Makalah Hukum Agraria.a4

19
MAKALAH HUKUM AGRARIA “LANDREFORM INDONESIA” Oleh : JAGAD ADITYA DEWANTARA 2011187205B0019

description

hukum agraria

Transcript of Makalah Hukum Agraria.a4

Page 1: Makalah Hukum Agraria.a4

MAKALAH HUKUM AGRARIA

“LANDREFORM INDONESIA”

Oleh :

JAGAD ADITYA DEWANTARA

2011187205B0019

PROGRAM STUDI KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS IPS IKIP PGRI JEMBER

2013

Page 2: Makalah Hukum Agraria.a4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas makalah ini dapat

diselesaikan. Tugas makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah

Humas Pemerintahan dengan judul “Kasus Cilacap, Landreform Terbesar Era

Reformasi”

Demikianlah tugas makalah ini disusun semuga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas

mata kuliah Hukum Agraria.

Jember, 25 April 2013

Penyusun

Page 3: Makalah Hukum Agraria.a4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris, tanah merupakan hal yang mutlak yang harus

dimiliki oleh masyarakat agraris. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian

besar rakyatnya menggantungkan kehidupannya pada tanah, dalam hal ini berada pada

bidang pertanian. Masalah tanah, terutama penguasaan tanah merupakan masalah klasik

yang terjadi dalam masyarakat agraris. Dalam permasalahan tersebut salah satu

pemecahannya adalah Landreform. Landreform dianggap mampu memecahkan masalah

agrarian yang ada.

Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “land” dan “reform”. Land

artinya tanah, sedang reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun

atau membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Untuk pelaksanaan

prinsip-prinsip landreform yang sudah digariskan dalam UUPA diperlukan peraturan

palaksanaan, baik yang berupa Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah.

Atas dasar ketentuan UUPA diterbitkan peraturan perundangan landreform

yang bertujuan untuk mengadakan penataan penguasaan tanah dan meningkatkan

pendapatan serta kesejahteraan rakyat khususnya para petani kecil secara adil dan

merata, sehingga terbuka kesempatan untuk mengembangkan diri mencapai

kemakmuran sebagai bagian dari pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dalam pengertian lain landreform berarti program untuk melakukan

tindakan-tindakan yang saling berhubungan satu sama lain, yang bertujuan untuk

menghilangkan penghalang-penghalang di bidang sosial, ekonomi yang timbul dari

kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam struktur pertanahan. Banyaknya

penghalang-penghalang sosial di bidang pertanahan yang seringkali merugikan

masyarakat, mendorong perlunya dilakukan pembaruan agraria di negeri ini. Seiring

dengan perkembangan zaman, pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam

masalah agraria di Indonesia sudah mulai meninggalkan makna dari diundangkannya

UUPA. Sebagaimana negara diwajibkan untuk mengatur pemilikan tanah dan

Page 4: Makalah Hukum Agraria.a4

memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

Namun, dalam kenyataannya tujuan tersebut sudah dilupakan, banyak

masyarakat kita khususnya petani, tidak merasakan kemakmuran di bumi Indonesia.

Masih banyak petani yang menggarap tanah yang bukan miliknya sendiri. Sangat miris

melihat pada dasarnya bumi Indonesia merupakan Negara agraris yang mempunyai

lahan yang luas, subur dan seharusnya diperuntukkan, diolah dan digarap oleh para

petani Indonesia. Sehingga penulis tergerak untuk mengangkat masalah ini menjadi

karya tulis yang nantinya diharapkan dapat membantu perkembangan agraria di

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan serta penjelasan yang dikemukakan dalam latar

belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah obyek tanah dalam landreform di Indonesia?

2. Apa sajakah organisasi pelaksana dari program Landreform?

3. Mengapa landreform mengalami berbagai kendala dalam implementasinya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui obyek tanah dalam landreform di Indonesia

2. Untuk mengetahui organisasi pelaksana dari program Landreform

3. Untuk mengetahui mengapa landreform mengalami berbagai kendala dalam

implementasinya

Page 5: Makalah Hukum Agraria.a4

BAB 2 . PEMBAHASAN

3.1 Obyek Tanah Dalam Landreform di Indonesia

Sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa landreform

merupakan suatu program pemerintah dalam rangka pemerataan kehidupan masyarakat,

baik itu dalam hal pendapatan maupun penguasaan tanah. Berdasarkan Pasal 1

Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah

dan Pemberian Ganti Kerugian, dinyatakan bahwa tanah-tanah yang akan dibagikan

dalam rangka landreform adalah :

1. Tanah kelebihan dari batas maksimum :

Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas merugikan

kepentingan umum, karena berhubungan dengan terbatasnya persediaan tanah

pertanian, khususnya di daerah-daerah yang padat penduduknya, hal itu

menyebabkan sempitnya, kalau tidak dapat dikatakan hilangnya sama sekali

kemungkinan bagi banyak petani untuk memiliki tanah sendiri. Pasal 17

merupakan pelaksanaan dari ketentuan asas dalam pasal 7 ayat 1 dan 2.

kemudian pada ayat 3 bahwa tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas

maksimum tersebut akan diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian,

untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan.

2. Tanah-tanah absentee (guntai) :

Pemilikan tanah secara absentee dipahami sebagai pemilikan tanah pertanian

yang pemiliknya berada diluar kecamatan yang berbeda dengan lokasi tanah

pertanian yang dimaksud. Pemilikan tanah yang seperti ini dilarang oleh

undang-undang, karena pemilikan tanah secara absentee tersebut dianggap

tidak efektif sebab pemilk tanah tersebut berada jauh di luar kecamatan yang

berbeda dengan pemiliknya, dan pemiliknya tidak dapat mengerjakan tanah

tersebut secara aktif. Larangan absentee tidak berlaku apabila tempat tinggal

pemilik berbatasan langsung dengan kecamatan tempat letak tanah walaupun

Page 6: Makalah Hukum Agraria.a4

berbeda kecamatan, karena walaupun berbeda kecamatan masih dimungkinkan

untuk mengerjakan tanahnya secara efisien. Kemudian juga larangan tersebut

tidak berlaku bagi pemilik tanah yang sedang melaksanakan tugas Negara.

Materi yang terkandung dalam larangan tersebut ialah diharapkan agar

penguasaan tanah itu dapat dimanfaatkan secara aktif agar tidak ada tanah yang

tersia-siakan, karena masih banyak petani yang benar-benar membutuhkan

tanah untuk penghidupannya.

3. Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada Negara :

Yang dimaksudkan tanah swapraja atau bekas swapraja yang beralih kepada

Negara adalah selain domein swapraja dan bekas swapraja yang dengan

berlakunya UUPA menjadi hapus dan beralih ke Negara, juga tanah-tanah yang

benar-benar dimiliki oleh swapraja, baik yang diusahakan dengan cara sewa-

menyewa, bagi hasil dan lain-lain sebagainya ataupun diperuntukkan tanah

jabatan dan lain-lainnya.

4. Tanah lain yang dikuasai langsung oleh Negara.

Tanah-tanah lain dalam hal ini seperti bekas tanah-tanah partikelir, tanah-tanah

dengan HGU yang telah berakhir waktunya, dihentikan atau dibatalkan, tanah-

tanah kehutanan yang diserahkan kembali kepada Negara dan lain-lain.

3.1 Organisasi pelaksana dari program Landreform

Gunawan Wiradi menyatakan bahwa landreform mengacu pada penataan

kembali susunan penguasaan tanah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan buruh

tani tak bertanah. Demi terselenggaranya program Landreform dibutuhkan pihak-pihak

pelaksana untuk menjamin terlaksananya serta terwujudnya tujuan yang telah

ditentukan.

Berikut merupakan organisasi pelaksana Landreform, yakni :

1) Panitia Pertimbangan Landreform

Penyelenggaraan landreform menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat

dan pemerintah (semua departemen). Dalam rangka kelancaran pelaksanaan

tugasnya, pemerintah pada permulaan pelaksanaan landreform membentuk

Panitia Landreform di Tingkat Pusat, Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat Il,

Kecamatan dan Desa. Panitia ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.

Page 7: Makalah Hukum Agraria.a4

131 Tahun 1961 dan kemudian disempurnakan pada tahun 1964 dengan

Keputusan Presiden No. 263 Tahun 1964. Dalam perkembangannya kepanitiaan

ini tidak memenuhi harapan, sehingga dicabut dan sekaligus diganti dengan

organisasi baru yang disebut Organisasi dan Tata Kerja. Penyelenggaraan

Landreform, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 55 Tahun

1980. Perubahan penting dalam Keputusan Presiden ini adalah mengenai semua

dan wewenang Panitia Landreform beralih dan dilaksanakan masing-masing

oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala Daerah Propinsi, Bupati/Walikota

Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Camat dan Kepala Desa/Lurah yang

bersangkutan.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, mereka dibantu oleh sebuah panitia

yang disebut Panitia Pertimbangan Landreform. Panitia ini dibentuk di tingkat

Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota. Tugas panitia ini adalah memberi saran dan

pertimbangan mengenai segala yang berhubungan dengan penyelenggaraan

landreform. Anggota panitia ini terdiri dari unsur/wakil instansi pemerintah

yang ada kaitannya dengan pelaksanaan landreform ditambah wakil dari

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

2) Pengadilan Landreform

Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang timbul sebagai akibat

pelaksanaan landreform dibentuklah Pengadilan Landreform berdasarkan UU

No. 1 Tahun 1964. Tetapi kenyataannya pengadilan ini tidak dapat bekerja

secara efektif. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1970 Pengadilan Landreform ini

dihapus. Apabila terjadi sengketa yang berkenaan dengan Landreform, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui:

(a) Peradilan Umum, berdasarkan UU No. 14 Tahun 1970 apabila sengketa

itu bersifat perdata atau pidana.

(b) Aparat pelaksana landreform apabila mengenai sengketa administrasi.

3) Yayasan Dana Landreform

Yayasan dana landreform merupakan badan otonom yang bertujuan untuk

memperlancar pengurusan keuangan dalam rangka pelaksanaan landreform.

Yayasan ini dibentuk berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun

Page 8: Makalah Hukum Agraria.a4

1961 dan telah diambil alih oleh Departemen Keuangan sejak tahun 1984.

Selanjutnya sumber keuangan yayasan landreform ini adalah:

(a) Dana pemerintah

(b) Pungutan 10% biaya administrasi dari harga tanah yang harus dibayar

oleh petani yang menerima hak milik atas tanah redistribusi

(c) Hasil sewa dan penjualan tanah dalam rangka pelaksanaan landreform

(d) Lain-lain sumber yang sah yang menjadi wewenang Direktorat Agraria

(sekarang Kantor BPN).

3.1 Kendala landreform dalam implementasinya

Menurut buku Politik Hukum Agraria, yang disusun oleh Dr. Herawan

Sauni.,S.H.,M.S., pada asasnya yang menjadi akar permasalahan penyebab tidak

berjalannya ketentuan landreform di Indonesia adalah factor politis, baik yang berkaitan

dengan kondisi politik yang terjadi di Indonesia, maupun perubahan strategi

pembangunan yang terjadi di Indonesia pasca UUPA. Situasi dan kondisi politik yang

terjadi di Indonesia khususnya setelah terjadinya pemberontakan G.30 S PKI tahun

1965 sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan UUPA khususnya program landreform,

yang pada saat itu telah berjalan lebih kurang 3 tahun. Sejak 1965 sampai dengan 1967

praktis program landreform tersebut tidak berjalan karena ada semacam stigma bahwa

program landreform identik dengan Partai Komunis Indonesia. Pengaruh peristiwa G.30

S PKI 1965 yang kemudian memunculkan stigma bahwa landreform dan UUPA sebagai

produk komunis menyebabkan program landreform Indonesia tidak dapat berjalan

dengan baik. Sedangkan pada perubahan strategi pembangunan agraria, adanya PJP I

(Pambangunan Jangka Panjang Pertama) yang dalam implementasinya dijabarkan

melalui pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan jangka pendek (tahunan).

Kasus Cilacap, Landreform Terbesar Era Reformas i

JUMLAH sengketa tanah yang tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN)

sampai Januari 2010, totalnya ada 9.471 kasus konflik. Menurut Kepala BPN RI Joyo

Winoto, dari jumlah tersebut, 4.578 kasus terselesaikan. Sisanya, 2.913 kasus konflik

dan perkara pertanahan, masih menunggu penyelesaian.

Page 9: Makalah Hukum Agraria.a4

Di antara sengketa itu, BPN menargetkan 210.500 bidang dengan luas total

142.159 ha siap didistribusikan di 21 provinsi, tersebar di 389 desa. Diredistribusi

adalah dinyatakan sebagai reforma agraria. Inti dari reforma agraria adalah landreform

dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah.

Pada masa pemerintahan SBY-Boediono, khusus di Jawa Tengah sendiri, ada

dua kabupaten yang tanah landreform itu sudah diredistribusikan, yakni Kabupaten

Batang dan Kabupaten Cilacap. Di Batang, melalui pendampingan pegiat landreform

Omah Tani Kabupaten dan BPN, akhirnya terdistribusi tanah 32,7 ha ke 144 keluarga di

Desa Kuripan, Kecamatan Subah,Semula tanah itu diklaim milik PT Perkebunan

Nusantara IX.

Proses sengketa tanah sampai penentuan reforma agraria di Kuripan ini terjadi

setelah antara PTPN IX dan warga bersengketa selama 20. BPN menerbitkan sertifikat

gratis. Program redistribusi lahan landreform di Batang dikukuhkan dalam peringatan

100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono.

Bertepatan dengan 50 Tahun Puncak Peringatan Agraria Nasional di halaman

Istana Bogor, Jabar, 21 Oktober lalu, Presiden SBY secara simbolik menyerahkan

sertifikat lahan seluas 291 ha untuk 5.141 keluarga di Kecapatan Cipari Cilacap yang

ada di Desa Mekarsari, Sidasari, Caruy, Kutasari, dan Desa Karangreja. Luas rata-rata

lahan garapan yang diterima warga adalah 500 m2.

Penentuan reforma agraria di Cilacap terjadi setelah sengketa warga dengan PT

Rumpun Sari Antan (RSA) selama 20-an, merupakan terbesar sepanjang sejarah

Indonesia pascareformasi. Keberhasilan sampai ke arah itu, merupakan kerja barang

kalangan pegiat, BPN, dan Komisi II DPR. Termasuk perjuangan penduduk sendiri

serta kerelaan perusahaan perkebunan itu melepaskan sebagian hak guna usahanya

(HGU), dan pihak terkait lainnya.

Landreform tidak diartikan hanya sebatas bagi-bagi tanah. Namun, dalam

penggarapan lahan tersebut, masing-masing warga secara berkelompok diberi

pemberdayaan akses-akses ekonomi terhadap lahan garapannya. Bahkan

pemberdayaannya sampai melibatkan pihak ketiga, misalnya dalam hal pembibitan

sampai distribusi hasil pertanian/perkebunannya.

Menurut Boedi Harsono (dalam Hukum Agraria Indonesia: Sejarah

Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, 1999), program

Page 10: Makalah Hukum Agraria.a4

landreform di Indonesia meliputi enam hal penting. Yakni 1) pembatasan luas

maksimum penguasaan tanah, (2) larangan pemilikan tanah secara absentee atau guntai.

Ketiga, redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah

yang terkena larangan absentee, tanah-tanah bekas swapraja, dan tanah-tanah negara.

Berikutnya, pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian

yang digadaikan, (5) pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian. Terakhir,

penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian

menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.

Riwayat Landreform

Dalam konteks Indonesia, di era Orde Baru istilah reforma agraria selalu

dihubungkan dengan stigma komunis. Menurut anggota Komisi II DPR Budiman

Sudjatmiko MSc MPhil, itu merupakan salah kaprah sehingga tidak berdasar. Hal itu

sengaja disebarkan Orde Baru untuk mencegah pelaksanaan reforma agraria karena

strategi pembangunan yang berorientasi modalisme di mana pembangunan

membutuhkan lahan-lahan itu untuk perkebunan-perkebunan modal besar, asing

maupun dalam negeri.

Padahal di sejumlah negara nonkomunis, kata tokoh demokrasi ini, reforma

agraria pun dilakukan, seperti Jepang dan Taiwan. Di Tanah Air, reforma agraria secara

substansial dimuat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 yang lahir di

masa Orde Lama. UUPA mengakui secara nyata kepemilikan pribadi, ini menunjukkan

bahwa UUPA jelas tidak identik dengan komunis.

Reforma agraria era mutakhir, jelas Budiman, telah menghadapi empat problem

mendasar. Pertama, tumpang-tindih peraturan yang disebabkan sektoralisme peraturan

perundang-undangan. Satu sama lain saling bertolak belakang dan bahkan bertentangan

baik terhadap UUD 45 maupun UUPA dan UU lain. Kedua, orientasi pemerintah, baik

pusat maupun daerah yang menggenjot kemanfaatan dan distribusi agraria tanpa bicara

soal pemerataan dan penyelesaian konflik.

Ketiga, egoisme dalam sektor-sektor birokrasi yang luar biasa, sehingga

menyebabkan satu sama lain tidak sinergis bahkan juga sabotase terhadap program yang

tidak berkenan di sektornya. Keempat, problem kekuasaan riil dan konkret di tingkat

Page 11: Makalah Hukum Agraria.a4

bawah, di desa-desa, di mana praktik reforma agraria dilakukan. Mereka boleh jadi elite

desa, partai di tingkat lokal, makelar tanah, dan seterusnya yang siap menyabotase

praktik penyelenggaraan reforma agraria.

Menurut pegiat landreform Handoko Wibowo SH dari Divisi Hukum Omah

Tani Kabupaten Batang, dalam konteks peningkatan produktivitas dan peningkatan

kesejahteraan rakyat, dapat dikatakan hampir semua negara industri maju telah

melakukan reforma agraria sebelum melaksanakan industrialisasinya.

Pengalaman pelaksanaan reforma agraria di sejumlah negara Asia (seperti

Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan China), Afrika, dan Amerika Latin, menunjukkan

setidaknya ada 10 aspek utama yang perlu diurus kelengkapannya oleh penyelenggara

negara bila reforma agraria mau berhasil, yakni mandat konstitusional, hukum agraria

dan penegakannya, organisasi pelaksana, sistem administrasi agraria, pengadilan, desain

rencana dan evaluasi, pendidikan dan latihan, pembiayaan, pemerintahan lokal, dan

partisipasi organisasi petani. (Yunantyo Adi S-20)

Page 12: Makalah Hukum Agraria.a4

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Landreform di Indonesia memberikan ganti rugi yang layak di Indonesia. Di

Indonesia tanah-tanah yang diambil oleh Pemerintah diredistribusikan kepada para

petani penggarap dengan Hak Milik yang dipungut uang pemasukan. Landreform

Indonesia bertujuan untuk memperluas pemilikan tanah para petani kecil, petani

penggarap dan buruh tani. Dalam perkembangan pelaksanaan Landreform di

Indonesia mengalami stagnasi, tersendat-sendat dan tidak tuntas, dimana hambatan

utama pelaksanaan Landreform adalah lemahnya kemauan politik dari Pemerintah,

yang lebih mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kebijakan ini kurang

memberikan keberpihakan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, termasuk

petani yang memang membutuhkan tanah. Fenomena yang terjadi sekarang ini

menunjukkan masih terjadinya penumpukan tanah oleh pihak tertentu. Kelangkaan

tanah menyebabkan tanah memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.

3.2 Saran

Perkembangan masyarakat pada saat ini serta kebutuhan akan tanah yang

meningkat, program Landreform harus dituntaskan pelaksanaannya yang tentu harus

didukung oleh kemauan politik Permerintah, oleh karena itu kebijakan pertanahan perlu

untuk diperbaharui sesuai konsep pembaharuan agraria dan paradigma baru yang

mendukung ekonomi kerakyatan, demokratis dan partisipatif.

 Agar dapat dicapai hasil sebagaimana yang diharapkan, maka usaha itu perlu

disertai tindakan-tindakan lainnya, misalnya pembukuan tanah, pembukaan tanah

pertanian baru, industrialisasi, transmigrasi, usaha untuk mempertinggi produktivitas,

ketersediaan yang cukup dan dapat diperoleh pada waktunya dengan mudah dan murah

Page 13: Makalah Hukum Agraria.a4

serta tindakan-tindakan lainnya. Selain itu juga diperlukan adanya penegakan hukum

yang pasti dan kesadaran akan aturan yang berlaku dari masing-masing anggota

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Berry, David.1995. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Boedi, Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, isi dan

pelaksanaannya. Jakarta :  Djambatan.

Cangara,Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Cutlip, Scott. Center, Allen. Broom, Glen. 2006. Effective Public Relations. Jakarta:

Persada Media.

Herawan, Sauni. 2006. Politik Hukum Agraria Kajian Atas Landreform Dalam rangka

Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia. Bengkulu : Pustaka Bangsa Press.