makalah Kausisi 8 b
-
Upload
kiyaa-simargolang -
Category
Documents
-
view
55 -
download
1
description
Transcript of makalah Kausisi 8 b
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kegiatan di
dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal pengelolaan
DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan pengambilan
keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan karakteristik
DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Informasi
mengenai karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran
dan keadaan jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri
suatu DAS merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat
ditentukan oleh kondisi fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri
antara lain : pola aliran sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS
(Priyono dan Savitri,1997).
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Suatu wilayah DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan
wilayah DAS lainnya, baik dari segi morfologi, morphometri dan sebagainya.
Sehingga, pembahasan mengenai karakteristik DAS sangat dibutuhkan.
B. TUJUAN
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik
biofisik suatu DAS, dalam hal ini yaitu sub DAS Kausisi.
BAB II
PEMBAHASAN
Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 (dua) bagian, yaitu karakteristik
biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan, yang secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik biogeofisik meliputi: (a) karakteristik meteorologi DAS, (b)
karakteristik morfologi DAS, (c) karakteristik morfometri DAS, (d) karakteristik
hidrologi DAS, dan (e) karakteristik kemampuan DAS.
b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi: (a) karakteristik
sosial kependudukan DAS, (b) karakteristik sosial budaya DAS, (c) karakteristik
sosial ekonomi DAS, dan (d) karakteristik kelembagaan DAS. Berikut adalah
penjelasan dari karakteristik morphologi DAS yang meliputi bentuk DAS,
topografi dan pola aliran.
A. Morphologi DAS
a) Bentuk DAS
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang
mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat
waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir
yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi
yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman
puncak discharge banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit untuk
dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin,
dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada derajat kekasaran atau
circularity dari DAS.
Bentuk sub DAS Kausisi DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan
memanjang, dimana anak-anak sungai (sub-DAS) mengalir memanjang di
sebalah kanan dan kiri sungai utama. Bentuk ini menyebabkan debit
banjirnya relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai berbeda-
beda waktunya tetapi banjirnya berlangsung agak lama.
b) Topografi DAS
Topografi atau kemiringan permukaan tanah/lahan berpengaruh pada
infiltrasi air yang jatuh di permukaan tanah. Semakin miring lahan semakin
kecil kesempatan infiltrasi karena pengaruh gravitasi. Sebaliknya semakin
kecil kemiringan lahan peluang terjadinya infiltrasi semakin besar sehingga
memperkecil terjadinya air limpasan.
SUB DAS KAUSISI
Ketinggian ( Elevation ) DAS
Elevasi rata–rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan
faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan,
khususnya pada daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat
dapat diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau melalui foto
udara, jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara
elevasi dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik
(Hypsometric Curve).
Ketinggian Sub DAS Kausisi yang tertinggi adalah 2658 mdpl, yang
berada pada puncak Bulu Baria dan yang terendah adalah 411 mdpl yang
berada pada outlet sub DAS.
c) Pola Aliran Sungai
Pola aliran sub DAS Kausisi yaitu pola aliran dendritik. Dendritik
merupakan pola aliran yang bercabang-cabang. Percabangannya tidak
beraturan dengan sudut percabangan tidak sama atau beragam. Pola ini dapat
digambarkan mirip dengan pohon dengan anak-anak sungai sebagai ranting
POLA ALIRAN SUB DAS KAUSISI
dan cabang pohon dan batang sebagai sungai utama. Aliran air pada pola ini
yaitu dari hulu yang ditandai dengan anak-anak sungai yang mengalir ke satu
sungai utama pada hilir DAS. Berkembang di batuan yang homogen dan
tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan
horisontal, atau pada batuan beku.
B. Morphometri DAS
a) kerapatan aliran sungai
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air
permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai
yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari
rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan.
Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air
yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai
adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di
dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan:
Dd = L/A (km/km2)
Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km2)
L = jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km)
A = luas DAS (km2)
Dengan demikian, maka Indek Kerapatan Aliran pada sub DAS Kausisi
yang memiliki panjang sungai 39,6 km dan luas Sub DAS 43,09 km2 adalah
Dd = 39,6 km
43,09 km2
= 0,92 km/km2
Indeks kerapatan aliran sungai sub DAS Kausisi termasuk dalam
kerapatan aliran yang sedang karena berada pada kisaran 0,25-10 km/km.
Berdasarkan indeks tersebut dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan
sungai menjadi kecil pada kondisi geologi yang permeable, tetapi menjadi
besar ntuk daerah yang curah hujannya tinggi.
b) luas dan keliling DAS
Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah
tersebut pada peta topografi. Garis batas antara DAS adalah punggung
permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagia air hujan ke
masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan
kontur dari peta tofografi sedangkan luas DAS nya dapat diukur dengan alat
planimeter.
Luas Sub DAS Kausisi adalah 4.309,565 ha yang dihitung
menggunakan aplikasi ArcMap. Dan keliling Sub DAS Kausisi adalah
sepanjang 33,75 km.
c) kemiringan lereng DAS
Kemiringan rata-rata DAS (Sb) adalah faktor yang berpengaruh
terhadap limpasan permukaan. Kecepatan dan tenaga erosif dari overland
flow sangat dipengaruhi oleh tingkat kelerengan lapangan. Kemiringan
lereng Sub DAS Kausisi terdiri dari 7 kelas kelerengan, mulai dari datar
sampai sangat curam. Kemiringan lereng dapat dijadikan kategori dari
kemungkinan terjadinya erosi pada suatu daerah. Semakin Tinggi
kemiringan lereng, maka akan semakin berpotensi untuk terjadinya erosi.
Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng pada Sub DAS Kausisi
Kode / Kelas Kemiringan Lereng Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
0 – 3 %
3 – 8 %
8 – 15 %
15 – 30 %
30 – 45 %
45 – 65 %
> 65 %
Datar
Berombak / landai
Bergelombang / agak miring
Berbukit / miring
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
d) Panjang sungai utama
Panjang sungai utama dalah panjang alur sungai yang diukur mulai
dari outlet DAS hingga perpanjangan sungai sampai batas DAS.
Kenyataannya cukup sulit membedakan sungai utama dengan bukan sungai
utama bila terdapat percabangan sungai, untuk ini diambil suatu ketentuan
bahwa sungai utama adalah cabang sungai yang mempunyai daerah
tangkapan (catchment) yang lebih luas. Panjang sungai utama Sub DAS
Kausisi adalah 6,55 km yang merupakan ordo 3.
e) Jaringan Sungai
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang
dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara
kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur
sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai
tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi
juga semakin besar. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di
Batas sungai utama
dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak
jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya.
Berdasarkan pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa Sub DAS
Kausisi memliki 3 orde sungai. Ordo 1 yang merupakan anak sungai, yaitu
sebanyak 14 anak sungai sepanjang 18,05 km. Titik pertemuan antara ordo
1, yaitu ordo 2 sebanyak 5 dengan panjang 15 km, dan sungai utama yaitu
ordo 3 yang memiliki panjang 6,55 km.
f) Orientasi DAS
Transpirasi, evaporasi dan faktor – faktor yang berpengaruh pada
jumlah air yang tersedia untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh
orientasi umum atau arah dari DAS. Orientasi DAS secara normal
dinyatakan dalam derajat azimuth atau arah kompas seperti arah utara, timur
laut, timur dan sebagainya. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat
dinyatakan sebagai azimuth dari garis utara searah jarum jam seperti terlihat
pada gambar berikut :
Arah atau azimuth DAS
Berdasarkan gambar di tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa arah
(aspek) Sub DAS Kausisi adalah menghadap ke arah barat karena arah
azimutnya adalah 280o dari arah utara.
g) Pusat Gravitasi DAS
Pusat gravitasi DAS (titik berat DAS) perlu ditentukan, dimana pusat
gravitasi DAS merupakan suatu titik dimana titik tersebut merupakan pusat
gravitasi atau berat dari DAS tersebut. Jika menggunakan metode manual,
perhitungan ini menggunakan grid – grid koordinat dan dengan perhitungan
tertentu maka didapat koordinat (x,y) dari pusat gravitasi tersebut.
Dari gambar tersebut, dapat dilihat pusat gravitasi dengan menghitung
grid koordinat, sehingga pusat gravitasi Sub DAS terdapat pada daerah yang
ditunjuk oleh tanda panah.
PUSAT GRAVITASI
C. Hidro-orologi
Hidro-Orologi dari sebuah Sub DAS terdiri dari 5 kategori, yaitu debit
sungai, curah hujan, erosi, sedimen, dan evapotranspirasi. Untuk mengetahui ke
lima kategori tersebut, harus dilakukan pengukuran langsung. Tetapi, data dari
kategori tersebut bisa didapat dari shape file yang diolah di ArcMap. Namun,
data tersebut tidak semuanya tersedia, hanya terdapat curah hujan, dan erosi
dapat diketahui dari scoring beberapa faktor erosi.
Curah hujan
Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa, Sub DAS Kausisi memiliki curah hujan yang berbeda-beda di setiap bagian wilayahnya dan terbagi atas 5 jenis curah hujan, yaitu 1450 mm, 2550 mm, 3200 mm, 3350 mm, dan 2050 mm per tahun. Lebih jelasnya disajikan dalam table berikut :
CH (mm/tahun) BK (Bulan Kering)1450 7.52050 3.52550 3.03200 2.53350 2.5
Dari data tersebut, diketahui bahwa daerah yang memiliki curah hujan yang rendah memiliki bulan kering yang panjang. Apabila bulan kering sedikit, berarti bulan basah atau bulan terjadinya hujan panjang sehingga curah hujan lebih besar.
D. Geologi
Jenis batuan yang ada pada DAS (Daerah aliran sungai) Kausisi adalah terdapat 2
jenis batuan yaitu Vulkanik dan Sedimen.
1. Batu Vulkanik
Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang
sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral
penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesit (yang sering
dijadikan pondasi rumah), dan dacite. Endapan VHMS (volcanic hosted
massif sulphide) yang dikenal juga dengan nama endapan volcanic-associated,
volcanic-hosted, dan volcano-sedimentary-hosted massive sulphide adalah
endapan sulfida logam dasar yang terdapat di sekuen vulkanik submarin.
Endapan bijih ini memiliki kadar sulfida sangat tinggi sampai mencapai 95%
sulfida dari setiap endapan bijihnya. Endapan VHMS biasanya terjadi sebagai
lensa polymetallic masif sulfida yang terbentuk pada atau dekat dasar laut di
lingkungan vulkanik bawah laut. Endapan ini terbentuk dari cairan logam
diperkaya terkait dengan konveksi hidrotermal dasar laut. Host endapan ini
dapat berupa batuan vulkanik atau batuan sedimen. Endapan VHMS
merupakan sumber utama Zn, Cu, Pb, Ag, dan Au, dan sumber yang
signifikan untuk Co, Sn, Se, Mn, Cd, In, Bi, Te, Ga, dan Ge.
Terdapat tipe-tipe endapan VHMS di dunia ini berdasarkan pada litologi
footwall dan sistem geotektonik :
1. Cyprus type: berhubungan dengan tholeiitic batuan basalt dalam sekuen
ofiolit(back arc spreading ridge), e.g. Troodos Massif (Siprus).
2. Besshi-type: berasosiasi dengan lempeng vulkanik dan turbidit
kontinental, e.g. Sanbagwa (Jepang).
3. Kuroko-type: berasosiasi dengan batuan vulkanik felsik terutama kubah
rhyolite (back arc rifting), e.g. Kuroko deposits (Jepang).
4. Primitive-type : berasosiasi dengan differensiasi magma, e.g Canadian
Archean rocks.
2. Batuan Sedimen
Batuan sediment atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan
yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses
pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya
terendapkan. Batuan sediment ini bias digolongkan lagi menjadi beberapa
bagian diantaranya batuan sediment klastik, batuan sediment kimia, dan
batuan sediment organik. Batuan sediment klastik terbentuk melalui proses
pengendapan dari material-material yang mengalami proses transportasi.
Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung
sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan
hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai
penghasil hidrokarbon (source rocks). Contohnya batu konglomerat, batu pasir
dan batu lempung. Batuan sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi
dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks)
hidrokarbon dari migrasi. Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan
sediment organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini
biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir).
Contohnya adalah batu gamping terumbu.
Sedimentary rocks atau batuan sedimen ini merupakan batuan yang
terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas.
Menurut ( Pettijohn, 1975 ) batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari
akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau
hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis
pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Menurut
Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen.
Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti
batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya
relatif tipis.
Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya
mengandung 5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar
tepian benua, dimana batuan beku metabeku mengandung 95%. Sementara
itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen menempati luas
bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja.
Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal
sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2
kilometer ketebalan yang tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar
lainnya tidak terlihat, setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan
singkapan umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar
lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan
itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu bertambah ketebalannya.
Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis dari 0,2 kilometer
sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1
kilometer (Endarto, 2005 ).
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran
butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang
penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan
batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi.
Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak
bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu
gamping kira-kira 80% (Pettijohn, 1975).
Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja tetapi dapat juga dari yang
terakumulasi di tepi-tepi cekungan yang melengser kebawah akibat gaya
gravitasi.
E. Tanah
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan
organik. Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena
tanah membantu pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara, air dan
unsur-unsur yang di perlukan tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai
penopang akar.
Jenis tanah yang terdapat pada DAS Kausisi ini adalah Inceptisol.
Inceptisol adalah tanah-tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan horison
albik seperti yang dimiliki tanah entisol juga yang menpunyai beberapa sifat
penciri lain ( misalnya horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo
tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan
masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993). Incep
(permulaan) adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan
profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak
menyerupai sifat bahan induknya.
Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun
mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu
tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma
rendah.
Di tempat dengan bahan induk resisten, proses pembentukan liat terhambat.
Bahan induk pasir kuarsa memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui
proses podsolisasi.
Sifat/Karakteristik tanah inceptisol adalah sebagai berikut :
1. Memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 1-2 meter
2. Warnanya hitam atau kelabu sampai dengan coklat tua
3. Teksturnya debu, lempung berdebu, bahkan lempung
4. Struktur tanahnya remah, konsistensinya gembur memiliki pH 5,0 – 0,7
5. Memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi, yaitu antara 10%-30%
6. Memiliki kandungan unsur hara yang sedang sampai tinggi
7. Produktivitas tanahnya dari sedang sampai tinggi
Penggunaan inceptisol untuk pertanian atau non pertanian adalah beraneka
ragam daerah-daerah yang berlereng curam untuk hutan, rekreasi atau yang
berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian, setelah drainase diperbaiki.
Adapun ketiga jenis tanah yang termasuk tanah inceptisol dalam batas
daerah aliran sungai Kausisi terdapat 3 jenis yaitu dystropepts, tropaquepts,
dystrandepts
Jenis Tanah : Inceptisol
1. Dystropepts
Jenis kambisol (Dystropepts) mempunyai tingkat perkembangan
horison yang sedang. Terjadi penimbunan liat tetapi tidak memenuhi syarat
untuk digolongkan kedalam horison argilik (B2T). Karakteristik tanah ini
mempunyai solum dalam, tekstur sedang halus, drainase baik, KTK rendah,
kejenuhan basa rendah, dan tingkat kesuburan alami rendah. Pada daerah-
daerah dimana lapisan lempung ataupun serpihnya lebih dominan, tumpukan
daun umumnya lapuk dan bercampur dengan tanah penutup membentuk
lapisan humus yang menjadikan kondisi hutan lebih subur. Pada Sub DAS
Kausisi, jenis tanah dystropepts ini terdapat pada areal seluas 3.332,266
hektar.
2. Tropaquepts
Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah Inceptisol dengan
subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas.
Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar
(ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR)
sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR)
mengikuti peningkatan kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air
tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral selama sebagian waktu
dalam setahun (Soil survey staff, 1998). Pada Sub DAS Kausisi, jenis tanah
tropaquepts ini terdapat pada areal seluas 205,836 hektar.
3. Dystrandepts
Dystrandepts umumnya berkembang dari bahan vulkanik muda dan
menempati lereng atas dan tengah, berpenampang dalam sampai sangat
dalam, tekstur halus sampai sedang, drainase baik. Pada Sub DAS Kausisi,
jenis tanah dystrandepts ini terdapat pada areal seluas 771,463 hektar.
F. Penutupan Lahan
Penutupan lahan pada sub DAS Kauisi terdiri dari 5 kategori, yaitu :
a. Pertanian lahan kering campur
Pertanian lahan kering campur adalah areal yang diusahakan untuk
budi daya tanaman pangan yang seluruh vegetasinya dipanen. Sehingga,
antar masa panen dan penanaman, seringkali area ini tanpa vegetasi. Pada
sub DAS Kausisi, terdapat pertanian lahan kering campur seluas 2.439,601
ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS kausisi, memiliki
persentasi penutupan pertanian lahan kering campur sebesar 56, 609 %.
Penutupan lahan ini adalah yang terbesar yang terdapat pada Sub DAS
Kausisi.
b. Sawah
Sawah adalah areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik
dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal
pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman
pangan berumur pendek (padi). Pada sub DAS Kausisi, terdapat sawah
seluas 1.140,297 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS
kausisi, memiliki persentasi penutupan sawah sebesar 26,459 %. Penutupan
lahan ini adalah yang terbesar kedua setelah pertanian lahan kering campur.
Hal ini berarti bahwa masyarakat di kawasan Sub DAS sebagian besar
adalah petani karena penutupan lahan yang terbesar adalah pertanian lahan
kering campur dan sawah.
c. Hutan lahan kering sekunder
Hutan Lahan Kering Sekunder adalah Seluruh kenampakan hutan di
dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yg telah menampakkan bekas
penebangan (kenampakan alur pembalakan dan bercak bekas penebangan.
Bekas penebangan yang parah tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan
atau pertanian. Pada sub DAS Kausisi, terdapat hutan lahan kering sekunder
seluas 667,509 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS
kausisi, memiliki persentasi penutupan hutan lahan kering sekunder sebesar
15,489 %. Penutupan lahan ini adalah yang terbesar ketiga setelah pertanian
lahan kering campur dan sawah.
d. Hutan tanaman
Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun
yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh
pada Peta Persebaran HTI. Pada sub DAS Kausisi, terdapat hutan tanaman
seluas 51,933 ha dari luas seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS
kausisi, memiliki persentasi penutupan hutan tanaman sebesar 1,205 %.
e. Semak belukar
Semak belukar adalah kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi
berbagai vegetasi alami heterogen dan homogeny yang tingkat kerapatannya
jarang hingga rapat. Kawasan tersebut didominasi vegetasi rendah (alami).
Pada sub DAS Kausisi, terdapat semak belukar seluas 10,226 ha dari luas
seluruh sub DAS. Hal ini berarti, dari sub DAS kausisi, memiliki persentasi
penutupan semak belukar sebesar 0,237 %. Hal ini berarti bahwa lahan yang
tidak diolah pada Sub DAS Kausisi sangat sedikit disbanding lahan yang
diolah.
Indeks Penutupan Lahan
Indeks penutupan lahan adalah perbandingan antara luas lahan bervegetasi permanen dengan luas DAS yang dinyatakan dalam persen. Pada Sub DAS Kausisi yang memiliki vegetasi permanen berupa hutan lahan kering sekunder dan semak belukar.
Sehingga, IPL = (62,159 / 4.309,56) x 100 %
= 1,442 %
Dengan demikian, penutupan lahan Sub DAS Kausisi termasuk kategori jelek karena di bawah 30 %.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sub DAS Kausisi memiliki bentuk DAS yang memanjang dengan luas
4.309, 56 ha, dengan panjang sungai 39,6 km yang terdiri dari 3 orde
percabangan sungai dengan panjang sungai utama adalah 6,55 km. Sub DAS
Kausisi memiliki kelerengan yang terdiri dari 7 kelas lereng, mulai dari datar
sampai sangat curam, curah hujan pada Sub DAS ini terbagi menjadi 5 bagian
yang memiliki curah hujan yang berbeda per tahunnya. Jenis tanah pada Sub
DAS Kausisi hanya terdapat satu ordo tanah, yaitu inceptisol dengan jenis batuan
vulkanik dan sedimen. Penutupan lahan pada Sub DAS Kausisi terbagi menjadi 5
kategori, denga penutupan lahan yang terluas adalah pertanian lahan kering
campur.
B. Saran
Dengan diketahuinya berbagai macam karakteristik biofisik Sub DAS
Kausisi, maka diharapkan pengelolaan Sub DAS ke depannya disesuaikan
dengan kondisi biofisik Sub DAS Kausisi sehingga dapat dipertahankan daya
dukungnya karena Sub DAS Kausisi termasuk kategori jelek di bawah 30 %.
DAFTAR PUSTAKA
Noor, D. 2012. Pola Pengaliran Sungai. http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/03/pola-pengaliran-sungai.html. [Diakses tanggal 20 Maret 2014].
Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial. Nomor : P. 3/V-Set/2013. Tentang Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial.
Priyono,C.N.S dan Savitri,E.1997.Hubungan antara Morfometri dengan Karakteristik Hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus Sub DAS Wader.Jakarta: Buletin Pengelolaan DAS Vol.III.No.2.
Rahayu, S., Widodo, RH., van Noordwijk, M., Suryadi, I. dan Verbist, B. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 p.
Septy. 2012. Daerah Aliran Sungai. http://septychep.blogspot.com/2012/03/daerah-aliran-sungai-das.html. [Diakses tanggal 20 Maret 2014].
Seyhan, Ersin. 1990. Dasar - Dasar Hidrologi (terjemahan). Yogyakarta. Gadjah Mada University Pers.
Sutapa, I.2006. Studi Pengaruh Dan Hubungan Variabel Bentuk Das Terhadap Parameter Hidrograf Satuan Sintetik. Jurnal Smartek, Vol. 4, No. 4, Nopember 2006: 224 – 232.
Tugas Pengelolaan DAS
Karakteristik Biofisik Sub DAS Kausisi
Disusun Oleh :
Kelompok 8 b
M111 11 904 Mayckel Thoms William
M111 11 902 Muchlas Dharmawan
M111 11 342 la Ode Mustarim
M111 11 339 Ikhsan Lahusen
M111 11 341 Iswati
M111 11 901 Ulfha Purnamasari
M111 12 906 Hadhinah Aziz
FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga Makalah Pengelolaan DAS yang
berjudul “Karakteristik Biofisik Sub DAS Kausisi” ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya meskipun masih jauh dari kesempurnaan.
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penyusun, di mana dapat memberikan tambahan
ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan agar ke depannya bisa menjadi lebih baik.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Makassar, 7 April 2014
Penyusun