makalah sensasi somatik
-
Upload
siti-dzatir-r -
Category
Documents
-
view
1.721 -
download
15
Transcript of makalah sensasi somatik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf tepi tersusun atas saraf yang tersebar di tepi seluruh tubuh
yang berpangkal pada sum-sum tulang belakang yang terdiri dari 31 pasang
saraf(saraf spinal) dan otak yang terdiri dari 12 pasang saraf (saraf kranial).
Sistem saraf tepi terdiri dari: 1)sistem saraf somatis yaitu pengatur aktivitas
tubuh yang disadari;2) sistem sraf otonom yaitu yang mengatur aktivitas tubuh
yang tidak disadari. Sistem saraf somatisterdiri dari 12 pasang saraf kranial dan
31 pasang sarafsumsum tulang belakang. Kedua belas pasang sarafotak akan
menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf
sumsum tulang belakangkeluar melalui sela-sela ruas tulang
belakangdanberhubungan dengan bagian-bagiantubuh, antara lainkaki, tangan,
dan otot lurik. Saraf-saraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara
kulit, sistem saraf pusat, dan otot-ototrangka. Proses ini dipengaruhi saraf
sadar, berarti kamudapat memutuskan untuk menggerakkan atau
tidakmenggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruhsistem ini. Contoh
dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut.
Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyaratdari telinga akan sampai
ke otak. Otak menterjemah-kan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat
kekaki untuk berjalan mendekati pintu dan meng-isyaratkan ke tangan
untuk membukakan pintu.
Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas,kulit akan menyampaikan
informasi tersebut keotak. Kemudian otak mengisyaratkan pada
tanganuntuk menghidupkan kipas angin.
Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan informasi
tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi tersebut dan
mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerakmembersihkan kamar.
Oleh karena pentingnya sistem somatic (sensasi somatic) dalam tubuh
manusia maka makalah ini dibuat agar dapat diketahui proses penjalaran
1
sinyal somatic ke sistem saraf pusat, cara kerja sistem somatic dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan sensasi somatic dalam tubuh manusia
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui ilmu
tentang sensasi somatik yang berkaitan dengan pengaturan umum indera taktil dan
posisi serta sensi nyeri.
2
BAB II
ISI
2.1 Indera Somatik
Indera somatik adalah mekanisme saraf yang mengumpulkan informasi
sensorik dari tubuh. Sensasi ini berlawanan denan indera khusus,yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan keseimbangan.
Indera somatik dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe fisiologis yaitu:
1. Indera somatik mekanoreseptif, yang meliputi sensasi taktil dan posisi
(proprioseptif) yang dapat dirangsang oleh pemindahan secara mekanis
berbarapa jaringan tubuh.
2. Indera termoreseptif, yang berguna untuk mengetahui atau mendeteksi
peningkatan atau penurunan suhu.
3. Indera rasa nyeri, yang berguna untuk mendeteksi jaringan atau
pelepasa molekul-moekul perantara nyeri.
Indera taktil meliputi indera raba, tekan , getaran, dan gatal, sedangkan indera
posisi meliputi indera posisi statis dan kecepatan pergerakan.
Klasifikasi lain sensasi somatik. Sensasi somatik juga sering
dikelompokkan bersama dalam kelas lain yang tidak saling terpisah satu sama
lain, yakni sebagai berikut:
1. sensasi eksteroreseptif yaitu sensasi yang berasal dari permukaan tubuh
atau stimulasi terhadap struktur permukaan tubuh , misanya kulit dan
jaringan subkutis, serta struktur yang lebih dalam termasuk otot, fasia dan
tendon.
2. Sensai propioseptif yang berhubungan dengan keadan fisik tubuh, meliputi
modalitas sensorik yang disalurkan mencakup perabaan diskriminatif
(halus, terlokalisasi secara jelas), perabaan kasar (lokalisasi kurang jelas),
tekanan, getaran,sensasi posisi, sensasi tendon dan otot, sensasi tekan yang
berasal dari tapak kaki, dan sensasi keseimbangan tubuh, yang umumnya
ditentukan sebagai suatu sensasi “khusus” dari pada suatu sensai somatik.
3
3. Sensasi viseral yaitu sensasi yang berasal dari rgan visera tubuh, secara
khusus istilah ini sering dipakai untuk menyatakan sensas yang berasal
dari organ dalam (struktur yang berasal dari endoderm).
4. Sensasi dalam yaitu sensasi yang berasal dari organ-organ dalam seperti
fasia, otot dan tulang. Sensasi ini terutama meliputi takanan “dalam” rasa
nyeri dan getaran.
2.2 Deteksi dan Penjalaran Sensai Taktil
Walaupun sensasi raba, tekan dan getaran seringkali digolongkan secara
terpisah, namun semua sensasi ini dapat dideteksi oleh jenis reseptor yang sama.
Terdapat tiga prinsip yang berbeda diantara ketiganya yaitu:
1. Sensasi raba, umumnya disebabkan oleh perangsangan reseptor taktil yang
terdapat di kulit.
2. Sensasi tekan, umumnya disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan
yang lebih dalam.
3. Sensasi getaran, umumnya disebabkan oleh sinyal sensorik yang datang
berulang-ulang, tapi beberapa dari reseptor yang sama digunakan juga
untuk rasa raba dan tekan, khususnya jenis reseptor yang beradaptasi
cepat.
Dari semua jenis reseptor taktil, paling sedikit dikenal enam jenis reseptor
(makanoreseptor), tapi sebenarnya masih banyak reseptor taktil yang serupa.
Beberapa sifat-sifat khususnya adalah sebagai berikut:
1. Ujung saraf bebas (free nerve endings), yang dapat dijumpai di semua
bagian kulit dan jaringan-jaringan lainya, dapat mendeteksi rabaan dan
tekanan. Conthnya, kontak dengan cahaya pada kornea mata, yang
tidak mengandung jenis ujung saraf lain kecuali ujung saraf bebas,
namun demikian dapat merasakan sensasi raba dan sensasi tekan.
2. Badan Meissner merupakan juluran saraf bermielin yang dapat
merangsang serabut saraf besar bermielin (jenisAβ). Didalam selaput
ini terdapat banyak percabangan ujung flament saraf. Badan Meissner
adalah reseptor berkapsul yang dapat beradaptasi dan ditemukan di
4
bagian kulit tak berambut (glabrosa) misalnya ujung jari dan bibir yang
merupakan bagian-bagian yang sangat peka bahkan terhadap ransang
sentuh yang paling ringan, serta daerah kulit lain sehingga orang
mampu membedakan sifat-sifat ruang dari sensasi raba yang sangat
berkembang. Badan Meissner dapat beradaptasi dalam waktu
seperdetik sesudah dirangsang, yang berarti bahwa reseptor ini
terutama sekali peka terhadap gerakan objek yang sangat sedikit di atas
permukaan kulit, seperti juga terhadap getaran berfrekuensi randah.
3. Diskus Merkel (yang dikenal sebagai expanded tip receptor)
merupakan reseptor taktil yang ujungnya meluas atau melebar. Bagian
kulit yang berambut juga mengandug cukup banyak ujung reseptor
yang melebar, walaupun bagian kulit ini hampir sama sekali tak
mengandung badam meissner. Jenis reseptor ini berbeda dengan badan
meissner karena jenis reeptor ini menjalarkan sinyal yang pada
mulanya kuat namun daya adaptasinya hanya sebagian, dan untuk
senjutnya sinyal yang dijalarkan itu lebih lemah namun daya
adaptasinya lambat. Oleh karena itu, reseptor ini berperab dalam
menjalarkan sinyal tetap yang dapat menyebabkan orang dapat terus-
menerus menentukan macam perabaan suatu objek pada kulitnya.
Diskus merkel sering dikelompokkan bersama-sama dalam suatu organ
reseptor tunggal yang disebut reseptor berbentuk kubah Iggo, yang
mennjol ke atas sampai di bawah epitel kulit. Keadaan ini
menyebabkanepitel di titik ini menonjol keluar, sehingga
membentuksuatu kubah dan memberi rasa sensitif yang ekstrem.
Perhatikan juga bahwa seluruh kelompok diskus merkel dipersarafi
oleh satu jenis serabut saraf tunggal besar bermielin (jenia Aβ).
Reseptor ini, bersama dengan badan meissner, sanagat berperan
penting dalam melokalisasi sensasi raba di daerah permukaan tubuh
yang spesifik dan menentukan bentuk apa yang ia rasakan.
4. Organ ujung rambut (Hair end-oragan / ujung peritrichium), pada
reseptor ini jika da pergerakan sedikit saja pada setiap rambut tubuh
5
akan merangsang serabut saraf yang pangkalnya melilit. Jadi, setiap
rambut dan bagian dasar serabut saraf juga merupakan reseptor raba.
Reseptor ini dapat segera beradaptasi, oleh karena itu seperti badan
meissner, reseptor terutama mendeteksi pergerakan objek pada
permukaan tubuh atau kontak awal dengan tubuh.
5. Ujung organ Ruffini (End-organ Ruffini), dimana ujung saraf
berkapsul yang terletak di kulit dan jarigan yang lebih dalam, ujung
organ ruffini bercabang banyak, ujungnya bermielin. Adaptasi organ
ini sangat kecil, sehingga reseptor ini berguna untuk menjalarkan
sinyal perubahan bentuk kulit dan jaringan yang lebih dalam yang
datang terus-menerus, misalnya sinyal raba dan tekan yang besar dan
datang terus-menerus. Reseptor ini juga dapat dijumpai pada seaput
sendi dan membantu menjalarkan sinyal tentang besar derajat rotasi
sendi.
6. Badan Paccini, terletak tepat di bawah kulit dan juga di jaringan fasia
tubuh. Reseptor ini hanya dapat diransang oleh pergerakan jaringan
yang cepat karena reseptor ini dapat beradaptasi dalam waktu
sepersekian ratus detik. Oleh karena itu, reseptor ini terutama berguna
untuk mendeteksi getaran jaringan atau perubahan mekanis yang cepat
pada jaringan.
Hampir semua reseptor sensorik yang khusus, seperti badan Meissner,
reseptor berbentuk kubah Iggo, reseptor rambut, badan paccini, dan ujung-ujung
ruffini, menjalarkan sinyalnya melalui serabut saraf jenia Aβ yang mempunyai
kecepatan penjalaran 30 sampai 70 m/detik. Sebaliknya, reseptor taktil ujung saraf
bebas terutama menjalarkan sinyalnya melaui serabut saraf kecil bermielin yang
mempunyai kecepatan penjalaran 5 sampai 30 m/detik. Beberapa ujung saraf
bebas (untuk rasa taktil) menjalarkan sinyalny melalui serabut saraf jenis C tak
bermielin yang mempunyai kecepatan penjalaran seperbeberapa meter sampai 2
m/detik; serabut saraf ini mengirimkan sinyal ke medula spinalis dan batang otak
bagian bawah, yang terutama mungkin untuk menjalarkan sensasi gatal. Jadi, jenis
sinyal sensorik yang sifatnya lebih kritis, yakni yang membantu menentukan
6
tempat yang tepat di kulit, derajat intensitas yang sangat minim, atau perubahan
intensitas sinyal sensorik yang cepatsemua ini dijalankan melalui jenis serabut
saraf sensorik yang penjalaranya cepat. Sebaliknya sinyal yang bersifat lebih
kasar, seperti tekanan kasar, rasa raba yang kurang dilokalisir tempat perabaanya,
dan khususnya rasa gatal, diajalarkan melalui serabut saraf sangat kecil yang jauh
lebih lambat yang membutuhkan ruang lebih sedikit dalam kumpulan saraf
ketimbang serabut yang lebih cepat.
2.2.2 Deteksi Getaran
Semua jenis reseptor taktil ikut berperan dalam mendeteksi getaran,
walupun bermacam-macam frekuensi getaran. Bada paccini dapat menerima
sinyal getaran dengan kecepatan 30 sampai 800 getaran per detik karena
reseptor dengan sangat cepat berespons terhadap perubahan bentuk jaringan
yang cepat dan kecil, dan reseptor ini juga dapat menjalarkan sinyalnya melalui
serabut saraf jenis Aβ,yang dapat menjalarkan lebih dari 1000 impuls per detik.
Sebailknya, getaran berfrekuensi rendah sampai 80 getaran per detik, akan
merangsang reseptor taktil lainya, terutama badan Meissner, yang adaptasinya
lebih lambat daripada adaptasi badan paccini.
2.2.2 Rasa Geli dan Gatal
Penelitian neurofisiologi telah mendemonstrasikan adanya ujung saraf
bebas mekanoreseptif yang sangat peka dan beadaptasi cepat hanya menerima
sensasi geli dan sensasi gatal. Selanjutnya, ujung serabut saraf ini dapat
dijumapai banyak sekali pada lapisan superfisial kulit,yang juga merupakan
satu-satunya jaringan yang biasanya dapat menerima rangsang gatal dan geli.
Sensasi ini dijalarkan melalui serabut saraf C kecil yang tak bermielin seperti
serabut saraf yang digunakan untuk menjalarkan rasa nyeri tipe lambat.
Rasa gatal dapat diatasi dengan menggaruk jika tindakan ini dapat
mengangkat bahan iritan atau jika garukan cukup kuat untuk menimbulkan rasa
nyeri. Sinyal nyeri ini dianggap dapat menekan sinyal gatal dalam medula
spinalis dengan cara penghambatan lateral.
7
2.3 Jaras Sensoris Untuk Menjalarkan Sinyal Somatik ke Sistem Saraf Pusat
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik
tubuh memasuki medula spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis
(dengan pengecualian beberapa serabut kecil dengan kepentingan yang masih
dipertanyakan yang memasuki radiks ventaralis). Biarpun begitu, dari titik masuk
pada medula spinalis ini dan kemudian ke otak, sinyal sensorik akan dibawa
memalui salah satu dari dua jaras sensorik bolak balik yaitu sistem kolumna
dorsalis-lemniskus medialis dan sistem anterolateral. Kedua sistem ini akan
bersilangan lagi di setinggi thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sesuai dengan namanya,
terutama menjalarkan sinyal dalam kolumna dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya, setelah bersinaps dan menyilang ke sisi berlawanan dalam medula
akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak menuju talamus. Sebaliknya,
sinyal dalam sistem anterolateral, setelah keluar dari radiks dorsalis substansia
grisea medula spinalis, akan menyilang ke sisi yang berlawanan dan naik melalui
substansia alba anterior dan lateral medula spinalis untuk berakhir pada batang
otak disemua ketinggian dan juga di talamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut
saraf besar bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30
sampai 110 m/detik, sedangkan sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf
bermielin yang lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan
beberapa meter per detik sampai 40 m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf
dalam sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi
ruang yang sangat tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu, sedangkan sistem
anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih kecil.
Perbedaaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang
dapat dijalarkan oleh kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus
dijalarkan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat terutama akan
dijalarkannya oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan
informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang lama
8
terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral. Sistem anterolateral mempunyai
kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem dorsalis, yakni kemampuan
untuk menjalarkan modalitas sensasi yang sangat luas, misalnya ensasi nyeri,
hangat, dingin dan taktil yang kasar. Jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh
kedua sistem tersebut antara lain:
Sistem Kolumna Dorsalis-Lemniskus Medialis
1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi
tinggi.
2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas
gradiasi yang halus.
3. Sensasi fasik, misalnya sensasi getaran.
4. Sensasi tehadap sinyal gerakan pada kulit.
5. Sensasi posisi tubuh,
6. Sensasi tekan yang berkaitan derajat penentuan intensitas tekanan.
Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri.
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin.
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menetukan tempat perabaan
dan tempat penekananya pada tubuh.
4. Sensasi geli dan gatal.
5. Sensasi seksual.
2.4 Sensasi Nyeri, Nyeri Kepala dan Sensasi Suhu
Pada umumnya penyakit pada tubuh menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri
terutama merupakan mekanisme partahanan tubuh diman rasa nyeri timbul bila
ada jaringan rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu tersebut bereakasi
dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Bahkan aktivitas ringan saja, misalnya
dududk dengan bertopang dengan tulang iskhia selama jangka waktu lama, daapat
menyebabkan kerusakan jaringan, sebab aliran darah ke kulit berkurang akibat
tertekannya kulit oleh berat badan. Bila kulit menjadi nyeri akibat iskhmia, maka
secara tak sadar orang tersebut akan mengubah posisinya. Penderita yang telah
kehilangan rasa sakitnya, misalnya setelah menglami kecelakaan pada medula
9
spinalis, tak akan mempunyai rasa nyeri sehingga taka akan mengubah posisinya.
Akhirnya keadaan ini akan menimbulkan ulserasi pada daerah yang tertekan.
2.4.1 Jenis rasa Nyeri Serta Kualitasnya
Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua rasa nyeri utama, yaitu rasa
nyeri cepat dan rasa nyeri lambat. Bil diberikan stimulus nyeri, maka rasa
nyeri cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri
lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan
bertambah selama beberapa detik dan kadangkala bahkan beberapa menit.
Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyaknya nama
pengganti, seperi rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut,dan
rasa nyeri elektrik. Jenis rasa nyeri ini akan terasa jika sebuah jarum
ditusukkan ke dalam kulit, bila kulit tersayat pisau atau bila kulit terbakar
secara akut. Rasa nyeri ini juga akan terasa jika subjek mendapat syok
elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam idak akan terasa di sebagian besar
jaringan dalam dari tubuh.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan seperti,
rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual
dan nyeri kronik. Jenis rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakn
jaringan. Rasa nyeri dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat
menjadi penderitaan yang tak tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa di
kulit dan hampir di semua jaringan dalam atau organ.
2.4.2 Sistem Penekanan Rasa Nyeri Dalam Otak dan Dalam Medula
Spinalis
Derajat reaksi seseorang terhadap rasa nyeri sangat bervariasi.
Keadaan ini sebagian disebabkan oleh kemampuan otak sendiri untuk
menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk ke dalam sistem saraf, yaitu
dengan mengaktifkan sistem pengaturan rasa nyeri , disebut sistem
analgesia.
Sistem analgesia ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu, area
periakuaduktus grisea dan periventrikular dari mesensefalon dan bagian
atas pons yang mengelilingi akuaduktus Sylvius dan bagian yang
10
berdekatan dengan ventrikel ketiga dan keempat. Neuron-neuron dari
daerah ini akan mengirimkan sinyalnya ke nukleus rafe magnus, yang
merupakan nukleus tipis di garis tengah yang terletak di bagian bawah
pons dan bagia atas medula oblongata, dan nukleus retikularis
paragigantoselularis yan terletak di sebelah lateral dari medula. Dari nuklei
ini, sinyal-sinyal dijalarka ke bawah kolumna dorsolateralis di medula
spinalis menuju ke kompleks penghambat rasa nyeri di dalam radiks
dorsalis medula spinalis. Pada temapt ini, sinyal analgesia dapat
menghambat sinyal rasa nyeri sebelum dipancarkan ke otak.
Perangsangan listrik yang dilakukan pada area periakueduktal
kelabu atau pada nukleus rafe magnus , hampir dengan sempurna menekan
banyak sinyal nyeri hebat yang memasuki radiks dorsalis medula
spinalis. Juga, perangsangan yang dilakukan pada daerah-daerah otak yang
lebih tingi akan berbalik merangsang periakueduktal kelabu, khususnya
nuklei periventrikular dalam hipotalamus yang terletak berdekatab dengan
ventrikel ketiga, dan juga sedikit merangsang berkas prosensefalon medial
yang juga terletak di hipotalamus, ini dapat juga menahan rasa nyeri
walaupu tak begitu berarti.
Ada beberapa bahan transmitter yang ikut terlibat dalam sistem
analgesia, khususnya enkefalin dan serotonin. Kebanyakan ujung serabut
saraf yang berasal dari nuklei periventrikular dan area periakueduktal
kelabu menyekresi enkefalin. Jadi, sebagian besar ujung-ujung serabut
yang terdapa dalam nukleus rafe magnus melepaskan enkefalin. Ujung-
ujung serbut yang berasal dari nukleus ini tabi berakhir pada radiks
dorsalismedula spinalis menyekresi serotnin. Sebaliknya, serotonin
menyebabkan neuron-neuron lokal medula spinalis menyekresi enkifalin.
Enkifalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan
hambatan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan tipe Aδ
dimana mereka bersinaps di kornu dorsalis. Serabut ini mungkin mencapai
inhibisi presinaptik dengan penghambatan saluran kalsium dalam
membran ujung saraf. Penghambatan kalsium akan menghasilkan inhibisi
11
presinaptik, karena ion klsiumlah yang menyebabkan pelepasan
transmitter pada sinaps. Selanjutnya, penghambatan tampaknya
berlangsung lama karena setelah mengaktivasi sistem analgesia, maka
analgesia sering kali berlangsung selama bermenit-menit bahkan berjam-
jam.
Jadi, sistem analgesia ini dapat memblok sinyal nyeri pada tempat
masuknya ke medula spinalis. Ternyata, sistem ini juga dapat memblok
sebagian besar refleks-refleksmedula spinalis yang timbulakibat sinyal
nyeri, khususnya refleks penarikan (withdrawal refleks).
Sistem analgesia ini mungkin juga dapat menghambat penjalaran
rasa nyeri pada beberapa titik dalam jaras nyeri, khususnya nuklei retikula
dalam batang otak dan nuklei intralaminar talami.
Sistem Opium Otak-Endorfin dan Enkefalin
Diketahui bahwa penyuntikan morfin dalam jumlah yang sangat
sedikit ke dalam nukleus periventrikular sekeliling ventrikel ketiga atau ke
dalam area periakuedektal kelabu batang otak akan menimbulkan perasaan
analgesia yang hebat sekali. Dalam penelitian yang dilakukan sesudah itu,
telah ditemukan bahwa zat yang ditemukan bahwa zat yang menyerupai
morfin bekerja pada sebagian besar sistem analgesia, termasuk pada radiks
dorsalis medula spinalis. Karena kebanyakan obat-obat yang
mempengaruhi eksitabilitas neuron juga bekerja pada reseptor-reseptor
sinaptik, maka ada anggapan bahwa “reseptor morfn” dari sistem analgesia
sebenarnya merupakan reseptor untuk beberapa neurotransmitter seperti
morfin yang memang aslinya disekresikan oleh otak. Oleh karena itu, telah
dilakukan penelitian yang intensif untuk menyelidiki adanya bahan opium
dalam otak. Sekarang telah terbukti bahwa dalam otak ada paling sedikit
duabelas bahan semacam opium yang terdapat pada beberapa tempat
dalam sistem saraf, semuanya merupakan hasil pemecahan tiga molekul
protein besar: proopiomelanokortin, proenkefalin dan prodinorfin.
Selanjutnya, telah digambarkan ada banyaknya daerah dalam otak yang
mempunyai reseptor-reseptor opium, khususnya daerah-daerah dalam
12
sistem analgesia. Bahan opium yang penting adalah β-endorfin, met-
enkifalin, leu-enkefalin, dan dinorfin. Kedua bahan enkefalin dijumpai
paling berperan di batang otak dan medula spinalis pada bagian sistem
analgesia dan β-endorfin dapa dijumpai dalam hipothalamus dan dan
kelenjar hipofise. Ditemukan juga dinorfin di tempat yang sama, tetapi
dengan jumlah yang sangat sedikit.
Jadi, walaupun sampai sekarang ini sistem opium dalam otak
belum diketahui dengan jelas, namun pengaktifan sisem analgesia, baik
oleh sinyal-sinyal saraf yang memasuki area periakueduktal kelabu dan
area periventrikular yang berdekatan, atu oleh bahan-bahan yang bersifat
seperti morfin, dapat menekan seluruh atau hampir seluruh sinyal-sinyal
yang masuk melewati saraf perifer.
Penghambatan Penjalaran Nyeri Oleh Sinyal Sensrik Taktil
Peristiwa lain yang penting dalam pengaturan rasa nyeri adalah
penemuan yang menjelaskan bahwa perangsangan serabut-serabut
sensorik tipe A β yang berasal dari reseptor taktil di perifer, akan dapat
menekan penjalaran sinyal nyeri. Efek ini diduga merupakan akibat dari
jenis inhibisi lateral setempat. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
gerakan-gerakan yang sederhana saja, seperti tindakan menggaruk kulit
dekat daerah yang nyeri seringkali efektif untuk mengurangi rasa nyeri.
An hal ini mungkin juga dapat menjelaskan mengapa obat-bat gosok
seringkali berguna untuk mengurangi rasa nyeri. Mekanisme ini dan
tindakan perangsangan psikogenik yang berurutan pada sistem analgesia
pusat mungkin juga merupakan dasar proses menghilangkan rasa nyeri
dengan akupuntur.
Pengobatan Rasa Nyeri Dengan Perangsangan Listrik
Telah dikembangkan beberapa tindakan klinik guna menekan rasa
nyeri, yaitu dengan merangsang serabut-serabut saraf sensorik besar
dengan listrik. Elektroda perangsangnya ditempatkan pada suatu daerah
kulit yang dipilih atau, pada kesempatan lain, elektroda perangsang ini
13
ditanam pada medula spinalis untuk merangsang kolumna sensorik
dorsalis.
Pada beberapa penderita, dengan metode stereotaksik dilakukan
penempatan suatu elektroda ke dalam nuklei intralaminar talamus atau
pada area paraventrikular atau periakuaduktal diensefalon. Dengan
demikian penderita akhirnya dapat mengatur seberapa besar rangsangan
yang diberikan. Ternyata, dilaporkan bahwa tindakan ini dapat
menghilangkan rasa nyeri secara dramatis. Juga rasa nyeri itu akan hilang,
seringkali setelah 24 jam sejak pemberian rangsangan selama beberapa
menit.
2.4.3 Nyeri Alih (Referred Pain)
Seringkali seseorang merasakn nyeri di bagian tubuh yang keaknya
jauh dari jaringan yang menyebabn rasa nyeri. Rasa nyeri ini disebut nyeri
alih. Rasa nyeri ini disebut nyeri alih. Biasa nyeri ini mula-mula timbul di
dalam salah satu organ visceral dan dialihkan ke suatu daerah di
permukaan tubuh. Juga, nyeri ini mungkin dialihkan ke daerah dalam
tubuh yang tidak tepat betul dengan daerah organ yang menimbulkan
nyeri. Pengetahuan mengenai bermacam-macam nyeri alih ini sangat
berguna dalam diagnosis klinik penyakit, sebab banyak penyakit
visceralyang tak memberikan gejala klinik apa pun selain nyeri alih.
Mekanisme nyeri alih dimana cabang-cabang serabut nyeri visceral
bersinaps dengan neuron kedua dalam medula spinalis, neuron kedua ini
menerima serabut nyeri yang berasal dari kulit. Bila serabut nyeri visceral
terangsang, maka sinyal nyeri yang berasal dari visera selanjutnya akan
dijalarkan melalui beberapa neuron yang sama yang juga menjalarkan
sinyal nyeri yang berasal dari kulit, dan akibatnya orang itu akan
merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari daerah kulit.
2.4.4 Nyeri Viseral
Dalam diagnosis klinik, rasa nyeri yang berasal dari bermacam-
macam organ visera dalam abdomen dan dada merupakan salah satu
kriteria yang dapat dipakai untuk mendiagnosis peradangan visera,
14
penyakit dan kelainan lain dari visera. Pada umumnya, visera tidak
mempunyai reseptor-reseptor sensorik untuk modalitas sensasi lain kecuali
untuk rasa nyeri. Juga, dalam beberapa aspek yang penting, rasa nyeri
viseral berbeda dengan rasa nyeri yang berasal dari permukaan tubuh.
Salah satu perbedaan penting antara rasa nyeri permukaan dan rasa
nyeri viseral adalah, walaupun organ visera mengalami kerusakan yang
berat jarnag mencetusan rasa nyeri yang hebat. Contohnya, seorang ahli
bedah dapat memotong seluruh usus menjadi dua potong pada seorang
penderita yang tetap sadar tanpa menimbulkan rasa nyeri yang cukup
berarti. Sebaliknya, setiap stimulus yang menimbulkan perangsangan difus
pada ujung serabut nyeri organ visera (viskus) akan menimbulkan rasa
nyeri yang sangat hebat. Contohnya, keadaan iskemia yang disebabkan
oleh tersumbatnya aliran darah ke daerah usus yang luas, pada saat yang
sama akan dapat merangsang serabut nyeri yang difus dan menimbulkan
rasa nyeri yang ekstrem.
Penyebab Rasa Nyeri Viseral yang Murni
Setiap stimulus yang dapat merangsang ujung serabut nyeri yang
terdapat di daerah viseral yang luas dapat menimbulkan rasa nyeri viseral.
Beberapa stimulus mencakup keadaan iskemia jaringan viseral, kerusakan
akibat bahan kimia pada permukaan visera, spasme otot polos pada organ
perut/viskus, atau teregangnya ligamen.
Pada dasarnya, semua nyeri viseral yang murni dalam ruang toraks
dan ruang abdomen dijalarkan melalui serabut saraf sensorik yang berjalan
dalam saraf otonom, terutama saraf simpatis. Serabut-seranut ini adalah
serabut kecil tipe C, dan oleh karena itu, hanya dapat menjalarkan rasa
nyeri tipe pegal pedih-kronik.
Iskemia menyebabkan nyeri viseral dengan cara yang tepat sama
seperti timbulya rasa nyeri di jaringan lain, hal ini mungkin karena
terbentuknya produk akhir metabolik yang asam atau produk yang
dihasilkan oleh jaringan degeneratif, seperti bradikinin, enzim protelitik
atau bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.
15
Pada suatu saat, bahan-bahan rusak keluar dari traktus
gastrointestinal masuk ke dalam rongga peritonium. Contohnya asam
proteolitik getah lambung seringkali dapat keluar dari lambung yang robek
atau dari tukak duodeni. Getah ini kemudian akan menyebabkan
tercernanya protenium viseral, dan selanjutnya akan merangsang daerah
serabut nyeri yang sangat luas. Rasa nyeri yang timbul biasanya hebat.
Spasme organ visera yang berlobang. Spasme usus, kandung
empedu, saluran empedu, ureter, atau setiap organ isi perut yang
berlubanng akan menimbulkan rasa nyeri yang mungkin disebabkan oleh
terangsangnya ujung serabut nyeri secara mekanis. Atau mungkin
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot yang dibarengi dengan
naiknya kebutuhan nutrisi otot sewaktu prses metabolisme. Jadi, mungkin
akan timbul keadaan iskemia yang relatif, dan keadaan ini akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Sering rasa nyeri yang timbul akibat
spasme organ viscera dicetuskan dalam bentuk kram, rasa nyeri akan
menghebat dan selanjutnya akan menghilang, proses ini akan berlangsung
secara ritmis yang timbulnya setiap beberapa menit sekali. Timbulnya
rangkaian irama disebabkan oleh kontraksi otot polos secara ritmis.
Contohnya, keadaaan kram ini akan timbul setiap kali ada gelombang
peristaltik menjalar melalui usus yang spastik. Rasa nyeri tipe kram
seringkali timbul penyakit gastroenteritis, konstipasi, menstruasi,
persalinan, kelainan kandung empedu, atau obstruksi ureter.
Organ visera yang mengembang berlebihan juga akan
menimbulkan rasa nyeri, ini mungkin disebabkan oleh jaringan itu sendiri
yang terlalu teregang. Keadaan mengembang yang yang berlebihan dapat
juga mengempiskan pembuluh-pembuluh darah yang mengelilingi organ
visera atau yang melalui dinding organ visera, jadi mungkin memacu
timbulnya rasa nyeri iskemia.
Sebagian kecil daerah organ visera ada yang hampir sama sekali
tak peka terhadap setiap macam rasa nyeri. Daerah ini meliputi daerah-
daerah parenkim hati dan alveoli paru. Ternyata kapsul hati sangat peka
16
terhadap trauma langsung dan peregangan, dan saluran empedu juga peka
terhadap rasa nyeri. Dalam paru-paru, walaupun alveoli tidak sensitif,
ternyata baik bronki maupun pleura. Parietalis sangat sensitif terhadap rasa
nyeri. Sebagai tambahan pada nyeri viseral yang murni, beberapa sensasi
nyeri juga dijalarkan dari visera melalui serabut saraf nonviseral yang
mempersarafi peritonum parietalis, pleura, atau perikardium. Bila suatu
penyakit mempengaruhi organ visera, seringkali proses penyakit itu
menyebar ke peritoneum parietal, pleura atau perikardium. Permukaan
parietal ini, seperti kulit, persarafannya banyak sekali berasal dari saraf-
saraf spinal, bukan dari sraf-saraf simpatis. Karena itu, rasa nyeri yang
berasal dari dinding parietal organ viseral sering kali menusuk. Untuk
menegaskan perbedaan antara rasa nyeri dan nyeri viseral yang murni
adalah sebagai berikut: irisan pisau yang melalui peritoneum parietal
terasa sangat nyeri, tetapi bila dilakukan irisan yang serupa melalui
peritoneum viseral atau melalui dinding usus ternyata tak begitu nyeri.
2.4.5 Beberapa Rasa Nyeri Klinis Abnormal dan sensasi somatik lainnya
Rasa nyeri klinis abnormal dan sensasi somatik lainnya terdiri dari
beberapa yaitu:
Hiperalgesia
Sindrom Talamikus
Herpes Zoster (Shingles)
Tic Douloureux
Sindrom Brown-Sequard
Hiperalgesia
Suatu jaras nyeri kadang-kadang semakin mudah dirangsang, ini
menuju ke suatu keadaan hiperalgesia, yaitu suatu keadan hipersensitif
terhadap rasa nyeri. Penyebab pokok dari hiperalgesia adalah pertama
karena reseptor nyeri sendiri yang sangat peka, disebut hiperalgesia
primer, dan kedua karena adanya fasilitasi pada penjalaran sensorik, yang
disebut hiperalgesia skunder.
17
Contoh untuk keadaan hiperalgesia primer adalah keadaan
sensifitas ekstrem pada kulit yang terbakar sinar matahari, ini diduga
akibat sensitisasi rasa nyeri yang diakhiri oleh produk jaringan lokal yang
terbakar bisa histamin, prostaglandin dan lainnya. Hiperalgesia skunder
seringkali disebabkan oleh jejas pada medula spinalis atau talamus.
Beberapa keadaan ini akan dibicarakan pada bagian selanjutnya.
Sindrom Talamikus
Adakalanya cabang posterolateral arteri serebri posterior, yaitu
arteri kecil yang memasok bagian posteroventral talamus, dapat
mengalami sumbatan akibat trombosis, sehingga nulkeus yang ada di
daerah talamus ini akan berdegenerasi, sedangkan nukleus medial dan
anterior talamus tetap utuh. Penderita akan mengidap serangkaian
kelainan, sebagai berikut: pertama, hampir sebagian besar sensasi sisi
tubuh yang berlawanan akan hilang, karena nukleus pemancarnya rusak.
Kedua, gejala ataksia (ketidakmampuan mengatur gerakan tubuh secara
tepat) mungkin akan lebih jelas, akibat hilangnya sinyal posisi dan sinyal
kisnetik yang secara normal dipancarkan dari talamus menuju korteks.
Ketiga, setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan, penerimaan
sensorik pada tubuh yang berlawanan akan kembali pulih, tapi biasanya
untuk menimbulkan keadaan ini dibutuhkan stimulus yang kuat. Bila
sampai timbul sensasi, sensasi yang timbul akan dialokasikan tidak tepat,
ahmpir selalu nyeri sekali, kadangkala terasa menusuk, sesuai dengan
stimulus yang diberikan pada tubuh. Keempat, penderita cenderung
merasakan banyak sekali sensasi afektif yang merupakan perasaaan tak
menyenangkan yang ekstrem atau kadangkala perasaan senang yang
ekstrem, perasaan tak menyenangkan ini berkaitan dengan semburan kata-
kata marah yang emosional.
Nukleus medialis talamus tak dirusak oleh adanya trombosis dalam
arteri. Ada anggapan bahwa pada sindrom talamikus, nukleus medialis ini
menjadi mudah terangsang dan kepekaan jaras rasa nyeri kronik
18
paleospinotalamikus yang menjalarkan nyeri dan menyebabkan banyak
persepsi afektif skunder akan meningkat.
Herpes Zoster (Shingles)
Adakalanya virus herpes menginfeksi ganglion radiks dorsalis.
Normalnya penyebab nyeri yang parah pada segmen dermatom ini
ditimbulkan oleh ganglion, jadi nyeri yang timbul merupakan tipe
segmental yang mengelilingi setengah badan. Penyakit ini dikenal sebagai
herpes zoster atau shingles karena adanya erupsi seperti yang dijelaskan di
bawah.
Penyebab rasa nyeri diduga adalah perangsangan sel-sel neuron
dalam ganglia radiks dorsalis oleh infeksi virus. Selain sebagai penyebab
rasa nyeri, virus dibawa oleh sitoplasma neuron untuk mengalir keluar
melalui akson perifer ke ujung-ujung kutaneusnya. Di sini virus
menyebabkan ruam-ruam yang menjadi vesikel dalam waktu beberapa hari
kemudian menjadi krusta, semua ini terjadi dalam daerah dermmatom
yang dipersarafi oleh radiks dorsalis yang terinfeksi.
Tic Douloureux
Pada beberapa orang, dapat terjadi nyeri seperti tertusuk pada salah
satu sisi wajah di daerah (sebagian daerah) distribusi serabut sensorik
saraf kelima atau kesembilan, fenomena ini disebut tic douloureux (atau
neuralgia trigeminal atau neuralgia glosofarigeal). Nyeri ini terasa seperti
kejutan listrik yang mendadak, dan mungkin timbul hanya selama
beberapa detik pada saat itu atau mungkin juga terasa terus menerus.
Seringkali, nyeri ini timbul di daerah picu yang sangat sensitif pada
permukaan wajah, mulut, atau di tenggorokan. Hampir selalu oleh
stimulus mekanoreseptif dari pada oleh stimulus rasa nyeri. Contohnya,
bila seorang penderita mengunyah segumpal makanan, sewaktu makan itu
menyentuh tonsil, mungkin akan timbul nyeri seperti tertusuk yang hebat
di bagian mandibular saraf kelima.
Biasanya nyeri pada tic douloureux dapat di blok dengan cara
memotong saraf perifer daerah yang hipersensitif. Cabang snsorik saraf
19
kelima sering kali dipotong di bawah kranium, di mana pada tempat itu
dapat dipisahkan radiks motorik dan radiks sensorik dari saraf kelima,
sehingga bagian motoriknya, yang dibutuhkan untuk gerakan rahang akan
terlindungi sedangkan elemen sensorik akan rusak. Operasi ini akan
mengakibatkan sebagian wajah mengalami anastetik dan keadaan ini akan
mengganggu penderita. Selanjutnya, kadangkala operasi ini tak berhasil,
yang berarti bahwa jajas yang menyebabkan nyeri berada pada nukleus
sensorik di batang otak dan bukan di saraf perifer.
Sindrom Brown-Squard
Bila dilakukan pemotongan seluruh medula spinalis, maka seluruh
sensasi dan fungsi motorik di bagian distal segmen yang dipotong akan
terblok, tapi bila pemotongan tadi hanya dilakukan pada salah satu sisi
medula spinais saja, maka timbul sindrom Brown-Squard. Selanjutnya
akan timbul akibat-akibat dari tindakan transeksi tadi, dan hal ini dapat
diramalkan dengan mempelajari jaras serabut-serabut medula spinalis.
Semua fingsi motorik pada semua segmen di bawah tempat transeksi pada
sisi yang sama akan diblok. Pada sisi pemotongan hanya beberapa
modalitas sensasi yang hilang, dan yang lainnya hilang pada sisi yang
berlawanan. Sensasi nyari, panas dan dingin yaitu sensasi yang
disampaikan oleh jaras spinotalamikus akan hilang pada sisi tubuh yang
berlawanan, yakni pada semua dermatom dari segmen kedua sampai
keenam di bawah tempat transeksi. Sebaliknya, sensasi-sensasi yang hanya
dijalarkan pada kolumna dorsalis dan kolumna dorsolateralis, yaitu sensasi
kisnetik dan sensasi posisi, sensasi vibrasi, sensasi lokalisasi yang terbesar
dan diskriminasi dua titik, akan hilang pada sisi transeksi, yakni semua
dermatom di bawah tingkat transeksi. Pada sisi transeksi, rasa raba akan
terganggu karena jaras utama untuk penjalaran perabaan halus, yakni
kolumna dorsalis, telah tepotong. Namun perabaan kasar, yang kurang
dilokalisasi, tetap utuh karena penjalarannya adalah pada traktus
spinotalamikus sisi yang lainnya.
20
2.5 Sensasi Suhu, Reseptor Suhu dan Perangsangannya
Pada dasarnya manusia dapat merasakan bermacam-macam gradiasi panas
dan dingin, yakni mulai dari suhu yang paling dingin lalu suhu dingin sampai
suhu yang sejuk, selanjutnya dari suhu hangat sampai panas dan akhirnya sampai
panas yang menyengat. Gradiasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga
macam reseptor sensorik, reseptor dingin, reseptor hangat dan reseptor nyeri.
Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh gradiasi panas atau dingin yang
ekstrem, karena itu bersama reseptor dingin dan reseptor hangat bertanggung
jawab terhadap terjadinya sensasi “sangat dingin” (freezing cold) dan sensasi
“panas yang menyengat” (burning hot). Reseptor dingin dan reseptor hangat
terletak tepat di bawah kulit, yakni pada titik-titik yang berbeda dan terpisah-
pisah dengan diameter perangsangan kira0kira 1 mm. Pada sebagian besar daerah
tubuh, jumlah reseptor dingin kira-kira tiga sampai sepuluh kali reseptor hangat,
dan pada berbagai daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi, 15 sampai 25 titik
dingin persentimeter persegi pada bibir, 3 sampai 5 titik dingin pada jari-jari, dan
kurang dari 1 titik dingin per sentimeter persegi pada daerah permukaan dada
yang luas. Sedangkan jumlah titik hangatnya lebih sedikit.
Walaupun dengan tes psikologik telah terbukti adanya ujung serabut saraf
yang berbeda, namun hal ini belum dapat diidentifikasi secara histolgik. Ujung
serabut saraf ini dianggap ujung saraf bebas karena sinyal terutama dijalarkan
pada serabut saraf tipe C pada kecepatan penjalaran hanya 0,4 samapai 2 m/detik.
Sebaliknya, reseptor dingin telah dapat diidentifikasi dengan pasti. Ujung saraf
tipe Aδ yang bermielin, khusus, dan kecil yang bercabang beberapa kali, ujungnya
menembus ke permukaan dasar sel-sel epidermis basal. Sinyal dari reseptor-
reseptor ini akan dijalarkan melalui serabut saraf delta tipe A yang berkecepatan
lebih dari 20 meter per detik. Sebagian sensasi dingin juga dijalarkan melalui
serabut saraf tipe C, yang diduga merupakan ujung serabut saraf bebas yang
mungkin juga berfungsi sebagai reseptor dingin. Suhu dibawah 7°C dan di tas
50°C mengaktifkan reseptor nyeri, dan kedua suhu ekstrem ini dirasakan sama
seperti rangsang nyeri, bukan dingin atau hangat. Suhu puncak untuk pengaktifan
reseptor dingin adalah sekitar 24°C dan reseptor hangat aktif maksimal pada suhu
21
sekitar 45°C. reseptor dingin dan hangat dapat dirangsang oleh suhu daam kisaran
31°C samapai 43°C. Jika terpajan ke penurunan suhu mendadak, pada awalnya
reseptor dingin akan terangsang secara kuat tetapi kemudian setelah beberapa
detik pertama, pembentukan potensial aksi turun drastis. Namun, dalam sekitar 30
menit kemudian penurunan potensial aksi ini menjadi lebih lambat. Hal ini berarti
bahwa reseptor dingin dan hangat berespon terhadap suhu keadaan mantap serta
perubahan suhu. Hal ini menjelaskan mengapa suhu dingin di luar rumah terasa
jauh lebih dingin sewaktu pertama kali seseroang berpindah dari lingkungan yang
hangat.
Mekanisme simulatorik dalam reseptor suhu diperkirakan berkaitan
dengan perubahan laju metabolik di serat saraf yang dipicu oleh perubahan suhu.
Telah dibuktikan bahwa untuk setiap perubahan 10°C terjadi perubahan 2 kali
lipat laju reaksi kimia intraseluler. Reseptor suhu di permukaan kulit relatif tidak
terlalu padat. Karena itu, perubahan suhu yang hanya terpapar pada sebagian kecil
kulit tidak terlalu efektif terdeteksi dibandingkan dengan perubahan suhu yang
terpapar pada kulit yang lebih luas. Jika seluruh tubuh terangsang, perubahan suhu
sekecil 0,01°C pn sudah dapat dideteksi. Sinyal termal dislurkan ke susunan saraf
pusat sejajar dengan sinyal nyeri.
22
DAFTAR PUSTAKA
Guyton dan Hall .2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC, Jakarta.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. EGC, Jakarta.
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta.
Sudoyo, Aru W., dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. FKUI, Jakarta.
23