Makalah HAM 1
-
Upload
krisliana-jeane -
Category
Documents
-
view
131 -
download
0
Transcript of Makalah HAM 1
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) Perubahan UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tabun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan.Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga
kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain.
Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu
diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar,
membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit.Pada hakekatnya rumah
sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Fungsi
dimaksud rnemiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6 menyatakan:
Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Ayat 7. Indikator SPM adalah tolok ukur
untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran
sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan,
proses, hasiI dan atau manfaat pelayanan.
Pada Keputusan menteri kesehatan RI nomor 228/Menkes/SK/III/2002 tentang pedoman
penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) Rumah Sakit, juga sudah ditetapkan
1
sejelas-jelasnya mengenai SPM tersebut.Oleh sebab itu kelompok kami menulis makalah
ini sebagai bahan tinjauan untuk mengetahui lebih jelas mengenai Standar pelayanan
minimal rumah sakit.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat yang
optimal, salah satu diantaranya ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Demi
tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal maka diperlukan upaya untuk memperluas
dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik
2
BAB II
LAPORAN KASUS
KELUARGA PASIEN MENUNTUT RS KARENA TIDAK PUAS ATAS
PELAYANANNYA
Di Unit UGD RS Rujukan, pada jam 01.30 dini hari, datang sebuah mobil ambulance yang
membawa seorang pasien, Ny. Murni 63 tahun yang didampingi oleh suaminya.Pasien tampak
sesak napas cukup hebat. Pasien ini adalah kiriman dari RS lain yang lebih kecil. Dari dalam
mobil ambulance keluar suami pasien yang langsung menuju ke loket pendaftaran pasien.Dalam
ruang pendaftaran terlihat ada 3 orang petugas.Seorang petugas tampak sedang sibuk
membereskan kelengkapan administrasi, kelengkapan medis, dan memasukannya ke dalam
computer. Seorang petugas lain sedang sibuk membereskan medical record pasien-pasien yang
pernah berobat ke UGD. Suami pasien sudah berdiri di loket pendaftaran sekitar 5 menit dan
belum mendapat layanan sama sekali. Ia mulai tampak resah dan tidak sabar.Sementara itu dalam
ruangan terlihat sekitar 5 orang perawat yang masing-masing sibuk dengan urusannya
sendiri.Pada akhirnya, pasien mendapat layanan di pendaftaran. Setelah ditanya tentang identitas
dan lain-lain yang diperlukan, petugas pendaftaran memanggil seorang perawat untuk mengantar
pasien ke ruang tindakan. Kondisi pasien terlihat bertambah sesak napasnya.Untuk menolong
meringankan sesak napasnya, perawat memasang oksigen pada pasien.
Di ruang tindakan, terdapat 12 bed tempat tidur dan 10 sudah terisi pasien. Terlihat ada 3 orang
dokter sibuk menulis di meja setelah memeriksa beberapa pasien yang sudah masuk ke UGD.
Pasien Ny. Murni walaupun sudah berada di Ruang Tindakan, sama sekali belum diperiksa dokter
yang bertugas di UGD, hanya oksigen yang memang sudah dipasang sejak di Ruang Pendaftaran.
Baru setelah beberapa lama, seorang dokter menghampiri Ny. Murni setelah ia selesai
memberikan instruksi terhadap pasien yang baru saja selesai di follow up. Setelah menanyakan
identitas dan keluhan utamanya, dokter melakukan pemeriksaan fisik, lalu menginstruksikan pada
perawat untuk memasang infus dekstrose 5% dengan tetesan mikrodrip. Perawat memberitahukan
bahwa pasien membawa surat rujukan dari RS yang mengirim. Rujukan itu mengatakan bahwa
pasien adalah penderita gagal ginjal yang sudah cukup parah dan pagi tadi menjalani
hemodialysis.Karena fasilitas di RS tsb kurang memadai, maka pasien dirujuk untuk penanganan
lebih lanjut. Setelah membaca surat rujukan, dokter mendatangi Ny. Murni lagi untuk diperiksa
ulang kondisi fisiknya.Pasien ternyata semakin sesak napasnya, disertai batuk batuk dan bereak
yang berwarna kemerahan. Untuk mengatasi sesak napasnya yang menurut hemat dokter
3
disebabkan karena ada edema paru, ia menginstruksikan perawat untuk memberi diuretikum pada
pasien, walaupun ia tahu pemberian diuretikum pada pasien tidak akan banyak menolong. Satu-
satunya cara menolong pasien saat itu hanyalah tindakan hemodialysis, namun malam itu masih
pukul 03.00 dini hari, unit hemodialysis belum buka, dan baru buka sekitar pukul 08.00. Pasien
lalu dipindah ke bangsal perawatan dan suami pasien minta untuk istrinya dirawat di ruang VIP
(keluarga cukup mampu). Dari sejak datang di Ruang Pendaftaran sampai pasien di bawa ke
Ruang Perawatan VIP, sudah membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Suami pasien tampak semakin
tidak sabar dan tidak puas dengan pelayanan RS tsb.
Dokter jaga di ruang VIP langsung memeriksa pasien dan menanyakan identitas, keluhan utama,
dan riwayat penyakitnya pada suami pasien yang ikut mengantar. Terjadi sedikit ketegangan
karena suami pasien dengan nada marah mengatakan kenapa dokter selalu mengulang
menanyakan hal yang sama, bukankah dokter dapat melihat dicatatan dari tempat pendaftaran dan
juga dari UGD? Bapak itu juga mengatakan bahwa istrinya adalah pasien dokter Zainal, seorang
internis dan berjanji mau memvisit istrinya di RS ini.Tolong dok, kata suaminya.Hubungi dokter
Zainal, ini nomor teleponnya (sambil memberikan nomor telepon). Degan sedikit menahan emosi,
dokter bangsal tetap ramah dan berjanji akan menghubunginya. Beberapa kali sudah dicoba,
namun dokter Zainal tidak dapat dihubungi.Sementara itu, kondisi pasien semakin parah dan
akhirnya pukul 06.15 pasien meninggal dunia. Dokter bangsal berusaha menenangkan suami
pasien dan keluarganya namun tampak jelas suami pasien marah dan tidak puas dan mengatakan
seandainya pihak RS cepat melakukan tindakan hemodialysis, maka istrinya tidak akan
meninggal.
Dua bulan setelah meninggalnya Ny. Murni, pihak RS mendapat surat panggilan dari polisi.
Ternyata suami pasien menuduh RS telah melakukan malapraktik terhadap istrinya ketika
dirawat. Untuk itu ia melalui pengacaranya, menuntut pihak RS dengan ganti rugi material dan
immaterial sebesar milyaran rupiah. Kasus ini akhirnya diselesaikan di Pengadilan melalui
mediasi.
4
BAB III
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN
Permasalahan pada kasus ini berkaitan dengan
1. Lambatnya penanganan kasus
2. Manajamen Rumah Sakit
3. Penangan kasus tidak memperhatikan indikasi rujukan
4. Rujukan yang dilakukan
5. Kurangnya hubungan dokter dengan dokter lainnya
6. Pemahaman yang salah dari pasien
Pasien rujukan adalah yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan atau fasilitas khusus
yang tidak tersedia di RS. Pasien pindah rawat adalah pasien yang dikirim ke rumah
sakit lain karena permintaan pasien atau Keluarga, atau karena tempat rawat inap di RS
penuh
Indikasi :
1. Pengobatan atau tindakan tertentu yang diperlukan tidak bisa dilakukan di RS itu
2. Fasilitas, baik peralatan maupun tenaga professional (ahli) yang tidak dimiliki
atau peralatan yang dimiliki sedang dalam keadaan rusak
3. Ruang rawat inap penuh
4. Atas permintaan pasien dan atau Keluarga untuk pindah rawat di rumah sakit
yang dituju
Tujuan :
1. Mengirim pasien yang dirujuk atau pindah rawat ke rumah sakit lain secara cepat,
cermat dan aman bagi pasien
2. Menjalin kerjasama yang baik dan efisien dengan rumah sakit lain
Kebijakan :
5
Pelayanan pasien rujukan ke luar RS dilakukan dalam kerjasama tim sesuai standard dan
menjaga citra RS.
Petugas :
Dokter jaga UGD
Perawat UGD
Supir ambulance UGD
Peralatan :
Ambulance + alat penunjang hidup yang diperlukan
PROSEDUR
1. Pasien yang akan di rujuk / pindah rawat inap harus dalam keadaan stabil
2. Atas salah satu atau lebih indikasi tersebut diatas, dokter UGD yang memeriksa
mengintruksikan untuk merujuk pasien ke RS lain
3. Dokter menulis dalam buku Rekam Medik pasien bahwa pasien dirujuk ke RS
lain disertai dengan alasan rujukan
4. Dokter dan atau perawat memberitahu dan menjelaskan ke RS lain beserta
alasan pasien dirujuk
5. Dokter membuat surat rujukan
6. Lengkapi persiapan pasien untuk dipindahkan, bila perlu ambulance lengkap
dengan peralatan penunjang hidup dan peralatan lainnya, obat dan bahan yang
diperlukan sesuai kebutuhan kondisi dan kasus pasien
7. Kalau memungkinkan, dokter atau perawat dapat menghubungi dokter atau
perawat di RS rujukan melalui telepon untuk penyampaian informasi dan untuk
mempersiapkan pasien
8. Pasien gawat ( dalam keadaan stabil) harus ditemani oleh dokter dan atau perawat
yang telah menguasai dan mampu melakukan teknik-teknik life saving serta
bertanggung jawab dalam melakukan observasi dan pemantauan
kegawatdaruratan pasien sampai ke RS rujukan
9. Petugas yang mengantar melakukan serah terima pasien kepada petugas pada RS
rujukan
6
Konsep Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
228/Menkes/SK/III/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit, maka :
A. SECARA UMUM
1. Standar Pelayanan
Adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Juga merupakan
spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan
Layanan Umum kepada masyarakat.
2. Rumah Sakit
Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
meIiputi pelayanan promotif, preventif, kurative dan rehabilitatif yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa pelayanan kesehatan
mempunyai ciri khas yang berbeda dengan pelayanan jasa / produk lainnya, yaitu
consumer ignorance / ketidaktahuan konsumen, supply induced demand / pengaruh
penyedia jasa kesehatan terhadap konsumen (konsumen tidak memiliki daya tawar dan
daya pilih), produk pelayanan kesehatan bukan konsep homogen, pembatasan terhadap
kompetisi, ketidakpastian tentang sakit, serta sehat sebagai hak asasi.
Subyek-subyek hukum dalam system hukum kesehatan adalah:
a. Tenaga kesehatan sarjana yaitu: dokter, dokter gigi, apoteker dan sarjana lain di bidang
kesehatan.
b. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah; (1). Bidang farmasi (2).bidang
kebidanan (3). bidang perawatan (4). bidang kesehatan masyarakat, dll.
7
Salah satu penilaian dari pelayanan kesehatan dapat kita lihat dari pencatatan rekam
medis atau rekam kesehatan.Dari pencatatan rekam medis dapat mengambarkan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, juga meyumbangkan hal penting di
bidang hukum kesehatan, Pendidikan, Penelitian dan Akriditasi Rumah Sakit.
Yang harus dicatat dalam rekam medis mencakup hal-hal seperti di bawah ini:
1. Identitas Penderita dan formulir persetujuan atau perizinan.
2. Riwayat Penyakit
3. Laporan pemeriksaan Fisik
4. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan dokter yang berwenang
5. Catatan Pengamatan atau observasi
6. Laporan tindakan dan penemuan
7. Ringkasan riwayat waktu pulang
8. Kejadian-kejadian yang menyimpang
Rekam medis mengandung dua macam informasi yaitu:
1. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan, yaitu merupakan catatan mengenai
Hasil pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, pengamatan mengenai penderita, mengenai
hal tersebut ada kewajiban simpan rahasia kedokteran.
2. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan Suatu hal yang harus diingat
bahwa berkas catatan medik asli tetap harus disimpan di rumah sakit dan tidak boleh
diserahkan pada pasien, pengacara atau siapapun. Berkas catatan medik tersebut
merupakan bukti penting bagi rumah sakit apabila kelak timbul suatu perkara, karena
memuat catatan penting tentang apa yang telah dikerjakan dirumah sakit. Catatan
medik harus disimpan selama jangka waktu tertentu untuk dokumentasi pasien.5
Untuk suatu rumah sakit rekam medis adalah penting dalam mengadakan evaluasi
Pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas,
morbiditas dan perawatan penderita yang lebih sempurna. Pengisian rekam medis serta
penyelesaiannya adalah tanggung jawab penuh dokter yang merawat pasien tersebut,
Catatan itu harus ditulis dengan cermat,
singkat dan jelas. Dalam menciptakan rekam medis yang baik diperlukan adanya kerja
8
sama dan usaha-usaha yang bersifat koordinatif antara berbagai pihak yang samasama
melayani perawatan dan pengobatan terhadap penderita.6
Dalam hal ini, pasien sebenarnya merupkan faktor liveware.Pasien harus dipandang
sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekedar
obyek.Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu
barometer mutu layanan sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan
hukum.
Merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasiindikasi
terjadinya perubahan tertentu. Untuk mengukur kinerja rumah sakit ada beberapa
indikator, yaitu:
a. Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang
yang memberikan pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat,
prosedur tetap dan lain-lain.
b. Proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang
misalnya kecepatan pelayanan, pelayanan dengan ramah dan lain-lain.
c. Output, yang dapat menjadi tolak ukur pada hasil yang dicapai, misalnya
jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan.
d. Outcome, yang menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil
pelayanan sebagai misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap
pelayanan dan lain-lain.
e. Benefit, adalah tolok ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah
sakit maupun penerima pelayanan atau pasien yang misal biaya pelayanan yang
lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit.
f. Impact, adalah tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas
misalnya angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan.
PENGHITUNGAN EFISIENSI
Indikator penilaian efisiensi pelayanan adalah:
- Bed occupancy rate.
- Bed turn over.
9
- Length of stay.
- Turn over interval.
Bed occupancy rate (BOR) atau Pemakaian Tempat Tidur dipegunakan untuk
melihat berapa banyak tempat tidur di rumah sakit yang digunakan pasien
dalam suatu masa.
Jumlah hari perawatan
BOR = ————————————– x 100%
Jumlah TT x hari perawatan
Presentase ini menunjukkan sampai berapa jauh pemakaian tempat tidur yang
tersedia di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Bila nilai ini mendekati 100
berarti ideal tetapi bila BOR Rumah Sakit 60-80% sudah bias dikatakan ideal.
BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh karena
adanya perbedaan fasilitas rumah sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi
intervensi. Semua per bedaan tadi disebut sebagai “case mix”.
Turn over internal (TOI), waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu
antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh
pasien lain.
(Jumlah TT x 365) – hari perawatan
TOI = ——————————————– x 100%
Jumlah semua pasien keluar hidup + mati
TOI diusahakan lebih kecil daripada 5 hari.
Bed turn over (BTO), berapa kali satu tempat tidur ditempati pasien dalam satu
tahun. Usahakan BTO lebih besar dari 40.
Length of stay yang baik 5-13 hari atau maksimum 12 hari, 6-10 hari.
10
Infant mortality rate (angka kematian bayi). Standar 20%
Jumlah kematian bayi yang lahir di RS
IMR = ————————————————- x 100%
Jumlah bayi yang lahir di RS dalam waktu tertentu
Maternal Mortality Rate (MMR) atau angka kematian ibu melahirkan. Standard
0,25% atau antara 0,1-0,2%
Jumlah pasien obstetri yang meninggal
MMR = —————————————————— x 100%
Jumlah pasien obstetri dalam jangka waktu tertentu
Fetal Death Rate (FDR) atau angka bayi lahir mati. Standar 2%.
Jumlah kematian bayi dengan umur kandungan 20 minggu
FDR = ————————————————————- x 100%
Jumlah semua kelahiran dalam jangka waktu tertentu
Post Operative Death Rate (FODR) atau angka kematian pasca bedah. Standar
1%.
Jumlah kematian setelah operasi dalam satu periode
FODR = —————————————————— x 100%
Jumlah pasien yang dioperasi dalam periode yang sama
Angka kematian sectio caesaria. Standar 5%.
INDIKATOR PENILAIAN
Untuk menilai pemanfaatan tenaga dipergunakan indikator:
* - Rasio kunjungan dengan jumlah tenaga perawat jalan.
11
* - Rasio jumlah hari perawatan dengan jumlah tenaga perawat inap.
* - Rasio jumlah paisien intensif dengan jumlah tenaga perawat yangmelayani.
* - Rasio persalinan dengan tenaga bidan yang melayani.
Indikator untuk penilaian cakupan pelayanan adalah:
* - Rata-rata kunjungan per hari
* - Rata-rata kunjungan baru per hari
* - Rasio kunjungan baru dengan total kunjungan
* - Jumlah rata-rata pasien ugd per hari
* - Rata-rata pasien intensif per hari
* - Rata-rata pasien intensif perhari
* - Rata-rata pemeriksaan radiologi per hari
* - Prosentase r/ yang dilayani terhadap r/ rumah sakit
* - Prosentase item obat dalam formularium
* - Jumlah pelayanan ambulans
* - Rasio banyaknya cucian dengan pasien rawat inap
* - Prosentase penyediaan makanan khusus
* - Rasio pasien rawat jalan terhadap jumlah penduduk dalam, catchment area
* - Admission use rate
* - Hospitalization rate
Mutu pelayanan ditinjau dari CDR & NDR
1. Angka Kematian Kasar/CDR (%) = <45%
2. Angka Kematian Netto/NDR (%) = <25%
Harapan pasien dan kewajiban pihak sarana pelayanan kesehatan dalam memenuhi
harapan tersebut adalah :
• Reliability (kehandalan) : pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan
memuaskan
• Responsiveness (daya tanggap) : membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap
tanpa membedakan unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) pasien
12
•Assurance (jaminan) : jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
•Emphaty (empati) : komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
konsumen / pasien
Sedangkan kewajiban pihak sarana kesehatan yaitu antara lain :
• Memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membedakan suku, ras, agama, seks, dan
status sosial pasien
• Merawat pasien sebaik-baiknya, menjaga mutu perawatan dengan tidak membedakan
kelas perawatan
• Memberikan pertolongan pengobatan di UGD tanpa meminta jaminan materi terlebih
dahulu
• Merujuk pasien kepada rumah sakit lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana,
peralatan, dan tenaga yang diperlukan
• Membuat rekam medis pasien rawat jalan dan inap
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN BERDASARKAN UU NO. 23 /
1992 TENTANG KESEHATAN
· Informasi
· Memberikan persetujuan
· Rahasia kedokteran
· Pendapat kedua (second opinion)
KEWAJIBAN RUMAH SAKIT
Mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien
HAK
Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
KEWAJIBAN KONSUMEN
· Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
· Beritikad baik
· Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
13
· Mengikuti upaya penyelesaian hukun sengketa perlindungan konsumen secara patut.
UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mempunyai 2 sasaran pokok,
yaitu :
1. Memberdayakan konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau
privat) barang dan atau jasa;
2. Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab
Untuk mengetahui, apakah profesi pemberi pelayanan kesehatan (dokter) merupakan
pelaku usaha atau bukan maka kita harus melihat UU No. 2 / 1992 tentang Kesehatan,
Black Law Dictionary, dan WTO / GATS bidang kesehatan.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya Kesehatan.
(UU No.23/1992 tentang Kesehatan). Sedangkan dalam Black Law Dictionary
dinyatakan : Business (kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi) meliputi:
employment, occupation, PROFESSION, or commercial activity engaged in / or gain or
livelihood (segala kegiatan untuk mendapatkan keuntungan / mata pencaharian).
Selain itu, posisi bidang kesehatan menurut WTO / GATS menyatakan antara lain bahwa
profesi dokter dan dokter gigi saat ini termasuk dalam sector jasa bisnis, seperti tampak
berikut :
SEKTOR KESEHATAN :
· HOSPITAL SERVICES
· OTHER HUMAN HEALTH SERVICES
· SOCIAL SERVICES
· OTHER
SEKTOR JASA BISNIS :
A. PROFESIONAL SERVICES:
14
B. MEDICAL AND DENTAL SERVICES
C. PHYSIOTHERAPIST D.NURSE AND MIDWIFE
Selain itu, dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
756/MENKES/SK/VI/2004 tentang Persiapan Liberalisasi Perdagangan dan Jasa di
Bidang Kesehatan, berarti UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dapat
diberlakukan pada bidang kesehatan
Dengan berlakunya UUPK diharapkan posisi konsumen sejajar dengan pelaku usaha,
dengan demikian anggapan bahwa konsumen merupakan raja tidak berlaku lagi
mengingat antara konsumen dan pelaku usaha tidak hanya mempunyai hak namun juga
kewajiban, sebagai berikut :
HAK KONSUMEN KESEHATAN
BERDASARKAN UU NO.8 / 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
· Kenyamanan, keamanan, dan keselamatan · Memilih · nformasi yang benar, jelas, dan
jujur
· Didengar pendapat dan keluhannya
· Mendapatkan advokasi, pendidikan & perlindungan konsumen
· Dilayani secara benar, jujur, tidak diskriminatif
· Memperoleh kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian
STANDAR KOMPETENSI DOKTER
A. Area Kompetensi
1) Komunikasi efektif
2) Keterampilan Klinis
3) Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
4) Pengelolaan Masalah Kesehatan
5) Pengelolaan Informasi
6) Mawas Diri dan Pengembangan Diri
7) Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien
B. Komponen Kompetensi
15
Area Komunikasi Efektif
1) Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarganya
2) Berkomunikasi dengan sejawat
3) Berkomunikasi dengan masyarakat
4) Berkomunikasi dengan profesi lain
Area Keterampilan Klinis
1) Memperoleh dan mencatatin formasi yang akurat serta penting tentang pasien dan
keluarganya
2) Melakukan prosedur klinik dan laboratorium
3) Melakukan prosedur kedaruratan klinis
Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
1) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu
kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer
2) Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan prosedur
yang sesuai
3) Menentukan efektivitas suatu tindakan
Area Pengelolaan Masalah Kesehatan
1) Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian
dari keluarga dan masyarakat
2) Melakukan Pencegahan Penyakit dan Keadaan Sakit
3) Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit
4) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan
5) Mengelola sumber daya manusia serta sarana dan prasarana secara efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga
Area Pengelolaan Informasi
1) Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis,
pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta penjagaan, dan
pemantauan status kesehatan pasien
16
2) Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi
3) Memanfaatkan informasi kesehatan
Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
1) Menerapkan mawas diri
2) Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
3) Mengembangkan pengetahuan baru
Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien
1) Memiliki Sikap professional
2) Berperilaku professional dalam bekerjasama
3) Sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang profesional
4) Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat multikultural di Indonesia
5) Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran
6) Menerapkan keselamatan pasien dalam praktik kedokteran 8
MALPRAKTIK DOKTER
Belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Standar Profesi yang menyebabkan
terjadinya hal ini. Maka dari itu untuk menentukan seorang dokter melakukan malpraktik
hal itu dapat dilihat berdasarkan
Leenen, yaitu : berbuat secara teliti / seksama dikaitkan dengan culpa / kelalaian, sesuai
ukuran ilmu medik, kemampuan rata-rata dibanding kategori keahlian medik yang sama,
situasi Dan kondisi yang sama, sarana upaya yang sebanding / proporsional (asas
proporsionalitas) dengan tujuan kongkret tindakan / perbuatan medik tersebut. Menurut
Leenen, Dokter yang tidak memenuhi unsur standar profesi kedokteran berarti melakukan
suatu kesalahan profesi (malapraktik).
Tindakan dari tenaga kesehatan yang salah dalam rangka pelaksanaan profesi di bidang
kedokteran disebut malpraktik medik (Medical Malpractice).Malpraktik dibedakan
menjadi kesalahan dari sudut pandang etika yang disebut dengan ethical malpractice dan
malpraktik dari sudut pandang hukum yang disebut legal malpractice.Legal malpractice
masih dibagi lagi menjadi malpraktik pidana (criminal malpractice), malpraktik perdata
(civil malpractice) dan malpraktik administrasi (administrative malpractice).
17
Disebut malpraktik perdata jika dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji)
yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang disepakati.
Ada 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktik atau
kelalaian telah terjadi :
1. Duty atau kewajiban : Kewajiban bisa berdasarkan perjanjian atau menurut undang-
undang. Kewajiban dokter untuk bekerja berdasarkan standard profesi.Kewajiban dokter
pula untuk memperoleh “informed consent”, dalam arti wajib memberikan informasi
yang cukup dan mengerti sebelum mengambil tindakannya.
2. Dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban) : Mengabaikan, menelantarkan
kewajiban sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian kepada pasien. Istilah lainnya
adalah “breach of duty” atau “wanprestasi”.Wanprestasi mengandung arti tidak
memenuhinya standard profesi.Penentuan adanya penyimpangan dari standard profesi
medik adalah sesuatu yang harus didasarkan atas fakta-fakta secara kasusistik yang harus
dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.
3. Damage : Kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik,
finansial, emosional atau berbagai dalam kategori lainnya.
4. Direct causal relationship : Harus ada kaitan kausal antara tindakan yang dilakukan dan
kerugian yang diderita.
Pembuktian adanya malpraktik pada gugatan penggantian kerugian akibat kelalaian
meliputi :
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yanglazim dipergunakan
c. Penggugat telah menderita kerugian yang dapatdimintakan ganti ruginya
d. Secara factual kerugian itu disebabkan oleh tindakandibawah standar.
Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan istilah malpraktik.Peraturan
perundang-undangan lebih berkaitan dengan pelanggaran hak dan kewajiban didalam
hubungan pelayanan kesehatan beserta ancaman sanksi hukumnya. Hak dan kewajiban
diatur didalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang No. 36
18
Tahun 2009 tentang Kesehatan,Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
TANGGUNG JAWAB MALAPRAKTIK DOKTER SECARA PIDANA
Bila terbukti malapraktik, seorang dokter antara lain dapat dikenakan pasal 359, 360, dan
361 KUHP bila malpraktik itu dilakukan dengan sangat tidak berhati-hati (culpa lata),
kesalahan serius, sembrono
TIGA TINGKATAN CULPA
1. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross
fault or neglect)
2. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)
3. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect)
Culpa lata tidak berlaku dalam hukum perdata. Culpa levis dan Culpa levissima yang
tidak dapat dikenakan hukum pidana dapat ditampung dalam hukum Perdata dan hk.
Disiplin tenaga Kesehatan (di Indonesia blm ada)
Secara yuridis semua kasus tersebut dapat diajukan ke pengadilan pidana maupun perdata
sebagai malpraktik untuk dilakukan pembuktian berdasarkan standar profesi kedokteran
dan informed consent. Bila dokter terbukti tidak menyimpang dari standar profesi
kedokteran dan sudah memenuhi informed consent maka ia tidak dipidana atau
diputuskan bebas membayar kerugian.
SARAN BAGI PENANGGULANGAN MALAPRAKTIK MEDIK
Adanya Komite Medik / Malpractice Review Committee yang independen (tidak
dibawah Direktur) pada setiap RS yang bertugas membahas keadaan RS secara periodik
tentang kesalahan tenaga kesehatan personil RS tersebut.Di masa mendatang, audit medik
hendaknya diatur dengan peraturan perundang-undangan dan dapat dilakukan pula
terhadap praktik dokter pribadi.
• Pertanggungjawaban terpusat pada RS baik pemerintah maupun swasta (central
responsibility). Dengan demikian, bila pasien tidak puas atas sikap RS maka dapat
menuntut dan menggugat RS. Pimpinan RS yang akan menetapkan siapa yang bersalah
19
dan melakukan “hak Regres” (hak menuntut orang yang bersalah dalam kenyataan).
Untuk itu RS dapat mengasuransikan diri dengan batas kerugian sebagai akibat gugatan
pasien.
• Terpenuhinya jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan, terutama bagi pasien
• informasi yang benar, jelas, dan jujur agar tidak terjadi mis interpretasi antara tenaga
kesehatan dengan pasien / keluarganya.
Namun demikian, untuk melaksanakan hal-hal sebagaimana tercantum dalam saran
tersebut masih ada kendala, terutama dalam hal pembuktian ada / tidaknya perbuatan
malapraktik. selama ini pembuktian benar / salahnya suatu kasus dugaan malpraktik
secara hukum sulit karena belum ada Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Profesi,
sehingga hakim cenderung berpatokan pada hukum acara konvensional, sedangkan
dokter merasa sebagai seorang profesional yang tidak mau disamakan dengan hukuman
bagi pelaku kriminal biasa, misalnya : pencurian.
Dalam hal ini, diperlukan keseriusan pihak pemerintah, khususnya Departemen
Kesehatan untuk segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No. 23 / 1992
tentang Kesehatan, terutama PP tentang Standar Profesi. Hal ini mengingat hingga saat
ini, dari 29 PP UU No. 23/1992 yang seharusnya ada, baru 6 (enam) PP yang telah
dibuat. Sedangkan UU Praktik Kedokteran yang belum lama ini disahkan cenderung
hanya mengakomodir kepentingan dokter, sehingga perlu diadakan judicial review.
Dari aspek hukum hubungan dokter dengan pasien merupakan hubungan antara subjek
hukum dengan subjek hukum yang diatur dalam kaidah-kaidah hukum perdata yang pada
dasarnya dilakukan berdasarkan pada kesepakatan bersama, maka dalam hubungan ini
terdapat hak dan kewajiban yang timbal batik sifatnya, hak dokter menjadi kewajiban
pasien, hak pasien menjadi kewajiban dokter.bagaimana dikatakan dokter melakukan
malpraktek.
Acuan penetuan malpraktek dilakukan berdasarkan ketentuan (asas-asas) hukum
perjanjian menurut KUH Perdata dianut dan diterapkan dalam hubungan antara dokter
dengan pasien.1
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dengan pendekatan asas-asas
hukum dan sistematika hukum, yaitu untuk mengetahui asas-asas yang berlaku dan
20
mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok dalam hukum tentang
subjek hukum, hak dan kewajiban hukum dan hubungan hukum dokter dengan pasien.
Dan penelitian ini diperoleh kesimpulan, bahwa hubungan dokter / rumah sakit dengan
pasien maupun kewajiban dokter akibat dari suatu malpraktek kedokteran ternyata
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang kesehatan merujuk kepada ketentuan/asas
yang terdapat dalam KUH Perdata seperti asas konsensualisme yang terkandung dalam
pasal 1320 yuncto pasal 1338,1365,1366,1367 serta pasal-pasal lainnya dari KUH
Perdata tersebut.
Berdasarkan itu maka dapat disarankan beberapa hal, yaitu asas konsensualisme tersebut
perlu dipertahankan mengingat hubungan antara dokter dengan pasien lebih bersifat
pribadi.Demikian juga unsur-unsur malpraktek kedokteran merupakan kesimpulan dari
beberapa ketentuan perundang-undangan dan pendapat sarjana, hal semacam ini tentu
kurang menguntungkan bagi pasien terutama dokter dalam menjalankan profesinya.
Karena itu perlu adanya suatu undang-undang yang mengatur tentang medical practice,
sehingga dokter dapat mengetahui dengan mudah apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan dalam menjalankan profesinya terutama terhadap pasien. 3
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian dalam menjalankan profesi ialah:
1. Meningkatkan kemampuan profesi para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu
kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga dapat melakukan pelayanan
medis secara profesional.Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik dan
kemampuan melakukan konseling dengan baik.
2. Pengetahuan pengawasan perilaku etis. Upaya ini akan mendorong dokter untuk
senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etis, sehingga semakin jauh
dari tindakan melanggar hukum.
3. Penyusunan protokol pelayanan kesehatan, misalnya petunjuk tentang “informed
consent”. Protokol ini dapat dijadikan pegangan bilamana dokter dituduh telah
melakukan kelalaian.Selama dokter bertindak sesuai dengan protokol tersebut, dia
dapat terlindung dari tuduhan malpraktek.
Beberapa contoh malpraktek di bidang hukum pidana:
1. Menipu Pasien
21
2. Membuat surat keterangan palsu
3. Melakukan pelanggaran kesopanan
4. Melakukan pengguguran tanpaindikasi medis
5. Melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau lukaluka
6. Membocorkan rahasia kedokteran yang diadukan oleh pasien
7. Kesengajaan membiarkan pasien tidak tertolong
8. Tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan bahaya maut
9. Memberikan atau menjual obat palsu
10. Euthanasia
SENGKETA MEDIK
Pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan mempunyai hak dan kewajiban seperti
halnya dengan dokter dan rumah sakit.Dalam hubungan tersebut hak dan kewajiban
mereka tidak selalu selaras dalam pelaksanaannya karena adanya permasalahan yang
muncul dalam hubungan tersebut.Hal tersebut berpotensi menjadi sengketa antara pasien
dengan dokter dan/atau rumah sakit.
Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menyebabkan
perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan atau dapat diartikan sebagai pertikaian
atau perselisihan.Jadi sengketa adalah perbedaan pendapat yang telah mencapai eskalasi
tertentu atau mengemuka. Pemicu terjadinya sengketa adalah kesalahpahaman, perbedaan
pendapat, ketidakjelasan pengaturan, ketidakpuasan, ketersinggungan, kecurigaan,
tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur, kesewenang-wenangan atau
ketidakadilan dan terjadinya keadaan yang tidak terduga Dengan demikian dapat
disimpulkan sengketa medik merupakan pertentangan antara pasien dengan dokter
dan/atau rumah sakit.
Sengketa medik dapat berupa pelanggaran Kode Etik Kedokteran, Pelanggaran hukum
orang lain (Perdata) maupun pelanggaran kepentingan masyarakat (Pidana). Sengketa
Medik dapat berwujud pengaduan dapat disertai atau tanpa malpraktik. Berdasarkan UU
No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran disebutkan bahwa proses penegakan
hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang di bidang kesehatan dilaksanakan
melalui pendekatan yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat profesi tenaga
22
kesehatan, asas praduga tidak bersalah, hubungan dokter dan tenaga kesehatan lain
dengan pasien sebagai hubungan kepercayaan harus sama-sama diindungi kepentingan
hukumnya, tidak meresahkan tenaga kesehatan dan tidak mengganggu pemberian
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Maka ketika suatu lembaga penyelesaian
sengketa medik menangani suatu kasus, maka lembaga tersebut harus bersifat netral tidak
berat sebelah dan harus mementingkan kepentingan keduanya.
Pada UU No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran juga disebutkan bahwa untuk
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan,
dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktek
kedokteran, maka setiap masyarakat baik sebagai pasien atau sebagai tenaga medis semua
mendapatkan perlindungan hukum jika diperlukan.
Penanganan sengketa termasuk sengketa medik antara satu pihak dengan pihak lainnya
karena adanya pelanggaran hak dan kewajiban, dapat melalui dua jalur yaitu litigasi
(pengadilan) dan non litigasi/konsensual/non ajudikasi.
Salah satu bentuk upaya penyelesaian sengketa adalah melalui mediasi yang merupakan
bagian dari proses alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi memiliki keuntungan
menghasilkan kesepakatan win-win solution, membiarkan para pihak untuk mampu
secara bebas menentukan kesepakatan dan tetap terjaganya hubungan baik antar pihak
yang bersengketa perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu
oleh mediator.Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di
luar pengadilan dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai sertifikat
mediator. Pengertian Mediator sendiri adalah pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Tahapan Proses Mediasi
Ada dua belas langkah agar proses mediasi berhasil dengan baik yaitu:
1) Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa
2) Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi
3) Mengumpulkan dan menganalisis informasi latar belakang sengketa
23
4) Menyusun rencana mediasi
5) Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak
6) Memulai sidang mediasi
7) Merumuskan masalah dan menyusun agenda
8) Mengungkapkan kepentingan yang tersembunyi
9) Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa
10) Menganalisis pilihan penyelesaian sengketa
11) Proses tawar menawar akhir
12) Mencapai kesepakatan formal
Ada dua jenis perundingan dalam proses mediasi yaitu positional based bargaining dan
interest best based bar- gaining. Positional based bargaining selalu dimulai dengan
solusi. Para pihak saling mengusulkan solusi dan saling tawar menawar sampai mereka
menemukan satu titik yang dapat diterima bagi keduanya.Sementara itu perundingan
berdasarkan kepentingan dimulai dengan mengembangkan dan menjaga hubungan. Para
pihak mendidik satu sama lain akan kebutuhan mereka dan bersama-sama menyelesaikan
persoalan itu para perunding adalah pemecah masalah. Tujuannya untuk mencapai
kesepakatan yang mencerminkan kebutuhan/ kepentingan para pihak, memisahkan antara
orang dengan masalah, lunak terhadap orang dan keras kepada masalah, kepercayaan
dibangun atas dasar situasi dan kondisi, fokus pada kepentingan dan bukan pada posisi,
mencegah/ menghindari dari bottom line, membuat pilihan semaksimal mungkin,
mendiskusikan pilihan secara intensif, kesepakatan mengacu pada keinginan bersama,
menggunakan argumentasi dan alasan serta terbuka terhadap alasan perunding lawan.
Melalui mediasi akan tercipta win-win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang
menang sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmonis.7
HUMAN FAILURE
Secara umum HFACS (Human Factor Analysis and Classification System)
mengklasifikasikan tindakan tidak aman (unsafe acts) menjadi kesalahan (errors) dan
pelanggaran (violations).Kesalahan adalah representasi dari suatu aktifitas mental dan
fisik seseorang yang gagal mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelanggaran di sisi lain
24
mengacu pada niat untuk mengabaikan petunjuk atau aturan yang telah ditetapkan untuk
melakukan suatu tugas tertentu.
Kesalahan manusia yang paling dasar dapat dibagi menjad tiga, yaitu kesalahan
memutuskan (decision error), kesalahan sebab kemampuan (skill-based error), dan
kesalahan persepsi (perceptual error).Sedangkan pelanggaran terdiri atas routine
violations dan exceptional violation.
Menurut Rasmussen, ada tiga jenjang kategori kesalahan yang dapat terjadi pada
manusia, yaitu:
1. Salah sebab kemampuan (skill-based error)Adalah suatu kesalahan manusia yang
disebabkan oleh karena ketidakmampuan seseorang secara fisik atau tidak memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu tugas tertentu. Seseorang bisa
saja tahu apa yang seharusnya dilakukan tetapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk
melakukannya.
2. Salah sebab aturan (rule-based error)Adalah suatu kesalahan manusia karena tidak
melakukan aktifitas yang seharusnya dilakukan atau melakukan aktivitas yang tidak
sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
3. Salah sebab pengetahuan (knowledge-based error)Adalah kesalahan manusia yang
disebabkan karena tidak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami
situasi dan membuat keputusan untuk bertindak atau melakukan suatu aktifitas.
Menurut Reason, kesalahan manusia (human error) dapat dikategorikan menjadi sebagai
berikut:
1. Mistakes
Kesalahan ini disebabkan oleh kegagalan atau tidak lengkapnya proses penilaian atau
proses menyimpulkan suatu pilihan sasaran atau merinci cara mencapai sesuatu, terlepas
dari apakah tindakan yang dilakukan itu sesuai atau tidak dengan kerangka keputusan
yang telah direncanakan.
2. Lapse
Adalah kesalahan dalam mengingat dan tidak selalu harus tampil dalam perilaku aktual
25
dan kadang kala hanya dirasakan oleh pribadi yang bersangkutan.
3. Slips
Adalah kesalahan akibat penerapan yang tidak sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, terlepas dari apakah rencana tersebut
benar atau tidak.
.
26
BAB IV
KESIMPULAN
Kematian Ny Murni belum dapat kita simpulkan sebagai malpraktik. Berbagai faktor
perlu kita pertimbangkan seperti progesivitas / penyakit (sebelum dirujuk) ataupun
keadaan pasien yang sudah memburuk pada saat pasien dirujuk. Dan teknik rujukan yang
dilakukan oleh rumah sakit sebelumnya tidak memenuhi standart yang ada. Dokter UGD
telah menjalankan kompetensinya untuk memberikan pertolongan awal pada keadaan
darurat walaupun terkesan lambat,hal ini tidak dapat diputuskan mengingat pasien UGD
lainnya yang belum diketahui kondisinya.
Yang perlu dibenahi adalah sistem manajemen pada RS :
- Manajemen Waktu Pelayanan Awal maupun saat Penanganan Pasien : harus lebih
efektif dan efisien terutama dalam keadaan gawat darurat
- Sistem Komunikasi Pelayan Kesehatan : antar dokter-dokter, dokter-suster serta
petugas RS lain mengenai penyampaian informasi (identitas, keterangan medik pasien,
rujukan)
- Sistem Rujukan : bukan hanya melalui surat medik semata tapi juga komunikasi
antar telepon serta saat melakukan rujukan pada saat pasien dalam keadaan gawat
seharusnya pasien didampingi oleh tenaga medis yang dapat membantu life support
pasien.
- Kompetensi dokter jaga: Serta diperlukan pengetahuan atau knowledge yang lebih
kepada para dokter terutama dokter jaga / UGD yang bisa didapatkan melalui seminar, dll
sehingga pelayanan kesehatan (terutama penanganan awal pada pasien gawat darurat)
dapat dilakukan dengan baik.
27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Soekanto. S., dan Mohammad K., 1983. Aspek Hukum dan Etika Kedokteran
diIndonesia, Grafiti Press, Jakarta.
2. Thamrin,Tarigan : Tanggung Jawab Dokter Dalam Malpraktek Kedokteran
Menurut Hukum Perdata, 2004
3. Gunawan., 1991. Memahami Etika Kedokteran, Kanisius, Yogyakarta.
4. Jacob. T., 1990. Profesionalisme dan Kemanusiaan dalam Pelayanan Kesehatan,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
5. Leibo. J., 1986. Bunga Rampai Hukum dan Profesi Kedokteran dalam
Masyarakat,Liberty. Yogyakarta.
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN.
Jakarta
7. Afandi, D., 2009, Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis, Majalah Kedokteran
Indonesia, volume : 59, No. 5, Mei 2009.
8. Departemen Kesehatan (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan
28