Makalah NT
-
Upload
anggiopple -
Category
Documents
-
view
39 -
download
11
description
Transcript of Makalah NT
PENDAHULUAN NEUROTRANSMITER
Uraian
Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang meneruskan informasi elektrik
dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor. Sifat neurotransmitter adalah sebagai berikut:
• Disintesis di neuron presinaps
• Disimpan di vesikel dalam neuron presinaps
• Dilepaskan dari neuron di bawah kondisi fisiologis
• Segera dipindahkan dari sinaps melalui uptake atau degradasi
• Berikatan dengan reseptor menghasilkan respon biologis.
Gambar 1. Tahapan yang dialami neurotransmitter
1
Berbagai neurotransmitter yang ditemukan di sistem saraf:
Excitatory : Acetylcholine
Aspartate
Dopamine
Histamine
Norepinephrine
Epinephrine
Glutamate
Serotonin
Inhibitory : GABA
Glycine
Biosintesis katekolamin (Dopamine, Norepinephrine dan Epinephrine).
1. Hidroksilasi :
Pada tahap ini reaksi melibatkan konversi tirosin, oksigen dan tetrahidrobiopterin menjadi dopa
dan dihidrobiopterin. Reaksi ini dikatalisis enzim tirosin hidroksilase dan bersifat ireversibel.
2. Dekarboksilasi
Pada tahap ini enzim dekarboksilase dopa akan mengkatalisis dekarboksilasi dopa menghasilkan
dopamin. Defisiensi enzim ini akan menyebabkan penyakit Parkinson. Reaksi ini bersifat
ireversibel. Kofaktor untuk reaksi ini adalah PLP (pyridoxal phosphate). Pada sel yang
mensekresi dopamin, jalur neurotransmiter berakhir pada tahap ini.
3. Hidroksilasi
Reaksi ini dikatalisis oleh enzim dopamine =-hydroxylase. Reaktan meliputi dopamine, O2 dan
askorbat (vitamin C). Produknya adalah norepinephrine, air dan dehidroaskorbat. Reaksi ini
2
bersifat ireversibel. Produk dari sel noradrenergik adalah norepinefrin dan jalurnya berakhir di
sini.
4. Metilasi
Reaksi ini dikatalisis oleh feniletanolamin N-metiltransferase. Norepinefrin dan
Sadenosilmetionin (ado-Met) membentuk epinephrine dan S-adenosil homosistein (ado-
Hcy).
Gambar 2. Biosintesis katekolamin
3
Metabolisme katekolamin
Metabolisme katekolamin merupakan reaksi yang kompleks. Enzim utama yang terlibat dalam
degradasi katekolamin adalah monoamine oxidase (MAO), yang mendegradasi asam amino
alifatis. MAO sendiri merupakan target penting dalam pengembangan obat. Intermediat aldehid
kemudian dioksidasi menjadi asam karboksilat yang sesuai, atau direduksi menjadi alkohol.
Monoamine oxidase ditemukan terutama di membran mitokondria, dalam bentuk isoenzim.
Enzim lain yang terlibat dalam biodegradasi katekolamin adalah catecholamine
Omethyltransferase (COMT), suatu enzim sitoplasma yang menggunakan S-adenosyl6.5
methionine untuk memetilasi gugus 3–OH dari katekolamin menjadi tidak aktif. Senyawa
termetilasi tidak diambil lagi dalam sinaps.
Sedangkan tahapan degradasi noradrenalin ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 3. Jalur degradasi noradrenalin
4
Biosintesis Serotonin:
Serotonin disintesis di sistem saraf pusat dan sel kromafin dari asam amino Triptofan, melalui
dua tahapan reaksi :
1. Hidroksilasi.
Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah triptofan hidroksilase. Kofaktor dalam reaksi ini
adalah tetrahidrobiopterin, yang dikonversi menjadi dihidrobiopterin.
2. Dekarboksilasi
Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah hidroksitriptofan dekarboksilase.
Serotonin didegradasi melalui dua reaksi :
1. Oksidasi
2. Dehidrogenasi
5
Gambar 4. Biosintesis dan degradasi serotonin
Biosintesis neurotransmiter lain :
6
ASETILKOLIN DAN RESEPTOR KOLINERGIK
Uraian
Ligan dari reseptor kolinergik adalah neurotransmiter asetilkolin (ACh). Asetilkolin merupakan
molekul ester-kolin (choline ester) yang pertama diidentifikasi sebagai neurotansmitter. ACh
dibuat di dalam susunan saraf pusat oleh saraf yang badan selnya terdapat pada batang otak dan
forebrain, selain itu disintesis juga dalam saraf lain di otak. ACh beraksi pada sistem saraf
otonom di perifer dan di pusat, dan merupakan transmitter utama pada saraf motorik di
neuromuscular junction pada vertebrata.
Jalur Biosintesis ACh
Gambar 5. Jalur biosintesis asetilkolin
7
Sintesis dan degradasi ACh
ACh yang dilepas dari ujung presinaptik mengalami dua hal sebagai berikut:
1. Beraksi pada reseptornya, pada pascasinaptik dan presinaptik
2. ACh diambil kembali (re-uptake) ke ujung presinaptik dalam bentuk hasil metabolismenya,
yaitu kolin, digunakan lagi sebagai prekursor sintesis ACh. Proses ini dapat dihambat oleh
hemikolinium yang menghambat transporter kolin sehingga menghalangi masuknya kembali
kolin ke presinaptik.
3. ACh mengalami degradasi menjadi kolin dan asetat oleh enzim kolinesterase
Transmisi Kolinergik
Enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dan degradasi ACh.
1. Choline Acetyltransferase (kolin asetiltransferase)
Enzim ini mengkatalisa asetilasi kolin dengan asetil koenzim A, merupakan protein konstituen
dari saraf, disintesis diantara perikarion kemudian ditransport sepanjang akson sampai ujungnya.
Transport kolin dari plasma ke saraf-saraf dipengaruhi oleh perbedaan tinggi dan rendahnya
afinitas sistem transport. Sistem afinitas tinggi bersifat unik terhadap saraf kolinergik dan
tergantung pada kada Na+ ekstraseluler, dan bisa dihambat oleh hemikolinium.
2. Acetylcholinesterase (Asetilkolin esterase, AChE)
AChE terdapat pada saraf kolinergik. Enzim ini mempunyai dua sisi pengikatan keduanya
penting untuk degradasi ACh. Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul ACh
pada enzim. Begitu ACh terikat, reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif yang disebut daerah
esteratik. Di sini ACh terurai menjadi kolin dan asam asetat. Kolin kemudian diambil lagi
melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran presinaps.
8
Gambar 6. Sisi aktif enzim asetilkolinesterase
ACh sebagai neurotransmitter dalam sistem motorik dan sistem saraf tertentu harus dihilangkan
dan diaktivasi dalam waktu tertentu. Hidrolisis ACh menjadi kolin dan asetat memerlukan waktu
kurang dari satu milisecond pada neuromuscular junction.
Farmakologi
Obat-obat golongan inhibitor kolinesterase : neostigmin, fisostigmin, takrin, donepezil,
rivastigmin dan galantamin. Obat ini digunakan untuk meningkatkan kadar ACh di tempat
aksinya pada penyakit-penyakit yang disebabkab kurangnya aksi ACh seperti glaucoma,
myasthenia gravis dan gangguan otot polos.
Penyimpanan dan Pelepasan ACh
ACh dilepaskan dari ujung saraf motor dalam jumlah yang konstan, yang disebut quanta (atau
vesikel). Perkiraan jumlah ACh dalam vesikel sinaptik berkisar antara 1.000-50.000 molekul
setiap vesikel. Dalam satu ujung saraf motor terdapat 300.000 atau lebih vesikel.
9
Karakteristik transmisi kolinergik pada beberapa tempat aksi
1. Di otot skelet
Kombinasi ACh dan reseptor ACh nikotinik di permukaan eksternal dari membran
postjunctional memicu peningkatan permeabilitas kation. Aktivasi reseptor oleh ACh intrinsik
kanal terbuka selama 1 milisecond dan kurang lebih 50.000 ion Na+ melewati kanal. Akibatnya
terjadi depolarisasi diikuti potensial aksi otot yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot.
2. Efektor otonom
Stimulasi atau inhibisi dari sel efektor otonom timbul karena aktivasi reseptor ACh muskarinik.
Reseptor terhubung pada protein G.
3. Ganglia otonom
Transmisi kolinergik pada ganglia otonom serupa dengan yang terjadi pada otot skelet. Sel
ganglion mengalami perubahan muatan dengan adanya sedikit ACh. Depolarisasi awal terjadi
karena aktivasi reseptor ACh nikorinik, yaitu ligand gated cation channel yang fungsinya mirip
dengan yang terdapat pada neuromuscular junction
Reseptor Kolinergik
Reseptor kolinergik terbagi 2 tipe, yaitu :
• Reseptor ACh Nikotinik
• Reseptor ACh Muskarinik
Reseptor kolinergik banyak dijumpai di sistem saraf otonom di perifer maupun di pusat.
Keduanya berbeda dalam hal transduksi sinyalnya.
Reseptor ACh Nikotinik
Reseptor ini merupakan reseptor terhubung dengan kanal ion. Reseptor nikotinik dapat berikatan
dengan nikotin, tetapi juga memiliki beberapa ikatan dengan senyawa lain. Reseptor nikotinik
merupakan suatu protein pentamer yang terdiri dari lima subunit yaitu: subunit α2,β, γ, dan δ
yang masing-masing berkontribusi membentuk kanal ion, dengan dua tempat ikatan untuk
10
molekul ACh. Ion K+ dan Na+ dapat keluar masuk melintasi membran. Reseptor ini berlokasi di
neuromuscular junction, ganglia otonom, medulla adrenal, dan susunan saraf pusat. Paling
banyak ditemukan di neuromuscular junction (neuromuscular junction adalah sinaps yang terjadi
antara saraf motorik dengan serabut otot). Reseptor nikotinik berperan memperantarai terjadinya
kontraksi otot polos.
Gambar 7. Reseptor nikotinik
Aktivasi reseptor nikotinik pada neuromuscular junction
Potensial aksi pada ujung presinaptik saraf motorik menyebabkan terjadinya pembukaan kanal
ion Ca++ yang teraktivasi oleh voltase. Kemudian ion Ca++ masuk dan memicu pelepasan ACh
pada ujung saraf. ACh berikatan dengan reseptor nikotinik, menyebabkan pembukaan kanal ion
Na+. Kemudian Na+ masuk dan menyebabkan terjadi depolarisasi lokal yang memicu
terbukanya kanal ion Na+ yang teraktivasi voltase. Selanjutnya Na+ berikutnya masuk memicu
potensial aksi lebih lanjut sampai mencapai T tubule dan membuka kanal Ca++ teraktivasi
voltase pada membran retikulum sarkoplasma (RS). Pelepasan Ca++ dari RS ke sitosol
menyebabkan terjadinya kontraksi otot
Obat yang beraksi menghambat reseptor Asetilkolin Nikotinik : Golongan Penyekat
neuromuskular (Antikolinergik).
11
Obat golongan ini banyak digunakan pada pelaksanaan operasi /pembedahan atau pada kondisi
dimana kontraksi otot harus dihindari. Obat ini diklasifikasikan lagi menjadi dua golongan,
yaitu : Non-depolarizing blocking agent dan Depolarizing blocking agent.
1. Non-Depolarizing blocking agent
Non-Depolarizing blocking agent merupakan suatu antagonis yang bekerja dengan cara
berkompetisi dengan ACh untuk berikatan dengan reseptor yang berada di sel otot sehingga
menyebabkan aksi ACh menjadi terhambat dan terjadi relaksasi otot. Contohnya adalah
tubokurarin. Tubokurarin awalnya digunakan oleh orang pedalaman Amerika selatan untuk
racun anak panah untuk berburu. Tubokurarin bersifat kurang selektif karena juga mengikat
reseptor ACh nikotinik di ganglion sehingga menyebabkan efek samping tidak terkontrolnya
tekanan darah. Contoh obat lain adalah pankuronium, vekuronium, rokuronium, atrakurium dan
mivakurium.
2. Depolarizing blocking agent
Depolarizing blocking agent merupakan agonis partial reseptor ACh nikotinik. Contohnya
adalah suksametonium atau suksinilkolin. Jika obat ini berikatan pada reseptor ACh nikotinik,
kanal ion Na+ terbuka yang menyebabkan depolarisasi. Untuk menghasilkan potensi aksi, kanal
ion harus diaktivasi dan kemudian diinaktivasi. Kanal ion yang terinaktivasi harus repolarisasi
untuk kembali ke kondisi istirahat dan kemudian dapat diaktivasi lagi. Ikatan suksinilkolin
dengan reseptor nikotinik menyebabkan perpanjangan lama depolarisasi sehingga justru akan
menghambat penghantaran potensil aksi lebih lanjut. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
relaksasi otot.
Reseptor ACh Muskarinik
Reseptor muskarinik mampu mengikat muskarin, suatu senyawa yang berasal dari jamur
Amanita muscaria. Reseptor ini terdistribusi luas di seluruh tubuh dan mendukung berbagai
fungsi vital, di otak, sistim saraf otonom, terutama saraf parasimpatis. Aktivasi reseptor pada
perifer menyebabkan berkurangnya frekuensi denyut jantung, relaksasi pembuluh darah,
konstriksi sal pernafasan, peningkatan sekresi dari kelenj keringat dan lakrimasi, konstriksi pada
otot spinkter bola mata dan otot siliar mata. Di otak reseptor ini dijumpai pada cerebral cortex,
12
striatum, hippocampus, thalamus dan brainstem. Reseptor ini berpartisipasi dalam banyak fungsi
penting, belajar, ingatan dan kontrol postur tubuh.
Struktur reseptor muskarinik:
Reseptor muskarinik merupakan reseptor terhubung protein G, terdiri dari 5 subtype yaitu : M1,
M2, M3, M4, M5. Reseptor M1, M3, dan M5 terhubung dengan protein Gq, sedangkan reseptor
M2 dan M4 terhubung dengan protein Gi dan dengan suatu kanal ion. Respons yang timbul dari
aktivasi reseptor muskarinik oleh ACh dapat berbeda, tergantung pada subtipe reseptor dan
lokasinya.
13
NOREPINEFRIN DAN RESEPTOR ADRENERGIK
Uraian
Adrenalin dan noradrenalin merupakan golongan katekolamin yang mengaktifkan reseptor
adrenergik. Keduanya dilepaskan dari dua tempat yang berbeda : noradrenalin merupakan
neurotransmiter utama dari sistem saraf simpatik yang mensarafi berbagi organ dan jaringan.
Sebaliknya adrenalin, diproduksi oleh kelenjar adrenalin ke dalam sirkulasi.
Gambar 8. Sintesis dan pelepasan noradrenalin dan adrenalin
14
Proses transmisi
Gambar 9. Proses transmisi sistem adrenergik
15
Gambar 9. Target obat-obat yang bekerja pada sistem adrenergik
Reseptor adrenergik
Reseptor noradrenalin dan adrenalin adalah reseptor adrenergik (adrenoreseptor), yang
merupakan reseptor terkopling protein G, dan tersebar di berbagai organ dan jaringan. Reseptor
adrenergik mengatur berbagai parameter fisiologi seperti tekanan darah, detak jantung, dan lain-
lain.
Ada dua kelompok utama reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α dan β, masing-masing
dengan beberapa subtipe:
• Reseptor α terdiri dari subtipe α1 (Gq coupled receptor) dan α2 (Gi coupled receptor).
• Reseptor β terdiri dari subtipe β1, β2 dan β3. Ketiganya terhubung dengan protein Gs.
16
Gambar 10. Jenis reseptor adrenergik dan peran fisiologisnya
Reseptor α
Reseptor α terdiri dari reseptor α1 dan α2. Reseptor α1 penting untuk regulasi kontraksi otot
polos sedangkan reseptor α2 penting untuk pelepasan neurotransmiter prasinaps. Gambar 10
menunjukkan berbagai subtipe reseptor α, termasuk sinyaling serta senyawa-senyawa yang
bersifat sebagai agonis dan antagonisnya.
17
• Re septor α1, ditemukan di otot polos, jantung, dan hati dengan efek vasokonstriksi,
relaksasi intestinal, kontraksi uterus dan dilatasi pupil.
• Reseptor α2, ditemukan di platelet, otot polos vaskuler, ujung saraf, dan islet pankreas, dengan
efek agregasi platelet, vasokonstriksi, penghambatan pelepasan norepinefrin dan sekresi insulin.
Gambar 11. Subtipe reseptor α, sinyaling, agonis dan antagonisnya
Reseptor α -adrenergik terdiri dari tujuh heliks transmembran. Model interaksi agonis dan
antagonis terhadap reseptor α -adrenergik ditunjukkan pada gambar berikut. Gugus amino agonis
berinteraksi dengan residu aspartat di segmen III, cincin aromatis berinteraksi dengan residu
fenilalanin di segmen IV dan VI, sedangkan gugus hidroksl katekol berinteraksi dengan residu
serin di segmen V. Interaksi antagonis melibatkan residu fenilalanin di segmen II, asparagin,
isoleusin dan glisin di penghubung segmen IV dan V serta residu fenilalanin di segmen VII.
18
Gambar 12. Model pengikatan agonis (biru) dan antagonis (merah) pada reseptor α-
Agonis α
Selain norepinefrin dan epinefrin, fenilepfrin dan metoksamin juga menunjukkan aktivitas agonis
α yang kuat. Keduanya bekerja sebagi vasokontriktor dan digunakan dalam terapi hipotensi dan
kongesti nasal.
Antagonis α
Berdasarkan efek vasodilatornya, obat golongan antagonis α digunakan untuk terapi hipertensi
serta untuk meningkatkan sirkulasi perifer. Contoh : piperoksan dan prazosin.
Reseptor β
Reseptor β -adrenergik terdiri dari 3 subtipe yaitu : β1, β2 and β3. Reseptor β1 terutama berada
di jantung, reseptor β2 di paru-paru, saluran cerna, hati, uterus, otot polos vaskuler dan otot
skeletal. Sedangkan reseptor β3 banyak ditemukan di sel lemak.
Aktivitas reseptor β1 meliputi:
• Menstimulasi sekresi kelenjar ludah dan meningkatkan viskositas sekret
• Meningkatkan cardiac output melalui peningkatan kontraksi otot jantung (efek inotropik) dan
peningkatan detak jantung (efek kronotropik)
• Berperan dalam pelepasan renin
19
• Lipolisis dalam jaringan adiposa
Struktur reseptor β -adrenergik
Reseptor β -adrenergik terdiri dari tujuh daerah hidrofobik (I-VII) yang tertanam di membran,
masing-masing terdiri dari 20–24 asam amino. Selain itu juga terdapat sebuah rantai hidrofilik
panjang dengan C-terminal, sebuah rantai hidrofilik pendek dengan Nterminal, dan sebuah loop
sitoplasmik panjang antara segmen V dan VI. Beberapa sisi untuk posforilasi terletak di bagian
C-terminal dari protein, sedangkan glikosilasi-N akan terjadi pada segmen N-terminal
ekstraseluler. Heliks transmembranteribat dalam pembentukan sisi pengikatan katekolamin,
sedangkan residu C-terminal berperan dalam interaksi antara reseptor dengan protein terikat
GTP. Sebuah aspartat di segmen III dan dua buah serin di segmen V masing-masing terlibat
dalam interaksi dengan gugus amino dan gugus hidroksi katekol.
Gambar 13. Struktur reseptor β -adrenergik
Agonis β1
Isoprenalin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1 dibanding noradrenaline,
yang mempunyai afinitas lebih tinggi dibanding adrenaline. Agonis selectif reseptor β1 adalah :
Denopamine, Dobutamine dan Xamoterol.
20
Antagonis β1
Beta blocker selektif β1 antara lain : Acebutolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Esmolol,
Metoprolol, Nebivolol.
DOPAMIN DAN RESEPTOR DOPAMINERGIK
Uraian
Dopamin merupakan neurotransmitter aktif dalam sistem dopaminergik dan berhubungan dengan
penyakit neuromotor (Parkinson) dan schizophrenia. Obat-obat yang meningkatkan efek
dopamin dalam sistem ini menunjukkan aktivitas farmakologis terhadap kedua penyakit tersebut.
Seperti neurotransmiter lain, target terapetik dalam sistem dopaminergik meliputi : biosintesis,
metabolisme, penyimpanan, reuptake dan reseptor (presinaps dan prasinaps) dopaminergik.
Struktur reseptor dopaminergik
Reseptor dopamin terdiri dari dua subtipe, D-1 (dengan I3 pendek, C-terminal panjang) dan D-2
(I3 panjang, C-terminal pendek). Reseptor D2 receptors mempunyai isoform: D2L dan D2S.
21
Gambar 14. Struktur reseptor Dopamin D2
Farmakologi
a. Inhibitor sintesis dopamin
Carbidopa merupakan analog I-metildopa dan menghambat DOPA-decarboxylase. Obat ini
digunakan untuk melindungi DOPA (prekursor dopamin) dari dekarboksilasi. Benserazide
mempunyai aktivitas serupa dengan carbidopa.
b. Inhibitor metabolisme dopamin
Beberapa senyawa mempengaruhi MAO dan catecholamine-O-methyltransfersase mencegah
metabolisme degradatif dopamin. Contoh : iproniazid, tranylcypromine, phenelzine
c. Inhibitor penyimpanan dopamin
Penyimpanan dan pelepasan dopamin dapat dipengaruhi secara ireversibel oleh reserpin. A-
hidroksibutiran atau butirolakton dapat secara spesifik memblok pelepasan dopamin.
d. Inhibitor reuptake dopamin
Reuptake dopamin dapat dihambat oleh beberapa senyawa seperti benztropin, tandamin,
bupropion, nomifensine, dan amfetamine. Senyawa-senyawa ini bekerja sebagai antidepresan
poten.
22
e. Agonis Dopaminergik Prasinaps
Alkaloid ergot diketahui pertama kali menunjukkan aktivitas ini. Ergot (Claviceps purpurea)
merupakan fungi parasit yang ditemukan di rumput-rumputan dan jerami. Derivat dihidro-
ergocryptine merupakan agonis dopamin poten dan digunakan sebagai vasodilator (dengan efek
terhadap SSP) dan meningkatkan performa pada geriatri (fisik maupun mental).
f. Agonis Dopaminergik Post-sinaps
Apomorfin mempunyai aktivitas emetik, merupakan agonis pra- dan post-sinaps. Nomifensin
juga merupakan agonis postsinaps, berfungsi sebagai antidepresan.
g. Antagonis Dopamine (Postsynaptic Blockers)
Kelompok senyawa ini merupakan obat-obat antipsikotik (neuroleptics) dan digunakan untuk
manajemen semua jenis schizophrenia. Golongan fenotiazin mempunyai efek meredakan pada
pasien psikotik tanpa sedasi berlebih. Efek lain meliputi antiemetik, digunakan pada emetik
karena penyakit atau emetik terinduksi obat dan radiasi, tapi tidak untuk motion sickness.
HISTAMIN DAN RESEPTOR HISTAMINERGIK
Uraian
Histamin merupakan amin biogenik yang tersebar di seluruh tubuh dan berfungsi sebagai
mediator utama reaksi inflamasi dan alergi, sebagai pengatur fisiologis sekresi asam lambung,
sebagai neurotransmiter di SSP, serta juga berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Histamin disimpan dalam granul sel mast di hampir semua jaringan dalam tubuh, ditemukan
pada konsentrasi tinggi di sel mast pada paru-paru, kulit dan saluran cerna. Alergen dan antigen
berikatan pada antibodi IgE pada permukaan sel mast menyebabkan IgE berubah konformasi dan
menstimulasi pelepasan histamin tersimpan dari sel mast (degranulasi). Histamin dari sel mast
dalam mukosa lambung mempunyai peran fisiologi penting dalam sekresi asam lambung.
23
Stimulasi saraf parasimpatik dan pelepasan gastrin dari sel G keduanya mengaktifkan sel mast
lambung, mengakibatkan lepasnya histamin.
Selain dalam sel mast dan basofil (lebih dari 90%), histamin juga ada di sel platelet,
enterochromaffin-like cells, sel endotelial dan neuron. Histamin juga dapat bekerja sebagai
neurotransmiter di otak. Sistem histaminergik ditunjukkan pada gambar 15.
Histamin disintesis dari asam amino histidin melalui aktivitas enzim dekarboksilasi dan dapat
dimetabolisme oleh histamin-N-metil transferase atau diamine oksidase. Aksi histamin sebagai
neurotransmiter lebih cenderung diakhiri oleh metabolisme dari pada reuptake ke dalam ujung
saraf pre-sinaps.
24
Gambar 15. Sistem histaminergik
25
Gambar 16. Reaksi biosintesis dan metabolisme histamin
Reseptor Histamin
Histamin berikatan dan mengaktifkan permukaan sel reseptor. Telah diidentifikasi empat jenis
reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4. Keempat jenis reseptor histamine merupakan
reseptor terkopling protein-G dan respon fungsionalnya dihasilkan dari aktivasi spesifik protein-
G.
a. Reseptor H1
Reseptor H1 terkopel dengan protein Gq/11, respon terjadi terutama melalui aktivasi posforilase
C yang menghidrolisis membran posfolipid menjadi second messenger intrasel inositol 1,4,5-tris
phosphate (IP3) dan diasilgliserol. IP3 dilepaskan ke dalam sitosol dan menstimulasi pelepasan
ion Ca2+ dari cadangan intrasel. Reseptor ini ditemukan di otot polos perifer dan SSP, berperan
memediasi permeabilitas vaskuler terinduksi histamin. Residu asam amino yang terlibat dalam
interaksi dengan histamine adalah Aspartat, Asparagin, dan Lisin.
26
b. Reseptor H2
Reseptor H2 berperan dalam sekresi asam lambung. Aktivasi reseptor H2, bersama dengan
gastrin dan asetilkolin dari vagus, potensial menstimulasi sekresi asam dari sel parietal. Histamin
dalam jumlah tinggi juga ditemukan di jaringan kardiak dan dapat menstimulasi efek kronotropik
dan inotropik melalui stimulasi reseptor H2.
27
Gambar 18. Peran histamin dalam sekresi asam lambung
Residu asam amino yang terlibat dalam interaksi dengan histamin adalah Aspartat dan Threonin.
28
Farmakologi
a. Antagonis H1
Sejumlah besar obat telah dikembangkan sebagai antagonis H1, antara lain mepyramine,
chlorpheniramine, promethazine, triprolidine, diphenhydramine, cyclizine dan cyproheptadine,
dan digunakan untuk terapi alergi sistemik dan topikal serta penyakit inflamasi (hay fever, rinitis
alergi, gigitas serangga, anafilaksis, dan lain-lain). Beberapa antihistamin menyebabkan efek
sedasi pada dosis terapetik karena penghambatan reseptor H1 di otak. Antihistamin H1 generasi
kedua seperti temelastine, acrivastine, astemizole, cetirizine and loratidine, kurang dapat
menembus sawar darah otak sehingga efek sedatifnya lebih lemah. Beberapa antihistamin H1
juga mempunyai sifat antagonis reseptor muskarinik (contoh promethazine, diphenhydramine,
cyclizine), dan efek ini digunakan untuk terapi mual dan motion sickness. Beberapa golongan
lain seperti doxepin, amitriptyline dan mianserin, serta obat antipsikotik chlorpromazine, juga
merupakan antihistamin H-1 poten.
b. Antagonis H2
Antagonis H2 pertama yang mempunyai selektivitas terhadap H2, tidak terhadap H1 adalah
burimamide. Setelah itu ditemukan simetidin yang terbukti efektif untuk terapi tukak lambung
karena kemampuannya menghambat sekresi asam lambung. Antagonis H2 lain yang digunakan
klinis adalah ranitidine, titotidine, nizatidine, famotidine dan mifentidine.
Daftar Pustaka
1. Korolkovas, A., 1970, Essentials of Molecular Pharmacology : Background for Drug Design,
Wiley-Interscience, New York.
2. Brody, T. M., Larner, J. and Minneman, K. P. (Eds.), 1998, Human Pharmacology : Molecular
to Clinical, 3th ed., Mosby Inc., St. Louis, Missouri.
3. Offermanns,S. and Rosenthal,W.,(Eds), 2008, Encyclopedia of Molecular Pharmacology,
USA.
29