MAKALAH MTU 1
-
Upload
muhammad-rifky -
Category
Documents
-
view
18 -
download
11
description
Transcript of MAKALAH MTU 1
MAKALAH
MANAJEMEN TERNAK UNGGAS
“ITIK”
Disusun oleh :
Kelas A
Rendi Perdana 200110130076
Nabila Nuzul 200110130254
Genta Prima D 200110130257
Muhammad Iqbal 200110130294
Muhammad Rifky 200110130302
Teti Herdayani 200110130404
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk
memenuhi kebutuhan sumber protein pada makanan manusia sebagai penghasil telur
dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah
didapat. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada
pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh
peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik
digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan
cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung.
Sistem pemeliharaan akan sangat menentukan perkembangan itik di
indonesia. Kebutuhan bibit tidak dapat dipenuhi melalui pemeliharaan itik secara
tradisional, melainkan harus secara intensif. Sementara perubahan sistem budidaya
dari sistem tradisional menjadi sistem intensif perlu didukung dengan ketersediaan
teknologi dengan memerhatikan prinsip manajemen usaha peternakan modern,
berorientasi agribisnis, dan berwawasan lingkungan untuk mencapai keuntungan yang
optimal.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan itik di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kendala dalam perkembangan itik.
3. Untuk mengetahui cara yang dilakukan dalam mendukung perkembangan itik.
II
PENDAHULUAN
2.1 Perkembangan Itik di Indonesia
Ternak itik walaupun bukan ternak asli Indonesia, sudah bisa menyesuaikan
diri dengan keadaan alam Indonesia. Hal itu dapat disaksikan pada adanya
penyebaran ternak itik ke seluruh wilayah Indonesia. Itik dapat lebih mudah
dipelihara. Itik dapat dipelihara di tempat-tempat yang kotor, seperti di sawah, sungai,
atau kolam. Itik merupakan jenis ternak unggas yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah, itik telah dikembangkan sebagai
komoditas ternak yang mampu menopang kehidupan peternak, bukan lagi sebagai
usaha sampingan, tetapi sudah menjadi usaha pokok.
Di Indonesia sendiri itik diperkenalkan pada abad VII oleh orang India.
Sebenarnya orang-orang India ini merupakan tukang bangunan yang sengaja
didatangkan oleh Raja Syailendra untuk membangun candi-candi hindu dan budha di
Indonesia. Ada beberapa mitos bahwa yang mendorong itik untuk dibudidayakan
adalah ritual keagamaan seperti yang dilakukan masyarakat Bali yang menggunakan
itik sebagai salah satu sajian pelengkap upacara keagaman.
Sejarah perkembangan itik sangat pesat terutama pada jaman keemas kerajaan
Majapahit menjadi awal penyebaran itik mulai dikenal luas di Indonesia seperti di
Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Bali. Bahkan pemerintah Belanda pun ikut andil
dalam penyebaran itik-itik di Indonesia, melalui kuli-kuli kontrak yang mereka
mukimkan di Sumatra pada tahun 1920 khususnya di daerah Lampung dan Deli.
Saat ini penyebaran dan pengembangan ternak itik di wilayah Indonesia
seperti Jawa, Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Dan banyak terpusat
di beberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah)
dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimantan HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan
serta Bali (Pius, 2007). Indonesia adalah salah satu diantara negara-negara yang
memiliki populasi itik ketiga terbesar di dunia.
Menurut Dirjen Peternakan (2004), populasi litik di Indonesia tahun 2002
yaitu 37 juta ekor dengan demikian Indonesia menempati urutan ke III setelah China
(483 juta ekor) dan Vietnam (299 juta ekor) dan populasinya terbesar diseluruh
wilayah Indonesia.
Perlulah diketahui bahwa itik yang sekarang dipelihara adalah berasal dari itik
liar yang bebas di alam terbuka. Sesungguhnya banyak sekali jenis itik liar, atau
golongan unggas itik ini. Dan oleh karena pengaruh alam yang berbeda sehingga
bangsa itik itu pun berbeda-beda. Bangsa itik di daerah dingin berbeda dengan bangsa
itik di daerah tropis.
Pemeliharaan itik secara intensif tentu tidak lagi menggunakan tempat-tempat
kotor itu. Kita memberikan makanan dan lingkungan yang baik supaya itik dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Pemeliharaan itik secara tradisional
(diangon) mulai jarang dilakukan. Keadaan ini disebabkan oleh lahan pertanian atau
sawah yang biasa dijadikan tempat mengangon mulai berkurang karena telah
mengalami konversi lahan (pengubahan tata guna lahan). Sebagian besar sawah yang
ada telah berubah menjadi perumahan atau kawasan industri. Walaupun masih ada
sawah yang tersisa cukup luas, tetapi peternak tak mau mengangon itiknya disawah
tersebut. Alasannya, sawah sekarang sudah tidak aman untuk itik karena banyak zat
kimia (residu pupuk dan pestisida) yang dapat membahayakan itik. Makanan alami
itikpun sudah habis di basmi pestisida. Karena itu, peternak mulai memikirkan sistem
pemeliharaan baru seperti pemeliharaan secara semi-intensif atau intensif (Ranto dkk,
2005).
Berdasarkan kenyataan yang ada saat ini, perkembangan permintaan terhadap
telur itik selalu meningkat dari tahun ke tahun. Segi potensial dari permintaan telur
itik adalah adanya kecenderungan sebagian orang yang menganggap telur itik lebih
berkhasiat untuk campuran jamu dibanding dengan telur ayam. Begitu juga untuk
pembuatan martabak, disebabkan telur itik mutlak diperlukan dan bahkan ada yang
berpendapat tidak dapat digantikan dengan telur ayam (Heru Sasongko, 2007).
Menurut Dirjen Peternakan (2004) Populasi itik selama tahun 2001 – 2005
relatif stabil. Populasi itik sedikit meningkat pada tahun 2002 yaitu sebanyak
45.000.000 ekor, kemudian tiga tahun berikutnya sampai tahun 2005 relatif stabil
sekitar 30.000.000 – 35.000.000 ekor (Dirjen Peternakan, 2005). Seluruh itik di
Indonesia dipelihara sedikitnya oleh 285.000 rumah tangga petani atau sama dengan
6,34% rumah tangga petani atau 35,49% rumah tangga peternak unggas pada tahun
1993. Jumlah peternak itik tersebut menurun sejak tahun 1973 dari total 1.633.651
menjadi 285.000 pada tahun 1993. Data statistik tentang jumlah peternak setelah
tahun 1993 tidak dilaporkan dan diduga menurun dengan beralih fungsinya sebagian
sawah sebagai tempat penggembalaan itik menjadi perumahan dan lahan
nonpertanian lainnya.
2.2 Kendala Dalam Perkembangan Itik
Dalam dunia peternakan, permasalahan selalu bermunculan. Dunia
peternakan itik memang sudah lama di kenal oleh masyarakat kita, namun sayang
populasi, produktivitas, dan pertumbuhannya dapat dikatakan masih berjalan
lamban. Seperti usaha lainnya, bisnis beternak itik tidak lepas dari berbagai kendala,
masalah, dan resiko sejauh ini kendala yang sering timbul adalah disebabkan oleh :
1. Kurangnya ketersediaan bibit berkualitas ( keseragaman induk ) di sebabkan oleh
kurangnya pemahaman para breeder (penetasan) tentang pentingnya faktor genetika
hasil tetasannya yang berdampak luas terhadap dunia itik ini. Contoh kasus:
banyaknya jenis itik petelur yang produktivitas bertelurnya yang makin lama makin
menurun. Kiat untuk memecahkan masalah tersebut adalah peternak harus
mempunyai sumber yang dapat di percaya untuk mendapatkan bibit itik petelur
ataupun untuk pedagingnya.
2. Tata cara pemeliharaan yang masih menganut sistim tradisional dan semi intensif,
yang belum ada kesepakatan standar yang baku. Sebab tiap masing masing daerah
peternakan itik ini mempunyai cara caranya masing masing untuk memelihara
ternaknya. Contoh kasus: dari setiap sentra peternakan itik tidak dapat ditemui
kesamaan tentang pola pemeliharaan, sistim perkandangan, pakan, dan lain-lain. Kiat
untuk melaksanakan pemeliharaan dengan baik dan benar yang perlu diperhatikan
adalah :
Pemilihan tempat dan kondisi lingkungan berdasarkan pada jenis bibit yang
akan di ternakan, sistim perkandangan, kualitas dan kuantitas pakan serta
ketersedian air yang cukup.
Perencanaan usaha ternak itik meliputi ukuran unit usaha, segmen usaha
bebek/itik yang dipilih ( petelur, pembibitan, pedaging, dan lain-lain)
Perencanaan pembuatan kandang berdasarkan pada tata letak kandang,
ukuran kandang, kepadatan kandang, dan bahan pembuatan kandang.
Perencanaan metode beternak bebek/itik berdasarkan pada pertimbangan
biologis dan ekonomis, cara pengelolaan, dan rencana tahunan.
3. Dan masalah lain yang menghadang adalah pakan. Jika pemberiannya tidak
dilakukan secara tepat dan benar justru akan menimbulkan masalah baru, sebab
masing masing di setiap daerah peternakan jenis dan pola pakannya berbeda beda.
Kiat untuk mengatasinya adalah minimal peternak harus dapat mengetahui
kebutuhan nutrisi yang diperlukan untuk ternak bebek/itiknya, dan juga mengetahui
kandungan nutrisi bahan yang akan digunakan untuk pakan bebek/itik pada masa
awal pertumbuhan (starter), pertumbuhan (grower) , petelur atau pedagingnya.
4. Pola pikir peternak yang salah yaitu sangat salah anggapan bahwa itik itu unggas
yang mudah karena bisa dipelihara secara tradisional dan semua kebutuhan hidupnya
sederhana dan seadanya, padahal beternak itik petelur harus menggunakan sistem
intensif, semua kebutuhan teknis itik petelur harus sempurna, tepat dan akurat.
Program vaksinasi dan kesehatan juga harus dilakukan.
5. Ternak itik petelur mudah stress, stress disebabkan perubahan perlakuan teknis,
perubahan cuaca, perubahan pakan, perubahan tenaga kerja, kandang yang tidak
sempurna sehingga kalau sudah stress produksi telur akan menurun drastis dan
kembalinya ke produksi yang normal akan memerlukan waktu lama.
6. Itik adalah unggas air tetapi musuhnya adalah air. Musuh pertama itik adalah
musim hujan. Secara alamiah itik akan bertahan hidup (tidak melakukan aktivitas
produksi) bila musim hujan tiba. Secara ilmiah itik tidak akan produksi baik kalau
bertemu air.
7. Kondisi kandang itik yang seadanya, seharusnya sebelum dipelihara harus
dibuatkan kandang yang sempurna. Sistem kering dan terkurung dan lantai harus dari
tanah dan dijaga selalu dalam kondisi kering serta sirkulasi harus sempurna.
8. Cuaca (musim hujan), hujan adalah musuh alamiah itik petelur, karena secara
alamiah akan melakukan brodol atau rontok bulu, yang artinya itik melakukan
peremajaan diri dan butuh waktu sekitar tiga bulan dan tentu sangat merugikan.
9. Pakan seadanya, peternak tidak mengerti nutrisi tetapi suka mencampur pakan
yang berarti itu salah. Sebaiknya apabila bukan ahli nutrisi jangan mencampur sendiri
nanti hasilnya hanya asal campur dan itu sangat merugikan.
10. Pola pikir bahwa itik itu kebal penyakit adalah salah sehingga peternak tidak
menjalankan program vaksinasi dan pengobatan yang seharusnya sesuai prosedur
yang benar.
III
KESIMPULAN
Itik diperkenalkan pada abad VII oleh orang-orang India yang merupakan
tukang bangunan yang sengaja didatangkan oleh Raja Syailendra. Pemerintah
Belanda pun ikut andil dalam penyebaran itik-itik di Indonesia, melalui kuli-
kuli kontrak yang mereka mukimkan di Sumatra pada tahun 1920 khususnya
di daerah Lampung dan Deli. Selain itu, ada beberapa mitos bahwa yang
mendorong itik untuk dibudidayakan adalah ritual keagamaan, seperti yang
dilakukan masyarakat Bali yang menggunakan itik sebagai salah satu sajian
pelengkap upacara keagaman.
Kendala dalam beternak itik di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan bibit,
tata cara pemeliharaan yang masih tradisional dan semi intensif, kondisi
kandang yang seadanya, ketersediaan pakan yang kurang, cuaca (musim
hujan) dan pola pikir peternak yang menganggap itik adalah ternak yang kebal
penyakit.
Cara yang dilakukan dalam mendukung perkembangan itik di Indonesia
adalah dengan mengubah pola pikir masyarakat khususnya para peternak
tentang bagaimana cara beternak itik dan bagaimana kiat-kiat sukses dalam
berbisnis itik. Kemudian, mensosialisasikan kepada masyarakat tentang nutrisi
yang terkandung di dalam telur itik serta diperlukan kebijakan pemerintah
untuk membantu menjaga ketersediaan bibit dan pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. “Sejarah Perkembangan Itik”.
https://ternak99.wordpress.com/2014/12/04/sejarah-perkembangan-itik-atau-bebek/
(diunduh pada 8 September 2015, pukul 16.07)
Dirjen Peternakan. 2004. Statistik Peternakan 2004. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. 200 hlm.
Dirjen Peternakan. 2005. Statistik Peternakan 2005. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian, Jakarta. 229 hlm.
Om Tani. 2014. “Sejarah Perkembangan Itik Di Indonesia’. http://hkti.org/sejarah-
perkembangan-itik-di-indonesia.html (diunduh pada 8 Sepetember 2015, pukul
15.41)
Ranto, dkk. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik. Jakarta : Agromedia.
Sasongko, H. 2007. Beternak Itik. Yogyakarta : PT. Citra Aji Parama.
Universitas Sumatera Utara. “Chater I”.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31575/5/Chapter%20I.pdf (diunduh
pada 8 September 2015, pukul 15.33)
LAMPIRAN
- Rendi Perdana Putra (130076) : Mengerjakan materi mengenai itik dan
perkembangannya.
- Nabila Nuzul (130245) : Mengerjakan materi mengenai sejarah
perkembangan itik dan kendala perkembangan itik.
- Genta Prima D(130257) : Mengedit dan mencetak makalah.
- Muhammad Iqbal (130294) : Menambahkan data statistik perkembangan itik
dan membuat PPT
- Muhammad Rifky (130302) : Membuat kesimpulan.
- Teti Herdayani (130404) : Menambahkan materi kendala perkembangan itik
di Indonesia.