makalah Kausisi 8 b

37
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kegiatan di dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal pengelolaan DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan pengambilan keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan karakteristik DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Informasi mengenai karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan keadaan jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri suatu DAS merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat ditentukan oleh kondisi fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri antara lain : pola aliran sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS (Priyono dan Savitri,1997). DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat

description

ds

Transcript of makalah Kausisi 8 b

Page 1: makalah Kausisi 8 b

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kegiatan di

dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal pengelolaan

DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan pengambilan

keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan karakteristik

DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Informasi

mengenai karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran

dan keadaan jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri

suatu DAS merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat

ditentukan oleh kondisi fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri

antara lain : pola aliran sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS

(Priyono dan Savitri,1997).

DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan

mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,

yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai

dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Suatu wilayah DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan

wilayah DAS lainnya, baik dari segi morfologi, morphometri dan sebagainya.

Sehingga, pembahasan mengenai karakteristik DAS sangat dibutuhkan.

B. TUJUAN

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik

biofisik suatu DAS, dalam hal ini yaitu sub DAS Kausisi.

Page 2: makalah Kausisi 8 b

BAB II

PEMBAHASAN

Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 (dua) bagian, yaitu karakteristik

biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan, yang secara

rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Karakteristik biogeofisik meliputi: (a) karakteristik meteorologi DAS, (b)

karakteristik morfologi DAS, (c) karakteristik morfometri DAS, (d) karakteristik

hidrologi DAS, dan (e) karakteristik kemampuan DAS.

b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi: (a) karakteristik

sosial kependudukan DAS, (b) karakteristik sosial budaya DAS, (c) karakteristik

sosial ekonomi DAS, dan (d) karakteristik kelembagaan DAS. Berikut adalah

penjelasan dari karakteristik morphologi DAS yang meliputi bentuk DAS,

topografi dan pola aliran.

A. Morphologi DAS

a) Bentuk DAS

Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang

mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat

waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir

yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi

yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.

Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman

puncak discharge banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit untuk

dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin,

dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada derajat kekasaran atau

circularity dari DAS.

Page 3: makalah Kausisi 8 b

Bentuk sub DAS Kausisi DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan

memanjang, dimana anak-anak sungai (sub-DAS) mengalir memanjang di

sebalah kanan dan kiri sungai utama. Bentuk ini menyebabkan debit

banjirnya relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai berbeda-

beda waktunya tetapi banjirnya berlangsung agak lama.

b) Topografi DAS

Topografi atau kemiringan permukaan tanah/lahan berpengaruh pada

infiltrasi air yang jatuh di permukaan tanah. Semakin miring lahan semakin

kecil kesempatan infiltrasi karena pengaruh gravitasi. Sebaliknya semakin

kecil kemiringan lahan peluang terjadinya infiltrasi semakin besar sehingga

memperkecil terjadinya air limpasan.

SUB DAS KAUSISI

Page 4: makalah Kausisi 8 b

Ketinggian ( Elevation ) DAS

Elevasi rata–rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan

faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan,

khususnya pada daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat

dapat diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau melalui foto

udara, jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara

elevasi dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik

(Hypsometric Curve).

Ketinggian Sub DAS Kausisi yang tertinggi adalah 2658 mdpl, yang

berada pada puncak Bulu Baria dan yang terendah adalah 411 mdpl yang

berada pada outlet sub DAS.

c) Pola Aliran Sungai

Pola aliran sub DAS Kausisi yaitu pola aliran dendritik. Dendritik

merupakan pola aliran yang bercabang-cabang. Percabangannya tidak

beraturan dengan sudut percabangan tidak sama atau beragam. Pola ini dapat

digambarkan mirip dengan pohon dengan anak-anak sungai sebagai ranting

POLA ALIRAN SUB DAS KAUSISI

Page 5: makalah Kausisi 8 b

dan cabang pohon dan batang sebagai sungai utama. Aliran air pada pola ini

yaitu dari hulu yang ditandai dengan anak-anak sungai yang mengalir ke satu

sungai utama pada hilir DAS. Berkembang di batuan yang homogen dan

tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan

horisontal, atau pada batuan beku.

B. Morphometri DAS

a) kerapatan aliran sungai

Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air

permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai

yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari

rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan.

Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air

yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai

adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di

dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan:

 Dd = L/A (km/km2)

Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km2)

L = jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km)

A = luas DAS (km2)

Dengan demikian, maka Indek Kerapatan Aliran pada sub DAS Kausisi

yang memiliki panjang sungai 39,6 km dan luas Sub DAS 43,09 km2 adalah

Dd = 39,6 km

43,09 km2

= 0,92 km/km2

Indeks kerapatan aliran sungai sub DAS Kausisi termasuk dalam

kerapatan aliran yang sedang karena berada pada kisaran 0,25-10 km/km.

Berdasarkan indeks tersebut dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan

sungai menjadi kecil pada kondisi geologi yang permeable, tetapi menjadi

besar ntuk daerah yang curah  hujannya tinggi.

Page 6: makalah Kausisi 8 b

b) luas dan keliling DAS

Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah

tersebut pada peta topografi. Garis batas antara DAS adalah punggung

permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagia air hujan ke

masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan

kontur dari peta tofografi sedangkan luas DAS nya dapat diukur dengan alat

planimeter.

Luas Sub DAS Kausisi adalah 4.309,565 ha yang dihitung

menggunakan aplikasi ArcMap. Dan keliling Sub DAS Kausisi adalah

sepanjang 33,75 km.

Page 7: makalah Kausisi 8 b

c) kemiringan lereng DAS

Kemiringan rata-rata DAS (Sb) adalah faktor yang berpengaruh

terhadap limpasan permukaan. Kecepatan dan tenaga erosif dari overland

flow sangat dipengaruhi oleh tingkat kelerengan lapangan. Kemiringan

lereng Sub DAS Kausisi terdiri dari 7 kelas kelerengan, mulai dari datar

sampai sangat curam. Kemiringan lereng dapat dijadikan kategori dari

kemungkinan terjadinya erosi pada suatu daerah. Semakin Tinggi

kemiringan lereng, maka akan semakin berpotensi untuk terjadinya erosi.

Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng pada Sub DAS Kausisi

Kode / Kelas Kemiringan Lereng Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

0 – 3 %

3 – 8 %

8 – 15 %

15 – 30 %

30 – 45 %

45 – 65 %

> 65 %

Datar

Berombak / landai

Bergelombang / agak miring

Berbukit / miring

Agak Curam

Curam

Sangat Curam

Page 8: makalah Kausisi 8 b

d) Panjang sungai utama

Panjang sungai utama dalah panjang alur sungai yang diukur mulai

dari outlet DAS hingga perpanjangan sungai sampai batas DAS.

Kenyataannya cukup sulit membedakan sungai utama dengan bukan sungai

utama bila terdapat percabangan sungai, untuk ini diambil suatu ketentuan

bahwa sungai utama adalah cabang sungai yang mempunyai daerah

tangkapan (catchment) yang lebih luas. Panjang sungai utama Sub DAS

Kausisi adalah 6,55 km yang merupakan ordo 3.

e) Jaringan Sungai

Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang

dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara

kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur

sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai

tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi

juga semakin besar. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di

Batas sungai utama

Page 9: makalah Kausisi 8 b

dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak

jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya.

Berdasarkan pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa Sub DAS

Kausisi memliki 3 orde sungai. Ordo 1 yang merupakan anak sungai, yaitu

sebanyak 14 anak sungai sepanjang 18,05 km. Titik pertemuan antara ordo

1, yaitu ordo 2 sebanyak 5 dengan panjang 15 km, dan sungai utama yaitu

ordo 3 yang memiliki panjang 6,55 km.

f) Orientasi DAS

Transpirasi, evaporasi dan faktor – faktor yang berpengaruh pada

jumlah air yang tersedia untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh

orientasi umum atau arah dari DAS. Orientasi DAS secara normal

dinyatakan dalam derajat azimuth atau arah kompas seperti arah utara, timur

laut, timur dan sebagainya. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat

dinyatakan sebagai azimuth dari garis utara searah jarum jam seperti terlihat

pada gambar berikut :

Page 10: makalah Kausisi 8 b

Arah atau azimuth DAS

Berdasarkan gambar di tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa arah

(aspek) Sub DAS Kausisi adalah menghadap ke arah barat karena arah

azimutnya adalah 280o dari arah utara.

g) Pusat Gravitasi DAS

Pusat gravitasi DAS (titik berat DAS) perlu ditentukan, dimana pusat

gravitasi DAS merupakan suatu titik dimana titik tersebut merupakan pusat

gravitasi atau berat dari DAS tersebut. Jika menggunakan metode manual,

perhitungan ini menggunakan grid – grid koordinat dan dengan perhitungan

Page 11: makalah Kausisi 8 b

tertentu maka didapat koordinat (x,y) dari pusat gravitasi tersebut.

Dari gambar tersebut, dapat dilihat pusat gravitasi dengan menghitung

grid koordinat, sehingga pusat gravitasi Sub DAS terdapat pada daerah yang

ditunjuk oleh tanda panah.

PUSAT GRAVITASI

Page 12: makalah Kausisi 8 b

C. Hidro-orologi

Hidro-Orologi dari sebuah Sub DAS terdiri dari 5 kategori, yaitu debit

sungai, curah hujan, erosi, sedimen, dan evapotranspirasi. Untuk mengetahui ke

lima kategori tersebut, harus dilakukan pengukuran langsung. Tetapi, data dari

kategori tersebut bisa didapat dari shape file yang diolah di ArcMap. Namun,

data tersebut tidak semuanya tersedia, hanya terdapat curah hujan, dan erosi

dapat diketahui dari scoring beberapa faktor erosi.

Curah hujan

Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa, Sub DAS Kausisi memiliki curah hujan yang berbeda-beda di setiap bagian wilayahnya dan terbagi atas 5 jenis curah hujan, yaitu 1450 mm, 2550 mm, 3200 mm, 3350 mm, dan 2050 mm per tahun. Lebih jelasnya disajikan dalam table berikut :

CH (mm/tahun) BK (Bulan Kering)1450 7.52050 3.52550 3.03200 2.53350 2.5

Page 13: makalah Kausisi 8 b

Dari data tersebut, diketahui bahwa daerah yang memiliki curah hujan yang rendah memiliki bulan kering yang panjang. Apabila bulan kering sedikit, berarti bulan basah atau bulan terjadinya hujan panjang sehingga curah hujan lebih besar.

D. Geologi

Jenis batuan yang ada pada DAS (Daerah aliran sungai) Kausisi adalah terdapat 2

jenis batuan yaitu Vulkanik dan Sedimen.

1. Batu Vulkanik

Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang

sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral

penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesit (yang sering

dijadikan pondasi rumah), dan dacite. Endapan VHMS (volcanic hosted

massif sulphide) yang dikenal juga dengan nama endapan volcanic-associated,

volcanic-hosted, dan volcano-sedimentary-hosted massive sulphide adalah

endapan sulfida logam dasar yang terdapat di sekuen vulkanik submarin.

Endapan bijih ini memiliki kadar sulfida sangat tinggi sampai mencapai 95%

sulfida dari setiap endapan bijihnya. Endapan VHMS biasanya terjadi sebagai

lensa polymetallic masif sulfida yang terbentuk pada atau dekat dasar laut di

lingkungan vulkanik bawah laut. Endapan ini terbentuk dari cairan logam

Page 14: makalah Kausisi 8 b

diperkaya terkait dengan konveksi hidrotermal dasar laut. Host endapan ini

dapat berupa batuan vulkanik atau batuan sedimen. Endapan VHMS

merupakan sumber utama Zn, Cu, Pb, Ag, dan Au, dan sumber yang

signifikan untuk Co, Sn, Se, Mn, Cd, In, Bi, Te, Ga, dan Ge.

Terdapat tipe-tipe endapan VHMS di dunia ini berdasarkan pada litologi

footwall dan sistem geotektonik :

1. Cyprus type: berhubungan dengan tholeiitic batuan basalt dalam sekuen

ofiolit(back arc spreading ridge), e.g. Troodos Massif (Siprus).

2. Besshi-type: berasosiasi dengan lempeng vulkanik dan turbidit

kontinental, e.g. Sanbagwa (Jepang).

3. Kuroko-type: berasosiasi dengan batuan vulkanik felsik terutama kubah

rhyolite (back arc rifting), e.g. Kuroko deposits (Jepang).

4. Primitive-type : berasosiasi dengan differensiasi magma, e.g Canadian

Archean rocks.

2. Batuan Sedimen

Batuan sediment atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan

yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses

pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya

terendapkan. Batuan sediment ini bias digolongkan lagi menjadi beberapa

bagian diantaranya batuan sediment klastik, batuan sediment kimia, dan

batuan sediment organik. Batuan sediment klastik terbentuk melalui proses

pengendapan dari material-material yang mengalami proses transportasi.

Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung

sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan

hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai

penghasil hidrokarbon (source rocks). Contohnya batu konglomerat, batu pasir

dan batu lempung. Batuan sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi

Page 15: makalah Kausisi 8 b

dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks)

hidrokarbon dari migrasi. Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan

sediment organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini

biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir).

Contohnya adalah batu gamping terumbu.

Sedimentary rocks atau batuan sedimen ini merupakan batuan yang

terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. 

Menurut ( Pettijohn, 1975 ) batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari

akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau

hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis

pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Menurut

Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen.

Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti

batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya

relatif tipis.

Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya

mengandung 5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar

tepian benua, dimana batuan beku metabeku mengandung 95%. Sementara

itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen menempati luas

bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja.

Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal

sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2

kilometer ketebalan yang tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar

lainnya tidak terlihat, setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan

singkapan umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar

lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan

itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu bertambah ketebalannya.

Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis dari 0,2 kilometer

Page 16: makalah Kausisi 8 b

sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1

kilometer (Endarto, 2005 ).

Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan

ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran

butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang

penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan

batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi.

Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak

bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu

gamping kira-kira 80% (Pettijohn, 1975).

Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja tetapi dapat juga dari yang

terakumulasi di tepi-tepi cekungan yang melengser kebawah akibat gaya

gravitasi.

E. Tanah

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan

organik. Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena

tanah membantu pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara, air dan

unsur-unsur yang di perlukan tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai

penopang akar.

Jenis tanah yang terdapat pada DAS Kausisi ini adalah Inceptisol.

Inceptisol adalah tanah-tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan horison

albik seperti yang dimiliki tanah entisol juga yang menpunyai beberapa sifat

penciri lain ( misalnya horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo

tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang

perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan

masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993). Incep

(permulaan) adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan

profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak

menyerupai sifat bahan induknya.

Page 17: makalah Kausisi 8 b

Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun

mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu

tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma

rendah.

Di tempat dengan bahan induk resisten, proses pembentukan liat terhambat.

Bahan induk pasir kuarsa memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui

proses podsolisasi.

Sifat/Karakteristik tanah inceptisol adalah sebagai berikut :

1. Memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 1-2 meter

2. Warnanya hitam atau kelabu sampai dengan coklat tua

3. Teksturnya debu, lempung berdebu, bahkan lempung

4. Struktur tanahnya remah, konsistensinya gembur memiliki pH 5,0 – 0,7

5. Memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi, yaitu antara 10%-30%

6. Memiliki kandungan unsur hara yang sedang sampai tinggi

7. Produktivitas tanahnya dari sedang sampai tinggi

Penggunaan inceptisol untuk pertanian atau non pertanian adalah beraneka

ragam  daerah-daerah yang berlereng curam untuk hutan, rekreasi atau yang

berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian, setelah drainase diperbaiki.

Adapun ketiga jenis tanah yang termasuk tanah inceptisol dalam batas

daerah aliran sungai Kausisi terdapat 3 jenis yaitu dystropepts, tropaquepts,

dystrandepts

Jenis Tanah : Inceptisol

Page 18: makalah Kausisi 8 b

1. Dystropepts

Jenis kambisol (Dystropepts) mempunyai tingkat perkembangan

horison yang sedang. Terjadi penimbunan liat tetapi tidak memenuhi syarat

untuk digolongkan kedalam horison argilik (B2T). Karakteristik tanah ini

mempunyai solum dalam, tekstur sedang halus, drainase baik, KTK rendah,

kejenuhan basa rendah, dan tingkat kesuburan alami rendah. Pada daerah-

daerah dimana lapisan lempung ataupun serpihnya lebih dominan, tumpukan

daun umumnya lapuk dan bercampur dengan tanah penutup membentuk

lapisan humus yang menjadikan kondisi hutan lebih subur. Pada Sub DAS

Kausisi, jenis tanah dystropepts ini terdapat pada areal seluas 3.332,266

hektar.

2. Tropaquepts

Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah Inceptisol dengan

subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas.

Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar

(ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR)

sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam

50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR)

mengikuti peningkatan kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air

tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral selama sebagian waktu

dalam setahun (Soil survey staff, 1998). Pada Sub DAS Kausisi, jenis tanah

tropaquepts ini terdapat pada areal seluas 205,836 hektar.

3. Dystrandepts

Dystrandepts umumnya berkembang dari bahan vulkanik muda dan

menempati lereng atas dan tengah, berpenampang dalam sampai sangat

dalam, tekstur halus sampai sedang, drainase baik. Pada Sub DAS Kausisi,

jenis tanah dystrandepts ini terdapat pada areal seluas 771,463 hektar.

Page 19: makalah Kausisi 8 b

F. Penutupan Lahan

Penutupan lahan pada sub DAS Kauisi terdiri dari 5 kategori, yaitu :

a. Pertanian lahan kering campur

Pertanian lahan kering campur adalah areal yang diusahakan untuk

budi daya tanaman pangan yang seluruh vegetasinya dipanen. Sehingga,

antar masa panen dan penanaman, seringkali area ini tanpa vegetasi. Pada

sub DAS Kausisi, terdapat pertanian lahan kering campur seluas 2.439,601

ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS kausisi, memiliki

persentasi penutupan pertanian lahan kering campur sebesar 56, 609 %.

Penutupan lahan ini adalah yang terbesar yang terdapat pada Sub DAS

Kausisi.

b. Sawah

Sawah adalah areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik

dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal

pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman

pangan berumur pendek (padi). Pada sub DAS Kausisi, terdapat sawah

seluas 1.140,297 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS

kausisi, memiliki persentasi penutupan sawah sebesar 26,459 %. Penutupan

lahan ini adalah yang terbesar kedua setelah pertanian lahan kering campur.

Hal ini berarti bahwa masyarakat di kawasan Sub DAS sebagian besar

adalah petani karena penutupan lahan yang terbesar adalah pertanian lahan

kering campur dan sawah.

c. Hutan lahan kering sekunder

Hutan Lahan Kering Sekunder adalah Seluruh kenampakan hutan di

dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yg telah menampakkan bekas

penebangan (kenampakan alur pembalakan dan bercak bekas penebangan.

Bekas penebangan yang parah tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan

atau pertanian. Pada sub DAS Kausisi, terdapat hutan lahan kering sekunder

Page 20: makalah Kausisi 8 b

seluas 667,509 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS

kausisi, memiliki persentasi penutupan hutan lahan kering sekunder sebesar

15,489 %. Penutupan lahan ini adalah yang terbesar ketiga setelah pertanian

lahan kering campur dan sawah.

d. Hutan tanaman

Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun

yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh

pada Peta Persebaran HTI. Pada sub DAS Kausisi, terdapat hutan tanaman

seluas 51,933 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS

kausisi, memiliki persentasi penutupan hutan tanaman sebesar 1,205 %.

e. Semak belukar

Semak belukar adalah kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi

berbagai vegetasi alami heterogen dan homogeny yang tingkat kerapatannya

jarang hingga rapat. Kawasan tersebut didominasi vegetasi rendah (alami).

Pada sub DAS Kausisi, terdapat semak belukar seluas 10,226 ha dari luas

seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS kausisi, memiliki persentasi

penutupan semak belukar sebesar 0,237 %. Hal ini berarti bahwa lahan yang

tidak diolah pada Sub DAS Kausisi sangat sedikit disbanding lahan yang

diolah.

Page 21: makalah Kausisi 8 b

Indeks Penutupan Lahan

Indeks penutupan lahan adalah perbandingan antara luas lahan bervegetasi permanen dengan luas DAS yang dinyatakan dalam persen. Pada Sub DAS Kausisi yang memiliki vegetasi permanen berupa hutan lahan kering sekunder dan semak belukar.

Sehingga, IPL = (62,159 / 4.309,56) x 100 %

= 1,442 %

Dengan demikian, penutupan lahan Sub DAS Kausisi termasuk kategori jelek karena di bawah 30 %.

Page 22: makalah Kausisi 8 b

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sub DAS Kausisi memiliki bentuk DAS yang memanjang dengan luas

4.309, 56 ha, dengan panjang sungai 39,6 km yang terdiri dari 3 orde

percabangan sungai dengan panjang sungai utama adalah 6,55 km. Sub DAS

Kausisi memiliki kelerengan yang terdiri dari 7 kelas lereng, mulai dari datar

sampai sangat curam, curah hujan pada Sub DAS ini terbagi menjadi 5 bagian

yang memiliki curah hujan yang berbeda per tahunnya. Jenis tanah pada Sub

DAS Kausisi hanya terdapat satu ordo tanah, yaitu inceptisol dengan jenis batuan

vulkanik dan sedimen. Penutupan lahan pada Sub DAS Kausisi terbagi menjadi 5

kategori, denga penutupan lahan yang terluas adalah pertanian lahan kering

campur.

B. Saran

Dengan diketahuinya berbagai macam karakteristik biofisik Sub DAS

Kausisi, maka diharapkan pengelolaan Sub DAS ke depannya disesuaikan

dengan kondisi biofisik Sub DAS Kausisi sehingga dapat dipertahankan daya

dukungnya karena Sub DAS Kausisi termasuk kategori jelek di bawah 30 %.

Page 23: makalah Kausisi 8 b

DAFTAR PUSTAKA

Noor, D. 2012. Pola Pengaliran Sungai. http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/03/pola-pengaliran-sungai.html. [Diakses tanggal 20 Maret 2014].

Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial. Nomor : P. 3/V-Set/2013. Tentang Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial.

Priyono,C.N.S dan Savitri,E.1997.Hubungan antara Morfometri dengan Karakteristik Hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus Sub DAS Wader.Jakarta: Buletin Pengelolaan DAS Vol.III.No.2.

Rahayu, S., Widodo, RH., van Noordwijk, M., Suryadi, I. dan Verbist, B. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 p.

Septy. 2012. Daerah Aliran Sungai. http://septychep.blogspot.com/2012/03/daerah-aliran-sungai-das.html. [Diakses tanggal 20 Maret 2014].

Seyhan, Ersin. 1990. Dasar - Dasar Hidrologi (terjemahan). Yogyakarta. Gadjah Mada University Pers.

Sutapa, I.2006. Studi Pengaruh Dan Hubungan Variabel Bentuk Das Terhadap Parameter Hidrograf Satuan Sintetik. Jurnal Smartek, Vol. 4, No. 4, Nopember 2006: 224 – 232.

Page 24: makalah Kausisi 8 b

Tugas Pengelolaan DAS

Karakteristik Biofisik Sub DAS Kausisi

Disusun Oleh :

Kelompok 8 b

M111 11 904 Mayckel Thoms William

M111 11 902 Muchlas Dharmawan

M111 11 342 la Ode Mustarim

M111 11 339 Ikhsan Lahusen

M111 11 341 Iswati

M111 11 901 Ulfha Purnamasari

M111 12 906 Hadhinah Aziz

FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2014

Page 25: makalah Kausisi 8 b

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena

dengan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga Makalah Pengelolaan DAS yang

berjudul “Karakteristik Biofisik Sub DAS Kausisi” ini dapat diselesaikan tepat

pada waktunya meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Dengan adanya makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan, khususnya bagi penyusun, di mana dapat memberikan tambahan

ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan agar ke depannya bisa menjadi lebih baik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Makassar, 7 April 2014

Penyusun