makalah ikterus anak
-
Upload
jeffrieirtan -
Category
Documents
-
view
394 -
download
21
Transcript of makalah ikterus anak
MAKALAH MODUL TMK
SEORANG ANAK BERUMUR 12 JAM DENGAN IKTERUS
KELOMPOK X
I Gede Ariguna Wijaya 030.10.127
I Nyoman Herlian B 030.10.130
Ila Mahira 030.10.131
Imam Adli 030.10.132
Intan Widyana Afrianti 030.10.134
Isnadiah Fitria 030.10.138
Jasmine Ariesta 030.10.139
Jeffrie Irtan 030.10.140
Jeni Yuliana 030.10.141
Jesika Wulandari 030.10.142
Jimmy 030.10.143
Jordan David 030.10.144
Kalvika Vatangga 030.10.145
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 10 Mei 2013
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….………… 2
BAB II LAPORAN KASUS ………………...………………………………………3
BAB III PEMBAHASAN ……………………....,.………………………………….. 4
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA …………………………………...……………… 11
BAB V KESIMPULAN …………………….……………………………………….17
BAB VI DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus neonatorum merupakan ikterus yang terjadi pada neonatus pada minggu
pertama kehidupannya. Ikterus neonatorum merupakan masalah kesehatan yang sering
ditemukan di antara bayi-bayi baru lahir yang jika tidak ditangani sejak dini dapat berakibat
fatal. Ikterus adalah diskolorisasi kulit, membran mukosa dan sklera akibat peningkatan
bilirubin indirek > 2 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin indirek > 5 mg/dl selalu ditemukan
pada hampir setiap bayi yang baru lahir dalam minggu pertama kehidupannya.
Hiperbilirubinemia indirek dijumpai pada 60% bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang
bulan. Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau patologis. Insidensi ikterus
neonatorum patologis merupakan sebagian kecil saja dari ikterus neonatorum.1
Ikterus fisiologis yang tampak setelah 2-3 hari bayi baru lahir. Ikterus ini memiliki
sejumlah penyebab patologis, meliputi peningkatan hemolisis, gangguan metabolik dan
endokrin, serta infeksi. Sedangkan ikterus patologis adalah ikterus yang terjadi pada 24 jam
pertama bayi baru lahir. Peran dokter adalah mendeteksi dan membedakan antara ikterus
fisiologis dan patologis berdasarkan waktunya, penampilan klinis dan perilaku neonatus, serta
menentukan penatalaksanaan yang tepat.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat digunakan untuk
pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Terapi ini merupakan terapi yang
digunakan pada neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia indirek. Tujuan dari fototerapi
adalah untuk membatasi peningkatan bilirubin serum dan mencegah akumulasi toksiknya di
dalam otak yang dapat menyebabkan komplikasi neurologis permanen yang serius yang
dikenal sebagai kern ikterus.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang bayi mengalami ikterus sejak usia 12 jam pascalahir. Lahir operasi caesar
dengan berat 3200 g dan langsung menangis. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sadar, tidak
panas, dan ikterus. Hasil pemeriksaan bilirubin total 10,5 mg/dl. Anda sebagai mahasiswa
diminta untuk merancang tatalaksana kasus tersebut.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien
Nama : An. X
Usia : 12 jam
Alamat: -
HIPOTESIS
Berdasarkan kasus yang didapat kami berhipotesis:
1. Ikterus Patologis
2. Ikterus Fisiologis
Keluhan Utama
Ikterus sejak usia 12 jam pascalahir
Anamnesis Tambahan
Riwayat penyakit sekarang
- Apakah sudah diberi vitamin K waktu lahir?
Riwayat kehamilan
- Apakah bayi lahir cukup bulan?
- Apakah ibu terkena infeksi saat hamil?
- Apakah ibu menderita diabetes saat kehamilan?
Riwayat penyakit keluarga
- Apakah pada kehamilan sebelumnya juga terjadi ikterus?
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak ikterus sejak 12 jam pasca lahir. Ikterus yang
muncul pada 24 jam pertama pascalahir biasanya mengacu kepada ikterus patologis. Bayi
lahir melalui operasi caesar dengan berat normal, yaitu 3200 gr dan langsung menangis. Pada
pemeriksaan fisis juga didapatkan bayi sadar dan tidak ada panas, kemungkinan ikterus pada
bayi ini tidak disebabkan oleh infeksi.
4
Visual atau Inspeksi
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup di siang hari dengan cahaya
matahari karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan
bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam masalah ini antara lain :
1. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan gold standard penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin
adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus
dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Kadar bilirubin serum total diperlukan bila
ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
5
2. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah
satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi
oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Tabel. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Bagian tubuh manapun
Tengan dan tungkai *
Tangan dan kaki *
Berat
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
3. Pemeriksaan Rh dan Golongan darah ibu dan bayi (Tes Coombs)
4. Pemeriksaan darah tepi lengkap
5. Pemeriksaan skrining defisiensi enzim G6PD
Pemeriksaan sejenis enzim yang berada dalam sel darah merah untuk melihat
kerentanan seseorang terhadap anemia hemolitika. Kekurangan G6PD merupakan kelainan
6
terkait seks genetic yang dibawa oleh kromosom wanita, karena konjugasinya dengan obat,
dan penyakit membuat seseorang rentan terhadap kejadian anemia hemolitika.2
PENUNJANG
Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya
yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance
yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan
skrining, bukan untuk diagnosis. Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang
untuk tujuan skrining.
DIAGNOSIS
Diagnosis pada pasien ini adalah Ikterus Patologis dimana pada pasien mengalami ikterus 12
jam pasca lahir (ikterus fisiologis muncul 2-3 hari pasca lahir) serta ditemukan peningkatan
kadar total bilirubin melebihi 8mg/dL. Pada pemeriksaan lebih lanjut akan didapatkan
penyebab dari ikterus patologis yang dialami pasien.
PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
7
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.3
TATALAKSANA
Prinsip penatalaksanaan kasus ikterus neonatorum bertujuan untuk menghambat proses
hemolisis yang berkelanjutan, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin, atau
menghambat pembentukan bilirubin baru.
Pada kasus ikterus neonatorum dilakukan penatalaksanaan:
1. Phototherapy
- Metode terapi ini menggunakan sinar dari lampu neon berwarna biru – hijau
dengan panjang gelombang berkisar antara 400 – 520 nm yang di paparkan pada
kulit bayi dengan icterus neonatorum, yang bertujuan untuk menurunkan toksisitas
bilirubin dan meningkatkan eleminasi bilirubin yang berlebihan dari dalam tubuh.
- Phototherapy bekerja dengan tiga mekanisme, yaitu : isomerasi struktural bilirubin
menjadi lumirubin yang lebih mudah di ekskresi, photoisomerasi menjadikan
bilirubin bentuk isomer yang tidak terlalu toksik, dan photooksidasi bilirubin
menjadi molekul – molekul polar kecil yang mudah di ekskresi melalui urin.
- Kadar bilirubin total serum diperiksa paling cepat 2 jam setelah terapi untuk
melihat ada / tidaknya penurunan, dan dimonitor lagi 24 jam setelah dilakukan
phototerapy.
8
- Phototerapy dinyatakan gagal apabila serum bilirubin total tidak mengalami
penurunan sekurang kurangnya 1 – 2 mg/dL dalam jangka waktu 4 – 6 jam setelah
dilakukannya phototerapy.
2. Transfusi Tukar ( Exchange Transfusion )
- Metode terapi ini bertujuan untuk mengeluarkan bilirubin dari sirkulasi, dan hanya
dilakukan apabila : metode phototerapy intensif gagal dilakukan, pada bayi
dengan hemolisis yang dimediasi sistem imun, bayi dengan serum bilirubin total
lebih atau sama dengan 20 mg/dL di usia 24 jam kehidupan, dan pada bayi dengan
tanda – tanda neurotoxicity ( kernicterus ).
Selain kedua metode terapi tersebut, pada kasus bayi dengan ikterus neonatorum juga
diberikan beberapa pengobatan medika mentosa yang bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan, obat – obatan yang dapat diberikan antara lain :
1. Intravenous Immunoglobulin ( IVIG )
Dosis 500 mg/kg per dosis IV selama 2 jam, berguna untuk menghambat hemolisis
yang disebabkan inkompatibilitas Rh atau ABO dengan menghambat reseptor
antibodi sel darah merah.
2. Phenobarbital
Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menurunkan serum bilirubin total.
3. Metalloporphyrins
Pemberian edukasi terhadap keluarga pasien juga perlu diperhatikan, antara lain mengenai
pemberian ASI eksklusif yang cukup terhadap bayi yang menderita ikterus neonatorum, yang
bertujuan untuk menjaga kebutuhan gizi serta meningkatkan imunitas bayi tersebut.4
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia
Jika diberikan penatalaksanaan segera dan sebaik mungkin, maka keadaan ini tidak
berujung pada kematian, fungsi keseluruhan pun masih baik. Sedangkan pada kekambuhan
9
adalah tergantung penyebab ikterusnya tersebut. Jikalah memang ada kelainan defek seperti
G6PD deficiency maka resiko kambuhnya penyakit seperti ini mungkin terjadi.
Komplikasi
Kernikterus (enselopahty bilirubin)
Sindroma neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek/tak terkonjugasi
dalam sel otak
10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERUS NEONATORUM
Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem
hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated)
dan direk (conjugated).
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis adalah
ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus
yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar
1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke
2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis
dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan
sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit
lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya
mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan
diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai
pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl
tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
11
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan
laboratorium.
Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika:
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14
mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.5
Ikterus Patologis
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari
banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya
disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang
menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus
neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
- Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
- Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
- Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sep-
sis)
- Ikterus yang disertai oleh:
o Berat lahir <2000 gram
o Masa gestasi 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala
o Hipoglikemia, hiperkarbia
o Hiperosmolaritas darah
- Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada
NKB).
12
Kernicterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus
subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada
awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas
minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi
spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan
ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.6
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim
G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Penatalaksanaan
I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
13
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk
dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu yaitu
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974,
yaitu :
a) Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut :
- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :
- Kadar bilirubin serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi
- Uji coombs
- Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila
perlu.
b) Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir
- Biasanya ikterus fisiologis
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal
ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5
mg%/24 jam.
- Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin
- Polisitemia
- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar
subkapsuler dan lain-lain).
- Hipoksia.
- Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.
- Dehidrasi asidosis.
- Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus
tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala,
pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.
14
c) Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
- Biasanya karena infeksi (sepsis).
- Dehidrasi asidosis.
- Difisiensi enzim G-6-PD.
- Pengaruh obat.
- Sindrom Criggler-Najjar.
- Sindrom Gilbert.
d) Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
- Biasanya karena obstruksi.
- Hipotiroidisme.
- “breast milk jaundice”
- Infeksi.
- Neonatal hepatitis.
- Galaktosemia.
- Lain-lain.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.
- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.
- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
II. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
15
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi.
III. Mengatasi hiperbilirubinemia
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan
cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin
yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum
melahirkan.
Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya yaitu
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan
plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar
dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke
vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.
Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energy
IV. Pengobatan umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan perawatan yang
baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian makanan yang dini dengan cairan dan
kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang baik.
V. Tindak lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia yaitu ‘kernicterus’. Oleh karena itu terhadap bayi yang
menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa7
16
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan keluhan utama, pasien didapatkan menglami ikterus. Ikterus pada
neonatus dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Pada kasus ini, dari hasil keterangan
anamnesis dan pemeriksaan yang ada, dapat disimpulkan kemungkinan pasien ini mengalami
ikterus patologis. Hal ini berdasar pada onset terjadinya ikterus dan kadar bilirubin pada
pasien ini. Untuk memastikan dan mencari penyebab dari ikterus tersebut, dibutuhkan
anamnesis tambahan dan pemeriksaan lainnya.
Penatalaksanaan ikterus neonatorum patologis perlu dilakukan secara dini dan
adekuat, yaitu dengan fototerapi dan bila perlu dapat dilakukan transfusi tukar, karena bila
tidak ditangani dengan benar dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius yaitu
ensefalopati bilirubin atau yang dikenal dengan kern icterus.
Prognosis dari ikterus bergantung dari berat ringannya penyakit yang mendasarinya.
Namun pada umumnya, bila didiagnosis secara dini dan dengan penatalaksanaan yang
adekuat, maka dapat memberikan prognosis yang baik.
17
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sarici SU, Serdar MA, Korkmaz A, et al. Incidence, course, and prediction of
hyperbilirubinemia in near term in neonates. Pediatr Res. Nov 2004;56(5):682-9
2. Slusher TM, Vreman HJ, McLaren DW,Lewison LJ, Brown AK, Stevenson DK.
Glucose-6-phosohatase dehydrogenase deficiency and carboxylhemoglobin
conentration associated with bilirubin-related morbidity and death. J Pediatr. Jan
1995;126(1):102-8.
3. Johnston DE. Special concideration in interpreting liver function test. Am Fam
Phycian. 1999;59:2223-30.
4. Atkinson LR, Escobar GJ, Takayama JI,Newman TB. Phototherapy use in jaundiced
newborns in a large managed care organization. Pediatrics. 2003;111:e555.
5. Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. NEJM.
2001;344:581-90.
6. Brooks JC, Fisher-Owens SA, Wu YM, Strauss DJ, Newman TB. Evidence suggests
there was not a “resurgence” of kernicterus in the 1990s. Pediatrics. Apr
2011;127(4):672-9.
7. Suriadi, Yulianni R. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Sagung
Seto,2006.p.140.
18