makalah pemekaran oke
-
Upload
ahmad-sulton -
Category
Documents
-
view
1.322 -
download
0
Transcript of makalah pemekaran oke
MENGAPA HARUS PEMEKARAN *) (Tinjauan Konsep Historis, Teoritis, dan Yuridis Formal)
*) Oleh : H.Wijoyokusumo, S.Psi. dibuat untuk kelengkapan acara Seminar kabupaten Kundur, 30 Januari 2011.
1. Latar BelakangBerbicara mengenai pemekaran
wilayah, tentu saja tidak terlepas
dari wacana desentralisasi
khususnya, desenralisasi politik.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi ke empat (2008)
desentralisasi dapat diartkan
sebagai:
“(1) sistem pemerntahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah ; (2) penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang, dsb). Dari sisi fungsional, pengakuan adanya hak kepada seseorang atau golongan untuk mengurus hal-hal tertentu di daerah ; kebudayaan, pengakuan adanya hak kepada golongan kecil dalam masyarakat untuk menyelenggarakan budaya sendiri di daerah ; politik, pengakuan adanya hak untuk mengurus kepentingan rumah tangga sendiri pada badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah tertentu”.
Desentralisasi banyak dijadikan
sebagai konsep penyelenggaraan
pemerintahan dan menjadi
panduan utama akibat
ketidakmungkinan sebuah negara
yang heterogen (Bhinneka Tunggal
Ika) dengan wilayahnya yang luas
dan penduduknya yang banyak
untuk mengelola manajemen
pemerintah yang hanya dengan
sistem sentralistik. Dalam
desentralisasi juga terkandung
semangat demokrasi untuk
mendekatkan partisipasi
masyarakat dalam menjalankan
proses pembangunan. Adanya
desentralisasi di Indonesia
merupakan sebuah peluang bagi
pemerintah daerah untuk
mengembangkan wacana politik
lokal. Selain memberikan
pengelolaan kewenangan pada
bidang tertentu, desentralisasi telah
memberikan ruang bagi suatu
daerah untuk pembentukan
wilayah/ daerah baru.
Berdasarkan sejarah
perkembangannya, pemekaran
wilayah di Indonesia sesungguhnya
telah terjadi sejak lama yaitu ketika
munculnya zaman kerajaan-
kerajaan di nusantara. Pada saat
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 1
itu, wilayah kekuasaan suatu
kerajaan akan dimekarkan lebih
disebabkan karena terjadi konflik
ditubuh kerajaan induk atau yang
biasa disebut konflik antar keluarga
karajaan maupun karena kalah
dalam peperangan. Pemekaran
wilayah semakin marak tatkala
penjajah Belanda mulai masuk.
Wilayah-wilayah di Jawa dan
sekitarnya, dibagi menjadi
beberapa karesidenan maupun
district (setingkat kabupaten)1
yang ditujukan sebagai alat kontrol
kekuasaan sekaligus memperkecil
ruang gerak tentara Indonesia.
Pemekaran wilayah
merupakan suatu proses
pembagian wilayah menjadi lebih
dari satu wilayah, dengan tujuan
meningkatkan pelayanan dan
mempercepat pembangunan yang
diharapkan dapat menciptakan
kemandirian daerah. Pemekaran
wilayah bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan
masyarakat. Dengan pemekaran
wilayah diharapkan dapat
memunculkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru ,
mampu meningkatkan berbagai
potensi yang selama ini belum
tergarap secara optimal baik
potensi sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia, membuka
“keterkungkungan” masyarakat
terhadap pembangunan dan dapat
memutus mata rantai pelayanan
yang sebelumnya terpusat di satu
tempat/ Ibukota kabupaten atau
Ibukota kecamatan, memicu
motivasi masyarakat untuk ikut
secara aktif dalam proses
pembangunan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup mereka.
Fenomena pemekaran wilayah yang
ada saat ini merupakan implikasi
dari paket undang undang otonomi
daerah dalam rangka melakukan
reformasi tata pemerintahan. Adaya
gerakan separatis dari masyarakat
beberapa daerah yang ingin
memisahkan diri karena merasakan
ketidakadilan yang dlakukan oleh
pemerintah pusat. Perjalanan
pemekaran daerah karena adanya
undang undang otonomi daerah,
dimulai sejak diberlakukannya UU
No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang merupakan revisi
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 2
mendasar dari UU No.5/1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah yang dilaksanaan ada masa
orde baru. Otonomi merupakan
pilihan terbaik daripada menjadi
federasi. Dalam
penyempurnaannya UU No.22/1999
telah berubah menjadi UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah selanjutnya dilengkapi
dengan PP No. 78/2007 tentang
Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah yang merupakan revisi dari
PP No. 129/2000 Tentang
Persyaratan Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan
dan Penggabungan Daerah
Sejak diberlakukan undang
undang yang mengatur terntang
otonomi daerah tersebut, proses
pemekaran terjadi begitu pesat dan
cenderung tidak terkendali.
Terdapat 7 propinsi, 135 Kabupaten
dan 32 kota yang terbentuk sebagai
hasil pemekaran sesuai dengan
daftar yang dikeluarkan oleh DPD
pada September 2007 (DRSP,
2007). Sampai dengan tahun 2009,
terdapat 205 daerah pemekaran
baru dengan perincian sebagai
berikut : 7 daerah provinsi dan 198
daerah kabupaten/kota.
2. Alasan PemekaranSecara teoritis, awal dari
semangat pemekaran daerah
adalah merupakan suatu upaya
untuk mencapai pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan
rakyat serta demi mempercepat
perwujudan masyarakat Indonesia
yang sejahtera. Disamping itu
semangat pemekaran daerah
adalah merupakan tuntutan
masyarakat yang merasa bahwa
daerahnya telah dieksplorasi dan
dieksploitasi oleh pemerintah pusat
secara berlebihan. Tuntutan
masyarakat yang demikian
tentunya dapat dipahami
berdasarkan catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa selama
pemerintahan orde baru, daerah
terkesan hanya dijadikan sebagai
sapi perahan oleh pemerintah
pusat. Hampir seluruh sumber daya
alam dan berbagai potensi yang
ada di daerah dimanfaatkan untuk
menjalankan roda pemerintahan di
tingkat pusat. Sementara daerah
hanya menjadi penonton dan
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 3
menjadi penyumbang upeti bagi
pusat. Daerah hanya mendapatkan
dampak dari adanya eksplorasi dan
aeksploitasi pemanfaatan atas
sumber daya alam tanpa punya
kewenangan sedikitpun atas
wilayah yang mereka tempati.
Secara garis besar setidaknya
terdapat dua alasan kenapa
pemekaran wilayah sekarang
menjadi salah satu pendekatan
yang cukup diminati dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan
peningkatan pelayanan publik,
antara lain:
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
Keinginan untuk menyediakan
pelayanan publik yang lebih baik
dalam wilayah kewenangan yang
terbatas/terukur. Pendekatan
pelayanan melalui pemerintahan
daerah yang baru diasumsikan
akan lebih dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik
dibandingkan dengan pelayanan
melalui pemerintahan daerah induk
dengan cakupan wilayah pelayanan
yang lebih luas (Hermanislamet,
2005). Seyogianya pemekaran itu
ditujukan untuk peningkatan
kapabilitas dan kapasitas
pemerintah daerah dan dalam
rangka mendekatkan pembangunan
serta pelayanan kepada
masyarakat luas. Melalui proses
perencanaan pembangunan daerah
pada skala yang lebih terbatas,
maka pelayanan publik sesuai
kebutuhan lokal akan lebih
tersedia. Dengan interaksi yang
lebih intensif antara masyarakat
dan pemerintah daerah baru, maka
masyarakat sipil akan memperoleh
hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya secara lebih baik
sebagai warga negara. Jarak dan
rentang kendali yang relatif singkat
dan pendek antara birokrasi dan
masyarakat tentunya akan
meningkatkan efektifitas dan
efisiensi penyelenggaraan
pemerintah dan pengelolaan
pembangunan.
b. Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Alasan pemekaran menurut
Hermanislamet (2005) adalah untuk
mempercepat pertumbuhan
ekonomi penduduk setempat
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 4
melalui perbaikan kerangka
pengembangan ekonomi daerah
berbasiskan potensi lokal. Dengan
dikembangkannya daerah baru
yang otonom, maka akan
memberikan peluang untuk
menggali berbagai potensi ekonomi
daerah baru yang selama ini tidak
tergali. Sektor formal dan informal
menjadi tuntutan yang tak
terelakkan demi optimalisasi
kegiatan perekonomian
masyarakat. Penciptaan usaha-
usaha baru dalam perekonomian
secara langsung tentunya akan
menciptakan lapangan kerja baru di
berbagai sektor, baik di sektor
swasta maupun politik dan
pemerintahan. Akibat dari usaha
percepatan pertumbuha ekonomi
diharapkan akan mempercepat
proses pemerataan ekonomi dalam
pembangunan demi mengurangi
angka kemiskinan. Kebijakan
pemekaran daerah akan memberi
dampak luar biasa bagi
kelangsungan penyelenggaraan
otonomi daerah, karena ekses yang
ditimbulkan begitu berpengaruh,
memberikan dampak besar, tricle
down effect, efek rembesan yang
luar biasa bagi pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran rakyat.
Tentunya banyak alasan-alasan lain yang mendorong untuk terjadinya
pemekaran daerah yang tidak mungkin disebutkan dalam makalah yang
singkat ini. Pada umumnya alasan utama selalu didorong atas keinginan
peningkatan ekonomi demi kesejahteraan masyarakat. Contoh dari
penelitian yang ada dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 1
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 5
Ekonomi dan Kesejahteraan
Geograpi
Pelayanan Publik
Etnis
Politik
Sejarah
Lain-lain
34%
26%
15%
15%
12%
6%
1%
Alasan Pemekaran Daerah
Sumber: IRDA Kelima, The Asian Foundation, 2004
Alasan lain munculnya
inisiatif pemekaran wilayah dari
daerah adalah terkait dengan
rentang kendali dan peningkatan
kualitas pelayanan publik yang
tidak merata dan jauh (geografi),
infrastruktur, dan sarana &
prasarana penghubung serta
pembangunan ekonomi. Jika dilihat
dari gambar 1 di atas alasan
tersbut saling berkaitan antara
geografi dan pelayanan publik
yang menunjukkan kuatnya
dorongan setelah alasan ekonomi
secara umum.
Menurut hasil kajian yang
dilakukan oleh Pusat kajian Kinerja
Otonomi Daerah – Lembaga
Administrasi Negara terhadap 14
propinsi dan 28 kabupaten/kota ,
dijumpai alasan-alasan yang
mendasari dilaksanakannya
pemekaran daerah adalah:
1. Alasan mendekatkan
pelayanan kepada
masyarakat. Hal ini dijadikan
alasan utama karena adanya
kendala geografis,
infrastruktur dan sarana
perhubungan yang minim,
seperti terjadi pada
pemekaran Provinsi Bangka
Belitung (pemekaran dari
Provinsi Sumatera Selatan)
dan Provinsi Irian Jaya Barat
(pemekaran dari Provinsi
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 6
Papua) serta pemekaran
Kabupaten Keerom
(pemekaran dari Kabupaten
Jayapura).
2. Alasan historis, pemekaran
suatu daerah dilakukan
karena alasan sejarah, yaitu
bahwa daerah hasil
pemekaran memiliki nilai
historis tertentu. Sebagai
contoh: Provinsi Maluku Utara
sebelumnya pernah menjadi
ibukota Irian Barat, dimana
Raja Ternate (Alm. Zainal
Abidin Syah) dinobatkan
sebagai Gubernur pertama.
Disamping itu di Pulau
Movotai pada Perang Dunia II
merupakan ajang penghalau
udara Amerika Serikat.
3. Alasan kultural atau budaya
(etnis), dimana pemekaran
daerah terjadi karena
menganggap adanya
perbedaan budaya antara
daerah yang bersangkutan
dengan daerah induknya.
Sebagai contoh: Penduduk
Bangka Belitung dengan
penduduk Sumatera Selatan,
kemudian Provinsi Gorontalo
dengan Sulawesi Utara,
demikian pula Kabupaten
Minahasa Utara yang merasa
berbeda budaya dengan
Kabupaten Minahasa.
4. Alasan ekonomi, dimana
pemekaran daerah
diharapkan dapat
mempercepat pembangunan
di daerah. Kondisi seperti ini
terutama terjadi di Indonesia
Timur seperti Papua
(Keerom) dan Irian Jaya Barat
(Kabupaten Sorong), dan
pemekaran yang terjadi di
daerah lainnya seperti
Kalimantan Timur (Kutai
Timur), Sulawesi Tenggara
(Konawe Selatan), Sumatera
Utara (Serdang Bedagai), dan
Lampung (Tanggamus).
5. Alasan anggaran, pemekaran
daerah dilakukan untuk
mendapatkan anggaran dari
pemerintah. Sebagaimana
diketahui daerah yang
dimekarkan akan
mendapatkan anggaran dari
daerah induk selama 3 tahun
dan mendapatkan dana dari
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 7
pemerintah pusat (DAU dan
DAK).
6. Alasan keadilan , bahwa
pemekaran dijadikan alasan
untuk mendapatkan keadilan.
Artinya, pemekaran daerah
diharapkan akan
menciptakan keadilan dalam
hal pengisian jabatan pubik
dan pemerataan
pembangunan. Contoh:
pemekaran Provinsi
Kepulauan Riau, Provinsi
Bangka Belitung, dan Provinsi
Sulawesi Tenggara.
2. Prosedural Normatif
Pemekaran Wilayah
Secara normatif mengenai
prosedur pemekaran wilayah
mengacu pada ketentuan dalam
UU 32/2004 yang berisi tentang
pengaturan pembentukan dan
persyaratan, yaitu :
Pasal 4 mengatur pembentukan:
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.Pasal 5 mengatur
persyaratan :(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur,
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 8
serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Secara sederhana persayaratan yang termuat dalam UU No.32/2004
dapat dilihat pada gambar 1 berikut :
Gambar 2
Persyaratan Pemekaran Berdasarkan UU No.32/2004
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 9
Ditetapkan dengan UUPasal 4 ayat 1
Mencakup : nama,cakupan wilayah,batas,ibukota,kewenangan menjalankan urusan pemerintah,penunjukkan pejabat kepala daerah,pengisian keanggotaan DPRD,pengalihan kepegawaian, pendanaan,peralatan,dan dokumen,serta perangat daerah(ayat2) Batas minimal usia
penyelenggaran pemerintahan (pasal 4 ayat 4)
Syarat fisik:-min. 5 kecamatan-lokasi calon ibukota-sarana dan prasarana pemerintahan(pasal 5 ayat 5)
Syarat administrasi/Persetujuan:-DPRD Kabupaten-Bupati-DPRD Propinsi-Gubernur-Rekom. Mendagri(pasal 5 ayat 3)
Syarat teknis meliputi factor yg menjadi dasar:-kemamp.ekonomi-potensi daera-sosial budaya -sosial politik-kependudukan-luas daerah-pertahanan-keamanan-faktor lain(pasal 5 ayat 4)
Selanjutnya persoalan teknis
lebih rinci diuraikan dalam PP
No.78/2007 tentang Tata cara
Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan daerah yang
merupakan revisi dari PP
No,129/2000. Perbedaan mendasar
antara PP yang lama dengan PP
revisi adalah dengan memuat
beberapa syarat pemekaran yang
berbeda dengan aturan yang lama
di antaranya seperti: jumlah
kabupaten, waktu pemekaran, juga
rekomendasi dari kabupaten induk
dan provinsi. Mengenai
pembentukan daerah kabupaten
baru dapat lebih jauh dapat dilihat
pada pasal 2 ayat (4):
“Pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:a. pemekaran dari 1 (satu) kabupaten/kota menjadi 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih;b. penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda; danc. penggabungan beberapa
kabupaten/kota menjadi 1 (satu) kabupaten/kota”.
Beberapa prosedur dan persyaratan selanjutnya dapat dicermati lebih jauh dari beberapa ketentuan yang ada dalam PP No.78/2007 tersebut, yaitu :
Pasal 3 Daerah yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 10 (sepuluh) tahun bagi provinsi dan 7 (tujuh) tahun bagi kabupaten dan kota.Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;c. Keputusan DPRD provinsi tentang
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 10
persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dane. Rekomendasi Menteri.Keputusan DPRD kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.Pasal 6(1) Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.(3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor
potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu.Pasal 7Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.Pasal 8Cakupan wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk:
a. pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota;
b. pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan
c. pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan.
Pasal 10(1) Cakupan wilayah pembentukan kabupaten/kota digambarkan dalam peta wilayah calon kabupaten/kota.(2) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan daftar nama kecamatan dan desa/kelurahan atau nama lain yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/ kota di provinsi lain, nama wilayah kecamatan di kabupaten/kota di provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah negara tetangga, yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota.
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 11
(3) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis dan dikoordinasikan oleh gubernur.Pasal 11(1) Dalam hal cakupan wilayah calon provinsi dan kabupaten/kota berupa kepulauan atau gugusan pulau, peta wilayah harus dilengkapi dengan daftar nama pulau.(2) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) harus merupakan satu kesatuan wilayah administrasi.Pasal 12(1) Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan DPRD provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD kabupaten untuk ibukota kabupaten.(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota.(3) Penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial
ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.(4) Pembentukan kota yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, maka ibukota kabupaten tersebut harus dipindahkan ke lokasi lain secara bertahap paling lama 5 (lima) tahun sejak dibentuknya kota.Pasal 13(1) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi bangunan dan lahan untuk kantor kepala daerah, kantor DPRD, dan kantor perangkat daerah yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.(2) Bangunan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam wilayah calon daerah.(3) Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki pemerintah daerah dengan bukti kepemilikan yang sah.
Untuk Tata Cara pembentukan daerah dalam kewenangan pemerintahan daerah terdapat dalam pasal-pasal :
Pasal 16Tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dilaksanakan sebagai berikut:a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 12
bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan.b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah;d. Bupati/walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:1. dokumen aspirasi
masyarakat di calon kabupaten/kota;
2. hasil kajian daerah;3. peta wilayah calon
kabupaten/kota; dan4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b.
e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c;f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada DPRD provinsi;g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota; danh. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:1. Dokumen aspirasi
masyarakat di calon kabupaten/kota;
2. Hasil kajian daerah;3. Peta wilayah calon
kabupaten/kota;4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan5. Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 13
Selanjutnya untuk proses di tingkatan pemerintah pusat adalah sebagai berikut :
Pasal 18(1) Menteri melakukan penelitian terhadap usulan pembentukan provinsi atau kabupaten/kota.(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri.(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD.Pasal 19(1) Berdasarkan rekomendasi usulan pembentukan daerah, Menteri meminta tanggapan tertulis para Anggota DPOD pada sidang DPOD.(2) Dalam hal DPOD memandang perlu dilakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian.(3) Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPOD bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah.Pasal 20(1) Menteri menyampaikan usulan pembentukan
suatu daerah kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD.(2) Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah.Pasal 21(1) Setelah Undang-undang pembentukan daerah diundangkan, Pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat kepala daerah.(2) Peresmian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.
Untuk permasalah pendanaan sehubungan dengan adanya pemekaran daerah baru, dijabarkan lebih jauh dalam uraian bab V11 tentang Pendanaan, yaitu :
Pasal 26(1) Dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan provinsi dibebankan pada APBD provinsi induk dan APBD kabupaten/kota yang menjadi cakupan calon provinsi.(2) Dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan kabupaten/kota dibebankan pada APBD
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 14
kabupaten/kota induk dan APBD provinsi.(3) Dana yang diperlukan dalam rangka penghapusan
dan penggabungan daerah dibebankan pada APBN.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa proses dan tata cara serta
persyaratan pembentukan daerah baru akan melalui jalan yang panjang.
Secara sederhana dapat digambarkan dalam tiga tingkat kewenangan
gambar 2 sebagai berkut :
Gambar 3PROSES PENGUSULAN PEMEKARAN
Daerah Kewenangan Kewenangan Kewenangan
persiapan kabupaten induk propinsi
pemerintah pusat
Penjaring-an
Aspi-rasi
Pemben-tukan
Pengesah-an oleh
Pengesah-an oleh
Tim Teknis
DPRD dan Bupati
DPRD dan Gubernur
Persentasi oleh daerah
persiapan &
PengkaJian
Pengajuan Usulan
Pengajuan Usulan
daerah induk
Kelaya-kan
Ke pro- pinsi
ke pemerintah pusat
Lo-By &
Dialog Politik
Meskipun proses pemekaran
adalah suatu yang terjadi dari
bawah (bottom up), namun dalam
prakteknya lebih banyak diinisiasi
oleh elit-elit local saja bahkan
dalam contoh contoh tertentu
inisiatif dan persetujuan dari
pemerintah pusat justru
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 15
mendahului dari rekomendasi dari
pemerintah induk, seperti halnya
terbentuk propinsi Kepulauan Riau.
Pada tahap awal masyarakat luas
(public) dimobilisasi dalam ruang-
ruang yang terbatas seperti forum
seminar dan lokakarya atau forum
sosialisasi. Lobby dan dialog politik
dalam sekala yang lebih luas
menjadi hal yang sangat penting
dalam proses selanjutnya untuk
menyamakan persepsi dan
pemikiran masyarakat luas dalam
satu tujuan perlunya sebuah
pemekaran. Disamping
kepentingan penguatan
pemahaman dan usulan
pemekaran, hal ini sangat penting
dilakukan karena apabila publik
terlibat hanya dalam ruang yang
terbatas, maka diprediksi
akuntabilitas dari kinerja
pemerintahan daerah baru yang
terbentuk juga akan rendah.
Dari sisi kewenangan
pemerintah pusat, proses
pembahasan pemekaran wilayah
yang datang dari berbagai daerah
melalui dua tahapan besar yaitu
proses teknokratis (kajian
kelayakan teknis dan
administratif), serta proses politik
karena selain harus memenuhi
persyaratan teknokratis yang telah
diatur dalam UU dan Peraturan
Pemerintah, proposal pemekaran
harus didukung secara politis oleh
DPR. Oleh karena itu, dalam rangka
memahami proses kebijakan
pemekaran, perlu digambarkan
bagaimana pemerintah nasional
meloloskan usulan pemekaran
daerah otonom.
Prosedur pembahasan ditingkat pusat untuk “meluluskan atau tidak
meluluskan” proposal pembentukan daerah otonom baru secara teknokratis
dapat digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 4 PROSEDUR PENGESAHAN PEMEKARAN DI TINGKAT PUSAT
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 16?
proses berhenti
RUU
ProKontra
Cakupan wilayah yg tdk
enclave
sudah diselesaikan
sudah diselesaikan
ada kontra
Tim Independen
DPOD
SidangDPOD
Mencermati kenyataan
banyaknya daerah baru yang
terbentuk sampai saat ini
adakalanya proses yang terjadi di
tingkat pemerintah pusat relatif
mudah dan terkesan terjadi
kompromi seperti :
1. Proses teknokratis yang
fleksible, seperti:
a. kriteria kelayakan pemekaran
yang mudah dipenuhi bahkan
dimanipulasi (seperti kriteria
jumlah penduduk yang tidak wajib
karena diakumulasikan dengan
indikator yang lain), maupun
standar nilai minimum kelulusan
yang dapat dirasionalisasi menurut
versi daerah;
b. studi kelayakan yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang cenderung
mendukung dan memaksa
terjadinya pemekaran wilayah;
c. adanya formulir isian
kelengkapan data calon daerah
otonomi baru yang membuka
peluang bagi para pihak yang
terlibat untuk melakukan
manipulasi data dan informasi yang
dibutuhkan bagi pemekaran
wilayah.
2. Proses politik yang cenderung
anarkis (Pratikno, 2007):
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 17
Dalam implementasinya, proses pemekaran wilayah dapat dilakukan
melalui dua pintu masuk, yaitu lewat lembaga politik (DPR) sebagai usul
inisiatif DPR, (seperti sejarah pembentukan Propinsi Kepulauan Riau) dan
melalui institusi pemerintah (DPOD Depdagri). Argumen-argumen politik
tidak menutup kemungkinan memiliki posisi tawar yang lebih kuat
dibandingkan dengan eksekutif dalam hal penolakan maupun persetujuan
terhadap proposal pemekaran daerah.
--------000-------
Referensi
R. Effendy, Arif. Proses Pemekaran Wilayah di Propinsi NTB Studi Kasus Kota Bima, DRSP 2008R. Effendy, Arif. Pengalaman Proses Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat, DRSP. 2008DRSP, Naskah Akademik Pembentukan Daerah, 2007Pratikno, Usulan Perubahan Kebijaksanaan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah), DRSP 2007Diamar, Son, Pembentukan Daerah dan Kawasan KhususUndang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 18
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan DaerahPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan DaerahPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan DaerahHarian Kompas, 15 September 2007www.analisadaily.commodified: 17/2/08Source: Suara Pembaruanhttp://www.lan.go.id/pkkod/index.php?mod=6&d=62http://www.inilahjabar.com/read/detail/666411/dpr-tak-benar-pemekaran-daerah-gagalhttp://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.comhttp://www.kabarindonesia.comhttp://beritasore.com/2008/10/29/dpr-setuju-pembentukan-12-kabupatenkota-baru/ http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/10/29/brk,20081029-142906,id.html http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/2900/Daerah_Kian_Berkembang__12_Kabupaten_Berdiri_ http://dendisetiawan.wordpress.com/2008/07/08/evaluasi-pemekaran-daerah-di-ndonesia-by-dendi-setiawan-mahasiswa-administrasi-negara-fisip-universitas-andalas/
H. Wijoyokusumo, S.Psi (Disiapkan Untuk Acara Seminar Kabupaten Kundur, 30-01-2011) Page 19