Makalah Assesmen Dan Evaluasi Hasil Belajar_pencapaian Kompetensi Dan Pelaporan
Makalah Pelaporan Korporat
-
Upload
wulanprymaranti -
Category
Documents
-
view
143 -
download
10
description
Transcript of Makalah Pelaporan Korporat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada
lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau
lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak
keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme
syirkah yaitu : musyarakah dan mudharaba.
Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan
informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh
pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai
acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting
bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau kesamaan
interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penulisan
makalah ini adalah :
1. Apa saja yang termasuk kepada jenis - jenis akad dalam akuntansi syariah ?
2. Bagaimana konsep keuntungan dalam syariah ?
3. Apa saja transaksi yang dilarang dalam akuntansi syariah ?
4. Bagaimana kerangka pelaporan syariah ?
5. Bagaimana Pelaporan keuangan syariah ?
6. Apa saja yang termasuk ke dalam instrumen keuangan syariah ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis akad dalam keuangan syariah.
2. Untuk mengetahui konsep dari keuntungan dalam syariah.
3. Untuk memahami mengenai transaksi yang dilarang dalam akuntansi syariah.
1
4. Untuk memahami kerangka pelaporan syariah.
5. Untuk memahami dan mengetahui apa saja kerangka pelaporan dari akuntansi syariah.
6. Untuk memahami dan mengetahui instrumen yang ada dalam akuntansi syariah.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi semua pihak. Adapun kegunaan dalam penelitian
ini diarahkan pada kegunaan praktis dan kegunaan teoritis, sebagai berikut :
1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi Penulis
a. Untuk membandingkan antara teori yang dipelajari dengan praktik yang sesungguhnya
yang diterapkan pada perusahaan.
b. Sebagai dasar untuk mengembangkan, memperluas, dan menggali lebih dalam teori-teori
yang telah dipelajari.
2. Bagi Perusahaan
Diharapkan penulisan makalah ini dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai
jenis-jenis akad dalam keuangan syariah, keuntungan dalam syariah, transaksi yang dilarang
dalam akuntansi syariah, kerangka pelaporan syariah, kerangka pelaporan dari akuntansi
syariah, instrumen yang ada dalam akuntansi syariah.
3. Bagi Pihak Lainnya
Diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat sebagai referensi khususnya untuk mengkaji
topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Akad
Dalam konteks masalah muamalah berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.
Cakupan hukum muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang
bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan
sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya akan sering kali
ditemui sebuah perjanjian atau akad.
Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah
menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak
maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan
dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad
menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam
islam.
Pada kesempatan ini akan membahas akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan
Syariah yang telah sering dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih berkembanganya
ekonomi islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana kebajikan (tabarru’) dan ada
juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen untuk transakasi yang tujuannya memperoleh
keuntungan (tijarah). Tentunya ini adalah hal yang berbeda dan pastilah dalam akad itu ada
beberapa penjabaran dan penjelasan bagaiman akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah
ini akan dibahas pengklasifikasian dari berbagai akad yang digunakan dalam lembaga keuangan
syariah.
2.1.1 Pengertian Akad dan Wa’ad
Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun
keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan
bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang
memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji
antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa
terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan
spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya
lebih merupakan sanksi moral
3
Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat yaitu
pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati
terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila
salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya,
maka ia atau mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
2.1.2 Macam-Macam Akad dalam Akad Lembaga Keuangan Syariah
Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya kompensasi yaitu sebagai berikut :
2.1.2.1 Akad tabarru’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang
tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada
pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang
mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard,
rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah, hadiah, dll.
Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau
meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.
a. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard adalah merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun
dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis,
dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
c. Hiwalah merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil
alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau
kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi
untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk
mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang
kepada pihak ketiga.
b. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa
4
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat
dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian,
ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah
penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang
mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara
pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan
dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang
tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh
penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh
penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan
barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam
bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada
pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali
suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
c. Memberikan sesuatu yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah
akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si
pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan
umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh
diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah
yang tujuannya mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah
pihak yang berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati,
akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya merelakan
haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan kewajibannya.
Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini bertujuan mencari
keuntungan akhirat, bukan untuk keperluan komersil. Akan tetapi dalam
5
perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan transaksi komersil, karena
akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang menjembatani dan
memperlancar akad tijarah.
2.1.2.2 Akad Tijarah
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for propfit
oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari
keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan
lain – lain.
2.2. Konsep Keuntungan Dalam Syariah
Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi
dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).
2.2.1 Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan
relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya
(baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery).
Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-
menyewa.
Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :
1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini
bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan,
yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di
awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya.
Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga
dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
6
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).
2. Akad Sewa-Menyewa
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek
yang disewa /diupah.
2.2.2 Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan
kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di
sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah
kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
1. Musyarakah. Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak
sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian
ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya
memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan
7
dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana
akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi
akan mengalami kerugian secara reputasi.
d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan
keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian
ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami
kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana
sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi
sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
Macam – Macam Mudharabah :
a. Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang
diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b. Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan
dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
c. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman
setahun.
d. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman
tahunan.
e. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah.
2.3 Transaksi yang dilarang
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi
perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan
muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas
yang melakukan transaksi syariah. Menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sbg parameter baik
8
& buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha, akan membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang
berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan
maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam
kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder
entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai
moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan,
sinergis dan harmonis.
Setiap transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak
(an taradhim minkum) clan tidak bathil yaitu ticlak ada pihak yang menzalimi dan dizalirni (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), sehingga jika ingin memperoleh hasil harus mau mengeluarkan biaya
(hasil usaha rnuncul bersama biaya/a/ kharaj bi al dhaman), dan jika ingin untung harus rnau
menanggung risiko (untung muncul bersama risiko al ghunmu bi al ghurmi).
2.3.1 Aktivitas Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan
Jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan,
narkoba, dan sebagainya. Walaupun ada kesepakatan clan rela sama rela antara pelaku
transaksi, namun jika atas objek transaksi tidak dapat diambil manfaat darinya karena
dilarang oleh Allah maka akad tersebut dikatakan tidak sah. Dengan tidak terpenuhinya
barang yang di!arang Allah sebagai objek akad berarti semua aktivitas bisnis yang terkait
dengan barang yang dilarang Allah adalah haram karena tidak memenuhi rukun sahnya
suatu akad.
2.3.2 Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah ), berkembang (An-
Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa'), clan membesar (Al-'uluw). Imam Sarakhzi mendefinisikan
riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
('iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Setiap penambahan yang diambil
tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti ('iwad) yang dibenarkan syariah adalah
riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau
komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa
menyewa, atau bagi hasil proyek, di mana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya.
Terdapat beberapa jenis riba diantaranya adalah “
9
a. Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah adalah riba yang muncul karena utang piutang, riba nasi'ah dapat terjadi
dalam segala jenis transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pikik harus membayar
lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama
apa pun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apa pun (fixed rate atau floating
rate), besar atau kecil semuannya itu tergolong riba.
b. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba Fadhl
dapat terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang
ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke
tangan (tunai) atau kredit. Contoh: menukar perhiasan perak seberat 40 gram dengan
uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu Riba Fadhl juga dapat terjadi dari
pertukaran/barter barang tidak sejenis yang dilakukan tidak tunai. Contoh: transaksi jual
beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai.
Yang dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat
mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fikih (juqaha) sepakat ada tujuh
macam barang ribawi, sebagaimana tertuang dalam teks hadis, yaitu: emas, perak, jenis
gandum, kurma, zabib/ tepung, anggur kering, dan garam. Sedangkan pertukaran barang
nonribawi dimungkinkan dala jumlah yang berbeda asalkan penyerahannya dari tangan
ke tangan atau tidak ditunda.
2.3.2.1 Pengaruh Riba Terhadap Kehidupan Manusia
Imam Razi mencoba menjelaskan alasan mengapa bunga dalam Islam dilarang, antara
lain (Qardhawi, 2000):
a. Riba merupakan lransaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin
karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan.
b. Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah
hartanya dengan transaksi riba baik sccara tunai maupun berjangka. Sehingga pemilik
harta riba akan meremehkan persoalan mencari penghidupan sehingga dia tidak mau
menanggung risiko berusaha, berdagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
c. Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang
pinjam meminjam.
d. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang
meminja·m adalah orang miskin. Pendapat yang memperbolehkan riba berarti
10
memberikan jalan bgi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang miskin
yang lemah. Sehingga orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertarnbah miskin.
2.3.2.2 Perbedaan Riba dan Jual Beli
No JUAL BELI RIBA
1 Dihalalkan Allah SWT Diharamkan Allah SWT
2 Harus ada pertukaran barang atau
manfaat yang diberikan sehingga ada
keuntungan/ manfaat yang diperoleh
pembeli dan penjual
Tidak ada pertukaran barang
dan keuntungan/ manfaat
hanya diperoleh oleh penjual
3 Karena ada yang ditukarkan, harus ada
beban yang ditanggung oleh penjual.
Tidak ada beban yang
ditanggung oleh penjual.
4 Memiliki Risiko Untung
Rugi,sehingga diperlukan kerja/usaha,
kesungguhan dan keahlian
Tidak memiliki resiko
sehingga tidak diperlukan
kerja/usaha, kesungguhan dan
keahlian
Berdasarkan perbedaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli diperbolehkan
karena ada 'iwad (pengganti/penyeimbang) yang menyebabkan penjual boleh mengambil tambahan
sebagai keuntungan. 'Iwad tersebut dapat berupa:
1. usaha yang harus dilakukan dalam rangka menambah nilai dari barang/jasa (Al Kharaj).
2. risiko dalam menjalankan usaha (Al Ghurm.)
3. beban yang harus ditanggung terkait dengan pengadaan barang atau jasa (Al Dhaman.)
2.3.3 Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. (Karim, 2003) Penipuan dalam kualitas, misalnya dengan mencampur barang
baik dengan yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan.
Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga
(ghaban), misalnya menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak
mengetahui harga wajar barang tersebut. Empat jenis penipuan tersebut di atas dapat
membatalkan akad transaksi, karena tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela. Para pihak
yang bertransaksi tidak memiliki informasi yang sama (complete information).
11
2.3.4 Perjudian
Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. (Afzalur Rahman, 1996).
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka
menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengad akan permainan tertentu, baik
dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya. Pihak yang
menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya.
Sebaliknya, bila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil
oleh yang menang.
2.3.5 Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian/Gharar
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar). Gharar terjadi ketika
terdapat incomplete information. Sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang
bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada
pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas,
kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
Ketidakjelasan dalam kuantitas misalnya jual beli buah ketika masih dalam bentuk buah
yang belum siap panen. Ketidakjelasan dalam kualitas, misalnya membeli kuda yang masih
dalam rahim induknya. Ketidakpastian dalam harga, misalnya saya menjual baju ini seharga
Rpl00.000 kalau bayar tunai, kalau bayar satu bulan lagi Rp120.000.
Pada keempat jenis gharar di atas, keadaan sama-sama rela hanya bersifat sementara, karena
ketika kond isinya telah jelas kelak di kemudian hari, salah satu pihak akan merasa
terzalimi, walaupun pada awal nya tidak demikian. Ketidakjelasan dalam akad terjadi jika
suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus (shafqatain fi al-shafqah), sehingga terjadi
ketidakjelasan (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan atau diberlakukan. Hal
ini terjadi bila ada dua akad yang dapat memenuhi ketiga faktor berikut yaitu objek akad
sama, pelaku sama, jangka waktu sama. Contoh: transaksi lease and purchase (sewa-beli),
mengandung gharar, karena ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku: akad beli atau akad
sewa. (Karim, 2003)
2.3.6 Penimbunan Barang/lhtikar
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain
dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain penimbun
12
mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Contohnya : di awal
tahun 2008, saat terjadi peningkatan harga kedelai yang luar biasa, ada pengusaha yang
menimbun kedelai dalam jumlah yang sangat besar di Surabaya. Kenaikan harga kedelai
menghambat proses produksi barang berbahan baku kedelai seperti talm dan tempe,
sehingga mengakibatkan banyak produsen tempe dan tahu tidak dapat berproduksi, dan
akhirnya menderita kerugian.
2.3.7 Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk
ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang
tinggi. Ketentuan syariah hanya membolehkan intervensi harga pada kondisi mendesak
dengan pengawasan yang ketat. Misalnya, intervensi oleh pemerintah untuk penetapan harga
atas suatu barang yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk menghindari tindakan
ambil untung berlebihan, atau pelanggaran hukum oleh pedagang zalim yang
membahayakan pasar. Kepentingan umum harus lebih diutamakan dari kepentingan
segelintir orang.
2.3.8 Rekayasa Permintaan (Bai'an Najsy)
An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, di
mana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon
pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
Contoh rekayasa permintaan saham (valas). Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam,
mulai dari menyebarkan isu, melakukan order pembelian, sampai benar-benar melakukan
pembelian pancingan agar tercipta sentimen pasar untuk ramai-ramai membeli saham/mata
uang tertentu. Bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan, maka yang bersangkutan
akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali saham/mata uang yang sudah
dibeli, sehingga ia akan mendapat untung besar.
2.3.9 Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
13
2.3.10 Penjual Bersyarat/Ta'alluq
Ta'alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun
(sesuatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad. Misalkan A bersedia menjual barang
X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A; atau A bersedia menerima
pesanan B asalkan C dapat memenuhi pesanan A.
2.3.11 Pembelian Kembali oleh Penjual dari Pihak Pembeli (Bai'al lnah)
Misalnya, A menjual secara tunai pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama
dari B secara kredit. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan
jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan
untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.
2.3.12 Jual Belidengan Cara Talaqqi Al-Rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pemawa barang
perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas
barang dagangan yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang
berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
2.4. Kerangka Pelaporan Syariah
1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah)
a. esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong menolong.
b. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat
(sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas
kerugian orang lain.
c. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip :
saling mengenal (ta’aruf ),
saling memahami (tafahum),
saling menolong (ta’awun),
saling menjamin (takaful),
saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf ).
14
2. Prinsip keadilan (‘adalah)
a. Esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu
hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
b. Implementasi, berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah
maupun fadhl);
kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan);
maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
gharar (unsur ketidakjelasan); dan
haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas
operasional yang terkait).
3. Prinsip kemaslahatan (maslahah)
a. Esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
b. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah
(halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara
keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan.
c. Transaksi syariah yang bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur
yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan
terhadap :
Akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
Intelek (‘aql);
Keturunan (nasl);
Jiwa dan keselamatan (nafs); dan
Harta benda (mal).
4. Prinsip keseimbangan (tawazun);
a. Esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan
publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian.
b. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan
perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).
c. Manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi
pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
15
5. Prinsip universalisme (syumuliyah).
Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
2.4.1 Karakteristik Transaksi Syariah
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money); karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk);
6. Transaksi dilakukan berdasarkan :
a. Suatu perjanjian yang jelas dan benar;
b. Untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain;
c. Tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad;
d. Tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu
akad;
7. Tidak ada distorsi harga melalui :
a.Rekayasa permintaan (najasy),
b.Rekayasa penawaran (ihtikar);
8. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
9. Transaksi syariah komersial berupa:
a. Investasi untuk mendapatkan bagi hasil;
b. Jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau
c. Pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.
10. Transaksi syariah nonkomersial berupa:
a. pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh);
b. penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan
hibah.
16
2.4.2 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan keuangan laporan keuangan adala untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubaan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakaian dalam pengambilan keputusan ekonomi. Beberapa tujuan lain adalah:
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsisf syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsif syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsif syariah bila ada dan
bagaimna perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu evaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, mengivestasikannya pada tingkat keuntungan yang
layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan infestasi yang diperoleh penanam modal dan
pemilik dana syariah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban
(obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk pengolahan dan penyaluran zakat,
infak, shadakah, dan wakaf.
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna
laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban
menejemen atas sumber dana yang dipercayakan kepadanya.
2.4.3 Bentuk Laporan Keuangan Syariah
Laporan entitas syariah terdiri atas :
1. Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajiakn
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan. Likuiditas dan solvabilitas serta
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk
memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan datang.
2. Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan dimana depan.
3. Informasi kinerja entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti
seluruh sumber daya keuangan, modal kerja aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak
mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melaluii laporan ini dapat diketahui
aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan.
17
4. Informasi lain, seperti laporan penjelasa tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah.
Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tatapi relevan bagi pengambilan
keputusan sebagai besar pengguna laporan keuangan.
5. Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang
relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidak pastian yang mempengeruhi
entitas, informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga
terhadap entitas juga dapat disajikan.
2.4.4 Asumsi Dasar Laporan Keuangan Syariah
1. Dasar Akrual (accrual basic)
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima
atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan
keuangan pada periode bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual
memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan
penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan
serta sumber daya yang merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha
menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha
berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
(gross profit).
2. Kelangsungan Usaha (going consern)
Laporan keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah yang akan melanjutkan usahannya di masa depan. Oleh karana itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditas atau mgngurangi secara
meterial skala usahannya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan
mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus
diungkapkan.
2.4.5 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Syariah
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu:
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
18
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
Namun demikian, informasi kompleks yaang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwai informasi
tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kin atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan
(predictive) dan penegasan (confirmatory) atas transaksi yang berkaitan satu sama lain.
Relevan juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat meterialitasnya. Tingkat meterialitas
ditentukan berdasarka pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap keputusan ekonomi
pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu, meterialitas
dipengaruhi oleh besarnya kesalahan dalam mencantumkan atau pencatatan. Sementara
itu, dasar penerapan dalaam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang sebenarnya
tanpa mempertimbangkan konsep materialitas.
3. Keandalan
Andal, diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan
dapar diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajikan atau yang diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika
hakikat atau penyajian tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara
potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan jumlah tuntunan atas kerugian
dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas
syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntunan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin
tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntunan tersebut. Agar dapat
diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut.
a. Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapaat diharapkan untuk disajikan.
Misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
dalam bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah pada
tanggal pelaporan. Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan, walaupun
terkadang mengalami kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan transaksi baik
19
disebabkan oleh kesuitan yang melekat pada transaksi atau oleh penerapan ukuran dan
teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi atau peristiwa tersebut.
b. Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan
prinsip syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
c. Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
d. Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa
dan keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian pada saat
melakukan perkiraan atas kepastian tersebut.
e. Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan
akan berakibat informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak dapat diandalkan
dan tidak sempurna.
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode untuk
mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu,
pembandingan berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan
peristiwa lain yang serupa harus dilakukan serta konsisten untuk entitas syariah yang
berbeda, maupun entitas lain.
Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut
juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standart akuntansi yang berlaku. Bila
pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
antar periode, maka entitas syariah syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya
dalaam laporan keuangan.
2.4.6 Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah,antara lain meliputi:
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas
laporan keuangan,laporan laba rugi,laporan arus kas,serta laporan perubahan ekuitas.
Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajaban dana syirkah temporer dan ekuitas.pos-pos ini di definisikan sebagai berikut :
20
a. Aset adalah sumber daya yang di kuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan di harapkan akan di peroleh
entitas syariah.
b. Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu,penyelesaiannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas
syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Dana syirkah temporer adalah dana yang di terima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari individu da pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai hak untuk
mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi
berdasarkan kesepakatan.
d. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban
dan dana syirkah temporer.ekuitas dapat di subklasifikasikan menjadi setoran modal
pemegang saham,saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyusuaian
pemeliharaan modal.
Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban.unsur penghasilan dan bebandi devinisikan sebagai berikut :
a. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal,penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).
b. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau bekurang nya aset atau terjadi kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal ,termasuk di dalam nya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun
kerugian yang timbul.
c. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik
dana atas keuntungan dana kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu
periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan
sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun,hak hak pihak
ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana
atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan
sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana
21
kebajikan.
3. Komponen laporan keuangan lainya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab
khusus entitas syariah tersebut.
2.4.7 Pengukuran Laporan Keuangan Syariah
Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam lapoaran keuangan. Berbagai dasar pengukuran tesebut adalah sebagai berikut :
a. Biaya Historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai
wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada
saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari
kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak dan penghasilan),
dalam jumlah kas (atau setara kas), yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan usah yang normal, dasar ini adalah dasar pengukuran yang
lazim digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan.
b. Biaya kini (current cost).
Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang
sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau
setara kas) yangtidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin atas dipelukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang
dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal).
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian : yaitu, jumlah kas (atau setara kas)
yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha normal. Dasar pengukuran ini walaupun dapat digunakan tetapi
tidak mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat ini. Mengingat manajemen harus
menjamin informasi yang disajikan adalah andal serta dapat dibandingkan.
2.5. Pelaporan Keuangan Syariah
Laporan keuangan syariah menurut PSAK 101 yang lengkap terdiri dari :
a. Laporan Posisi Keuangan;
b. Laporan Laba Rugi;
c. Laporan Arus Kas;
22
d. Laporan Perubahan Ekuitas;
e. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat;
f. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil;
g. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;
h. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;
i. Catatan atas Laporan Keuangan.
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Desember 2015
Aset
Kas xxx
Penempatan pada Bank Indonesia xxx
Giro pada bank lain xxx
Penempatan pada bank lain xxx
Investasi pada efek/surat berharga xxx
Piutang :
Murabahah xxx
Salam xxx
Istishna’ xxx
Ijarah xxx
Jumlah Piutang xxx
Pembiayaan :
Mudharabah xxx
Musyakarah xxx
Jumlah Pembiayaan xxx
Persediaan xxx
Tagihan dan kewajiban akseptasi xxx
Aset ijarah xxx
Aset istishna dalam penyelesaian xxx
Penyertaan pada entitas lain xxx
Aset tetap dan akumulasi penyusutan xxx
23
Aset lainnya xxx
Jumlah Aset
Kewajiban
Kewajiban segera xxx
Bagi hasil yang belum dibagikan xxx
Simpanan xxx
Simpanan dari bank lain xxx
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Desember 2015
Hutang :
Salam xxx
Istishna’ xxx
Jumlah utang
Kewajiban kepada bank lain xxx
Pembiayaan yang diterima xxx
Hutang pajak xxx
Estimasi kerugian komitmen dan kontijensi xxx
Pinjaman yang diterima xxx
Kewajiban lainya xxx
Pinjaman subordinasi xxx
Jumlah Kewajiban xxx
Dana Syirkah Temporer
Dana syirkah temporer dari bukan bank :
Tabungan mudharabah xxx
Deposito mudharabah xxx
Jumlah dana syirkah temporer bukan bank xxx
Dana syirkah temporer dari bank :
Tabungan mudharabah xxx
Deposito mudharabah xxx
Jumlah Dana Syirkah Temporer xxx
Musyakarah xxx
24
Jumlah Ekuitas xxx
Jumlah Kewajiban, Dana Syirkah Temporer dan Ekuitas xxx
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Laba Rugi (Neraca)
Untuk Periode yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib
Pendapatan dari jual beli :
Pendapatan marjin murabahah xxx
Pendapatan bersih salam paralel xxx
Pendapatan bersih istishna paralel xxx
Jumlah pendapatan dari jual beli xxx
Pendapatan dari sewa :
Pendapatan bersih ijarah xxx
Pendapatan dari bagi hasil :
Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
Pendapatan bagi hasil musyarakah xxx
Pendapatan usaha utama lainnya xxx
Jumlah pendapatan dari bagi hasil xxx
Pendapatan usaha utama lainnya xxx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil (xxx)
Hak bagi hasil milik bank xxx
Pendapatan Usaha Lainnya
Pendapatan imbalan jasa perbankan xxx
Pendapatan imbalan investasi terikat xxx
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya xxx
25
Beban Usaha
Beban kepegawaian (xxx)
Beban administrasi (xxx)
Beban penyusutan dan amortisasi (xxx)
Beban usaha lain (xxx)
Jumlah Beban Usaha (xxx)
Laba (Rugi) Usaha xxx
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Laba Rugi (Neraca)
Untuk Periode yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Pendapatan dan Beban Non usaha
Pendapatan non usaha xxx
Beban non usaha (xxx)
Jumlah Pendapatan dna Beban Nonusaha xxx
Laba (Rugi) sebelum Pajak xxx
Beban pajak (xxx)
Laba (Rugi) Neto Periode Berjalan xxx
26
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Untuk Periode yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Saldo awal xxx
Jumlah unit investasi awal periode xxx
Nilai per unit investasi xxx
Penerimaan dana xxx
Penarikan dana (xxx)
Keuntungan (kerugian) investasi xxx
Biaya administrasi (xxx)
Imbalan bank sebagai agen investasi xxx
Saldo investasi pada akhir periode xxx
Jumlah unit investasi pada akhir periode xxx
Nilai unit investasi pada akhir periode xxx
Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya
yang dikelola oleh bank syariah sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan merupakan aset
maupun kewajiban karea bank syariah tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau
mengeluarkan investasi tersebut, serta bank syariah tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau
menanggung risiko investasi. Dalam hal bank syariah bertindak sebagai agen investasi, imbalan
yang diterima adalah sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
27
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
Untuk Periode yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Pendapatan Usaha Utama (Akrual) xxx
Pengurang :
Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima :(xxx)
Pendapatan margin murabahah (xxx)
Pendapatan istishna’ (xxx)
Hak bagi hasil :
Pembiayaan mudharabah (xxx)
Pembiayaan musyarakah (xxx)
Pendapatan sewa (xxx)
Jumlah Pengurang (xxx)
Penambah :
Pendapatan periode sebelumnya yang kasnya diterima pada periode berjalan :
Penerimaan pelunasan piutang :
Margin murabahah xxx
Istishna’ xxx
Pendapatan sewa xxx
Penerimaan piutang bagi hasil :
Pembiayaan mudharabah xxx
Pembiayaan musyarakah xxx
Jumlah Penambah xxx
Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah xxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xxx
Dirinci atas :
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan xxx
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan xxx
28
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Untuk Periode yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Sumber Dana Zakat
Zakat dari dalam bank syariah xxx
Zakat dari pihak luar bank syariah xxx
Jumlah sumber dana zakat xxx
Penggunaan Dana Zakat
Fakir (xxx)
Miskin (xxx)
Amil (xxx)
Muallaf (xxx)
Orang yang terlilit hutang (gharim) (xxx)
Riqab (xxx)
Fisabilillah (xxx)
Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) (xxx)
Jumlah Penggunaan Dana Zakat (xxx)
Kenaikan (penurunan) dana zakat xxx
Saldo awal dana zakat xxx
Saldo akhir dana zakat xxx
29
PT BANK SYARIAH “X”
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Untuk Periode yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015
Sumber Dana Kebajikan
Infak, Zakat dari dalam bank syariah xxx
Sedekah xxx
Hasil pengelolaan wakaf xxx
Pengembalian dana kebijakan produktif xxx
Denda xxx
Pendapatan non halal xxx
Jumlah Sumber Dana Kebajikan xxx
Penggunaan Dana Kebajikan
Dana kebajikan produktif (xxx)
Sumbangan (xxx)
Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum (xxx)
Jumlah Penggunaan Dana Kebajikan (xxx)
Kenaikan (penurunan) dana kebajikan xxx
Saldo awal dana kebajikan xxx
Saldo akhir dana kebajikan xxx
2.6. Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Akad investasi merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
Kelompok akad ini adalah :
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua belah pihak atau lebih, di mana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumah modal kepada pengelola
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas
keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila terjadi
kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam
kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
30
b. Musyakarah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra
musyakarah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama
dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan
(trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan
(property), peralatan (equipment) atau hak paten/goodwill (intangible asset),
kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness), dan lainnya.
c. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
d. Saham syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya perusahaan tersebut
memiliki piutang dagang yang relatif kecil dibandingkan total asetnya (Dow Jones
Islamic: kurang dari 45%, 2) perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil
dibandingkan nilai kapitalisasi pasar (Dow Jones Islamic: kurang dari 33%, 3)
perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil (Dow Jones Islamic : kurang dari 5%).
2. Akad jual beli/sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk
certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli.
b. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai.
Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga,
dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’
pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) datau
ditanggungkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna’ diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan kontruksi dengan kontrak pembelian barang melalui
pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani’) untuk menyediakan al-
mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (al-mustsani’)
dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
d. Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
31
3. Akad lainnya meliputi :
a. Sharf adalah perjajian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli
mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang
sejenis maupun yang tidak sejenis.
b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak
yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima
titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi
menjadi dua yaitu Wadiah Amanah dimana uang/barang yang dititipakn hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didayagunakan. Wadiah Yadhamanah dimana uang/barang
yang dititipkan hanya boleh didayagunakan dan hasil penggunadayaan tidak terdapat
kewajiban untuk dibagihasilkan pada pemberi titipan.
c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu
pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas diperkenankan untuk dibebankan
kepada peminjam.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya
itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran
utang satu pihak pada pihak lain.
f. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada
pihak lain (al-muhal’alaih)atas dasar saling mempercayai.
g. Rahn adalah sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aset. Berupa penahanan
harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutes. 2010. Accounting, Auditing and
Governance Standards.
Sri Nurhayati dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat: Jakarta.
32