Makalah Leukemia Acc
Transcript of Makalah Leukemia Acc
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGLeukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan
sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemologi menunjukan
hasil sebagai berikut. Insedensi leukemia di Negara Barat adalah 13/100.000
penduduk/tahun. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker. Belum ada
angka pasti mengenai inside leukemia di Indonesia. Frekuensi relatif leukemia di negara
barat menurut Gumz adalah sebagai berikut :
Leukemia akut 60% LLK (Leukemia Limfositik Kronik) 25% LMK (Leukemia myelogenous Kronik) 15%Di Indonesia, frekuensi LLK (Leukemia Limfositik Kronik) sangat rendah. LMK
(Leukemia Myelogenous Kronik) merupakan leukemia kronis yang paling sering
dijumpai.
Usia, Insiden leukemia menurut usia didapatkan data sebagai berikut. LLA (Leukemia
Limfositik Akut) terbanyak pada anak-anak dan dewasa. LMA (Leukemia Myelogenous
Akut) pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa. LMK pada semua usia tersering
usia 40-60 tahun. LLK terbanyak pada orang tua.
Jenis kelamin, Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita
dengan perbandingan 2 : 1. (Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan
dengan gangguan sistem hematologi)
B. TUJUAN PENULISAN1. Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa/i memahami serta dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan gangguan leukemia.
2. Tujuan khususa. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi hematologi.b. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit leukemia.c. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan klien gangguan
leukemia.
1
C. Metode penulisanDalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang
diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di
sajikan dalam bentuk makalah.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I
BAB II
BAB III
:
:
:
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode
penulisan, dan yang terakhir sistematika penulisan.
Tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi dan fisiologi hematologi,
konsep dasar penyakit leukemia, dan terakhir asuhan keperawatan
pada penyakit leukemia
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI
A. Anatomi Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah di produksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda
dengan organ lain karena berbentuk cairan .
Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah manusia sekitar 7% - 10%
berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap
orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau
pembuluh darah. (Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem hematologi)
B. FisiologiDalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga
dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut.
a. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini.1) Mengatur gas karbondioksida (CO2) dari jaringan perifer kemudian di
keluarkan melalui paru-paru untuk di distribusikan ke jarinagn yang memerlukan.
2) Mengangkut sisa-sisa / ampas dari hasil metbolisme jaringan berupa urea, kreatinin dan asam urat.
3) Mengangkut sisa makanan yang di serap melalui usus untuk di sebarkan keseluruh jaringan tubuh.
4) Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.b. Mengatur keseimbangan cairan tubuhc. Mengatur panas tubuhd. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuhe. Mempertahankan tubuh dari serangan infeksif. Mencegah perdarahan
(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan
sistem hematologi)
3
C. Komponen DarahDarah terdiri atas dua komponen utama, yaitusebagai berikut.
a. Plasma darah : bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.
b. Butir – butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas tiga elemen berikut :1) Eritosit2) Leukosit3) Trombosit
(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan
sistem hematologi)
D. HematopoiesisHematopoiesis merupakan proses pembentukan darah. Tempat hematopoiesis pada
manusia berpindah-pindah, sesuai dengan usianya.
Yolk sac : usia 0-3 bulan intrauteri Hati dan lien : usia 3-6 bulan intrauteri Susum tulang : usia 4 bulan intrauteri sampai dewasa
Pada orang dewasa, dalam keadaan fisiologis, semua hematopoiesis terjadi pada
sumsum tulang. Dalam keadaan patologis, hematopoiesis terjadi diluar sumsum
tulang, terutama di lien yang disebut sebagai hematopoiesis ekstrameduler. Untuk
kelangsungan hematopoiesis diperlukan beberapa hal berikut ini.
a. Sel induk hematopoietik (hematopoietic stem cell)Sel induk hematopoietik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah, termasuk sel darah merah (eritosit), sel darah putih (leukosit), butir
pembeku (trombosit), dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti
fibroblast. Sel induk yang paling primitif disebut sebagai pluripotent stem cell
yang mempunyai sifat mampu memperbarui diri sendiri, sehingga tidak pernah
habis terus membelah (self renewal), mampu memperbanyak diri (proliferatif),
dan mampu mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi tertentu
(diferensiatif).
b. Lingkungan mikro (miroenvirontment) sumsum tulang
4
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah subtansi yang memungkinkan sel induk
tumbuh segera konduksif. Komponen mikro ini meliputi hal-hal berikut ini.
1) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang.2) Sel-sel stroma (sel endotel, sel lemak, fibroblast, makrofag, dan sel retikulum).3) Matriks ekstraseluler (fibronektin, hemonektin, laminin, kolagen, dan
proteoglikan)4) Lingkungan mikro sangat penting dalam hematopoiesis, karena berfungsi
untuk melakukan hal-hal berikut ini.5) Menyediakan nutrisi dan bahan hematopoiesis yang dibawah oleh peredaran
darah mikro dalam sumsum tulang.6) Komunikasi antar sel.7) Menghasilkan zat yang mengatur hematopiesis (hematopoietic growth factor,
cytokine).
c. Bahan-bahan pembentuk darah Bahan yang diperlukan untuk pembentuk darah adalah sebagai berikut.
1) Asam folat dan vitamin B12 : bahan pokok pembentuk sel.2) Besi: diperlukan untuk pembentukan hemoglobin3) Cobait, magnesium, Cu, dan Zn4) Vitamin: vitamin C, dan B kompleks.
d. Mekanisme regulasiMekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas
pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke
darah tepi, sehingga susum tuang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan
cepat. Zat-zat yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi adalah sebagai
berikut.
1) Faktor pertumbuhan hematopiesis (hematopoietic growth factor)a) Granulocyte colony stimulating factore (G-CSF)b) Macrophage colony stimulating factor (M-CSF)c) Thrombopoietind) Burts promoting activity (BPA)e) Stem cell factor
5
2) Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong perkecambahan, dan menunda penuaan.: ada dua jenis sitokinin, yaitu sitokinin yang merangsang pertumbuhan sel induk, dan keduanya harus seimbang.
3) Hormon hemaupoetik spesifikEritropoietin: hormon yang dibentuk diginjal khusus merangsang
pertumbuhan prekursor eritrosit.
4) Hormon non-spesifika) Androgen: menstimulasi eritropoiesisb) Estrogen: inhibisis eritropoiesisc) Glukokortikoedd) Hormon tiroide) Growth hormon
(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
hematologi)
E. HemostasisApabila tubuh kita mengalami perdarahan akibat dari rudapaksa, maka secara
otomatis tubuh akan mengatasi perdarahan tersebut. Adapun prinsip dari
hemostasis adalah sebagai berikut.
a. Mengurangi Aliran Darah yang Menuju Daerah TraumaCara untuk mengurangi darah yang menuju daerah trauma adalah sebagai
berikut.
1) VasokontriksiPembuluh darah yang robet/terluka akibat rudapaksa adalah merupakan
ransangan bagi pembuluh darah itu sendiri secara refleks akan mengalami
vasokontriksi pada daerah robekan. Trombosit yang keluar dari pembulah
darah karena adanya penumpukan kasar dari daerah luka, maka pecah dan
mengeluarkan serotomin yang berperan sebagai vasokonstriktor. Dengan
demikian, maka daerah pembuluh darah yang robek tadi akan semakin
mengecil atau menyempit, sehingga aliran darah pada daerah tersebut
menjadi mengecil sampai terhenti.
6
2) Penekanan oleh edemaDaerah yang terkena rudapaksa akan mengalami edema. Selanjutnya
daerah yang edema tersebut akan menekan pembuluh darah. Dengan
demikian, bisa menambah sempitnya aliran darah yang menuju daerah
trauma.
b. Mengadakan Sumbatan/Menutup Lubang PerdarahanHal tersebut berperan didalam penyumbatan atau penutupan luka adalah
trombus, yaitu bekuan darah didalam pembuluh darah pada orang yang masih
hidup. Trombosit yang terkena permukaan kasar seperti pada pembuluh darah
yang terkena akan pecah atau menempel atau mengalami pengumpalan pada
pembuluh darah membentuk bekuan darah yang disebut dengan trombus.
Trombus ini akan menyumbat lubang/luka pada pembuluh darah.
7
Vasokontriksi pembuluh
darah
Pembentukan platelet,
adhesi platelet dan agregasi
pembentukan bekuan fibrin akibat aktivasi faktor-
faktor pembekuan intrinsik dan ekstrinsik
Pembentukan bekuan fibrin akibat aktivasi faktor-
faktor pembekuan instrinsik dan ekstrinsik
Retraksi bekuan
Penghancur bekuan
Langkah- langkah
hemostasis
Skema 2.1
Dengan demikian, darah yang mengalir pada pembuluh darah tersebut akan
berkurang atau berhenti. Menurut jenisnya, trombus dibagi menjadi dua, yaitu:
(1) trombus putih yang tertutup oleh platelet dan fibrin denan kandungan
elitrosit yang relatif sedikit; (2) trombus merah yang tersusun oleh fibrin dan sel-
sel darah merah.
Faktor NamaI FibrinogenII ProtrombinIV KalsiumV Labile factor, proaccelerin, dan aceelerator (Ac-) globulinVII Proconvertin, serum prothrombin convertin accelerator (SPCA), co-
thromboplastin, dan autoprothrombin-IVIII Antihemophilic factor, antihemovili globulin (AHG)IX Plasma thromboplastine component (PTC) christmast factorX Stuart-power factorXI Plasma tromboplastine antecedent (PTA)XII Faktor hagemanXII Faktor stabilisasi fibrin(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
hematologi)
F. Pembekuan DarahPembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah ditranformasi
menjadi material semisolit yang dinamakan bekuan darah. Bekuan darah tersusun
terutama oleh sel-sel darah yang terperangkap dalam jaringan-jaringan fibrin. Fibrin
adalah suatu protein yang tidak larut dan berupa benang berbentuk semacam
jaringan-jaringan. Fibrin yang terbentuk berasal dari fibrinogen yang terdapat dalam
flasma dalam keadaan larut. Berubahnya fibrin dari fibrinogen ini karena adanya
trombin, yaitu suatu proteolitik enzim yang baru bisa bekerja apabila dalam keadaan
aktif. Menurut Howell proses pembekuan darah dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut.
Stadium I : pembentukan trombeplastine Stadium II : perubahan dari protrombin menjadi thrombin Stadium III : perubahan dari fibrinogen menjadi fibri
8
a. Langkah-langkah faktor intrinsik dan ekstrinsik dalam pembekuan darahApabila jaringan mengalami cedera, jalur ekstrinsik akan diaktivasi dengan
pelepasan subtansi yang dinamakan tromboplastine.
Sesuai urutan reaksi, protombine mengalami konfersi menjadi trombine, yang
pada gilirannya mengatalisir fibrinogen menjadi fibrin. Kalsium merupakan ko-
faktor yang diperlukan dalam berbagai reaksi ini. Pembekuan darah melalui jalur
intrisik diaktifasi saat lapisan kolagen pembuluh darah terpajan. Faktor
pembekuan kemudian secara berurutan akan diaktifkan, seperti jalur ekstrinsik,
sampai pada akhirnya terbentuk fibrin. (Wiwik handayani. 2008. Buku ajar
asuhan keperawatan dengan gangguan sistem hematologi)
G. Sel Darah Putih (leukosit)Bahasan mengenai sel darah putih yang akan dibahas mencangkup: struktur
leukosit, fungsi sel darah putih, jenis-jenis sel darah putih, dan jumlah sel darah putih.a. Struktur Leukosit
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak denga perentaraan kaki
palsu (pseudopodia) mempunyai berbagai macam inti sel, sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak berwarna).
Sel darah putih disumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel
ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit TB; monosit dan
makrofag, serta golongan yang bergranula, yaitu: eusinopin, basofil, dan
neotrofil.
b. Fungsi Sel Darah PutihFungsi dari sel darah putih adalah sebagai berikut.
1) Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk kedalam tubuh jaringan RES (sistem retikuloendotel).
2) Sebagai pengankut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalui linfa terus kepembuluh darah.
c. Jenis-jenis Sel Darah PutihSel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut.
9
1) AgranulositMemiliki granula kecil didalam protoplasmanya, memiliki diameter
sekitar 10-12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit terbagi
menjadi tiga kelompok berikut ini.
a) Neutrofil: granula yang tidak bewarna inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus/granula, serta banyaknya sekitar 60-70%.
b) Eosinofil: granula bewarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuk hamper sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasma lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
c) Basofil: granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel imi lebih kecil dari pada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira o,5% disumsum merah.
Neutrofil, eosinofil, dan basofil berfungsi sebagai fagosit untuk mencerna dan
menghancurkan mikroorganisme dan sisa-sisa sel. Selain itu, basofil bekerja
sebagai sel mast dan mengeluarkan peptide vasoaktif. (Wiwik handayani.
2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem hematologi)
2) GranulositGranulosit terdiri atas limposit dan monosit.
a) LimfositLimfosit memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagai besar sel
limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Besar sel limfosit berkembang
dalam jaringan limfe. Ukuran berfariasi dari 7 sampai dengan 15 mikron.
Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang
masuk kedalam jaringan tubuh.
Limfosit ada 2 macam, yaitu lomfosi T dan limfosit B.
Limfosit T. limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang
lama, kemudian bermigrasi menuju ke timus. Setelah meninggalkan timus,
sel-sel ini beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-
antigen dimana mereka telah diprogramkan untuk mengenalinya. Setelah
dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini menghasilkan bahan-bahan kimia
10
yang menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel darah
putih lainya bahwa telah terjadi infeksi.
Limfisit B. terbentuk disumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah
sampai menjumpai antigen dimana mereka telah deprogram untuk
mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih
lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan antibodi.
b) MonositUkurannya lebih besar dari lemfosit, protoplasmanya besar, warna biru
sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti sel
bulat atau panjang. Monosit dibentuk didalam sumsum tulang, masuk
kedalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan
menjadi makrofag setelah masuk kejaringan. Funsinnya sebagai fagosit.
Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih.
Jumlah Sel Darah Putih
Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 109/1 yang terbagi
sebagai berikut.
Agranulosit:
Neutrofil 2,5-7,5 x 109
Eosinofil 0,04-0,44 x 109
Basofil 0-0,10 x 109
Granulosit
Limfosit 1,5-3,5 x 109
Momosit 0,2-0,8 x 109
(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
hematologi)
11
KONSEP DASAR PENYAKIT LEUKEMIA
A. Pengertian
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001)
Leukemia merupakan penyakit maligna yang disebabkan abnormal overproduksi
dari tipe sel darah putih tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang.
Karakteristik dari leukemia adalah sel-sel yang abnormal, tidak terkontrolnya proliferasi
dari satu tipe sel darah putih seperti granulosit, limfosit, monosit. (Tartowo. 2008.
Keperawatan medikal bedah gangguan sistem hematologi. Hal 67)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain
(Mansjoer, 2002)
Jadi, leukemia merupakan kelebihan produksi sel darah putih yang abnormal, yang
tidak terkontrolnya proliferasi dari satu tipe sel darah putih seperti granulosit, limfosit,
dan monosit. Ditandai sumsum tulang belakang dalam membentuk sel darah normal dan
adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
B. Etiologi leukemia
Meskipun pada sebagian besar penderita leukimia faktor-faktor penyebabnya tidak
dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, yaitu sinar radio aktif dan virus.
1. Faktor GenetikInsiden leukemia akut pada anak-anak penderita Sindrom Down adalah 20 kali lebih
banyak dari pada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukimia
akut. Insiden leukemia akut juga meningkatkan pada penderita kelainan kongenital
dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis van Greveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom
trisomi D.
12
2. Sinar RadioaktifSinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada binatang maupaun manusia. Angka kejadian leukemia mieloblastik
akut (AML) dan leukimia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah
sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5
tahun.
3. VirusBeberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang.
Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa penelitian yang mendukung teori
virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan
dalam darah manusia. Seperti diketahui enzim ini didalam virus onkogenik seperti
retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan
genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi.
(Wiwik handayani. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
hematologi)
C. Klasifikasi Leukemia
Berdasarkan perbedaan tipe leukemia dibedakan menjadi dia yaitu leukemia akut
dan leukemia kronis
a. Leukemia akut
Leukimia akut mempunyai kejadian yang cepat dengan tipe yang progresif,
dimana pasien dapat meninggal beberapa hari atau beberapa bulan jika tidak
diobati
1) Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)
Adanya kerusakan pada limfoid dengan karakteristik proliferasi sel limfoid
imatur pada sumsum tulang Limpa denopati, hepatosplenomegali dan
gangguan susunan saraf pusat dapat terjadi pada jumlah leukosit sampai
dengan 100.000/mm3
Secara morfologis LLA dibagi menjadi 3 yaitu:
L1 : Jenis LLA yang paling banyak pada masa anak-anak sel, sel limfoblas
kecil-kecil
13
L2 : LLA pada orang dewasa, sel lebih besar, inti ireguler, populasi sel
heterogen.
L3 : Sel-sel besar, populasi sel homogeny.
2) Leukimia Myelogenous Akut (LMA)
Pada leukemia jenis ini terjadi kerusakan dalam pertumbuhan dan
pematangan sel megakariosit, monosit, granulosit dan eritrosit. Prognosisnya
dalam jangka panjang biasanya jelek.
Menurut FAB, LMA terdiri atas:
M1 : Myelostik leukemia akut tanpa diferensiasi
M2 : Myelositik leukemia akut dengan diferensiasi
M3 : Promyelositik leukemia akut.
M4 : Myelomonositik leukemia akut
M5 : Monositik leukemia akut dengan deferensiasi
M5A: Monoblastik leukemia akut tanpa diferensiasi
M6 : Eritroleukemia
b. Leukemia kronis
Leukemia kronis terdiri dari:
1) Leukemia myelogenous kronik (LMK)
Terjadi akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada pemeriksaan
darah perifer ditemukan adanya leukositosis dan trombositosis. Ditemukan
juga adanya peningkatan produksi dari granulosit seperti netrofil,
eosinofil dan basofil.
2) Leukemia lympositik kronik (LLK)
Karakteristik leukemia jenis ini adalah adanya proliferasi awal limfosit B. Hasil
pemeriksaan darah perifer ditemukan peningkatan jumlah sel limfosit baik
matur maupun imatur. Peningkatan jumlah limfosit akan memfiltrasi
kelenjar limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit ini
mulai stage 0 - IV sampai dengan 5 tahun. (Tartowo. 2008. Keperawatan
medikal bedah gangguan sistem hematologi. Hal 68-69)
Stage Gambaran
14
Stage 0
Stage I
Stage II
Stage III
Stage IV
Absolut limfosis dalam drh > 15.000/mm3
Absolut limfosis dan adanya pembesaran limfe
Absolut limfosis disertai pembesaran limfa dan hati
Absolut limfosis disertai pembesaran limfa dan hati laki-laki-
laki dan Hb <10 gr/dl pada wanita
Absolut limfosis disertai trombositofenia (trombosit
<100.000 m3)
(Tabel 2.1 Sumber : Joan Luckman, 1987)
D. Patofisiologi
Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi dari sel
darah putih, kedua adanya sel -sel abnormal atau Imatur dari sel darah putih, sehingga
fungsi dan strukturnya tidak normal. Produksi sel darah putih yang sangat meningkat
akan menekan elemen sel darah yang lain seperti penurunan produksi eritrosit
mengakibatkan anemia, trombosit menjadi menurun mengakibatkan
trombositopenia dan leukopenia dimana sel darah putih yang normal menjadi sedikit.
Adanya trombositopenia mengakibatkan mudahnya terjadi perdarahan,
keadaan leukopenia menyebabkan mudahnya terjadi infeksi. Sel-sel kanker darah
putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang dan periosteum yang dapat
mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang. Disamping itu infiltrasi
ke berbagai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar liinfe menyebabkan
pembesaran dan gangguan pada organ terkait.
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel
blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi
organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi
sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor
15
pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran
hati, limfe,nodus limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal.
175).
E. PATHWAY
16
17
Anemia
F. Manifestasi klinik
Tanda-tanda penyakit leukemia (kanker darah) dapat digambarkan sebagai berikut:
18
KARDIOVASKULER
RESPIRASI
INTEGUMEN
GASTROINTESTINAL
PERSARAFAN
MUSKULOSKELETAL
1. Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang,
akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan
oxygen dalam tubuh).
2. Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar
karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami
perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).
3. Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh,
terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih
yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi
semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri,
bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar
cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum
tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.
5. Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia,
dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri
perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami
pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada
dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat
terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
19
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan
bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan
pertolongan medis.
Manifestasi klinis setiap organ
1. Manifestasi pada kardiovaskuler : tanda-tanda anemia : lemah, letih, lesu, pucat,
takhikardia, tekanan darah menurun, pal-pitasi (Sensasi yang tidak
menyenangkan), murmur mungkin terjadi.
2. Manifestasi pada pernapasan : terkait dengan manifestasi klinik dan
komplikasi infeksi pernapasan seperti sesak napas, kesulitan bernapas,
napas pendek, bunyi napas abnormal.
3. Manifestasi pada Integumen : kulit pucat, dingin, konjungtiva anemis, adanya
perdarahan pada kulit seperti fateque, perdarahan pada gusi, adanya infeksi pada
rongga mulut.
4. Manifestasi pada gastrointestinal : meningkatnya resiko perdarahan, mual dan
tidak nafsu makan, adanya darah dalam feses, konstipasi, menurunnya bising
usus, hepatosplenomegali, tendernes pada abdomen, menurunya berat badan.
5. Manifestasi pada persarafan : kerusakan saraf kranial, nyeri kepala, papiledema
sebagai akibat infiltrasi pada selaput otak sistem saraf pusat, kejang dan koma
mungkin terjadi.
6. Manifestasi pada muskuloskeletal: adanya nyeri tulang dan persendian, Adanya
hiperurikemia yang dapat menyebabkan nyeri ginjal, obstruksi saluran kemih
karena terbentuknya batu, gagal ginjal.
(Tartowo. 2008)
20
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
a) Hemoglobin (Hb)
b) Trombositopenia
c) Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm', normal atau menurun,
dapat kurang dari 1000/mm'.
2. Apusan darah tepi
Adanya sel muda (Mieloblas, Promielosit, Limfoblast, Monoblast, Eritroblast).
3. Sumsum tulang
a) Merupakan test diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menentukan tipe sel maligna.
b) Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti sel leukosit.
4. Pemeriksaan immunophenotyping
a) Untuk menentukan jenis sel leukemia
5. Lumbal Pungsi
a) Menentukan ada atau tidaknya sel-sel blast dalam sistem saraf pusat, 5 %
kasus leukemia terjadi kelainan (Luckman and Sorenseri s, 1993)
6. Radiografi
a) MRI dan ST Scan kepala dan tubuh untuk mendeteksi adanya lesi, infeksi
ditempat lain. (Tartowo. 2008. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem
hematologi. Hal 72-73)
Tabel 4-2 : Perbedaan pada pemeriksaan darah tepian sumsum tulang
TEST LMA LLA LMK LLK
Darah Tepi Sel darah putih-
normal, kurang
atau meningkat
bisa disertai
mieloblas
Trombositopenia
Anemia
Sel darah putih
meningkat disertai
limfositosis
Hitung sel darah
putih dapat normal
atau berkurang
Sel darah putih
meningkat
terutama
granutosit
Trombositopenia
Anemia
Meningkatan
limfosit dewasa
yang kecil
Trombosito-
penia
Anemia
Sumsum Hiperseluler 50% Hiperseluler disertai Hiperseluler 2% 30% limfosit
21
tulang mieloblas infiltrasi limfoblas blast
megakariosit
(Tabel 2.3 Sumber : Sylvia Anderson, 1995)
H. Penatalaksanaan Medis & Terapi
Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi, prognosis dan
penyakit penyerta.
1. Radioterapi dan kemoterapi, dilakukan ketika sel leukemia sudah terjadi
metastasis. kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yaitu keadaan
dimana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang menghilang
serta pada fase post remisi yang bertujuan mempertahankan remisi selama
mungkin.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal. jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
22
Fase induksi. Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.
Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau
tidak ada dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
Fase Profilaksis Sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.
Beberapa jenis obat-obatan kemoterapi
Tipe Leukimia Jenis Obat
Akut
nonlimfositik
Daunorubicin, Mitoxantrone, Cytarabine.
Akut limfositik Vincristine, prednisene, L Asparaaginase, Daunorubicin
Kronik limfositik Chlorambucil, Prednison, Cyclophosphamide, Vincristine
Kronik
myelogenous Busulfan, Hydroxyure-a. '--ytosine, V ncristine
(Tartowo. 2008. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem hematologi. Hal 74-
75)
2. Terapi modalitas, untuk mencegah komplikasi, karena adanya pansitopenia,
anemia, perdarahan dan infeksi. Pemberian antibiotik dan mungkin tranfusi
dapat diberikan.
3. Pencegahan terpaparnya mikroorganisme dengan isolasi.
4. Transplantasi sumsum tulang
23
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik dalam penanganan
leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan limphoma, anemia
aplastik.
Pengobatan :
1. Transfusi darah : jika HB kurang dari 6g %, pada trombositopenia dapat diberi
transfusi trombosit.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason) setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika : vinkristin, adriamicyn metrotrexat, 6-merkaptopurin, umumnya
dikombinasi dengan prednison. Efek samping obat ini dapat berupa
alopsia/botak, stomatitis, leucopeni infeksi skunder, kandiasis. Bila jumlah
leukosit kurang dari 2000/mm pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi skunder dihindarkan (lebih baik di isolasi).
5. Imunoterapi : merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10-10) imunoterapi mulai diberikan
(mengenai cara pengobatan yang terbatas masih dalam pengembangan).
Cara Pengobatan
Berbeda-beda pada setiap klinik, tergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya
sama, yaitu dengan pola dasar :
1. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut
sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan
memberikan sistostika setengah dosis biasa.
4. Reinduksi, untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Pengobatan imunologik.
24
Ini dimaksutkan untuk menghilangkan sel leukemia dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan selama 3 tahun remisi
terus-menerus, fungsi sumsum tulang diulang secara rutin setelah induksi
pengobatan ( setelah 6 minggu ).
I. Komplikasi
1. Infeksi beberapa sistem (pernafasan, pencernaan)
2. Perdarahan
3. Relaps
4. Efek samping dari kemoterapi/radiasi : kardiomiopati, alopesia.
5. Kematian
BAB III
25
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN LEUKEMIA
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan
a) Identitas klien.
b) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat pucat,
sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
2) Riwayat penyakit
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tanda-tanda
leukopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda
trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji
adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati,
hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya
hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri (Lawrence,
2003).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
d) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.
2. Riwayat psikososial
a) Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap penyakit
yang diderita. Klien sangat membutukan dukungan dari keluarga dan perawat.
b) Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun dengan tetangga
disekitar rumahnya dengan adanya keluarga dan tetangga yang membesuk serta
klien hidup dalam keadaan ekonomi yang sederhana.
3. Pemeriksaan fisik
a) Sistem integumen
26
Pucat
Ekhimosis (Memar, bercak kemerahan pada kulit)
Pateque
b) Sistem gastrointestinal
Perdarahan gusi
Pembesaran hati dan limpa
c) Sistem perkemihan
Hematuria
d) Sistem kardiovaskuler
Takhikardia
Hipotensi orthostatic
e) Sistem respirasi
Sesak napas
Perubahan bunyi napas
f) Sistem persyarafan
Kesadaran menurun
Kelainan saraf kranial
Kuku kuduk
Adanya refleks patologis
g) Sistem muskuloskleletal
Nyeri tulang
Nyeri pergerakan pada sendi.
4. Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia :
a) Anemi normokrom normositer
27
Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)
b) Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14,
kadang-kadang pada kromosom 6, 11
c) Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 – 16.0 g/dL)
d) Trombosit :100.000 (150.000-400.000/mm3)
e) SDP (sel darah putih) : 60.000/cm (50.000)
f) PT/PTT :memanjang
g) Copper serum :meningkat
h) Zink serum :menurun
5. Test diagnostik
a) Pemeriksaan darah
b) Biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan imunologi
c) Pemeriksaan radiologi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
(Simon, 2003).
C. Intervensi dan Rasional
1. Diagnosa 1
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :Normotermia, Hasil kultur negative, Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
- Pantau suhu dengan teliti (TTV)
28
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
- Tempatkan klien dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya klien dari sumber infeksi
- Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
- Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
- Evaluasi keadaan klien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
- Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
- Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
- Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
- Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Diagnosa 2
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria hasil : klien tidak pusing, Klien tidak lemah, HB 12 gr/%, Leukosit normal,
Tidak anemis
Intervensi :
29
- Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
- Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
- Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi
- Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
- Kolaborasikan pemasangan tranfusi darah
Rasional : transfusi darah dapat meningkatkan kadar hemoglobin di dalam darah
klien.
3. Diagnosa 3
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Klien tidak anemis, Mukosa bibir lembab, Nafsu
makan meningkat, Bb meningkat
Intervensi :
- Dorong klien untuk tetap rileks saat makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari
mual dan muntah serta kemoterapi
- Izinkan klien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan
unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan klien meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
- Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
- Izinkan klien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar klien mau makan
30
- Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
- Dorong klien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
- Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya
bila BB kurang dari normal
4. Diagnosa 4
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, pasien tidak mengalami mual dan
muntah
Kriteria hasil : Klien tidak lemah dan anemis, Turgor kulit baik, Mukosa bibir lembab,
tidak sianosis
Intervensi :
- Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
- Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
- Kaji respon klien terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
- Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
- Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
- Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
5. Diagnosa 5
Tujuan : klien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima klien
Kriteria hasil : - skala nyeri 3
31
Intervensi :
- Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi
- Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
- Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian
atau obat
- Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
- Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
6. Diagnosa 6
Tujuan : klien mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : Klien bersih, Klien merasa nyaman
Intervensi :
- Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah
perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
- Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
- Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
- Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
- Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
32
- Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
- Anjurkan memilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Wiwik. 2008. BUKU AJAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI. Selemba Medika : Jakarta.
33
Tarwoto. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem HEMATOLOGI. TIM: Jakarta.
Suriadi, & Yuliani R, 2001.
________._______. Asuhan Keperawatan Pada An A dengan akut limfosit leukemia Di Irni C1L2. RSUP DR. Kariadi. Semarang.
34