MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK
-
Upload
naa-dona-marcellynaa -
Category
Documents
-
view
10 -
download
1
Transcript of MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK
BAB I
PENDAHULUAN
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling
memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya
ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak
kemungkinan timbulnya konflik.
Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah
sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas
organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian
semuanya akan menjadi runyam. Oleh karena itu keahlian untuk mengelola konflik
sangat diperlukan bagi semua pihak khususnya pimpinan atau manajer organisasi.
1 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konflik
Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala
macam bentuk antar hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan
(antagonistik). Ia dapat terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan atau
pertentangan baik dari segi pemikiran atau kebijakan. Menurut sosiologis, konflik
merupakan proses antara dua orang atau lebih yang berusaha menyingkirkan dengan
cara menghancurkan atau membuat tidak berdaya. Menurut Soerjono Soekanto,
konflik adalah proses memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak lawan disertai
ancaman atau kekerasan. Menurut Lewis A.Coser, konflik adalah perjuangan nilai
kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan,
mencederai atau melenyapkan lawan. Menurut Gillin dan Gillin, konflik merupakan
proses interaksi yang berlawanan.
Konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain
secara negatif mempengaruhi, atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang
menjadi kepedulian pihak pertama. Perbedaan konflik dan persaingan (competition)
terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan
pihak lain dalam mencapai tujuannya. Persaingan ada bila tujuan pihak-pihak yang
terlibat adalah tidak sesuai, tetapi pihak-pihak tersebut tidak saling mengganggu.
Sebagai contoh, dua kelompok diseminasi mungkin saling bersaing untuk memenuhi
kuota SMA yang ada di Kota Yogyakarta. Jadi, bila tidak ada kesempatan untuk
mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan tidak terjadi,
bagaimanapun juga bila ada kesempatan untuk mengganggu dan bila kesempatan
tersebut digunakan, maka akan timbul adanya konflik.
2 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
B. Pandangan Mengenai Konflik
Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau
organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan,
karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini,
pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik
tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner dan
Freeman menyebut konflik tersebut sebagai konflik organisasional(organizational
conflict). Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the
Conflict Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisir konflik.
Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996:429) :
Pandangan Tradisional (The Traditional View)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat
sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk
memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan
istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten
dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam
dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan
keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar
terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan
dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan
3 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir
dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu
asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung
menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat
minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable),
kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (1989:392) membagi
pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional
(old view) dan pandangan modern (current view).
C. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu :
a. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah -
pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik.
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran
informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi
merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden
untuk terciptanya konflik.
b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
4 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian
tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu
dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari
akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi
konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived
conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka
merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik
berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik
yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi
konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam
bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak
lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent
conditions, Schermerhorn merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu :
1. Ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities)
2. Persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas
3. Rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers)
4. Konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan
5. Perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan kebutuhan, nilai-
nilai, dan perbedaan tujuan.
5 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent
conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut :
1. Ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai.
2. Batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih.
3. Persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas.
4. Pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate
(communication).
5. Kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat
menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain).
6. Kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan
semakin meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan).
7. Peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak
masuk akal.
8. Batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit
dipenuhi (unreasonable deadlines).
9. Pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik).
10. Pengambilan keputusan melalui konsensus.
11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang
tidak realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk
konflik).
12. Tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.
Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan organisasi harus
proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam
organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus
segera mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau konflik
yang nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik tidak
meluas ke seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan. Untuk
itulah maka manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga
6 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
konflik tidak menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup organisasi,
tetapi menjadi faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.
D. Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan
ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat
macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
2. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang
memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban
lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi
konflik menjadi lima macam , yaitu:
1. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual) yaitu konflik
ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan,
7 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk
dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik
tujuan dan konflik peranan .
2. Konflik antar-individu (conflict between individuals) yaitu terjadi karena
perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang
lain.
3. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and
groups) yaitu terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-
norma kelompok tempat ia bekerja.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization) yaitu konflik ini terjadi karena masing-
masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat
kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka
sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau
aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi
secara keseluruhan .
5. Konflik antar organisasi (conflict among organizations) yaitu konflik ini
terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak
negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya
yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
1. Konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
2. konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict)
8 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu
kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik
dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain.
Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah
dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu.
Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang
memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian
sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan
kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
E. Strategi dalam Manajemen Konflik
Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang
dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi
yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan
diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu
dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada
mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam
9 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan
pihak lain di tempat yang pertama.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda
tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa
memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-
alasan keamanan.
Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan
semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
Memecahkan Masalah atau Kolaboras
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai
tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang
terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama
lainnya.
Pemecahan persoalan
Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar semua pihak
mempunyai keinginan menangualngi konflik yang terjadi dan karenanya oerlu
dicarikan ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik. Atas dasar asumsi tersebut maka dalam strategi pemecahan
persoalan harus selalu dilalui dua tahap penting, yaitu proses penemuan
gagasan dan proses pematangannya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan
Amerika membuktikan bahwa usaha pemecahan persoalan menjadi lebih
produktif bila semua gagasan dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dibahas.
Penelitian yang sama juga membuktikan bahwa mutu cara pemecahan akan
lebih baik bila pimpinan terlebih dahulu membahas persoalannya sebelum
membicarakan cara pemecahannya. Karena maksud pemecahan persoalan
10 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
ialah untuk membahas berbagai macam kemungkinan, maka justru
menciptakan kemungkinan berbeda pendapat, bukan menghilangkannya.
Musyawarah
Dalam strategi ini terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa
sebenarnya yang menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah
kemudian kedua belah pihak yang sedang dalam pertikaian mengadakan
pembahasan untuk mendapatkan titik pertemuan. Pada waktu perundingan
atau musyawarah tersebut dilakukan dapat pula dikembangkan suatu
konsensus bahwa setelah terjadi kesepakatan, masing-masing pihak harus
berusaha mencegah timbulnya konflik lagi.
Persuasi
Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan
menemukan kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi dari tujuan pihak-pihak
yang sedang bertikai.
Mencari lawan yang sama
Strategi ini pada prinsipnya hampir sama dengan strategi ketiga.
Perbedaannya adalah bahwa pada strategi ini semua diajak untuk lebih bersatu
kaena harus menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap
merupakan lawan dari kedua belah pihak yang bertikai.
Meminta bantuan pihak ketiga
Hal yang penting adalah mengetahui dibidang apa pertikaian , dalam arti
apakah terjadinya berkaitan dengan konflik politik, konflik wewenang,
konflik hukum, konflik teknis pekerjaan, dan lainnya. Hal ini penting guna
dapat memilih pihak ketiga yang kiranya dapat untuk menanggulangi akibat
yang lebih negatif dari suatu konflik.
Peningkatan interaksi dan komunikasi
Alasan penggunaan strategi ini adalah bahwa bila pihak-pihak yang berkonflik
dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka
11 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
akan dapat lebih mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan prilaku pihak
lain. Pengertian dan penghargaan ini penting, karena dapat mengurangi
pandangan buruk terhadap kelompok lain.
Latihan kepekaan
Strategi ini bisa disebut “encounter session” strategi ini umumnya digunakan
untuk menghadapi konflik yang terjadi dalam suatu kelompok ataupun antar
kelompok. Pihak-pihak yang berkonflik diajak masuk dalam satu kelompok.
Dalam kelompok ini masing-masing pihak diberi kesempatan menyatakan
pendapatnya termasuk pendapatnya yang negatif, mengenai pihak yang lain.
Sementara itu, pihak yang dikritik diharapkan mendengarkannya lebih dahulu
kemudian dapat pula mengemukakan pendapatnya. Dengan telah dikeluarkan,
segala perasaan atau “ganjalan” yang dikandung, diharapkan masing-masing
pihak akan lega.
F. STUDI KASUS
Dalam makalah ini akan membahas sebuah studi kasus tentang konflik yang
terjadi pada diri saya sendiri. Konflik ini dikategorikan pada konflik dalam
diri individu (conflict within the individual). Disini saya sebagai mahasiswa
program studi desain interior mengalami kesulitan yang sangat bertentangan
pada diri saya yaitu minat dan bakat yang saya miliki. Sejak kecil saya
memang sangat berbakat di bidang seni, namun bukan seni rupa. Melainkan
seni pertunjukan yaitu Seni Tari. Saya cukup memiliki passion pada bidang
tari sangat dalam. Sampai pada suatu ketika saya mendengar alunan gendang
dan gamelan tubuh saya ingin sekali mengikuti alunan tersebut. Namun disisi
lain saya juga sangat menyukai bidang seni rupa yaitu Desain Komunikasi
Visual dan Desain Interior. Saya mulai tertarik pada bidang Desain pada saat
saya duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas dua. Pada saat
SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) saya masuk pada jurusan DKV (Desain
Komunikasi Visual) setelah lulus saya melanjutkan ke DI (Desain Interior).
12 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
Bakat saya memang terletak pada bidang seni tari namun minat saya juga
terdapat pada bidang seni rupa, khususnya bidang desain. Disini meskipun
saya mengalami cukup banyak kesulitan untuk maju ke depannya, tetapi saya
selalu berusaha untuk mengimbangi kesulitan tersebut sehingga semuanya
berjalan selaras.
Saya juga sering mengalami permasalahan seperti :
Minder kepada teman yang lain
Putus asa terhadap diri sendiri
Drop karena beban tugas,kesehatan, dan finansial
Stress/frustasi
Bosan dan terkadang berfikir untuk D.O
Namun disisi lain, saya juga berfikir untuk kedepannya saya ingin menjadi
apa, dan untuk apa saya melangkah sejauh ini. Jadi cara saya untuk
menyemangati diri sendiri adalah seperti :
Berlatih lebih giat dan disiplin
Berusaha peka terhadap lingkungan sekitar
Sering membaca buku tentang motivasi
Membuat jadwal antara mengerjakan tugas dan refreshing sejenak seperti
bermain game di laptop / jalan-jalan bersama teman.
Sering berbagi cerita terhadap orang yang bisa dipercaya dan meminta solusi
Menjalankan minat dan bakat secara seimbang, seperti : mengikuti sanggar
tari di tempat lain, menjadi tenaga lepas di bidang desain, membagi waktu
agar keduanya berjalan dengan baik.
Meminta semangat dari kalangan terdekat, seperti : keluarga dan sahabat.
Sejauh ini saat semua solusi itu terlaksana dengan baik, saya mengalami perbedaan
yang cukup lumayan, semangat semakin meningkat, mengerjakan tugas lebih tertata,
dan rasa stress juga berkurang.
13 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
BAB III
KESIMPULAN
Terjadinya konflik terhadap diri kita sendiri juga termasuk suatu hal yang
tidak dapat dihindari, namun setidaknya dapat diatasi dengan berbagai macam cara.
14 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
Tidak semua konflik itu buruk, namun ada juga yang menguntungkan, contohnya
seperti yang telah dibahas pada studi kasus bab sebelumnya. Dengan adanya konflik
yang terjadi pada diri individu (conflict within the individual) individu dapat belajar
dari konflik yang terjadi pada diri individu tersebut. Setidaknya ia mampu berusaha
menjadi lebih baik, agar konflik tersebut dapat teratasi dengan solusi yang dapat
dicapai oleh individu tersebut.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh para pembaca,
mohon maaf bila terjadi salah penulisan kata yang kurang tepat dan terima kasih atas
perhatiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Garry Dessler. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. Jakarta : PT.
Prehelinso. 1989.
15 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3
Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya
manusia. Yogyakarta : BPFE. 2001.
Robbins S. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi.
Jakarta : PT Prenhalinddo.1996.
Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung :
Alfabeta. 2006.
Indrawijaya, Adam I. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.2009.
http://pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/manajemen-
konflik-definisi-ciri-sumber.html
16 |S t u d i K a s u s M a n a j e m e n K o n f l i k - 1 3 1 1 9 1 3 0 2 3