Makalah Pbl Blok 19

26
Trombosis Vena Dalam Fina Otta Apelia 102012086 / D2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012 Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 15510 Email: [email protected] I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis ( DVT ) adalah bekuan darah di dalam pembuluh darah. Bekuan darah terjadi ketika darah mengental dan menggumpal bersama-sama. DVT banyak terjadi pada kaki bagian bawah atau paha, juga dapat terjadi di bagian lain dari tubuh. Menurut Virchow's triad trombosis vena, terjadi melalui tiga mekanisme yaitu penurunan laju aliran darah, kerusakan pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku. Sebuah bekuan darah di vena dalam dapat pecah dan berjalan dalam aliran darah, bekuan darah tersebut disebut embolus. Ketika embolus tersebut berjalan ke paru-paru dan aliran darah diblok akan terjadi emboli paru atau Pullmonary Emboli atau PE. PE dapat merusak paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan menyebabkan kematian. 1.2 Skenario PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 1

description

Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19Makalah Pbl Blok 19

Transcript of Makalah Pbl Blok 19

Page 1: Makalah Pbl Blok 19

Trombosis Vena Dalam

Fina Otta Apelia102012086 / D2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012

Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 15510

Email: [email protected]

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis ( DVT ) adalah bekuan darah di

dalam pembuluh darah. Bekuan darah terjadi ketika darah mengental dan menggumpal

bersama-sama. DVT banyak terjadi pada kaki bagian bawah atau paha, juga dapat terjadi di

bagian lain dari tubuh. Menurut Virchow's triad trombosis vena, terjadi melalui tiga

mekanisme yaitu penurunan laju aliran darah, kerusakan pada dinding pembuluh darah dan

meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku. Sebuah bekuan darah di vena dalam

dapat pecah dan berjalan dalam aliran darah, bekuan darah tersebut disebut embolus. Ketika

embolus tersebut berjalan ke paru-paru dan aliran darah diblok akan terjadi emboli paru atau

Pullmonary Emboli atau PE. PE dapat merusak paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan

menyebabkan kematian.

1.2 Skenario

Seorang laki-laki berusia 65 tahun yang sedang dirawat di ruang rawat inap

dikonsulkan dengan keluhan betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam

yang lalu. Pasien tersebut sudah 2 hari dirawat setelah menjalani operasi penggantian sendi

panggul kiri 2 hari yang lalu.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 1

Page 2: Makalah Pbl Blok 19

II. Pembahasan2.1 Anamnesis

Anamnesis adalah suatu wawancara medis yang merupakan tahap awal dari suatu

rangkaian pemeriksaan terhadap pasien. Baik bersangkutan dengan pasien maupun dengan

relasi terdekatnya. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena

sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Yang perlu

dilakukan pada anamnesis adalah sebagai berikut:1

Bagan anamnesis terdiri atas: 1

a. Menanyakan identitas pasien

Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, umur, suku agama, alamat.

Pada kasus ini, pasien laki – laki usia 65 tahun.

b. Menanyakan keluhan utama

Yaitu gangguan atau keluhan yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk

datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya

keluhan tersebut. Keluhan utamanya adalah betis kiri sakit, bengkak dan kemerahan

sejak 4 jam yang lalu.

c. Menanyakan riwayat penyakit sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan rangkaian kejadian yang kronologis, terinci.

d. Menanyakan riwayat penyakit dahulu :

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara

penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Pada skenario, pasien

sudah 2 hari dirawat setelah operasi penggantian sendi panggul kiri 2 hari yang lalu.

e. Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga

Segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar anggota

keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.

f. Menanyakan riwayat pribadi

Meliputi data sosial, ekonomi, pendidikan, kebiasaan, pekerjaan, riwayat

perkawinan.

Dari anamnesis diketahui pasien seorang laki – laki usia 65 tahun mengeluh

betis kirinya sakit, bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu dan ia telah

menjalani operasi penggantian sendi panggul kiri 2 hari yang lalu.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 2

Page 3: Makalah Pbl Blok 19

II.3 Pemeriksaan Fisik

Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai

dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat

kesadaran, serta look, feel, move.2

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain :2

- Cicatrix (jaringan parut baik yang alamiah maupun yang buatan-bekas pembedahan)

- Fistulae

- Warna kemerahan/ kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi

- Benjol/ pembengkakan/ cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

- Posisi serta bentuk dari extremitas (deformitas)

- Jalannya waktu masuk kamar periksa

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai

dari posisi netral atau posisi anatomi. Pada dasarnya, ini merupakan pemeriksaan yang

memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien yang diperiksa; karena itu

perlu selalu diperhatikan wajah pasien atau menanyakan perasaan pasien.2

Yang dicatat dalam pemeriksaan palpasi ini adalah :2

- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit

- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema, terutama

daerah persendian

- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi

- Pada otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di

permukaan tulang atau melekat pada tulang . Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan

perlu ditentukan permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau

dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.

c. Move (gerak)

Setelah pemeriksaan palpasi, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota

gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Krepitasi dan gerakan

abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat

menggerakan sendi – sendi. Gerakan sendi dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 3

Page 4: Makalah Pbl Blok 19

pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting

untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan

aktif (apabila penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan gerakan pasif (dilakukan

pemeriksa). Selain pencatatan pemeriksaan, penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal

ini juga penting untuk melihat kemajuan/ kemunduran pengobatan.2

Biasanya pada DVT akan ditemukan tanda-tanda klinis yaitu edema tungkai yang

unilateral, eritema, hangat, nyeri dan dapat pula diraba pembuluh darah superficial. Pada

pasien tersebut ditemukan kemerahan dan bengkak pada betis kiri nya.

II.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus DVT antara lain :3

1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis DVT.

Pada DVT pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah venografi dan flebografi

pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling standart untuk DVT baik pada betis, paha,

maupun system ileofemoral lainnya. Teknik ini menginjeksikan suatu kontras iodinated pada

vena kaki bagian dorsal untuk masuk ke sistem vena bagian dalam ekstermitas bawah. DVT

didiagnosis bila terdapat filling defect. Venografi dikontraindikasikan pada pasien dengan

renal insufficiency atau alergi terhadap kontras. Venografi juga mempunyai kekurangan,

sekitar 20 % venogram tidak dapat menampilkan visualisasi yang adekuat. Oleh karena

keterbatasan diatas maka venography bukan merupakan prosedur yang rutin dikerjakan untuk

mendiagnosis DVT. Bagaimanapun venografi merupakan prosedur standar untuk

mendiagnosis DVT, terutama bila prosedur lain gagal untuk mendiagnosis DVT. Dapat pula

dilakukan Ultrasonografi (USG) Doppler maupun Ultrasonografi kompresi,

pemeriksaan USG Doppler adalah pemeriksaan USG yang dilakukan secara duplex dan

mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk DVT proksimal. Ketepatan

pemeriksaan USG Doppler untuk DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan

dengan venografi. Sedangkan USG kompresi mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas

97% ada DVT proksimal yang simtomatik sedangkan DVT pada daerah betis mempunyai

hasil negative palsu 50%. Selain itu dapat pula dilakukan MRI, biasanya MRI dapat

digunakan untuk memvisualisasikan vena pelvis, mendeteksi adanya ekstensi trombus pada

vena iliaka dan pada vena cava inferior. MRI vena mempunyai sensitivitas 96 % dan

spesivisitas 93 % dalam mendiagnosis DVT simptomatis, sedangkan untuk DVT bagian

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 4

Page 5: Makalah Pbl Blok 19

distal MRI hanya mempunyai sensitivitas sebesar 62 %.MRI vena dapat dikerjakan dengan

atau tanpa kontras.3

2. Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium menggunakan tes D-dimer adalah tes darah yang

dapat digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan

darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara

berangsur-angsur larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif. Jika

hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif,menunjukan adanya

deep vein thrombosis karena banyak situasi-situasi akan mempunyai hasil positif yang

diharapkan (contohnya, dari operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk sebab itu, pengujian D-

dimer harus digunakan secara selektif.3

Gambar 1. Contoh dari hasil venografi Gambar 2. USG Doppler

Gambar 3. D-dimer

2.4 Diagnosis

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 5

Page 6: Makalah Pbl Blok 19

a. Working diagnosis

Trombosis vena dalam adalah suatu bekuan darah (trombus) pada vena dalam.

Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada tungkai. Trombosis vena dalam hanya

menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus,

disertai dengan perlengketan trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas

dan menjadi embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang

sempit sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat

menyebabkan komplikasi seperti sindrom postphlebitis, embolisme paru dan kematian.

Trombosis vena dalam sering terjadi pada vena di betis namun dapat juga terjadi pada vena-

vena yang letaknya lebih proksimal yaitu poplitea, femoralis dan iliac.3

Gambar 4. Trombosis vena dalam

b. Differential Diagnosis

Superfiscial tromboflebitis

Tromboflebitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah.

Tromboflebitis berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam vena dekat dengan kulit.

Mungkin juga ada infeksi pada pembuluh darah. Tromboflebitis biasanya terdapat di vena

kaki atau lengan. Dengan hati-hati, masalah ini harus diselesaikan sampai dalam waktu 2

sampai 3 minggu. Tromboflebitis paling sering mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi

dapat juga mempengaruhi vena superfisial di paha. Sering kali, tromboflebitis terjadi pada

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 6

Page 7: Makalah Pbl Blok 19

orang dengan varises tetapi tidak semua penderita varises menderita tromboflebitis.

Tromboflebitis superfisialis menyebabkan reaksi peradangan akut yang menyebabkan

trombus melekat dengan kuat ke dinding vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena

permukaan tidak memiliki otot di sekitarnya yang bisa menekan dan membebaskan suatu

trombus. Karena itu tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.

Paling sering, tromboflebitis berkurang dengan sendirinya. Dengan analgesik,

seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID), biasanya membantu

mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan antibiotic juga harus diberikan.

Untuk mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan

pengangkatan trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari.

Selain obat dan terapi operatif tersebut dapat pula di tambahkan dengan

meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran darah vena menjadi lebih mudah.

Lymphedema

Limfedema adalah kondisi medis yang ditandai dengan pembengkakan pada salah

satu lengan atau tungkai. Adakalanya, kedua anggota gerak dapat membengkak. Hal ini

disebabkan karena tersumbatnya sistem getah bening, bagian dari sistem kekebalan tubuh dan

sistem peredaran darah. Sistem getah bening terbentuk dari pembuluh-pembuluh getah

bening dan kelenjar-kelenjar getah bening. Cairan getah bening yang kaya akan protein dari

aliran darah berpindah ke dalam sistem getah bening dan mengangkut bakteri-bakteri, virus-

virus dan produk-produk sisa ke kelenjar getah bening, dimana patogen-patogen ini

dihancurkan oleh sel-sel kekebalan tubuh.4

Cairan getah bening yang telah disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah.

Ketika sistem getah bening tersumbat, cairan tidak dapat bergerak secara bebas dan tidak

dapat diserap kembali ke dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi

cairan getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Terdapat dua tipe limfedema,

Limfedema Diturunkan dan Limfedema Didapat. Limfedema diturunkan disebabkan karena

cacat kongenital dari sistem getah bening, seperti penyakit Milroy (malformasi pada kelenjar

getah bening) atau penyakit Meige (malformasi pada pembuluh getah bening). Limfedema

Didapat biasanya disebabkan oleh jejas pada sistem getah bening, seperti sewaktu operasi

atau terapi radiasi. Meskipun tidak ada penyembuhan untuk limfedema, penanganan yang

tersedia untuk mengendalikan gejala dan mencegah terjadinya komplikasi, seperti infeksi

pada anggota gerak yang terkena.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 7

Page 8: Makalah Pbl Blok 19

Tanda dan gejala Limfedema yang mungkin timbul:4

Infeksi berulang pada daerah yang terkena

Jangkauan gerak yang terbatas pada lengan atau kaki

Pembengkakan pada lengan

Pembengkakan pada tungkai kaki

Penebalan kulit yang keras pada daerah yang terkena

Sakit pada kaki

Sakit pada lengan

Suatu perasaan berat pada daerah yang terkena

Gambar 5. Limfedema

Peripheral artery disease

Penyakit arteri perifer atau peripheral

artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi

adanya lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas

menjadi terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah femoris dan popliteal pada

ekstremitas bawah dan brakiosefalika atau subklavia pada ekstremitas bawah. Stenosis arteri

atau sumbatan karena aterosklerosis, tromboembolism dan vaskulitis dapat menjadi penyebab

PAD.5

Aterosklerosis menjadi penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4%

populasi usia di atas 40 tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis

tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner begitu juga dengan faktor

resiko majornya seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia dan hipertensi. Karena

itulah, tidak heran jika sekitar 40% penderita penyakit arteri perifer juga memiliki penyakit

arteri koroner yang signifikan juga. Penderita PAD memiliki resiko dua kali hingga lima kali

lebih besar mengalami kematian akibat kardiovaskular dibanding mereka yang tidak.

Iskemia yang terjadi secara intermiten lama-kelamaan dapat menyebabkan

perubahan struktur dan fungsi otot seperti denervasi dan drop out. Hilangnya serat-serta otot

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 8

Page 9: Makalah Pbl Blok 19

dapat menyebabkan terjadinya atrofi otot dan gangguan fungsi otot karena masalah

metabolisme pada mitokondria.5

Gangguan aliran darah juga menyebabkan hilangnya pulsasi. Apabila terjadi stenosis

pada arteri abdominal, subklavia dan femoral, maka dapat terdengar suara bruit. Iskemia yang

kronis selain menyebabkan otot atrofi juga membuat kulit berubah warna menjadi pucat,

sianotik, hilangnya rambut halus serta timbul ganggren dan ulkus. Ulkus yang terjadi pada

PAD sering kali disebabkan oleh trauma kecil yang tidak kunjung sembuh akibat aliran darah

yang terhambat.5

Gambar 6 .

Penyakit arteri perifer

Vaskulitis

Klasifikasi vaskulitis sulit dilakukan, tetapi suatu sistem yang didasarkan pada

besarnya pembuluh darah yang terkena, peran yang dilakukan neutrofil, limfosit, dan proses

granulomatosa yang terjadi, relatif sederhana. Pemicu terjadinya vaskulitis antara lain adalah

sistem imun, infeksi bakteri dan virus, serta obat-obatan. Kerusakan akibat panas dan dingin

bisa juga menyebabkan terjadinya kelainan vaskular. Secara klinis, vaskulitis dapat timbul

dalam bentuk seperti urtikaria, livedo retikularis, papula purpurik, nodul, bulla hemoragik

atau ulkus.6

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 9

Page 10: Makalah Pbl Blok 19

Gambar 7. Vaskulitis

2.5 Etiologi

1. Kerusakan sel endotel

Lupus eritematous

Penyakit Burger’s

Giant cell arteritis

Penyakit Takayasu

2. Hiperkoagulasi

Resistensi aktif protein C

Sindrom antifosfolipid

Defisiensi Antitrombin III

Defisiensi Protein C dan S

Disfibrogenemia

3. Stasis

Gagal jantung kongestif

Hiperviskositas

Tirah baring yang terlalu lama

Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot

Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena

dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi,

tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma.3

2.6 Epidemiologi

Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Trombosis vena

dalam sangat sedikit dijumpai pada anak-anak. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 10

Page 11: Makalah Pbl Blok 19

Kira-kira 1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam biasanya

terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.3

2.7 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi

akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow

mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal

sebagai Triad Virchow. Triad ini terdiri dari: 1). gangguan pada aliran darah yang

mengakibatkan statis, 2). gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan

yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, dan 3). gangguan pada dinding pembuluh

darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan.3

Statis merupakan faktor utama dalam pembentukan trombus vena. Stasis dan

turbulensi akan (1) mengganggu aliran laminar dan melekatkan trombosit pada endotel, (2)

mencegah pengenceran faktor pembekuan yang teraktivasi oleh darah segar yang terus

mengalir, (3) menunda aliran masuk inhibitor faktor pembekuan dan memungkinkan

pembentukan trombus, (4) meningkatkan aktivasi sel endotel, memengaruhi pembentukan

trombosis lokal, perlekatan leukosit serta berbagai efek sel endotel lain. Beberapa faktor yang

menyebabkan aliran vena melambat dan menginduksi terjadinya stasis adalah imobilisasi

(bed rest lama setelah operasi, duduk didalam mobil atau pesawat terbang dalam perjalanan

yang lama), gagal jantung, dan sindrom hiperviskositas (seperti polisitemia vera).3

Penyebab hiperkoagulabilitas darah terbagi atas penyebab primer (genetik) seperti

mutasi faktor V, mutasi protrombin, defisiensi antitrombin III, defisiensi protein C atau S

dan penyebab sekunder (didapat) seperti tirah baring atau imobilitasi lama, infark

miokard, kerusakan jaringan (pembedahan, fraktur, luka bakar), kanker , kardiomiopati,

merokok, dll.

Insidensi terbentuknya trombus meningkat pada wanita selama kehamilan dan

periode awal postpartum. Pada kehamilan trimester ketiga, janin akan menekan vena cava

inferior yang dapat menyebabkan stasis aliran darah dan peningkatan kadar estrogen dalam

darah dapat memicu keadaan hiperkoagulabilitas.3

Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme

protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:

gangguan sel endotel

terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 11

Page 12: Makalah Pbl Blok 19

aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von

Willebrand

aktivasi koagulasi

terganggunya fibrinolisis

stasis

Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang

cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena

terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang

besar dan sedikit trombosit.3

2.8 Gejala Klinis

Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :7

a. 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala

b. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan

ekstremitas

c. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial dapat lebih

menonjol

d. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.

e. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada tungkai

f. Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak spesifik untuk

thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar didatangkan olehsetiap kondisi yang

menyakitkan pada betis

g. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya

thrombosis vena profunda

h. Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa hangat pada

daerah yang terkena.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 12

Page 13: Makalah Pbl Blok 19

Gambar 8. Trombosis vena dalam

2.9 Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :4

1.   Tindakan operatif

Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi

dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi di

daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah

abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%. Beberapa faktor yang mempermudah

timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif, adalah sebagai berikut :

a.     Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu di

operasi.

b.  Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode pre operatif, operatif dan post

operatif.

c.   Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.

d.  Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah

tersebut.

2.      Kehamilan dan persalinan

Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena

karena bendungan. Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang

menimbulkan lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi

peningkatkan koagulasi darah.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 13

Page 14: Makalah Pbl Blok 19

3.     Infark miokard

Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan

yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis

aliran darah karena istirahat total.

4.      Payah jantung

Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat statis

aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan

payah jantung. Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang

mempermudah timbulnya trombosis vena.

5.      Obat-obatan konstraseptis oral

Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,

menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor

pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

6.      Proses keganasan

Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi

ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap

penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan penderita

biasa.

7. Obesitas dan varices

Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas

fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.4

2.10 Penatalaksanaan

Medica Mentosa

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah: 3

1. Menghentikan bertambahnya thrombus

2. Membatasi bengkak yang progesif pada tungkai

3. Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena

atau sindrom pasca thrombosis di kemudian hari

4. Mencegah emboli

Antikoagulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikuagulan yang sudah

lama digunkan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal mekanisme kerja utama heparin

adalah meningkatkan kerja antitrombin III segai inhibitor dan melepaskan tissue factor

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 14

Page 15: Makalah Pbl Blok 19

pathway inhibitor dari dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80

IU/kgbb/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) sekitar

6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai control dan kemudian

dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protombin

(protombin time) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko

pendarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal.3

Heparin berat molekul rendah (Low Molecular Weight Heparin/LMWH) dapat

diberikan 1 atau 2 kali sehari secara subkutan da mempunyai efikasi yang baik,

keuntungannya adalah risiko pendarahan mayor yang lebih kecil, dan tidak membutuhkan

pemantauan labolatorium yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien-pasien

tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.

Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan oral

yang bekerja menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vit K. antikoagulan oral yang

sering digunakan warfarin atau coumarin/ derivatnya. Obat ini diberikan bersama-samasaat

awal tetapi heparin dengan pemantauan INR. Heparin diberikan selama minimal 5 hari dan

daoat dihentikan bila antikoagualan oral ini mencapi target INR yaitu 2,0-3,0 selama 2 hari

berturut-turut. Lama pemberian antikoagulan masih bervariasi, tetapi pada umumnya

bergantung pada faktor risiko DVT tersebut. Pasien yang mengalami DVT harus

mendapatkan antikoagulan selama 6 minggu hingga 3 bulan jika mempunyai faktor risiko

yang reversible atau sedikitnya 6 bulan jika faktor risikonya tidak diketahui (idiopatik),

sedangkan pada pasien yang mempunyai faktor risiko molecular yang diturunkan seperti

defisiensi antitrombin III, protein C, protein S, lupus anticoagulant atau antibody cardiolipin,

antikoagulan oral diberikan lebih lama bahkan dapat seumur hidup. Pemberian antikoagulan

seumur hidup ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami lebih dari dua kali episode

thrombosis vena atau satu kalitrombosispada kanker yang aktiv.

Terapi trombolitik, terapi ini bertujuan untuk melisiskan thrombus secra cepat

dengan cara mengaktifkn plasminogen menjadi plasmis. Terapi ini umumnya hanya efektif

pada fase awal dan penggunaannya benar-benar harus dipertimbangkan secara baik karena

mempunyai faktor risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan terapi antikoagulan

saja pada umunya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan occlusi total terutama pada

ileofemoral.3

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 15

Page 16: Makalah Pbl Blok 19

Non medica mentosa

Terapi non farmakologis/physical therapy hanya sedikit evidence based nya. Latihan

dan compression dapat mengurangi pembengkakan, nyeri serta mengurangi insiden terjadinya

post thrombotic syndrome (PTS). Penggunaan compression stockings selama kurang lebih 2

tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosa DVT ditegakkan menurunkan resiko timbulnya

PTS. Peranan compression stockings atau intermitten pneumatic compression (IPC) dalam

mencegah PTS belum sepenuhnya dimengerti, namun penggunaannya telah digunakan secara

luas. Compression stockings sebaiknya digunakan pada pasien dengan gejala berat dan

mereka yang memiliki fungsi vena yang jelek.3

2.11 Komplikasi

1. Embolisasi pulmonalis

Adalah proses dengan bekuan darah dalam system vena profunda, terlaepas dari

dinding pembuluh dan masuk ke sirkulasi pulmonalis. Sebagian besar emboli berasal dari

system profunfa atau vena pelvis dan mengganggu fungsi oksigenasi paru-paru atau fungsi

jantung, bila emboli menyumbat sebagian besar (lebih dari 60%) sirkulasi pulmonalis.

Emboli arteri dari daerah thrombosis pada arteria aterosklerotik dapat menimbulkan cedera

jaringan yang serius dan disfungsi organ, tergantung pada besar dan letak emboli. 3

2. Sindroma pasca phlebitis

suatu komplikasi thrombosis vena profunda yang serius. Sindroma ini merupakan

akibat langsung kerusakan katup vena oleh thrombus. Ia menimbulkan peningkatan tekanan

hidrostatik pada vvvena perforantes betis, yang normalnya mengalirkan darah dari vena

superfisialis ke system vena profunda. Bila katup perforantes rusak, maka aliran darag

terdorong ke system superfisialis selama kontrasi otot betis bawah. Kenaikan aliran darah

merangsang timbulnya edema dan mengganggu fungsi jaringan subkutis. Sehingga

menimbulkan perubahan warna dan ulserasi kulit yang serius. 5

2.12 Pencegahan

Resiko terjadinya trombosis vena dalam dapat diturunkan dan dicegah dengan

melakukan gaya hidup yang aktif dan berolahraga secara teratur - setiap hari jika

memungkinkan, seperti berjalan, berenang, dan bersepeda, mengatur berat badan dengan

menyeimbangkan antara olahraga dengan makan makanan yang sehat, berhenti merokok,

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 16

Page 17: Makalah Pbl Blok 19

menghindari konsumsi alkohol, memeriksa tekanan darah secara teratur, berkonsultasi

kepada dokter jika anda atau keluarga ada yang mengalami masalah pembekuan darah, jika

melakukan perjalanan udara atau duduk selama lebih dari 4 jam, berjalan atau lakukan

peregangan kaki dan tetaplah terhidrasi dengan baik, menggunakan stocking bisa membantu

untuk mencegah pembekuan darah. Untuk pencegahan trombosis vena dalam pasca

pembedahan atau akibat bedrest yang lama bisa dengan memberikan antikoagulan sebelum

atau segera sesudah pembedahan, menggunakan alat semacam stocking untuk mengompres

kaki dan menjaga agar darah tetap mengalir di pembuluh darah, meninggikan kaki saat di

tempat tidur, bangun dan bergeraklah sesegera mungkin, dan konsumsilah obat pereda nyeri

untuk memudahkan proses pergerakan.5

2.13 Prognosis

Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai

resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak

ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.

Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.3

III. Penutup

Kesimpulan

Seorang laki-laki berusia 65 tahun yang sedang dirawat di ruang rawat inap

dikonsulkan dengan keluhan betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam

yang lalu. Pasien tersebut sudah 2 hari dirawat setelah menjalani operasi penggantian sendi

panggul kiri 2 hari yang lalu menderita trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis.

Hipotesis diterima.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 23-5.

2. Frans D. David P. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.

3. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1354-8.

4. Baughman DC, Hackley JC. Medikal-bedah. Jakarta : EGC; 2005. h. 184-8.

5. Sabiston. Buku ajar bedah. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2005. h. 114-5.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 17

Page 18: Makalah Pbl Blok 19

6. Browns RG, Burns T. Dermatology. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.h.167.

7. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Seri asuhan keperawatan klien gangguan

kardiovaskuler. Jakarta: EGC, 2008.h.68.

PBL Blok 19- Fina Otta Apelia 18