makalah pbl blok 23-trauma alkali okuli dekstra.docx
-
Upload
karindha-lado -
Category
Documents
-
view
245 -
download
2
Transcript of makalah pbl blok 23-trauma alkali okuli dekstra.docx
Trauma Alkali Okuli Dekstra pada Laki-laki 38 Tahun
Karinda Lado 102012434
Kelompok F8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
PENDAHULUAN
Latar Belakang1
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata
terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang – tulang yang kuat. Kelopak mata dapat
menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat
mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata,
terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di
keluarkan.
Salah satu jenis trauma pada mata adalah trauma kimia. Trauma kimia pada mata merupakan
kegawatdaruratan di bidang penyakit mata, terutama yang melibatkan kornea. Trauma kimia
pada mata memerlukan perawatan segera, sebelum dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lengkap. Trauma kimia dapat disebabkan oleh bahan alkali kuat maupun bahan asam kuat.
Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan
kimia. Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat lebih berbahaya. Trauma karena bahan
alkali dua kali lebih sering dibandingkan karena bahan asam, karena alkali lebih banyak
digunakan dalam industri dan rumah tangga. Trauma yang disebabkan oleh bahan alkali lebih
cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam kuat dapat
menyebabkan pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa dapat
menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea. Pada trauma kimia basa dapat menembus
ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik, karena sifat bahan basa yaitu koagulasi sel dan
proses penyabunan yang disertai dengan dehidrasi.
Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya dengan bahan
fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama, paling
sedikit 15-30 menit. Selain itu perlu juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata, hal
ini bisa didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk menentukan
sifat bahan, apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan karena dalam
tatalaksana diperlukan langkah untuk menetralisasi bahan. Trauma kimia yang parah
memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta kunjungan rawat jalan yang
juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien bisa
kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan orang
lain.
Rumusan Masalah
Seorang laki-laki usia 38 tahun datang ke poliklinik diantar oleh temannya dengan keluhan
utama pandangan kedua mata kabur setelah terkena cipratan bahan kimia dipabrik tempat dimana
mereka bekerja.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membahas etiologi, diagnosis, gejala serta penatalaksanaan
trauma kimia pada mata.
PEMBAHASAN
Anatomi dan Fisiologi Mata2
Gambar 1.Anatomi mata2
Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak. Di sini
akan di bahas struktur dan fungsi mata. Mata kita terdiri dari bermacam-macam struktur
sekaligus dengan fungsinya. Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi
mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus,
serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri.
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.
Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:
1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2
bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris
sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu
melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran
yang terletak ujung iris.
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Otot Mata, Saraf Mata, dan Pembuluh Darah
Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu :
Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada
tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini
masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
Fotoreseptor Mata.
Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis, yaitu sel-sel batang dan sel-sel
kerucut. Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang
untuk setiap mata. Sel-sel batang merupakan sel-sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan
intensitas rendah. Sel-sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempat-
tempat gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel-sel
batang tidak mampu mendeteksi warna. Sel-sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di
dalam sel-sel batang terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu).
Rodopsin hanya 1 jenis, sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau
menyerap cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada
cahaya atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali.
Gambar 2. Fotoreseptor mata2
Perlu diketahui bahwa penguraian rodopsin menjadi opsin dan retinal jauh lebih cepat
ketimbang pembentukannya kembali. Pada saat rodopsin “menghilang”, sel-sel kerucutlah yang
digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total, butuh sekitar 30 menit untuk
membentuk kembali rodopsin sehingga kita dapat melihat. Itulah sebabnya kita tidak dapat
langsung melihat dengan jelas ketika beralih dari tempat terang ke tempat yang sangat gelap.
Berbeda dengan sel-sel batang, sel-sel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi dan
perbedaan panjang gelombang sehingga berperan dalam proses penglihatan di siang hari atau di
tempat-tempat terang.
Sel-sel kerucut menghasilka penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel kerucut
hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif iodopsin.
Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-masing peka terhadap panjang gelombang
cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin tersebut peka terhadap warna merah, miru dan hijau.
Karena itu maka sel-sel kerucut mampu mendeteksi warna. Berdasarkan iodopsin yang
dikandungnya, sel-sel kerucut terbagi atas tiga jenis, yaitu sel kerucut biru, sel kerucut hijau, dan
sel kerucut merah. Nama-nama tersebut berdasarkan warna cahaya yang diserap oleh sel-sel
kerucut. Jika ketiga sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan
melihat warna putih.
Definisi1
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena
dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan
kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma
kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis,
volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan
yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah
tangga.
Anamnesis3
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas
pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat
kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset
dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya
benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat
ledakan.
Trauma kimia yang disebabkan karena asam biasanya didapatkan dari hasil anamnesis
mengenai bahan apa yang mengenai mata penderita. Etiologi tersering dari trauma kimia asam
pada mata adalah cairan penghilang karat, cairan pengkilap alumunium, cairan pembersih yang
keras (biasanya digunakan untuk membersihkan noda yang menempel pada lantai keramik),
bahan pembersih dinding, glass etching, electropolishing, penyamakan kulit, fermentasi pada
pengolahan bir.
Sedangkan trauma kimia mata yang disebabkan basa biasanya disebabkan oleh semen, soda
kuat, ammonia, NaOH, CaOH, cairan pembersih dalam rumah tangga.
Rincian lengkap terjadinya trauma dapat diperoleh lewat pertanyaan-pertanyaan berikut:
tanggal dan waktu terjadinya trauma, tempat kejadian, apakah kecelakaan kerja atau bukan,
apakah ada unsure kesengajaan atau akibat orang lain/kelalaian, bagaimana terjadinya trauma,
apakah memakai kcamata pelindung/ada kerusakan kacamata pengaman, bagaimana keadaan
mata dan visus sebelum trauma, apakah ada korpus alienum intraokuler, pertolongan yang telah
dilakukan sebelumnya, apakah trauma mengenai bagian tubuh lainnya.
Pemeriksaan Fisik3
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak pada
mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan
dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan
intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topical agar pasien tenang.
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh
epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin secepat abrasi
kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya
tidak baik.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi
pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
Peningkatan tekanan intraocular.
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exsposepermukaan bola yang telah terkena
trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.
Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea,
banyaknya air mata.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis,
edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare
pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis punktata sampai erosi epitel kornea
dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih
karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat
luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.
Pemeriksaan Penunjang3
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata
secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat
pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.
Gambar 3. Kertas lakmus untuk pemeriksaan pH3
Pemeriksaan lain3
a. Tes fluoresein
Merupakan tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Zat warna
fluoresein akan berubah berwarna hijau pada epitel kornea yang defek. Alat/bahan yang
dibutuhkan yaituzat warna fluoresein 0,5 – 2 % tetes mata atau kertas fluoresein, serta
obat tetes anastetikum pantokain. Teknik pemeriksaan awalnya mata ditetesi pantokain 1
teteslalu zat warna fluoresein diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada
forniks inferior selama 20 detik. Zat warna diirigasi dengan larutan garam fisiologik
sampai seluruh air mata tidak berwarna hijau lagi. Cari bagian pada kornea yang
berwarna hijau
Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek ini
dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan kerusakan epitel. Zat
warna yang menempel pada defek epitel akan menghilang sesudah 30 menit
b. Pemeriksaan memakai lampu senter + loupe, slit lamp
Loupe merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran
normalnya. Loupe mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Untuk melihat benda dengan loupe
yang berkekuatan 5,0 dioptri maka benda yang diliht harus terletak 20 cm (100/5) atau
pada titik api lensa loupe. Dengan jarak ini mata tanpa akomodasi akan melihat benda
lebih besar. Bila benda yang dilihat disinari sentolop, maka benda yang dilihat akan lebih
tegas. Hal ini dipergunakan sebagai slitlamp, karena cara kerjanya hampir sama.
Pemeriksaan dengan loupe atau slitlamp (lampu celah) akan lebih sempurna bila
dilakukan di dalam kamar yang digelapkan.
c. Lid retractor / desmares untuk membantu membuka kelopak mata
d. Pemeriksaan oftalmoskopi/funduskopi direk dan indirek
e. Foto rontgen dan pemeriksaan menggunakan magnet
Foto rontgen dilakukan terutama untuk benda logam yang radioopak, sehingga lokasinya
dapat ditentukan lebih cermat. Selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan dengan magnet.
Caranya, magnet didekatka pada mata dan digerak-gerakkan sehingga benda asing di
mata akan ikut bergerak dan mata terasa sakit bila benda tersebut bersifat magnetis.
f. Tonometri
Untuk mengetahui tekanan intraokular
Diagnosis Kerja5
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.
Manifestasi Klinis6
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas
dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi,
fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada
mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan
kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme,
dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi penurunan
penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan
penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan
yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat
membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan,
gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat
kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.
►Trauma alkali1,5,6,7
a. Pada kornea:
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai
bahan kimia di abad modren. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus dilakukan untuk
mencegah memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam
fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
Membran sel rusak.
Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
Tekanan intra okuler meningkat.
Hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan silier.
Kornea keruh dalam beberapa menit.
b. Pada kelopak: margo palpebra rusak, kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata
menjadi kering.
c. Pada konjungtiva: sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang.
d. Pada lensa mata: lensa mata keruh.
Klasifikasi Trauma Kimia6
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek sehari-
hari. Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :
Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga
(prognosis baik)
Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah
Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat
buruk)
Gambar 4. Klasifikasi Trauma Kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4.4
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan
kornea dan keparahan iskemik limbus. Menurut klasifikasi Hughes :
Ringan
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Kekeruhan yang ringan pada kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang
Prognosis baik
Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
Berat
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sklera pucat
Tingkat keparahan perlukaan pada trauma kimia mata, tergantung pada:
●pH, volume dan konsentrasi larutan
●lama kontak dan luas permukaan yang terkena
●kemampuan memasuki jaringan mata
Penetrasi alkali dan asam ke dalam stroma menyebabkan kematian keratorit dan hidrasi
yang berakibat hilangnya kejernihan stroma. Waktu yang dibutuhkan untuk penetrasi zat kimia
ke dalam bilik mata terjadi segera setelah trauma. Sedangkan trauma sodium hidroksida butuh
waktu sekitar 3-5 menit untuk masuk ke dalam bilik mata depan. Jika pH permukaan mata telah
kembali normal, maka pH aqueous humour akan kembali normal dalam 30 menit sampai 3 jam
tergantung jenis zat yang masuk ke bilik mata depan.
●derajat perlukaan stem cell limbus; stem sel limbus berperan dalam reepitelisasi dan
penyembuhan luka kornea.
Etiologi1,6,7
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 5 Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan
Kimia Basa/Alkali 9 Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali 9 Bahan
alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi
alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel.
Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali.
Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema
kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini
cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat
membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel
yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan
epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini
mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya
ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti
hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila
alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.
Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang
berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.
Bahan alkali yang menyebabkan trauma kimia adalah , Lyme, Potassium hydroxide,
Magnesium hydroxide,Lime. Produk yang mengandung alkali: Fertilizers, produk pembersih
(ammonia), drain cleaners (lye), Oven cleaners, Potash (potassium
hydroxide), Fireworks (magnesium hydroxide),s Cement (lime)
Gambar 5. Trauma pada mata akibat bahan kimia alkali4
Epidemiologi6
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari
lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada
saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi
setiap tahunnya. 1,2 Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata
4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral
sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami
kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio
frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari
trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury
Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.
Patofisiologi4,5,6
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik bahan
asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat menyebabkan terjadinya trauma
kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses denaturasi dan
koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan asam
menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan yang
berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein jaringan
dan menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini nerupakan
barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih
lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial.
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi
yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat menembus kulit sampai
ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini kemudian
mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang
dapat mengancam jiwa.
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan mendenaturasi
protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus mempenetrasi lapisan
kornea bahkan lama setelah trauma terjadi.
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel kornea,
simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat menyebabkan
pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma kornea. Jika terjadi
penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier
dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen
dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses migrasi sel
epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan difagositosis dan
dibentuk kembali.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan
iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem cell limbus.
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen
yang baru.
Perjalanan penyakit trauma alkali4,6
1. Keadaan akut yang terjadi pada minggu pertama:
●sel membran rusak
●bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel, keratosit, saraf
kornea dan pembuluh darah
●terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa, trauma berat
akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi
●tekanan intra okuler akan meninggi
●hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan siliar
●kornea keruh dalam beberapa menit
●terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast
2. Keadaan minggu kedua dan ketiga
●mulai terjadi regenerasi sel epitel konjungtiva dan kornea
●masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea disertai dengan sel radang
●kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali
●sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea
Terbentuknya kolagen
●trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan siliar
sehingga terjadi fibrosis.
3. Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya:
●terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh darah
●jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan
jaringan seperti protein dan fibroblast
●akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi kornea
●mulai terjadi pembentukan pannus pada kornea
●endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea
●terdapat membran retrokornea, iritis dan membrane siklitik
●dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala seperti tekanan bola
mata dapat rendah atau tinggi
4. Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali
●trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak
●margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up air mata
●lapisan air pada depan kornea atau tear filn menjadi tidak normal
●terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris air mata yang
mengakibatkan mata menjadi kering
Konjungtiva
●terjadi kerusakan pada sel goblet
●sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap kedipan kelopak.
Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata sehingga
pergerakan mata menjadi terbatas
●akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata
●terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea
●terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin
Diagnosis Banding1,6,7
Trauma Asam Pada Mata1,6
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak
dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh
zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea
yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial
saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida,
zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai
mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari
luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida
adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion
fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan
bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi
saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride
memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan,
gastrointestinal, dan neurologik.
Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata.
Bahan kimia asam
↓
Asam cenderung berikatan dengan protein
↓
Menyebabkan koagulasi protein plasma
↓
Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut
↓
Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.
Asam masuk ke bilik mata depan menimbulkan iritis dan katarak.
Gangguan persepsi penglihatan
Gambar 6. Koagulasi protein pada mata akibat trauma asam4
Gambar 8. Konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil yang melebar
karena peningkatan tekanan intraokular4
Konjungtivitis1
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.
Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan
dengan penyakit sistemik. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa
hiperemi konjungtiva bulbi (injekis konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih
nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel,
membrane, pseudomembran, granulasi, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular.
Gambar 9. Konjungtivitis1
Penatalaksanaan8
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis
trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma
okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur
dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya
jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana
trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency9
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama
lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan
sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial
tear (air mata buatan).
Gambar 10. Irigasi8
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi:
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass
rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang
mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah
dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali
sehari).
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama
dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO
bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris
inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi kornea.
Obat tambahan yang biasa diberikan:
Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan secara
topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam askorbat
10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru
digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap 2 jam dan
sistemik 4x 2 g per hari).
Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian topikal
10% setiap 2 jam selama 10 hari.
Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil dan
mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik (doksisiklin 2 x
100 mg).
Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai media
irigasi atau untuk tetes mata. Bahan – bahan mengandung Magnesium juga digunakan
pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi
– terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik
terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih dapat ditemukan
walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana medikasi lainnya sudah
tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan sebagai tetes mata
setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat mengiritasi mata dan menimbulkan
ulserasi kornea.
Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak
direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.
Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel limbus
dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft konjungtiva
atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti, serta
keratoprostheses.
Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan
sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah
kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang
dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan
larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola
mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia
kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata
4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak
mata.
Gambar 11. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia10
2. Fase akut (sampai hari ke 7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip
sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga
diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata
karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat
reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi pemberian
kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang
menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk
penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting
untuk dilakukan operasi.
Pembedahan10
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan
vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan
hasil dari graft konvensional sangat buruk.
Komplikasi6
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain:
1. Simblefaron dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup.
6. Entropion dan phthisis bulbi
Gambar 12. Simblefaron4 Gambar 13. Phtisis Bulbi4
Prognosis1
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut.
Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator
keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma
kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya adalah yang paling
buruk, dapat terjadi kebutaan.
Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat menyebabkan
simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli
anterior dapat menyebabkan terjadinya glaucoma sekunder.
Gambar 14. Cooked fish eye appearance4
PENUTUP
Kesimpulan
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7 dan
bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih
berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata
depan, bahkan sampai retina. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora,
blefarospasme dan nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang
tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
samapai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada
pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah apabila dalam menjalankan suatu
pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilya S. Penuntun ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarrta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008.
2. Arthur L, Ian J. Color atlas of ophthalmology 3rd edition. Washington; 2005.
3. Radjamin R, Akmam S, Marsetio M, et al. Penyakit lensa: Ilmu penyakit mata untuk
dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press ; 2004 .
4. Trudo, Edward W, William R. Chemical injuries of the eye. Washington; 2008.
5. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, Ed. Kapita selekta kedokteran edisi ke-4.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
6. Kanski, JJ. Chemical injuries; clinical opthalmology edisi keenam. Philadelphia: Elseiver
Limited; 2000.
7. Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 2000.
8. Elkington A.R, Khaw P.T, Petunjuk penting: kelainan mata (ABC of Eyes). Jakarta:
EGC; 2000.
9. Roper M.J, Hall. Kedaruratan mata (Eye Emergencies). Jakarta: Hipokrates; 2002.
10. Smeltzer S.C, Bare B.G. Buku ajar keperawatan medikal bedah: Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC; 2002.