Makalah PTINM - Participatory Cultures

24
Disusun Oleh: AGUNG DERMAWAN (50411330) JIMMY HALIM (53411827) I GUSTI NGURAH PUTU RYANDHIKA P. P (53411420) SONITYO DANANG JAYA (56411856) YUDA ARISTIAN (57411596) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA 2012

description

Pengantar Teknologi Informasi dan New Media. Tugas kuliah Teknik Informatika Semester 2. Semoga Bermanfaat >> sonityodjava.blogspot.com

Transcript of Makalah PTINM - Participatory Cultures

Page 1: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 1

Disusun Oleh:

AGUNG DERMAWAN (50411330)

JIMMY HALIM (53411827)

I GUSTI NGURAH PUTU RYANDHIKA P. P (53411420)

SONITYO DANANG JAYA (56411856)

YUDA ARISTIAN (57411596)

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2012

Page 2: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 2

Daftar isi

BAB 1

PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 3

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5

C. Tujuan ........................................................................................................ 6

BAB 2

PEMBAHASAN .................................................................................................... 7

A. Pengertian Budaya Partisipasi ................................................................... 7

B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi ................................................ 8

C. Produsen,Konsumen , dan Produsage ........................................................ 9

D. Hubungan Antara Mobile,Interaktif dan Identitas ................................... 10

E. Potensi Budaya Partisipasi Dalam Pendidikan ........................................ 11

F. Tantangan Budaya Partisipasi dalam Pendidikan .................................... 12

1. Kekhawatiran Konsumer ................................................................... 12

2. Kekhawatiran dalam Pendidikan ....................................................... 13

2.1 Partisipasi Kesenjangan .............................................................. 14

2.2 Transparansi Masalah ................................................................. 15

2.3 Etika Tantangan .......................................................................... 16

2.4 Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan ................................... 16

2.5 Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari .................... 18

2.6 Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media ..................... 29

BAB 3

KESIMPULAN .................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

Page 3: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perkembangan teknologi sudah tidak dapat dipungkiri

lagi.Kita bisa membandingkan dengan mudah bahwa perkembangan teknologi

telah merubah dunia.Seperti yang kita ketahui bahwa teknologi dibagi menjadi 2

jenis, yankni teknologi analog dan teknologi digital.Untuk melihat

perkembangan teknologi analog, kita bisa kembali ke tahun 1980-an, dimana

pada zaman itu manusia diperkenalkan dengan Walkman, sebuah perangkat

analog stereo radio portable yang digunakan untuk memutar musik dari kaset

rekorder secara pribadi. Atau kita mengenal perangkat analog game yakni

gameboot, sejenis game portable dengan banyak jenis pilihan game yang sangat

populer waktu itu. Atau juga perangkat analog kamera dengan roll-film yang

biasa dikenal dengan nama tustel. Tak heran jika pada zaman itu manusia

menyebutnya dengan zaman atau era “budaya analog”.

Seiring waktu berjalan, kecanggihan teknologi pun semakin berkembang.

Sejak tahun 2005-an, manusia mulai menemukan generasi baru dari budaya

analog, yang dikenal dengan nama budaya digital. Ciri dari budaya digital adalah

manusia mulai membuat peralihan dari budaya analog ke budaya digital dengan

tidak menghilangkan unsur dari budaya analog itu sendiri, namun sebisa

mungkin dibuat lebih se-portable mungkin.Sebagai contoh pada zaman budaya

analog, manusia butuh komputer PC agar dapat mengakses internet, entah untuk

keperluan chatting, membuka atau mengirim email, mengerjakan tugas pada

Microsoft Office.Lalu manusia harus membeli televisi untuk bisa menikmati

berbagai program tontonan. Namun di era budaya digital, manusia hanya butuh

sebuah perangkat yakni handphone atau tablet PC untuk bisa browsing internet,

Facebook, email, membuat tugas dengan OfficeSuite, bahkan bisa untuk live

streaming alias menonton TV dengan layanan internet.

Page 4: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 4

Mau tidak mau, kemajuan budaya teknologi telah merubah cara berfikir

manusia Mengapa, karena terjadi perubahan yang sangat signifikan antara cara

berfikir manusia pada era budaya analog dengan cara berfikir manusia pada era

budaya digital. Pada era budaya analog, manusia relatif bertindak sebagai

konsumen.Manusia hanya bertindak sebagai pengguna sebuah teknologi yang

kemampuan-nya hanya sebatas itu, sebagai contoh, kita lihat perangkat

Walkman, perangkat ini hanya sekedar digunakan untuk mendengarkan radio

dan kaset tape.Namun pada era budaya digital, manusia tidak hanya bertindak

sebagai konsumen, tetapi sebagai kontributor (penyalur) dan produsen.Keadaan

ini disebut dengan era budaya partisipasi. Sebagai contoh pada era budaya

digital, era Walkman telah digantikan dengan era iPod, sebuah perangkat yang

bisa digunakan untuk mendengarkan musik dengan berbagai format audio dan

video, juga bisa digunakan untuk bermain game High Definition, bahkan bisa

digunakan untuk browsing dan download aplikasi di AppStore dengan

menggunakan layanan internet nirkabel (Wi-Fi). Jadi, partisipasi manusia selain

sebagai konsumen iPod, namun manusia bisa menjadi kontributor dan produsen

dari aplikasi-aplikasi pihak ketiga untuk perangkat iPod tersebut.

Namun, selain perkembangan budaya partisipasi, budaya lain yang

berkembang pada era budaya digital adalah budaya mobile. Mobile mungkin

hampir bisa dikatakan sama dengan portable. Namun mobile lebih dalam

menjurus ke arah privatisasi.Misalnya saja handphone.Pada era budaya digital,

handphone merupakan perangkat yang digunakan untuk menyimpan data pribadi

seseorang, mulai dari kontak, email, foto, video, dan sebagainya.Selain itu

dengan adanya budaya mobile, manusia cenderung menggunakan sebuah

perangkat miliknya untuk segala aktivitas meskipun aktivitas itu menyimpang

dari fungsi seharusnya. Misalnya tablet PC membuat seorang pelajar enggan

membawa buku tulis ke sekolahnya, dan menjadikan tablet PC sebagai

pengganti buku tulis untuk dicatatnya. Dengan demikian, berarti terdapat suatu

penyimpangan dari munculnya budaya mobile.

Page 5: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 5

Berbeda dengan perkembangan budaya mobile, terdapat budaya lain

yang berkembang dan terkikis disini yakni budaya interaktivitas. Dikatakan

berkembang karena semakin berkembangnya budaya digital, maka interaksi

antara sesama budaya digital semakin tinggi.Misalnya interaksi antara sesama

pengguna OS Android dimana kita bisa berbagi aplikasi ke sesama pengguna

Android.Dikatakan terkikis karena dengan kemajuan budaya digital, interaksi

antara manusia dengan manusia dalam arti sosial menjadi terkikis, karena

manusia cenderung berinterkasi dengan perangkat mobilenya dibandingkan

berinterkasi dalam lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan keadaan diatas, keikutsertaan budaya mobile dalam

kemajuan budaya digital harus cenderung diawasi. Mengapa, karena meskipun

kemajuan tersebut membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah, namun

masih banyak dampak terselubung yang secara tidak langsung akan menjadi

sebuah budaya yang sangat buruk kedepannya. Khususnya budaya interaksi

sosial manusia yang mulai terkikis akibat adanya perkembangan budaya mobile.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka ada

beberapa pertanyaan yang timbul terkait persoalan diatas :

1. Apa itu budaya partisipasi ?

2. Bagaimana sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya digital?

3. Apa yang dimaksud produsen, konsumen, dan produsage ?

4. Apa hubungan budaya partisipasi dengan budaya mobile, interaktif, dan identitas

?

5. Bagaimana potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan ?

6. Apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan manusia di era budaya

digital?

7. Apa saja contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari hari ?

8. Bagaimana pendapat para pakar media tentang perkembangan budaya

parrtisipasi dan budaya lain yang mengikutinya ?

Page 6: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 6

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya partisipasi;

2. Untuk mengetahui sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya

digital;

3. Untuk mengetahui perbedaan antara produsen, konsumen, dan produsage;

4. Untuk mengetahui hubungan – hubungan apa saja yang dimiliki antara

budaya partisipasi dengan budaya pengikutnya, yakni budaya mobile,

interaktif, dan budaya identitas;

5. Untuk mengetahui potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan;

6. Untuk mengetahui apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan

manusia di era budaya digital;

7. Untuk mengetahui contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari;

8. Untuk mengetahui pendapat para pakar media tentang berkembangnya

budaya partisipasi yang sejalan dengan perkembangan new media.

Page 7: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Partisipasi

Jika ditinjau dari pengertiannya secara mendalam, budaya partisipatif

adalah neologisme dalam referensi, tetapi berlawanan dengan budaya Konsumen

- dengan kata lain budaya di mana orang pribadi (masyarakat) tidak bertindak

sebagai konsumen saja, tetapi juga sebagai kontributor atau produsen

(prosumers). Istilah ini paling sering diterapkan pada produksi atau penciptaan

beberapa jenis media yang diterbitkan.Kemajuan terbaru dalam teknologi

(komputer pribadi dan sebagian besar internet) telah memungkinkan orang

pribadi untuk membuat dan mempublikasikan media tersebut, biasanya melalui

internet.Ini budaya baru yang berhubungan dengan internet telah digambarkan

sebagai Web 2.0. Dalam budaya partisipatif "orang-orang muda kreatif

menanggapi sejumlah besar sinyal elektronik dan komoditas budaya dengan cara

yang mengejutkan pembuat mereka, menemukan arti dan identitas tidak pernah

dimaksudkan untuk berada di sana dan nostrums sederhana menantang yang

meratapi manipulasi atau kepasifan" konsumen ".

Dengan adanya peningkatan akses ke Internet pada masa yang akan

datang, maka budaya partisipasi semakin memungkinkan berkembang pesat. Hal

ini akan mempermudah manusia untuk bisa bekerja sama, menghasilkan dan

menyebarkan berita, ide, karya, kreativitas, dan dapat dengan mudah terhubung

dengan orang-orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama .

Potensi budaya partisipatif untuk keterlibatan masyarakat sipil dan

ekspresi kreatif telah diteliti oleh media sarjana Henry Jenkins . Henry Jenkins

mengatakan bahwa budaya partisipatif merupakan sebuah konsep lama yang

dipegang dari konvergensi media yang mulai melihat hasil dalam budaya

konsumen, dan dalam arena mobile media dimana interface dan persimpangan

Page 8: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 8

teknologi media yang berbeda barangkali yang paling terlihat. Namun, seperti

Henry Jenkins telah menunjukkan, konvergensi adalah bukan hanya bundling

bersama-sama, dalam satu perangkat atau mekanisme pengiriman, yang berbeda

helai jenis media konten: Konvergensi tidak bergantung pada mekanisme

pengiriman yang spesifik. Sebaliknya, konvergensi merupakan pergeseran

paradigma - bergerak dari medium-spesifik konten ke konten yang mengalir di

beberapa saluran media, terhadap meningkatkan saling ketergantungan sistem

komunikasi, menuju beberapa cara mengakses konten media, dan menuju

hubungan yang lebih kompleks antara top-down media korporasi dan bottom-up

budaya partisipatif. (Jenkins-2006a:243)

B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi

Jika ditinjau dari sejarahnya, budaya partisipatif telah ada lebih lama dari

Internet.Munculnya Press Association Amatir di pertengahan abad ke-19 adalah

contoh dari budaya partisipatif sejarah, pada waktu itu, orang-orang muda yang

mengetik tangan dan mencetak publikasi mereka sendiri. Publikasi ini telah

dikirimkan ke seluruh jaringan orang dan menyerupai apa yang sekarang disebut

jaringan sosial. Evolusi dari zine, acara radio, proyek kelompok, dan gosip ke

blog, podcast, wiki, dan jaringan sosial telah berdampak masyarakat

sangat.Dengan layanan web seperti eBay, Blogger, Wikipedia, Photobucket,

Facebook, dan YouTube, maka tidak mengherankan bahwa kebudayaan telah

menjadi lebih partisipatif. Implikasi dari perubahan bertahap dari produksi untuk

produsage yang mendalam, dan akan mempengaruhi inti dari budaya, ekonomi,

masyarakat, dan demokrasi.

Kemampuan individu untuk mengirimkan konten ke internet sehingga

dapat dicapai oleh khalayak luas, tetapi di samping situs internet banyak telah

meningkatkan akses.Website seperti Flickr, Wikipedia, dan Facebook

mendorong pengajuan konten ke Internet.Mereka meningkatkan kemudahan

dimana pengguna dapat memposting konten dengan memungkinkan mereka

untuk mengirimkan informasi bahkan jika mereka hanya memiliki sebuah

Page 9: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 9

browser internet.Kebutuhan untuk perangkat lunak tambahan

dihilangkan.Website ini juga berfungsi untuk menciptakan komunitas online

untuk produksi konten. Komunitas-komunitas dan layanan web mereka telah

diberi..label..sebagai..bagian..dari..Web2.0.

Hubungan antara alat Web 2.0 dan budaya partisipatif lebih dari sekedar

materi, namun. Sebagai pola pikir dan skillsets dari praktek-praktek partisipatif

telah semakin diambil, orang semakin cenderung untuk mengeksploitasi alat-alat

baru dan teknologi dalam cara 2.0. Salah satu contoh adalah penggunaan

teknologi ponsel untuk terlibat "massa pintar" untuk perubahan politik di seluruh

dunia. Di negara-negara dimana penggunaan ponsel melebihi penggunaan

bentuk lain dari teknologi digital, menyampaikan informasi melalui telepon

seluler telah membantu membawa perubahan politik dan sosial yang signifikan.

Contoh nyata termasuk apa yang disebut "Revolusi Oranye" di Ukraina,

penggulingan Presiden Filipina Joseph Estrada, dan protes politik yang biasa

dilakukan di seluruh penjuru dunia.

C. Produsen, Konsumen dan Produsage

Dalam buku Understanding Digital Culture karya Vincent Miller, beliau

membuat argumen dari ide bagaimana garis antara produsen dan konsumen

luntur.Produsen adalah mereka yang membuat objek konten dan budaya, dan

konsumen adalah penonton atau pembeli dari objek tersebut. Dengan mengacu

pada gagasan dari Burns tentang "prosumer," Miller berpendapat bahwa

"Dengan munculnya media baru konvergen dan kebanyakan pilihan dalam

sumber-sumber informasi, serta peningkatan kapasitas bagi individu untuk

menghasilkan konten sendiri, pergeseran ini jauh dari hegemoni produser kepada

penonton atau kekuasaan konsumen akan tampaknya telah dipercepat, sehingga

mengikis perbedaan produsen-konsumen . "Prosumer" adalah hasil akhir dari

strategi yang telah semakin banyak digunakan yang mendorong umpan balik

antara produsen dan konsumen (prosumers), yang memungkinkan untuk

mempengaruhi konsumen lebih..besar..atas..produksi..barang."

Page 10: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 10

Bruns (2008) mengacu pada produsage, oleh karena itu, sebagai

kolaborasi komunitas bahwa peserta dapat mengakses untuk berbagi "konten,

kontribusi, dan tugas seluruh masyarakat jaringan" .Sama seperti Wikipedia

memungkinkan pengguna untuk menulis, mengedit, dan akhirnya menggunakan

konten, produsers adalah peserta aktif yang diberdayakan oleh partisipasi

mereka sebagai pembangun jaringan. Bruns (2008) menjelaskan pemberdayaan

bagi pengguna yang berbeda dari khas "top-down” ruang dimediasi dari

mediaspheres tradisional .Produsage terjadi ketika pengguna adalah produsers

dan sebaliknya, pada dasarnya menghilangkan kebutuhan untuk ini "top-down"

intervensi. Kolaborasi dari masing-masing peserta didasarkan pada prinsip

inklusivitas, setiap anggota menyumbangkan informasi berharga bagi pengguna

lain untuk menggunakan, menambah, atau mengubah. Dalam sebuah komunitas

pelajar, kolaborasi melalui produsage dapat menyediakan akses ke konten untuk

setiap peserta, bukan hanya mereka dengan beberapa jenis

otoritas...Setiap..peserta..memiliki..kewenangan.

Hal ini menyebabkan gagasan Bruns (2008) tentang "equipotentiality:

asumsi bahwa sementara keterampilan dan kemampuan dari semua peserta

dalam proyek produsage tidak sama, mereka memiliki kemampuan yang sama

untuk memberikan kontribusi layak untuk proyek" . Karena ada perbedaan lagi

antara produsen dan konsumen, setiap peserta memiliki kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi secara berarti dalam produsage .

D. Hubungan Antara Mobile, Interaktif, dan Identitas

Dalam era budaya partisipasi, hubungan antara mobile, interaktif, dan

identitas hampir tidak bida dipisahkan. Seperti yang dijelaskan pada

babPendahuluan, pada era budaya digital, semua kegiatan manusia seakan-akan

lebih dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi. Misalnya ponsel pintar

(smartphone).Smartphone adalah salah satu contoh yang menggabungkan unsur

interaktivitas, identitas, dan mobilitas.Mobilitas smartphone menunjukkan

bahwa media tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam

Page 11: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 11

konteks apapun. Perkembangan teknologi smartphone memungkinkan

penggunanya yang memiliki keterbatasan waktu kerja atau jadwal dan

keterbatasan lokasi untuk terus bisa menerima informasi yang up-to-date

diantaranya perkembangan film dari bioskop, bahkan kita tidak perlu membeli

cd original film agar bisa ditayangkan di rumah secara pribadi, namun sekarang

smartphone yang dapat digunakan untuk menyaksikan film tersebut baik lewat

YouTube atau IMDB kapan saja dan di mana saja.

Smartphone ini juga meningkatkan budaya partisipatif oleh peningkatan

tingkat interaktivitas. Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat

dalam pengambilan keputusan, menavigasi halaman, berkontribusi konten

mereka sendiri dan memilih apa link untuk mengikuti. Ini melampaui tingkat

"keyboard" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol dan surat

diharapkan muncul, dan menjadi lebih dinamis dengan kegiatan pilihan terus

baru dan pengaturan perubahan, tanpa rumus set untuk mengikuti. Peran

konsumen bergeser dari penerima pasif kepada kontributor aktif. Smartphone

melambangkan ini dengan pilihan tak berujung dan cara-cara untuk terlibat

secara pribadi dengan beberapa media pada saat yang sama, dengan cara

nonlinier. Smartphone ini juga memberikan kontribusi untuk budaya partisipatif

karena bagaimana perubahan persepsi identitas.Seorang pengguna dapat

bersembunyi di balik sebuah avatar, profil palsu, atau diri cukup ideal ketika

berinteraksi dengan orang lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk

menjadi siapa yang mengatakan satu.Kemampuan untuk masuk dan keluar dari

peran perubahan pengaruh media budaya, dan juga pengguna sendiri

Sekarang.Bukan saja orang peserta aktif dalam media dan budaya, tetapi diri

mereka membayangkan yang juga.

E. Potensi Budaya Partisipasi dalam Pendidikan

Media sosial dan partisipatif memungkinkan untuk berinteraksi tanda

harus bertatap muka dan memang terjadinya pergeseran dalam cara kita

pendekatan belajar mengajar di kelas. Peningkatan ketersediaan internet di ruang

Page 12: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 12

kelas memungkinkan untuk akses lebih besar ke informasi. Misalnya, tidak lagi

diperlukan untuk pengetahuan yang relevan yang akan terkandung dalam

beberapa kombinasi dari guru dan buku, hari ini, pengetahuan dapat lebih de-

terpusat dan dibuat tersedia untuk semua peserta didik untuk mengakses. Guru,

kemudian, dapat membantu memfasilitasi dengan cara yang efisien dan efektif

dari penggunaan akses, penafsiran, dan penggunaan suatu pengetahuan.

F. Tantangan Budaya Partisipasi

Meskipun merupakan sebuah budaya yang sedang berada dipuncak era

budaya digital, namun terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi

perkembangan budaya partisipasi. Tantangan tersebut diantaranya :

1. Kekhawatiran Konsumer

Sebagian orang lebih banyak ingin menjadi konsumen dan kontributor

aktif dalam situasi lain. Menjadi konsumen atau kontributor aktif bukan

merupakan atribut seseorang, tapi sebuah konteks.Kriteria penting yang perlu

diperhitungkan adalah kegiatan pribadi yang memiliki arti.Budaya partisipatif

memberdayakan manusia untuk menjadi kontributor aktif dalam kegiatan

pribadi yang berarti.

Kelemahan dari budaya tersebut adalah bahwa mereka dapat memaksa

manusia untuk mengatasi beban menjadi kontributor aktif dalam kegiatan

pribadi tidak relevan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan potensi dan

kelemahan dari "Do-It-Yourself Societies": dimulai dengan self-service

restoran dan self-service pompa bensin beberapa dekade yang lalu, dan

kecenderungan ini telah sangat dipercepat selama 10 terakhir tahun. Melalui

alat-alat modern (termasuk perdagangan elektronik didukung oleh Web),

manusia diberi wewenang untuk melakukan banyak tugas sendiri yang

dilakukan sebelumnya oleh pekerja terampil domain berfungsi sebagai agen

dan perantara.

Page 13: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 13

Sementara pergeseran ini memberikan kekuatan, kebebasan, dan kontrol

kepada pelanggan (misalnya, perbankan dapat dilakukan setiap saat hari

dengan ATM, dan dari setiap lokasi dengan Web), telah menyebabkan juga

untuk beberapa konsekuensi yang kurang diinginkan. Orang dapat

mempertimbangkan beberapa tugas tidak terlalu berarti secara pribadi dan

karenanya akan lebih dari puas dengan peran konsumen. Selain tugas-tugas

sederhana yang memerlukan upaya belajar kecil atau tidak, pelanggan tidak

memiliki pengalaman profesional telah diperoleh dan dipertahankan melalui

penggunaan sehari-hari dari sistem, dan latar belakang pengetahuan yang luas

untuk melakukan tugas-tugas secara efisien dan efektif.Alat yang digunakan

untuk melakukan tugas-tugas - banking, pemesanan perjalanan, membeli tiket

pesawat, memeriksa bahan makanan di supermarket - yang inti teknologi

untuk profesional, namun sesekali teknologi bagi pelanggan. Ini akan

menempatkan beban, baru substansial pada pelanggan daripada harus pekerja

domain terampil dalam melakukan tugas-tugas ini.

Secara signifikan, juga, sebagai bisnis semakin merekrut praktek

partisipatif dan sumber daya untuk pasar barang dan jasa, konsumen yang

nyaman bekerja dalam media partisipatif berada pada keuntungan yang

berbeda atas mereka yang kurang nyaman.Tidak hanya konsumen yang

resisten terhadap memanfaatkan affordances budaya partisipatif telah

menurun akses ke pengetahuan, barang, dan jasa, tetapi mereka cenderung

untuk mengambil keuntungan dari leverage meningkat melekat dalam terlibat

dengan bisnis sebagai suatu prosumer.

2. Kekhawatiran dalam Pendidikan

Henry Jenkins mengidentifikasi tiga masalah yang signifikan sehubungan

dengan budaya partisipatif.Hal tersebut adalah "partisipasi kesenjangan"

"masalah transparansi", "tantangan etika", dan “masalah pembuat kebijakan

pendidikan”.

Page 14: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 14

2.1. Partisipasi Kesenjangan

Kategori ini terkait dengan masalah kesenjangan digital, perhatian

dengan menyediakan akses ke teknologi untuk semua peserta

didik.Gerakan untuk memecah kesenjangan digital sudah termasuk

upaya untuk membawa komputer ke dalam ruang kelas, perpustakaan,

dan tempat umum lainnya.Upaya ini telah banyak berhasil, tetapi

Jenkins berpendapat, kekhawatiran kini dengan akses berkualitas

dengan teknologi yang tersedia. Mereka menjelaskan:

“Apa yang seseorang dapat capai dengan mesin usang di perpustakaan

umum dengan perangkat lunak penyaringan wajib dan tidak ada

kesempatan untuk penyimpanan atau transmisi artinya jika

dibandingkan dengan apa yang orang dapat melakukannya dengan

komputer rumah dengan akses internet tak terbatas, band lebar-tinggi,

dan konektivitas terus menerus. (undang-undang saat ini untuk

memblokir akses ke perangkat lunak jaringan sosial di sekolah dan

perpustakaan umum lebih lanjut akan memperluas kesenjangan

partisipasi.) Ketidakmampuan sistem sekolah untuk menutup

kesenjangan partisipasi memiliki konsekuensi negatif bagi semua orang

yang terlibat.Di satu sisi, orang-orang muda yang paling maju di

kemahiran media yang sering dilucuti teknologi mereka dan merampok

teknik terbaik mereka untuk belajar dalam upaya untuk memastikan

pengalaman yang seragam untuk semua di kelas. Di sisi lain, banyak

pemuda yang tidak memiliki eksposur terhadap jenis baru dari budaya

partisipatif di luar sekolah menemukan diri mereka berjuang untuk

bersaing dengan rekan-rekan mereka.”

(Jenkins.et..al..page:.15)

Teknologi gratis tidak cukup untuk memastikan remaja dan

orang dewasa belajar bagaimana menggunakan alat efektif. Sebagian

besar pemuda Amerika sekarang memiliki akses minimal setidaknya

Page 15: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 15

untuk komputer jaringan, baik itu di sekolah atau di perpustakaan

umum, namun "anak-anak yang memiliki akses ke komputer rumah

menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap komputer, menunjukkan

antusiasme yang lebih, dan melaporkan lebih antusias dan kemudahan

saat menggunakan komputer daripada mereka yang tidak

(Page 8 Wartella, O'Keefe, dan Scantlin (2000).

Sebagai anak-anak dengan lebih banyak akses ke komputer

mendapatkan lebih nyaman dalam menggunakan mereka, para siswa

kurang tech-savvy bisa disisihkan.Penting untuk dicatat bahwa lebih

dari biner sederhana yang bekerja di sini, seperti kelas pekerja pemuda

mungkin masih memiliki akses sehingga beberapa teknologi (misalnya

konsol game), sementara bentuk lainnya tetap tercapai.ketidaksetaraan

ini akan memungkinkan keterampilan tertentu untuk mengembangkan

pada beberapa anak, seperti bermain, sementara yang lain tetap tidak

tersedia, seperti kemampuan untuk memproduksi dan mendistribusikan

sendiri diciptakan..media.

2.2. Transparansi Masalah

Peningkatan fasilitas dengan teknologi tidak selalu mengarah pada

peningkatan kemampuan untuk menafsirkan bagaimana teknologi

tekanannya sendiri pada kami.Memang, dengan peningkatan akses ke

informasi, kemampuan untuk menafsirkan kelangsungan hidup

informasi yang menjadi semakin sulit.Hal ini penting, kemudian, untuk

menemukan cara-cara untuk membantu pelajar muda mengembangkan

taktik untuk terlibat kritis dengan alat-alat dan sumber daya yang

mereka gunakan.

Page 16: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 16

2.3. Etika Tantangan

Hal ini diidentifikasi sebagai "kerusakan bentuk tradisional

pelatihan profesional dan sosialisasi yang mungkin mempersiapkan

kaum muda untuk peran mereka semakin publik sebagai pembuat media

dan peserta masyarakat" (Jenkins et al pg.. 5). Sebagai contoh, hampir

sepanjang paruh terakhir abad ke-20 pelajar yang ingin menjadi

wartawan umumnya akan terlibat dalam magang formal melalui kelas

jurnalisme dan bekerja pada koran sekolah tinggi. Pekerjaan ini akan

dibimbing oleh seorang guru yang ahli dalam aturan dan norma-norma

jurnalisme dan yang akan memberi pengetahuan itu kepada siswa-

magang. Dengan meningkatkan akses ke alat Web 2.0, Namun, siapa

pun bisa menjadi jurnalis macam, dengan atau tanpa magang untuk

disiplin. Tujuan utama di media pendidikan, maka, harus menemukan

cara untuk membantu peserta didik mengembangkan teknik untuk

refleksi aktif pada pilihan yang mereka buat-dan kontribusi mereka

menawarkan-sebagai anggota budaya partisipatif.

2.4. Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan

Sebagai guru, administrator, dan pembuat kebijakan

mempertimbangkan peran media baru dan praktek partisipatif di

lingkungan sekolah, mereka harus menemukan cara untuk mengatasi

berbagai tantangan. Tantangan termasuk mencari cara untuk bekerja

dengan desentralisasi pengetahuan yang melekat dalam ruang online,

kebijakan pengembangan sehubungan dengan perangkat lunak

penyaringan yang melindungi peserta didik dan sekolah tanpa

membatasi siswa akses ke situs yang memungkinkan partisipasi , dan

mempertimbangkan peran penilaian dalam kelas yang merangkul

partisipatif praktek.

Page 17: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 17

Budaya secara substansial didefinisikan oleh media dan alat-alat

mereka untuk berpikir, bekerja, belajar, dan bekerja sama. Sayangnya

sejumlah besar media baru yang dirancang untuk melihat manusia

hanya sebagai konsumen, dan orang-orang, terutama orang muda di

lembaga pendidikan, pola pikir bentuk yang didasarkan pada eksposur

mereka terhadap media tertentu.Pola pikir saat ini tentang belajar,

mengajar, dan pendidikan didominasi oleh pandangan yang mengajar

sering dipasang "ke dalam cetakan di mana seorang guru, tunggal

mungkin mahatahu eksplisit mengatakan atau menunjukkan mungkin

peserta didik ketidaktahuan sesuatu yang mereka mungkin tidak tahu

tentang".Sebuah tantangan kritis adalah reformulasi dan

rekonseptualisasi ini konsepsi miskin dan menyesatkan.Belajar tidak

harus dilakukan dalam fase terpisah dan di tempat terpisah, tetapi harus

diintegrasikan ke dalam kehidupan masyarakat yang memungkinkan

mereka untuk membangun solusi untuk masalah mereka sendiri.Ketika

mereka mengalami kerusakan dalam melakukannya, mereka harus

mampu belajar pada permintaan dengan memperoleh akses ke

informasi yang relevan secara langsung.Kegunaan langsung

pengetahuan baru untuk situasi masalah yang sebenarnya sangat

meningkatkan motivasi belajar materi baru karena waktu dan tenaga

diinvestasikan dalam pembelajaran yang berharga segera untuk tugas di

tangan - tidak hanya untuk beberapa keuntungan jangka panjang

diduga.

Dalam rangka untuk menciptakan pola pikir kontributor aktif

melayani sebagai dasar dari budaya partisipatif, pembelajaran tidak

dapat dibatasi untuk menemukan pengetahuan yang "luar sana".Alih-

alih melayani sebagai "organ reproduksi dari masyarakat konsumen"

lembaga pendidikan harus memupuk perkembangan pola pikir

kontributor aktif dengan menciptakan kebiasaan, peralatan dan

keterampilan yang membantu orang menjadi berdaya dan bersedia

untuk secara aktif memberikan kontribusi pada desain kehidupan

Page 18: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 18

mereka dan masyarakat.Selain mendukung kontribusi dari desainer

individu, lembaga pendidikan perlu membangun budaya dan pola pikir

dari berbagi, didukung oleh teknologi yang efektif dan ditopang oleh

motivasi pribadi untuk sesekali bekerja untuk kepentingan kelompok

dan masyarakat. Ini termasuk mencari cara bagi orang untuk melihat

pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain yang "on-

work", bukan sebagai pekerjaan tambahan yang tidak ada pengakuan

dan tidak ada imbalan.

2.5. Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara partisipatif

dalam proses pembangunan teknologi, terus berkembang untuk

jalannya komunikasi, kolaborasi, dan ide-ide, itu juga

menimbulkan peluang baru bagi masyarakat untuk membuat

konten mereka sendiri.

Hambatan seperti waktu dan uang mulai menjadi kurang signifikan

terhadap kelompok besar masyarakat. Misalnya, pembuatan film

dibutuhkan sekali dana dalam jumlah besar peralatan mahal, tapi

sekarang klip video dapat dibuat dengan peralatan yang terjangkau

untuk banyak orang. Kemudahan yang konsumen ciptakan telah

tumbuh.

Contoh lain adalah Smartphone, smartphone adalah salah satu

contoh yang menggabungkan unsur interaktivitas, identitas dan

mobilitas. Mobilitas dari ponsel pintar menunjukkan bahwa media

tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam

konteks. untuk sekarang ponsel cerdas yang dapat dipantau kapan

saja dan dimana saja. Smartphone juga meningkatkan budaya

partisipatif dengan peningkatan tingkat interaktivitas.

Page 19: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 19

Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat dalam

membuat keputusan, navigasi halaman, menyumbangkan konten

mereka sendiri dan memilih apa link untuk diikuti. Ini melampaui

keyboard "tingkat" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol

dan huruf yang diharapkan muncul, dan menjadi aktivitas dinamis

dengan opsi baru secara terus menerus dan mengubah pengaturan, tanpa

formula yang ditetapkan untuk mengikuti. Smartphone melambangkan

ini dengan pilihan terbatas dan cara untuk mendapatkan pribadi terlibat

dengan beberapa media pada saat yang sama. Smartphone juga

berkontribusi terhadap budaya partisipatif karena bagaimana mengubah

persepsi identitas.Seorang pengguna dapat bersembunyi di balik sebuah

avatar, profil palsu, atau hanya diri ideal saat berinteraksi dengan orang

lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk menjadi siapa yang

Anda..katakan.

2.6. Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media

Berikut adalah beberapa pendapat dari para ahli mengenai budaya

partisipasi.

Matt Hills

Budaya digital telah diragukan lagi sudah berdampak dalam

berbagai cara pada kontemporerhidup, tapi salah satu perkembangan

semakin signifikan itu telah membawa berkaitan dengandimediasi

komunikasi 'beraktivitas'. Tentu saja, seperti dengan banyak disebut

BaruMedia perkembangan, ini bukan sesuatu yang sama sekali baru,

'media lama' seperti analogradio telah dgn mudah portabel selama

beberapa dekade, dan stereo pribadi Walkmanmenjadi perangkat analog

massal populer, pada tahun 1980, untuk pribadi mendengarkandirekam

kaset kaset di ruang publik Meskipun macamprekursor, hal itu tetap

bisa dikatakan bahwa digital, mobile media memang

menawarkanserangkaian kemungkinan khas portabel.

Page 20: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 20

Henry Jenkins

BUDAYA PARTISIPATIF: MOBILITAS, interaktivitas dan

IDENTITAS

Adopsi sekarang mungkin telah sebagian direlokasi selalu-on

dalam mengakses akun email, dan harapan pekerja budaya sekitarnya

ini. Jauh dari 'nomaden'komunikasi harus menjadi bebas bagi

konsumen, mereka mungkin membatasiuntuk beberapa pekerja, yang

menjadi tidak dapat bergerak di luar jangkauan atau mencapai

kerjakomunikasi.Sekali lagi, kita dapat melihat versi dari perayaan /

menghukummatriks sini, dengan media digital mobile yang terkait

dengan wacana kritis tertentu yangpenting untuk terus

diingat.Meskipun aku mulai dengan 'di mana' media mobile digital, dan

budayakonsekuensi, itu tidak benar-benar mungkin untuk memisahkan

ini dari 'apa' dan'Siapa' budaya digital, dan karenanya ini hanya bisa

benar-benar tetap analitis, penataanperangkat. Mengingat bahwa syarat,

sekarang saya pindah ke sebentar lebih fokus terpusat padamasalah

konten media. Henry Jenkins telah berpendapat bahwa satu perangkat

telah menjadidekat objek dalam diskusi budaya digital, tapi dengan cara

yang berhubungan denganperubahan dalam pengiriman dan mengalami

konten digital:IPod video tampaknya simbol dari budaya konvergensi

baru – tidakkarena semua orang percaya layar kecil dari iPod adalah

kendaraan yang ideal untukmenonton konten siaran tetapi karena

kemampuan untuk men-download tayangan ulang padapermintaan

merupakan perubahan besar dalam hubungan antara konsumen

dankonten media.

Studi Kasus: jaringan social dan identitas diri

Page 21: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 21

Matt Hills

Bahwa 'nomaden' media digital cenderung didefinisikan

dalamhubungan simbiosis dengan fixed-point PC dianggap sebagai

penyimpanan atau pusat upload.Tentu saja, situasi ini juga dapat

berubah sebagai perangkat portabel yang mampu membawa lebihdan

lebih banyak data serta menjadi wi-fi-diaktifkan sendiri (seperti iPod

Touch,meskipun hal ini saat ini tidak diberkati dengan banyak cara

penyimpanan data). ItuSituasi saat ini berarti bahwa layanan dan situs

dianggap sebagai budaya signifikandalam budaya digital mobile -

YouTube atau Flickr, misalnya - dapat melibatkanupload file digital

yang ditangkap bergerak, tapi yang kemudian mungkindiposting online

melalui (relatif) fixed-point PC. Dan situs jejaring sosial tersebutseperti

Facebook mungkin juga, sama, melibatkan berbagi gambar digital yang

diambil padaKamera ponsel atau kamera digital yang berdedikasi, yang

kemudian dapat di-upload dandiakses melalui berbagai kurang portable

/ nomaden PC.Namun, saling terkait untuk PC rumah dan pekerjaan,

kenaikan mobile digitalMedia boleh dibilang telah memiliki dampak

yang besar pada konsep identitas diri bagi generasidikhususkan

pengguna - bukan hanya mahasiswa.

P. David Marshall

Beliau berpendapat bahwa konsep diri (dan kegiatannya)

sebagaiserangkaian gambar mengantisipasi pengawasan orang lain

secara online mengarah ke jenis baru'Publik privasi' di mana diri secara

terus-menerus dan narcissistically dilakukan,auto-objektifikasi. Dengan

foto dan rincian pribadi lainnya, Facebook dan Myspace

menghasilkanpublik privasi menjadi bentuk baru dari narsisme.

Narsisme ini diaktualisasikanmelalui New Media dan secara khusus

modalized sekitar mediatizedversi diri representasi dari selebriti kini

telah dibebaskanmenjadi dasar untuk presentasi publik potensi diri.

Page 22: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 22

BAB III

KESIMPULAN

Keistimewaan budaya digital pada zaman ini sudah membawa perubahan

besar terhadap perjalanan hidup manusia.Manusia pada era budaya digital menjadi

lebih dipermudah dengan dahsyatnya perkembangan teknologi yang berkembang

pesat.Memang sebelum budaya digital, terdapat budaya yang lebih dulu muncul

yakni budaya analog.Namun seiring perkembangan teknologi, dengan mudahnya

budaya digital dapat menggeser tahta budaya analog dalam evolusi kepentingan

hidup manusia.

Namun siapa sangka disamping berkembangnya budaya digital, ternyata ada

budaya lain yang mau tidak mau ikut serta seiring perkembangan budaya tersebut.

Budaya ini adalah budaya partisipasi.Budaya yang seolah manusia tidak bertindak

sebagai konsumen melainkan sebagai konstribusi dan produsen.

Jika membawa budaya partisipasi dalam lingkung edukasi, Jenkins et al.

percaya bahwa “pembicaraan seputar Digital Divide harus fokus pada peluang

untuk berpartisipasi dan mengembangkan kompetensi budaya dan keterampilan

sosial yang diperlukan untuk mengambil bagian daripada terjebak pada pertanyaan

tentang akses teknologi.”Sebagai institusi, sekolah telah lambat pada serapan budaya

partisipatif.Sebaliknya, program afterschool saat mencurahkan perhatian lebih

terhadap perkembangan kemahiran media baru, atau, seperangkat kompetensi budaya

dan keterampilan sosial bahwa kaum muda perlu dalam lanskap media baru.Budaya

partisipatif bergeser keaksaraan ini dari tingkat individu untuk keterlibatan

masyarakat.Jaringan dan kolaborasi mengembangkan keterampilan sosial yang

penting untuk kemahiran baru.Meskipun baru, keterampilan membangun off dari

landasan yang ada keaksaraan tradisional, keterampilan penelitian, keterampilan

teknis, dan keterampilan analisis kritis yang diajarkan di kelas.

Page 23: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 23

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa disamping perkembangan teknologi

pada era digital ini, kita sebagai manusia juga mau tidak mau harus bisa mengikuti

perputaran budaya partisipasi ini.Meskipun seperti pada tulisan diatas, budaya

partisipasi tidak sepenuhnya memiliki pengaruh positif, kita sebagai konsumen,

produsen dan konstibutor harus bisa memilah antara budaya positif dan negatif dari

perkembangan budaya partisipasi.Misalnya saja perkembangan mobilitas yang

semakin memungkinkan manusia bisa mengakses apapun dimanapun dan kapanpun

dengan kemampuan tablet PC atau Smartphone, kita pun sebagai manusia harus

bertindak smart dalam membijaksanai masalah ini kedepannya.

Page 24: Makalah PTINM - Participatory Cultures

Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 24

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Participatory_culture

http://www.newmedialiteracies.org/files/working/NMLWhitePaper.pdf

http://oreilly.com/web2/archive/what-is-web-20.html

http://blogs.unpad.ac.id/teddykw/2012/06/27/e-book-37-digital-cultures-

understanding-new-media/

http://en.wikipedia.org/wiki/New_media

www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Blogcri

tics _Books1.htm

www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Pages_

2_Blogcritics _Books1.htm

http://nyomanpijoan.wordpress.com/2011/02/28/an-introduction-of-new-media/

http://papaninfo.wordpress.com/2010/11/24/tugas-soft-skill-8/

DIGITAL CULTURE E-BOOK