MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR KLASIFIKASI...
Transcript of MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR KLASIFIKASI...
1
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR
KLASIFIKASI KELAS DAGING MENGGUNAKAN
PENCIRIAN MATRIKS KO-OKURENSI ARAS KEABUAN
Laksono Tri Wibowo 1, Imam Santoso, ST. MT.
2 Budi Setiyono, ST. MT.
2
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Abstrak - Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan citra digital, manusia menginginkan agar mesin
(komputer) dapat mengenali citra seperti layaknya penglihatan manusia. Salah satu cara untuk mengenali citra adalah dengan
membedakan tekstur citra tersebut. Setiap citra mempunyai tekstur yang unik yang dapat dibedakan dengan citra yang lain, ciri-
ciri inilah yang menjadi dasar dalam klasifikasi citra berdasarkan tekstur. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
memperoleh ciri tekstur dari suatu citra, salah satunya adalah dengan metode GLCM.
Matriks kookurensi dari data citra aras keabuan ( Gray Level Co-Occurrence Matrix-GLCM ) adalah salah satu metode
untuk memperoleh ciri-ciri citra tekstur dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak
dan arah tertentu. Adapun parameter atau ciri-ciri tekstur yang didapat dari metode GLCM diantaranya adalah energi, entropi,
homogenitas, kontras, korelasi, momentum selisih varians jumlah, rata-rata jumlah, dan entropi jumlah. Hasil ekstraksi ciri-ciri
tersebut kemudian digunakan untuk proses klasifikasi dengan menggunakan k-Nearest Neighbour (k-NN) yang menentukan hasil
klasifikasi berdasarkan jumlah tetangga terdekat. Pada tugas akhir ini dibuat program simulasi untuk analisis citra dengan
metode GLCM. Program tersebut digunakan untuk mengenali citra daging dari tiga jenis kelas daging yang berbeda.
Dalam pengujian digunakan berbagai macam citra daging dari tiga jenis yang berbeda untuk mengetahui tingkat
pengenalan perangkat lunak terhadap citra tekstur daging tersebut. Tingkat keberhasilan pegenalan dapat diketahui dari
prosentase jumlah citra yang dapat dikenali terhadap jumlah total citra yang diuji. Berdasarkan pengujian tingkat pengenalan
tertinggi diperoleh pada jenis daging kerbau mencapai 100%, sedangkan tingkat pengenalan terendah terjadi pada jenis daging
kambing yang hanya mencapai 20%. Proses penajaman citra dapat meningkatkan tingkat pengenalan terhadap citra uji sebesar
40% sampai 80%. Tingkat pengenalan terhadap citra yang diakuisisi dengan kamera digital lebih baik dari citra yang diakuisisi
dengan kamera handphone, tingkat pengenalan terendah untuk citra dari kamera digital 20% sedang pada citra dari handphone
10% . Pemberian derau pada citra uji akan menurunkan tingkat pengenalan terhadap citra tersebut dari 100% menjadi 0-60%.
Kata kunci : daging, ekstraksi ciri, GLCM, ko-okurensi, klasifikasi, k-Nearest Neighbor
I. PENDAHULUAN
Tekstur suatu citra berperan penting dalam banyak tugas
pada sistem visual seperti pemeriksaan permukaan,
pengelompokan objek, pemeriksaan kualitas, dan lain-lain.
Untuk melakukan tugas-tugas tersebut, diperlukan suatu
analisis mengenai tekstur yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan suatu pola-pola yang berulang-ulang dan
teratur, pola-pola intensitas, dan lain-lain. Salah satu manfaat
dari tekstur tersebut adalah untuk mengelompokkan citra ke
dalam kelas tertentu.
Setiap citra memiliki tekstur yang unik, yang mampu
membedakan citra dengan kelas yang lainnya. Manusia
mampu membedakan citra dengan kelas-kelas tertentu karena
manusia memiliki ingatan akan tekstur dari setiap kelas citra
tersebut. Kemampuan manusia tersebut apabila diterapkan ke
dalam suatu sistem yang berupa perangkat lunak maupun
perangkat keras, akan sangat berguna untuk diaplikasikan
dalam banyak hal. Contoh aplikasinya adalah automatisasi
dalam mengklasifikasikan objek atau barang dalam proses
industri, analisis citra satelit, pencarian data citra di dalam
halaman web atau basis data, peninjauan kualitas barang, dan
lain-lain.
Dalam tugas akhir ini akan dibuat suatu sistem berupa
perangkat lunak yang mengklasifikasikan citra daging,
sehingga menyerupai kemampuan manusia untuk
mengklasifikasikan citra. Daging secara fisik memiliki bentuk
dan tekstur yang khas yang mampu dibedakan secara baik oleh
penglihatan manusia. Namun perlu dilakukan penelitian,
sejauh mana suatu sistem yang dalam hal ini berupa perangkat
lunak, mampu mengenali kelas daging-daging tersebut dengan
menggunakan metode analisis tekstur matriks ko-okurensi dan
metode klasifikasi k-Nearest Neighbour. Sebelumnya pernah
dilakukan penelitian untuk mengklasifikasikan jenis-jenis
tekstur, oleh Arriawati (2007), dan juga terdapat penelitian
untuk mengklasifikasikan jenis biji-bijian oleh Kristiawan
(2009), yang keduanya menggunakan metode analisis tekstur
matriks ko-okurensi dan metode klasifikasi k-Nearest
Neighbour.
Tujuan dari tugas akhir ini adalah :
Membuat perangkat lunak yang dapat mengklasifikasikan
citra daging, dengan metode ekstraksi ciri matriks ko-okurensi
aras keabuan dan metode klasifikasi k-Nearest Neighbour,
serta melakukan pengujian dan analisis tingkat keberhasilan
pengenalan perangkat lunak terhadap citra daging.
II. DASAR TEORI
2.1 Tekstur
Tekstur adalah konsep intuitif yang mendeskripsikan
tentang sifat kehalusan, kekasaran, dan keteraturan dalam
suatu daerah/wilayah (region). Dalam pengolahan citra digital,
tekstur didefinisikan sebagai distribusi spasial dari derajat
keabuan di dalam sekumpulan piksel yang bertetangga.
Secara umum tekstur mengacu pada pengulangan
elemen-elemen tekstur dasar yang disebut primitif atau teksel
(texture element-texel).
Syarat-syarat terbentuknya suatu tekstur antara lain :
1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu piksel
atau lebih. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa
titik, garis lurus, garis lengkung, luasan, dan lain-lain
yang merupakan elemen dasar dari sebuah tekstur.
2. Pola-pola primitif tersebut muncul berulang-ulang
dengan interval dan arah tertentu sehingga dapat
diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.
2
Suatu citra memberikan interpretasi tekstur yang berbeda
apabila dilihat dengan jarak dan sudut yang berbeda. Manusia
memandang tekstur berdasarkan deskripsi yang bersifat acak,
seperti halus, kasar, teratur, tidak teratur, dan sebagainya. Hal
ini merupakan deskripsi yang tidak tepat dan non-kuantitatif,
sehingga diperlukan adanya suatu deskripsi yang kuantitatif
(matematis) untuk memudahkan analisis.
2.2 Analisis Tekstur
Analisis tekstur merupakan dasar dari berbagai macam
aplikasi, aplikasi dari analisis tekstur antara lain:
penginderaan jarak jauh, pencitraan medis, identifikasi kualitas
suatu bahan (kayu, kulit, tekstil, dan lain-lain), dan juga
berbagai macam aplikasi lainnya. Pada analisis citra,
pengukuran tekstur dikategorikan menjadi lima kategori utama
yaitu : statistis, struktural, geometri, model dasar, dan
pengolahan sinyal. Pendekatan statistis mempertimbangkan
bahwa intensitas dibangkitkan oleh medan acak dua dimensi,
metode ini berdasar pada frekuensi-frekuensi ruang. Contoh
metode statistis adalah fungsi autokorelasi, matriks ko-
okurensi, transformasi Fourier, frekuensi tepi. Teknik
struktural berkaitan dengan penyusunan bagianbagian terkecil
suatu citra. Contoh metode struktural adalah model fraktal.
Metode geometri berdasar atas perangkat geometri yang ada
pada elemen tekstur. Contoh metode model dasar adalah
medan acak. Sedangkan metode pengolahan sinyal adalah
metode yang berdasarkan analisis frekuensi seperti
transformasi Gabor dan transformasi wavelet.
2.3 Matriks Ko-Okurensi Aras Keabuan (Gray Level Co-
occurrence Matrix - GLCM)
Matriks ko-okurensi adalah salah satu metode statistik
yang dapat digunakan untuk analisis tekstur. Matrik ko-
okurensi dibentuk dari suatu citra dengan melihat pada piksel-
piksel yang berpasangan yang memiliki intensitas tertentu.
Penggunaan metode ini berdasar pada hipotesis bahwa dalam
suatu tekstur akan terjadi perulangan konfigurasi atau
pasangan aras keabuan. Misal, d didefinisikan sebagai jarak
antara dua posisi piksel, yaitu (x1, y1) dan (x2, y2); dan θ
didefinisikan sebagai sudut diantara keduanya.
Maka matriks ko-okurensi didefinisikan sebagai matriks
yang menyatakan distribusi spasial antara dua piksel yang
bertetangga yang memiliki intensitas i dan j, yang memiliki
jarak d diantara keduanya, dan sudut θ diantara keduanya.
Matriks ko-okurensi dinyatakan dengan Pd,θ(i,j). Suatu piksel
yang bertetangga yang memiliki jarak d diantara keduanya,
dapat terletak di delapan arah yang berlainan, hal ini
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Piksel bertetangga dalam delapan arah
Dalam matriks ko-okurensi, terdapat sembilan ciri tekstur
yang dapat diperoleh dari suatu citra yang digunakan sebagai
pembeda antara citra dengan kelas tertentu, dengan kelas
lainnya. Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Energi (Energy)
∑∑
2. Entropi (Entropy)
∑∑
3. Kontras (Contrast)
∑∑
4. Homogenitas (Homogeneity)
∑∑
| |
5. Korelasi (Correlation)
∑∑
dimana :
∑ ∑
∑ ∑
∑
∑
∑
∑
6. Momentum Selisih Invers (Inverse Difference
Momentum)
∑∑
7. Rata-rata Jumlah (Sum Average)
∑ ∑
8. Entropi Jumlah (Sum Entropy)
∑ ∑
( )
9. Varians Jumlah (Sum Variance)
∑ ∑
2.4 K-Nearest Neighbour
Metode k-nearest neighbour adalah sebuah metode untuk
melakukan klasifikasi terhadap objek, berdasarkan data
pembelajaran yang jaraknya dekat dengan objek tersebut,
3
sesuai jumlah tetangga terdekatnya atau nilai k. Dekat atau
jauhnya tetangga tersebut biasanya dihitung berdasarkan jarak
euclidean dengan persamaan sebagai berikut:
√∑
dengan :
d : jarak data uji ke data pembelajaran
xj : data uji ke-j, dengan j = 1,2, … , n
yj : data pembelajaran ke-j, dengan j = 1,2, … , n
Klasifikasi k-NN dilakukan dengan mencari k buah
tetangga terdekat dari data uji dan memilih kelas dengan
anggota terbanyak. Adapun langkahlangkah klasifikasi k-NN
adalah sebagai berikut :
1. Jika sekumpulan data latih y memiliki N titik data secara
keseluruhan, maka dilakukan pengenalan terhadap k buah
tetangga terdekat dari data uji x.
2. Dari k buah tetangga terdekat tersebut, data x
diidentifikasikan pada kelas ωi , i = 1, 2, . . ., M. M
adalah jumlah kelas yang ada.
3. Data uji x dimasukkan pada kelas dengan jumlah anggota
terbanyak.
4. Jika terdapat dua atau lebih kelas ω yang merupakan
tetangga terdekat dari data uji x, maka terjadilah kondisi
seimbang (konflik) dan digunakan strategi pemecahan
konflik.
5. Untuk kelas-kelas yang terlibat konflik, jarak d
ditentukan antara data uji x dengan anggota kelas ω yang
terlibat konflik, yang berjumlah E.
6. Jika data pelatihan dari kelas ωi yang terlibat dalam
konflik ditunjukan dengan yim
= { yim
1 , . . ., yim
N }, maka
jarak antara x dengan kelas ωi adalah :
∑|
|
7. Data uji x dimasukkan ke dalam kelas dengan jarak di
paling kecil.
Gambaran penggunaan algoritma k-NN, ditunjukkan pada
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Algoritma k-NN dengan k=5
III. PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK
Dalam perangkat lunak pengklasifikasi jenis daging ini,
terdapat proses-proses yang dilakukan dari awal data dipilih,
hingga pada akhirnya data tersebut diklasifikasikan. Secara
garis besar, proses-proses tersebut dikelompokkan pada lima
proses utama yaitu :
1. Memilih citra masukan
Proses yang pertama kali dilakukan dalam perangkat
lunak pengklasifikasi jenis daging ini adalah memilih citra
masukan. Citra masukan adalah citra daging dengan format
yang didukung oleh Delphi 7. Citra dengan format lain
tidak akan dikenali dan akan menampilkan pesan
kesalahan.
2. Mengubah citra masukan menjadi citra aras keabuan
Citra masukan yang akan diekstraksi ciri menggunakan
metode GLCM, harus diubah menjadi citra aras keabuan
terlebih dahulu.
3. Melakukan ekstraksi ciri
Matriks ko-okurensi aras keabuan dibentuk dengan
menggunakan parameter-parameter yang diperlukan untuk
membentuk matriks ko-okurensi tersebut. Parameter-
parameter tersebut adalah jarak (d) dengan d=1, arah (θ),
dengan 8 arah 0°, 45°, 90°, 135°, 180°, 225°, 270°, 315°.
Dan derajat keabuan (g) dengan besaran g=8 bit. Derajat
keabuan menentukan besarnya ukuran matriks ko-okurensi.
4. Menyimpan hasil ekstraksi ciri
Ciri yang didapat dari hasil ekstraksi ciri kemudian
disimpan untuk nantinya digunakan pada pembentukan
data acuan.
5. Membentuk data acuan/ data pelatihan
Sebelum proses klasifikasi dapat dilakukan, terlebih
dahulu harus dibentuk data acuan. Data acuan dibentuk dari
data-data ciri kelas daging yang sudah terlebih dahulu
disimpan.
6. Melakukan proses klasifikasi citra masukan.
Tahap terakhir setelah proses ekstraksi ciri dan proses
pembentukan data acuan dilakukan, adalah tahap
klasifikasi. Metode yang digunakan untuk mengklasifikasi
data masukan adalah metode k-Nearest Neighbor (kNN).
Parameter yang digunakan dalam metode kNN adalah k.
Algoritma kNN akan mengklasifikasikan data masukan ke
dalam kelas dengan jumlah anggota terbanyak. Apabila
terjadi konflik, maka digunakan strategi pemecahan
konflik. Mulai
Memilih Citra Masukan
Mengubah citra masukan menjadi
citra aras keabuan
Data acuan ada?
Selesai
Menyimpan hasil ekstraksi ciri
Ekstraksi ciri dengan GLCM
Membentuk data acuan
Proses Klasifikasi
Y
T
Gambar 3.1 Diagram alir program utama
4
IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS
4.1 Analisis dan Pembahasan Secara Umum
Sebelum proses pengujian dilakukan, terlebih dahulu
adalah menentukan citra mana saja yang akan dijadikan
sebagai citra acuan, secara garis besar proses-proses dalam
program simulasi ini adalah pertama-tama memilih citra
masukan, kemudian mengubah citra masukan tersebut menjadi
citra aras keabuan, setelah itu dilakukan proses ekstraksi ciri,
kemudian hasil ekstraksi tersebut disimpan sebagai basis data
atau sebagai data latih. Setelah didapatkan basis data, baru
dapat dilakukan proses klasifikasi pada citra yang akan diuji
(citra uji). Citra yang digunakan sebagai basis data adalah citra
yang berasal atau diakuisisi dengan kamera digital Panasonic.
Hasil ekstraksi ciri dengan program simulasi seperti
ditunjukkan oleh gambar 4.1 berikut :
Gambar 4.1 Contoh hasil ekstraksi ciri sebuah citra di dalam program
simulasi
Dalam pengujian digunakan berbagai macam tekstur
daging dengan kelas yang berbeda untuk mengetahui tingkat
pengenalan perangkat lunak terhadap citra tekstur daging
tersebut. Dalam pengujian menggunakan beberapa skenario,
sehingga diharapkan akan mendapatkan beberapa hasil yang
berbeda-beda untuk tiap skenario.
Pengujian proses klasifikasi dilakukan dengan beberapa
skenario pengujian, yaitu:
1. Menguji citra masukan yang termasuk dalam data acuan.
2. Menguji citra masukan yang tidak termasuk dalam data
acuan.
3. Menguji citra masukan yang tidak termasuk dalam data
acuan dengan variasi jarak
4. Menguji citra masukan yang tidak termasuk dalam data
acuan dengan variasi kamera yang digunakan.
5. Menguji citra masukan yang tidak termasuk dalam data
acuan dengan variasi kamera yang digunakan. Dengan
penambahan proses penajaman citra (sharpness) untuk tiap
citra ujinya.
6. Menguji citra masukan yang termasuk dalam data acuan
dengan penambahan proses derau (noise) untuk tiap citra
ujinya.
Dalam enam skenario pengujian yang ada, digunakan
lima nilai k yang menyatakan parameter k dalam algoritma k-
NN. Nilai-nilai k yang digunakan yaitu : k = 1, k = 3, k = 5, k
= 7, dan k = 9.
Tingkat pengenalan program terhadap citra uji dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
( 4.1 )
dimana,
P = Tingkat pengenalan program terhadap citra uji
A = Jumlah citra uji yang dikenali secara benar
B = Jumlah citra uji secara keseluruhan
Tingkat pengenalan dari keenam skenario pengujian di
atas apabila dirangkum dalam satu tabel, ditunjukkan pada
Tabel 4.1. Tabel 4.1 Tingkat pengenalan citra uji dari keenam skenario
Skenario
Nilai k
k=1 k=3 k=5 k=7 k=9
I 100 % 73,33 % 93,33 % 73,33 % 86,66 %
II 100 % 86,66 % 80 % 80 % 93,33 %
III 73,33 % 66,66 % 66,66 % 73,33 % 73,33 %
IV 36,66 % 20 % 20 % 23,33 % 23,66 %
V 16,66 % 10 % 13,33 % 6,66 % 13,33 %
VI 43,33 % 33,33 % 40 % 33,33 % 33,33 %
VII 26,66 % 26,66 % 20 % 13,33 % 10 %
VIII 46,66 % 43,33 % 40 % 40 % 46,66 %
IX 16,66 % 26,66 % 13,33 % 6,66 % 6,66 %
X 6,66 % 10 % 6,66 % 3,33 % 0 %
XI 53,33 % 46,66 % 36,66 % 46,66 % 43,33 %
XII 46,66 % 46,66 % 43,33 % 43,33 % 43,33 %
XIII 53,33 % 60 % 60 % 53,33 % 53,33 %
XIV 46,67 % 46,67 % 46,67 % 40 % 40 %
XV 60 % 60 % 66,67 % 66,67 % 73,33 %
XVI 40 % 40 % 40 % 40 % 46,67 %
Keterangan Tabel: I = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan (skenario
1) untuk pengambilan jarak jauh.
II = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan (skenario
1) untuk pengambilan jarak dekat. III = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
(skenario 2) untuk pengambilan jarak jauh.
IV = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan (skenario 2) untuk pengambilan jarak dekat.
V = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi jarak (skenario 3), dengan citra acuan menggunakan pengambilan jarak jauh sedangkan citra uji menggunakan
pengambilan jarak dekat.
VI = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan dengan variasi jarak (skenario 3) dengan citra acuan menggunakan
pengambilan jarak dekat sedangkan citra uji menggunakan
pengambilan jarak jauh. VII = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi kamera yang digunakan ( skenario 4) untuk
pengambilan jarak jauh. VIII = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi kamera yang digunakan ( skenario 4) untuk
pengambilan jarak dekat.
IX = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi kamera yang digunakan, dengan citra uji ditajamkan
menggunakan fungsi Sharpness (skenario 5) untuk pengambilan jarak jauh dengan skala penajaman 50.
X = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi kamera yang digunakan, dengan citra uji ditajamkan menggunakan fungsi Sharpness (skenario 5) untuk pengambilan
jarak jauh dengan skala penajaman 100.
XI = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan dengan variasi kamera yang digunakan, dengan citra uji ditajamkan
menggunakan fungsi Sharpness (skenario 5) untuk pengambilan
jarak dekat dengan skala penajaman 50.
5
XII = Pengujian citra masukan yang tidak termasuk dalam data acuan
dengan variasi kamera yang digunakan, dengan citra uji ditajamkan
menggunakan fungsi Sharpness (skenario 5) untuk pengambilan jarak dekat dengan skala penajaman 100.
XIII = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan, dengan
citra uji sebelumnya diperlakukan proses derau (skenario 6) untuk pengujian jarak jauh dengan skala noise 50.
XIV = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan, dengan
citra uji sebelumnya diperlakukan proses derau (skenario 6) untuk pengujian jarak jauh dengan skala noise 150.
XV = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan, dengan
citra uji sebelumnya diperlakukan proses derau (skenario 6) untuk pengujian jarak dekat dengan skala noise 50.
XVI = Pengujian citra masukan yang termasuk dalam data acuan, dengan
citra uji sebelumnya diperlakukan proses derau (skenario 6) untuk pengujian jarak dekat dengan skala noise 150.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengenalan
tertinggi terhadap citra uji, ditunjukan oleh skenario 1. Hal
ini disebabkan karena data acuan yang digunakan adalah
sama dengan citra uji. Sedangkan tingkat pengenalan
terendah terhadap citra uji ditunjukan oleh skenario 5
dengan pengambilan jarak jauh dengan skala ketajaman 100.
Hal ini disebabkan karena citra uji yang didapatkan dengan
kamera telepon genggam memiliki kualitas yang jauh
berbeda dengan citra acuan yang didapatkan dengan kamera
digital Panasonic, dengan penambahan fungsi sharpness
pada citra uji menyebabkan citra tersebut lebih dikenali
sebagai citra lain yang mempunyai jarak yang lebih kecil.
Keenam skenario pengujian diatas menggunakan data
acuan yang terdiri dari tiga puluh ciri citra yang didapat dari
tiga kelas daging yang ada, sehingga masing-masing kelas
mempunyai sepuluh data acuan dari total keseluruhan data
acuan yang ada, dengan pembagian antara jarak jauh dan
dekat. Pemilihan data acuan mempunyai pengaruh terhadap
tingkat keberhasilan pengenalan citra uji. Dalam pengujian
skenario 2, program dapat mengenali dengan baik citra uji
yang ada, karena data acuan yang digunakan cukup
representatif untuk citra masukan yang digunakan, meskipun
demikian, jumlah data acuan yang relatif kecil akan kurang
representatif untuk citra masukan yang banyak dan bervariasi.
Jarak pengambilan gambar pada citra masukan juga
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam tingkat
keberhasilan pengenalan citra masukan. Jarak pengambilan
yang berbeda akan menghasilkan tekstur citra yang berbeda
pula. Hal ini ditunjukan pada Tabel 4.1, skenario 1 dan 2
mempunyai tingkat pengenalan yang lebih baik bila
dibandingkan dengan skenario 3. Pengujian skenario 6
bertujuan untuk melihat pengaruh derau terhadap tingkat
pengenalan program. Kualitas citra uji juga memberikan
pengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengenalan citra uji.
Citra uji yang mengalami perubahan sehingga mengalami
penurunan kualitas, tidak akan dapat dikenali dengan baik 4.2 Tingkat Pengenalan Pada Masing-masing Kelas
Daging
Tingkat pengenalan masing-masing kelas dalam enam
skenario pengujian di atas ditunjukan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Tingkat Pengenalan masing-masing kelas daging
Sknrio Citra Masukan
Tingkat Pengenalan Citra Uji
k=1 k=3 k=5 k=7 k=9
I
Kambing 100 % 80 % 80 % 60 % 80 %
Kerbau 100 % 60 % 100 % 80 % 80 %
Sapi 100 % 80 % 100 % 80 % 100 %
Sknrio Citra
Masukan
Tingkat Pengenalan Citra Uji
k=1 k=3 k=5 k=7 k=9
II
Kambing 100 % 80 % 80 % 80 % 100 %
Kerbau 100 % 100 % 80 % 80 % 100 %
Sapi 100 % 80 % 80 % 80 % 80 %
III
Kambing 80 % 60 % 60 % 80 % 80 %
Kerbau 100 % 60 % 100 % 100 % 100 %
Sapi 40 % 40 % 40 % 40 % 40 %
IV
Kambing 60 % 20 % 20 % 20 % 60 %
Kerbau 80 % 80 % 80 % 80 % 60 %
Sapi 80 % 20 % 20 % 40 % 20 %
V
Kambing 10 % 10 % 10 % 10 % 10 %
Kerbau 30 % 10 % 10 % 0 % 10 %
Sapi 10 % 10 % 20 % 10 % 20 %
VI
Kambing 70 % 40 % 50 % 40 % 30 %
Kerbau 10 % 10 % 20 % 10 % 20 %
Sapi 50 % 50 % 50 % 50 % 50 %
VII
Kambing 40 % 30 % 20 % 20 % 10 %
Kerbau 50 % 50 % 40 % 20 % 20 %
Sapi 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
VIII
Kambing 30 % 20 % 20 % 20 % 30 %
Kerbau 30 % 30 % 20 % 20 % 30 %
Sapi 80 % 80 % 80 % 80 % 90 %
IX
Kambing 30 % 40 % 20 % 0 % 0 %
Kerbau 20 % 40 % 20 % 20 % 20 %
Sapi 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
X
Kambing 10 % 10 % 10 % 0 % 0 %
Kerbau 10 % 10 % 10 % 10 % 0 %
Sapi 0 % 10 % 0 % 0 % 0 %
XI
Kambing 20 % 10 % 10 % 10 % 20 %
Kerbau 60 % 50 % 20 % 40 % 20 %
Sapi 80 % 80 % 80 % 90 % 90 %
XII
Kambing 0 % 0 % 10 % 0 % 10 %
Kerbau 60 % 60 % 50 % 50 % 40 %
Sapi 80 % 80 % 80 % 80 % 80 %
XIII
Kambing 0 % 20 % 20 % 0 % 0 %
Kerbau 80 % 80 % 80 % 80 % 80 %
Sapi 80 % 80 % 80 % 80 % 80 %
XIV
Kambing 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
Kerbau 60 % 60 % 60 % 40 % 40 %
Sapi 80 % 80 % 80 % 80 % 80 %
XV
Kambing 60 % 60 % 60 % 60 % 80 %
Kerbau 80 % 80 % 80 % 80 % 80 %
Sapi 40 % 40 % 60 % 60 % 60 %
XVI
Kambing 20 % 40 % 40 % 40 % 60 %
Kerbau 100 % 80 % 80 % 80 % 80 %
Sapi 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
6
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa citra daging yang
memiliki tingkat pengenalan tertinggi adalah citra daging
kerbau. Sedangkan citra daging yang memiliki tingkat
pengenalan terendah adalah citra daging kambing. Hal ini
disebabkan karena daging kerbau memiliki tekstur yang
paling berbeda dibandingkan kedua jenis daging yang
lainnya. Daging Kerbau memiliki warna merah tua dan
memiliki serat yang kasar sedangkan jenis daging yang lain
memiliki serat yang cenderung lebih halus. Citra kambing
memiliki tingkat pengenalan yang terendah karena tekstur
citra yang dibentuk kambing memiliki kemiripan dengan
kelas daging sapi karena keduanya mempunyai serat otot
yang halus, sehingga citra kambing sering salah dikenali
sebagai citra kelas sapi.
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
Tingkat pengenalan citra uji yang tertinggi
ditunjukkan pada pengujian skenario 1, khususnya pada k=1
yang bisa mencapai 100%, hal ini disebabkan karena data uji
yang digunakan sama dengan basis data.
Tingkat pengenalan terhadap citra diluar basis data
(skenario 2) pada citra daging kerbau mencapai 100%
(k=1,k=5,k=7,k=9) untuk pengujian jarak jauh, sementara
beberapa citra uji dari jenis daging kambing dikenali sebagai
daging sapi, hal ini dikarenakan tekstur citra yang dibentuk
kambing memiliki kemiripan dengan kelas daging sapi.
Tingkat pengenalan terendah terjadi pada citra daging kambing
untuk k=7 sebesar 20% dan citra daging sapi untuk k=9
sebesar 20%.
Tingkat pengenalan citra uji yang diakuisisi dengan jarak
pengambilan kamera yang berbeda dengan jarak pengambilan
citra basis data (skenario 3) cukup rendah. Daging kambing
dapat dikenali sebesar 70%, sedangkan tingkat pengenalan
terendah terjadi pada citra uji dari daging kerbau (untuk k=7)
yang kesemua citra uji tidak dapat dikenali (tingkat pengenalan
= 0%)
Tingkat pengenalan citra uji yang terendah ditunjukan
pada pengujian skenario 5 pengambilan jarak jauh dengan
skala penajaman 100 yaitu sebesar 6,67 %, hal ini
disebabkan karena citra uji diambil menggunakan kamera
ponsel yang memiliki kualitas yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan data acuanyang diambil
menggunakan kamera Panasonic. Penambahan proses
sharpness tidak terlalu mempengaruhi tingkat pengenalan.
Pada pengujian skenario 5 dengan penambahan fungsi
sharpness, pengujian jarak dekat memiliki tingkat pengenalan
citra lebih tinggi dibandingkan pengujian jarak jauh. Hasil
tingkat pengenalan citra untuk pengambilan jarak dekat
dengan penambahan proses penajaman lebih tinggi daripada
tanpa proses penajaman.
Pada pengujian skenario 6, memiliki tingkat pengenalan
citra uji yang relatif rendah, hal ini disebabkan karena derau
yang terdapat pada citra uji cukup banyak mempengaruhi hasil
klasifikasi. Jenis daging kerbau mampu dikenali secara baik,
hal ini dikarenakan pemberian proses noise tidak terlalu
mempengaruhi tekstur yang terbentuk dari citra daging kerbau.
Jenis daging dengan tingkat pengenalan tertinggi adalah
kerbau, hal ini disebabkan karena daging kerbau memiliki
tekstur yang paling berbeda dibandingkan kedua jenis
daging yang lainnya.
Jenis daging dengan tingkat pengenalan terendah
adalah kambing, karena tekstur citra yang dibentuk
kambing memiliki kemiripan dengan kelas daging sapi.
5.2 Saran
Berdasarkan pengujian terhadap program klasifikasi jenis
daging menggunakan matriks ko-okurensi ini, dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut :
Untuk proses ekstraksi ciri dapat digunakan metode
ekstraksi ciri yang lain Metode lain untuk ekstraksi ciri antara
lain adalah histogram jumlah dan selisih (sum and difference
histogram), tapis gabor, frekuensi tepi dan metode law.
Perlu dilakukan penelitian untuk perbandingan hasil
klasifikasi dengan menggunakan metode klasifikasi yang lain
diantaranya menggunakan jaringan syaraf tiruan dan k-means.
Akuisisi citra menggunakan kamera yang memiliki
kualitas dan resolusi yang lebih tinggi, dan teknik pengambilan
gambar yang lebih baik sehingga mendapatkan citra yang lebih
jelas dan jernih.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arriawati, Asri Junita. “Klasifikasi Citra Tekstur
Menggunakan k-Nearest Neighbour Berdasarkan
Ekstraksi Ciri Metode Matriks Ko-okurensi”. Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro,
Semarang, 2007.
[2] Kristiawan, Yudhistira Ganis, “Klasifikasi Citra Dengan
Matiks Ko-okurensi Aras Keabuan (Gray Level Co-
ocurrence Matrix-GLCM) Pada Lima Kelas Biji-bijian”.
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Elektro Universitas
Diponegoro, Semarang, 2009.
[3] Gadkari, D. , Image Quality Analysis Using GLCM, http:
//purl.fcla.edu/fcla/etd/CFE0000273 , Mei 2008.
[4] Nugroho, A. W. , Analisis Tekstur Menggunakan Metode
Autokorelasi, Skripsi S-1, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2006.
[5] Listyaningrum, R., Analisis Tekstur Menggunakan
Metode Transformasi Wavelet, Skripsi S-1, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2006.
[6] Munir, R., Pengantar Pengolahan Citra , http:
//informatika.org/~rinaldi/Buku/Pengolahan%20Citra
%20Digital/Bab-1_Pengantar%20 Pengolahan%20 Citra.
pdf, Agustus 2008
[7] Osuna, R.G. , Lecture 8: The K Nearest Neighbor Rule
(k-NNR),http://courses.cs.tamu.edu/rgutier/cs790_w02/l8
.pdf ,Juli 2008
[8] Rikxoort, E. M. , Texture Analysis, http: // eidetic . ai.
ru.nl/egon/ publications/pdf/Rikxoort04-Texture_analysis
.pdf , Mei 2008.
[9] Teknomo, K., How K-Nearest Neighbor (KNN)
Algorithm works?, http://people.revoledu.com/kardi/
tutorial/K-NN/HowTo-kNN.html , Juli 2008
[10] Tsechansky, M.S. , Classification Model,
http://www.cs.umbc.edu/671/fall01/class- notes/k-NN1
.ppt , Juli 2008
[11] Tuceryan, M and A.K. Jain, Texture Analysis,
http://www.cs.iupui.edu/~tuceryan/research/ComputerVis
ion/texture-review.pdf , Agustus 2008
[12] …….., Dasar Teori, http://fajri.freebsd.or.id/tugas_akhir/
bab2.pdf , Juni 2008.
7
[13] …….., Basic Concept on Co-Occurrence Matrices,
http://www.keyres-technologies.com/product2.html, Juni
2008.
[14] ........... ,Digital Image Procesing, http://en.wikipedia.org/
Digital image processing, Juli 2008.
[15] …….. Daging, http://id.wikipedia.org/wiki/Daging
[16] Lawrie, Membedakan jenis daging,
http://www.peternakan-id.info/2011/04/tekstur-daging.
html, 1995
[17] …….., BAB 2 Citra Digital, http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789
[18] …….., Konvolusi, http://ukdw.ac.id/kuliah/si/erickblog/
10E92/06Konvolusi.pdf
Laksono Tri Wibowo (L2F709003),
Saat ini sedang menyelesaikan studi S1
di Jurusan Elektronika Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro Semarang
dengan pilihan konsentrasi Elektronika
dan Telekomunikasi.
Mengetahui,
Pembimbing I
Imam Santoso, ST. MT.
NIP. 197012031997021001
Pembimbing II
Budi Setiyono, ST. MT.
NIP. 197005212000121001