Makalah IFS

24
TUGAS PERTANIAN TERPADU Integrated Farming System (IFS) Disusun Oleh : Nama : Harry Sugestiadi NIM : 0806132041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Transcript of Makalah IFS

TUGAS PERTANIAN TERPADU

Integrated Farming System (IFS)

Disusun Oleh :

Nama : Harry SugestiadiNIM : 0806132041

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU2010

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Integrated Farming System atau

Sistem Pertanian Terpadu”.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik

dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat gunakan dan bermanfaat bagi

kita semua khususnya pembaca.

Pekanbaru, Juni 2010

Penulis,

Pendahuluan

Latar Belakang

Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industri dalam

sistem petanian modern, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besar terhadap

ekosistim alam.  Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas

pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama diketahui.  Demikian pula dengan

ketahanan (resistensi) hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat

penyemprotan yang semakin tinggi serta  pencemaran air tanah maupun sungai oleh

senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan.  Pertanian modern juga telah

mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem

monokultur secara besar-besaran. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian

berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu

meningkat dan berubah,  sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas

lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut : kimia

buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar

minyak dan juga irigasi.  Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat

diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan.

Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan

yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh

revolusi hijau (Sach, 1987 dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).

Untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, maka sangat

dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang

mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara optimal bagi tujuan

pembangunan pertanian berkelanjutan.

Permasalahan

Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan -bahan

kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas lingkungan disamping

membutuhkan biaya usahatani yang tinggi, juga merupakan penyebab utama terjadinya

kerusakan lingkungan. Penggunaan pupuk dan pestisida di luar kontrol akan dapat

merusak tanah dan tolerannya suatu jenis hama dan penyakit tertentu terhadap pestisida

disamping juga dapat menghilangkan jenis predator dan parasitoid yang bermanfaat.

Bahan-bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada hasil tanaman, tanah

tercuci ke dalam air sungai akibatnya dapat berbahaya bagi kehidupan manusia maupun

hewan.

Isi / Pembahasan

Pengertian

Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu (Indonesia, red),

didefinisikan sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem

usaha pertanian yang terpadu. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis

teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang dihasilkan. Di

Indonesia, model usaha ini masih sebatas wacana karena masih kurangnya pengetahuan

masyarakat dan diperlukan modal yang cukup tinggi. Padahal usaha ini sangat cocok

digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan limpahan sinar matahari

sepanjang tahun dan curah hujan tinggi. Beberapa metode diversifikasi pertanian seperti

minapadi (padi dengan ikan) dan longyam (balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi

model integrated farming system ini.

Komponen-komponen agroekosistem juga bisa sinergetik dalam fungsinya,

misalnya barisan tumbuhan pada garis luar suatu bidang lahan yang mengkonservasi air

dan tanah serta memproduksi pakan ternak dan bahan pangan; pagar tanaman di sekitar

lahan untuk melindungi dari serangan hewan atau angin sekaligus sebagai penghasil

bahan bakar, pangan, pakan hewan atau obat - obatan.  Tanaman dan hewan yang

bermanfaat ganda sangatlah penting.  Baik tanaman maupun hewan mengkombinasikan

berbagai fungsi misalnya, rumput untuk pagar hidup dan sebagai pakan hewan, atau

hewan yang menghasilkan pupuk kandang, susu dan tenaga serta berfungsi sebagai

cadangan modal.

Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal

mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang menggunakan

sumberdaya dan input yang ada secara optimal. Tantangannya adalah menemukan

kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi,

keamanan produksi serta konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan

lahan, tenaga kerja dan modal.

Karakteristik Integrated Farming System (IFS)

Konsep pertanian terpadu, berkelanjutan, ramah lingkungan dan mandiri atau

yang juga sering disebut dengan konsep LEISA, tidak hanya bisa diterapkan untuk usaha

pertanian dalam skala besar (makro), tetapi juga bisa diaplikasikan pada unit usaha

pertanian berskala sangat kecil (mikro) atau family farm. Konsep ini diharapkan menjadi

arah baru bagi pertanian masa depan, di mana unsur atau komponen yang terlibat dapat

menikmati hasil yang sepadan dan berkelanjutan. Sebab konsep LEISA pada dasarnya

merangkum tindakan-tindakan :

Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal

Maksimalisasi daur ulang (zero waste)

Minimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan)

Diversifikasi usaha

Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang

Menciptakan kemandirian

Kalau mengacu pada konsep LEISA, maka usaha ternak dapat diintegrasikan

dengan usaha pertanian dan perkebunan dengan cara :

Hasil samping atau limbah pertanian dan perkebunan (jerami padi, kacang tanah,

kedelai, pucuk tebu, terbon jagung, kulit buah kakao, dan lain-lain) dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

Kotoran ternak, sisa pakan dan hasil panen yang bukan pangan maupun pakan

dapat didekomposisi menjadi kompos untuk penyediaan unsur hara lahan.

Ternak (terutama ruminansia) dapat dilepas di perkebunan untuk memanfaatkan

tanaman liar/gulma sebagai pakan dan sekaligus menghemat biaya penyiangan.

Upaya memadukan ternak dengan usaha pertanian dan perkebunan akan

membawa dampak positif terhadap aspek budidaya, sosial dan ekonomi. Budidaya ternak

akan semakin efisien karena ketersediaan pakan dapat dilakukan secara kontinyu.

Problem sosial yang seringkali terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi (kotoran

ternak, sisa panen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh

yang baik. Secara ekonomi, petani/peternak dapat melakukan efisiensi usaha (tingkat

pendapatan semakin meningkat). Akhirnya, kemandirian petani/peternak dalam berusaha

dapat diwujudkan dan ketergantungan sarana produksi dari luar dapat ditekan atau

dikurangi sebanyak mungkin.

Untuk mendukung keberhasilan dalam penerapan konsep LEISA, diperlukan

teknologi tepat guna yang dapat mengubah limbah pertanian menjadi sumberdaya (feed)

dan pemanfaatannya, serta mengubah limbah peternakan menjadi sumberdaya (compost)

dan pemanfaatannya baik untuk sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan

maupun untuk budidaya perikanan.

Berkembangnya perekonomian masyarakat diharapkan akan merupakan sumber

pertumbuhan baru. Untuk mewujudkan hal itulah konsep pertanian terpadu mutlak hadir.

Sebab inti dari konsep pertanian terpadu adalah :

Mengintegrasikan beberapa unit usaha di bidang pertanian

Dikelola secara terpadu

Berorientasi ekologis

Peningkatan nilai ekonomi

Efisiensi dan produktifitas tinggi

Sementara sumber-sumber yang diharapkan menjadi penopang pertumbuhan dan

akan sangat mendukung pembangunan pertanian adalah :

1. Yang berkaitan dengan peningkatan produksi dan produktifitas seperti

diversifikasi, intensifikasi, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Yang berkaitan dengan nilai tambah seperti peningkatan jenis usaha yang bernilai

tinggi, peningkatan jenis produk olahan, mutu dan cara mengemas.

3. Yang berkaitan dengan pemenuhan permintaan konsumen yang selalu berubah

dan ingin lebih baik seperti jenis komoditas baru dan jenis produk baru.

4. Yang berkaitan dengan kelembagaan seperti penciptaan iklim usaha yang

merangsang pertumbuhan ekonomi, investasi dan pembinaan hubungan yang

saling menguntungkan antar subsistem yang ada.

Kaidah yang digunakan dalam penerapan sistem pertanian terpadu adalah relasi

antara tanaman (plant), binatang (animal) dan manusia (man)

Sasaran dan target dari pertanian terpadu itu sendiri adalah :

Meningkatkan kesejahteraan sosial – ekonomi penduduk miskin melalui upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Menanggulangi situasi dan kondisi yang menyebabkan timbulnya kemiskinan.

Memperkuat kemampuan penduduk miskin untuk menanggulangi kemiskinan dan

meningkatkan kesejahteraan mereka.

Ruang lingkup meliputi :

Mengembangkan kegiatan sosial – ekonomi penduduk miskin di wilayah

pedesaan.

Membangun dan mengembangkan potensi ekonomi melalui koperasi.

Menyediakan kebutuhan pokok dan pelayanan dasar.

Penciptaan suasana yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan.

Rancangan IFS dengan Analisis SWOT

SWOT adalah singkatan dari Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (Weaknesses)

intern perusahaan serta Peluang (opportunities) dan Ancaman (Threats) dalam

lingkungan yang dihadapi perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk

mengidentifiksikan factor – factor ini dan strategi yang menggambarkan kecocokan

paling baik di antara mereka. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi

yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan kelemahan

dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai dampak

yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.

Secara umum, ruang garap konsep pertanian terpadu melingkupi persiapan,

pengadaan dan penyaluran sampai pada kegiatan distribusi dan pemasaran produk, baik

primer maupun olahan. Dengan demikian konsep pertanian terpadu dalam pengertian

umum merupakan suatu sistem yang terdiridari : (1) subsistem persiapan, pengadaan dan

penyaluran, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian; (2) subsistem produksi

pertanian atau usahatani; (3) subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian; (4) subsistem

distribusi dan pemasaran hasil pertanian. Karena konsep ini merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir, maka keberhasilan

pengembangannya sangat tergantung pada keseimbangan pengembangan dan

pertumbuhan yang dicapai pada setiap simpul yang menjadi subsistemnya. Kata kunci

yang dapat menjamin konsep ini berkembang baik adalah keterpaduan dalam

pengembangan aktivitas di setiap subsistem dan keterkaitan yang intens antar subsistem.

Lingkup utama dalam penerapan konsep ini penekanannya pada keterpaduan

perencanaan subsistem yang satu dengan subsistem lainnya. Karena itu koordinasi dalam

perencanaan, pembinaan dan pengembangan mutlak diperlukan.

Kelebihan dan Kelemahan Integrated Farming System, antara lain:

1. Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem ini

sangat ramah lingkungan

2. Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma

3. Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak bisa

memiliki dua usaha sekaligus

4. Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong

Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu :

1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak memelihara

lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi

2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta

keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan di

kolam agar ikan tidak keracunan ammonia

3. Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling

antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah ditetapkan

Slah satu contoh Integrated Farming System:

1. Ayam-Ikan-Padi

Di Indonesia, adaptasi sistem ini adalah longyam atau balong ayam. Keuntungan

sistem ini adalah:

Efisiensi pakan ikan yang berasal dari kotoran ayam dan jatuhan pakan ayam (±

1-5% dari pakan yang diberikan ke ayam)

Efisiensi lahan diatas kolam yang tidak dimanfaatkan

Sistem ini lebih dianjurkan untuk ayam kampung karena kepadatan ayam yang

berada di atas kolam lebih rendah. Ayam kampung pun dinilai lebih mudah

beradaptasi terhadap lingkungan kandang longyam.

Kandang dibangun di atas kolam berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian 1,2

meter dari permukaan air dan kedalaman kolam 1,5 meter. Tujuannya untuk sirkulasi

udara dan mencegah pelembaban lantai kandang oleh kolam. Ikan nila dan lele

direkomendasikan untuk sistem ini karena sangat toleran dengan level oksigen yang

rendah. Satu hektar kolam dapat menampung 12500 ekor ikan nila ukuran 3-5 cm.

Padi sebagai komponen terakhir akan memanfaatkan air dari kolam ikan yang kaya

dengan unsur-unsur hara. Timbal baliknya adalah sisa panen padi berupa sekam dapat

dimanfaatkan sebagai litter kandang dan jerami dapat dijadikan kompos.

Proses mendesain integrated farming system harus mencakup faktor-faktor di

bawah ini yaitu:

1. Modal

Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal teknis

meliputi biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah untuk lahan

persawahan/ ladang dan sebagainya. Peternak dapat meninjau modal teknis dari

kondisi lingkungan seperti ketersediaan air bersih, agen penyakit, suhu, kondisi tanah

dan sebagainya. Lakukan survei pendahuluan untuk memetakan bagaimana desain

integrated farming system yang akan dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang

dibutuhkan, kapan modal akan kembali, berapa besar resiko yang akan dihadapi dan

sebagainya.

Modal non teknis menyangkut perizinan usaha tersebut. Dikarenakan integrated

farming system merupakan gabungan dari pertanian, peternakan dan perikanan maka

peternak wajib mengantongi izin untuk ketiganya.

2. Tenaga Kerja

Tabel 1 menerangkan bagaimana perbandingan kebutuhan tenaga kerja jika Anda

akan membangun suatu integrated farming system. Misalnya, akan lebih hemat jika

menggabungkan padi dengan ikan dibandingkan buah dengan babi.

3. Teknologi

Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu modal dan

tenaga kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya buah dan ikan

tentunya akan menurunkan biaya untuk tenaga kerja.

 

4. Keuntungan

Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan pendapatan kotor

(bruto). Gunakan perhitungan biaya berdasarkan kegiatan produksi (FC, VC, dan TC).

Biaya tetap (fixed cost/ FC) digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha

sedang tidak berjalan misalnya penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya. Biaya

berubah (variable cost / VC) adalah biaya yang jumlahnya mengikuti volume

produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Keduanya harus

dijumlahkan dan digabungkan menjadi biaya total (total cost / TC).

Komponen Integrated Farming System

Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus dipenuhi

kebutuhannya. Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan ekonomi pertanian

yang saling berkaitan satu sama lain misalnya peternakan, perikanan, ladang/persawahan

dan pengelolaan limbah (waste treatment). Satu persatu kita akan membahas komponen

integrated farming system tersebut:

1. Manusia

Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor

kehidupannya. Dengan integrated farming system, manusia tidak hanya mendapatkan

keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas

serta listrik.

Skema alur interaksi antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam integrated farming

system

2. Peternakan

Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam

integrated farming system. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ

tubuh lainnya bahkan kotoran hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal

dari hasil penjualan ternak, telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).

Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk integrated

farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus selalu diperhatikan.

Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan yang menjadi fokus biosekuriti

tersebut..

3. Persawahan atau Ladang

Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa

menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur, singkong, tomat,

talas dan jamur dapat digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa

padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi.

Hasil samping pertanian berupa jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan

sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan biogas dan kompos.

4. Perikanan

Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar yang

dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan

ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomis. Ikan

yang sering digunakan adalah ikan nila, gurami, mas, tambakan dan lele. Ikan dapat

dipeli-hara secara tunggal (monoculture) atau campuran (polyculture), asalkan jenis

yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda agar tidak terjadi perebutan

pakan, misalnya ikan mas dengan gurami.

5. Waste Treatment

Komponen ini berperan dalam penyediaan energi dan penekan pencemaran

lingkungan. Hasil dari pengolahan limbah tersebut adalah:

Kompos dan pupuk kandang

Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa sekam,

serbuk gergaji dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri starter

(0,25%) dan kapur (2%). Bahan lain dapat digunakan asalkan kotoran sapi minimal

40% dan kotoran ayam 25%.

Biogas

Biogas terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan oleh mikroorganisme

yang terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap

air (0,3%), nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Metana sebagai

komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk memasak dan pemanas. Banyaknya

metana yang dihasilkan juga menentukan daya listrik yang dihasilkan. Satu meter

kubik (m3) metana yang setara dengan 10 kWh atau 0,6 liter bensin, mampu

menghidupkan lampu 60-100 watt selama 6 jam. Cukup 3 ekor sapi untuk

memenuhi kebutuhan energi skala rumah tangga.

Ilustrasi pembuatan biogas dari kotoran ayam

(Gambar: Poultry Indonesia April 2009)

Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat kotoran

baru dimasukkan ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke tabung kedua. Di

tabung pertama inilah tempat keluarnya biogas. Beberapa peternak menggunakan

plastik yang didesain sedemikian rupa membentuk balon berisi biogas sebagai

penampung biogas. Dari penampung biogas inilah, biogas dialirkan ke rumah-

rumah menggunakan selang plastik.

Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga tempat

pengambilan ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah adalah

endapan kotoran, berarti proses berjalan baik. Namun jika yang tampak adalah air

maka dipastikan telah terjadi kebocoran instalasi atau terjadi proses biogas yang

tidak optimal (Poultry Indonesia April 2009, hal 55-56).

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang

mengandung desinfektan dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos dan

biogas. Tindakan ini akan mematikan mikroorganisme tersebut.

Penutup

Guna mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga

kelestarian lingkungan, maka pengelaolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi

maupun ekonomi mutlak dilakukan. Berbagai bentuk pendekatan yang dapat diterapkan,

diantaranya adalah  : sistem tanam ganda; komplementari hewan ternak dan tumbuhan;

usaha terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry; pemeliharaan dan peningkatan

sumberdaya genetik; dan pengelolaan hama terpadu

Dalam sistem pertanian terpadu berkaitan dengan input, proses produksi dan

output. Proses input berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, pada

proses produksi berhubungan dengan waktu dan lingkungan sedangkan pada output

berkaitan dengan pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.

Keunggulan sistem pertanian terpadu, bersifat :

1. Efisiensi pada pemanfaatan sumber daya alam secara optimum

2. Mandiri dimana sistem dapat berjalan dengan input luar minimum

(LEISA) dan bersifat closed system

3. Berkelanjutan yang berarti bahwa sistem ini ramah lingkungan dan lebih

menguntungkan serta kearifan lokal dan dapat diterima masyarakat

Untuk kendala pada sistem pertanian terpadu itu sendiri antara lain :

1. Dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keberlanjutan sistem

pertanian

2. Hasil produksinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem pertanian

konvensional

3. Dibutuhkan tenaga kerja yang lebh intensif

Sistem pertanian terpadu akan selalu tersedia apabila komponen-komponen yang

ada selalu dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik dan penggunaannya tidak

berlebihan, sehingga dapat selalu tersedia dan dapat di manfaatkan. Jadi banyaknya

pemanfaatan sumber daya alam saat ini akan sangat membantu kelestarian komponen

dari sistem pertanian

Daftar Pustaka

Anonim, 2000.  Ketika Kebun Berupa Hutan.  Agroforestri Khas Indonesia.  Sebuah

Sumbangan Masyarakat. International Centre For Research In Agroforestry. 

Bogor.

Anonim. 2001. Sistem Pertanian di Indonesia. http://www.lablink.or.id. Diakses pada

tanggal 22 Mei 2010 pukul 17.00 WIB

Danoesastro, Haryono. 1979. Pemanfaatan Pekarangan. Yayaan Pembina Fakulas

Pertanian UGM. Yogyakarta.

Dover,M. dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth: Agroecology for Sustainable

Development. World Resources Intitute. Washington DC.

Handayanto, E. 1999. Pengelolan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas

Brawijaya. Malang.

Hardjowigeno, S., 1989.   Ilmu Tanah.  Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta

Manuwoto. 2009. Sistem Pertanian di Indonesia.

Http://makhey.blogspot.com/2009/09/sistem-pertanian-di-indonesia. Diakses

pada tanggal 27 Mei 2010.

Monika, WT et al. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret

Universitas Press. Surakarta.

Pusat Peneliti Universitas Brawijaya. 1991. Penelitian dan Pengembangan Sistem Usaha

Tani Lahan Kering Yang Berkelanjutan. Proseding Simposium Nasional

Malang. Universitas Brawijaya. Malang

Reijntjes,C., B.Haverkot dan A. W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar

untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Kanisius.

Yogyakarta.

Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian Organik. Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.