Makalah Pleno Batu Empedu
-
Upload
sianipar-mangara-wahyu-charros -
Category
Documents
-
view
609 -
download
1
description
Transcript of Makalah Pleno Batu Empedu
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi realtif kecil. Walaupun
demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka
risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya
ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus
sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu
saluran empedu sekunder.1
Di negara Barat 10-15% dengan batu empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada
beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu
intrahepatik atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu
primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di
negara Barat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan
lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.
2. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kriteria penilaian di
dalam Blok 17 – Sistem Hepatobilier, menambah pengetahuan mengenai kelainan yang
dapat timbul pada sistem hepatobilier, yang salh satunya merupakan terdapatnya batu
empedu, serta komplikasi lain yang dapat menyertainya, faktor risiko dan cara mengatasinya.
Tak terlepas dari penambahan pengetahuan, dengan membuat makalah ini kita akan dapat
belajar mengenai banyak istilah-istilah kedokteran yang baru serta pengetahuan umum
mengenai fisiologi maupun patologi manusia.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 1
BAB II
Pembahasan
2.1 Batu Empedu
Kolelitiasis simtomatik adalah masalah
kesehatan umum, yang membuat
kolesistektomi salah satu prosedur bedah
yang paling sering dilakukan di dunia.
Koledokolitiasis merumitkan hasil
pemeriksaan dan penanganan kolelitiasis,
memerlukan prosedur diagnostik dan terapi
tambahan, dan menambah angka kesakitan
dan kematian penyakit batu empedu.
Manajemen koledokolitiasis telah menjadi
bahan perdebatan selama beberapa tahun
terakhir, terutama dengan munculnya teknik
laparaskopi baru dan pengalaman yang lebih
besar dengan prosedur endoskopik.
2.2 Anamnesis
Adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada
pasien ( Auto anamnese ) atau pada orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ). 80% untuk
menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.
Tujuan Anamnesis
1. Untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai penyakit pasien
2. Membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa penyakit yang sudah dapat dite-
gaskan dengan anamnesis saja
3. Menetapkan diagnosa banding
4. Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya
Didalam kasus ini biasanya keluhan utamanya adalah sakit perut bagian kanan atas (kolik),
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam, pasien mual, muntah, pruritus.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 2
Gambar 1. Anatomi hepar, kandung empedu, saluran-saluran empedu dan lambung.
Selain itu dilihat juga factor risiko yang bisa menyebabkan koledokolitiasis yaitu Female, Fat,
Forty dan Fertile.
2.3 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah, berat badan, tinggi badan,
basal mass index(BMI), frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.
Inspeksi: melihat keadaan fisik pasien adakah terdapat tanda-tanda abnormal seperti
i. Pasien kelihatan sakit yang amat sangat dengan memegang perut menandakan
adanya kholik abdomen
ii. Kulit kelihatan kekuningan mengindikasikan adanya ikterus.
iii. Frekuensi pernafasan 24kali permenit menunjukkan sakit yang mungkin disertai
oleh peradangan.
Palpasi: meraba dibagian abdomen
i. Adakah pasien mempunyai rasa nyeri tekan menyeluruh ataupun hanya di suatu
tempat sahaja.
ii. Jika sakit dibagian kuadran kanan atas, indikasikan penyakit yang berhubungan
dengan hepatobilier.
iii. Suhu badan yang terasa panas, menunjukkan pasien demam yang berkemungki-
nan peradangan dibagian yang sakit.
iv. Untuk memastikan lakukanlah muphy sign, jika positif mengindikasikan pasien
sakit dibagian empedu atau saluran empedu.
2. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Hasil studi laboratorium normal pada pasien tanpa gejala dan pasien dengan kolik bilier
yang tidak disertai komplikasi. Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan dalam
keadaan terdapatnya batu empedu kecuali diduga terdapatnya kolesistitis. Pasien dengan
kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes laboratorium yang abnormal. Satu nilai
laboratorium abnormal tidak memastikan diagnosis pada koledokolitiasis, kolangitis, atau
pankreatitis, melainkan, satu set hasil studi laboratorium mengarah ke diagnosis yang benar.2
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 3
1. Peningkatan hitung sel darah putih menimbulkan kecurigaan terhadap adannya
peradangan atau infeksi, tetapi temuan tersebut tidak merupakan hasil yang spesifik.
2. Peningkatan serum bilirubin menunjukkan terdapatnya gangguan pada duktus
koledokus; semakin tinggi kadar bilirubin, semakin mendukung prediksi. Batu pada
duktus koledokus hadir di sekitar 60% dari pasien dengan kadar bilirubin serum lebih
dari 3 mg / dL.
3. Peningkatan kadar lipase dan amilase serum mengarah kepada terdapatnya pankreatitis
akut sebagai komplikasi dari koledokolitiasis.
4. Enzim transaminase (serum glutamic-piruvat transaminase dan serum glutamic
transaminase-oksaloasetat) meningkat pada pasien yang terdapat koledokolitiasis
disertai komplikasi kolangitis, pankreatitis, atau keduanya.
5. Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase meningkat pada pasien dengan
koledokolitiasis obstruktif. Hasil kedua tes tersebut memiliki nilai prediksi yang baik
terhadap kehadirannya batu pada duktud koledokus.
- Pemeriksaan Radiologi
- Cholescintigraphy (HIDA scan): Ini adalah tes di mana sebuah solusi disuntikkan ke
infus di lengan pasien. Cairan diserap oleh hati, kemudian diteruskan dan disimpan dalam
kandung empedu (seperti empedu). Solusi ini berisi penanda radioaktif yang tidak berbahaya,
yang terlihat oleh kamera khusus. Jika kandung empedu meradang atau diblokir oleh batu
empedu, penanda tersebut tidak terlihat dalam kantong empedu.
- CT scan: Tes ini mirip dengan sinar-X, namun lebih rinci. Ini menunjukkan kandung
empedu dan saluran empedu dan dapat mendeteksi batu empedu, penyumbatan, dan
komplikasi lain.
- Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP): Sebuah endoskopi yang
tipis dan fleksibel digunakan untuk melihat bagian-bagian dari sistem empedu pasien. Pasien
dibius, dan tabung masuk melalui mulut, melewati perut dan ke usus kecil. Alat tersebut
kemudian menyuntikkan pewarna sementara ke dalam saluran empedu. Pewarna tersebut
memudahkan untuk melihat batu dalam saluran ketika foto sinar-X diambil. Pada keadaan
tertentu batu dapat dihilangkan selama prosedur ini.2
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 4
- USG
Ultrasonografi (USG) merupakan uji terbaik dalam mendeteksi adanya batu empedu.
Ultrasonography adalah teknik radiologi yang menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi untuk menghasilkan gambar organ dan struktur tubuh. Gelombang suara yang
dipancarkan dari sebuah alat yang disebut transducer dan dikirim melalui jaringan tubuh.
Gelombang suara yang dipantulkan oleh permukaan dan bagian interior organ internal dan
struktur tubuh sebagai "gema." Gema tersebut menggemakan kembali ke transducer dan
ditransmisikan secara elektrik ke tampilan monitor. Dari monitor, sosok organ dan struktur
dapat ditentukan serta konsistensi organ, misalnya, cair atau padat. Ada dua jenis
ultrasonografi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis batu empedu, 1) ultrasonografi
transabdominal dan 2) ultrasonografi endoskopik.3
Transabdominal ultrasonografi
Untuk ultrasonografi transabdominal transduser ditempatkan langsung pada kulit perut
yang telah diolesi gel. Gelombang suara menjalar melalui kulit dan kemudian ke organ perut..
Ultrasonografi transabdominal tidak menimbulkan rasa sakit, murah, dan tidak disertai risiko
bagi pasien. Selain mengidentifikasi 97% batu empedu di kandung empedu, ultrasonografi
abdomen dapat mengidentifikasi kelainan lainnya yang berhubungan dengan batu empedu.
Hal ini dapat mengidentifikasi: 1) penebalan dinding dari kandung empedu bila ada
kolesistitis, 2) pembesaran kandung dan saluran empedu karena gangguan pada saluran oleh
batu empedu, 3) pankreatitis, dan 4) lumpur.
Endoskopi ultrasonografi1,3
Untuk endoskopik ultrasonografi, tabung fleksibel dan panjang (endoskopi) ditelan oleh
pasien setelah dia telah dibius dengan obat intravena. Ujung endoskopi dilengkapi dengan
transduser USG. Transduser ini maju ke dalam duodenum tempat gambar ultrasonografi
diperoleh.
Endoskopi ultrasonografi dapat mengidentifikasi batu empedu dan kelainan sama
seperti ultrasonografi transabdominal, namun, karena transduser jauh lebih dekat ke struktur
yang perlu dilihat (empedu, saluran empedu, dan pankreas), gambar yang diperoleh lebih
baik hasilnya dibandingkan dengan ultrasonografi transabdominal. Jadi, endoskopi
ultrasonografi memungkinkan untuk memvisualisasikan batu empedu yang lebih kecil
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 5
dibandingkan dengan menggunakan endoskopi transabdominal. Endoskopi ultrasonografi
juga lebih baik untuk mengidentifikasi batu empedu dalam saluran empedu umum (duktus
koledokus).
Meskipun endoskopik ultrasonografi lebih baik dalam banyak hal dibandingkan dengan
ultrasonografi transabdominal, cara tersebut mahal, tidak tersedia di semua tempat, dan
membawa risiko kecil sedasi intravena dan perforasi usus oleh endoskopi. Untungnya,
ultrasonografi transabdominal biasanya memberikan semua informasi yang diperlukan, dan
endoskopik ultrasonografi jarang diperlukan. Endoskopi ultrasonografi juga merupakan cara
yang lebih baik daripada USG transabdominal untuk mengevaluasi pankreas.
2.4 Etiologi
Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah : usia
lanjut, kegemukan (obesitas), diet tinggi lemak dan faktor keturunan. Komponen utama dari
batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan
empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika
cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan diluar empedu.
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar
batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di
dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan
saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya.
2.5 Epidemiologi
Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan
penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu
kolesterol pada 27% pasien.1 Koledokolitiasis atau kolangitis akut lebih rentan terjadi pada
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 6
kelompok 4F : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan
forty (empat puluh tahun).
Koledolitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak
faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya koledokolitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain:
1. Genetik : lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam, lebih
sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia. Di negara Barat, hampir
semua batu berasal dari kandung empedu. Di Asia, insidensi pembentukan batu, biasanya
berpigmen di duktus primer dan intrahati jauh lebih tinggi.
2. Umur : rata-rata pada 40-50 tahun. Semakin berkurang pada usia umada dan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,
sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
3. Jenis Kelamin : lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 4
: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu empedu, sementara di Italia 20 %
wanita dan 14 % laki-laki. Di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada
laki-laki.
4. Faktor-faktor lain : obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka
vena yang lama.
2.6 Patofisiologi
Merupakan gangguan yang paling sering terjadi pada sistem biliaris. Kebanyakan
dengan Cholecystitis (inflamasi kantung empedu) dan koledokolitiasis disebabkan oleh
sumbatan batu empedu yang terbentuk di saluran kantung empedu. Secara normal, empedu
yang dihasilkan oleh organ hati ditampung sementara oleh kantung empedu (gallbladder)
sebelum digunakan untuk mengemulsi lemak di saat ada makanan berlemak yang datang di
duodenum agar lebih mudah dicerna. Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati ini terdiri atas
biliubin,air, garam empedu, lendir/musin, asam lemak, kolesterol, lecithin, dan garam
anorganik. Di dalam kantung empedu terjadi proses pemekatan cairan empedu dengan cara
menyerap air yang terkandung dalam cairan empedu. Penyebab pasti dari batu empedu belum
dapat dipahami dengan pasti, namun faktor-faktor yang mempengaruhi sudah dapat diketahui
seperti, infeksi saluran empedu, kadar kolesterol dalam darah, perubahan konsentrasi cairan
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 7
empedu, penurunan frekuensi pengosongan kantung empedu, dan cairan yang mengalami
stasis di dalam kantung empedu, malnutrisi dan factor diet.4
1. Infeksi saluran empedu: Pathogenesis batu pigmen melibatkan melibatkan infeksi saluran
empedu, stasis empedu. Kelebihan aktivitas enzim β-glukoronidase bakteri dan yang en-
dogen tubuh manusia memegang peranan kunci dalam pathogenesis batu pigmen pada
penduduk timur. Hidrolisis bilirubin oleh anzim tersebut akan menghasilkan bilirubin in-
direk yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate.Enzim β-glukoronidase bakteri
berasal dari E. coli dan kuman lain yang terdapat dalam saluran empedu.Enzim dapat di-
hambat oleh glucarolaktone yang konsentrasinya meningkat pada orang yang diet rendah
protein dan rendah lemak.
2. Adanya pigmen dalam batu kolesterol adalah akibat daripada pembentukan lumpur kan-
dung empedu pada stadium awal pembentukan batu empedu.
3. Kolelitiasis(batu kantung empedu): batu yang sudah sedia ada terdapat dalam kantung
empedu ini kadang kala tidak memberikan symptom. Namun pada suatu saat kantung
empedu berkontraksi kuat terutama selepas makan makanan yang mengandung lemak
yang tinggi, kantung empedu berkontraksi untuk mengeluarkan sejumlah cairan empedu
yang kemungkinan
batu empedu keluar
kearah saluran empedu
dan menyumbat duktus
cystikus atau duktus
koledokus. Batu
empedu yang bersaiz
besar mungkin
menyekat perjalanan
cairan empedu untuk
masuk kedalam duode-
num disebut sebagai
koledokolitiasis.
4. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapatmenimbulkan iritasi
zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul,akan memberikan gambaran
klinis kolesistitis akut atau kronik. Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat
lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruk-
tif
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 8
Gambar 2. Batu empedu pada kantung empedu.
5. Hal ini terjadi karena lemak tersebut memicu hormon merangsang kantung empedu
berkontraksi sehingga memaksa empedu yang tersimpan masuk ke dalam duodenum
yaitu jalan keluar menuju usus kecil, jika batu menghambat aliran empedu maka akan
timbul gejala seperti sakit yang akut pada sebelah kanan atas perut dan mengarah ke
punggung, antara bahu dan ke dada depan.
6. Kontraksi yang kuat dengan upaya supaya cairan dapat terus mengalir mengakibatkan
nyeri abdomen atau kholik abdomen.
7. Gejala lainnya yaitu kolik, sendawa, gas dalam perut, gangguan pencernaan, berkeringat,
mual, muntah, kedinginan, suhu tubuh agak tinggi, penyakit kuning (bila batu empedu
menghalangi saluran empedu), dan feses berwarna coklat.
8. Sumbatan ini pada permulaannya adalah sumbatan daripada batu empedu yang steril dan
batu pada tahap kemudian terjadi superinfeksi.
2.7 Gejala Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
1. Dijumpai syndrome Trias Charcot yaitu nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang
kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan, ikterus disertai den-
gan panas atau menggigil. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subka-
pula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung
empedu dan tanda Murphy positif.
2. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini be-
rasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Ini biasanya
timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan
nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
3. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesisti-
tis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu
empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi
tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 9
4. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis primer). Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke
duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di
ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus
obstruktif, kolangitis dan pancreatitis.
5. Ikterus obstruksi, pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit (pruri-
tus).
6. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan mem-
buat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
atau tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”.
7. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vi-
tamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 10
Gambar 3. Batu empedu pada kandung empedu dan saluran empedu, serta gejala klinis.
2.8 Working Diagnosis
Berdasarkan gejala-gejala yang terdapat pada pasien tersebut, dapat dikemukakan
working diagnosis adalah koledokolitiasis yang disertai komplikasi kolangitis. Working
diagnosis terbut adalah berdasarkan hal berikut:
1. Nyeri pada perut bagian kanan atas (keadaan umum kesakitan)
2. Ikterus
3. Suhu tubuh 38C
4. Nadi 98x/menit
2.9 Differential Diognosis
2.9.1 Kolelitiasis
Definisi
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin ter-
dapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu
keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea)
yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering
dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan
memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Gejala Klinis
Umum: mual, muntah, keluhan dispepsia
Kolik: nyeri di perut atas, berlangsung antara 30 menit hingga 12 jam. Sering di daerah
epigastrium atau prekordial
Nyeri: timbul bila ada radang atau kolik
Ikterus: timbul bila kolesistitis akut atau kolangitis (ikterus ringan), sumbatan di duktus
koledukus (ikterus ringan- berat)
Pruritus: timbul bila ada kolestasis
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 11
Hydrops: akibat obstruksi duktus sistikus yang berlangsung lama. Asimptomatik atau
nyeri kronik pana quadran kanan atas.
Puasa lama dapat mengakibatkan stasis empedu yang mempermudah pembentukan batu
empedu
Diagnosis
1. Anamnesis: keluhan dyspepsia, nyeri, pruritus
2. Pem. Fisik: ikterus, nyeri epigastrium (kanan atas), tanda Murphy positif
3. Laboratorium: leukositosis (infeksi), kolestasis (bilirubin direk meningkat, gamma
glomerulus transferase meningkat, alkali phosphatase meningkat)
4. Penunjang
USG
ERCP
EUS (endoskopik ultrasonographi)
MRCP (magnetic resonance cholangio pancreatography)
2.9.2 Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu. Jenis kolesistitis
- Akut: reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyer
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam
- Kronik: berkait dengan litiasis dan timbul perlahan
Gejala Klinis
Nyeri perut kanan atas. Nyeri menjalar ke bahu kanan
Mual muntah
Demam ringan- tinggi
Faktor:
Stasis cairan empedu
Infeksi kuman
Iskemia dinding kandung empedu
- Penyebab utama 90%: batu kandung empedu di duktus sitikus -> stasis cairan
empedu-> hydrops cairan empedu-> penambahan volume kandung empedu->
iskemia->nekrosis-> perforasi.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 12
Diagnosis
Akut
1. Anamnesis: khas; kolik abdomen kanan atas atau epigastrium, nyeri menjalar ke pun-
dak atau skapula kanan
2. Pem. Fisik: ikterus, demam menggigil, tanda Murphy +
3. Laboratorium: leukositosis
4. Penunjang: USG, kolesistografi oral (obstruksi)
Kronik
1. Anamnesis: gejala minimal seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium, mual selepas
makan makanan berlemak, umumnya ada riwayat keluarga.
2. Pem. Fisik: nyeri loka di kandung empedu, tanda Murphy +, Ikterus ringan
3. Penunjang: USG, kolesistografi oral, kolangiografi, ERCP
2.9.3 Pankreatitis
Jenis pancreatitis:
Akut: radang pancreatitis akut, terjadi perbaikan ke fungsi normal pancreas
Kronis: radang pancreatitis akut berulang, terjadi gangguan fungsi pancreas yang mene-
tap, nyeri dan malabsorpsi
Gejala Klinis
Nyeri hebat di perut kanan atas bagian tenga, di bawah tulang sternum. Nyeri men-
jalar ke tulang punggung. Nyer biasanya imbul tiba- tiba
Mual muntah
Berkeringat, denyut nadi meningkat, pernapasan cepat dan dangkal
Ikterus pada sclera, asites, demam
Pembengkakan pada perut bagian tas karena terhentinya pergerakan isi lambung dan
usus
Diagnosis
1. Anamnesi: tanda akut hebat, nyeri epigastrium, punggung, retrosternal, mual
muntah
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 13
2. Pem. Fisik: demam, ikterus ringan, perut buncit, tanda Murphy +, ekimosis ping-
gang (Grey Turner), ekimosis sekitar pusat (Cullen), eksudat pleura
3. Laboratorium: leukositosis, glukosa meningkat, amylase meningkat (3-5 hari), li-
pase meningkat, Ca menurun perlahan
4. Penunjang: rontgen (diafragma kiri tinggi), CT scan, USG
2.9.4 Sirosis Bilier
Definisi: Perandangan saluran empedu di hati, membentuk jaringan parut dan menyebabkan
sumbatan. Paling sering pada wanita usia 35-60 tahun.
Gejala Klinis
Gejala awal: pruritus, kelelahan
Hepatomegali, splenomegali
Ikterus pada kulit dan sklera
Clubbing fingger
Kelainan tulang, ginjal dan saraf
Tinja pucat, berminyak, bau busuk
Diagnosis
1. Pem. Fisik: bekas garukan, hepatomegali, splenomegali, ikterus pada kulit dan sclera,
pigmentasi kulit, clubbing finger
2. Laboratorium: pemeriksaan darah rutin, biopsi hati
3. Penunjang: kolangiopancreatografi endoskopik retrogad, endoskopi
2.9.5 Abses Hepar
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Infeksi melalui:
Kandung kemih yang terinfeksi
Luka tusuk
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 14
Infeksi dalam perut
Infeksi dari bagian tubuh lain melalui aliran darah
Abses hepar dibagi:
1. Abses hati amebik (AHA): E. Histolitika
2. Abses hati piogenik (AHP): enterobacteracea, Microaerophilic streptococcus, Kleb-
siella pneumoniae
AHA lebih sering terjadi di negara berkembang dari AHP. AHP banyak terjadi akibat
komplikasi dari sistem biliaris
Diagnosis
1. Abses Hepar Piogenik:
- Anamnesis: klinis berat, demam tinggi, jalan membungkuk ke depan, syok,
berat badan menurun, mual muntah, ikterus, lemah, BAB warna seperti kapur,
BAK warna gelap
- Pem. Fisik: demam ringan- tinggi, hepatomegali, nyeri tekan, ikterus
- Laboratorium: leukositosis tinggi, anemia, LED meninggi, alkali fosfatase
meningkat, bilirubin dan transaminase meningkat, albumin menurun
- Tes serologis
- Kultur darah
- Pununjang: foto thoraks, USG, CT Scan, biopsi hati
2. Abses Hepar Amebik
- Anamnesis: nyeri khas perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan, demam
- Pem. Fisik: demam tinggi intermitten atau remitten, nyeri tekan di iga 8-9-10
- Laboratorium: leukositosis
2.9.6 Kista Saluran Empedu
Kista saluran empedu terutama terjadi pada dukus koledokus. Kista ini adalah dilatasi
kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Etiloginya masih belum
dapat dikenal pasti, duduga penyebabnya kongenital atau didapat.
Gejala Klinis
Ikterus
Nyeri perut yang hilang timbul
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 15
Massa tumor pada perut kanan atas
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang:
1. Laboratorium: bilirubin, transaminase, alkali phosphate, gamma glutamil
transpeptidase, kadar amilase meningkat
2. Penunjang: USG (gambaran massa tumor yang berbats tegas di daerah kanan
atas), kolangiografi (diagnosis pasti)
Kalsifikasi:
Kalsifikasi kista koledokus berdasarkan kelainan anatomi:
Tipe I: tipe kistik dan fusiform/ dilatasi segmental dari duktus biliaris ekstrahepatik.
Jenis ini paling sering ditemukan
Tipe II: dilatasi sakulat tunggal/ divertikulum dari duktus biliaris ekstrahepatik
Tipe III: dilatasi intraduodenal/koledokus dari duktus biliaris
Tipe IV A: kombinasi dilatasi intra dan ekstrahepatik
Tipe IV B: dilatasi multiple dari duktus biliaris ektrahepatik
Tipe V: dilatasi difus duktus biliaris intrahepatik (peny. Caroli)
2.10 Komplikasi
2.10.1 Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi
hebat saluran empedu (kolangitis), in-
feksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi
hati. Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan
segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui
aliran darah dan menyebabkan infeksi di
bagian tubuh lainnya.
2.10.2 Kolangitis akut: didasarkan apabila gejala trias charcot atau penta Reynlds dijumpai.
Trias Charcot adalah nyeri abdomen bagian kanan atas, ikterus dan demam. Jika adanya
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 16
Gambar 4. Batu empedu pada duktud koledokus.
kolangitis supuratif akut gejala trias Charcot disertai dengan penta Reynalds yaitu
hipotensi dan gangguan kesedaran.6
2.10.3 Pancreatitis bilier akut: impaksi di papilla vateri yang menyebabkan obstruksi di duk-
tus pankreatikus dan menyebabkan pancreatitis. Regurgitasi cairan empedu yang naik ke
atas secara retrograde menyebabkan sebagian cairan empedu masuk ke dalam duktus
pankreatikus yang menyebabkan peradangan.
2.10.4 Serosis bilier sekunder yang terjadi akibat obstruksi dalam jangka masa yang lama
pada duktus koledokus, terjadi gangguan sekresi cairan empedu yang menyebabkan
kerusakan parenkim hati. Akibatnya fibrosis yang progresif dan serosis. Gejala lanjut
adalah tanda kegagalan hati seperti ensefalopati, hipertensi portal dan asites.
2.11 Penatalaksanaan
Kolangitis akut dapat terjadi mulai daripada ringan, yang dapat sembuh sendiri,
sehingga dengan keadaan yang dapat membahayakan nyawa pasien di mana diperlukan
drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk:6
Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
gangguan elektrolit.
Memonitor tanda-tanda vital daripada pasien.
Terapi antibiotic parenteral diberikan setelah dilakukan kultur darah pasien. Antibiotic
yang digunakan seharusnya efektif terhadap bakteri anaerob dan Gram negative. Oleh se-
bab itu, antibiotic yang biasanya digunakan adalah ampicillin, piperacillin, dan gentam-
icin.
Pada pasien yang gagal memberikan respons terhadap antibiotika dalam waktu 24-48
jam, atau pasien yang menunjukkan tanda klinis secara cepat, memerlukan dekompresi
bilier:
- Dekompresi endoskopi dengan membuang batu yang berkaitan. Jika batu yang dida-
patkan adalah batu yang besar dan/atau batu yang dicurigai menjadi penyebab
berlakunya sepsis, dilakukan biliary stent sebagai pengganti kepada dekompresi en-
doskopi.
- Transhepatic biliary drainage. Merupakan drainase daripada empedu setelah en-
doskopi yang dilakukan menemui kegagalan.Operasi kandung empedu melalui la-
paratomi terbuka adalah sangat jarang dilakukan.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 17
- Pembedahan selanjutnya mungkin diperlukan dan dilakukan setelah kondisi pasien
stabil, jika penyebab utama tidak dapat dihilangkan melalui operasi darurat.
- Kolangitis piogenik rekuren mungkin memerlukan operasi yang lebih radikal, terma-
suk reseksi hepar.
Simposium internasional terhadap kolangitis akut merekomendasikan
- Stage I: Observasi
- Stage II: Drainase bilier primer
- Stage III: Drainase bilier darurat.
2.12 Preventif
Diet dapat berperan dalam kasus batu empedu. Faktor makanan spesifik dapat meliputi:
- Lemak. Meskipun lemak (khususnya lemak jenuh ditemukan dalam daging, mentega,
dan produk binatang lainnya) telah dikaitkan dengan serangan batu empedu, beberapa
studi telah menemukan resiko yang lebih rendah untuk batu empedu pada orang yang
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tak jenuh tunggal (ditemukan dalam
minyak zaitun dan minyak canola) atau asam lemak omega-3 (ditemukan di kanola, biji
rami, dan minyak ikan). Minyak ikan dapat bermanfaat terutama pada pasien dengan
kadar trigliserida tinggi, karena meningkatkan tindakan pengosongan kantong empedu.
- Serat. Asupan serat tinggi telah dikaitkan dengan resiko lebih rendah untuk terjadinya
batu empedu.
- Kacang. Studi menunjukkan bahwa orang mungkin dapat mengurangi risiko batu
empedu dengan makan kacang lebih (kacang tanah dan kacang pohon, seperti walnut dan
almond).
- Buah dan Sayuran. Orang-orang yang makan banyak buah-buahan dan sayuran
mungkin memiliki risiko lebih rendah terkena batu empedu simtomatik yang
membutuhkan pengangkatan kandung empedu.
- Gula. Asupan gula tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk batu empedu.
Diet yang tinggi karbohidrat (seperti pasta dan roti) juga dapat meningkatkan risiko,
karena karbohidrat diubah menjadi gula dalam tubuh.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 18
- Alkohol. Beberapa penelitian telah melaporkan resiko yang lebih rendah untuk batu
empedu dengan konsumsi alkohol. Bahkan jumlah kecil (1 ons per hari) telah ditemukan
untuk mengurangi risiko batu empedu pada wanita sebesar 20%. Asupan sedang
(didefinisikan sebagai 1-2 gelas sehari) juga muncul untuk melindungi jantung. Perlu
dicatat, bahwa bahkan asupan alkohol meningkatkan risiko untuk kanker payudara pada
wanita. Wanita hamil, orang-orang yang tidak dapat minum di moderasi, dan orang-
orang dengan penyakit hati tidak boleh minum sama sekali.
- Kopi. Penelitian menunjukkan bahwa minum kopi setiap hari dapat menurunkan resiko
batu empedu. Kafein dalam kopi diperkirakan untuk merangsang kontraksi kandung
empedu dan kadar kolesterol dalam empedu. Namun minuma berkafein lainnya seperti
soda dan teh, tampaknya tidak memiliki manfaat yang sama.
2.13 Prognosis
Prognosis pasien tersebut adalah bonam, karena dengan penatalksanaan yang baik dan
pola makat yang teratur, pasien dapat sembuh. Apabila ditambah dengan komplikasi
prognosa menjadi jelek karena melibatkan pelbagai organ dan menyebabkan kematian.
BAB III
Kesimpulan
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 19
Batu saluran empedu sudah menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam
duania medis. Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala klinis yang timbul pada
pasien, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada koledokolitiasis, yaitu
batu empedu yang terdapat pada duktus koledokus, diserta komplikasi ikterus dan kolangitis.
Diagnosis kerja koledokolitiasis, dapat didukung oleh terdapatnya kulit yang ikterus pada
pasie, serta komplikasi kolangitis dapat dilihat dari meningkatnya suhu tubuh. Diagnosis
tersebut tidak dapat dipastikan sampai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepertu
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lainnya.
Penyakit kandung empedu dapat dihidapi oleh semua orang terutamanya wanita diusia
setengah abad dan disertai dengan factor risiko. Merupakan gangguan yang paling sering
terjadi pada sistem biliaris. Lebih dari 90% klien dengan Cholecystitis (inflamasi kantung
empedu) disebabkan oleh sumbatan batu empedu yang terbentuk di saluran kantung empedu.
Frekuensi terjadinya cholelithiasis meningkat pada diabetes mellitus, kehamilan, anemia
hemolitik, dan anemia perniciosa (ketidakmampuan sum-sum tulang menghasilkan eritrosit)
yang menyebabkan komplikasi koledokolitiasis dan kolangitis.
Daftar Pustaka
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 20
1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed, 1st vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI;2006.p.479-81.
2. Dandan IS. Choledocolithiasis. December 15th, 2009 [cited June 25th, 2010] Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/172216-overview
3. Anonim. Gallstones. December 2008 [cited June 26th, 2010] Available from URL:
http://www.medicinenet.com/gallstones/page6.htm
4. Dray X, Joy F, Reijasse D, et al. Incidence, risk factors, and complications of
cholelithiasis in patients with home parenteral nutrition. J Am Coll Surg; 2007.p.13-21.
5. Afdhal NH. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. In: Goldman L, Ausiello D.
(eds.). Cecil textbook of medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007.
6. Mansjoer A. Kolelitiasis. In: Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all editors. Kapita
selekta kedokteran. 3rd ed, 1st vol. Media Aesculapius FK UI. 2009.p.510.
Pleno Blok 17 – Hepatobilier Page 21