Makalah Nyeri Dev
-
Upload
rusman-hadi-rachman -
Category
Documents
-
view
79 -
download
7
description
Transcript of Makalah Nyeri Dev
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nyeri adalah pengalaman manusia yang universal dan merupakan alasan yang
paling umum pasien mencari perawatan medis.1 Biasanya nyeri merupakan
mekanisme homeostatik yang normal untuk memaksa suatu organisme untuk
menghindari diri atau mengurangi suatu risiko kerusakan. Nyeri memiliki komponen
sensorik dan emosional dan sering diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Nyeri
akut sering dikaitkan dengan kecemasan dan hiperaktivitas sistem saraf simpatis
(misalnya, takikardia, peningkatan laju pernapasan dan BP, diaphoresis, pupil
melebar). Nyeri kronis tidak melibatkan hiperaktif simpatik tapi mungkin
berhubungan dengan tanda-tanda vegetatif (misalnya, kelelahan, kehilangan libido,
kehilangan nafsu makan) dan perasaan depresi. Toleransi dan respon terhadap nyeri
itu bervariasi pada setiap orang.1,2
Nyeri merupakan pengalaman kompleks pada seluruh manusia. Definisi
tersebut telah berkembang selama bertahun-tahun. Pada tahun 1968 Margo
McCaffery mempublikasikan definisi klinis nyeri yang telah menjadi batu loncatan
terhadap penilaian nyeri: “Nyeri merupakan sesuatu hal yang dikatakan oleh pasien
dan yang pasien rasakan”. Frase ini merupakan dasar bahwa nyeri yang diterima dan
dirasakan berasal dari laporan pasien itu sendiri.3
Nyeri merupakan pengalaman yang subyektif sehingga penilaian menjadi
sangat penting. Tidak ada alat ukur objektif yang dapat memberikan penilaian yang
memuaskan. Nyeri juga multidimensional termasuk persepsi nosiseptif dan ekspresi.
Untuk itu, multiaspek dari rasa nyeri juga harus dipertimbangkan, termasuk sensorik,
afektif dan dimensi kognitif. Tidak ada pendekatan tunggal yang dapat digunakan
untuk menilai nyeri pada semua pasien ataupun pada semua situasi karena rasa nyeri
dipengaruhi oleh berbagai multifaktor, termasuk penggunaan alat ukur, waktu
melakukan penilaian jumlah pasien serta klinisi itu sendiri.3
Penilaian nyeri pertama dibuat pada tahun 1986 oleh World Health
Organization (WHO), yakni terdapat 3 tahap pemberian analgesik pada nyeri kanker
yang didasarkan pada intensitas nyeri. Saat ini penilaian nyeri yang awalnya dibuat
oleh American Pain Society (APS) telah banyak digunakan pada banyak rumah sakit
di seluruh negeri, dan digunakan sebagai “salah satu tanda vital”. Mantan presiden
APS, dr. James Campbell menyatakan : “tanda vital merupakan hal yang sangat
penting. Jika nyeri dinilai sama seperti tanda-tanda vital lainnya, maka kita dapat
memberikan perawatan yang lebih baik”.3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nyeri
Walaupun nyeri sudah seumur dengan keberadaan manusia di dunia ini namun
definisi nyeri baru disepakati pada tahun 1979 yang dikemukakan oleh Internasional
Assosiation for The Study of Pain (IASP).4
Menurut The Internasional Assosiation for The Study of Pain (IASP) nyeri
didefinisikan sebagai “unplesan sensory and emotional experience associated with
actual or potential tissue damage or described term of such damage”. Nyeri adalah
perasaan yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional akibat adanya
kerusakan jaringan yang nyata atau berorientasi rusak atau tergambar sebagai adanya
kerusakan itu.4
Dari definisi ini dapat ditarik dua kesimpulan, yang pertama bahwa persepsi
nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri terjadi akibat adanya
kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Yang kedua, perasaan yang
sama juga timbul tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain without
nociception).4
Dengan kata lain nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan
yang nyata, keadaan dimana disebut sebagai nyeri akut misalnyan nyeri pascabedah.
Namun terdapat juga suatu keadaan dimana timbul keluhan nyeri tanpa adanya
kerusakan jaringan yang nyata atau nyeri timbul setelah proses penyembuhan usai,
keadaan dimana disebut sebagai nyeri kronik misalnya nyeri postherpetic, nyeri
trigeminal.4
B. Mekanisme Nyeri
Antara stimulus nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu
rangkaian elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi
(nociception).4
Adanya empat proses yang jelas terjadi pada suatu nosisepti, yakni :
1. Proses Transduksi (transduction), merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri
(noxious stimuli) dirubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima pada
ujung-ujung saraf sensoris (nerve ending), stimuli ini dapat berupa stimuli fisik
(tekanan), suhu (panas), atau kimia (substansi nyeri).4
2. Proses Transmisi (transmission), dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui
saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh
serabut saraf A delta dan C sebagai neuron pertama dari perifer ke medulla
spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke
thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus
selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somatosensoris di korteks serebri melalui
neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai
persepsi nyeri.4
3. Proses Modulasi (modulation), adalah proses dimana terjadi interaksi antara
system analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri
yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan proses ascenden
yang dikontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin,
endofrin, serotonin dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls
nyeri pada posterior medula spinalis.4 Kornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang daoat tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri.
Peristiwa tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem
analgesic endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan
persepsi nyeri menjadi sangat subyektif orang per orang.4
4. Persepsi (perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan
unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri
C. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Akut
Menurut Federation of State Medical Boards of the United States; acute pain is
the normal, predicted physiological response to an adverse chemical, thermal or
mechanical stimulus, associated with surgery trauma and acute illness. (nyeri akut
adalah respon fisiologik normal yang diramalkan terhadap rangsangan kimiawi,
panas atau mekanik menyusul suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut).
Ciri khas suatu nyeri akut adalah nyeri yang diakibatkan oleh adanya kerusakan
jaringan yang nyata dan akan hilang seirama dengan proses penyembuhannya.5
TransductionTransmission
Modulation
Perception
Gambar 2.1.Mekanisme system nosiseptif
Pasien pada nyeri akut memperlihatkan respons neurologik yang terukur yang
disebabkan oleh stimulasi simpatis yang disebut sebagai hiperaktivitas autonom.
Perubahan-perubahan ini mencakup takikardia, takipnea, meningkatnya aliran
darah perifer, meningkatnya tekanan darah (baik sistolik maupun diastolik).
Dikenal 3 macam nyeri akut yaitu :6
a. Nyeri somatik luar/cutaneus/superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit,
subkutis, mukosa. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit
dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya
kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, mengiris,
atau biasanya bersifat burning (seperti terbakar).contoh : terken ujung pisau
atau gunting.6
b. Nyeri somatik dalam/deep somatic/nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari
otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat, pembuluh darah, tendon dan syaraf.
Nyeri menyebar dan lebih lama daripada nyeri somatik luar. Berlawanan
dengan nyeri tumpul linu yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis
dapat diketahui di mana lokasi persisnya pada tubuh namun, beberapa
menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri pascabedah memiliki komponen nyeri
somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot rangka.6,7
c. Nyeri visceral, yaitu nyeri karena penyakit atau disfungsi alat dalam. Biasanya
terjadi karena spasme otot, iskemik, regangan jaringan.6 Nyeri viscera
disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat
disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos,
tarikan cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati), iskemi
otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan atau pemelintiran
jaringan yang berlekatan dengan organ-organ ke ruang peritoneal, dan
nekrosis jaringan.7 Nyeri yang disebabkan oleh bagaian dalam perut atau
pelvis biasanya ditandai dengan distribusi dan kualitas nyeri yang tidak jelas.
Biasanya terasa sebagai nyeri yang dalam, tumpul, linu, tertarik, diperas atau
ditekan. Nyeri yang sangat ektrim, biasanya terasa sebagai nyeri paroksismal
atau kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan mual, muntah, berkeringat dan
perubahan tekanan darah dan denyut nadi/kecepatan jantung. Nyeri viscera
seringkali muncul pada awal awitan (onset) atau pada stadium dini suatu
penyakit. Sensasi nyeri yang berasal dari organ dalam sering dipersepsikan
sebagai nyeri yang berasal dari bagian tubuh yang lebih
supersifial/permukaan, biasanya daerah-daerah yang dipersarafi oleh saraf
spinal yang sama; lokasi nyeri di bagian superfisial atau bagian dalam yang
berjauhan dengan sumber patologi yang sebenarnya biasa disebut sebagai
referred pain (nyeri alih). Infark miokard akut dan pankreatitis akut
merupakan salah satu contoh dari nyeri viscera.7
2. Nyeri Kronik.6
The International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
kronik sebagai “pain that persists beyond normal tissue healing time, which is
assumed to be three months” (nyeri kronik adalah nyeri yang menetap melampaui
waktu penyembuhan normal yakni 3 bulan).6
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan nyeri kronik
adalah nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung
lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas. Oleh karena itu nyeri kronik biasa
disebut sebagai chronic non malignant pain. Dikenal tiga macam nyeri kronik
yakni:6
a. Nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai, disebut juga nyeri neuropatik
yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari
perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer
yang terkena tetapi juga lepas muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal
saraf yang rusak. Misalnya post herpetic neuralgia, phantom pain, neurophatic
pain.
b. Nyeri yang timbul tanpa penyebab yang jelas, misalnya nyeri pinggang bawah
(low back pain), sakit kepala, dll.
c. Nyeri yang disadari atas kondisi kronik, misalnya osteoarthritis atau
rheumatoid arthritis dll.
3. Nyeri Kanker 6
Dibandingkan dengan nyeri akut atau nyeri kronik, maka masalah nyeri kanker
jauh lebih rumit. Hal itu disebabkan karena nyeri kanker tidak saja bersumber dari
faktor fisik akibat adanya kerusakan jaringan, tetapi juga diperberat oleh faktor
nonfisik berupa faktor psikologis, sosial budaya dan spiritual, yang secara
keseluruhan disebut nyeri total. Dengan kata lain, nyeri total dibentuk oleh
berbagai unsur yakni, biopsikososio-kulturo-spiritual. Oleh karena itu,
pengelolaan nyeri kanker yang baik membutuhkan pendekatan multidisiplin yang
melibatkan semua disiplin ilmu yang terkait.
Nyeri kanker dapat dibagi menjadi : 6
a. Nyeri Organik :
Nyeri nosiseptif : Nyeri somatik (kulit, otot, tulang dan jaringan lunak)
dan Nyeri visceral (organ thoraks dan abdomen)
Nyeri non-nosiseptif : Nyeri neuropatik (deafferentiation pain) akibat
adanya penekanan dan kerusakan jaringan saraf.
b. Nyeri Pysikologik.
D. Penilaian Klinis Nyeri
1. Informasi subyektif 7
Informasi yang subyektif, spesifik oleh pasien (atau informasi yang dilaporkan
sendiri) merupakan cara utama pada evaluasi nyeri. Namun, informasi laporan-
sendiri (self-reported) ini dipengaruhi oleh usia, status kognitif, disabilitas fisik,
penggunaan obat pasien dan harapan pasien dan profesional kesehatan terhadap
terapi. Informasi laporan-sendiri dapat diperoleh melalui wawancara mendetil
dan/atau menggunakan cara-cara pemeriksaan dimensi tunggal atau
multidimensi.
Tabel 2.1.Acuan Mnemonik PQRST untuk memperoleh informasi nyeri secara subyektif 7
NyeriP Paliatif atau penyebab nyeriQ Quality/kualitas nyeriR Regio (daerah) lokasi atau penyebaran nyeriS Subyektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinyaT Temporal atau periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri
Tabel 2.2.Data Esensial yang Perlu Dikumpulkan untuk Menilai Nyeri 8
Karakteristik Nyeri Pertanyaan untuk Pasien
LokasiDimana terasa nyeri ?Apakah nyerinya menyebar ?Apakah nyeri di permukaan atau di dalam ?
Cara awitan
Kapan nyeri dimulai ?Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan ?Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya menimbulkan nyeri saat nyeri tersebut dimulai ?
Pola (penentuan waktu, frekuensi, durasi)
Kapan nyeri timbul ? (pagi, siang, malam) ?Seberapa sering nyeri timbul ?Apakah nyerinya terus menerus atau hilang-timbul ?Seberapa lama nyeri menetap ?
Faktor yang memperberat dan memperingan
Apa yang kira-kira memicu nyeri ?Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah (misalnya, gerakan atau perubahan posisi, batuk atau mengejan, minum atau makan) ?Apa yang menyebabkan nyeri berkurang (misalnya, beristirahat ; tidur, merubah posisi misalnya berdiri, duduk, berbaring, atau membungkuk; makanan atau antacid) ?
KualitasSeperti apa nyeri terasa ? (misalnya, berdenyut, tumpul, pegal, tajam, seperti tertusuk, perih, seperti terbakar ) ?
IntensitasSeberapa hebat nyerinya (Minta pasien mengukur nyeri menggunakan skala analog visual atau verbal sebelum dan sesudah pengobatan)
Gejala terkait Apakah ada masalah lain yang ditimbulkan oleh nyeri
(misalnya, anoreksia, mual, muntah, insomnia) ?
Efek pada gaya hidup
Apakah nyeri mengganggu aktivitas anda di rumah, pekerjaan, atau interaksi sosial normal ?Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda (misalnya, makan, tidur, aktivitas seksual, menyetir) ?
Metode untuk mengurangi nyeriApa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri anda ?Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri anda ?
2. Pemeriksaan dimensi tunggal atau multidimensi.
Alat bantu yang paling sering digunakan untuk menilai intensitas atau
keparahan nyeri pasien adalah bentuk-bentuk skala analog visual (SAV), yang
terdiri dari sebuah garis horizontal yang dibagi secara rata menjadi 10 segmen
dengan nomor 0 sampai 10. Pasien diberitahu bahwa 0 menyatakan “tidak ada
nyeri sama sekali” dan 10 menyatakan”nyeri paling parah yang mereka dapat
bayangkan”. Pasien kemudian diminta untuk menandai angka yang menurut
mereka paling tepat dapat menjelaskan tingkat nyeri yang mereka rasakan pada
suatu waktu.
Gambar 2.2 Numeric rating scale
Gambar 2.3.Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Gambar 2.4. Descriptive Verbal Scale
E. Pengobatan Nyeri
Menurut WHO, dikenal sebagai three step leadder, yang pemberiannya harus : by the
mouth, by the clock, by the ladder). Dimulai dari step I diikuti step II dan step III. 9
Gambar 2.5. WHO’s pain relief ladderDikutip dari : WHO's cancer pain ladder for adults
2015.http://www.who.int/cancer/palliative/painladder/en/
1. Non Opioid (NSAID).10
Sebagai analgetik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia, dan
nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik
opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, obat mirip aspirin tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak menimbulkan efeksamping sentral yang merugikan.
Tabel 2.3.Obat-obatan non-opioid (NSAIDS) yang direkomendasikan
Golongan Obat Dosis Keterangan
Salisilat Aspirin 650-1000 mg, tiap 4-6 jam Bersifat hepatotoksik.
Derivat para aminofenol
Acetaminofen 650-1000 mg, tiap 6-8 jam
Non-selektif COX inhibitors
- Ibuprofen- Ketoprofen- Naproxen- Diclofenac sodium- Ketorolac- Piroxicam- Mefenamic acid
- 400 mg, tiap 4 jam, 800 mg, tiap 6 jam- 25-50 mg, tiap 6-8 jam- 250-500 mg, tiap 12 jam- 50-100 mg, tiap 8 jam i.v atau i.m 75
mg tiap 12 jam.- 15-30 mg i.v atau i.m, tiap 6 jam/20,
diikuti 10 mg tiap 4-6 jam selama max 5 hari.
Efek samping terhadap lambung, ginjal, trombosit
Selektif COX-2 inhibitors
- Celecoxib- Parecoxib- Rofecoxib.
100-200 mg, tiap 12 jam Rofecoxibrisikokardiovaskuler
Gambar 2.6.Mekanisme kerja dari non-steroid antiinflamasi 12
2. Analgesik Opioid.
Opioid digolongkan menjadi : 10
a. Agonis
Mengaktifkan reseptor.
Contoh : morfin, papaveretum, petidin (meperidin, Demerol), fentanil, alfentanil,
sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.
b. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis
merangsang reseptor.
Contoh : nolakson, naltrekson.
c. Agonis-antagonis
Contoh : Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
ObatReseptor
Dosis Tipe Nyeriµ (mu) δ (delta) K (kappa)
Agonis :
Kodein, tramadol.
Agonis lemah
Agonis lemah
Dapat diberikan secara oral, i.m, atau i,v 50-
100mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam. Dosis max 400mg/hari.
Nyeri ringan sampai sedang
Morfin AgonisAgonis lemah
Agonis lemah
- Nyeri sedang : 0,1-0,2 mg/kgBB. Subkutan, I.M, dan dapat diulang tiap 4 jam.
- Nyeri hebat : 1-2 mg I.V. Dapat diulang sesuai keperluan
- Nyeri pasca bedah/nyeri persalinan : 2-4 mg epidural atau 0,05-0,2 mg intratekal. Dapat diulang 6-12 jam
Nyeri sedang sapai berat
Fentanil Agonis
1-3 µg/kgBB.50-150 µg/kgBB, untuk induksi dan pemeliharaan anastesi
Metadone Agonis
Meperidine Agonisi.m 1-2mg/kgBB, dapat diulang 3-4 jam.i.v 0,2-0,5 mg/kgBB
LevorphanolAgonis parsial Agonis Agonis Dosis analgesi 0,3 mg
:Buprenorphine
, Pentazosinparsial
i.v/i.m tiap 6 jam/0,4-0,8 mg sublingual.
Antagonis :Nalbuphine Antagonis Agonis
Butorphanol AntagonisDosis dewasa 1-4 mg i.m/0,5-2 mg i.v dapat diulang 3-4 jam.
Nalokson Antagonis Antagonis Antagonis
lawan depresi napas, dosisi dicicil 1-2µg/kgBB i.v dapat diulang tiap 3-5 menit, -ventilasi dianggap baik. Pada keracunan opioid, perinfus 3-10µg/kgBB.
Terapi untuk Nyeri neuropati :
Terapi untuk nyeri neuropati adalah tricyclic antidepressants (TCA’s),
antikonfulsan dan systemic local anastesics. Agen farmakologi yang lain :
kortikosteroid, terapi topical dengan substansi P depletors, autonomic drugs dan
NMDA reseptors antagonis. Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri
neuropati adalah antidepresan trisiklik dan antikonvulsan karbamazepin.
Terapi farmaka :
a. Anti depresan
Amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja : memodulasi
transmisi dari serotonin dan norepinefrin. Menghambat pengambilan kembali
serotonin dan noradrenalin oleh reseptor presinaptik.
b. Anti konvulsan
Karbamazepin dan okskarbasepin. Mekanisme kerja : memblok voltage-sensitive
sodium channels (VSSC).
Lamotrigin : untuk stabilisasi membrane melalui VSSC, merubah atau
mengurangi pelepasan glutamate maupun aspartat dari neuron presinaptik,
meningkatkan konsentrasi GABA di otak.
Gabapentin : Mempunyai kemampuan untuk masuk kedalam sel untuk
berinteraksi dengan reseptor α2β yang merupakan subunit dari Ca+ chanel.
Terapi blok transmisi :
a. Irreversibel, yaitu operasi dan destruksi saraf.
b. Reversibel, yaitu injeksi anastesi local.
Terapi alternative :
a. Stimulator
b. Akupuntur
c. Hipnosis
d. Psikologi
Penanganan nyeri pasca bedah
1. Penilaian nyeri
Penilaian nyeri merupakan hal yang terpenting dalam penangan nyeri karena
dapat digunakan untuk :
a. Menilai intensitas nyeri pasien pasca bedah
b. Menentukan pilihan terapi bagi pasien pasca bedah
c. Menentuka efektivitas terapi nyeri pasca bedah yang telah diberikan
2. Edukasi Pasien
Informasi yang dapat diberikan termasuk :
a. Pentingnya penanganan nyeri pasca bedah
b. Metode-metode yang dapat dilakukan untuk penanganan nyeri pasca bedah
c. Rutinitas penilaian nyeri
d. Optimal intensitas nyeri yang dapat ditoleransi oleh pasien
e. Partisipasi pasien dalam penanganan nyeri pasca bedahnya.
3. Pilihan teknik penanganan nyeri pasca bedah
a. Balanced analgesia
Balancend analgesia (Multimodal Analgesia) menggunakan dua atau lebih
obat analgesi yang bekerja pada mekanisme yang berbeda untuk mendapatkan
efek analgesia yang superior tanpa efek samping yang berarti bila
dibandingkan dengan pemberian obat dengan dosis tunggal yang besar.
Beberapa contoh balanced analgesia adalah : 1) kombinasi opioid epidural
dengan local anastetik epidural ; 2) kombinasi intravena opioid dengan
NSAIDs.
Balanced analgesia sebaiknya menjadi pilihan pada penanganan pasca
bedah bila memungkinkan sesuai dengan jenis operasi dan kondisi pasien.
Paracetamol dan NSADs menjadi obat utama pada nyeri pasca bedah dengan
intensitas ringan sementara opioid dan atau teknik anastesi local dapat
digunakan untuk intensitas nyeri sedang (moderate pain).
Pilihan Analgesik untuk nyeri pasca bedah
Non-opioid analgetikParacetamol, NSAIDs, Including COX-2 inhibitors, gabapentin, pregabalin.
Opioid lemahCodein, Tramadol, Paracetamol dikombinasikan dengan codein atau tramadol.
Opioid kuat Morphine, fentanil, petidin.Adjuvant Ketamin, klonidin
b. Epidural Analgesia
Menggunakan teknik regional epidural dengan meletakkan kateter epidural
dan memberikan obat-obat anastesik local, opioid dan adjuvant lainnya pada
masa pasca bedah baik secara intermiten maupun kontinyu.
c. Blok Saraf Perifer
Blok saraf perifer telah digunakan untuk penanganan nyeri pasca bedah untuk
menurunkan kebutuhan opioid dan efek sampingnya. Blok saraf perifer juga
dapat menghindari efek samping akibat blok neuroaksial (epidural-spinal)
seperti epidural hematom, epidural abses, dan paraparesis.
Gambar 2.8.cara kerja obat pasca operasi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nyeri adalah pengalaman manusia yang universal dan merupakan alasan yang
paling umum pasien mencari perawatan medis. Biasanya nyeri merupakan
mekanisme homeostatik yang normal untuk memaksa suatu organisme untuk
menghindari diri atau mengurangi suatu risiko kerusakan. Nyeri memiliki komponen
sensorik dan emosional dan sering diklasifikasikan sebagai akut atau kronis.
Toleransi dan respon terhadap nyeri itu bervariasi pada setiap orang.
Nyeri merupakan pengalaman yang subyektif sehingga penilaian menjadi sangat
penting. Tidak ada alat ukur objektif yang dapat memberikan penilaian yang
memuaskan. Nyeri juga multidimensional termasuk persepsi nosiseptif dan ekspresi.
Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berorientasi rusak atau tergambar
sebagai adanya kerusakan itu.
Nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata,
keadaan dimana disebut sebagai nyeri akut misalnyan nyeri pascabedah. Namun
terdapat juga suatu keadaan dimana timbul keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan
jaringan yang nyata atau nyeri timbul setelah proses penyembuhan usai, keadaan
dimana disebut sebagai nyeri kronik misalnya nyeri postherpetic, nyeri trigeminal.
Antara stimulus nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu
rangkaian elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi
(nociception) yaitu : proses transduksi (transduction), proses transmisi (transmission),
proses modulasi (modulation), dan proses persepsi (perception).
Berdasarkan lamanya, terdapat nyeri akut, nyeri kronik yang didalamnya ada
tergolong nyeri neuropatik dan nyeri kanker.
Cara penilaian suatu nyeri dapat dilakukan dengan cara memperoleh data
subyektif dari pasien melalui anamnesis dengan acuan Mnemonik PQRST dan alat
bantu pemeriksaan untuk mengevaluasi nyeri seperti Numeric Rating Scale (NRS),
Skala Verbal Deskriptor (VDS), Skala Visual Analog (VAS), dan Faces Pain Scale
(FPS). Masing-masing dari skala ini adalah ukuran yang valid dan dapat diandalkan
untuk intensitas nyeri. Alat-alat yang lebih subjektif untuk menilai nyeri multidimensi
seperti kuesioner nyeri McGill (MPQ).
Pengobatan nyeri dan pascabedah dipakai analgesic non opioid (NSAID) dan
analgesic opioid atau keduanya dikombinasi untuk mendapatkan balanced anastesi.
Ada juga penambahan obat-obatan lain sebagai adjuvant. Untuk nyeri neuropati dapat
digunakan obat-obatan trisiklik antidepresan, antikonvulsan, terapi blok transmisi dan
terapi alternative lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Markman John, Kamesh Narasimhan Sri. The Merck Manual Professional
Edition. Overview of Pain. U.S.A, Whitehouse Station. [serial online]April 2014
[cited on 2015 January 10]. Available from :
http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic_disorders/pain/
overview_of_pain.html
2. RW Hurley , SN Raja . US National Library of Medicine National Institutes of
Health. Mechanism-based therapies for pain. 2004. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15179452
3. Atjeh Ivan. Nyeri dan Penatalaksanaannya. 2013
4. Buku Anastesiologi, Fisiologi Nyeri. Fakultas Kedokteran UNHAS; Makassar.
2003 (hal.208).
5. Tanra AH. Nyeri Suatu Rahmat Sekaligus Sebagai Tantangan. Suplement Vol 26
No.3.2005
6. Latief A.Said dkk. Petunjuk Praktis Anastesiologi “Tatalaksana Nyeri”. Bagian
Anastesiologi dan Teapi Intensif. Edisi ke-2. FKUI; Jakarta. 2002.
7. Rospond M.Raylene. Penilaian Nyeri. 2008
8. Price A. Sylvia, Wilson M.L. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, dalam:
Patofisiologi Vol.2, Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran 2012; EGC. (h.1063-
1083)
9. WHO. WHO's cancer pain ladder for adults 2015. Available from :
http://www.who.int/cancer/palliative/painladder/en/
10. Gunawan Gan Sulistia, dkk. Farmakologi dan Terapi”analgesic-antipiretik,
analgesic anti-inflamasi nonsteroid, dan obat gangguan sendi lainnya”. Edisi ke-5.
FKUI; Jakarta. 2011. (hal.233)
11. Wong & Baker. Pain in Childen comparison of Assessment Scale. Pediatric
Nursing. Vol 14. No.1. 1988
12. J.Balasubramaniam. COX 2 inhibitors and nephrotoxicity. Kidney Care Centre
Tirunelveli; Tamilnadu; India.
13. Structure-Activity Relationships continued. Available from :
http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/anesthesia/site/content/
v02/020297r00.HTM