Makalah OSPER

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan dan letaknya sangat strategis karena diapit oleh dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) serta dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Banyak sumber daya alam yang dapat dimaanfatkan dari lautan Indonesia, salah satu contohnya adalah biota laut dari berbagai macam jenis ikan, dan jenis crustacea (kerang, udang, kepiting). Untuk mengelola sumber daya alam tersebut dibutuhkan suatu manajemen daerah penangkapan ikan yang sering disebut dengan fishing ground. Fishing Ground atau daerah penangkap ikan merupakan suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis. Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya. Pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pemilihan fishing ground untuk alat tangkap bersifat pasif. Selektivitas alat merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat keramahan suatu alat. Kriteria lain yang termasuk ramah lingkungan pada alat yang dioperasikan di perairan adalah sifat

description

Fisheries

Transcript of Makalah OSPER

Page 1: Makalah OSPER

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan dan

letaknya sangat strategis karena diapit oleh dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) serta dua

samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Banyak sumber daya alam yang dapat

dimaanfatkan dari lautan Indonesia, salah satu contohnya adalah biota laut dari berbagai macam jenis

ikan, dan jenis crustacea (kerang, udang, kepiting). Untuk mengelola sumber daya alam tersebut

dibutuhkan suatu manajemen daerah penangkapan ikan yang sering disebut dengan fishing ground.

Fishing Ground atau daerah penangkap ikan merupakan suatu daerah perairan dimana ikan yang

menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat

dioperasikan serta ekonomis. Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah

penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan

bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain

keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan

demikian pula jika terjadi sebaliknya. Pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai

pemilihan fishing ground untuk alat tangkap bersifat pasif.

Selektivitas alat merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat keramahan suatu alat.

Kriteria lain yang termasuk ramah lingkungan pada alat yang dioperasikan di perairan adalah sifat

aktif dan pasif alat terhadap ikan. Alat yang pasif dikategorikan sebagai alat yang ramah lingkungan

karena saat dioperasikan alat ini diam di tempatnya menunggu datangnya ikan sehingga benturan

dengan terumbu karang dapat diminimalkan. Akan tetapi pada alat penangkap ikan pasif lainnya

seperti trap dan pot dalam pengoperasiannya dikategorikan sebagai alat yang ramah lingkungan tetapi

apabila alat terebut dioperasikan dalam jumlah besar dan dirangkaikan satu sama lain dengan

menggunakan tali maka pada saat alat tersebut diangkat dari dasar perairan dapat terjadi benturan

dengan terumbu karang hingga dapat merusak karang (Valdemarsen dan Suuronen 2003).

Page 2: Makalah OSPER

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT

1.2.1 Tujuan

1.2.1.1 Mengetahui pengertian tentang fishing ground

1.2.1.2 Mengetahui tentang macam-macam alat tangkapan ikan

1.2.1.3 Mengetahui sifat-sifat dari alat tangkapan ikan

1.2.2 Manfaat

1.2.2.1 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami aspek-aspek daerah penangkapan ikan

1.2.2.2 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami jenis alat tangkapan ikan beserta sifat-

sifatnya

Page 3: Makalah OSPER

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 FISHING GROUND

Suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah

yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.

Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi

interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan dengan teknologi penangkapan

ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu

areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak

dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka kawasan

tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya.

Sebab-Sebab Utama Jenis ikan berkumpul disuatu daerah perairan.

a. Ikan-Ikan tersebut memiliki perairan yang cocok untuk hidupnya.

b. Mencari makanan.

c. Mencari tempat yang sesuai untuk pemijahannya maupun untuk perkembangan larvanya.

2.1.1 Karakteristik Daerah Penangkapan Ikan

a. Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya datang bersama-

sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk dijadikan habitat ikan tersebut.

Kepadatan dari distribusi ikan tersebut berubah menurut musim, khususnya pada ikan

pelagis. Daerah yang sesuai untuk habitat ikan, oleh karena itu, secara alamiah diketahui

sebagai daerah penangkapan ikan. Kondisi yang diperlukan sebagai daerah penangkapan

ikan harus dimungkinkan dengan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan dan habitat

ikan, dan juga melimpahnya makanan untuk ikan. Tetapi ikan dapat dengan bebas

memilih tempat tinggal dengan kehendak mereka sendiri menurut keadaan dari waktu ke

waktu dan dari tempat ke tempat. Oleh karena itu, jika mereka tinggal untuk waktu yang

agak lebih panjang pada suatu tempat tertentu, tempat tersebut akan menjadi daerah

penangkapan ikan.

b. Daerah tersebut harus merupakan tempat dimana mudah menggunakan peralatan

penangkapan ikan bagi nelayan. Umumnya perairan pantai yang bisa menjadi daerah

penagkapan ikan memiliki kaitan dengan kelimpahan makanan untuk ikan. Tetapi

terkadang pada perairan tersebut susah untuk dilakukan pengoperasian alat tangkap,

khususnya peralatan jaring karena keberadaan kerumunan bebatuan dan karang koral

walaupun itu sangat berpotensi menjadi pelabuhan. Terkadang tempat tersebut memiliki

arus yang menghanyutkan dan perbedaan pasang surut yang besar. Pada tempat tersebut

Page 4: Makalah OSPER

para nelayan sedemikian perlu memperhatikan untuk menghiraukan mengoperasikan alat

tangkap. Terkadang mereka menggunakan trap nets, gill nets dan peralatan memancing

ikan sebagai ganti peralatan jaring seperti jaring trawl dan purse seine. 

Sebaliknya, daerah penangkapan lepas pantai tidak mempunyai kondisi seperti itu, tapi

keadaan menyedihkan datang dari cuaca yang buruk dan ombak yang tinggi. Para nelayan

juga harus mengatasi kondisi buruk ini dengan efektif menggunakan peralatan

menangkap ikan.

c. Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis. Ini sangat alamiah di

mana manajemen akan berdiri atau jatuh pada keseimbangan antara jumlah investasi dan

pemasukan. Anggaran dasar yang mencakup pada investasi sebagian besar dibagi menjadi

dua komponen, yakni modal tetap seperti peralatan penangkapan ikan dan kapal

perikanan, dan modal tidak tetap seperti gaji pegawai, konsumsi bahan bakar dan biaya

perbekalan. Para manajer perikanan harus membuat keuntungan pada setiap operasi. Jika

daerah penagkapan tersebut terlalu jauh dari pelabuhan, itu akan memerlukan bahan

bakar yang banyak. Jika usaha perikanan tersebut benar-benar memiliki harapan yang

besar, usaha yang dijalankan mungkin boleh pergi ke tempat yang lebih jauh. Nelayan

yang dalam kasus demikian dapat memperoleh keuntungan dengan manajemen usaha

perikanan. Jika kita dapat membuat alat untuk meningkatkan efisiensi usaha perikanan

seperti menggunakan mesin perikanan yang lebih efisien, kemudian kita dapat juga

memperbesar kapasitas kita untuk menangkap ikan ke tempat yang lebih jauh.

d. Daerah penangkapan ikan juga dikontrol oleh permintaan pasar untuk ikan. Permintaan

untuk produk ikan akan dipengaruhi oleh kapasitas ketersediaan dari tempat tersebut,

sebagai contoh, adalah baru saja dikembangkan sebagai daerah penangkapan ikan. Jadi,

daerah penangkapan ikan selalu memiliki nilai yang relatif, berhubungan dengan

keseimbangan ekonomi, daerah penangkapan ikan lainnya, efisiensi usaha perikanan dan

permintaan ikan di dalam pasar. Begitulah, harus selalu berusaha menemukan daerah

penangkapan ikan yang ekonomis dan efektif dari metode penangkapan ikan yang

dimodernisasi.

Page 5: Makalah OSPER

2.2 ALAT PENANGKAP IKAN

Dalam bagian ini kita akan membahas tentang alat penangkapan ikan pasif,maksud alat

penangkap pasif adalah jenis alat penangkapan ikan yang dipasang (setting) sementara di suatu

perairan dan diangkat kembali setelah selang waktu tertentu (gill net, trammel net, drift net, pancing,

perangkap, dll). Alat tangkap ini bersifat menunggu ikan dan tidak terlalu banyak berinteraksi dengan

ikan, jadi kerusakan ikan cenderung minim.

Dari beberapa pustaka didapatkan beberapa kriteria untuk alat yang dianggap ramah bagi

lingkungan yaitu alat yang tidak termasuk kedalam “Destructive Fishing Practice” (Pet-Soede and

Erdmann 1998). Alat yang dianggap sebagai Destructive Fishing Practices (DFP) adalah sebagai

berikut :

(1) Secara langsung dapat merusak habitat ikan atau organisme pembentuk habitat utama ikan,

misalnya: penggunaan bahan peledak, sianida pada kegiatan penangkapan ikan, pukat pantai

(Pet-Soede and Erdmann 1998), pengoperasian bottom gill net pada malam hari (Kushima and

Miyasaka 2003).

(2) Secara tidak langsung dapat merusak habitat ikan atau organisme pembentuk habitat ikan,

misalnya: benturan jangkar perahu pada pengoperasian pancing, benturan alat pengusir ikan

pada pengoperasian muro-ami dan benturan kaki nelayan pada terumbu karang saat

pemasangan dan pengambilan bubu (Pet-Soede and Erdmann 1998).

(3) Bersifat tidak selektif yang menangkap bukan ikan target atau ikan yang belum masuk ke

dalam rekrutmen, misalnya penggunaan jaring bermata kecil (Mascia 2001). Berbagai upaya

penyesuaian dan perubahan pada konstruksi alat tangkap terutama pada trawl yaitu

mengurangi hasil tangkapan sampingan dengan penambahan lubang pelolosan “Turtle

Excluder Device” untuk mencegah tertangkapnya penyu atau pemasangan alat pemancar

signal untuk mengusir lumba-lumba agar tidak tertangkap oleh alat tangkap (Königson 2007).

(4) Bersifat sangat mematikan sehingga ikan non target yang tertangkap tidak dapat dilepaskan

kembali untuk dapat tetap hidup, misalnya hasil tangkapan pada trawl, dan purse seine.

Menurut Valdemarsen dan Suuronen (2003) khususnya bagi alat sejenis trap dan pot, masih

banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan agar lebih ramah terhadap lingkungan, yaitu :

(1) Beratnya harus tidak jauh melebihi berat yang diperlukan untuk menjaga agar alat ini tetap

dalam posisi tegak pada saat mendarat dan menjaga agar posisinya mantap (tidak bergeser)

sehingga alat ini pada saat mendarat tidak merusak obyek didasar perairan.

(2) Potensi tertagkapnya hewan yang bukan target penangkapan perlu menjadi perhatian agar

dapat dilakukan modifikasi pada alat tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian tentang

dimensi alat yang tepat, ukuran mata jaring yang digunakan sebagai dinding, desain jalan

masuk, jenis umpan dan perangkat untuk pelolosan (excluder devices).

Page 6: Makalah OSPER

Oleh karena banyaknya hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah suatu alat

penangkap ikan tergolong ke dalam alat yang ramah atau tidak maka digunakan alat bantu RAPFISH

(The Rapid Appraisal of Fisheries Status) (Pitcher and Preikshot 2001) yang selama ini digunakan

untuk memberi penilaian pada status keberlanjutan suatu kegiatan perikanan. Dalam analisis ini

digunakan penilaian dari beberapa bidang yaitu ekologi, ekonomi, sosial/budaya, teknologi dan etika

namun atribut yang digunakan disesuaikan dengan atribut keramahan lingkungan pada lingkungan

terumbu karang.

2.2.1. Gill Net

Gill net atau sering disebut juga sebagai “jaring insang”. Istilah gill net di dasarkan pada

pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gill net” terjerat di sekitar operculumnya pada mata

jaring. Dalam bahasa jepang, gill net disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan

pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan

tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di indonesia, penanaman gill net ini ber

aneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring

udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan

sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

Pengertian dari jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah satu jenis

alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana mata jaring

dari bagian utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah panjang atau ke arah horisontal

(Mesh Length (ML)) jauh lebih banyak dari pada jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah

dalam (Mesh Dept (MD)), pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats)

dan di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua

gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam

keadaan tegak (Sadhori, 1985).

Warna jaring pada gill net harus disesuaikan dengan warna perairan tempat gill net

dioperasikan, kadang dipergunakan bahan yang transparan seperti monofilament agar jaring

tersebut tidak dapat dilihat oleh ikan bila dipasang diperairan (Sadhori, 1985).

2.2.2.1 Klasifikasi Gill Net

Menurut Sudirman, (2004) berdasarkan kontruksinya, jaring insang dikelompokkan

menjadi 2 (dua), yaitu berdasarkan jumlah lembar jaring utama dan cara pemasangan tali ris.

Klasifikasi berdasarkan jumlah lembar jaring utama ialah sebagai berikut:

Jaring insang satu lembar (Single Gill Net)

Jaring insang satu lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya terdiri dari hanya

satu jaaring, tinggi jaring ke arah dalam atau mesh depth dan ke arah panjang atau

mesh length disesuaikan dengan target tangkapan, daerah penangkapan, dan metode

pengoperasian.

Page 7: Makalah OSPER

Jaring insang double lembar (Double Gill Net atau Semi Trammel Net)

Jaring insang dua lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya terdiri dari dua

lembar jaring, ukuran mata jaring dan tinggi jaring dari masing-masing lembar jaring,

bisa sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Jaring insang tiga lembar (Trammel Net)

Jaring insang tiga lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya terdiri dari tiga

lembar jaring, yaitu dua lembar jaring bagian luar (outter net) dan satu lembar jaring

bagian dalam (inner net).

Penamaan gill net berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jaring dalam perairan

maka Ayodhyoa (1981))membedakan antara:

1. Surface Gill Net

Pada salah satu ujung jaring ataupun pada kedua ujungnya diikatkan tali jangkar,

sehingga letak (posisi) jaring jadi tertentu oleh letak jangkar. Beberapa piece

digabungkan menjadi satu, dan jumlah piece harus disesuaikan dengan keadaan fishing

ground. Float line (tali pelampung, tali ris atas) akan berada di permukaan air (sea

surface). Dengan begitu arah rentangan dengan arah arus, angin dan sebagainya akan

dapat terlihat.

Gerakan turun naik dari gelombang akan menyebabkan pula gerakan turun naik dari

pelampung, kemudian gerakan ini akan ditularkan ke tubuh jaring. Jika irama gerakan ini

tidak seimbang, juga tension yang disebabkan float line juga besar, ditambah oleh

pengaruh-pengaruh lainnya. Kemungkinan akan terjadi peristiwa the rolling up of gill net

yaitu peristiwa dimana tubuh jaring tidak lagi terentang lebar, jaring tidak berfungsi lagi

sebagai penghalang/penjerat ikan.

2. Bottom Gill Net

Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, sehingga letak jaring akan tertentu. Hal ini

sering disebut set bottom gill net. Jaring ini direntangkan dekat dengan dasar laut,

sehingga dinamakan bottom gill net, berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan

penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan demersal. Posisi

jaring dapat diperkirakan pada float berbendera/bertanda yang diletakkan pada kedua

belah pihak ujung jaring.

Page 8: Makalah OSPER

3. Drift Gill Net

Sering juga disebut dengan drift net saja, atau ada juga yang memberi nama lebih jelas

misalnya ”salmon drift gill net”, atau ”salmon drift trammel net”, dan ada pula yang

menerjemahkannya ”jaring hanyut”.

Posisi jaring ini tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas

mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini

dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat

mempengaruhi posisi jaring. Selain dari gaya-gaya arus, gelombang, maka kekuatan

angin juga akan mempengaruhi keadaan hanyut jaring.

4. Encircling Gill Net atau Surrounding Gill Net

Gerombolan ikan dilingkari dengan jaring, antara lain digunakan untuk menghadang

arah lari ikan. Supaya gerombolan ikan dapat dilingkari/ditangkap dengan sempurna,

maka bentuk jaring sewaktu operasi ada yang berbentuk lingkaran, setengah lingkaran,

bentuk huruf V atau U, bengkok-bengkok seperti alun gerombolan dan masih banyak

jenisnya lagi.

Ikan setelah terkurung dalam lingkaran jaring, dikejuti, sehingga ikan-ikan akan

terjerat pada mata jaring. Tinggi jaring diusahakan sesuai dengan kedalaman perairan.

Oleh sebab itu pada saat operasi keadaan pasang/surut perlulah diperhatikan.

2.2.2. BUBU

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan,

dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding

barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar.

Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu,

rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang

masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga

ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing

basket.(Brandt, 1984).

Klasifikasi Bubu menurut cara operasinya

Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots).

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)

3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Page 9: Makalah OSPER

2.2.3. PERAWAI DAN TUNA LONG LINE

Perawai dan tuna longline adalah suatu jenis pancing. Pancing merupakan salah satu jenis

alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat, terlebih dikalangan nelayan. Pada prinsipnya

pancing ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu “tali” (line) dan “mata pancing” (hook). Tali

pancing biasa dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethilin, plastik (senar), dan lain-lain.

Mata pancingnya dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Mata

pancing tersebut umumnya ujungnya berkait balik, namun ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah

mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda

(dua-tiga buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya.

Ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap

(Subani, 1989).

Menurut Sadhori (1985), perawai merupakan salah satu alat penangkap ikan yang terdiri

dari rangkaian tali-temali yang bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya dikaitkan

sebuah pancing. Secara teknis operasional rawai termasuk dalam jenis perangkap, karena dalam

operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuanya untuk menarik ikan sehingga ikan

memakan umpan tersebut dan terkait oleh pancing. Secara material ada yang mengklasifikasikan

rawai termasuk dalam golongan penangkapan ikan dengan tali line fishing karena bahan utama

untuk rawai ini terdiri dari tali-temali.

Alat penangkapan ikan ini disebut rawai karena bentuk alat sewaktu dioperasikan adalah

rawe-rawe (rawe = bahasa Jawa) yang berarti sesuatu yang ujungnya bergerak bebas. Rawai

disebut juga dengan longline yang secara harfiah dapat diartikan dengan tali panjang. Alat ini

konstruksinya berbentuk rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga merupakan tali

yang panjang dengan beratus-ratus tali cabang (Sadhori, 1985).

Menurut Mulyono (1986), Perawai terdiri dari sejumlah mata kail yang di pasangkan

pada panjangnya tali yang mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali pokok atau utama

(main line) dari suatu rangkaian pancing-pancing perawai. Pada tali utama terdapat tali-tali

pendek yang disebut tali cabang (branch line). Menurut bentuk, sasaran dan cara penangkapannya

perawai termasuk dalam jenis “Bottom Set Longline“. Cara penangkapannya pancing ini dilepas

atau dilabuhkan sampai posisinya dapat mendasar. Menurut Sadhori (1985), ada berbagai macam

bentuk rawai yang secara keseluruhan dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok yaitu :

1. Berdasarkan letak pemasangannya di perairan rawai dapat dibagi menjadi :

a. Rawai permukaan (Surface longline);

b. Rawai pertengahan (Midwater longline);

c. Rawai dasar (Bottom longline).

Page 10: Makalah OSPER

2. Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama :

a. Rawai tegak (Vertikal longline);

b. Pancing ladung;

c. Rawai mendatar (Horizontal longline).

3. Berdasarkan jenis-jenis ikan yang banyak tertangkap :

a. Rawai Tuna (Tuna longline);

b. Rawai Albacore (Albacore longline);

c. Rawai Cucut (Shark longline), dan sebagainya.

Perawai terdiri dari sejumlah mata kail yang di pasangkan pada panjangnya tali yang

mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali pokok atau utama (main line) dari suatu

rangkaian pancing-pancing perawai. Tali utama terdapat tali-tali pendek yang disebut tali

cabang (branch line). Menurut bentuk, sasaran dan cara penangkapannya perawai termasuk

dalam jenis “Bottom Set Longline“. Cara penangkapannya pancing ini dilepas atau

dilabuhkan sampai posisinya dapat mendasar (Mulyono, 1986).

Menurut Sadhori (1985), persyaratan daerah operasi perawai yaitu :

1. Pantai yang keadaannya landai;

2. Kedalamanya merata;

3. Bersih dari tonggak atau kerangka kapal yang rusak;

4. Terhindar dari kesibukan lalu-lintas.

2.2.4. BAGAN TANCAP

Menurut Mulyono (1986), bagan merupakan salah satu jaring angkat yang dioperasikan

diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu sebagai faktor penarik

ikan. Bagan atau ada juga yang menyebutnya dengan branjang, yaitu suatu alat tangkap yang

wujudnya seperti kerangka sebuah bangun piramida tanpa sudut puncak.

Diatas bangunan bagan ini pada bagian tengah terdapat bangunan rumah kecil yang

berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan, dan tempat untuk melihat dan

mengawasi ikan. Di atas bangunan ini terdapat roller yang terbuat dari bambu yang berfungsi

untuk menarik jaring.

Selama ini untuk membuat daya tarik ikan sehingga berkumpul di bawah bagan,

umumnya nelayan masih menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi 2-5 buah.

Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada malam hari (Light Fishing) terutama pada hari

Page 11: Makalah OSPER

gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Sudirman dan Achmar

Mallawa, 2000).

Tertariknya ikan pada cahaya karena terjadinya peristiwa phototaxis. Antara lain hal

disebutkan bahwa cahaya merangsang ikan dan menarik (attrack) ikan berkumpul pada sumber

cahaya itu atau juga disebutkan karena rangsangan cahaya (stimulus), kemudian ikan memberikan

responnya. Penangkapan dengan bagan menggunakan bantuan lampu dinamakan light fishing.

Peristiwa phototaxis dimanfaatkan untuk menangkap ikan itu sendiri. Dapat juga dikatakan dalam

light fishing, penangkapan ikan tidak seluruhnya memaksakan keinginannya secara paksa untuk

menangkap ikan tetapi menyalurkan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.

Fungsi cahaya pada penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan sampai pada

sesuatu catchable area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan jaring. Dengan alat jaring ini

dapat dikatakan bahwa jaring bersifat pasif, cahaya berfungsi untuk menarik ikan ke tempat

jaring. Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah cahaya ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu

peristiwa langsung dan peristiwa tidak langsung. Peristiwa langsung yaitu ikan tertarik oleh

cahaya lalu berkumpul. Sedangkan peristiwa tidak langsung yaitu dengan adanya cahaya maka

sebagai tempat plankton berkumpul lalu banyak ikan yang berkumpul untuk memakan plankton

tersebut (Ayodhyoa, 1981).

Menurut Sudirman dan Achmar Mallawa (2000), klasifikasi bagan ada 3, yaitu :

1. Bagan Tancap

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang di

tancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada tengah bangunan tersebut

dipasang jaring. Dengan kata lain, alat tangkap ini bersifat inmobile. Hal ini karena alat

tangkap tersebut ditancapkan pada dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat

beropesinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal.

2. Bagan Rakit

Jenis bagan lain yang sangat sederhana dan biasa digunakan oleh nelayan khususnya di

sungai atau muara-muara sungai yaitu sebagai rakit. Bagan ini terbuat dari bambu, dimana

operasinya berpindah-pindah. Proses operasi penangkapannya sama dengan bagan tancap.

3. Bagan Perahu (Bagan Rambo)

Bagan ini disebut pula sebagai bagan perahu listrik. Ukurannya bervariasi tetapi di

Sulawesi Selatan umumnya menggunakan jaring dengan panjang total 45 m dan lebar 45 m,

berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran mata jaring 0,5 cm dan bahannya terbuat

dari waring. Dalam pengoperasiannya bagan ini dilengkapi dengan perahu motor yang

berfungsi untuk menggandeng bagan rambo menuju daerah penangkapan. Selain itu, bagan

tersebut berfungsi sebagai pengangkut hasil tangkapan dari fishing ground ke fishing base.

Page 12: Makalah OSPER

2.3 DAERAH TANGKAPAN BERDASARKAN ALAT TANGKAPAN (PASIF)

2.3.1 Gill Net

Surface Gill Net

berfungsi sebagai penghalang/penjerat ikan dibagian permukaan perairan

Bottom Gill Net

Pada umumnya yang menjadi fishing ground adalah daerah pantai, teluk, muara yang

mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap dapat berbagai jenis, misalnya hering,

cod, flat fish, halbut, mackerel, yellow tail, sea bream, udang, lobster dan sebagainya.

Drift Gill Net

Drift gill net juga dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan, dan merupakan alat

penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena posisinya tidak ditentukan

oleh jangkar, maka pengaruh dari kekuatan arus terhadap tubuh jaring dapat diabaikan.

Gerakan jaring bersamaan dengan gerakan arus sehingga besarnya tahanan dari jaring

terhadap arus dapat diabaikan. Ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain

saury, mackarel, flying fish, skip jack, tuna, salmon, hering, dan lain-lain.

Sorrounding Gill Net

Alat tangkap ini juga banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan-ikan yang

hidup di perairan karang, yaitu dengan memasang alat tangkap di sekitar atau melingkari

karang.

2.3.2 Bubu

Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau

diantara karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)

Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan

dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman

air (Anonim, 2006).

Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan

menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).

Bubu Jermal dan Bubu Apolo

Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang surut

(tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera (Anonim, 2006).

Bubu Ambai

Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil dari pantai

(Anonim, 2006)

Page 13: Makalah OSPER

2.3.3 Perawai dan Tuna Long Line

Menurut Mulyono (1986), jenis ikan yang menjadi sasaran/tujuan penangkapan adalah

untuk penangkapan ikan tuna. Ikan tuna termasuk ikan pelagis-oceanis, artinya ikan pelagis lepas

pantai yang bila sudah mendekati mencapai kedewasaannya menurut hasil-hasil penelitian tempat

kehidupannya dari dekat permukaan berpindah ke lapisan yang lebih dalam, sehingga alat-alat

penangkapan yang dioperasikan di dekat permukaan tidak akan pernah memperoleh

2.3.4 Bagan Tancap

Daerah penangkapan bagan atau daerah operasi untuk pemasangan bagan adalah

diperairan pantai yang berairkan jernih, mempunyai kedalaman 7 – 10 meter. Jarak jauhnya dari

pantai adalah 2 mil. Antara bagan yang satu dengan bagan yang lain adalah sekitar 200 – 300

meter. Dasar perairan dipilih daerah yang berlumpur campur pasir (untuk memudahkan dalam

pemancangan tiang bagan (Mulyono, 1986).

Menurut Mulyono (1986), hasil tangkapan yang umumnya tertangkap dengan alat

tangkap bagan ini adalah jenis-jenis ikan pelagis yang umumya bergerak cepat dan berada di

permukaan. Misalnya, ikan teri, tembang, ikan terbang, jambrung, cumi dan udang.

Page 14: Makalah OSPER

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Banyaknya jenis ikan dengan segala sifatnya yang hidup di perairan yang lingkungannya

berbeda-beda, menimbulkan cara penangkapan termasuk penggunaan alat penangkap yang

berbeda-beda pula.

3.2 Dengan mengetahui berbagai macam alat penangkapan ikan kita bisa mengaplikasikannya

terhadap daerah berbeda-beda sesuai kategori fishing ground yang telah ditentukan

3.3 Pemilihan fishing ground dengan alat tangkap bersifat pasif dapat dilihat dari berbagai macam

alat yang digunakan untuk menangkap ikan pada wilayah perairan tertentu

Page 15: Makalah OSPER

DAFTAR PUSTAKA

http://kapi.kkp.go.id/blog/2011/11/jenis-jenis-alat-penangkap-ikan-types-of-fishing-equipment

http://kapi.kkp.go.id/blog/2011/11/pengelolaan-alat-penangkapan-ikan-di-indonesia-indonesia-fishing-

gears-managemen

http://carantrik.blogspot.com/2010/11/set-net-alat-penangkapan-ikan.html

http://nurulmuhtar21.blogspot.com/2012/08/ikan-dan-alat-tangkapnya.html

http://edimardiyantosmkn4.blogspot.com/2012/10/klasifikasi-alat-tangkap-ikan.html

http://lananewakatobi.blogspot.com/2012/01/kriteria-alat-tangkap-ikan-yang-ramah.html

http://mukhtar-api.blogspot.com/2010/05/daerah-penangkapan-fishing-ground.html

http://informasidanteknolodiperikanan.blogspot.com/2011/04/teknologi-set-net.html

Page 16: Makalah OSPER

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM OSEANOGRAFI PERIKANAN

KELOMPOK 5

OSEANOGRAFI B

Pratama Bijak L

Dionisia Dini N

M.Hanif Rasyda

Rezha Khayan

Putri Radiyanti

Gabella Oktaviora

Bagus Rahmatullah

Irwan Hidayatullah

Daniel Jackson

Didi Adisaputro

Afrisha Catur

26020210130112

26020210130100

26020210141001

26020210130073

26020210141014

26020210130093

26020210130167

26020210130077

k2E 009 038

k2E 009 059

k2E 009 085

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2012