Makalah NU
description
Transcript of Makalah NU
BAB I
PENDAHULUAN
Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes dan hipertensi yang
menyebabkan timbulnya penyakit ginjal kronik. Asia pada saat ini tengah dilanda epidemik
diabetes melitus tipe-2 atau Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI). Hal ini
disebabkan meningkatnya populasi berusia lanjut, prevalensi obesitas, dan perubahan gaya
hidup.
Diabetes merupakan penyakit yang memasyarakat. IDF (Federasi Diabetes
Internasional ) mengestimasi sekitar 177 juta orang di seluruh dunia dijangkiti penyakit ini,
dan yang terbanyak adalah tipe-2. Sedangkan, WHO menduga data tersebut masih meningkat
menjadi 300 juta orang dalam 25 tahun ke depan.
Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes dan hipertensi yang
menyebabkan timbulnya penyakit ginjal kronik atau Chronic Renal Disease (CRD). Nefropati
diabetik ini ditandai dengan proteinuria. Dari deteksi proteinuria tahap awal
(mikroalbuminuria) hingga nefropati diabetik, berlangsung dari bulanan hingga tahunan.
Karena itu, deteksi dini mikroalbuminuria dilakukan untuk mempertahankan fungsi ginjal
atau menghambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Ny. Anis, 64 tahun datang ke Poliklinik Umum RS Jakarta Raya dengan keluhan lemah dan
sering merasakan berputar/bergoyang saat berdiri lama maupun berjalan selama 2 minggu
terakhir ini. Kadang juga mual tanpa muntah sehingga selera makan berkurang. Aktivitas
harian menurun 2 minggu terakhir. Sebelumnya, Ny. Anis masih mampu melipat/merapikan
pakaian dari jemuran, berbenah meja, nonton TV, menyiram tanaman di kebunnya yang
kecil, mandi serta berbenah diri sendiri. Tidak ada batuk, sesak maupun demam. Buang air
kecil dan besar masih berlangsung seperti biasa.
Ny. Anis mempunyai hipertensi sejak 16 tahun yang lalu dan terkendali dengan
minum obat amlodipin 1 x 10 mg dan kadang hydroclorothiazide 1-2 x 25 mg jika kakinya
bengkak. Selain itu juga mempunyai diabetes melitus sejak 20 tahun yang lalu dengan kontrol
yang tidak teratur. Ny. Anis menggunakan obat glibenclamide dan metformin saat gula darah
tinggi atau saat Ny. Anis makan porsi lebih atau besar, karena sering berkeringat dingin,
lemas tak bertenaga, debar-debar jika minum obat tersebut secara rutin.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Kompos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang, lemah dan agak pucat
Tekanan darah : 150/95 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,8oC
BB : 60 kg
TB : 154 cm
Mata : Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik, reflex pupil normal
2
Leher : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Jantung : Suara jantung normal, batas jantung kiri melebar ke lateral
bawah
Hati dan Limpa : Normal, tak ada nyeri tekan epigastrium
Ginjal : Tak ada balotemen ginjal
Kedua tungkai : Bengkak minimal
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 8,1 g/dl Calsium : 7,6 mg/Dl
MCV : 72 Fl Phospat inorganic : 6,2 mg/Dl
MCH : 21 pg Ureum : 86 mmol/L
MCHC : 30% Albumin : 2,8 g/Dl
Leukosit : 6725 /mm3 Glucose random : 282 mg/Dl
Trombosit : 312.000 / mm3 SGOT/SGPT : 23/25 U/L
Natrium : 138 mmol/L Intack parathyroid hormone: 154 pg/mL
Kalium : 4,8 mmol/L
Urinalisis
Warna urin : Kuning jernih Nitrit : -
BJ : 1.020 Sedimen eritrosit : 0
PH : 6,0 Sedimen leukosit : 0
Protein : ++ Silinder granuler : 1/LPB
3
Glukosa : ++
Darah samar : +
Pemeriksaan penunjang:
4
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas:
1. Nama : Ny. Anis
2. Umur : 64 tahun
3. Jenis kelamin: perempuan
4. Alamat : -
5. Pekerjaan : -
6. Agama : -
Anamnesis
1. Apakah pernah menderita gejala yang sama sebelumnya?
2. Sejak kapan timbul keluhan mual dan bengkak? Apakah setelah meminum obat?
3. Apakah sering merasa haus?
4. Apakah banyak kencing pada malam hari?
5. Seberapa banyak intensitas kencing dalam sehari?
Keluhan utama:
Lemah dan pusing saat berdiri lama atau berjalan
Keluhan tambahan:
Mual dan muntah, penurunan aktivitas dalam 2 minggu terakhir
Riwayat Penyakit Sekarang:
Tidak ada batuk, sesak, dan demam
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Diabetes mellitus sejak 20 tahun lalu dan tidak terkontrol
2. Hipertensi sejak 16 tahun lalu
Riwayat Penyakit Keluarga:
1. Apakah ada riwayat diabetes mellitus di keluarga?
2. Apakah ada riwayat penyakit ginjal di keluaraga?
5
Riwayat Kebiasaan:
1. Bagaimana intake makanan dan minuman?
2. Bagaimana kebiasaan penggunaan obat glibenclamide dan metformin? Apakah sesuai
aturan?
Hipotesis:
1. Anemia e.c
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan metformin. Dan metformin
mengganggu absorbsi B12.
2. Hipoglikemi
Hipoglikemi pada pasien ini merupakan efek samping dari glibenclamide.
3. Nefropati diabetik
Hal ini merupakan manifestasi dari diabetes mellitus yang diderita dalam jangka waktu
yang lama.
4. Chronic Kidney Disease
Hal ini dikarenakan terdapat kerusakan ginjal ≥ 3 bulan disertai abnormalitas struktur
dan fungsi dengan atau tanpa penurunan GFR, GFR <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
5. Glomerulonefritis kronis
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum:
Kesadaran : compos mentis
Ekspresi wajah : tampak sakit sedang, lemah, dan agak pucat.
Status Generalisata:
a. Tanda vital
6
Tanda Vital Normal Hasil
Pemeriksaan
Interpretasi
Nadi 50-100x / menit 90x/ menit Normal
Tekanan
Darah
150/95 mmHg Hipertensi stage I
Pernapasan 16-20x/menit 20x/menit Normal
Suhu Tubuh 36-37ºC 36,8ºC Normal
b. Pemeriksaan antoprometri
BB : 60 kg
TB : 154 cm
BMI : 25,29 (Obesitas stage I)
c. Kepala
Tidak ada kelainan
d. Mata
Konjungtiva pucat
Sklera tidak ikterik
Refleks pupil normal
e. Leher
Dalam batas normal
f. Jantung
7
Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII)
KategoriSistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
PreHipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi
stage I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi
stage II > 160 atau > 100
Batas jantung kiri melebar ke lateral bawah yang menandakan hipertrofi
ventrikel kiri
Suara jantung normal
g. Paru-paru
Normal
h. Abdomen
Tidak ada nyeri tekan epigastrium kemungkinan mual bukan karena
peningkatan asam lambung
Tidak ada tanda ballotement
i. Ekstremitas
Kedua tungkai tampak oedem minimal.
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium Darah
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Interprestasi
Hb 8,1 g/dL 12-16 g/dL Hb pada pasien ini mengalami
penurunan menandakan bahwa
pasien mengalami anemia
MCV 72 fL 80-98 fL MCV adalah ukuran rata-rata
eritrosit, MCV pada pasien ini
mengalami penurunan
menandakan sel darah merah
mengalami pengecilan yang
disebut mikrositik
MCH 21 pg 26-32 pg MCH menunjukan jumlah rata
rata Hb di dalam eritrosit.
MCH dapat digambarkan
memiliki hemoglobin rerata
yang normal atau normokrom
atau hemoglobin rerata yang
kurang yaitu hipokrom.
MCHC 30 % 32-36% Adalah perhitungan rata rata
konsentrasi hemoglobin di
8
eritrosit. MCHC pada pasien
ini mengalami penurunan
Leukosit 6725/mm3 5000-10.000/
mm3
Dalam batas normal
Trombosit 312.000/mm3 150.000-
450.000
Dalam batas normal
Natrium 138 mmol/L 135-145
mmol/L
Dalam batas normal
Kalium 4,8 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L Dalam batas normal
Calcium 7,6 mg/dL 8,4-10,2 mg/dL Calcium pada pasien ini
mengalami penurunan,
mungkin disebabkan karena
usia pasien yang semakin tua,
asupan kalsium yang kurang,
ataupun kegagalan ginjal
dalam mereabsorpsi kalsium.
Posphat inorganic 6,2 mg.dL 2,7-4,5 dL Posphat pasien mengalami
peningkatan
Ureum 86 mmol/L 7-20 mmol/L Ureum merupakan tes
laboratorium yang digubakan
untuk mengukur fungsi ginjal,
ureum yang meningkat
menandakan terjadi gangguan
ekskresi pada ginjal
creatinin 4,1 mg/dL 0,5-1,4 mg/dL Creatinin adalah produk akhir
metabolisme kreatin, yang
akan di sekresi oleh tubulus
dan diekskresikan ke urin,
kreatinin yang meningkat pada
darah menandakan adanya
gangguan fungsi ginjal yaitu
sekresi.
Albumin 2,8 g/dL 3,5-5,8 g/dL Albumin adalah protein untuk
9
menentukan tekanan onkotik
plasma. Penurunan albumin
pada pasien ini mungkin dapat
disebabkan oleh penyakit hati
seperti hepatitis atau sirosis,
ataupun gangguan filtrasi
ginjal.
Glucosa random 282 mg/dL 70-110 mg/dL Menandakan terjadinya
peningkatan glukosa dalam
darah
SGOT 23U/L 3-45 Dalam batas normal
SGPT 25U/L 0-35 Dalam batas normal
Intack parathyroid
hormon
154 pg/ mL 12-65 Paratyroid hormon pada pasien
ini mengalami peningkatan,
dimana fungsi paratyroid
hormon untuk meningkatkan
kadar calcium dalam darah
GFR 11 ≥ 90 Chronic kidney disease stage 5
- Urinalisis
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Interprestasi
Warna urin Kuning jernih Kuning jernih Dalam batas normal
Berat jenis 1.020 1003-1030 Dalam batas normal
PH 6 4,5-8,5 Dalam batas normal
Protein ++ - Menandakan adanya
kebocoran pada proses
filtrasi ginjal
Glukosa ++ - Menandakan terjadi
gangguan reabsorpsi pada
ginjal sehingga tidak
semua glukosa di serap
Darah samar + - Menandakan gangguan
10
proses filtrasi pada ginjal
Nitrit _ _ Nitrit yang negatif
menandakan bahwa
pasien tidak mengalami
penyakit infeksi
Sedimen eritrosit 0 0 Dalam batas normal
Sedimen leukosit 0 0 Dalam batas normal
Silinder granular 1/LPB - Adanya gangguan pada
ginjal.1
- Ro n tgen
Didapatkan kardiomegali di bagian kiri jantung.
- EKG
Didapatkan inverse gelombang T dan depresi segmen ST pada sandapan V2.
- USG
11
Didapatkan gambaran ginjal yang mengecil dan cortex yang hiperechoic gagal ginjal
kronik.
Diagnosis kerja:
Chronic Kidney Disease stage 5 et causa nephropathy diabetic
Penatalaksanaan:
1. Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk mencegah retensi
Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan efektivitas obat antihipertensi yang lebih
proten.
2. Diet rendah protein (DRP)
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah progresivitas
penurunan faal ginjal.
3. Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik, tetapi tidak semua
obat antihipertensi mempunyai potensi untuk mengurangi ekskresi proteinuria.
a) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambatEAC paling efektif untuk
mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya.
b) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium golongan
nifedipine kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada nefropati diabetik dan
nefropati non-diabetik.
c) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine.
Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik (DMT) kombinasi
penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine mempunyai efek.
4. Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia dengan
parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO).
Jika ginjal tidak bisa melakukan fungsinya seminimal mungkin untuk tubuh maka harus
dilakukan :
12
1. Dialisis
a. Hemodialisis
Terdapat alat untuk memfiltrasi darah dari zat-zat yang tidak dibutuhkan hasil
metabolisme dan kelebihan cairan. Indikasi: kelebihan cairan, keadaan umum buruk dan
gejala klinis nyata, Kalium serum >6 mEq/L, ueum darah >200 mg/dl, ph darah <7,1,
anuria berkepanjangan.
b. Peritoneal dialisis
Kateter dimasukan ke cavum abdomen dengan “dialysis solution” yang akan menyerap
zat yang tidak diperlukan hasil metabolisme dan kelebihan cairan.
2. Transplantasi Ginjal
Dilakukan jika kondisi kesehatan tidak ada yang mengancam jiwa selain chronic kidney
disease. Perlu dipertimbangkan usia pasien untuk dapat menilai tingkat keberhasilan
terapi. Angka harapan dan kualitas hidup lebih baik daripada menggunakan terapi dialisis.
Komplikasi
1. Retinopati diabetic
Sebenarnya tampak pada semua orang dengan Insulin Dependent Diabetic Mellitus
(IDDM) yang menderita nefropati meskipun hanya 50-60% pasien dengan proteinuria
NIDDM menderita retinopati. Ketiadaan retinopati memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut pada gromerulopati non diabetic. Kebutaan berupa retinopati proliferatif berat
atau makulopati kira kira 5x lebih biasa pada orang dengan IDDM atau NIDDM dan
nefropati daripada pada orang dengan normoalbuminuria.
2. Makroangiopati
Seperti stroke, stenosis arteri carotis, penyakit vascular perifer adalah 2-5 x lebih
biasa pada pasien dengan nefropati, coronary heart disease. Terganggunya kadar
lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah
jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat
serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri.
Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom
yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa
sesak, bengkak, dan lekas lelah.
3. Ulkus pada kaki
13
Berhubungan dengan sepsis, yang membutuhkan amputasi, sering kali terjadi (>25%),
kemungkinan karena adanya gabungan kelainan saraf dan arteri.
4. Neuropati autonom
Mungkin asimtomatik dan manifestasi sederhana berupa gambaran cardiovascular
abnormal atau berupa gejala tidak khas.2
Prognosis:
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungtionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
14
Nefropati Diabetik
A. Definisi
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab
utama gagal ginjal di Eropa dan USA. Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I, adalah
hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal.
Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih
terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi
Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Difstick
positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan
hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa
biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.
B. Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang merupakan komplikasi dari penyakit DM
dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika.
Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase
Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
C. Faktor Resiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari studi
perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
1. Hipertensi dan prediposisi genetika
2. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
a. Antigen HLA (human leukosit antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen HLA
dengan kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b. Glukose transporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk
mendapat Nefropati Diabetik.
3. Hiperglikemia
4. Konsumsi protein hewani.
15
D. Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun 1998, penyakit ginjal
diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di antara penderita yang menjalani
terapi pengganti ginjal (16%). Dari angka tersebut sebanyak 9,5% disebabkan oleh penyakit
ginjal diabetik, (6,8%) dilaporkan disebabkan oleh DM tipe I dan 2,7% disebabkan oleh DM
tipe II.
Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang menderita DM tipe I selama 30 tahun
adalah sekitar 30 %. Sedangkan prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang menderita
DM tipe II selama 10 tahun adalah sekitar 20-25%. Sumber lain menyebutkan dari hasil
estimasi 12 sampai 14 juta penderita DM di USA diperoleh bahwa 30% sampai 40%
penderita DM tipe I akan mengalami komplikasi menjadi gagal ginjal terminal sedangkan
pada penderita DM tipe II hanya sekitar 5-10% yang berkembang menjadi gagal ginjal
terminal. 3
E. Patofisiologi
Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT),
terutama GLUT1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway,
hexoamine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway, dan penumpukan zat yang disebut
sebagai advanced glycation end-products (AGEs). Beberapa zat biologis aktif mitogen
activated kinase (MAPKs), PKC-b isoform dan extracellular regulated protein kinase (ERK),
dapat berperan penting dalam pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan sintesis bahan matriks
ekstraseluler. Ditemukannya zat yang mampu menghambat aktivitas zat-zat tersebut telah
terbukti mengurangi aktivitas yang timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria
dan derajat kerusakan struktural berupa penumpukan matriks mesangial. Kemungkinan besar
perubahan ini diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor-ß (TGF- ß) dan
penurunan extracellular matrix (ECM). Kadar TGF- ß meningkat pada ginjal pasien diabetes.
Berbagai proses diatas dipercaya bukan saja berperan dalam terbentuknya nefropati pada
pasein DM akan tetapi juga dalam progresifitasnya menuju tahap lanjutan.
Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan
intragromelurus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik
meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktifitas berbagai
hormon vasoaktif, seperti angiotensin-II (A-II) dan endotelin. Belum jelas apakah
peningkatan jalur humoral ini terkait dengan hiperglikemia, akan tetapi pada binatang
percobaan pemberian penghambat ACE ataupun angiotensin receptor blocker telah
ditunjukkan mengurangi tekanan intraglomerulus. Oleh karena penghambatan ACE bukan
16
hanya mempengaruhi jalur terkait angiotensin-II tetapi juga mempengaruhi degradasi
bradikinin, suatu vasodilator, maka sebenarnya belum dapat disimpulkan pengaruh baik
tersebut adalah diberikan oleh antagonis terhadap A-II. Berbagai laporan telah menunjukan
bahwa pengaruh utama dari penghambat ACE terhadap terjadinya albuminuria jangka
panjang serta perubahan struktural glomerulus adalah melalui kemampuannya menghambat
A-II.
Pasien dengan nefropati diabetik juga mempunyai resiko tertinggi untuk mendapat penyulit
penyakit kardiovaskular, sebagaimana juga retinopati dan neuropati. Penyakit kardiovaskular
berhubungan erat dengan disfungsi endotel (DE), yang pada diabetes juga meningkat. DE
merupakan penyulit banyak faktor resiko dan dianggap berperan penting, baik dalam memicu
terjadinya maupun dalam progresivitas aterosklerosis. Pada berbagai faktor resiko tersebut
LDL-kolesterol yang oksidatif, merokok, dan hipertensi, A-II dan diabetes memicu
aterosklerosis melalui aktivitas endotel. Keseluruhan faktor resiko ini membuat ketersediaan
nitric oxide (NO) berkurang baik karena produksi yang menurun ataupun degradasi yang
meningkat, kesemuanya menambah lagi aktivitas endotel. Pada DM 1 keadaan ini terlihat
mendahului terjadinya mikroangiopati diabetik dan mungkin juga sebagai penyebabnya.
Ada pandangan bahwa hiperglikemia memudahkan terjadinya DE, selanjutnya faktor genetik
dan lingkungan berperan untuk menentukan pasien mana yang akan mengalami nefropati
diabetik dan angiopati yang agresif dan pasien mana yang tidak. Pada pasien DM tipe 2, DE
sudah muncul sejak awal ditemukannya diabetes dan merupakan pertanda buruk. Tidak jelas
apakah DE pada diabetes ini disebabkan hiperglikemi atau faktor lain. Faktor penentu lain
yang paling penting adalah peningkatan inflamasi. Ada yang berpendapat bahwa DE pada
DM adalah primer, dengan kata lain DE adalah penyebab dan bukan disebabkan DM.
Genetik adalah faktor penentu lain yang erat kaitannya dengan terjadinya nefropati diabetic.
Hanya sekitar 40% pasien DM tipe 1 maupun DM tipe 2 yang jatuh ke dalam nefropati
diabetik. Lainnya terbebebas dari penyulit diabetes ini. Telah banyak penelitian yang
menyimpulkan bahwa terjadinya nefropati diabetik terkumpul pada kelompok keluarga
tertentu. Salah satu yang selalu diselidiki adalah polimorfisme pada renin angiotensin system
(RAS), ada 2 jenis yang sudah dikenali, yaitu genotip M235T dari angiotensinogen dan
insersi/delesi dari genotip ACE. Selalu dikemukakan bahwa genotip DD mempunyai kaitan
dengan terjadinya makroangiopati pada pasien DM tipe 2 dari ras Cina, akan tetapi tidak pada
ras lain.4
D. Gambaran Klinik
17
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5
tahap:
1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20-50% diatas
nilai normal menurut usia.
Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria.
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min. 5
2. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan:
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal.
Awal kerusakan struktur ginjal
3. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai menurun
Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara dengan eksresi protein
30-300mg/24j.
Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Proteinuria menetap(>0,5gr/24j).
Hipertensi
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
5. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan5-
7tahun kemudian akan sampai stadium V.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes
mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada
NIDDM saat diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan
18
status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang
buruk.
E. Penatalaksanaan
A. Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1. Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah penting untuk mencegah/mengurangi
semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.
a. Diet
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi &
Metabolisme, misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas.
Variasi diet dengan pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung
dari penyakit penyerta :
Hiperkolesterolemia
Urolitiasis (misal batu kalsium)
Hiperurikemia dan artritis Gout
Hipertensi esensial
b. Pengendalian hiperglikemia
1) Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting .
a) Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
b) Insulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c) Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan
untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d) Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi glukosa
sebagai pencetus nefomegali.
Kenaikan konsentrasi urinary N-acetyl-Dglucosaminidase (NAG)
sebagai petanda hipertensi esensial dan nefropati.
e) Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
f) Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
2) Obat antidiabetik oral (OADO)
19
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat
edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience).
Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek farmakologi dan
farmakokinetik antara lain :
a) Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau metabolitnya.
b) Eleminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar.
c) Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell
(ASMC).
d) Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi.
2. Pengendalian hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan berhubungan dengan
banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat antihipertensi sering mengalami perubahan,
(b) kenaikan risiko efek samping, (c) hiperglikemia sulit dikendalikan, (d) kenaikan
lipid serum.
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas dan
mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati diabetik. Pemilihan
obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan dengan pasien angiotensin-converting
(EAC)
a. Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (EAC)
Hasil studi invitro pada manusia penghambat EAC dapat mempengaruhi efek
Ang-II (sirkulasi dan jaringan).
b. Golongan antagonis kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efeksamping):
1) Efek inotrofik negatif
2) Efek pro-aritmia
3) Efek pro-hemoragik
Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non dihydropiridine.
c. Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus memperhatikan
kondisi setiap pasien :
Blokade β-kardioselektif dengan aktivitaas intrinsik simpatetik minimal
misal atenolol.
Antagonis reseptor α-II misal prozoasin dan doxazosin.
Vasodilator murni seperti apresolin, minosidil kontra indikasi untnuk
pasien yang sudah diketahui mengidap infark miokard.
20
3. Mikroalbuminuria
a. Pembatasan protein hewani
Sudah lebih ½ abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah protein (DRP)
mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit ginjal eksperimen,
tetapi mekanismenya masih belum jelas.
Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per hari) dapat
mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada nefropati diabetik
(ND) stadium dini Hipotesis DRP untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal:
1) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma flow rate
(Q) dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler, berakhir dengan
penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular
preessure)
2) Efek non-hemodinamik
Memperbaiki selektivitas glomerulus
Kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus menyebabkan transudasi
circulating macromolecules termasuk lipid ke dalam ruang subendotelial dan
mesangium. Lipid terutama oxidize LDL merangsang sintesis sitokin dan
chemoattractant dan penimbunan sel-sel inflamasi terutama monosit dan
makrofag.
Penurunan ROS
Bila pH dalam tubulus terutama lisosom bersifatt asam dapat menyebabkan
disoasi Fe dari transferrin akibat endositosis. Kenaikan konsentrasi Fe selular
menyebabkan pembentukan ROS.
Penurunan hipermetabolisme tubular
Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang masih utuh (intac),
diikuti peningkatan transport Na+ dalam tubulus dan merangsang pertukaran
Na+/H+
DRP diharapkan dapat mengurangi energi untuk transport ion dan akhirnya
mengurangi hipermetabolisme tubulus.
Mengurangi growth factors & systemic hormones
Growth factors memegang peranan penting dalam mekanisme progresivitas
kerusakan nefron (sel-sel glomerulus dan tubulus).
DRP diharapkan dapat mengurangi :
21
Pembentukan transforming growth factor beta (TGF-β dan platelet-
derived growth factors (PDGF).
Konsentrasi insulin-like growth factors (IGF-1), epithelial-derived
growth factors (EDGF), Ang-II (lokal dan sirkulasi), dan parathyroid
hormones (PTH).
3) Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai terapi tunggal atau
kombinasi dengan antagonis kalsium non-dihydropiridine dapat mengurangi
proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal.
A. Nefropati diabetik nyata (overt diabetic nephropathy)
Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis; tidak jarang
melibatkan disiplin ilmu lain.
Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata :
1. Manajemen Utama (esensi)
a. Pengendalian hipertensi
1) Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk
mencegah retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan efektivitas
obat antihipertensi yang lebih proten.
2) Obat antihipertensi
Pemberian antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan permasalahan
tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai penurunan faal ginjal,
permasalahan lebih rumit lagi.
Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat
antihipertensi antara lain :
a) Efek samping misal efek metabolik
b) Status sistem kardiovaskuler.
− Miokard iskemi/infark
− Bencana serebrovaskuler
c) Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.
b. Antiproteinuria
1) Diet rendah protein (DRP)
22
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah
progresivitas penurunan faal ginjal.
2) Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik, tetapi
tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk mengurangi
ekskresi proteinuria.
d) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling
efektif untuk mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya.
e) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium
golongan nifedipine kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada
nefropati diabetik dan nefropati non-diabetik.
f) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non
dihydropyridine. Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik
(DMT) kombinasi penghambar EAC dan antagonis kalsium non
dihydropyridine mempunyai efek.
3) Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia
dengan parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO).
2. Managemen Substitusi
Program managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis lainnya yang
berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya.
a) Retinopati diabetik
Terapi fotokoagulasi
b) Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit jantung kongestif
Penyakit jantung iskemik/infark
c) Bencana serebrovaskuler
Stroke emboli/hemoragik
d) Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi kolesterol-
LDL.
23
C. Nefropati diabetik tahap akhir (End Stage diabetic nephropathy)
Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetik
Saat dimulai (inisiasi) program terapi pengganti ginjal sedikit berlainan pada GGT
diabetik dan GGT non-diabetik karena faktor indeks komorbiditas. Pemilihan macam
terapi pengganti ginjal yang bersifat individual tergantung dari umur, penyakit penyertaa
dan faktor indeks ko-morbiditas.5
Gagal Ginjal
A. Definisi
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara
normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami
penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa
metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta cairan akan
melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran
besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian
ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus
ginjal. Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat akan diserap
lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat. Hasil
akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal
ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi
ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak
dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi
lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate =
GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73
m2.
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi
1 Lebih dari 90 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih normal atau
24
sedikit meningkat
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)
B. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal.Hal ini dapat
disebabkan oleh:
o hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang
hebat.
o Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
o Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
o Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan
berlebihan berupa urin.
o Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh
darah ginjal.
Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
o Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga
menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.
o Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
o Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot
yang rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka
bakar yang hebat.
o Multiple myeloma.
o Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus
sistemik, Wegener's granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
25
Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
o Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran
urin berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
o Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari
saluran kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
o Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
o Batu ginjal.
Sedangkan penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati
diabetikum.
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena
penyakit lupus atau pasca infeksi.
Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.
Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.
Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan
aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).
Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.
C. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya
kompensasi.Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
26
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,dan dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronk terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadarurea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan beratbadan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
C. Gambaran Klinik
Gagal ginjal stadium awal sangat sulit dideteksi karena tidak menimbulkan keluhan atau ciri-
ciri yang jelas. Di rumah sakit, kasus gagal ginjal biasanya terdeteksi dengan pemeriksaan
ureum dan kreatinin darah. Gejala yang berhubungan dengan gagal ginjal biasanya tidak
khas, misalnya anoreksia, mual, muntah dan perubahan status mental yang disebabkan oleh
penumpukan zat-zat sisa metabolisme tubuh khususnya urea serta pembengkakan tungkai
atau bagian tubuh lain karena penumpukan cairan. Beberapa pasien, terutama yang gagal
27
ginjalnya disebabkan oleh kelainan prerenal, akan mengalami penurunan jumlah urin (jumlah
urin normal minimal 0.5–1.0 mL/kgBB/jam).
G ambaran Klinik Gagal Ginjal Akut
1. Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh kondisi prerenal, yaitu:
Rasa haus dan pusing saat perubahan posisi tubuh (ortostatik) karena penurunan
tekanan darah
Denyut nadi yang cepat (>100x/menit)
Mukosa bibir kering
Produksi keringat berkurang.
Jika kerusakan ginjal dicurigai karena zat yang bersifat toksik terhadap ginjal, maka dapat
ditelusuri riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya atau penyakit yang dapat
menghasilkan zat-zat berbahaya bagi ginjal.
2. Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh kondisi postrenal, yaitu:
Nyeri pinggang
Nyeri suprapubik
Jika dicurigai hipertrofi prostat sebagai penyebab gagal ginjal akut, dapat dicari riwayat
kebiasaan buang air kecil pada malam hari, frekuensi buang air kecil yang meningkat dan
pada pemeriksaan fisik ditemukan prostat yang membesar.
G ambaran Klinik Gagal Ginjal Kronik
Pada tahap awal gagal ginjal kronik, mungkin tidak ditemukan gejala klinis karena ginjal
masih bisa beradaptasi dalam menjalankan fungsinya. Pada tahap lanjut, gagal ginjal kronis
dapat menyebabkan anemia dengan gejala lemas, letih, lesu dan sesak napas. Terjadi
penumpukan cairan tubuh yang lebih banyak sehingga dapat menyebabkan pembengkakan
pada seluruh tubuh. Beberapa pasien memberikan gejala yang disebabkan keadaan uremia
,yaitu mual, muntah, perubahan status mental, dan disertai ketidakseimbangan elektrolit. 6
28
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis Ny.
Anis adalah Chronic Kidney Disease stage 5 et causa nephropathy diabetic. Nefropati
29
Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM. Gagal ginjal adalah suatu kondisi di
mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal. Jadi pada kasus ini terjadi
manifestasi DM pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi secara
normal. Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu dengan diet rendah garam (DRG), diet
rendah protein (DRP), obat antihipertensi, optimalisasi terapi hiperglikemia.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Sacher A Ronald, Mc Pherson A richard. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan
laboratorium. Edisi 11. Jakarta:EGC; 2004. p. 42-55
30
2. Chronic Kidney Failure. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/kidney-
failure/DS00682/DSECTION=treatments-and-drugs. Accessed April 6 2013
3. Thorp ML. Diabetic Nephropathy: Common Questions. 2005. Available at:
http://www.aafp.org/afp/2005/0701/p96.html. Accessed April 7, 2013.
4. Lubis HR. Penyakit Ginjal Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati,
Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. p. 979-80.
5. Rindiastuti Y. Nefropati Diabetik. 2008. Available at:
http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/nefropati-diabetik.pdf. Accessed April
6, 2013.
6. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. P. 581- 4
31