal yang intim dalam kehidupan mereka

dengan perawat; mereka menanggalkan pakaian untuk perawat, dan

mempercayai perawat untuk melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.

Perawat berada di samping tempat tidur individu yang sakit dan menderita

selama 24 jam sehari. Mereka ada ketika pasien tidak dapat tidur karena nyeri

atau ketakutan atau kesepian. Mereka ada untuk memberi makan pasien,

memandikannya, dan mendukung mereka. Perawat mempunyai sejarah

panjang tentang perawatan pasien dan berbicara untuk Kebutuhan pasien.

Salah satu fungsi dan peran seorang perawat adalah menjadi advokat

bagi pasien. Dalam hal ini peran sebagai advokat pasien merupakan dasar dan

inti dari proses pemberian asuhan keperawatan. Pelayanan kesehatan saat ini

pula menbutuhkan pelayanan yang berkualitas, konsep dari advokasi sangat

dibutuhkan dalam hal ini. Sebagai peran utama dari perawat, advokasi

merupakan bagian dari kode etik pasien. perawat dalam perannya sebagai

advokat pasien menggunakan skill sebagai pendidik, konselor, dan leader

guna melindungi dan mendukung hak pasien.

1. Peran dan Tanggung Jawab Perawat

Peran perawat kesehatan yang professional adalah:

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

Dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang

dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan

diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan

tindakan yang tepat sesuai  dengan tingkat kebutuhan dasar

manusia, kemudian dievaluasi tingkat perkembangannya.

2. Peran sebagai advokasi klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan

keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari

pemberi pelayanan atau informasi khususnya dalam

pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan

dan melindungi hak-hak pasien.

3. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit

bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan

perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Peran Koordinator

Peran in dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan

sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta

sesuai dengan kebutuhan pasien.

5. Peran kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui

tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan

lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan

keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar

pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah

atau tindakan keperawatan yang tempat untuk diberikan. Peran

ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang

tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peran pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perbaruan yang sistematis dan terarah

sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Azis,

2008)

Tanggung Jawab Profesi keperawatan, adalah

1. Perawat harus menempatkan kebutuhan pasien diatas

kepentingan sendiri.

2. Perawat harus melindungi hak pasien untuk memperoleh

keamanan dan pelayanan yang berkualitas

3. Perawat harus selalu meningkatkan pengetahuan, keahlian,

serta menjaga perilaku dalam melaksanakan tugasnya.

Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien

Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan

lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk

mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari

kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan

diagnostic atau pengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai

pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi

terhadap obat dan memberikan imunisasi melawat penyakit di

komunitas.

Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi

hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien

dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat

memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha

untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat

juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang umum dengan

menolak aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan

kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini juga

dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau

informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas

tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat

berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang

meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang

penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri

dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. (WHO, 2005)

Sebagai pembela pasien, perawat juga perlu berupaya

melindungi hak pasien dari pelanggaran. Hak untuk mendapat

persetujuan (informed consent) merupakan isu yang harus dihadapi

pasien. hak pasien lain yang melibatkan peran perawat sebagai

pembela adalah hak privasi dan hak menolak terapi.

Sebagai bagian dan salah satu peran dari perawat, advokasi menjadi

dasar utama dalam pelayanan keperawatan kepada pasien, peran

advokat keperawatan adalah (Armstrong, 2007)

Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum.

Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila

dibutuhkan.

Memberi bantuan mengandung dua peran,yaitu  peran aksi dan

peran non aksi.

Bekerja dengan  profesi kesehatan yang lainnya dan  menjadi

penengah antar profesi kesehatan

Melihat klien sebagai manusia, mendorong mereka untuk

mengidentifikasi kekuatannya untuk meningkatkan kesehatan

dan kemampuan klien berhubungan dengan orang lain

Tanggung jawab perawat advokat

Nelson (1988) dalam Creasia & Parker (2001) menjelaskan bahwa

tanggung jawab perawat dalam menjalankan peran advokat pasien

adalah :

a. Sebagai pendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan,

dengan cara : memastikan informasi yang diberikan pada pasien

dipahami dan berguna bagi pasien dalam pengambilan

keputusan, memberikan berbagai alternatif pilihan disertai

penjelasan keuntungan dan kerugian dari setiap keputusan, dan

menerima semua keputusan pasien.

b. Sebagai mediator (penghubung) antara pasien dan orang-orang

disekeliling pasien, dengan cara : mengatur pelayanan

keperawatan yang dibutuhkan pasien dengan tenaga kesehatan

lain, mengklarifikasi komunikasi antara pasien, keluarga, dan

tenaga kesehatan lain agar setiap individu memiliki pemahaman

yang sama, dan menjelaskan kepada pasien peran tenaga

kesehatan yang merawatnya.

c. Sebagai orang yang bertindak atas nama pasien dengan cara :

memberikan lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien,

melindungi pasien dari tindakan yang dapat merugikan pasien,

dan memenuhi semua kebutuhan pasien selama dalam

perawatan.

Nilai-nilai Dasar yang Harus Dimiliki oleh Perawat Advokat

Menurut Kozier & Erb (2004) untuk menjalankan perannya sebagai

advokasi pasien, perawat harus memiliki nilai-nilai dasar, yaitu : 

1. Pasien adalah makhluk holistik dan otonom yang mempunyai

hak untuk menentukan pilihan dan mengambil keputusan.

2. Pasien berhak untuk mempunyai hubungan perawat-pasien

yang didasarkan atas dasar saling menghargai, percaya, bekerja

sama dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan

masalah kesehatan dan kebutuhan perawatan kesehatan, dan

saling bebas dalam berpikir dan berperasaan.

3. Perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien

telah mengetahui cara memelihara kesehatannya.

Selain harus memiliki nilai-nilai dasar di atas, perawat harus memiliki

sikap yang baik agar perannya sebagai advokat pasien lebih efektif.

Beberapa sikap yang harus dimiliki perawat, adalah: 

1. Bersikap asertif

Bersikap asertif berarti mampu memandang masalah pasien

dari sudut pandang yang positif. Asertif meliputi komunikasi

yang jelas dan langsung berhadapan dengan pasien.

2. Mengakui bahwa hak-hak dan kepentingan pasien dan keluarga

lebih utama walaupun ada konflik dengan tenaga kesehatan

yang lain.

3. Sadar bahwa konflik dapat terjadi sehingga membutuhkan

konsultasi, konfrontasi atau negosiasi antara perawat dan

bagian administrasi atau antara perawat dan dokter.

4. Dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain

Perawat tidak dapat bekerja sendiri dalam memberikan

perawatan yang berkualitas bagi pasien. Perawat harus mampu

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang ikut serta

dalam perawatan pasien.

5. Tahu bahwa peran advokat membutuhkan tindakan yang

politis, seperti melaporkan kebutuhan perawatan kesehatan

pasien kepada pemerintah atau pejabat terkait yang memiliki

wewenang/otoritas.

    Tujuan dan Hasil yang Diharapkan dari Peran Advokat Pasien

Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan

kemampuan pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan. Saat

berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat perlu meninjau kembali

tujuan peran tersebut untuk menentukan hasil yang diharapkan bagi

pasien.

Menurut Ellis & Hartley (2000), tujuan peran advokat adalah :

1. Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain

adalah partner dalam perawatan pasien. Pasien bukanlah objek

tetapi partner perawat dalam meningkatkan derajat

kesehatannya. Sebagai partner, pasien diharapkan akan bekerja

sama dengan perawat dalam perawatannya.

2. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.

Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak

untuk menentukan pilihan dalam pengobatannya. Namun,

perawat berkewajiban untuk menjelaskan semua kerugian dan

keuntungan dari pilihan-pilihan pasien.

3. Memiliki saran untuk alternatif pilihan.

Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk

memberikan alternatif pilihan pada pasien dan tetap memberi

kesempatan pada pasien untuk memilih sesuai keinginannya.

4. Menerima keputusan pasien walaupun keputusan tersebut

bertentangan dengan pengobatannya. Perawat berkewajiban

menghargai semua nilai-nilai dan kepercayaan pasien.

5. Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan.

Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak

keterbatasan dalam melakukan berbagai hal. Perawat berperan

sebagai advokat untuk membantu dan memenuhi kebutuhan

pasien selama dirawat di rumah sakit.

6. Melindungi nilai-nilai dan kepentingan pasien.

Setiap individu memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang

berbeda-beda. Sebagai advokat bagi pasien, perawat

diharapkan melindungi nilai-nilai yang dianut pasien dengan

cara memberikan perawatan dan pengobatan yang tidak

bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. 

7. Membantu pasien beradaptasi dengan sistem pelayanan

kesehatan.

Saat pasien memasuki lingkungan rumah sakit, pasien akan

merasa asing dengan lingkungan sekitarnya. Perawat

bertanggung jawab untuk mengorientasikan pasien dengan

lingkungan rumah sakit dan menjelaskan semua peraturan-

peraturan dan hak-haknya selama di rumah sakit, sehingga

pasien dapat beradaptasi dengan baik.

8. Memberikan perawatan yang berkualitas kepada pasien.

Dalam memberikan asuhan keperawatan harus sesuai dengan

protap sehingga pelayanan lebih maksimal hasilnya.

9. Mendukung pasien dalam perawatan.

Sebagai advokat bagi pasien, perawat menjadi pendamping

pasien selama dalam perawatan dan mengidentifikasi setiap

kebutuhan-kebutuhan serta mendukung setiap keputusan

pasien.

10. Meningkatkan rasa nyaman pada pasien dengan sakit

terminal.

Perawat akan membantu pasien melewati rasa tidak nyaman

dengan mendampinginya dan bila perlu bertindak atas nama

pasien menganjurkan dokter untuk memberikan obat

penghilang nyeri.

11. Menghargai pasien.

Saat perawat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat

akan lebih mengerti dan menghargai pasien dan hak-haknya

sebagai pasien. 

12. Mencegah pelanggaran terhadap hak-hak pasien.

Perawat sebagai advokat bagi pasien berperan melindungi hak-

hak pasien sehingga pasien terhindar dari tindakan-tindakan

yang merugikan dan membahayakan pasien.

13. Memberi kekuatan pada pasien. 

Perawat yang berperan sebagai advokat merupakan sumber

kekuatan bagi pasien yang mendukung dan membantunya

dalam mengekspresikan ketakutan, kecemasan dan harapan-

harapannya

Hasil yang diharapkan dari pasien saat melakukan peran advokat

(Ellis & Hartley, 2000), adalah pasien akan :

1. Mengerti hak-haknya sebagai pasien.

2. Mendapatkan informasi tentang diagnosa, pengobatan,

prognosis, dan pilihan-pilihannya.

3. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

4. Memiliki otonomi, kekuatan, dan kemampuan memutuskan

sendiri.

5. Perasaan cemas, frustrasi, dan marah akan berkurang.

6. Mendapatkan pengobatan yang optimal.

7. Memiliki kesempatan yang sama dengan pasien lain.

8. Mendapatkan perawatan yang berkesinambungan.

9. Mendapatkan perawatan yang efektif dan efisien.

BAB. III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Visikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada

vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu, penyakit ini juga

disebut batu kandung kemih (Smeltzer dan Bare, 2000).

2. Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak divesika urinaria yang

menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya biasa

sakitnya yang menyebar kepaha, abdomen dan daerah genitalia.

Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup

penggunaan antasid diamox, vitamin D, Laksatif dan aspirin dosis

tinggi yang berlebihan.

3. batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium

dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya

(Suddarths dan Brunner, 2001)

4. Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal didalam saluran

kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik

tepatnya pada vesika urinaria atau kandung kemih. Batu kandung

kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat.

(Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001).

5. Banyak faktor penyebab yang bisa menyebabkan terjadinya

Vesikolithiasis.

6. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan vesikolithiasis

harus lebih mengeksploitasi riwayat penyakit sebelum, saat sakit,

maupun riwayat penyakit Keluarga karena ada beberapa factor

penyebab bisa bersifat herediter.

7. Advokasi merupakan salah satu peran perawat dan menjadi dasar

yang penting dalam membrikan asuhan keperawatan kepada

pasien. Peran perawat sebagai advokat pasien  menuntut perawat

untuk dapat mengidentifikasi dan mengetahui nilai-nilai dan

kepercayaan yang dimilikinya tentang peran advokat, peran dan hak-

hak pasien, perilaku profesional, dan hubungan pasien-keluarga-

dokter. Di samping itu, pengalaman dan pendidikan yang cukup

sangat diperlukan untuk memiliki kompetensi klinik yang diperlukan

sebagai syarat untuk menjadi advokat pasien.

B. Saran- saran

1.      Bagi perawat

Mengaplikasikan teori ini dalam tatanan pemberian pelayana

kesehatan kepada masyarakat, dan melaksanakan tindakan ashunan

keperawatan serta peran perawat sebagai advokat utama klien

dengan diangnosa vesikolithiasis, sebagai penghubung antar profesi

kesehatan demi kepentingan pasien

2.      Bagi mahasiswa

Melakukan peneltian  terkait tentang Vesikolithiasis dan peran pearat

dalam mengadvokasinya, karena masih banyak hal yang bisa

dieksplor dan dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, E. Alan (2007). Nursing Ethics. Macmillan: Palagrave

Creasia, J. L., & Parker. B.. (2001). Conceptuals Foundations : the Bridge to

Professional Nursing Practice.(3rd ed). St. Louis : Mosby.

Dewi. A. I.. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka book

publisher

Ellis, J. R., & Celia L. H. (2000). Managing and Coordinating Nursing Care.

(3th ed ) Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Hidayat. A. A.. (2008). Konsep dasar keperawatan. (edisi 2). Jakarta : Penerbit

Salemba medika

Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and

Practice. (7th ed). Volume 1. New jersey : Pearson Education

Purba. J. M. & Pujiastuti. S. E. (2009). Dilema Etik & Pengambilan

Keputusan  Etis.Jakarta. EGC