Makalah Mandiri Fero Sulfat
Transcript of Makalah Mandiri Fero Sulfat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan penurunan jumlah sel darah merah
(hematokrit) atau kadar hemoglobin (protein pengkangkut oksigen) di dalam sel
darah merah di bawah nilai normal sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
sel darah merah untuk mengangkut oksigen. Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin (Hb) berkurang. Dalam hal anemia karena defisiensi besi merupakan
masalah nutrisi yang paling sering terjadi di seluruh dunia.1,2,3
Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi di
dalam badan perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah
zat besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh
badan dari makanan. Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu 4:
Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan.
Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan
penyerapan asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih
mudah diserap oleh mukosa usus.
Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat
meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
1
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan
melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam
askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 –
50 persen.
Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks
besi fosfat yang tidak dapat diserap.
Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan
Fe.
Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui
proses yang kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut4 :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+
mula – mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh
gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan
dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin,
membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan
transferitin Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk
2
bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam
keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam
tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian
dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk
ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang
dengan bentuk yang disimpan.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun5.
a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari
tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang (saluran cerna), menorrhagia atau metrorhagia, hematuria, atau
hemoptoe.
b. Faktor nutrisi yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi -yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah
vitamin C, dan rendah daging
c. Kebutuhan besi yang meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
d. Gangguan absorpsi besi karena gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Defisiensi besi berkembang secara bertahap dan biasanya diawali dengan
adanya keseimbangan besi yang negatif, yaitu saat asupan besi tidak dapat
memenuhi kebutuhan harian zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun.
Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila
3
kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient
erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut
iron deficiency anemia.4,5
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe
akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan
kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia defisiensi besi dengan
gambaran eritrosit hipokromik mikrositik, disertai penurunan kadar besi serum
dan saturasi transferin, peningkatan kapasitas ikat besi total, dan penurunan atau
hilangnya cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain.6
Manajemen anemia defisiensi besi yang efektif yaitu dengan menangani
penyebab mendasar anemia defisiensi besi dengan terapi zat besi. Prinsip terapi
adalah berusaha mengatasi penyebab anemia untuk mencegah kehilangan lebih
lanjut. Pemberian zat besi secara oral sebagai rute pilihan, terutama bila kadar besi
tubuh terlalu rendah untuk diatasi dengan perbaikan pola makan yang
mengandung zat besi. Pemberiaan sediaan oral terutama menggunakan garam-
garam fero seperti fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonat. Garam fero utama
yang banyak digunakan adalah garam Fero Sulfat (FeSO4) karena harganya yang
relatif murah dengan efektifitas yang setara dibandingkan garam fero lain.
Besarnya peran fero sulfat dalam terapi anemia defisiensi besi ini sehingga
penting untuk mengetahui bagaimana farmakologi, farmakodinamik,
4
farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, keunggulan, efek samping, bentuk
sediaan, dosis, aturan pakai, serta interaksinya dengan obat lain.7,8
1.2 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan kimia,
farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, efek
samping, bentuk sediaan, dosis, cara pemberian, serta interaksi ferro sulfat dengan
obat lain bila diberikan bersamaan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Kimia 9
Nama Kimia : Besi (2+) sulfat
Rumus Molekul : FeSO4.7H2O
Berat Molekul : 278,01
Pemerian : Hablur, atau granul berwarna biru kehijauan, pucat, tidak
berbau dan rasa seperti garam. Merekah di udara kering.
Segera teroksidasi dalam udara lembab membentuk besi (III)
sulfat berwarna kuning kecoklatan.
pH : lebih kurang 3,7
Kelarutan : Mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol, sangat mudah
larut dalam air mendidih
Stabilitas : pada udara lembab, fero sulfat dengan cepat teroksidasi dan
menjadi feri sulfat berwarna kuning kecoklatan yang tidak
semestinya digunakan sebagai obat. Kecepatan oksidasi akan
dipecepat bila terdapat alkali atau terpapar cahaya.10
2.2 Nama Generik dan Nama Dagang
Nama Generik : Fero Sulfat
6
Nama Dagang :
Ferobion -Ferrocemin -Fumater -Incremin -Emineton -dll
2.3 Farmakologi
Zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin.
Jumlah besi yang cukup diperlukan untuk eritropoiesis, kapasitas pengangkutan
oksigen yang efektif, serta produksi mioglobin. Zat besi juga merupakan kofaktor
dari beberapa enzim yang penting dalam metabolisme, termasuk sitokrom yang
terlibat dalam pengankutan elektron.10,11
Besi lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero. Jumlah kebutuhan Fe
setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti umur, jenis kelamin, wanita
hamil dan menyusui. Respon hematologik didapatkan dengan pemberian oral 3-
10 hari. Efek plasma yaitu peningkatan retikulosit (retikulositosis) pada 5-10 hari,
hemoglobin meningkat dalam 2-4 minggu. Absorbsi Fe melalui saluran cerna
terutama berlangsung melalui duodenum, dan lebih kedistal absorbsi akan lebih
berkurang. Ekskresi melalui urin, keringat, mukosa intestinal dan saat haid.12
2.4 Farmakodinamik
Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya
dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik,
yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi dan reduksi. Kira-kira
70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial,
dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada 13:
7
1. hemoglobin + 66%
2. mioglobin 3%
3. enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya
sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4. transferin 0,1%
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan
hemosiderin sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan
Fe pada wanita hanya 200-400 mg, sedang pada pria kira-kira 1 gr.13
2.5 Farmakokinetik
a. Absorbsi
Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum,
makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorbsi
dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport
aktif. Ion fero yang sudah diabsorbsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel
mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara
trasferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara
umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,
maka akan lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau
kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel
mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat
sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.13
8
Jumlah Fe yang diabsorbsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah
absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000
kilokalori akan diabsorbsi 5 – 10% pada orang normal. Absorbsi dapat
ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCl, suksinat dan senyawa
asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat
terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorbsi
Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat,
aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Besi yang terdapat pada
makanan hewani umumnya diabsorbsi rata-rata dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan makanan nabati.13
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorbsi Fe. Absorbsi
ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan
meningkatnya eritropoesis. Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk
sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorbsinya.13
b. Transport
Setelah diabsorbsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin),
suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut keberbagai jaringan,
terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total
Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total trasferin plasma, tetapi jumlah Fe
dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini.
Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untu
keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.13
c. Penyimpanan dan Ekskresi
9
Fe yang tidak digunakan dalam eritropoesis akan disimpan sebagai
cadangan dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-
sel retikoloendotelial (hati, limpa dan ssumsum tulang) yang nantinya akan
digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya
terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini,
sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang
terdapat dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.13
Bila Fe diberikan IV, akan cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama dihati, sedangkan setelah pemberian
peroral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari
pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam
jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang
atau akibat penggunaan prefarat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorbsi
yang berlebihan pula.13
Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5 –
1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran
cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan
rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin
dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur
dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid
diperkirakan sebanyak 0,5 – 1 mg sehari.13
2.6 Indikasi
10
Sediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi Fe.
Penggunaan di luar indikasi ini cenderung menyebabkan penyakit penimbunan
besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh
kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil
(terutama multipara) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang
meningkat.13
2.7 Kontraindikasi
Sediaan besi dikontraindikasikan pada hemokromatosis, anemia hemolitik,
dan yang diketahui hipersensitif terhadap besi.10
2.8 Efek Samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan
oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang
diabsorbsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri
lambung (+ 7-20%), konstipasi (+ 10%), diare (+ 5%) dan kolik. Gangguan ini
biasanya ringan dan dapat dikurangi mengurangi dosis atau dengan pemberian
sesuadah makan, walaupun dengan cara ini absorbsi dapat berkurang. Perlu
diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada
penderita.13,14
Perbedaan diantara berbagai macam sediaan besi salah satunya adalah
dalam hal iritasi lokal dan kerja astringennya, yang biasanya tidak diberikan oleh
senyawa kompleks besi. Semua senyawa fero dioksidasi dalam saluran cerna
11
dengan melepaskan radikal hidroksil yang akan menyerang dinding saluran cerna
dan menghasilkan berbagai gejala dan ketidaknyamanan pada saluran cerna.3
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan
lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi
pada pemakaian IM dibandingkan IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik
yaitu pada 0,5 – 0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah
suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing,
berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi.
Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ - 24 jam setelah suntikan
misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit
pada seluruh badan danensefalopatia. Reaksi sistemik lebih sering terjadi pada
pemberian IV, demikain pula syok atau henti jantung.13
2.9 Bentuk Sediaan Obat
Sediaan besi oral diindikasikan untuk profilaksis maupun terapi anemia
defisiensi besi. Sedian besi oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari
sulfat, fumarat, glukonat, suksinat, glutamat, dan laktat. Tidak ada perbedaan
absorbsi di antara garam-garam Fe ini. Jika ada, mungkin disebabkan oleh
perbedaan kelarutannya dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, tartrat,
karbonat, pirofosfat ternyata Fe sukar diabsorbsi, demikian pula sebagai garam
ferri (Fe+++).11,13
12
Sediaan besi oral umumnya mengandung besi non-heme dalam bentuk
garam fero, yang umumnya merupakan senyawa fero anorganik dan organik
sederhana ataupun senyawa kompleks fero. Garam fero lebih dipilih karena
memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada garam feri sehingga lebih mudah
diabsorpsi daripada garam feri.10
Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas ferosus
(FeSO4.7H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia berat biasanya
diberikan 3 x 300 mg sulfas ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal ini mula-
mula absorbsi berjumlah + 45 mg sehari, dan setelah depot Fe dipenuhi menurun
menjadi 5 – 10 mg sehari. Selama kausa anemia belum disingkirkan terapi harus
diteruskan. Pada mereka yang intoleran terhadap dosis setinggi ini, dapat
dikurangi sampai jumlah yang diterima atau bila perlu sedian diganti dengan
sediaan parenteral.13,15,16
Perhitungan dosis sediaan besi harus selalu berdasarkan jumlah besi
elementalnya, seperti dapat dilihat pada tabel berikut.17
Tabel Persentasi Besi Elemental
Nama Sediaan Besi Elemental Jumlah Besi Elemental
Fero Sulfat 20 % 300 mg 60 mg
Fero sulfat, eksikatus 30 % 200 mg 60 mg
Fero glukonat 12 % 300 mg 35 mg
Fero Fumarat 33 % 200 mg 65 %
13
Dalam hal bentuk sediaan, bentuk tablet ataupun kapsul lebih disukai
daripada bentuk cair seperti sirup. Sediaan besi dalam bentuk sirup yang
umumnya ditujukan untuk anak-anak, dapat membuat gigi berwarna kecoklatan.18
Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dan IV hanya dibenarkan bila
pemberian oral tidak memungkinkan misalnya penderita bersifat intoleran
terhadap sediaan oral, atau pemberian oral tidak menimbulkan respons
terapeutik.13
Iron dextran (imferon) mangandung 50 mg Fe setiap ml (larutan 5%)
untuk penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak
lebih cepat daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung
berdasarkan beratnya anemia yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb.
Pada hari pertama disuntikan 50 mg, dilanjutkan de4ngan 100 – 250 mg setiap
hari atau beberapa hari sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m.
Gluteus dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.13
Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan
tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahap untuk 2-3
hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan lahan yaitu
dengan menyuntikan 20-50 mg/menit.13
2.10 Cara Pemberian
Sediaan besi oral umumnya harus diberikan di antara waktu makan (misal
30 menit – 1 jam atau 2 jam sesudah makan) untuk absorbsi besi yang maksimal.
Namun untuk meminimalkan efek samping pada saluran cerna dapat dikonsumsi
14
bersamaan dengan makanan. Pada penderita yang sulit mentoleransi sediaan besi
oral dapat dicoba untuk diberikan dalam dosis kecil dengan frekuensi pemberian
lebih sering pada awalnya lalu dosis ditingkatkan secara bertahap atau dengan
mengganti dengan bentuk sediaan lainnya.10
2.11 Dosis
Dosis terapi yang umum untuk dewasa adalah 50 – 100 mg besi elemental
tiga kali sehari. Dosis yang lebih kecil (60-120 mg Fe per hari) juga
direkomendasikan terutama untuk meminimalkan intoleransi saluran cerna.
Pemberian dosis kecil ini kemungkinan akan diikuti dengan kecepatan
pengembalian zat besi yang lambat dan bertahap.19
Dosis untuk dewasa yang kekurangan Fe yaitu 300 mg, dua kali sehari
sampai 300 mg 4 kali sehari atau 250 mg (lepas lambat) dalam 1-2 kali sehari.
Untuk profilaksis 300 mg/hari. Dosis untuk anak-anak dengan anemia karena
defisiensi Fe parah yaitu 4-6 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi, snemia karena
defisiensi Fe ringan -sedang yaitu 3 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi, dan
profilaksis 1-2 mg/kg/hari sampai dosis maksimum 15 mg/hari.12
2.12 Interaksi Obat
Penggunaan bersamaan vitamin C lebih dari 200 mg per 30 mg Fe akan
meningkatkan absorpsi oral Fe. Absorpsi oral Fe dan tetrasiklin akan menurun
jika digunakan bersamaan. Absorpsi fluorokuinolon, levodopa, metildopa dan
penisilinamin akan menurun karena terbentuknya kompleks Fe-kuinolon
15
(terbentuk kelat). Penggunaan bersamaan antasida, bloker H2 atau inhibitor
pompa proton akan menurunkan absorpsi (menurunkan produksi asam lambung).
Respon terhadap Fe akan tertunda dengan adanya kloramfenikol, suplemen Zn
(dosis besar besi menurunkan absorbs Zn). Sereal (mengandung asam fitat),
serat makanan, teh, kopi, telur dan susu akan menurunkan absorpsi besi.12
2.13 Over dosis / Keracunan
Gejala keracunan besi meliputi iritasi saluran cerna, erosi mukosa saluran
cerna, gangguan hati dan ginjal, koma, hematemesis, dan asidosis. Overdosis besi
yang parah dapat diatasi dengan pemberian deferoksamin yang diberikan secara
intravena. Dosis toksik besi adalah di atas 35 mg/kgBB.20
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan
terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang mirip gula-
gula. Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 gr. Kelainan
utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi
nekrosis. Gejala yang timbul sering kali berupa mual, muntah, diare, hematemesis
serta feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan
akhirnya kolaps kardiovaskuler dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat
menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan di
kemudian hari.13
Gejala keracunan tersebut diatas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau
setelah beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut : pertama-tama diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan
16
susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat
diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan
menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%. Akan tetapi, bila masuknya obat
telah lebih dari 1 jam, maka telah terjadi nekrosis sehingga bilasan lambung dapat
menyebabkan perforasi. Selanjutnya keadaan syok dehidrasi dan asidosis harus
diatasi. Selain itu, deferoksamin yang merupakan zat pengkelat (chelating agent)
spesifik untuk besi, efektif untuk mengatasi efek toksik sistemik maupun lokal.
Intoksikasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.13
2.14 Pemantauan Terapi Fero Sulfat
Respon terapi dapat dievaluasi dengan mengetahui peningkatan Hb dan
hitung retikulosit. Respon positif jika ditemukan kenaikan konsentrasi Hb 0,1-0,3
g/dL atau kenaikan Ht 1% pada hari keempat. Retikulosit meningkat dalam 3-5
hari dimulai pengobatan, mencapai puncaknya pada hari ke-7-10. Untuk mencapai
nilai Hb yang diharapkan membutuhkan waktu rata-rata 1-2 bulan. Sekali kadar
Hb mencapai normal, maka terapi besi terus dilanjutkan paling tidak hingga 3
bulan berikutnya untuk mengembalikan cadangan besi.21,22
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.
2. Manajemen anemia defisiensi besi yang efektif yaitu pemberiaan sediaan besi
oral, yang banyak digunakan adalah Fero Sulfat (FeSO4) karena harganya
yang relatif murah dan efektif.
3. Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum. Setelah
diabsorbsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin)
yangdiangkut keberbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.
Fe yang tidak digunakan dalam eritropoesis akan disimpan sebagai cadangan
dalam bentuk terikat sebagai feritin
4. Indikasi sediaan Fe Sulfat hanya digunakan untuk pengobatan anemia
defisiensi Fe.
5. Sediaan besi dikontraindikasikan pada hemokromatosis, anemia hemolitik,
dan yang diketahui hipersensitif terhadap besi.
18
6. Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi dengan gejala yang
timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (+ 7-20%), konstipasi (+ 10%),
diare (+ 5%) dan kolik.
7. Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah sediaan oral hidrat sulfas
ferosus (FeSO4.7H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe.
8. Sediaan besi oral umumnya harus diberikan di antara waktu makan (misal 30
menit – 1 jam atau 2 jam sesudah makan) untuk absorbsi besi yang maksimal.
Namun untuk meminimalkan efek samping pada saluran cerna dapat
dikonsumsi bersamaan dengan makanan.
9. Dosis untuk dewasa yang kekurangan Fe yaitu 300 mg, dua kali sehari sampai
300 mg 4 kali sehari atau 250 mg (lepas lambat) dalam 1-2 kali sehari.
10. Penggunaan bersamaan vitamin C lebih dari 200 mg per 30 mg Fe akan
meningkatkan absorpsi oral Fe.
11. Dosis toksik besi adalah di atas 35 mg/kgBB. Gejala yang timbul sering kali
berupa mual, muntah, diare, hematemesis serta feses berwarna hitam karena
perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskuler
dengan bahaya kematian.
12. Respon terapi dapat dievaluasi dengan mengetahui peningkatan Hb dan hitung
retikulosit.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Berkow R. 1997. The Merck Manual of Medical Information. New York : Pocket Books Health.
2. Kennedy G, Nantel G, dan Shetty P. 2005. The Scourge of “Hidden Hunger” : Global dimensions of Micronutrient Deficiencies. FAO Corporate Document Repository. Diperoleh dari www.fao.org/DOCREP/005/y8346m/y8346m02. htm
3. Gasche C. Lomer ECM. Cavill I, dan Weiis G.. Iron, anemia, and inflammatory bowel disease. Review Article.Gut. 2004;53:1190-7.
4. Wahyuni AS. 2004. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. USU Digital Library.5. Bakta, I.M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.6. NAAC (National Anemia Action Council). 2005. Iron Deficiency Anemia. AS
: National Anemia Action Council, Inc. Diperoleh dari www.anemia.org.7. Provan D. 2005. Iron deficiency Anemia. ABC of Clinical Hematology8. Mukhopadhyay D, dan Mohanambun K. Iron defficiency aneima in older
people : investigation, managenment, and treatment (commentary). Age and Ageing. 2002;31:87-91
9. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta: departemen Kesehatan RI.
10. ASHP. 2002. AHFS Drug Information. Bethesda : American Society of Health System Pharmacist, Inc.
11. USDPI. 1989. Drug Information for The Health Care Professional. Edisi 9. Vol IA. United States Pharmacopeial Convention, Inc.
12. Informasi obat oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat. www.diskes.jabarprov.go.id.13. Ganiswara SG.2004. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Bagian
Farmakologi FKUI.14. Gennaro RA. 1990. Pharmaceutical Sciences. Edisi 18. Pennsylvania : Mack
Publishing Company.15. McDiarmid T dan Johnson DE. Are any oral iron formulations better tolerated
than ferous silphate? Journal of Family Practice 2002:51(6)16. Ibrahim D. 2005. Oral Iron Supplements : A review. Artikel online dari
university of Saskatchewan Pharmacy & Nutrition.htm17. Little RD. Ambulatory management of common form of anemia. Journal of
Am.Fam.Physician. 1999:59(6)18. Tripathi, K.D 2001. Essential of Medical Pharmacology. India : Jaypee
Brothers Medical Publisher.19. Katzung GB. 2004. Basic & Clinical Pharmacological. Edisi 9. Singapore :
McGraw Hill.
20
20. Gennaro RA. 2000. Remington : The Science and Practice of Pahrmacy. Edisi 20. Pennsylvania : Mack Publishing Company.
21. Zimmermann MB, Hurrel RF. Nutritional iron deficiency. The Lancet 2007:370(9586): 511-20
22. Timmcke JQ 2005. A New Approach to Deliver Iron to A Deficient Population : Formulation Focus.
21