makalah pekerti
description
Transcript of makalah pekerti
PELATIHAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DASAR TEKNIK INSTRUKSIONAL (PEKERTI)
Oleh: Trisna Andarwulan, S.S., M.Pd. (UPT MKU)
LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN (LP3)UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas segala karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan makalah tentang Pelatihan Keterampilan Dasar Teknik
Instruksional (PEKERTI) bagi dosen Universitas Brawijaya, pada 10—14 Agustus 2015.
Pelatihan ini memberikan manfaat bagi penulis karena memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar mengajar yang dibutuhkan sebagai tenaga pengajar.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak berikut.
1) Prof. Dr. Munawar, S.E., DEA., selaku ketua LP3 Universitas Brawijaya, karena telah
memfasilitasi penulis dalam kegiatan pelatihan yang mampu mengembangkan
wawasan sebagai tenaga pengajar;
2) Para Bapak/Ibu Dosen Pemateri, karena telah mentransfer ilmu yang bermanfaat bagi
penulis dalam merancang, menyajikan, serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran;
3) Panitia kegiatan PEKERTI Universitas Brawijaya karena telah membantu,
memfasilitasi, memudahkan penulis dalam mengikuti kegiatan pelatihan ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, baik pembaca
akademik maupun nonakademik.
Malang, 16 Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................Daftar Isi .................................................................................................................BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................A. Latar Belakang .....................................................................................................B. Tujuan Program .....................................................................................................C. Materi Program .....................................................................................................BAB II ISI .................................................................................................................A. Kebijakan Pendidikan di Perguruan Tinggi .....................................................B. Paradigma Pembelajaran .........................................................................................C. Model-model Pembelajaran Inovatif dan Interaktif .................................................D. strategi Pembelajaran .........................................................................................E. Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Pembelajaran .............................F. Motivasi dan Prinsip Pembelajaran .................................................................G. Penilaian Proses dan Hasil Belajar .................................................................BAB III PENUTUP .........................................................................................DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konsep pembelajaran bagi orang yang sudah dewasa lebih diutamakan ke arah
kemandirian dari peserta didik, walaupun tetap ditunjang dengan berbagai sarana dan
prasarana. Salah satu komponen utama yang mempengaruhi kualitas proses dan keluaran
pendidikan tinggi adalah dosen yang harus berperan aktif sebagai pemateri. Untuk menjadi
pemateri yang baik memerlukan berbagai kepiawaian dalam merancang, menyajikan, serta
mengevaluasi materi perkuliahan dengan segala aspek dukungannya. Salah satu kelemahan
dari sistem pembelajaran di Perguruan Tinggi non Kependidikan disebabkan sebagian besar
staf pengajarnya bukan berasal dari tenaga kependidikan, sehingga memerlukan pelatihan
khusus yang disesuaikan dengan paradigma pembelajaran di Perguruan Tinggi yang dianut
sekarang.
Peranan tenaga pengajar/dosen, salah satunya ditentukan oleh kemampuan mereka
dalam mengajar, dan ini menjadi faktor yang sangat menentukan dalam kualitas
pembelajaran. Pada kenyataannya, bagi mereka yang baru memangku jabatan tenaga
pengajar/dosen merupakan suatu pekerjaan profesional yang membutuhkan pendidikan dan
pelatihan. Dengan demikian, sebagai tenaga pengajar/dosen perlu menguasai berbagai
kemampuan, misalnya kemampuan pemahaman teori belajar mengajar, model belajar
mengajar, perancangan instruksional, dan evaluasi hasil belajar. Secara garis besar dapat
dikatakan bahwa kemampuan yang dituntut sebagai seorang dosen selain kepakaran di bidang
ilmu yang ditekuni, juga diperlukan keahlian dalam merancang, menyajikan dan
mengevaluasi dengan kaidah yang benar dalam proses belajar mengajar. Semua kemampuan
tersebut perlu diintegrasikan dalam wawasan yang utuh ketika dosen mengajar di kelas, serta
memberikan motivasi sebagai pembelajaran yang lebih mandiri.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran oleh tenaga pengajar/dosen perlu
dilakukan pelatihan pengembangan keterampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI)
untuk dosen baru juga Applied Approach (AA) yang ditujukan bagi dosen senior akan
dipromosikan menjadi atau sedang mendapat tugas tambahan sebagai manajer pendidikan.
Demikian pula pelatihan-pelatihan lain yang lebih khusus sebagai pelengkap dalam
pembelajaran, seperti pelatihan penyusunan kurikulum berbasis kompetensi, pelatihan
pembelajaran berbasis masalah, pelatihan multimedia pembelajaran dan sebagainya telah
diselenggarakan LP3 sesuai dengan peran dan fungsinya.
Pada awalnya Akta V, Akta V baru, Applied Approach, Lokakarya dan rekonstruksi
perkuliahan telah dilaksanakan secara terus-menerus dalam rangka saling melengkapi dalam
pengayaan proses belajar mengajar (PBM). Sejak tahun 1990 Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi memulai PEKERTI bagi dosen. Hal itu didasari bahwa para dosen di perguruan tinggi
pada umumnya belum pernah mendapat pendidikan, pelatihan atau pengayaan khusus dalam
bidang keterampilan teknik instruksional. Sehingga suatu program yang menangani masalah
pengembangan dan pengayaan bidang keterampilan teknik instruksional bagi dosen perlu
diadakan. Program tersebut dinamakan “Program Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik
Instruksional (PEKERTI)” yang secara struktural menjadi wewenang Dikti dalam hal ini
Universitas Terbuka. Namun dengan makin banyaknya pelatihan untuk Tim Inti Fasilitator
Pekerti dan AA, LP3 Universitas Brawijaya telah mendapatkan wewenang untuk menjadi
salah satu Lembaga Penyelenggara yang diakui dengan sertifikasi tingkat nasional. Demikian
pula, modifikasi bahkan inovasi materi telah dilakukan sejalan dengan perkembangan
pembelajaran.
B. Tujuan Program
Kegiatan PEKERTI diharapkan agar peserta dapat lebih memahami dasar-dasar
proses belajar mengajar dan pengelolaannya secara dinamis; mengajar dengan
mengembangkan dan mengapresiasikan berbagai teori dan prinsip dasar teknik instruksional,
dengan begitu diharapkan peserta mempunyai kemampuan untuk menggunakan keterampilan
dasar instruksional yang diperlukan guna mengajar di perguruan tinggi untuk lebih efektif-
efisien terstruktur berdasarkan sistem dan kaidah yang benar.
C. Materi Program
Materi-materi yang disajikan dalam pelatihan ini diawali dengan mengenal jati diri
seorang dosen sebagai tenaga pengajar, pendidik serta teman berdiskusi berdasarkan hakikat
paradigma baru sebagai dosen. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai materi program
perencanaan perkuliahan yang tersusun, metode penyajian serta melakukan evaluasi dengan
benar. Demikian pula, disajikan cara melakukan manajemen pendidikan dan pembelajaran
yang benar. Teknik penyampaian materi selama pelatihan diselenggarakan dengan cara
ceramah, diskusi, penyelesaian tugas-tugas latihan dan praktek menyajikan perkuliahan.
BAB II
ISI
A. Kebijakan Pengembangan Pendidikan di Perguruan Tinggi
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan
program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (UU No. 12 Tahun 2012, pasal 1, butir 2). Fungsi
pendidikan tinggi adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing,
dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora (UU No. 12 Tahun 2012,
pasal 4).
Fokus pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 diarahkan untuk menghasilkan
insan Indonesia cerdas dan kompetitif melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan,
kualitas dan relevansi, kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendikan. Cerdas
diartikan sempurna pertumbuhan akal budinya (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Jadi, cerdas adalah cerdas secara komprehensif (insan kamil/paripurna) yang dimensinya
meliputi: (a) cerdas secara spiritual, (b) cerdas secara emosional & sosial, (c) cerdas secara
intelektual dan (d) cerdas secara kinestetis.
Lima prioritas program pembangunan pendidikan yaitu percepatan peningkatan
jumlah dosen S3 dan daya saing PT; peningkatan akses dan mutu pendidikan vokasi;
percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru ke S1/D4, sertifikasi, dan rintisan
pendidikan profesi guru; penuntasan pendidikan dasar 9 tahun; peningkatan akses dan mutu
PAUD. Dosen sebagai pendidik profesional diharapkan mampu menguasai materi pelajaran
secara luas dan mendalam; merancang, melaksanakan, dan menyusun laporan penelitian;
menyebarluaskan inovasi; merancang, dan menilai pengabdian pada masyarakat (Munawar,
2015).
B. Hak dan Kewajiban Dosen
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak: (1) memperoleh
penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; (2)
mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (3)
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; (4)
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,
sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; (5)
memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; (6) memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan (7)
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
Sementara itu, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: (1)
melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; (2) merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (3)
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4)
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam
pembelajaran; (5) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik,
serta nilai-nilai agama dan etika; (6) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
C. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi
Tanggal 20 Mei 1908 adalah hari berdirinya Budi Oetomo sebagai awal organisasi “modern”
yang kemudian mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan Hari
Kebangkitan Nasional tahun ini ada hal penting yang perlu kita tekankan yaitu tema Hari
Pendidikan Nasional yang juga kita peringati dalam bulan ini,tepatnya tanggal 2 Mei lalu.
Tema peringatan Hari Pendidikan Nasional 2011 ialah “Pendidikan karakter sebagai pilar
kebangkitan bangsa” dengan subtema “raih prestasi junjung budi pekerti”. Kedua peringatan
hari nasional ini berkaitan erat satu sama lain, karena pendidikan adalah proses pembudayaan
dan kebangkitan merupakan awal proses,sehingga keduanya memandu proses pembentukan
karakter atau jati diri bangsa Indonesia.
Pendidikan karakter kita pahami berjalan mulai anak usia dini (bahkan mungkin sejak
bayi di dalam kandungan) hingga ke perguruan tinggi. Karenaitu,pendidikankarakter tidak
hanya menjadi tanggung jawabpendidikanpersekolahan dari jenjang PAUD hingga perguruan
tinggi, tapi juga tanggung jawab orangtua,keluarga, dan masyarakat. Di dalam ruang lingkup
lokal, orangtua dan keluarga memiliki peran kuat pada usia awal dan semakin berkurang
seiring dengan bertambahnya usia anak.
Sebaliknya, pengaruh pendidikan sekolah dan masyarakat semakin menguat
bersamaan dengan bertambahnya usia anak. Khusus untuk pendidikan tinggi, desain
pendidikan tinggi yang terkait dengan pendidikan karakter sangat penting. Pendidikan
karakter wajib ada di dalam kerangka dasar semua unsur pendidikan di perguruan tinggi.
Mengapa demikian? Pendidikan karakter adalah landasan bagi budaya akademik, karena ilmu
pada prinsipnya dapat kita pandang dalam perspektif moral dan sosial, sehingga akan terkait
langsung dengan perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penjabaran lebih luas,pemahaman dan implementasi dari empat pilar yang mencakup nilai-
nilai luhur Pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal
Ika. Kesemuanya itu, jika diamalkan, wujudnya adalah perilaku yang baik dengan karakter
moral bangsa Indonesia. Secara umum nilai-nilai luhur keempat pilar wajib melandasi proses
pendidikan menuju perilaku berkarakter. Implementasinya dengan cara olah pikir, olah hati,
olah rasa/karsa, dan olahraga.
D. Keterampilan Mengajar
Mengajar pada dasarnya berfungsi uuntuk mentransfer ilmu dari Dosen kepada
mahasiswa. Agar proses ini dapat terlaksana dengan baik, salah satu hal yang harus kita
lakukan adalah dengan cara menambahkan passion pada saat kita mengajar. Prof Ken Kawan
Soetanto, P.hdDoktor di bidang-bidang Applied Electronic Engineering di Tokyo Institute of
Technology (1985), Medical Science dari Tohoku University (1988), Pharmacy Science di
Science University of Tokyo (2000), Education Science di Waseda University
(2003)menyatakan bahwa mengajar dengan passion sangatlah penting di pendidikan tinggi,
caranya dengan mengatur suasana hati yang tepat, seperti profesionalisme dan berwibawa,
tingkat formalitas yang tepat, antusiasme yang terkendali, memanfaatkan humor dengan baik,
percaya diri tapi tidak angkuh.
E. Dasar-dasar Komunikasi dalam Pembelajaran
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, ide & emosi melalui simbol, kata,
gambar, angka, dan media lain yang diaktualisasikan dalam bentuk interaksi antara
komunikator dengan komunikan. Communication as Science(lebih berorientasi pada kajian
ilmu sehingga melahirkan berbagai teori, paradigma, model komunikasi). Communication as
Profession(lebih berorientasi pada aplikasi/profesi tertentu/wartawan/dosen/humas,MC,
konsultan, dll).
Komunikasi merupakan proses interaksi lambing. Lambang bersifat sembarangan,
manusialah yg memberi makna.Lambang yang disepakati dan digunakan itu disusun dalam
kesatuan sistem yg bermakna dan disepakati oleh komunitas penggunanya, maka ia menjadi
bahasa.
Tujuan komunikasi menurut Thomas M. Scheidel bahwa kita berkomunikasi terutama
untuk menyatakan sesuatu dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial,
mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir dan bertindak seperti yang kita
inginkan.Sementara menurus Gordon I Zinmmerman, komunikasi mempunyai fungsi dua
fungsi: isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan utk menyelesaikan tugas
kita, dan fungsi hubungan, yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana
hubungan kita dengan orang lain
Fungsi Komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, utk kelangsungan hidup, utk memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan, memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui rapat
RT, Rapat kantor, Arisan, Tahlilan, kelompok study, Pengajian, Fun bike, MoGe, dll. Fungsi
komunikasi yang kedua adalah komunikasi ekspresif, seperti perasaan sedih, takut, gembira,
marah dan kesal dapat diekspresikan lewat kata-kata, namun terutama lewat perilaku
nonverbal. Seorang ibu menunjukkan sayang pada anak nya dengan membelai kepala
anaknya. Fungsi komunikasi yang ketiga adalah komunikasi ritual. Komunikasi ritual
biasanya dilakukan secara berkelompok, misalnya acara ulang tahunan, sunatan, pernikahan,
natalan, ngaben, dll.Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, misal siswa paskibraka
bisa menangis saat mencium bendera merah putih, sebagai tanda haru dan bangga. Fungsi
komunikasi yang terakhir adalah komunikasi instrumental yang memiliki beberapa tujuan
umum : menginformasikan, mengajar, memotifasi, mengubah prilaku sikap dan keyakinan,
menggerakkan tindakan dan juga menghibur.Sebagai instrumen, komunikasi bisa ditujukan
untuk penguasaan tertentu, misalnya untuk keahlian pidato, berunding, berceramah atau
menulis
F. Soft Skill dalam Pembelajaran
Menurut Elfindri dkk (2011: 67), soft skills didefinisikan sebagai berikut: Soft skills
merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau
bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skills membuat
keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat. Keterampilan akan
berkomunikasi, keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok,
memiliki etika dan moral, santun dan keterampilan spiritual. Lebih lanjut lagi Elfindri dkk
(2011: 175) berpendapat soft skills sebagai berikut: Semua sifat yang menyebabkan
berfungsinya hard skills yang dimiliki. Soft skills dapat menentukan arah pemanfaatan
hardskills. Jika seseorang memilikinya dengan baik, maka ilmu danketerampilan yang
dikuasainya dapat mendatangkankesejahteraan dan kenyamanan bagi pemiliknya dan
lingkungannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki soft skills yang baik, maka hard
skills dapat membahayakan dirisendiri dan orang lain.Sedangkan menurut Iyo Mulyono
(2011: 99), “soft skills merupakan komplemen dari hard skills. Jenis keterampilan
inimerupakan bagian dari kecerdasan intelektual seseorang, dan seringdijadikan syarat unutk
memperoleh jabatan atau pekerjaan tertentu”.
Dalam mengintegrasikan soft skills dalam kurikulum tentunya bukanlah hal yang
mudah dilakukan. Namun dengan usaha sedikit demi sedikit untuk menyusunnya dan
tentunya dengan lebih mempraktikan atau menjadi contoh bagi siswa daripada hanya
memberikan teori saja, soft skills lambat laun akan menjadi sesuatu yang wajib diberikan dan
dikembangkan dalam setiap proses pembelajaran.
G. Tujuan Instruksional Umum
Definisi tujuan instruksional umum adalah rumusan kalimat yang berisi tujuan dan target
(kompetensi) yang harus dicapai oleh mahasiswa setelah menempuh suatu matakuliah. Fungsi
dari tujuan instruksional umum adalah Tujuan / target yang akan dicapai yang berupa
kompetensi yang akan dicapai oleh mahasiswa.Sebagai pedoman / arah dari
perkulihaan.Sebagai pedoman / standarisasi untuk evaluasi suatu matakuliah (UTS/UAS).
Dalam membentuk suatu tujuan instruksional umum dari mata kuliah, terdapat
beberapa pertimbangan yaitu
Analisis kebutuhan:
- Seberapa penting mata kuliah tersebut.
- Seberapa jauh kompetensi yang hendak dicapai oleh mhs.
Untuk analisis kebutuhan diperlukan informasi dari:Masyarakat / pengguna lulusan /
industry, Alumni2 yang sudah terjun dilapangan., Staf akademik / praktisi.
J. Model-model Pembelajaran Inovatif dan Interaktif
Perubahan pendekatan dalam pembelajaran dari TCL menjadi SCL adalah perubahan
paradigma, yaitu perubahan dalam cara memandang beberapa hal dalam pembelajaran, yakni;
a) pengetahuan, dari pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadiyang
tinggal ditransfer dari dosen ke mahasiswa, menjadi pengetahuan dipandang sebagaihasil
konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajar, b) belajar, belajar adalahmenerima
pengetahuan (pasif-reseptif) menjadi belajar adalah mencari dan
mengkonstruksipengetahuan, aktif dan spesifik caranya, c) pembelajaran, dosen
menyampaikanpengetahuan atau mengajar (ceramah dan kuliah) menjadi dosen berpartisipasi
bersamamahasiswa membentuk pengetahuan. Dengan paradigma ini maka tiga prinsip yang
harusada dalam pembelajaran SCL adalah (a) memandang pengetahuan sebagai satu hal
yangbelum lengkap, (b) memandang proses belajar sebagai proses untuk merekonstruksi
danmencari pengetahuan yang akan dipelajari; serta (c) memandang proses pembelajaran
bukansebagai proses pengajaran (teaching) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan
bukanmerupakan suatu proses untuk menj lankan sebuah instruksi baku yang telah dirancang.
Proses pembelajaran adalah proses dosen menyediakan berbagai macam strategidan
metode pembelajaran dan paham akan pendekatan pembelajaran mahasiswanya untukdapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan Pendekatan yang berubah ini,
modelpelaksanaan pembelajaran juga berubah. Beberapa contoh model pembelajaran
yangdikembangkan di perguruan tinggi antara lain berikut ini.
1. Small Group Discussion
Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari
banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa
peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan
bahan yang diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok
tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar
yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan
balik yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat
dengan bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-
lain).
2. Discovery Learning (DL)
DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang
tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk
membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
3. Cooperative Learning (CL)
CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk
memecahkan suatumasalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas
beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Metode ini
sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkah- langkah
diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh
dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh
dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teacher-centered dan
student-centered learning. Metode ini bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan
mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggung jawab individu
dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa;
dan (d) keterampilan sosial mahasiswa.
4. Collaborative Learning (CbL)
CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa
yangdidasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/
tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan
kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan
tempat diskusi/kerja kelom pok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok
ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota
kelompok.
5. Contextual Instruction (CI)
CI adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengan
situasinyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat
keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai
anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor.
Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam
pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan
mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di
pusat-pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut,
atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada
saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai
teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini
selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan
masukan lain dari seluruh anggota kelas.
Pada intinya dengan CI, dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara
bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta memberikan
kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk belajar satu sama lain.
6. Project-Based Learning (PjBL)
PJBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam
belajarpengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang
panjangdan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan
produk yang dirancang dengan sangat hatihati.
7. Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I)
PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada
umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a)
Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/ beberapa kompetensi yang dituntut
matakuliah, dari dosennya; (b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk
memecahkan masalah; (c) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d)
Menganalisis strategi pemecahan masalah PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan
masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk
dapat memecahkan masalah tersebut.
BAB IIIPENUTUP
KesimpulanKesimpulan yang penulis dapatkan pada pelatihan pekerti tanggal 10-14 Agustus
2015 adalah:1. Metode pengajaran harus berfokus pada mahasiswa (student centered) bukan lagi
pada dosen (teacher centered)2. Gunakanlah media yang beragam dalam pembelajaran agar materi dapat terserap
dengan baik3. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang baik, kontrollah emosi mahasiswa
pada saat pembelajaran4. Penilaian harus didasarkan dengan jelas dan dapat dihitung5. Penting bagi dosen untuk menyusun RPKPS sebelum mengajar agar pembelajaran
bisa berlangsung dengan lancar6. Terdapat bermacam-macam cara mengajar yang menarik, bukan hanya ceramah atau
diskusi
DAFTAR PUSTAKA
Munawar. 2015. Kebijakan Pengembangan Pendidikan Tinggi. Power Point Materi disajikan dalam PEKERTI LP3 Universitas Brawijaya pada 10—14 Agustus 2015.
Soetanto, Hendrawan. 2015. Pendidikan Karakter. Makalah disajikan dalam PEKERTI LP3 Universitas Brawijaya pada 10—14 Agustus 2015.
Thomas, M. Sheidel. 1976. Communication and Human Interaction. Edisi ke-2. Glenville, III. Scott, Foresman & Co.
UU No. 12 Tahun 2012, Pasal 4 tentang Kebijakan Pendidikan Tinggi.