makalah kerusakan lingkungan
-
Upload
amelia-fitri -
Category
Documents
-
view
593 -
download
7
Transcript of makalah kerusakan lingkungan
MAKALAH GENERAL BIOLOGY II
Kerusakan Lingkungan Perkotaan dan Pedesaan
Disusun Oleh :
Winda Septiyeni (RSA1C411001)
Amelia Fitri (RSA1C411012)
Anindya Dwi Pronica (RSA1C411011)
Azrul Ahmar (RSA1C411024)
Githa Nabela (RSA1C411015)
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Aprizal,M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI (PGSBI)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Kerusakan Lingkungan Perkotaan dan
Pedesaan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah General Biology II.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh
dari buku panduan yang berkaitan dengan Lingkungan dan Ekologi,serta infomasi
dari media massa yang berhubungan dengan lingkungan. Terima kasih penulis
sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini,
terutama kepada dosen pembimbing, Prof.Dr.Aprizal,M.Pd yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca,
dalam hal ini dapat menambah wawasan mengenai permasalahan lingkungan
hidup disekitar kita. Makalah ini mungkin belum sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Jambi, Juni 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Lingkungan.........................................................................................2
2.2 Kerusakan Lingkungan ......................................................................3
2.2.1 Kerusakan Lingkungan Perkotaan............................................3
2.2.2 Kerusakan Lingkungan Pedesaan.............................................8
2.3 Upaya Penanggulangan Kerusakan Lingkungan .............................15
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................17
3.2 Saran................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Walaupun di dalam masyarakat terdapat mekanisme untuk mengatur laju
pertumbuhan dan kepadatan penduduk,namun kenyataan menunjukan di banyak
tempat terdapat tanda kepadatan penduduk telah melampaui daya dukung
lingkungan. Hal ini terlihat jelas pula pada daerah-daerah di Indonesia,
khususnya di pulau Jawa. Di luar Jawa di banyak tempat sebenarnya juga terjadi
hal yang serupa walaupun kepadatan penduduknya rendah. Tanda-tanda
dilampauinya daya dukung lingkungan ialah kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan yang terjadi dapat di kota dan di desa.
Oleh karena itu pada makalah ini penulis akan membahas permasalahan
yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi baik di desa dan dikota
yang dapat melampaui daya dukung suatu lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah permasalahan kerusakan lingkungan kota dan desa?
1.2.2 Apa saja yang menyebabkan terjadinya permasalahan kerusakan lingkungan
kota dan desa?
1.2.3.Apa saja upaya untuk menanggulangi permasalahan kerusakan lingkungan
kota dan desa?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mendeskripsikan permasalahan kerusakan lingkungan kota dan desa?
1.3.2 Mengetahui penyebab terjadinya permasalahan kerusakan lingkungan kota
dan desa
1.3.3 Mengetahui upaya menanggulangi permasalahan kerusakan lingkungan kota
dan desa
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lingkungan
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala makhluk hidup,
makhluk tak hidup, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang
saling berhubungan secara timbal balik.Antara makhluk yang satu dengan yang
lainnya saling ketergantungan dan saling melengkapi, seperti manusia
membutuhkan hewan dan tumbuhan untuk keperluan pangan, butuh air untuk
minum dan lainnya. Hewan dan tumbuhan membutuhkan air untuk bertahan
hidup, butuh matahari dan sebagainya.
Dalam berinteraksi dengan lingkungan alamanya, manusia menempati
posisi yang dominan.Manusia mempengaruhi lingkungan dengan cara mengatur
lingkungan dan mengambil sumber daya yang ada dilingkungan.Jumlah manusia
yang semakin meningkat berarti kebutuhannya juga meningkat. Dengan
berbagai cara manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
memenuhi kebutuhan dari SDA yang ada, tetapi hasil dari pengetahuan dan
IPTEK ada yang menguntungkan ada juga yang tidak.
Jumlah penduduk mempengaruhi keseimbangan lingkungan, penyediaan
sumber kekayaan lingkungan juga jadi tujuan sebagai bahan pemenuhan
kebutuhan hidup.Oleh karena itu ada hubungannya antara kepadatan penduduk
dengan keseimbangan lingkungan. Salah satu cara yangdilakukan untuk
menyeratakan kepadatan penduduk yang terjadi,amak pemerintah menggalakna
suatu program migrasi.
Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu organisme dari suatu bioma
ke bioma lainnya. Dalam banyak kasus, organisme bermigrasi untuk mencari
sumber-cadangan-makanan yang baru untuk menghindari kelangkaan makanan
yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau karena overpopulasi.
Migrasi pada kependudukan di ibaratkan suatu perpindahan penduduk dari suatu
tempat ke tempat lainnya.Masalah migrasi ini ternyata menimbulkan banyak
permasalahan di lingkungan. Salah satu migrasi yang kini banyak terjadi adalah
migrasi dari desa ke kota yang umum disebut Urbanisasi . Proses urbanisasi
2
tidak hanya terjadi di Indonesia namun dibanyak kota diseluruh
dunia(Soemarwoto,2004:221).
2.2 Kerusakan Lingkungan
Kepadatan penduduk yang terjadi telah menimbulkan banyak permasalahan
dan melampaui daya dukung lingkungannya,sehingga timbulah berbagai macam
kerusakan lingkungan.
Menurut Soemarwoto (2004:221-235), kerusakan lingkungan itu dapat
dibagi menjadi :
2.2.1 Kerusakan Lingkungan Perkotaan
Kerusakan lingkungan perkotaan disebabkan oleh :
a. Perkampungan liar
Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup diluar kawasan
lindung,baik yang berupa kawasan
perkotaan maunpun pedesaan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat
mendukung kegiatan perikehidupan
dan penghidupan.Akibat dari
urbanisasi maka di kota-kota ditemukan banyak perkampungan liar. Rumah
dengan kualitas yang sangat rendah dan menurunnya sanitasi. Selain itu beban
limbah dikota pun bertambah akibat tidak ada lagi tempat untuk mendaur
ulang sampah.
b. Riol-riol yang tersumbat
Riol-riol pun banyak yang tersumbat
akibat tumpukan sampah padat sehingga
tidak dapat lagi melakukan fungsinya
dengan baik. Akibat lain dari disfungsinya
riol-riol tersebut adalah terjadinya
3
banjir.Oleh karena itu dikota-kota besar kita sering menemukan terjadinya
banjir dimana-mana.
Riol-riol yang tersumbat ini dapat menyebabkan munculnya penyakit
DBD (Demam Berdarah Dengue). Penyebab suatu daerah itu menjadi tempat
berkembangnya DBD itu yaitu selain wilayahnya yang luas dengan jumlah
dan kepadatan penduduk tinggi tidak layak menjadi faktor banyaknya jumlah
penderita DBD. Dan masih minimnya kepedulian terhadap lingkungan dan
pola hidup tidak sehat juga menjadi faktor pemicu tingginya jumlah kasus.
c. Banjir
Masalah lain adalah banjir. Kenaikan
jumlah penduduk memerlukan
bertambahnya rumah atau
permukiman,sehingga mengakibatkan
berkuranganya luas jalur hijau dan taman.
Maka permukaan tanah yang kedap
terhadap air pun bertambah,sehingga
makin sedikit air hujan yang meresap
ketanah dan terjadilah banjir.Selain
itu,pembangunan rumah diatas bantaran
sungai dan pengerusakan hutan untuk
membuka lahan permukiman dapat menyebabkan banjir terjadi.
d. Kerusakan Sosial Budaya
Disamping keruskan
lingkungan yang bersifat
biofisik terdapat pula
kerusakan sosial-
budaya.Orang desa yang
pindah kekota umumnya
memiliki pendidikan
rendah dan ketrampilan
yang minim,sehingga hal ini dapat menyulitkannya sndiri tatkala mereka
harus dihadapi pada kenyataan hidup dikota yang kejam.Banyak dari mereka
4
yang menjadi budak,atau terperangkap dari tangan calo. Maka permasalahan
lain timbul yaitu, pengangguran,kelaparan,perbudakan dan prostitusi untuk
media kejahatan.
e. Kebisingan Kota
Sebagian kebisingan ini diakibatkan
oleh padatnya kendaraan bermotor di
lingkungan kota.Kepadatan arus lalu lintas
di kota pada jam-jam kantor membuat
suatu pencemaran suara di lingkungan
kota. Selain itu dampak lain yang
ditimbulkan adalah pencemaran
udara,yaitu berupa debu-debu yang di
dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.Ini menandakan telah terjadi suatu
kerusakan lingkungan kota yang disebabkan oleh kebisingan dan pencemaran
udara. Selain dikarenakan oleh kendaraan bermotor,kebisingan kota ini juga
disebabkan oleh suara dari pabrik dan suara bising pesawat saat landing dan
take off.
Berikut adalah salah satu berita mengenai kerusakan lingkungan kota
yang kami kutip dari Berita jakarta :
“Kerja keras tampaknya harus dipersiapkan Pemerintah Kota Administrasi
Jakarta Utara (Pemkot Jakut) dalam menertibkan seluruh hunian liar. Sebab,
Pemkot Jakut mencatat kini terdapat 22 titik hunian liar. Tak tanggung-tanggung
jumlah penghuninya mencapai puluhan ribu orang dengan area yang dikuasai
mencapai ratusan hektar.Dari seluruh titik itu, sebagian sudah ditertibkan seperti
pemukiman di Taman Bersih Manusiawi dan Wibawa (BMW), kolong tol, dan
pemukiman di bantaran rel kereta.
Di antara titik yang dikuasai penghuni liar meliputi Tanah Kampungsawah
dengan jumlah penghuni 1.050 KK, Kampungbanda, Waduk Pluit Sisi Barat,
Kampungsepat, Sekitar TPI Marunda, Kebonpisang, Tanah Kasus BPPN,
5
Kampunggrandong, Kebon Tebu Kampung Tembokbolong, Tanggul Kali Karang,
Kebon Baru, Bantaran Kali Cakung Drain, dan pemukiman di bawah Sutet
sepanjang Jl Pegangsaan Dua.
Kepala Administrasi Sarana Perkotaan Jakarta Utara (ASP Jakut) Heru Budi
Hartono mengakui, di Jakut memang banyak perkampungan liar. Karena banyak
potensi sehingga warga dari berbagai daerah memilih hidup di wilayah Jakarta
Utara. “Seharusnya penanganan masalah hunian liar ini, tidak hanya
dibebankan ke pemkot atau pemprov saja, pemerintah pusat juga harus ikut
memikirkan nasib mereka,” tutur Heru, Rabu (3/12).
Penertiban pemukiman liar, menurutnya, akan semakin sulit jika jumlah
bangunannya sudah semakin banyak. Sehingga perlu ada sinergi antara
pemerintah dengan pemilik lahan. Misalnya di perkampungan Tanahmerah yang
notabene merupakan lahan milik Pertamina. “Kita semua harus memiliki konsep
yang sama, artinya semua unit terkait seperti PLN dan PAM tidak menyediakan
dan menyalurkan kebutuhan listrik maupun air untuk masyarakat, dan jika mau
memberikan listrik maupun air seharusnya dilihat dulu Izin Mendirikan
Bangunan (IMB),” tegasnya.Makanya, Heru sangat mendukung program
pemerintah pusat untuk menyediakan rumah susun murah bagi warga miskin.
Karena sebagian masyarakat yang tinggal di pemukiman liar itu merupakan
warga miskin dan tidak mampu untuk membayar sewa rumah yang harganya
cukup mahal. “Harus dimulai sekarang, kalau bukan kita yang memberikan
penyadaran siapa lagi?,” tanya dia.
Sementara itu, Yayat Supriyatna, Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti
Jakarta, mengatakan, menjamurnya pemukiman liar disebabkan tiga hal yakni,
akumulasi jumlah penduduk yang sudah sulit dikendalikan, keterbatasan lahan
sehingga hanya sebagian kelompok yang mampu mendapatkannya, dan tidak
adanya konsep dari pemilik lahan untuk memanfaatkan lahannya. “Selain tidak
ada konsep, instansi umumnya tidak memiliki dana untuk menggunakan lahan
mereka,” ujarnya.
6
Solusinya, kata Yayat, adalah melakukan revitalisasi kampung melalui
Kampung Improvement Project, penyediaan rusun murah bagi warga yang tidak
mampu, dan mengimbau masyarakat agar pindah dari lokasi tersebut. “Memang
yang bisa dilakukan adalah imbauan karena tidak ada dana dan sudah tidak
mungkin mengusir penghuni liar yang jumlahnya ribuan,”.
Menurut Irwan (2003:75),Kota-kota besar merupakan parasit semata dalm
biosfer.Makinbesar kota itu makin banyak mereka meminta dari daerah pinggiran
disekitarnya dan makin besar bahaya serat kemungkinan dari perusakan
lingkungannya.
Selain itu,dampak lain yang ditimbulkan dengan adanya pemukiman liar dan
tersumbatnya riol-riol, akan mengakibatkan maraknya penyakit DBD (Demam
berdarah dengue).Hal ini ditnjukan pada data yang ada di Jakarta Utara,yaitu:
“ Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara
(Pemkot Jakut) untuk menekan kasus DBD. Hasilnya cukup baik, tahun lalu DBD
mencapai 3.979 kasus sedangkan tahun ini 3.928 kasus, artinya ada penurunan
51 kasus.
Untuk kasus DBD, Kecamatan Tanjungpriok masih menempati posisi teratas.
Hingga akhir Desember tercatat ada 1.119 kasus, kemudian Pademangan 301
kasus, Koja (718), Kelapagading (662), Penjaringan (599), dan Cilincing (527).
Sementara itu, hingga akhir 2008 korban meninggal akibat gigitan nyamuk aides
aegypti mencapai lima orang, tahun jumlah korban meninggal hanya empat
orang. Kelima korban yang meninggal tersebut tercatat di Kelurahan
Kapukmuara satu orang, Warakas (1), Semperbarat (1), Rorotan (1), dan Lagoa
(1).
“Kasudin Kesehatan Masyarakat Jakarta Utara (Kesmas Jakut) Paripurna
Harimuda mengatakan, meski jumlah penderita DBD setiap bulannya mengalami
kenaikan. Namun jika dibandingkan dengan jumlah penderita DBD pada tahun
sebelumnya mengalami penurunan. “Ada penurunan 51 kasus, tahun 2007
jumlah penderita 3.979 orang dan tahun ini hanya 3.928 orang,” tutur
Harimuda.
7
Jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, Harimuda mengatakan, Jakarta
Utara berada diurutan ke empat setelah Jakarta Barat. Yang paling banyak
Jakarta Timur jumlahnya mencapai 8.894 kasus, kemudian disusul Jakarta
Selatan yang mencapai 6.884 dan Jakarta Barat sebanyak 4.422 selanjutnya
Jakarta Utara 3.928, dan terakhir Jakarta Pusat 3.385.
( sumber :http://hotinfo4u.wordpress.com/category/djakartaq/page/3/).
2.2.2 Kerusakan Lingkungan Pedesaan
Usaha untuk menaikkan daya dukung lingkungan dengan menaikkan luas lahan
yang digunakan untuk pertanian adalah salah satu reaksi terhadap kenaikan
kepadatan penduduk yang sangat umum terjadi. Reaksi itu merupakan kekuatan
yang disebut tekanan penduduk. Usaha itu dapat dilakukan secara orang-seorang
dan dapat juga dilakukan oleh Pemerintah, seperti misalnya transmigrasi.
Perluasan yang dilakukan secara orang-seorang umumnya terjadi di daerah yang
dekat dengan desa pemukimannya. Perluasan itu pada mulanya dilakukan pada
lahan yang
sesuai untuk
pertanian, yaitu
lahan yang
datar atau
berlereng
landai dan
yang subur.
Hutan di
dataran rendah
di Jawa dan Bali, misalnya, telah lama hilang dan telah berubah menjadi daerah
pertanian. Lama kelamaan terambil juga lahan yang kurang sesuai, tidak subur
dan daerah yang lerengnya curam.
Tekanan penduduk terhadap lahan diperbesar oleh bertambahnya luas
lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya pemukiman, jalan,
dan pabrik. Lahan yang dipakai untuk keperluan ini biasanya justru yang subur.
8
Sebab di negara agraris pemukiman tumbuh di daerah yang subur. Pemukiman itu
menjadi pusat pertumbuhan, dengan prasarana yang relatif baik dan dekat dengan
pasar. Beberapa contoh ialah tumbuhnya pemukiman dan perindustrian di sekitar
kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pesawahan yang subur makin
tertelan habis. Yang serupa kita lihat di Lombok. Lombok Barat yang subur
mengalami pertumbuhan yang cepat. Di daerah ini terdapat banyak sawah.
Sebaliknya Lombok Timur yang kurang subur, pertumbuhannya lamban.
Akibatnya di Lomboh sawah makin berkurang.
Ironinya, orang desa pemilik sawah dan para buruh tani yang kehilangan
sawahnya dan lapangan pekerjaannya, tidak banyak yang dapat menikmati
pembangunan itu, oleh karena pendidikannya yang rendah dan tidak adanya
ketrampilan. Para pemilik sawah masih agak lumayan, karena mereka menerima
ganti rugi untuk lahannya. Mereka dapat membeli lahan lagi, namun pada
gilirannya pembelian ini menggusur petani yang lain. Para buruh tani tidak
mendapat ganti rugi apa-apa. Ketidakmampuan petani dan buruh tani untuk
memanfaatkan pembangunan itu meruapkan juga faktor penting yang
menyebabkan kenaikan tekenan penduduk terhadap lahan dengan menyempitkan
lahan pertanian.
Proses perubahan tataguna lahan dapat diikuti dengan membandingkan
peta tatauna lahan dari berbagai tahun. Dapat juga dengan membandingkan potret
udara dan citra satelit dari bebagai tahun. Dari perbandingan itu dapat dilihat
bertambahnya jumlah desa, bertambahnya luas daerah pemukiman dan
berkurangnya luas daerah pertanian dan hutan. Dengan cara ini dapat diketahui,
bahwa, misalnya, hutan di DAS Citarum hulu di Jawa Barat telah menyusut
dengan kira-kira 30% dalam tahun 1960-an. Di Jawa Barat, hutan dataran rendah
praktis telah habis. Hutan bakau juga sudah banyak berkurang. Yang relatif masih
banyak hutan ialah di pegunungan di atas 1.500 m.
Di daerah perladangan berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga
meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan
pangan. Akibatnya ialah diperpendeknya masa istirahat lahan. Misalnya, masa
istirahat semula 25 tahun. Dalam masa istirahat yang panjang ini hutan
mempunyai cukup waktu untuk pulih lagi. Di lantai hutan terbentuk lapisan
9
seresah cukup tebal. Hutan sekunder ini, apabila dibuka untuk perladangan, dapat
memberikan hasil yang baik. Dengan makin naiknya kepadatan penduduk, masa
istirahat akan makin pendek yang berarti periosde untuk tumbuhnya kembali
hutan juga makin pendek. Dengan demikian hutan yang terbentuk makin buruk,
sampai akhirnya hutan tidak dapat lagi terbentuk kembali. Paling-paling hanya
semak belukar saja, atau bahkan sama sekali tidak ada hutan lagi.
Kerusakan hutan membawa banyak akibat
Hutan
mempunyai fungsi perlindungan terhadap tanah. Tetesan hujan yang jatuh dari
awan mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya. Energi gerak itu disebut
energi kinetis, dengan energinya itu tetesan hujan memukul permukaan tanah dan
melepaskan butir tanah. Hal ini dapat kita lihat, misalnya, pada tembok halaman
yang bagian bawahnya setinggi 25-50 cm berwarna coklat karena tertutup oleh
butiran tanah yang terlempar oleh kekuatan tetesan hujan. Ini disebut erosi
percikan.
Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas
permukaan tanah. Aliran air ini mempunyai juga energi tertentu. Makin curam
dan panjang lereng tempat air mengalir, makin besar energinya. Energi kinetik
aliran ini akan mengelupas permukaan tanah, yaitu yang disebut erosi permukaan.
10
Aliran air permukaandapat pula menyebabkan terbetnuknya alur pada permukaan
tanah, dan disebut erosi alur. Alur yang terbentukd apat kecil atau besar.
Jika ada hutan, tetesan air hujan akan jatuh di tajuk hutan yang umumnya
berlapis-lapis. Sebagian air hujan itu akan menguap kembali ke udara. Sebagian
lagi lolos jatuh ke bawah melalui tajuk teratas dan berturut-turut jatuh ke lapisan
tajuk yang makin rendah. Akibatnya kekuatan energi kinetik air hujan dipatahkan
oleh tajuk pohon yang berlapis-lapis itu. Akibatnya waktu air hujan jatuh dari
tajuk yang rendah, energi kinetiknya tinggal kecil saja, sehingga kekuatan
pukulan pada permukaan tanah tidak lagi besar. Dengan demikian erosi percikan
hanyalah kecil saja.
Sebagian air yang jatuh di tajuk akan mengalir melalui dahan ke batang
pohon dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pokok sampai ke tanah.
Di hutan di atas permuikaan tanah terdapat seresah, yaitu daunk, dahan dan kayu
yang membusuki. Seresah ini bekerja sebagai spons dan menyerap air. Seresah
juga membuat tanah menjadi gembur dan membuat air mudah meresap ke dalam
tanah. Karena penyerapan air oleh seresah dan peresapan air ke dalam tanah,
aliran air permukaan menjadi kecil, sehingga erosi lapisan dan erosi alur juga
kecil.
Dengan hilangnya hutan, fungsi perlindungan hutan terhadap tanah juga
hilang. Terjadilah erosi. Erosi makin besar dengan makin curamnnya dan
panjangnya lereng. Erosi juga makin besar dengan makin tinggi intensitas hujan.
Yang dimaksud dengan intensitas hujan aialah curahan hujan persatuan waktu. Di
Indonesia intesitas hujan pada umumnya tinggi. Oleh karena itu, walaupun Nusa
Tenggara Timur, misalnya, musim hujannya pendek, tetapi karena intensitas
hujannya tinggi, bahaya erosi toh besar juga.
Erosi mempunyai beberapa akibat buruk. Pertama, penurunan kesuburan
tanah. Tanah yang subur ialah yang tersapat di lapisan atas. Tanah lapisan bawah
tidaklah subur. Dengan hilangnya lapisan atas oleh erosi, hilanglah kesuburan
tanah. Akibat berikutnya ialah menurunnya produksi, yang selanjutnya akan
mengurangi pendapatan petani. Oleh karena itu erosi mempunyai efek
11
mengurangi persediaan makanan dan memelaratkan penduduk. Hal ini terlihat
dengan jelas di daerah yang mengalami erosi berat, seperti di daerah Solo Selatan.
Karena penduduk melarat dan kekurangan makanan secara kronis, mereka tidak
dapat mengambil tindakan pencegahan erosi tanpa bantuan. Dengan demikian
erosi berjalan terus, tingkat kehidupan dan kesehatan makin merosot dan tingkat
kemampuan untuk melindungi tanah makin berkurang. Terjadilah proses spiral
yang meluncur ke bawah, makin lama makin buruk.
Efek ersoi tidak hanya lokal, melainkan menyebar jauh ke hilir. Tanah
yang tererosi terbawa oleh air dan menjadikan air itu berwarna coklat. Air yang
mengandung lumpur ini subur, karena lumpur itu berasal dari tanah permukaan
yang subur. Karena itu air itu baik untuk pengairan. Tetapi lumpur itu akan
mengendap, manakala arus air berkurang kecepatannya. Akibatnya ialah sungai,
waduk, saluran pengairan dan pelabuhan menjadi dangkal. Pendangkalan sungai
berarti berkurangnya volume alur sungai, sehingga kemampuan sungan untuk
mengalirkan air juga berkurang. Karena itu waktu musim hujan, bahaya
meluapnya banjir meningkat.
Pendangkalan sungai juga menghambat lalu lintas sungai. Misalnya,
Bengawan Solo, yang dalam lagu Bengawan Solo masih disebutkan dapat dilayari
oleh perahu sampai jauh ke pedalaman, kin praktis tidak dapat lagi, terutama
dalam musim kemarau. Banyak sungai di Sumatera dan Kalimantan sedang
mengalami proses yang sama. Demikian pula Selat Malaka mengalami proses
pendangkalan oleh endapan lumpur yang terbawa sungai yang bermuara di selat
itu. Pendangkalan ini mempersulit lalu lintas kapal besar, misalnya kapal tangker
raksasa.
Pendangkalan waduk mengurangi umur waduk. Hal ini terjadi secara
drastis di waduk Selorejo, Karangkates dan Wanagiri. Dengan berkurangnya
umur waduk dari yang diperhitungkan semula, nisbah manfaat terhadap biaya
akan menjadi lebih kecil, yang berarti merupakan kerugian ekonomi. Oleh karena
di banyak tempat erosi menunjukkan kecenderungan yang meningkat,
perhitungan umur dan nisbah manfaat terhadap biaya waduk tidak cukup dihitung
12
dari laju erosi pada waktu waduk direncanakan , melainkan harus pula
diperhatikan laju kenaikan erosi.
Pedangkalan saluran pengairan mengakibatkan naiknya biaya
pemeliharaan. Lumpur juga mengendap di petak sawah dan mempersulit
masuknya air dari saluran ke sawah. Lumpur ini harus disingkirkan secara teratur.
Tetapi dalam banyak hal lumpur itu tidak dapat dibuang dan terpaksa di tumpuk.
Dan terjadilah petak tanah yang lebih tinggi yang ditanami dengan palawija di
tengah petak sawah. Keadaan ini tentulah mengurangi produksi padi, walaupun
produksi palawija meningkat.
Pendangkalan pelabuhan terjadi di banyak tempajt. Karena pendangkalan
ini garis pantai bergerak terus ke arah laut, terutama di dekat muara sungai.
Ditemukannya perahu di bawah tanah di kota Semarang pada waktu membangun
pondasi gedung, menunjukkan bahwa dulu pelabuhan Semarang terletak jauh ke
arah daratan dari sekarang. Pendangkalan pelabuhan tentulah mempunyai efek
ekonomi yang merugikan. Ukuran kapal yang dapat berlabuh berkurang. Karena
gerakan pantai, para nelayan harus mengeluarkan ongkos yang lebih banyak
untuk mengangkut ikan dari tempat tambatan ke pasar.
Kandungan lumpur yang tinggi dalam air sungai dan waduk, juga
menurunkan produksi ikan. Efek lainnya ialah menurunnya nilai estetis, dan
dengan demikian menrunkan potensi pariwisata, waduk yang jernih lebih menarik
bagi wisatawan dari waduk yang airnya keruh.
Lumpur yang terbawa oleh sungai ke laut juga mematikan terumbu
karang. Kematian terumbu karang mengurangi produksi ikan dan menghilangkan
potensi pariwisata.
Uraian di atas menunjukkan betapa besar dan luasnya pengaruh erosi
terhadap lingkungan hidup. Menurut perkiraan Bank Dunia di Jawa kerugian per
tahun yang disebabkan oleh erosi berkisar antar US $ 340,6 dan US $ 406,2 juta.
Hutan juga mempunyai fungsi perlindungan terhadap tata air. Dengan
adanya seresah di lantai hutan dan struktur tanah hutan yang gembur, air hujan
13
terserap oleh serasah dan masuk ke dalam tanah. Karena itu di dalam musim
hujan debit maksimum air dapat dikurangi. Kecuali itu naiknya debit air karena
turunnya hujan, terjadi dengan perlahan-lahan. Dengan demikian bahaya banjir
berkurang. Bahaya banjir sekonyong-konyong, yaitu yang disebut banjir bandang,
juga menurun.
Karena banyak air hujan yang meresap ke dalam tanah, persediaan air
tanah bertambah. Sebagian air tanah akan keluar lagi di daerah yang lebih rendah
sebagai mata air. Karena itu dengan bertambahnya cadangan air tanah, mata air
dan sumur yang hidup dalam musim kemarau juga lebih banyak daripada tanah
hutan. Jadi efek hutan adalah mengurangi risiko kekurangan air dalam musim
kemarau.
Tetapi hutan juga mempunyai segi negatifnya. Penguapan air di daerah
yang berhutan, yaitu evapotranspirasi, lebih besar dari di daerah yang tidak
berhutan. Karena itu, dengan adanya hutan presentasi air hujan yang dapat
dimanfaatkan berkurang. Misalnya, diketahui bahsa di DAS Citarum curahan
hujan yang menjadi aliran sungai pada waktu sebelum Perang Dunia II adalah
47% dan dalam tahun 1970-an meningkat menjadi 52%. Peningkatan ini
berbarengan dengan berkurangnya luas hutan. Jadi hutan tidaklah menambah
persediaan air, melainkan justru mengurangi, tetapi hutan mengurangi bahaya
banjir.
Fungsi hutan adalah juga untuk menyimpan sumberdaya gen. Karena itu
efek kerusakan hutan lain yang penting dan perlu diperhatikan ialah erosi
sumberdaya gen. Artinya, jumlah jenis hewan dan tumbuhan berkurang. Banyak
orang berpendapat Indonesia kaya raya dalam sumber daya gen dan kerena
luasnya hutan kita, kerusakan hutan tidak banyak pengaruhnya terhadap kekayaan
sumberdaya gen itu. Tetapi yang kurang diinsyafi ialah karena jumlah jenisnya
banyak, jumlah individu per jenis tidaklah besar. Karena itu banyak jenis
kepekaan besar terhadap kepunahan. Kepuhan jenis mengurangi kekayaan
sumberdaya gen.
14
3.3 Upaya Penanggulangan Kerusakan Lingkungan
A. Kerusakan Lingkungan Perkotaan
a. Permukiman Liar
- Melakukan revitalisasi kampung melalui Kampung Improvement Project
- Penyediaan rumah susun murah bagi warga yang tidak mampu, dan
mengimbau masyarakat agar pindah dari lokasi tersebut
b. Riol-riol yang Tersumbat
- Rutin melakukan pembersihan riol,dalam hal ini aparatur pemerintah
beserta masyarakat harus bekerja sama
- Menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada
tempatnya
c. Kebisingan Kota
- Menanam pohon di sepanjang pinggiran jalan. Pohon dapat meredam suara
dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan cara mengabsorpsi gelombang
suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif
untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun
yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari
kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah.
- Membangun taman kota yang ditanami pepohonan rindang.
15
- Meminimalisirkan penggunaan kendaraan bermotor,alternatif lainnya yaitu
menggunakan sepeda
- Tidak terlalu sering menghidupkan klakson saat berkendara.
d. Kerusakan Sosial dan Budaya
-Tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral dalam
menghadapi persoalan sosial.
- Pemberian beasiswa dan BOS
- Pengarahan dan bimbingan bagi pemuda dan remaja putus sekolah untuk
berkarya/melatih keterampilan
- Membuka lapangan kerja bagi pengangguran
- Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)
B. Kerusakan Lingkungan Pedesaan
a. Berkurangnya lahan subur untuk pertanian
- Membatasi penggunaan lahan subur untuk hal yang bukan terkait dengan
pertanian
- Mengadakan penyuluhan agar petani makin pandai dalam mengelola lahan
b. Rusaknya Hutan
- Masyarakat juga hendaknya dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap
lingkungan terkhusus terhadap hutan.
- Menghindari adanya praktik pengrusakan hutan seperti illegal logging, kebakaran
hutan dan sebagainya.
- Gerakan penanaman pohon di sini, tidak cukup hanya pada tahap menanam, tetapi
sampai pada tahap perawatan pohon tersebut hingga besar.
16
- Aparat penegak hukum juga hendaknya lebih mengantisipasi kemunginan
terjadinya pembalakan liar, serta tegas dalam menindak semua pihak-pihak yang
terlibat praktek illegal logging tanpa pandang bulu.
- Mengadakan penghijauan dan penanaman hutan kembali.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan Lingkungan yang disebabkan oleh manusia yaitu berupa
Kerusakan Lingkungan, baik di kota maupun di desa.Kerusakan di kota disebabkan
oleh adanya pemukimam liar,riol-riol yang tersumbat,kebisingan kota,banjir,polusi
udara, serta kerusakan yang disebabkan oleh adanya maslah sosial budaya.
Kerusakan lingkungan desa yang disebabkan oleh adanya perluasan lahan yang
sering merusak ekosistem yang ada. Hilangnya fungsi hutan akibat dari adanya
perluasan area untuk industri juga merupakan suatu kerusakan lingkungan pedesaan.
ada beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mengatasi kerusakan
tersebut yang diharapkan untuk kedepannya lingkungan desa maupun kota dapat
terjaga dari kerusakan-kerusakan.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa biologi kita sebaiknya harus lebih sadar lagi dan lebih
tanggap lagi terhadap permasalahan yang terjadi akibat ulah kita sendiri. Selain itu,
perlu digerakkan lagi pendidikan lingkungan di setiap jenjang pendidikan, agar
sejak dini, kesadaran terhadap lingkungan sekitar sudah dapat ditanamkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ain,Q. 2009. Upaya Penaggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Berkelanjutan “Khususnya Di Indonesia”. Diakses tanggal 26 Mei 2012. http://nonequeen.wordpress.com
Angkupi,P. 2010. Bentuk Upaya Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Dalam Pelestarian Alam. Diakses tangal 26 Mei 2012. http://primaangkupi.blogspot.com/2010/03/bentuk-upaya-penanggulangan-kerusakan.html
Soemarwoto,Otto.2004. Ekologi,Lingkungan Hidup dan Pembangnan. Jakarta: Intan Sejati
18